Tumgik
#mau tau aja
rhinaajung · 29 days
Text
Apa boleh
0 notes
sethdomain · 1 year
Text
Aku jujur, aku gk bisa percaya sampai saat ini aku masih aj hidup
0 notes
fajarabsensi · 2 years
Text
0 notes
ibnufir · 5 months
Text
Menikah itu nambah masalah
Menuju lima tahun pernikahan, tau-tau sudah mau berempat. Begitu cepat sekali waktu berlalu.
Dulu sebelum menikah, ada begitu banyak sekali kekhawatiran sehingga bisa mikir beribu kali untuk memutuskan menikah.
Memang benar kata seorang kawan "menikah itu nambah masalah"
Tapi ketenangannya juga bertambah, keberkahannya bertambah, rasa syukurnya bertambah dan kebahagiaannya pun bertambah.
Kadang bingung, waktu masih sendiri keresahannya banyak banget. Kok setelah menikah engga tau mau meresahkan apa lagi.
Mikirnya makin sederhana; jalani, jalani, jalani. Udah cuma gitu aja.
Yang mencukupi Allah, kenapa jadi kita yang bingung.
Satu ditambah satu logika manusia jawabannya dua. Tapi matematikanya Allah, jawabannya tak terhingga.
Memang benar, banyak tidak masuk akalnya. Tau-tau ada, tau-tau cukup, tau-tau bisa, tau-tau mampu melewatinya.
Kalau ada yang bilang menikah itu melelahkan, iya memang engga salah. Betul melelahkan.
Tapi ketika sudah sampai di rumah, capeknya hilang dan lupa sama lelahnya.
Menikah itu menjalani kesadaran.
Sadar sama-sama saling membutuhkan. Sadar sama-sama punya kekurangan. Sadar sama-sama punya kesalahan.
Kuncinya, jangan keluar jalur.
Ibarat melakukan sebuah perjalanan. Jika suami itu sopir, fokus dan pegang kendali. Karena penumpang di belakang engga peduli ngantuknya kamu.
Mereka cuma mau tau sampai di tujuan. Melencengnya kamu sana sini, membahayakan mereka.
Kamu ke luar jalur, celaka mereka.
Begitupun penumpang, tetap tenang. Jangan melompat atau pindah kendaraan lain, karena ada kendaraan yang lebih bagus.
Karena percuma sopir sampai di tujuan sendiri.
Dan belum tentu juga dengan pindah kendaraan yang lebih bagus, bisa bikin kamu lebih cepat sampai di tujuanmu.
Iya kalau sampai, kalau malah tersesat?
Karena tujuannya dari menikah ya cuma satu, yaitu membawa pernikahanmu selamat.
—ibnufir
563 notes · View notes
auliasalsabilamp · 2 months
Text
Jadi manusia itu, sebenernya apa yang mau disombongin yah? Harta yang banyak dan melimpah ruah? Pasangan yang shalih, royal, dan rupawan? Anak-anak yang pintar? Keluarga yang cemara? Semuanya bisa Allah ambil kapan aja, soalnya itu emang bukan punya kita. Tapi titipan Allah.
Sadar ngga sebenernya kita tuh ngga punya apa-apa? Untuk sekadar nafas aja kita tuh ngga bisa kalau bukan Allah yang kehendaki untuk kasih kita oksigen, kasih kita hidung yang sempurna, kasih kita paru-paru yang sehat. Kalau ngga ada itu semua emang kita bisa nafas? Kita tuh ngga bisa apa-apa tau kalau bukan karena kebaikan Allah.
Kurangi sombong dan ujub, kalau dalam hati ada keinginan untuk ibadah tapi rasanya berat, berdoalah, minta pertolongan Allah, minta taufik dari Allah. Dengan jujur dan ikhlas. Ngga mungkin Allah ngga bantu hamba-Nya yg ingin beribadah kepada-Nya.
والله أعلمُ بِالصَّوَابِ
Sabtu, 11 Syawal 1445 H.
109 notes · View notes
abiriaarumiani · 1 month
Text
Baca ini, Please!
Barusan liat video yang kurang lebihnya gini; ada Abang - Abang mau ngeprank kalo kehabisan bensin “siapa yang mau bantu dorongin motor sampe pom bensin dia depetin uang ini” tapi tulisan itu cuma bisa diliat di kamera alias kita yang nonton aja.
Satu orang lewat, skip. Gabisa bantu, karena katanya udah mau berangkat kerja. Terus ada satu orang bapak-bapak lagi, beliau juga mau kerja sebenernya, tapi pas tau si Abang ini kehabisan bensin, bapak ini mau bantuin dorong motornya si Abang.
“A, ini gapapa A ngedorongin?”
“Gapapa, sekalian mau berangkat kerja,”
“Beneran gapapa A?”
Sambil kuperhatikan, tangan si bapak ini ternyata lagi megang bungkus permen yang udah kosong. Kalau diliat-liat dari muka si bapak yang udah diwarnain silver ini sih, kita bisa nebak kan ya beliau mau berangkat kerjanya kemana~ (?) yups, ke jalanan.
“Iya, mau sekalian ke rumah sakit juga, istri di rumah sakit.”
Ternyata, setelah kutonton videonya sampai selese, istri si bapak ini habis lahiran. Tapi masih ditahan di rumah sakit karena belum bisa bayar biaya lahiran. Totalnya 3 jt tapi dikasih keringanan suruh bayar setengahnya aja.
Dan disaat seterdesak itu, se-nol itu dia pegang uang, si Bapak ini masih mau bantuin orang lain.
Dan, hamba Allah yang satu ini juga, dengan percayanya sama Allah kalau bakal bisa bayar semua itu meski cuma bawa satu bungkus permen yang kosong. 😭😭
And see? Apa yang bapak ini yakinin bener-bener terjadi. Iya, merinding banget. Ngga ada kata kebetulan. Rezeki itu memang semisterius itu. Semua udah Allah tetapkan. Akhirnya si Bapak bisa bawa pulang istri dan anggota keluarga baru si bayi yang sangat menggemaskan itu pulang ke rumah! Hiks~
Selalu merinding, selalu takjub kalau lagi bahas soal rezeki. Selalu berujung nangis sesenggukan, karena cara Allah mengantarkan rezeki itu tuh setidak-bisa-ditebak itu, maa syaa Allah!
Pelajaran yang bisa diambil? Tolonglah orang lain disaat kita bisa menolong mereka. Karena disaat kita berbuat baik kepada orang lain, sebenarnya kita hanya sedang berbuat baik pada diri kita sendiri. Dan perihal rezeki, tugas kita itu bukan mengatur; kapan datang, dijemput dimana—tapi tugas kita itu berikhtiyar. Lakukan apa yang bisa kita lakukan, selagi itu halal, selagi itu thoyyib. Dan satu lagi yang terpenting; jangan berputus asa kepada Allah! :”))
73 notes · View notes
dinisuciyanti · 4 months
Text
Auto delete
Mulai 2 tahun lalu, sudah menerapkan untuk TIDAK membalas WA yang isinya hanya:
Assalamualaikum
Teh..
Din..
Kalau yang WA, orang yang dikenal, aku masih bisa balas, tapi ku marahin dulu, "lain kali kalo WA langsung aja".
Kalau yang WA nomor tidak dikenal, langsung auto delete. Buang-buang waktu menanggapi nomor asing. Save energy untuk bekerja.
Tahun lalu, total 5-7 WA yang isinya "assalamulaikum" doang. Awal tahun ini sudah 2, tadi siang dapet lagi. Langsung auto delete.
Jadi teman-teman, efisien lah dalam WA, apalagi nomor mu baru. Bisa langsung gini:
Assalamualaikum, saya X. Saya tau nomor kamu dari Y. Saya mau tanya Z.
Sekali kirim. Kan enak. Jelas. Dah gitu aja.
23 Februari 2024
78 notes · View notes
yunusaziz · 11 months
Text
Nih aku kasih tau...
Salah satu problematika terbesar hidup kita tuh terlalu ambil pusing sama perkataan orang. Tidak semua perkataan orang tuh harus dilakukan. Jangankan dilakukan, didengarpun ada juga yang enggak perlu. With special notes ya hihi.
Kenapa? Dalam hidup tuh akan selalu ada orang yang memainkan peran dalam menanyakan, mengomentari setiap apapun keputusan, sikap, dan tindakan yang kita ambil. Bukan hanya yang buruk, yang baik pun tetap aja pasti ada yang ngomen.
Contoh, ada orang yang menanyakan "Udah usia 25 kok belum nikah. Kapan nikah?", karena ditanya gitu akhirnya dia ketrigger lalu menikah. Setelah menikah, ada yang tanya "Kapan punya anak?". Setelah punya anak ditanya lagi, "Kok cuman satu. Kapan punya anak lagi?" begitu seterusnya. Udah tua pun akan ditanyain, "Kapan punya mantu?" begitu terua sampai Rayanza jadi Presiden Konoha 😇
Ya intinya begitu, selalu akan ada orang-orang yang memainkan peran dalam menanyakan segala sesuatu yang kita jalani. Ada kalanya baik, perlu kita dengar dan kita indahkan, karena barangkali hal itu bisa jadi pelecut semangat, tapi tidak sedikit yang justru menjadi panyakit.
Kuncinya satu, tidak semua perkataan otang harus didengar, apalagi dilakukan. Cukup dengarkan apa yang perlu didengar. Mungkin kamu pernah dengar, kenapa Allah berikan setiap manusia dua telinga satu mulut, hikmahnya agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara, bukan?
Kalau menurutku belum selesai sampai disitu, Allah memang ciptakan kita dua telinga agar kita lebih banyak mendengar dari pada berbicara, tapi Allah juga ciptakan kita dua tangan, untuk menutup telinga dari hal-hal yang emang nggak perlu didengar. Maka gunakan dua tanganmu itu untuk menutupnya.
Imam Syafi'i pernah bilang :
"Menghindarkan telinga dari mendengar hal-hal yang tidak baik merupakan suatu keharusan, sebagaimana seseorang mensucikan tutur katanya dari ungkapan buruk."
Pada intinya sebenernya semua kembali pada diri kita. Karena kita tidak punya kendali atas ucapan orang lain ke kita, maka kendalikan apa yang bisa dikendalikan, apa itu? Respon, dan sikap kita ketika menghadapi itu. Itulah pentingnya kita kenali diri kita, tahu batasan kita; apa yang baik dan buruk buat diri kita.
Jadi,
Kapan mau nikah? Haha
210 notes · View notes
penaimaji · 10 months
Text
Perempuan Dominan
Sebenernya pengen bahas ini dah lamaaa banget, tapi bingung nulisnya kayak gimana. Sampai akhirnya aku terpantik dari story tehdin sekitar minggu lalu, yangmana belio dapat nasihat jangan terlalu dominan
Aku agak gemes, karena dominan seringkali konotasinya negatif. Padahal tidak selalu seperti itu
Oh iya, sebelum menulis ini, aku tanya dulu sama suamiku, "Aku ini dominan nggak sih mas?". Dia jawab, "Iya".
"Definisi dominan menurut mas itu kaya gimana?", tanyaku. "Unggul, kuat", jawabnya
"Hmm masa? Kayanya lebih ke berpengaruh gitu nggak sih mas?", tanyaku. "Hmm gak juga. Tapi iyasih, membawa pengaruh", jawabnya
"Akupun juga terpengaruh beberapa hal dari mas. Buktinya aku sekarang lebih calm dan gak se-sangar dulu", kataku. "Trus mas nyesel gak nikah sama aku? Aku kan dominan. Biasanya cowo-cowo gak mau tuh sama cewe yang suka ngatur", tanyaku
"Enggak. Meski kamu sering reaktif, bawel, tapi itu kan juga perhatian. Aku suka sama orang yang bisa diajak diskusi dan ngasih saran. Trus kadang kalo aku sudah maunya A, kamu juga gapapa, bisa terima aja", jawabnya
Perempuan dominan memang cocok sama laki-laki yang perlu dukungan dan validasi; yang perlu diajak negoisasi dan diskusi. Dominan seringkali dianggap negatif, padahal bukan berarti angkuh dan berkuasa, justru dominan itu memiliki kontrol kuat dalam dirinya, sehingga mudah menempatkan diri pada kondisi
Namun bukan berarti nantinya tidak ada konflik, pasti ada karena dua individu berbeda. Biasanya kita mencari yang minim potensi konflik
___
Dulu sebelum menikah, yang paling khawatir ialah mamaku, karena beliau tau aku orangnya dominan, tidak mau diatur, kuat pendirian dan keras kepala. Padahal aku merasa diriku gak semenakutkan itu. Terbentuk seperti itu karena keluargaku memang keras, ceplas ceplos, no baper-baper. Aku merasa diriku ini diplomatis, gak saklek, tapi ketika orang-orang menilai berbeda. Ya slow aza
Kayanya udah biasa ya, cewe-cewe dominan dan independen selalu dapat nasihat dari orang lain yang intinya jangan terlalu dominan. Tapi aku selalu skeptis. Why? Ya nggak apa-apa dong, asalkan paham dengan kapasitas diri, paham dengan peran berdasarkan prinsip masing-masing, bisa mengatur ego
Gak masalah menjadi perempuan yang dominan, strong, independen atau apa lah sebutannya. Justru itu harus, daripada nggak punya pendirian, gak tau tujuannya apa, cuma ngikut alur dan mudah terwarnai. Manut-manut ae, dikon nyemplung kali moro gelem sisan wkwk candaa ini perumpamaan aja
Kalau istri cenderung dominan dari suami, tetap harus bisa menghargainya sebagai kepala keluarga; juga sebagai suami. Beri ruang, dan turunkan ego. Pahami love language pasangan. Dua tahun ini, aku juga akhirnya belajar, bahwa memang benang yang mbulet itu harus diluruskan (dibicarakan baik-baik dan belajar memvalidasi apa yang sedang dirasakan)
Sekalem-kalemnya suami, tentu ia tetap ingin diperlakukan sebagai kepala keluarga yang punya andil besar dalam setiap keputusan. Istri mendampingi, menemani dan keduanya saling support
Jadi.. pasangan itu bukan saingan, justru saling mendukung. Siapapun yang lebih dominan, sebisa mungkin mau memposisikan diri dalam hal satu atau hal yang lainnya. Kedudukan suami di atas, dan istri di bawah suami, bukan berarti ada penindasan atau sebagainya. Dikarenakan suami memiliki peran dan tanggungjawab paling besar di dalam keluarga
Semoga Allah lembutkan hati kita untuk terus berbaiksangka, juga saling mendukung orang-orang di sekitar kita
Jakarta, 1 Agustus 2023 | Pena Imaji
258 notes · View notes
milaalkhansah · 8 days
Text
PLAGIATT
Halo teman-teman Tumblr, aku cuman mau infoin kalau pemilik akun ini @coklatmaniss memplagiasi tulisan aku yang ini
Tumblr media
Tumblr media
Tulisan ini di post di akun dia tanggal 23 Mei 2024 TANPA IZIN & CREDIT dari aku si PEMILIK TULISAN
Sedangkan ini tulisan aku
Tumblr media
Di post tanggal 9 Maret 2024
Aku menemukan akun dia sebagai salah seorang yang menyukai postingan aku itu
Tumblr media
Sebelum tulisan ini aku bagikan, aku udah konfir ke yang bersangkutan @coklatmaniss mengirimkannya pesan, bertanya mengapa menyalin tulisanku tanpa minta izin bahkan menulis sumber di mana dia menyalin tulisan tersebut, seakan-akan tulisan itu buah pikiran atau dia sendiri yang tulis.
Aku orang yang malas ribut alias gak suka berantem. Di awal melihat postingan dia yang memplagiasi tulisanku, aku udah mencoba berprasangka baik. Berpikir positif, barangkali dia juga gak sengaja atau gimana. Sederhananya aku cuman mau bicara baik-baik aja. Tapi gak ada tanggapan sama sekali. Dan itu udah berlangsung 1 minggu yang lalu.
Aku mau positif thinking pesanku dia belum baca, tapi pas aku cek, akunnya memposting tulisan baru wkwk.
Tumblr media
Aku mengirimkannya pesan pada hari Senin minggu lalu, dan tulisan ini dia post 1 hari setelahnya wkwk
Menurutku, sepertinya lebih mudah deh buat membalas/membuka sebuah pesan daripada memposting tulisan baru, atau memposting tulisan baru lebih mudah bagi dia karena tinggal copas tulisan lain lagi? UPSSSS...
Dan per detik ini, pas aku cek akunnya udah gak ada, entah aku dia blokir, atau akunnya udah deactivated
Aku selama ini oke oke aja tiap ada yang membagikan tulisanku, TAPI tentu dengan IZIN atau CREDIT AKU SEBAGAI PENULISNYA. Bukan asal main copas/salin gitu aja terus post ke akun milik sendiri, seakan-akan itu tulisan dia yang tulis sendiri.
Atau kalau gak mau repot-repot minta izin tapi pengen share tulisan orang lain, di tumblr itu ada FITUR REBLOG/REPOST loh, hayuk atuh digunain. Apa gak malu jadi pencuri tulisan orang lain gini?
Sebagai seseorang yang 'hidup' dan 'makan' dari nulis, apalagi semenjak punya buku, DEMI ALLAH AKU GAK RELA DUNIA AKHIRAT TULISANKU DIPLAGIASI/DI COPAS GITU AJAA
Beberapa orang mungkin akan berpikir 'apa sih lebay amat, tulisan gitu doang...'
NGGAK! cuman aku sendiri yang tau perjuanganku dalam menulis. Bagaimana capeknya nyari ide tulisan yang gak selalu muncul gitu aja, bagaimana 'hopeless' nya bengong depan laptop gak tau mau nulis apa, bagaimana stress gak bisa tidur mikirin ide, atau pas nyelesain draft tulisan.
Orang-orang cuman tau 'nulis ya tinggal nulis', gak pernah tau dan ngerasain struggle nya gimana pas lagi writing slump, writers block, yang mereka cuman tau nulis sesepele mengetik lalu mengunggahnya di media sosial.
Aku harap setelah aku memposting tulisan ini, teman-teman mulai lebih aware sama dampak plagiasi. Entah dampak kepada si pelaku, dan juga kepada si korban.
Teruntuk kepada PARA TUKANG PLAGIAT tolonglah coba menulis/membuat tulisan sendiri supaya kalian bisa lebih menghargai tulisan seseorang, bagaimana sakit hatinya saat tulisan diri sendiri diakuin oleh orang lain.
Emang apa sih yang dikejar dari memplagiat tulisan orang lain? Nyari likes yang banyak? Nyari followers? Haus validasi orang lain? Mending nyari duit atau kerja kata aku mah, lebih bermanfaat...
Sebenarnya ini bukan sekali tulisanku diplagiat gini, tapi baru ini aku dapat yang memplagiasinya langsung di Tumblr (dan semoga ini doang, gak adalagi) dan apesnya si akun @coklatmaniss tapi—kelakuan— gak —maniez ini, postingan dia langsung muncul di berandaku. Dia pikir kalau tulisannya dipotong gitu ajah aku gak akan hapal sama tulisanku sendiri gitu? Cihhh
Pliss jangan rusak laman biru, 'rumah' bagi kita semua dengan perbuatan-perbuatan tidak baik ya kawan-kawan, salah satunya dengan memplagiasi tulisan orang lain.
34 notes · View notes
sarasastra · 1 month
Text
Sudut Pandangku Sebagai Ibu Rumah Tangga
Malam ini saya menemukan beberapa postingan di threads yang sepertinya mereka posisinya sama² kayak saya, sudah menikah dan sudah punya anak. Tapi pola pikir dan prinsip kami tidak sama.
Mereka bilang kalau "tingkat stress IRT jauh lebih tinggi dibandingkan ibu bekerja." —hmm oke, saya coba cerna dengan telisik lebih jauh.
Apa sih yang bikin tingkat stress IRT lebih tinggi? Katanya, karena tiap hari harus berhadapan sama anak. Ngurusin anak. Ngedidik anak.
🤨😐
Hmm.
Kalau di tempat kerja, masih enak walau stress karena kerjaan masih bisa haha-hihi sama temen kerja, masih bisa ada jeda dari ngurus anak di rumah. Masih ada waktu buat ngelakuin hal-hal lain. Sementara kalau IRT full ngurus rumah sama anak. Stress banget ga sih? —gitu katanya WKWK
Walau iya ngerasa bersalah ninggalin anak di rumah sama pengasuh, harus ada drama ina inu sama ART dan pengasuh, cuman ya that's it.
Reply²an yang mampir juga rata² mengiyakan, ada sedikit yang bicara bahwa ikhlas ngurus anak di rumah karena ga mau melewatkan tumbuh kembangnya dimasa-masa awal ini.
Ini menyentil saya karena sebetulnya pola pikir seperti ini keliru, ya setidaknya dari POV saya ya :') tentu.
Circle pertemanan saya, rata² IRT full. Ada yang bekerja, tapi kebanyakan jadi guru, dokter, seller, ilustrator, dosen.. apalagi ya. Kurang lebih 5 pekerjaan ini yang kunotice.
Tapi pekerjaannya mereka itu sifatnya sampingan. Utamanya mereka "berperan" di rumah. Termasuk saya.
Saya punya kerjaan sampingan, ngefreelance ilustrasi kalau ada yang pesen, saya ga aktif cari klien. Sedatengnya aja. Karena memang saat ini prioritas waktu saya untuk anak dan keluarga.
Walau tema awal bulan ini saya lagi "reinventing my (new) self" ini bukan berarti saya miserable sebagai IRT.
Apakah saya capek? Secara fisik iya. Secara mental? Kadang-kadang. Namanya manusia butuh dinamisasi rutinitas kan ya. Butuh variasi. Itu aja challenge-nya.
Ngurus anak itu susah? Memang iya. Challenging banget. Tapi tau ga pahalanya sebesar apa? :") andai kita semua bisa melihat dari kacamata yang sama ya hehe pasti ngga akan mau melewatkan kesempatan pahala dan tiket surga sebesar ini.
Anak itu kita yang mengundang kemari, ke dunia ini. Ketika Allah beri, maka kita jaga. Karena anak adalah titipan, ia amanah yang Allah inginkan kita untuk menjaganya, merawatnya serta membesarkannya dengan baik.
Ada porsi tanggungjawab kita ketika ia masih kecil sampai ia baligh dan sempurna akalnya (untuk berpikir). Kita perlu didik dengan nilai² kebaikan dan kebenaran. Kita perlu asuh dengan cinta dan kasih sayang yang tepat.
Jadi ini memang tugas berat. Tugas besar yang kita sendiri memang memintanya dari Allah.
Yang namanya tugas besar dan berat pasti ada masa² kita stress. Tapi ingat stress itu baik selama punya kendali dan kesadaran diri.
Stress karena membesarkan anak dari bayi sampai toddler, mengurusi kebutuhan basicnya, kemampuan²an pertamanya seperti bicara, berjalan, dlsb itu belum ada apa²nya. Sebab nanti ketika masa remajanya maupun masa awal dewasanya kita akan menghadapi tantangannya tersendiri.
Jika kita tidak menginvestasikan waktu kita dikehidupan awal anak² kita maka entah bagaimana caranya kita akan "membayarnya" suatu hari nanti ketika anak kita sudah dewasa.
Justru ada enaknya juga ga sih kalau jadi IRT karena kita ngga harus mikirin cari uang (?) 😬 karena udah tercover dan terprovide sama suami semua kebutuhannya. Ini saya ngomong gini buat ngecounter opini ibu² threads ya yang kerja karena emang pengen kerja aja bukan karena tuntutan/desakan kebutuhan ekonomi. 🙏🏻
Bukan berarti jadi IRT itu mengubur mimpi. Nurut sama suami yang kayak kita tuh ga bisa ngapa²in dan ga punya pilihan gitu. Justru jadi IRT itu dizaman sekarang jadi sebuah privilese.
Udah langka. Jarang. Asing banget orang² di kota besar kalau lihat ibu anak main di taman disaat weekdays. Seringnya wanita dewasa atau yang paruh baya dengan seorang anak yang ternyata sedang diasuh oleh nanny-nya.
Apa yang membuat jadi IRT itu privilese?
Pertama, ga harus dan ga punya kewajiban untuk bantu keuangan keluarga karena memang satu income aja (dari suami) udah bisa mencukupi kebutuhan semuanya.
Ingat kebutuhan di sini sifatnya primer dan sekunder. Yang tersier nice to have aja tapi bukan berarti mendesak.
Jadi bisa dibilang, "sejahtera" deh kalau yang jadi IRT. Dengan catatan, keuangan keluarga ngga ada hutang dan cicilan apapun. Hidup dengan angka cukupnya sendiri + menyesuaikan gaya hidupnya dengan kemampuan finansialnya.
Kedua, ngga semua orang punya kondisi yang ideal buat jadi IRT. Kalaupun dapet kondisi idealnya, tapi gimana dengan mindsetnya? Apakah mau? Apakah memilih dengan sadar untuk jadi IRT? tidak terpaksa karena keadaan atau kondisi eksternal kah?
Saya pribadi berpandangan bahwa, jadi IRT itu cara sederhana untuk meraih surga.
Islam meminta kita para istri untuk taat pada suami perihal kebaikan² dalam perintah dan anjurannya, menjaga diri ketika suami tidak ada, shalat 5 waktu dan berpuasa.
Suami meminta kita untuk membantunya mengelola dan mengurus rumah? Ayo kerjakan. Suami meminta kita berkolaborasi mengasuh dan mendidik anak di rumah? Ayo bersamai. Suami meminta kita mempelajari hal² yang berkaitan dengan pendidikan anak, finansial keluarga, kesehatan, dlsb? Mari kita lakukan.
Ini contoh yang skala besar saja.
4 Cara sederhana tadi, termaktub di dalam hadits. Meski pun kelihatannya sederhana tapi nyatanya banyak sekali dari kita para istri yang punya ujian dari sisi-sisi itu. Terutama perihal menaati suami.
Kadang kita juga berpikir sebelumnya, suami yang seperti apa dulu yang perlu kita taati? —ini sih pertanyaan yang perlu diajukan sebelum kita nikah ya..
Ok balik lagi, dari opini ibu² threads yang saya bicarakan, saya sadar bahwa value hidup kami berbeda.
Ada yang lebih nge-value pekerjaan dibanding keluarga? Silakan. Yang pasti, saya tidak demikian.
Ada yang lebih nge-value karir di luar rumah dibanding anak? Silakan. Yang pasti, saya lebih memprioritaskan kebutuhan anak akan ibunya untuk saat ini. Terlebih anak saya masih kecil. Masih 2.5 tahun.
Lalu apakah pada akhirnya saya membiarkan diri saya stress karena jadi full IRT? 🙃
Nope. Bukan begitu cara berpikirnya.
Stress yang kayak gitu tuh terjadi kalau kita NGGA PUNYA CUKUP SUPPORT SYSTEM DISEKITAR KITA.
Selama suami punya andil, punya kendali dan membimbing dengan baik supaya peran jadi istri, ibu bahkan peran sebagai diri kita sendiri secara individu itu jalan. Maka aman harusnya.
Orang tua dan mertua bersinergi, atau cukuplah mendoakan serta mendukung dari jauh bagi kehidupan keluarga baru anak²nya, itu sudah cukup. Hubungan yang terjaga, komunikasi yang tertata, insya Allah akan memudahkan kita untuk menjalani peran IRT ini.
Kalaupun ternyata ada kisah seseorang yang menjalani peran IRT dengan sebaik-baiknya walau yang mendukung besar hanya dari sisi suami, hingga perlu kekuatan lebih untuk bertahan, perlu kita acungi jempol. Salut! Keren banget!
Betapa Allah memudahkan urusan serta menguatkan hatinya. Betapa Allah sayang sama dia. Masya Allah.
Jadi sebagai simpulan, gitu aja ya opini saya kali ini dari POV sebagai IRT dalam menanggapi postingan threads ibu² itu.
Semoga bisa dipahami dengan baik, dan tidak ada sama sekali keinginan saya untuk melukai atau menyudutkan para ibu pekerja yang memang mesti bekerja karena sebuah keadaan.
Btw, saya lahir dan dibesarkan oleh ibu yang seorang pekerja. Dan saya tau banget gimana perjuangan ibu saya untuk bisa mengimbangi urusan pekerjaan dan keluarga/rumah.
Ibu saya kini justru senang ketika tahu saya tidak ingin bekerja dan tidak harus bekerja. Ibu bangga anaknya bisa jadi IRT, sebuah cita² yang ternyata diidamkannya sejak dulu :')
Tangerang, 7 Mei 2024 | 22.13 WIB
37 notes · View notes
kaktus-tajam · 4 months
Text
Ayah dan Rihlah
Sejak dulu, ayah tipe orang yang senang membawa kami jalan-jalan.. jika ada rezeki berlebih dari Allah. Ke luar kota maupun ke luar negeri. Alhamdulillah.
Kata ibu, “hobi” beliau itu produktif hehe. Tabungan daripada dipakai untuk mobil, jam, atau hobi bapack-bapack lainnya.. dipakai untuk membawa kami sekeluarga rihlah.
Sampai ibu sering meledek ayah untuk membuka travel-nya sendiri. Bagaimana tidak diledek? Ayah kalau sudah mau traveling akan all-out:
Mulai dari mencari flight paling ideal dari segi harga dan jadwal, membaca review hotel satu-satu, membuat itinerary lengkap, hingga mencari restoran halal.. pokoknya mengatur banyak hal sampai beberapa tahap ke depan.
Memang perfeksionis ya pak dosen satu ini. MasyaAllah.
Berhubung aku hendak berangkat S2… Beberapa hari terakhir, ayah sudah bolak-balik menanyakan perihal tiket pesawat, pembuatan visa, sampai akomodasi saat studi di Boston (padahal, persiapan keberangkatan dari beasiswa LPDP saja belum. Haha).
Tadi pagi ayah kirim pesan whatsapp berisi tiga pilihan pesawat. Kemudian sepanjang jalan di mobil hari ini.. ketiga pilihan tersebut (bukan pilpres ya) dibahas beserta pro-kontra masing-masing (kalau ini transitnya lama, kalau yang itu nanti terasa siang terus karena perbedaan timezone, kalau yang ini kamu nyampenya malem banget).
Dalam hati aku jadi tertawa geli sendiri, yaa inilah bentuk love language ayah. Dari dulu.
Akhirnya terjadi dialog ini saat kami semua sedang di kamar tempat adik Sofia dirawat inap.
“Ayah ikut nganter, kan?”
Aku bertanya retoris sambil membatin: kan kurang ahsan kalau perjalanan jauh tanpa mahram.
Ayah hanya tersenyum. Mencurigakan. Hehe.
Aku membujuk (walau sebenarnya yakin ayah pasti akan ikut mengantar ke Boston).
“Ayah ikut dong.. hehe.. masa aku sendiri?”
Tiba-tiba ibu nyeletuk,
“Pasti kamu mau-nya tau beres ya”
Haha ketahuan. Memang selama ini selalu dimudahkan oleh ayah, kami tak pernah berpikir abcd, tinggal packing dan menikmati perjalanan.
Ayah dan love language-nya.
Terima kasih ya, ayah. Selalu mengupayakan yang terbaik buat kami.
Selalu menjadikan rihlah kurikulum pendidikan dalam keluarga kami. Selalu menghadirkan kebersamaan di saat perjalanan-perjalanan kami. Selalu memastikan kami pulang dengan membawa pelajaran dari perjalanan tersebut.
Semoga Allah takdirkan kebaikan selalu mengiringi perjalanan pulang yang sejatinya: ke kampung akhirat.
Aamiin.
Memangnya jalan-jalan bukan bagian dari pendidikan anak? Ayo lah nabung untuk rihlah, rihlah itu perintah agama kok.. Nanti kita tapaki sejarah Andalus dan pelajari ibrah dibalik kejayaan dan keruntuhannya. Jangan jalan-jalan hanya mikirin selfie dan bikin konten aja.
Ustadz Asep Sobari hafidzahullahutaala
-h.a.
yang akan sangat senaaang jika ada dalam doa kalian
55 notes · View notes
aksaranjoo · 5 months
Text
Diriku, baca ini ya
Untuk diri, terimakasih sudah mau bertahan sejauh ini. Aku tau, kemarin banyak hal-hal menyedihkan dan menyakitkan yang harus kamu alami dan rasakan. Kamu bingung kan harus apa, kamu seperti kehilangan arah dipersimpangan jalan. Ada banyak ketakutan tapi kamu hadapi sendiri. Merasa belum selesai dengan diri tapi selalu menunda buat selesai. Ingin pulih, tapi kadang kamu takut di judge lemah.
Hari ini, kamu duduk dengan semangat di depan laptop itu, mengikuti sesi healing room. Mendengarkan banyak sekali makna. Berharap kamu bisa menemukan setitik cahaya disana. Ini langkah awal yang baik lho. Apapun yang terjadi tetap bertahan ya. Yang kemarin aja bisa terlewati kan?
Mulai hari ini, banyak-banyak ngomong hal baik aja yaa. Kita jalan lagi sama-sama. Mengusahakan semampunya. Terimakasih sudah aware dengan diri sendiri
Dirumah, 08 Januari 2024
64 notes · View notes
ibnufir · 1 month
Text
Sebab terbukanya pintu rezeki
Salah satu alasan terbukanya pintu rezeki, adalah saat kita mau mulai bergerak.
Rezeki sehat ya bergerak, rezeki pertemanan ya bergerak, pun rezeki keuangan ya dengan bergerak.
Satu langkah yang kita anggap kecil, bisa jadi langkah yang membawa kita semakin jauh.
Satu kepalan tangan yang kita anggap sedikit, bisa jadi ribuan gapaian yang menggunung.
Satu niatan yang berawal dari tangan kosong, bisa jadi membuka begitu banyak kesempatan di depan sana.
Bergerak....
Seorang yang lamban, bisa jadi pelari tangguh kalau mau terus bergerak.
Jangan lihat kecilnya dulu, bergerak aja.
Karena kita tidak pernah tau, rezeki dan kesempatan ada di langkah kita yang ke berapa.
Bisa jadi saat kita jatuh dan butuh pertolongan.
Bisa jadi saat kita tersesat dan tidak tau harus ke mana.
Pun bisa jadi saat kita kebingungan dan tak tahu jalan pulang.
Bergerak aja, siapa tau pertolongan datangnya memang bukan di rumah. Bukan saat kita berdiam diri.
Bergerak aja, sampai kita lupa sedang mengusahakan.
Sampai kita lupa lelahnya berjuang.
Sampai kita lupa begitu menyedihkannya berjalan tanpa tujuan.
Gpp gerak aja...
Sedikit atau banyak, ada hasil atau tidak ada hasil. Tugas kita hanya berusaha.
—ibnufir
256 notes · View notes
jejaringbiru · 4 months
Text
Memulai
Tumblr media
@hardkryptoniteheart
Aku sendirilah yang memilih menapaki jalan ini sejak beberapa tahun lalu. Aku pun memulai sesuatu yang terasa asing dan baru ini dengan keberanian sampai kesempatan itu dihadirkan ke dalam hidupku. Meski aku memiliki ketakutan dan kekhawatiran, aku ingin mencoba menghadapinya. Bukankah aku tidak pernah dibiarkan untuk berjalan sendiri di dalam menjalani hidup ini?
@yustrialubna
Mari selesaikan apa yang semestinya diselesaikan.Terlalu banyak yang dipikirkan tak akan lantas membukakan jalan. Sudah cukup mencari alasan membuatnya terbengkalai, inilah saatnya untuk memulai.
@shofiyah-anisa
Mari kita awali tulisan ini dengan ayat Al-Qur’an 'Faidhaa Faroghta Fanshob', yang artinya “maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.)” (QS. Al-Insyiroh : 7). Di ayat tersebut ada perintah yang bisa menjadi motivasi untuk manusia supaya selalu produktif. Sedikit ataupun banyak agar selalu bergerak dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Selanjutnya mari kita kaitkan ayat ini dengan hadits Nabi “ ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhori no. 6412, dari Ibnu Abbas). Yap, sebuah motivasi yang sangat luar biasa bukan?
Memulai itu susah-susah gampang. Banyak yang pandai memulai, ngide, ataupun mempunyai banyak hal yang bisa di tulis dan dibicarakan. Namun tidak sedikit jua yang susah memulai. Mau nulis, bingung tema apa, bingung tentang apa, dll. Maka dari kedua hal diatas kita bisa membuat kesimpulan "udah mulai aja dulu, nanti pasti akan sampai." Oh iya saya ingat salah satu perkataan dari seorang teman "kita hanya butuh kebiasaan aja. Coba kamu nulis satu hari satu tulisan, nanti akan terbiasa, insyaaAllah ndak ada itu bingung dalam memulai menulis". Begitulah. Maka masalah 'memulai' adalah masalah saya masa silam. Seakan stagnan di proses "buka laptop atau memegang bolpen" tapi gak tau mau nulis apa.
Semoga dengan kedua potongan ayat al-Quran dan hadits Nabi diatas bisa memotivasi kita dan mendorong diri untuk menghadirkan niat terlebih dahulu. Sebelum akhirnya membuka laptop untuk mencoba menulis satu kata. Karena kebiasaan juga perlu dibangun bukan?
Mari lakukan.!
@rumelihisari
Tak apa jika baru memulai
Orang lain sudah mau wisuda dan memakai toga, sedang kamu baru memulai perjalanan menjadi mahasiswa ditengah kesibukan peran utama sebagai ibu muda
aku tahu kamu merasa tertinggal dari teman-temanmu. mereka terlihat seperti berlari begitu kencang mencapai berbagai impian, sedang dirimu masih ada di garis start dengan segala kekhawatiran yang mengintai.
Khawatir gagal, khawatir tak sampai pada tujuan, khawatir melalaikan kewajiban, khawatir menyerah di perjalanan, khawatir dengan cibiran orang-orang yang meremehkan.
Kamu tidak tertinggal, sayang. ini hanya perkara garis start yang berbeda dan tak perlu disamakan. Tidak apa jika baru kembali memulai disaat orang sudah dekat untuk mencapai tujuan.
Tidak ada yang terlambat. Kamu hanya perlu kembali menata diri, memulainya dengan niat yang benar, bahwa apa yang ingin kamu capai dan tengah kamu lakukan hanya untuk mencari dan mendapatkan rida' Allah saja. sehingga tak perlu membandingkan diri dengan pencapaian orang lain, cukup membandingkan diri hari ini dengan hari sebelumnya. mencatat juga mengevaluasi diri supaya hari-hari berjalan dengan baik dan sesuai dengan jalanNya.
@cicakuaci
Tahun dua ribu dua puluh empat diawali dengan memulai hal baru dan hal lama. Hal baru ini benar-benar baru— yang ternyata merupakan bagian dari doa yang selalu dirapal dan diyakini dalam hati. Alhamdulillah, sangat bersyukur atas itu. Sedangkan pada hal lama, aku ingin melakukan sesuatu yang sudah sejak lama terencana tapi belum sempat dilakukan dan memulai kembali beberapa hal yang pernah terhenti. Semoga selalu diluruskan niat dan segala prasangka di dalamnya, ya. Hwaiting!
@padangboelan
Seringkali kita takut untuk memulai sesuatu. Padahal jika kita tidak memberanikan diri untuk memulainya, bagaimana mungkin kita akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya?
@gndrg
Badai telah usai Barangkali, puas sudah ia membantai Sore itu, suasana kota begitu ramai Dipenuhi orang-orang yang bersantai menikmati jalan kota yang menjajakan mimpi-mimpi yang terburai Diselai kelakar renyah seolah menertawai kenyataan yang tak berperi Isi kepalaku pun sama ramainya Namun ia justru sibuk merencanai berbagai andai Membenahi yang terbengkalai Mengutuhkan yang tercerai berai Memulai kembali sesuatu yang hampir usai
@yurikoprastiyo
Jika ditanya penyesalan terbesar saat ini ialah tak berani memulai apa yang menjadi ambisiku sejak dulu. Berpikir bahwa akan tak siap menerima segala konsekuensi yang harus diterima. Memilih jalan yang berbeda, mengarungi ketidakpastian dan merasakan ketidaknyamanan.
Padahal jika memulainya sejak dulu mungkin saja aku sudah ditahap yang sedikit lagi sampai ditujuan atau barangkali sudah merasakan gagal atas apa-apa yang diupayakan. Bukankah tak apa merasakan kegagalan, ia memberitahu kita bahwa tak semua harapan harus terwujudkan.
Tetapi tanpa memulai aku tak bergerak sama sekali, bahkan tidak tau akan gagal atau berhasil karna tak sedikitpun berani mencoba. Meski mimpi itu telah tertidur tapi ia tidak benar-benar mati, seringkali ia bangun untuk menghantui. Bahwa penyesalan terbesar itu bukan gagal tapi takut memulai melangkahkan satu kaki.
@semangaaaatt
Bagaimana caraku memulainya? Kapan aku akan memulainya? Dimana aku bisa memulainya? Mengapa aku harus memulainya? Apakah aku sanggup memulainya? Jika aku tidak memulainya, lantas siapa?
50 notes · View notes
dinisuciyanti · 6 months
Text
Debat capres #1
Semalam tadinya aku malas nonton debat, ya karna udah hopeless aja, mau ada debat atau gak, kemungkinan yang menang ya itulah, yang kampanye simpel makan siang susu yang disukai masyarakat akar rumput. Terus ternyata aku segabut itu untuk nonton selama 2.5 jam. Ditambah live komen di WA grup dengan teman-teman yang sama kritisnya.
Topiknya soal hukum dan HAM. Sesi 4 menit pertama, udah taulah ya yang bagus ngomongnya dan makjleb siapa. Sisa paslon malah meleber kemana-mana dari topik, dan bisa gak sih gausah teriak-teriak? wkwk.
Selama debat, counter argument-nya dari masing-masing paslon menarik. Yang jago ngomong jago counter argument akan tetap seperti itu, yang pasrah dengan topik karna emang merugikan buat dirinya "ya mau gimana lagi" dan memperlihatkan mimik kecapean berdiri terus, ditambah tantrum walau mengulang-ngulang kalimat "udahlah kita bukan anak kecil".
Topik hukum dan HAM, tapi pertanyaan bebas yang diajukan malah meleber ke polusi lah, ke IKN lah (ya walaupun ini berkaitan dengan Undang-undang). Mau nanya, ini timses nya emang cuma jago gimmick apa gimana? Kasian loh yang di podium, jadi bahan hujatan netizen twitter semalaman, bahkan sampe hari ini. Kasian buzzer akun gede centang biru buat dukung paslon nya, udah dibayar mahal tapi gak bisa baku hantam sama netizen yang masih bisa mikir.
Soal hukum dan HAM. Tadinya aku cuma sebatas tau "oh ada penculikan tahun 98, beberapa hilang belum tau ada dimana dan nasibnya gimana". Cuma sebatas itu. Sampai akhirnya semalam googling, cari detail kejadian kasus tersebut. Wow, serem sih, bukan cuma diculik, ternyata di-aniaya dsb. Pantesan disebut "tindak kejahatan berat".
Forum di X (twitter) itu cukup seimbang yang pros dan cons, beda sama platform sebelah (ig/tiktok) yang satu arus. Pasca debat, beberapa bilang, harus ada yang bikin resume debat tadi malam, diangkat ke tiktok, biar para genZ dan millenial yang 50% voters itu bisa lihat dan tau kasus/debat semalam, bukan cuma gimmick aja.
Any way, siapapun yang menang, kita berkontribusi terhadap negara ini akan gimana ke depannya. Semoga tulisan ini bisa terbaca oleh teman-teman yang apatis dengan per-pilpres-an tahun 2024.
13 Desember 2023
73 notes · View notes