"The witches giving birth to summer"
Personal piece from earlier this year, Summer is already drawing to a close so decided to quickly post it now before autumn is in full swing :)
263 notes
·
View notes
Undertide
Voluntarily estranged from their deity and the world, Undertide dragons have found a new family deep beneath the waves. When the Tidelord falls silent, they emerge to aid in the search for the sake of dragonkind and their found family.
197 notes
·
View notes
“If this woman is to be my wife,” he said, swallowing hard, “you will not touch her again.”
Oh my, Reid you cannot be fr. Your honnor he's gonna be a wife simp isnt he?
15 notes
·
View notes
project for school so far 👍
4 notes
·
View notes
Sorry for inactivity! Been artblocked and just havent had time to draw much. Im happy to present this tho! It started as a way to just get somthing on the page, and turned into this monstrosity. I like it but theres deff things i wish i could change. Anyway, closeups under the cut!
Closeups :)
0 notes
Veil Of The Serpent Announces New EP, 'Gallery Of Sin II'
With the release of the crushing “A Circular Pattern“, the epic “Sanatorium 51” and their own version of Iced Earth‘s “Burning Times“, heavy metallers VEIL OF THE SERPENTkicked off the year with an absolute bang, slashing their way to highly critical acclaim and love from the fans. In keeping with their Halloween tradition, the band now announced the release of a brand new EP entitled “Gallery Of…
View On WordPress
0 notes
Menarik Diri dari Kehidupan
Akhir-akhir ini merasa lebih tenang, memang masih ada gelisahnya tapi tidak secemas sebelumnya. Mulai merasa nyaman dengan tidak banyak berinteraksi dengan gawai, tidak cek sosial media, dan fokus dengan alam pikiran dan diri. Di tengah-tengah arus setiap orang ingin mengenalkan dirinya ke publik dengan berbagai macam branding. Justru mulai merasa nyaman ketika tidak dikenal siapapun. Proses ini memberikan refleksi yang sangat banyak. Bahkan saat tulisan ini ditulisa di jam 2 pagi, hikmah itu masih belum berhenti mengalir rasanya.
Di saat arus kehidupan seolah menuntut kita untuk dikenal dengan ini dan itu, di saat yang sama banyak sekali kehidupan yang berjalan di tempat-tempat yang jauh yang tak kita kenal, di desa, di dalam gang, di tumpukan gedung-gedung, di jalanan, dan lain-lain. Orang-orang yang bekerja untuk kehidupannya, tidak dikenal siapapun, tapi hati mereka dicukupkan dengan ketenangan, mereka tidak takut miskin, mereka tidak dikhawatirkan dengan hujan yang deras diperjalanan karena tidak memiliki mobil, tidak bingung dengan AC yang mati karena mereka memiliki rumah untuk berteduh. Hati mereka dilapangkan dengan rasa cukup. Sementara sebagian kita gelisah dengan gaji yang cukup besar, apakah nanti cukup untuk ini dan itu. Bahkan di alam bawah sadar kita, kita dihantui ketakutan akan kemiskinan dan terus merasa kurang.
Di saat kita berpikir bahwa kita harus terus menerus bekerja untuk bisa menumpuk harta, memiliki uang yang cukup, kemudian nanti bisa memiliki lebih banyak kesempatan dan waktu luang. Ada orang-orang yang ditempat jauh dan tidak kita kenal. Di sebuah desa, di dalam kontakan, di pesisir pantai. Mereka yang memilih jalan untuk mengabdikan dirinya, memilih jalan yang tidak ada gegap gempita dan hitungan uang yang bisa membuat mereka kaya raya seperti tujuan yang sedang ingin kita capai. Mereka memilih jalan untuk mengajarkan ayat-ayat Tuhan di surau-surau yang lapuk, mereka membantu orang-orang yang tidak mereka kenal, dan banyak lainnya.
Di saat kita merasa bahwa kita harus sangat keras dengan diri kita sendiri agar kita bisa mencapai mimpi-mimpi, membuktikan diri ke orang lain yang meremehkan, menunjukkan bahwa kita ada dan layak diperhatikan. Kita lupa bahwa akhirnya tidak ada orang yang lembut dengan diri kita, karena satu-satunya orang yang kita harapkan bisa bersikap lembut ternyata sama kerasnya, ialah diri kita sendiri. Hingga akhirnya diri kita pun menjadi orang yang sama kerasnya ke orang lain, menjadi lingkaran setan yang tak berujung.
Kini kita sama-sama dewasa, melalui jalan yang kita pilih sendiri-sendiri. Tapi, apakah kita mau berpikir sejenak pada apa yang sedang kita jalani? Apakah benar tidak ada hal yang harus dikoreksi? Jika jalan ini sangat menggelisahkan, apakah kita mau menjalaninya seumur hidup?
Sepenting apakah tujuanmu sehingga di saat ini, bahkan kamu tidak pernah bersikap lembut ke dirimu sendiri? Apakah kamu yakin bakal ada umur untuk sampai ke tujuanmu?
Kapan terakhir kamu berwelas asih sama diri sendiri? Orang yang selama ini hidupnya begitu keras.
215 notes
·
View notes
Kita tidak "sepenting itu" di dalam kehidupan orang lain.
Kalaupun kita pergi, mereka akan lekas menemukan pengganti.
Kalaupun kita tak ada, kehidupan mereka akan tetap berjalan seperti biasa; baik-baik saja.
348 notes
·
View notes
Setiap orang sedang berjuang dengan masalahnya masing-masing
Kurangi overthingkingmu, karena orang lain tidak punya banyak waktu mengurusi dan mengomentari kehidupanmu pun jika ada mungkin ia lagi capek-capeknya dengan masalahnya sendiri sehingga tanpa disadari ia berbelok karena butuh diperhatikan, anggap saja begitu.
Kau juga "tidak sepenting" itu dalam hidup orang lain karena yang lebih penting tentu hidupnya sendiri, bukankah tanpamu hidupnya tetap berjalan begitu juga sebaliknya tanpa dia dan mereka hidupmu tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Namun kita tetap butuh bersosialisasi karena memang kita tidak bisa hidup sendiri, yang terpenting itu sikap dan harapan dinetralkan yakni tidak perlu mengiba untuk diperhatikan apalagi ingin diprioritaskan oleh siapapun itu karena kalau nggak dinetralkan ya kamunya yang capek sendiri
Dari pada sibuk memikirkan hal-hal diluar kendalimu lebih baik kau fokuskan diri pada hal-hal yang memang bisa kau kendalikan, bukankah itu lebih baik??
53 notes
·
View notes
Back on my Dark Souls bullshit tbh
A lil doodle of Iconoclast Garn: a blasphemous Hollow to oppose Gwyn and his ilk. A harbinger of Darkness and servant of sepents-- it's his destiny to tear down the current order and establish a new, dark age for his Sable church
24 notes
·
View notes
Offerings to Lord Atum
The story of creation goes, that Atum, Father of the gods, had emerged from the primordial waters of Nu. He found himself sitting on the primordial mound of Benben.
“It’s lonely being here in this darkness all by myself,” he thought to himself. To create his children, he used his sweat/spit and semen. He created the first forms of life outside of himself. His children are Tefnut, goddess of mositure, and Shu, god of air.
His children quickly became bored of sitting on this mound with just their father, so they wandered through the primordial darkness, looking for any sign of life. They soon got lost, not knowing where to go.
Atum became lonely after his children had left. He became worried because his children had been gone for too long. So, he plucked out his eye and asked it to find his children. He sent his eye out into the primordial darkness, hoping to bring his children back home.
When his eye returned days, weeks, months later it had brought back his wonderful children. Atum started crying tears of joy, thrilled he had his family back. The tears that fell from his eye, landed on the Benben. The fertilization from his tears brought through another act of creation, it brought out the world from it.
Atum is the head of the Ennead creation mythos. He is the creator and destroyer. Once the lifecycle of this universe comes to pass, he will be the one to destroy it- leaving only himself and God Osiris, in the form of sepents, so he can create the universe once again.
27 notes
·
View notes
Bagaimana tanggapan kang Heri tentang jatuh cinta dengan sahabat sendiri yang berbeda keyakinan, tapi dia ga cinta.
Di sini, variabel “berbeda keyakinan” bisa kita keluarkan dahulu karena tanpa itupun jawabannya sudah bisa dijabarkan.
Begini, saya selalu mendorong upaya yang egaliter. Apa itu? Yaitu upaya yang berkemajuan dan berkedudukan sama: sama besarnya, sama bebannya, sama jaraknya. Berkemajuan fokus pada masa depan yang sama-sama. Mengapa demikian? Karena kita bukan pujangga yang lincah merangkai kata. Kita manusia biasa yang juga butuh cinta. Cinta yang biasa saja sudah cukup. Bukan pahlawan super, apalagi kisah-kisah romansa gila. Kita hanyalah kumpulan manusia yang butuh pelukan dan perhatian sederhana. Bagaimana itu semua bisa terwujud? Dari kesamaan visi, tujuan, dan proses yang mau dijalani. Dari ketertarikan yang sama. Dari niat-niat yang dipertemukan melalui banyak jalan.
Jika dia tidak cinta, lalu untuk apa kamu jatuh cinta? Mau fafifu mencintai dalam diam? Kamu mau berpuitis ria dengan perasaan yang diglorifikasi? Merasa cintamu sepenting itu hingga dunia peduli padamu? Tidak. Tidak ada yang peduli dengan kita dan rasa-rasa yang kita khayalkan itu, selain diri kita sendiri. Jika hanya kita yang peduli, apakah layak menyia-nyiakannya? Jangan.
Maksud saya, mengapa kita harus mencintai orang yang tidak mencintai kita? Kita dapat apa? Piala rasa? Ya cari orang yang punya ketertarikan yang sama; punya niat untuk sama-sama membangun “upaya yang egaliter” denganmu. Di sini kamu akan dapat dua piala sekaligus: orang yang mencintaimu sebagaimana kamu mencintainya dan diri sendiri yang menjagamu dengan baik. Rayakan dengan menemukan dia yang juga pegang cermin intensi yang sama. Temukan! Bukan “Tunggu saja, nanti juga datang sendiri”. Engga, dia harus kamu temukan.
33 notes
·
View notes
Belajar untuk tidak geer
Salah satu hal yang selalu kulatih beberapa tahun belakangan ini adalah untuk tidak mudah geer.
Belajar untuk mengganggap diri bukan siapa-siapa (dalam artian yang positif tentunya) seperti belajar untuk tidak merasa bahwa semua orang merasa diri ini penting. Belajar untuk tidak merasa istimewa, belajar untuk tidak merasa diperhatikan, selalu disukai, atau menjadi pusat dunia orang lain.
Belajar untuk tidak mudah geer ini juga berlaku dalam hal perasaan ke lawan jenis. Melatih diri untuk tidak mudah geer akan perilaku seorang laki-laki yang tidak selalu ditujukan untuk menarik perhatian diri. Belajar untuk tidak merasa si yang paling cantik, si yang paling disukai, dipedulikan, atau selalu dicari.
Belajar untuk merasa diri biasa-biasa saja lambat laun mengubahku menjadi pribadi yang jauh lebih tenang. Karena perasaan "tidak istimewa" atau "tidak selalu diperhatikan orang lain" itu membawaku untuk lebih percaya diri melakukan apa saja. Seperti bepergian ke tempat-tempat umum tanpa ditemani siapa pun. Aku dengan santai bisa melakukan apa saja karena aku tahu aku tidak sepenting dan seistimewa itu untuk selalu menjadi bahan sorotan orang lain.
Aku bisa dengan tenang tidak aktif bermedia sosial dalam waktu yang lama. Aku bisa dengan santai mematikan handphone atau juga tidak membuka aplikasi chat karena aku tahu, tidak akan ada yang mencariku, atau bahkan menyadari keberadaanku.
Pemikiran ini kini membuatku melakukan banyak hal atas pertimbangan diriku sendiri. Bukan lagi karena orang lain. Aku dengan bebas melakukan apa pun yang membuatku bahagia, karena aku tidak lagi takut akan penilaian manusia yang belum tentu juga peduli pada apa yang aku lakukan.
Sebenarnya, secara tidak sadar, hampir semua orang merasa dirinya selalu diperhatikan orang lain. Walaupun faktanya tidak selalu demikian. Perasaan selalu diperhatikan yang hampir dirasakan semua orang ini harusnya membuat kita perlahan memahami bahwa fokus setiap orang adalah dirinya sendiri bukan diri orang lain. Apalagi diri kita. Sehingga melalui pemahaman itu, kita tidak perlu lagi merasa ragu untuk melakukan sesuatu hanya karena merasa takut akan penilaian orang lain.
Belajar untuk merasa diri kita tidak sepenting itu untuk menjadi bahan pemikiran dan juga pertimbangan dalam hidup orang lain. Karena memang faktanya seperti itu. Dan itu nggak papa. Nggak papa jika diri kita gak penting untuk semua orang.
Karena yang paling penting ialah bagaimana kita menjadikan diri kita sendiri sebagai hal terpenting bagi diri kita sendiri.
@milaalkhansah
19 notes
·
View notes
Kalau kita membaca surat An Najm ayat 48 dan mencerna maknanya dengan baik, kita akan paham sepenting apa perasaan cukup. Perasaan cukup itu mencegah kita dari perbuatan ishraaf yang bisa berujung pada kedzaliman.
Jadi, kalau kalian berdoa minta kekayaan, lebih dahulu berdoa untuk meminta dianugerahi jiwa yang tenang dan jiwa yang senantiasa merasa cukup.
182 notes
·
View notes
First of all, jangan sering2 merasa kalo kamu pusat alam semesta.
Kamu gak sepenting itu buat digosipin seharian. Udh ya overthinking ya.
28 notes
·
View notes