Tumgik
kurniawangunadi · 2 days
Text
Bagaimana Aku Bisa Percaya Kepadamu?
Semisal kita berhasil melewati semua ini. Apakah kita akan pasti bahagia? Bersanding tanpa perkara, tanpa seteru yang membuat kita kehilangan rasa percaya? Semisal kita berhasil melewati semua ini? Apakah bisa kamu berjanji untuk setia? Karena satu-satunya yang kutakutkan darimu adalah itu. Dengan semua trauma hidup yang kumiliki hingga saat ini, aku perlu waktu untuk belajar percaya pada kesetiaanmu. Karena satu-satunya hal yang tak kupercayai saat ini adalah kesetiaan. Apakah kamu akan marah jika aku terlalu pencemburu, menanyaimu kabarmu setiap waktu? Bagaimana caranya aku bisa percaya kepadamu? Bagaimana aku tahu kamu akan menepati janjimu, takkan menyakiti dan meninggalkan? Bagaimana aku bisa sepenuhnya yakin bahwa kamu takkan ubah kesetiaanmu seumur hidup? Lalu jawabmu hanya sebaris kata, "Caranya? Menikahlah denganku? Bagaimana?" (c)kurniawangunadi
85 notes · View notes
kurniawangunadi · 2 days
Text
Jawaban Doa Saat Hujan
Hari hujan, aku tahu tak semerdu rintiK hujan yang jatuh di atas genting. Tak semenangkan aromanya yang menyelinap dari balik jendela rumahmu. Juga tak sejelas doa-doa yang kamu panjatkan saat itu. Meski doa itu kemudian ternyata berjawab tidak. Memang begitulah takdir, bukan dalam kendali kita bukan? Tidak ada yang perlu disesali, kan? Karena itu yang terbaik.
(c)KG
36 notes · View notes
kurniawangunadi · 2 days
Text
Hidup ini kan sementara ya? Kenapa ya rasa-rasanya justru berusaha terus mengejar dan mempertahankan hal-hal yang sementara. Sesuatu yang amat mudah hilang dan rusak. Dan kita disibukkan dengan itu. Bahkan saat membuat rangkaian tujuan-tujuan, banyak sekali tujuan yang bersifat sementara.
Seketika kita meninggal, hilang. Seketika ada musibah bencana alam, hilang. Seketika ada yang mencuri, hilang. Mengapa kita mempertahankan yang sementara dan tidak menyiapkan sesuatu yang kekal?
182 notes · View notes
kurniawangunadi · 3 days
Text
Saat Menjadi Orang Tua
Kira-kira, kalau kita menjadi orang tua, dan memiliki anak seperti diri kita, kita bakal bingung gak ngadapinnya?
Bingung karena anaknya sedang bingung sama masa depannya. Tidak membicarakan soal rencana-rencananya, sementara kita khawatir dengan umur kita yang mungkin takkan lama dan tak ingin meninggalkan anak yang lemah untuk menghadapi kerasnya kehidupan. Sementara kita melihat anak kita berdiam, tidak tahu apa yang direncanakan, ketika ditanya malah menghilang. Ketika diarahkan, malah marah karena merasa tidak diberi kebebasan.
Jangan-jangan kita bakal sebingung itu kalau ngadepin anak kita sendiri, yang anak itu, kayak kita.
Sementara saat kita sibuk dengan pikiran dan kecemasan kita sendiri. Orang tua kita sibuk bekerja untuk terus membuat roda kehidupan berputar. Dulu tak terpikirkan bagaimana orang tua bisa punya rumah, kendaraan, biayain sekolah, dan lain-lain. Sekarang saat menjalani usia dewasa, melihat semua angka-angka yang terbayang, bingung harus kerja apalagi biar bisa memenuhi kebutuhan tersebut agar nanti bisa membina keluarga yang memiliki standar hidup minimal yang baik.
Dan orang tua kita khawatir anak tercintanya tak cukup kuat untuk menghadapi kerasnya hidup. Mereka ingin hidup seterusnya sampai mereka merasa yakin dan percaya bahwa kalau mereka meninggal, anaknya akan cukup bekal.
Sementara kita masih terus khawatir dan mencemaskan perasaan-perasaan yang tidak penting. Bahkan kita merasa sudah cukup dewasa untuk berpikir dan bertindak, tapi ternyata tidak cukup berani untuk mengambil keputusan dan risiko. Berlindung dibalik ketiak orang tua jika ada masalah, takut hidup tak sesuai ekspektasi, takut kalau nanti di masa yang akan datang kita tak sampai ke impian.
Dan orang tua kita sebenarnya tidak menuntut itu semua. Bahkan mungkin mereka rindu untuk bercengkerama dengan anaknya. Mengingat-ingat bahwa dulu saat kita masih balita, ditimang-timangnya memenuhi ruang hatinya dengan kebahagiaan. Kita pernah sekecil itu di mata mereka, bahkan mungkin hingga saat ini.
Tapi kita lupa, merasa sudah cukup dewasa, banyak peran yang kita jalani. Banyak kecemasan yang membutuhkan penyelesaian. Kita lupa, bahwa kita masih menjadi anak, dan kita lupa caranya menjadi anak bagi orang tua kita sendiri.
130 notes · View notes
kurniawangunadi · 4 days
Text
Menarik Diri dari Kehidupan
Akhir-akhir ini merasa lebih tenang, memang masih ada gelisahnya tapi tidak secemas sebelumnya. Mulai merasa nyaman dengan tidak banyak berinteraksi dengan gawai, tidak cek sosial media, dan fokus dengan alam pikiran dan diri. Di tengah-tengah arus setiap orang ingin mengenalkan dirinya ke publik dengan berbagai macam branding. Justru mulai merasa nyaman ketika tidak dikenal siapapun. Proses ini memberikan refleksi yang sangat banyak. Bahkan saat tulisan ini ditulisa di jam 2 pagi, hikmah itu masih belum berhenti mengalir rasanya. Di saat arus kehidupan seolah menuntut kita untuk dikenal dengan ini dan itu, di saat yang sama banyak sekali kehidupan yang berjalan di tempat-tempat yang jauh yang tak kita kenal, di desa, di dalam gang, di tumpukan gedung-gedung, di jalanan, dan lain-lain. Orang-orang yang bekerja untuk kehidupannya, tidak dikenal siapapun, tapi hati mereka dicukupkan dengan ketenangan, mereka tidak takut miskin, mereka tidak dikhawatirkan dengan hujan yang deras diperjalanan karena tidak memiliki mobil, tidak bingung dengan AC yang mati karena mereka memiliki rumah untuk berteduh. Hati mereka dilapangkan dengan rasa cukup. Sementara sebagian kita gelisah dengan gaji yang cukup besar, apakah nanti cukup untuk ini dan itu. Bahkan di alam bawah sadar kita, kita dihantui ketakutan akan kemiskinan dan terus merasa kurang.
Di saat kita berpikir bahwa kita harus terus menerus bekerja untuk bisa menumpuk harta, memiliki uang yang cukup, kemudian nanti bisa memiliki lebih banyak kesempatan dan waktu luang. Ada orang-orang yang ditempat jauh dan tidak kita kenal. Di sebuah desa, di dalam kontakan, di pesisir pantai. Mereka yang memilih jalan untuk mengabdikan dirinya, memilih jalan yang tidak ada gegap gempita dan hitungan uang yang bisa membuat mereka kaya raya seperti tujuan yang sedang ingin kita capai. Mereka memilih jalan untuk mengajarkan ayat-ayat Tuhan di surau-surau yang lapuk, mereka membantu orang-orang yang tidak mereka kenal, dan banyak lainnya.
Di saat kita merasa bahwa kita harus sangat keras dengan diri kita sendiri agar kita bisa mencapai mimpi-mimpi, membuktikan diri ke orang lain yang meremehkan, menunjukkan bahwa kita ada dan layak diperhatikan. Kita lupa bahwa akhirnya tidak ada orang yang lembut dengan diri kita, karena satu-satunya orang yang kita harapkan bisa bersikap lembut ternyata sama kerasnya, ialah diri kita sendiri. Hingga akhirnya diri kita pun menjadi orang yang sama kerasnya ke orang lain, menjadi lingkaran setan yang tak berujung.
Kini kita sama-sama dewasa, melalui jalan yang kita pilih sendiri-sendiri. Tapi, apakah kita mau berpikir sejenak pada apa yang sedang kita jalani? Apakah benar tidak ada hal yang harus dikoreksi? Jika jalan ini sangat menggelisahkan, apakah kita mau menjalaninya seumur hidup? Sepenting apakah tujuanmu sehingga di saat ini, bahkan kamu tidak pernah bersikap lembut ke dirimu sendiri? Apakah kamu yakin bakal ada umur untuk sampai ke tujuanmu? Kapan terakhir kamu berwelas asih sama diri sendiri? Orang yang selama ini hidupnya begitu keras.
211 notes · View notes
kurniawangunadi · 9 days
Text
Tumblr media
Alhamdulillah di tahun ini berkesempatan untuk lebaran di dua kota sekaligus, di Purworejo dan Malang yang sebelumnya rencana awal di Malang saja. Ramadan tahun ini juga berbeda sekali rasanya bagi keluarga karena bisa lebih fokus, bisa mulai itikaf sekeluarga dengan membawa anak-anak, dan berbagai aktivitas lainnya yang menjadikan ramadan lebih hidup.
Tahun ini juga akan menjadi tahun ke-8 pernikahan saya dan @ajinurafifah, banyak sekali dinamika yang telah terlewati, banyak sekali catatan yang masih belum terdokumentasikan, apa dibukukan aja ya?
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan kebaikan-kebaikanNya kepada kita semua. Semoga teman-teman semua yang sedang membaca tulisan ini, diberikan kebahagiaan - kesehatan - dan rezeki yang berkah. Aaamiin.
65 notes · View notes
kurniawangunadi · 19 days
Text
Ramadan #29
Cawan hanya akan mengeluarkan apa yang menjadi isinya. Kalau isinya air, maka yang akan tertuang adalah air. Kalau isinya kopi, yang tertuang juga kopi. Isinya susu, yang akan tertuang juga susu.
Seperti itulah kita melihat ke diri sendiri, selama ini apakah yang keluar dari pikiran, lisan, dan tindakan kita. Kalau sulit melihatnya, minta orang lain untuk melihat diri kita sendiri seperti apa, apa yang mereka lihat dan rasakan selama ini tentang diri kita sendiri.
Jangan-jangan selama ini, kita tertipu dengan diri. Merasa diri sudah baik, ternyata yang keluar dari dalam diri kita adalah muntahan-muntahan kalimat negatif, pikiran negatif nan pesimis, kasar, kalau bicara tidak mampu memfilter kata-kata, dan tetap merasa diri telah berbuat hal yang benar dan membenarkan karakter diri yang demikian.
Astaghfirullah hal adzim.
Di salah satu kajian Ust. Adi Hidayat, saya pernah teringat bahwa salah satu ciri orang beriman itu tenang, tidak hanya dirinya. Tapi membuat orang-orang di sekitarnya juga tenang ketika bersamanya. Ini bikin refleksi lagi, apakah selama ini orang-orang disekitarku merasa terusik dan tersakiti oleh perilaku/lisanku dalam ketidaksadaranku? Atau mereka merasa tidak nyaman ketika berkomunikasi? Dan rasa-rasa lainnya.
Memang paling benar sebelum kita menilai orang lain, mari belajar untuk menilai diri sendiri. Khususnya di bulan ramadan yang penuh dengan refleksi diri ini.
Semoga kita semua bisa menjadi cawan dengan isi yang baik, sehingga apa-apa yang keluar dari diri kita adalah hal-hal baik, diterima oleh orang-orang di sekitar kita juga hal yang baik dan bermanfaat.
Aamiin
77 notes · View notes
kurniawangunadi · 19 days
Text
Ramadan #28
Dalam rangka menyelesaikan 2 tulisan di draft yang belum selesai di ramadan kemarin :) وَاَنْفِقُوْا مِنْ مَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُوْلَ رَبِّ لَوْلَآ اَخَّرْتَنِيْٓ اِلٰٓى اَجَلٍ قَرِيْبٍۚ فَاَصَّدَّقَ وَاَكُنْ مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ ۝١٠ Kami anugerahkan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antaramu. Dia lalu berkata (sambil menyesal), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)-ku sedikit waktu lagi, aku akan dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang saleh.”
Pada malam itikaf beberapa waktu lalu, membaca ayat ini. Sebelum-sebelumnya biasa saja ketika membacanya, tapi pada malam itu menjadi amat tertarik dan menelusuri beberapa tafsir dan pembahasannya yang lebih mendalam.
Semacam ada pertanyaan di kepala, "Mengapa orang-orang ini pada saat sudah datang kematian di dirinya, ingin dihidupkan lagi untuk melakukan satu amalan dan sangat spesifik, yaitu sedekah. Bukan amalan yang lainnya?" Kebayang ga sih, ada kan amalan-amalan lain seperti haji, puasa sunah, shalat wajib dan sunah super lengkap, qiyamul lain tiap hari, dsb. Tapi ini, spesifik disebut, sedekah. Kayak, udah di alam kubur, udah mati, ketemu malaikat, berharap bisa diidupin lagi buat sedekah. Mau sedekah. Karena aku tidak bisa membahas secara lengkap di sini, teman-teman bisa membaca tafsir dan pembahasan-pembahasannya by googling. Dan ini membuatku refleksi banget, dari harta yang kumiliki, seberapa besar di porsi sedekahku. Kalau pendapatanku naik, apakah sedekahnya juga ikutan semakin besar. Kalau sedekah, apakah masih merasa berat dan perhitungan. Kalau lagi ga ada harta buat disedekain, kenapa ga sedekah yang lain seperti ilmu, tenaga, waktu, dsb? Asli bener-bener bikin mikir pada waktu itu, apa karena sedekah itu salah satu bentuk amal jariyah yang mana pahalanya akan terus mengalir meski kita telah mati? Apa karena mungkin dari 3 aspek amal yang takkan terputus yaitu ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah, dan doa anak yang saleh, kemungkinan besar orang di dunia ini pasti memiliki potensi untuk bisa sedekah jariyah (karena kan ga ada batasan minimal nominal - jika berbentuk harta), sementara 2 yang lain belum tentu memiliki ilmu dan tidak semua orang memiliki rezeki anak yang saleh, punya anak mungkin, tapi apa saleh? Nangis kalau inget selama ini, masih merasa berat, penuh perhitungan waktu sedekah :(
24 notes · View notes
kurniawangunadi · 23 days
Text
Ramadan #27
Hanya karena seseorang pernah berbuat salah dalam hidupnya, bukan berati seluruh hidupnya buruk. Sehingga kita merasa tidak layak untuk belajar dari mereka, menganggap mereka sebagai orang yang harus dihindari bahkan dibenci. Itu sama saja kita menutup diri dari kebaikan-kebaikan yang dimiliki oleh orang lain yang sebenarnya bisa saja sebelumnya bisa kita dapatkan dengan sangat amat mudah. Tapi kita buang begitu saja.
Jangan sampai diri ini menjadi diri yang sombong karena merasa layak untuk menghukum dan menghakimi orang lain hanya karena ada satu hal yang kita tidak sukai/tidak berkenan, apalagi jika hal itu tidak dengan terbuka dan sampaikan secara langsung, hanya memendamnya di dalam hati dan pikiran, menjadi rasa benci, hasad, dan pikiran-pikiran yang buruk.
Jangan sampai rasa kecewa kita terhadap orang lain yang mungkin tidak mereka sadari telah mereka lakukan, membuat kita merasa benar untuk menganggap bahwa mereka adalah orang yang buruk. Padahal barangkali, diri kita tidak pernah lebih baik dari mereka. Kita hanya tidak tahu kebaikan-kebaikan apa yang mereka miliki diam-diam.
Dan selamanya diri kita terjebak pada persepsi hidup kita sendiri, terus merasa benar, tidak bisa menerima nasihat, hati menjadi keras, hidup dengan kesepian, dan terjebak pada lingkaran pikiran-pikiran negatif tentang hidup.
Sementara orang-orang yang kita benci tadi, melesat dengan kehidupannya. Bahkan mereka mungkin tidak pernah tahu jika kita membenci mereka.
Terlalu sering mungkin dalam hidup, kita salah membaca niat baik seseorang. Karena mungkin dalam hidup ini, bahkan kita tidak berniat baik dengan diri sendiri. Menganggap niat baik orang lain pasti ada niat terselubung. Bahkan mungkin sampai curiga kepada Tuhan yang menganugerahkan takdir yang kita jalani. Seburuk itu prasangka yang tumbuh di dalam diri kita.
126 notes · View notes
kurniawangunadi · 23 days
Text
Ramadan #26
Apa yang paling kamu takutkan dalam hidup ini? Bagaimana jika itu tidak akan pernah terjadi? Bagaimana jika apa yang ditakutkan itu ternyata disebabkan oleh dirimu sendiri? Bagaimana jika ternyata selama ini, ketakutan itu telah berhasil menyergap semua keputusan-keputusanmu, sehingga semua keputusan yang pernah kamu ambil ternyata untuk "menghindari" rasa takutmu.
Bukan untuk menghadapinya.
Sampai kapan mau lari?
47 notes · View notes
kurniawangunadi · 23 days
Text
Ramadan #25
Semoga kita dipertemukan kembali dalam keadaan baik, bahkan lebih baik. Setelah kita mungkin terpisah-pisah saat sibuk mencari jati diri masing-masing. Jangan membuang orang-orang baik dalam hidup hanya karena kita merasa paling benar dan tahu. Jangan memasukkan orang-orang yang justru melemahkan diri hanya karena kita merasa diterima di sana.
145 notes · View notes
kurniawangunadi · 23 days
Text
Ramadan #24
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) " Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. " (Q. S. Al-Insyirah : 5-6)
Ada banyak hal yang menantimu di depan. Asal tidak berhenti, tidak menyerah. Tidak menghabiskan hari demi hari dengan mengeluh.
Bahkan di saat kita tidak tahu bagaimana ujung dari masalah yang sedang kita hadapi saat ini, satu hal yang perlu kita yakini adalah di ujung sana ada pelajaran-pelajaran berharga yang akan jadi bekal kita di masa yang akan datang. Menyiapkan diri kita untuk memperoleh kebaikan-kebaikan dalam beragam bentuk. Mungkin dalam bentuk yang tidak kita sangka sama sekali.
Di kesempatan yang lain, saat aku belajar dari guruku. Aku sampai merasa takut untuk mengeluhkan dan menjelekkan keadaan. Ada beberapa alasan, pertama keadaan yang saat ini terjadi adalah takdir, sesuatu yang dalam ketentuan-Nya. Dan ketentuan-Nya itu terbaik dalam takaranNya buat kita. Apakah aku tidak beriman kepada takdir karena selalu merasa bahwa takdirku seburuk itu?
Kedua, karena semua hal yang terjadi pun karena keputusan dan pilihanku. Kalau aku tidak memilih atau tidak membuat keputusan, bukankah itu juga sama saja dengan keputusan untuk tidak memilih/keputusan menjalani keputusan dari orang lain karena tidak membuat keputusan sendiri?
Keadaan yang saat ini terjadi, pasti ada jalan keluarnya.
Keadaan yang saat ini kita jalani, pasti dengan sepengetahuanNya yang mana pengetahuanNya seluas langit dan bumi, kita sajalah yang tidak mampu memahami caraNya.
Bahkan dengan keadaan saat ini pun, kalau kita diminta untuk menghitung nikmat yang Dia berikan, itu tetap jauh lebih banyak daripada masalah yang kita hadapi, bahkan sangat mungkin kita tidak mampu menghitung jumlah nikmat yang kita dapatkan saat ini.
42 notes · View notes
kurniawangunadi · 24 days
Text
Ramadan #23
Tumblr media
Menurutku, semakin bertambahnya umur, apalagi setelah berkeluarga. Ambisi tidak seperti dulu sewaktu muda, mengejar dunia dunia, pekerjaan, dan segala hal yang membuat diri merasa mencapai keberhasilan dalam hidup, termasuk pengakuan dari orang lain. Menyadari bahwa kehidupan ini benar-benar sangat amat sebentar, tahu-tahu sudah umur 30, padahal baru saja rasanya kemarin kuliah, ternyata sudah lewat begitu lama. Rasanya kemarin baru SMA, kini tiba-tiba sudah mulai tumbuh uban di kepala.
Untuk itu rasanya, kalau bisa hidup ini tidak perlu berkonflik. Tidak perlu ada perasaan benci kepada orang lain, tidak perlu memelihara pikiran buruk dan negatif tentang diri - keluarga - orang lain - bahkan keadaan. Karena pasti sempit sekali rasanya hidup dengan setiap hari berpikir negatif.
Di momen ramadan ini, saya ingin meminta maaf melalui tulisan ini kepada siapapun yang mungkin pernah merasa tersakiti akibat dari tulisan / perbuatan yang tanpa sepengetahuanku. Barangkali hidup seseorang menjadi terasa sempit setelah bertemu tidak sengaja denganku atau tulisanku.
Pernah satu waktu aku berpikir, mencoba merenung dan menarik kesadaran. Bertanya-tanya, bagaimana jika dengan kesadaraan saat ini kemudian kita tiba-tiba sudah di alam akhirat. Menyadari bahwa apa yang sedang terjadi saat ini, telah terlewati begitu saja. Saat kita duduk mambaca tulisan di tumblr ini, scrolling, tiba-tiba kesadaran kita dilempar ke masa dimana kita sudah di alam yang lain. Ngeri sekali rasanya.
Khususnya jika kita tidak menyiapkan diri sama sekali :(
91 notes · View notes
kurniawangunadi · 29 days
Text
Ramadan #22
Jangan sampai kekhawatiran kita kepada rezeki membuat kita tidak berani untuk mewujudkan impian kita. Memenuhi tujuan penciptaan kita di dunia ini. Agar tak menjalani hidup dari pagi ke pagi dengan perasaan kosong karena tak tahu lagi tujuannya ke mana.
Sekalinya ingin membuat pilihan, diri takut kehilangan penghasilan. Ketakutan yang menyelimuti pikiran, menghempaskan kita dari tujuan. Kemudian hidup dalam angan-angan di masa tua dengan kalimat : "seadainya aku dulu ...."
175 notes · View notes
kurniawangunadi · 29 days
Text
Ramadan #21
Membuat pilihan kemudian menjalani keputusan memang tidak mudah. Tapi, lebih sulit lagi kalau kita harus menjalani hidup yang bukan pilihan kita sendiri. Menjalani risiko yang bukan kita sendiri yang memilih dan menyadarinya.
Seumur hidup menyalahkan orang lain dan keadaan. Padahal, itu salah sendiri yang tak membuat pilihan.
54 notes · View notes
kurniawangunadi · 29 days
Text
Ramadan #20
Setiap orang memiliki respon yang berbeda terhadap pengalaman di masa lalunya. Sifat dan sikap yang membentuknya menjadi seseorang yang kita kenal saat ini. Mungkin pernah kita bertemu dengan orang yang tidak mudah percaya dengan orang lain, orang yang sangat ambisius, orang yang money oriented, orang yang selalu berusaha untuk menyenangkan orang lain, dan banyak lainnya. Beberapa mungkin pernah kita temui atau mungkin justru itu adalah diri kita sendiri? Segala bentuk kejadian di masa lalu telah membentuk dan menumbuhkan kepribadian, sesuatu yang sulit untuk tiba-tiba berubah. Tidak mungkin kita mengubah seseorang dalam sehari semalam, sementara mereka telah menjalani cara hidup tersebut puluhan tahun.
Untuk itu, kita belajar untuk bisa lebih memahami dengan baik orang lain dan juga diri sendiri. Dari sana, kita memang tidak mungkin cocok dengan semua karakter orang. Untuk itu, tidak apa-apa jika semakin kita bertumbuh kepribadiannya, mungkin kita tidak lagi bisa merasa nyaman dan nyambung dengan orang-orang di masa sebelumnya. Pun, kalau kemudian orang yang kita kenal ternyata meninggalkan kita, mungkin memang sudah beda jalan dan caranya. Tidak apa-apa.
Jangan pernah ragu untuk menempuh jalanmu sendiri, meskipun asing dan kesepian.
47 notes · View notes
kurniawangunadi · 29 days
Text
Lelah sekali rasanya jika semua harus soal dunia, selalu perihal untung dan rugi.
Kemarin, ada hati yang sakit oleh keadaan dunianya, entah patah oleh rezeki yang tak kunjung membaik, atau sakit karena jodoh yang tidak tiba padahal usia sudah semakin bertambah.
Dan kini semua membaik, sebab menyerahkan semuanya pada pemilik waktu dan dunia. Hati dan harinya tenang, ia sekarang hanya bisa melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan.
"Perihal waktu dan masa depan, ia serahkan saja pada pembuat skenario terbaik. Allah."
Ternyata, setenang itu menyerahkan segalanya pada Allah, sebab ada bagian dan sisi kehidupan yang tidak bisa kita ikut campur, kita hanya bisa berprasangka baik dan melakukan yang terbaik dari amal-amal yang bisa kita pilih dan kerjakan.
Semoga, Ramadan ini menjadi obat, untuk setiap hati patah dan rapuh tersebab dunia dan keadaannya. Bukankah sebaik-baik obat adalah takdir yang diberikan dan disajikan oleh Allah? Ramadan dan obat terbaik.
@jndmmsyhd
500 notes · View notes