Tumgik
#jangan nyerah
sepertibumi · 1 year
Text
[NGELUH]
Kalo punya goals itu fokus sama goalsnya, bukan sama susahnya. Karena kalo fokus sama susahnya, bisa dipastiin isinya cuman ngeluh dan ngeluh aja. Dan proses itu bukan buat dikeluhin. Tapi dinikmatin.
Proses emang ga pernah gampang. Dia berat, sakit, tapi di sanalah pokok pembelajarannya.
Ketika kita berhasil mencapai suatu target, jelas kita bahagia. Tapi yang akan selalu kita ingat pasti prosesnya. Kenapa? karena di situ kita menderita.
Manusia ga bisa tertawa dengan hal yang sama berkali-kali, tapi sangat mampu buat menangis dengan alasan yang sama ribuan kali. Hematnya, karena perasaan sakit itu abadi. Kita bisa memaafkan siapapun, mencoba melupakan hal-hal buruk yang pernah terjadi, tapi rasa dan lukanya pasti meninggalkan bekas.
Gapapa buat ngerasa berat. Gapapa buat ngerasa ga baik-baik aja. Tapi harus yakin betul, bahwa kamu memang sedang memperjuangkan hal-hal baik. Hal-hal yang emang pantas buat diperjuangkan.
Usaha aja terus. Doa aja terus. Sampai usaha dan doa itu sendiri yang bosen sama kamu.
Semangat, Pribumi!
46 notes · View notes
taufikaulia · 3 months
Text
Jadi Orang Tua Itu Harus Komit Sama Prioritas Pengasuhan dan Jangan Gampang Nyerah
Jadi orang tua itu harus bisa nerima realita bahwa jadi orang tua itu pasti capek.
Prioritas dalam mengasuh seorang anak itu harus menyeluruh. Gak bisa cuma fokus di salah satu aspek kayak cuma yang penting menyediakan makanan, pakaian, dan sekolah yang baik, tapi abai dengan aspek-aspek lain kayak disiplin jam tidur dan pola hidup anak di dalam rumah.
Prioritas orang tua dalam membesarkan anak itu harus seimbang dalam semua aspeknya. Kalau cuma beberapa aspek saja yang jadi prioritas kita, kasihan si anak nanti karena si anak itu butuh SEMUANYA, bukan cuma butuh pakaian saja, makanan saja, atau sekolah saja.
Semua aspek hidup anak kita harus diperhatikan. Jam tidurnya, jam bangunnya, jam makannya, jam mainnya, jam belajarnya, jam ibadahnya, juga kapan dia harus disapih—jika anaknya di umur 2 tahun, orang tua harus punya komitmen di sini. Gak bisa asal jalan saja dan terus nyerah kalau anaknya ‘susah’ diarahkan.
Misal, kalau dari awal jam tidurnya gak disiplin, ke depan ya bakal susah buat bikin anak punya jam tidur yang disiplin, tidur lebih awal, dan bangun lebih pagi. Saat anak sudah terbiasa tidur larut malam, orang tua yang baik harusnya ‘alarm’-nya nyala kalau ini tuh gak baik, gak baik buat pertumbuhannya dan gak baik buat habitnya karena pagi-pagi harus dibiasakan shalat subuh dan persiapan sekolah. Morning person itu dibentuk dari kecil.
Orang tua harus mengerti bahwa yang namanya mengubah kebiasaan buruk ya dengan membangun kebiasaan baru yang baik. Gak instan. Pelan-pelan tapi kontinyu. Misal buat memperbaiki jam tidur anak jadi lebih awal, ya orang tuanya harus konsisten setiap hari mempersiapkan anak agar tidur lebih cepat. Mulai dari sikat gigi anak, ganti pampers, sampai waktu skin care-an orang tua ya juga harus lebih cepat. Kalau orang tuanya gak disiplin, mau ngandelin siapa lagi? Anaknya kan belum bisa mengurus dirinya sendiri.
Masih soal contoh memperbaiki jam tidur anak, di malam pertama anak masih susah tidurnya, orang tua nunggu lama sekali sampai anak tertidur. Ya jangan nyerah. Hari kedua coba lagi. Ketiga coba lagi. Keempat coba lagi. Sampai jam tidurnya bener. Kalau nyerah sekali saja, ya gak akan bener tuh jam tidurnya.
Soal menyapih juga sama. Anak tuh kalau gak dikasih nyusu sama ibunya pasti nangis ngerengek minta nyusu. Kalau gak disetop ya bakal gitu terus. Nah ada orang yang mudah menyerah, bukannya gak tega, tapi gak tahan ngadepin anak rewel. Alhasil dikasihlah terus anaknya nyusu. Gagal terus menyapihnya.
Lihat apa penyebabnya? Orang tuanya gak komit dan gampang nyerah.
Kalau di dua contoh ini saja orang tua gagal membangun habit anaknya, apa gunanya hal-hal lain yang diprioritaskan kayak makanan dan sekolah yang baik tadi? Jadi gak optimal.
Orang tua itu harus menyeluh prioritasnya. Ibu adalah madrasah pertama seorang anak, maka jadilah sekolah yang mengajarkan nilai, akhlak, adab, habit, pengetahuan dan pemahaman. Ayah juga sama. Saling melengkapi.
Baik ibu dan ayah jangan sampai absen dalam membesarkan anak di semua aspek tadi. Prioritasnya juga sama. Jangan cuma fokus ke beberapa aspek saja. Bagi tugas dan jangan buang-buang waktu di dalam rumah.
Orang tua yang bekerja pasti capek. Makanya atur prioritas dan komitmen di situ. Pulang kerja sampai rumah JANGAN LANGSUNG TIDURAN SAMBIL MAIN HAPE. Kerjakan dulu sesuai prioritas ini.
Segera bersih-bersih diri.
Tunaikan dulu ibadah wajib seperti shalat di awal waktu. Jangan di akhir.
Urus kebutuhan anak seperti makan dan tidur tepat waktu.
Kerjakan tugas-tugas pokok di dalam rumah.
Sediakan waktu untuk ngobrol, bermain, atau mengajari anak sesuatu.
Baru istirahat, tidur, atau main hape.
Sebenarnya tidak masalah jika kita orang tua menyempatkan istirahat atau membuka hape di sela-sela aktivitas 1-5, hanya saja harus sadar diri untuk punya batas seperti maksimal 5 menit saja rebahan sambil buka hape, jangan sampai kebablasan. Kalau molor, dampaknya ke anak kita.
Anak itu sejatinya menunggu orang tua akan ‘meng-apakan’ dirinya. Jadi ya jangan ditunda-tunda atau diabaikan anaknya.
Hal yang sifatnya kebutuhan pribadi orang tua seperti istirahat, entertain, atau skin care bisa dikerjakan setelah anak tidur dan tertunaikan haknya. Jangan kebalik, bahkan jika beralasan: kalau saya nidurin anak dulu nanti saya ikut ketiduran jadi gak bisa skin care-an.
Ya salah sendiri ketiduran. Sebenarnya bisa saja dikerjakan di sela-sela aktivitas tadi, tapi jangan lelet.
Yakin deh, kalau disiplin mengerjakan poin 1 sampai 6 di atas tanpa buang-buang waktu di sela-selanya, orang tua akan punya banyak waktu setelahnya (baca: setelah anak tertidur).
Yang jadi masalah itu kalau habit orang tuanya gak disiplin, pulang kerja sampe rumah langsung rebahan sambil main hape 30 menit, sholat maghrib sengaja diakhirkan biar wudhunya bisa sekalian buat sholat isya, di sela-sela semuanya terus buka hape scroll sosmed dan bales-bales WA, gak sempet tilawah apalagi ngajarin anak sesuatu. Problem utamanya: orang tua yang procrastination dan gak disiplin sama prioritas pengasuhan.
Jadi orang tua itu memang capek. Jangan cengeng dan gampang nyerah. Gak usah banyak alasan. Perkara prioritas pengasuhan ini bukan hal yang butuh uang banyak, cuma butuh kemauan aja.
@taufikaulia
243 notes · View notes
ibnufir · 11 months
Text
Jangan-jangan diri kita, memang tidak pantas?
Sekarang aku jadi tau kenapa dulu aku gampang nyerah, gampang kalah, dan mudah gagal. 
Ternyata jawabanya sederhana, karena aku memang banyak engga siapnya. Aku banyak engga pantasnya.
Salah satu alasan kenapa jadi punya tubuh yang lamban dan mudah tumbang alias sakit. 
Karena ya kurang gerak, engga pernah olahraga. Engga jaga dan pilih makanan yang pantas diterima oleh tubuh. 
Salah satu alasan juga kenapa malas ketika bangun pagi dan memulai hari. Karena buat bangun subuh aja emang susah. 
Apalagi buat bisa datang lebih awal menuju masjid sebelum adzan berkumandang. 
Dari situ aja udah engga pantas. Udah kalah duluan. Dan memang jauh dari kata pantas buat jadi pemenang. 
Gimana mau pantas punya duit banyak, kalau ngelolanya aja engga pernah belajar. Berapapun dapetnya, pasti habis. 
Gimana mau pantas jadi pemecah masalah, menjadi pemberi solusi. Kalau ilmunya aja engga punya. 
Nihil pengalaman, engga pernah baca buku.
Jadi ya wajar, kalau gampang kalah kan. Karena memang daya tahan buat berjuangnya engga ada. 
Udah daya tahan berjuangnya engga ada. Alat perang buat melawannyapun engga punya. 
Ya modyarrrr bosss
Ternyata memantaskan diri itu memang penting. 
Dan buat bisa menjadi pantas dalam segala hal, awalnya memang perlu banyak yang disiapin.
Banyak yang bikin engga nyamannya. 
Biasa makan enak, lalu tiba-tiba ngatur pola makan. Ngurangin konsumsi gula, ngurangin konsumsi minyak. Beuh...susah bro. 
Biasa rebahan, lalu tiba-tiba diajak lari. Ya jelas ngosngosan. 
Biasa tidur sampe siang, lalu tiba-tiba diajak bangun sepertiga malam. Ya merem melek. 
Tapi sebenarnya beratnya itu hanya ketika memulainya aja. Berat di langkah pertamanya. 
Berbulan-bulan berikutnya sudah menjadi kebiasaan yang kalau engga dikerjaain, seperti kaya ada yang kurang. 
Rebahan jadi aneh, makan junk food kok ya jadi eman-eman.  
Jadi kalau diri kitanya engga siap, mau sehebat dan sebanyak apapun kesempatan, ya percuma. 
Dan untuk bisa mengambil kesempatan, diri kitanya harus siap lebih dulu. 
Jangan nunggu sakit dulu baru mau olahraga. Jangan nunggu boncos dulu baru mau belajar mengelola uang. 
Jangan nunggu sulit jalan dulu, baru mikirin gimana caranya berangkat ke masjid. 
Atau jangan-jangan, diri kita memang tidak pernah pantas?
—ibnufir
408 notes · View notes
kurniawangunadi · 8 months
Text
Setia Pada Proses
Sekitar dua minggu lalu kami berkunjung ke rumah mentor, ngomongin soal hal yang sedang kami jalani dan hadapi. Karena apa yang kami jalani saat ini mengalami turbulensi, kayak bingung bagaimana itu bisa terjadi, kenapa sampai sepusing ini, masuk rumah sakit karena gerd sampai tiga kali, dan berbagai macam beban pikiran yang dihadapi dalam beberapa minggu terakhir. Di tengah obrolan itu, kami bilang rencana kami dalam durasi waktu tertentu untuk melakukan pivot dalam bisnis di tahun ketiga. Nggak ada satu detik, langsung dibalas. "Lhooo ya jangan cepat menyerah gitu." Maksudku, tiga tahun itu sebuah proses yang menurut kami tidak cepat. Tapi ternyata perspektif beliau dalam hal ini yang udah bertahun-tahun menjalaninya, jelas 3 tahun itu waktu yang cepat. Karena membangun sesuatu itu memang butuh proses yang panjang, maka dari itu karakter seperti komitmen, konsistensi, resiliensi, dan sebagainya sangat kentara pada proses ini. Obrolan berikutnya berlangsung lebih dalam lagi soal fundamental cara berpikir dalam masalah kami, melihat peluang, dan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah sekarang. Memang, ngobrol sama orang yang sudah mengalami secara riil di lapangan itu beda banget. Proses belajar kami juga menjadi lebih terarah, bisa lebih efisien, meskipun tidak mereduksi "pain" nya ketika dijalani. Tetap pusing banget, kayak pengen nyerah aja, tapi sekali lagi, kata beliau. Belajarlah untuk setia pada proses. Karena banyak orang yang menyerah dalam menjalani proses itu, yang melelahkan, menguras pikiran, mengambil waktumu yang banyak, dan banyak hal lainnya. Cuma orang yang bersedia menjalani proses yang bakal ketemu sama ujungnya, sama hasilnya, sama pembelajaran lengkapnya.
Tambahan dari beliau, "Tidak semua orang memiliki kesempatan kayak kalian untuk belajar seperti ini dan sejauh ini, sumber daya yang kalian miliki sangat besar dan potensial. Kalau kalian menyerah karena kondisi sekarang, nanti kalian nggak akan bisa berkembang lebih jauh lagi dari kondisi ini. Tenang aja, ada Gusti Allah. Emang proses itu tu yang akan ngajarin kalian, buat nguji sekuat apa kalian sama tujuan. Dah gak apa-apa, namanya juga latian kan, apalagi kalian baru pertama kali di bidang ini. Nggak apa-apa, jalanin aja." Ya memang seringnya kami nggak yakin sama diri sendiri, meski orang lain seyakin itu. Kami cuma perlu bertahan sedikit lagi, berusaha sedikit lebih keras lagi, untuk menunjukkan kepada guru-guru kami kalau kami memang murid yang seserius itu dalam belajar.
Kami mau belajar untuk setia kepada proses.
279 notes · View notes
makarimanaily · 7 months
Text
kalau resah, kalau tak tenang, dekati yang menciptakan rasa resah dan rasa tenang itu sendiri. sambung lagi, jangan nyerah, jangan meleyot. kuatkan!
66 notes · View notes
miroplasi · 5 months
Text
Tumblr media
Makin bertambah umur makin sederhana aja bahagianya. Nyatanya hal kecil yang senantiasa di syukuri itu bikin bahagianya dobel. Walaupun di tengah gempuran, "Mbak ibuk sama abah udah siap kalau mba nikah. Mbah uti juga pengen mba lekas nikah." Senyum aja sambil jawabin begituan sambil minta doanya. Tenang ya, Buk masih di usahakan.
Pasca kampus diajak kembali ke rumah sepenuhnya. Jadi berusaha menyederhanan apa-apa termasuk bahagia. Semisal target harian terpenuhi aja udah tenang. Nggak perlu bebani pikiran harus seperti ini dan itu. Nikmati dan tetap berprogres.
Kadang nggak semua harus dipikirkan. Lebih banyak hal yang harus dijalani tanpa banyak berpikir apalagi protes. Tak lupa terimakasih pada diri yang berkenan diajak kerja sama.
Dan makin kesini jadi belajar lagi dan lagi perihal mengenal diri. Ternyata dunia sosial di komunitas dan hal-hal organisasi dulu semasa ngampus aku hanya butuh sepersekian. Lebih besar dibagian pembinaan halaqoh/mengajar. Jadi memilih lebih prioritas disitu dari pada menerima amanah baru di komunitas.
Pun ketika di rumah menyadari lebih lagi kalau beres-beres dan mencoba resep-resep baru itu adalah seperti menemukan diriku yang sesungguhnya. Ternyata masih melekat kuat dengan label "anak rumahan" yang keluar hanya saat belajar atau ada agenda lain yang harus keluar rumah.
Mungkin sesekali ada titik jenuh maka pulang ke pondok adalah obatnya.
Kata ibuk, "Dilakoni kathi ikhlas, nikmati kabeh waktunya di rumah ya kerjakan yang di rumah. Waktunya kerja ya kerja. Belajar ya belajar. Ngaji ya ngaji.
Kalau gagal coba lagi. Jangan nyerah bentar lagi sampai kok.
*setelah beberapa tahun menyepi, rasanya kaku sekali menulis
40 notes · View notes
azmi-azizah · 4 months
Text
[It's Okay to Not Be Okay]
Kalau lagi di titik rendah, emang manusiawi banget gampang jadi pesimis dan pengen nyerah aja sama semuanya. Rasanya nggak kuat sama beban yang menghimpit dada.
Boro-boro mau mulai lagi untuk mengejar hal-hal yang pernah jadi mimpi. Buat mengelola isi hati, isi kepala, dan bertahan menghadapi tantangan dan ujian dari kegiatan sehari-hari aja udah ngehabisin energi.
Betul bahwa hidup itu ada yang bisa kita rencanakan dan ada yang nggak bisa kita rencanakan. Ada ranah yang bisa kita upayakan dan ada yang mutlak cuma ada di tangan Tuhan. Kalau nggak tepat mengelola ekspektasi, jiwa yang terlanjur kecewa mendalam butuh waktu lama untuk recovery.
Kalau lagi kayak gitu, materi tentang Self Compassion dari bu Reda di kelasnya @careerclass_id id yang kudapet sangat-sangat penting buat kupahami dan amalkan.
Self Compassion merupakan bentuk kebaikan hati & pemahaman diri kita yang muncul saat sedang dalam kesulitan, kegagalan, atau keinget sesuatu yang nggak disuka.
Saat kondisi lagi nggak baik-baik aja, pikiran dan emosi sulit dikendalikan atau ingin meledak, fokus untuk merelease-nya, bisa dengan : exercise, meditate, take a bath, journaling, dan menurutku cerita ke teman / keluarga juga sangat membantu.
Kalau dah mulai membaik, beberapa bentuk Self Compassion tuh kayak gini :
Akui dan terima kalau kita sedang lemah, sedih, kecewa, benci, dll
Jangan terus-terusan nyalahin diri maupun orang lain
Puji diri sendiri & terima pujian dari orang lain
Hargai semua perasaan kita, nggak perlu memaksa pura-pura bahagia
Sayangi diri dan terima bahwa kita nggak sempurna
Menyadari kalau pengalaman pahit itu part of life
Belajar mindful dalam setiap apa yang sedang dijalani
Tetapkan batasan dengan menyadari kelebihan dan kekurangan diri, berani say NO
Investasi untuk pengembangan diri dan perawatan diri
Selain itu, salah satu ajaran Islam berupa ibadah hati bernama syukur juga akan membantu untuk kembali mengingat bahwa di balik banyaknya kesulitan dan kepahitan yang kita hadapi, Allah masih kasih nikmat yang sangaat banyak di hidup ini.
Semoga lekas membaik ya!
15 notes · View notes
medanperan · 2 years
Text
bayangin punya pasangan yang lo bisa cerita apapun ke dia. apapun. bener-bener gaperlu pake filter apa-apa. dan dia juga melakukan hal yang sama ke lo. ya gabakal selalu akur dan gaada jaminan jadi ga ribut tapi lo tau seenggaknya semuanya real. kalian saling dukung di hal yang emang bener dan saling ngingetin (dan rada ngatur2) di hal yang perlu diperbaikin. semuanya dibilang. lo gaperlu nebak isi kepalanya doi & doi gaperlu nebak isi kepala lo. semuanya diselesaiin. kadang langsung selesai, kadang berhari-hari, tapi semua masalah harus selesai & ga dibiar2in. dan meskipun ada masalah, lo tetep gandeng tangan dia dan bilang lo gabakal ke mana-mana. dan dia tetep ngerangkul lo dan nanyain gimana hari lo dan tetep nanya lo mau makan apa & nyiapin makanannya. kalian marah & nangis & capek tapi ga matiin telpon, ga mending pulang, ga keluar kamar. penat banget & pengen nyerah tapi tetep kiriman reels & tetep cium kening. harus tetep sama-sama karena setiap berantem ya harus diselesaiin. dicari kenapa, salahnya masing2 apa, dan jangan diulangin lagi. mau gue cari di mana lagi yang kaya gini?
192 notes · View notes
yunusaziz · 1 year
Note
Pernah ga sih merasa sedih tentang pencapaian orang lain? Kalau iya, gimana kamu mengatasi itu?
Dulu pernah, cuman sekarang udah nggak pernah lagi. Alih-alih merasa sedih, kesal, dsb justru seneng lihat pencapaian orang-orang, dan nggak kepikiran buat harus ngejar pencapaiannya.
Caranya gimana?
Sering-sering afirmasi dan kontemplasi diri. Sampaikan pada diri bahwa apa yang orang lain dapat adalah apa yang memang Allah gariskan. Kalau dikasi dikit bersyukur, banyak ya bersyukur. Anggap semua itu nikmat, dan kelak ditanyakan—Siap nggak?
Kalau aku selalu bilang, "Bisa jadi itu usaha terbersar dari kegaalalan kesekian kalinya, sehingga Allah hadiahkan itu untuknya. Dia berhak untuk dapatkan itu." kurleb kayak gitu.
Atau kemudian ketika, lihat story flexing temen kita, kemudian nafsu mulai menggebu, dalam hati doa "Ya Allah jangan Engkau biarkan keinginan duniawi ini justru mengalihkan perhatianku padaMu." kemudian alihkan dengan hal lain.
Itu juga yang kalau ada orang bilang kalau pengen sesuatu suruh sholawatin, hikmahnya bukan dengan sholawat biar dapat itu, tapi kalaupun kita ingin urusan duniawi, tetap dahululan urusan ukhrawi.
Proses berhasil berapa lama? Pernah nggak naik terun?
Lama, intinya nggak sebentar. Pernah berkali-kali, tapi ya jangan gampang nyerah. Coba lagi. Kalau aku extra treatmentnya adalah, belajar manajemen keuangan, sangat works buat ngontrol keinginan.
Apakah berarti punya keinginan duniawi gaboleh?
Boleh, hanya saja jangan jadikan prioritas utama. Ingat nasihat ulama,
"Dunia ini ibarat bayangan yang sampai kapanpun tidak akan pernah kamu gapai. Maka, berbaliklah (menuju akhirat), maka dunia akan mengikutimu."
33 notes · View notes
hawaii-mrsgrey · 11 months
Text
Aku percaya bahwa hidup bukanlah ajang perlombaan. Bukanlah sebuah tempat untuk mencari siapa yang paling cepat sampai tujuan. Bukan.
Kalau hidup memang begitu, cukup bandingkan kamu dengan diri kamu versi sebelumnya, versi yang kemarin. Bukan dengan hidup orang lain.
Ingat! Kita nggak akan pernah sama. Nggak akan pernah. Bagaikan berlari namun garis start nya aja udah beda, tentu garis finis nya juga pasti beda. Nggak ada penggaris kehidupan yang bakal sama persis dengan kehidupan orang lain. Nggak ada.
Jadi apapun itu, yang aku mau dari kamu adalah kamu tetap di sini, ya. Tetap hidup. Jangan pernah memilih buat nyerah apalagi sampai mengakhiri hidup. Jangan, ya.
Bertahanlah untuk hal-hal kecil yang bisa menjadi alasanmu untuk bertahan hingga saat ini. Jalan-jalan, mengambil foto, menggambar, merangkai kata-kata yang tak pernah bisa kau bagi dengan orang-orang terdekatmu. Bertahanlah untuk semangkuk Indomie kesukaanmu yang selalu setia menemanimu saat lapar tengah malam.
Dunia emang tempatnya capek. Tapi, tetap bertahan ya, tetap semangat. Kalau kamu lelah kamu hanya perlu istirahat bukan menyerah.
You just need some rest.
25 notes · View notes
sepertibumi · 11 months
Text
Pernah ga sih kalian ada di fase yang rasanya udah husnudzon maksimal ke Allah tapi ternyata hasilnya ga sesuai sama apa yang kalian harapkan?
Kalo pernah, welcome to the gank!
Sempet ngerasa kecewa karena udah kemakan banyak quotes agama yang sering muncul, keyakinan yang udah apik banget dibangun tiba-tiba hancur.
Tapi mungkin ini yang mereka sebut "perjalanan spiritual". Dan setiap orang akan sampai di perjalanannya masing-masing, dengan ujian yang berbeda jenis dan levelnya.
Rasanya pengen marah, tapi rasanya juga ga berhak buat marah. Perang batin yang sengit ini akhirnya dimenangkan oleh ayat,
ولا تيأسوا من روح الله
Iya, ternyata selama ini aku cuman paham dan tersentuh sama segala quotes agamis itu secara tekstual. Tapi waktu Allah uji dalam kehidupan nyata? Nol. Implementasi pemahamanku remedi.
Ternyata aku masih gagal dalam memahami bahasa cintanya Allah. Kalo dibuat grafik, skala taat sama banyaknya permintaanku masih berbanding terbalik. Dan ini jelas ga adil, sampai akhirnya aku paham bahwa aku memang pantes dapet semua ini.
Syukurku jelas kurang banyak. Aku yang hanya fokus sama satu titik di mana Allah uji, tapi lupa sama ribuan nikmat yang udah Allah kasih sejak aku lahir. Bahkan sebelum itu.
Tiap ngerasa berdosa gini, balik lagi ke ayat di atas. Aku masih punya nafas dan kesempatan buat bertaubat. Buat jadi hamba yang lebih dan lebih baik lagi.
Yang penting, jangan nyerah dari Rahmat Allah ya. Perjalanan menuju Allah emang berat, tapi itu sebentar aja kok. Sisanya adalah keabadian. Dan kita harus tentuin dari sekarang, mau menghabiskan keabadian yang gak berujung itu di Surga atau Neraka?
Meniti peran sebagai hamba.
— @sepertibumi
90 notes · View notes
rasadanaksara · 11 months
Text
Juli Kembali
hai, gimana 365 hari kemarin mudah kah di lalui? Tentu tidak pastinya.
Kerikil itu selalu ada, entah besar maupun kecil tapi bisa di lewati bukan? Walau dengan derai dan langkah yang terseok tapi Allah pijakan juga di hari ini.
Jangan, jangan nyerah yaa ..
Seberapa terjal dan curam nya perjalanan yang ada di pelupuk mata selalu beri keyakinan pada diri bahwa Allah tak akan pernah membiarkan sendiri.
Terus tumbuh jadi pribadi yang jauh lebih baik dari sebelumnya, yang mampu mengolah rasa dan senantiasa membersihkan jiwa. Karena jiwa yang layak lah yang kelak akan berjumpa dengan Rab-Nya. Luruskan lagi setiap niat nya terus awasi diri yang kadang begitu lalai nya.
Menapaki seperempat abad waktu yang udah Allah kasih itu tanda nya malaikat maut terus datang mendekat. Gapapa yang kemarin sudah menjadi cerita kita mulai lagi dengan episode baru yang lebih baik tentu nya. Karena waktu yang Allah kasih terus bergulir jadi maksimalin yaa. Jangan sampai bergelar hamba yang merugi. Maksimalkan waktu sisa ini dengan sebaik-baik penghambaan pada-Nya.
~ Cimahi, 04 Juli 2023 ~
18 notes · View notes
arinailma · 2 months
Text
Katanya, sebagai seorang "yang katanya anak lembaga dakwah" belum bisa dikatakan siap berdakwah sampai ia bisa santai dalam melihat kemaksiatan. Loh kan, bingung kan
Sebenarnya aku masih memproses kalimat ini sih. Barangkali dengan nulis disini jadi semakin terbuka pikiran saya. Sependek pengetahuan dan pengalamanku berkecimpung di yang katanya lembaga dakwah ini, mungkin intinya adalah pola pikir dan sudut pandang kita yang jangan terburu-buru untuk menghakimi perbuatan seseorang. Ya perbuatan dalam konteks buruk berati ya kalau dihakimi, mah.
Inget kisah Nabi Musa dan Bani Israil nggak? Waktu itu daerah mereka kering kerontang, kemarau panjang. Sampai pada satu titik bani israil minta ke Nabi Musa buat doa sama Allah agar diturunkan hujan. Nabi Musa bilang, Allah gaakan turunkan hujan kecuali semua umatnya ini bertaubat. Akhirnya bani israil kayak memperbaiki hubungan mereka sama Allah. Tapi setelah proses itu masih aja belum diturunkan hujan. Akhirnya satu bani ini dikumpulkan jadi satu lingkaran. Nabi Musa bilang kalau salah satu di antara umatnya masih ada yang ahli maksiat. Tanpa menyebutkan siapa dan apa jenis kemaksiatannya. Jadi rame tu kan, satu bani bisik-bisik, nebak-nebak siapa ahli maksiat yang belum bertaubat itu, yang karena dia hujan jadi ga turun-turun. Ya namanya hati manusia, kalau sama kemaksiatan fitrahnya pasti gaakan tenang. Akhirnya, di tengah-tengah ricuhnya umat yang jadi pada kesel gajelas, tiba-tiba hujan turun. Tandanya apa? Tandanya ahli maksiat yang tadi dibilang Nabi Musa belum bertaubat akhirnya bertaubat pada saat itu juga.
Kan, kita tu siapa sih? Cuma manusia aja loh. Tapi lagaknya udah kek Tuhan yang punya tupoksi untuk menghakimi. Bahkan kalau dari cerita itu aja ya, Allah tu sesayang itu loh sama hambanya. Sampai-sampai ahli maksiat yang disebut Nabi Musa aja ga kesebut siapa orangnya dan apa jenis maksiatnya. Ya karena urusan taubat ga taubat itu kan urusan hati ya, yang tau cuma Allah sama hambanya yang bersangkutan. Allah tutup aib hambanya. Allah percaya kalau hambanya pasti akan kembali pada-Nya, kembali ke jalan yang lurus.
Allah ga pernah nyerah sama hamba-Nya
Seringkali aku juga ngerasa terlalu cepat memandang buruk seseorang. Padahal, setelah berasumsi menjadi yang dipandang buruk, juga gaenak kan rasanya. Seolah-olah satu dunia tau sedalem-dalemnya kesalahan kita, seolah-olah semua orang mandang kita dengan jijik. Seolah-olah kita jadi orang paling pendosa di muka bumi. Seandainya beneran ada satu orang lagi ada di kondisi ini, dan dapet respon dari lingkungannya yang begini, ga heran juga sih kalo orang ini jadi kepikiran buat mati aja.
Balik lagi ke yang katanya di lembaga dakwah. Kalo kata sesepuh, dakwah adalah cinta. Semua yang dilakukan di jalan dakwah, dari memperlakukan seseorang sampai membuat keputusan dan kebijakan, semuanya pakai cinta. Termasuk dalam memberikan treatment ke oknum yang mungkin nantinya ada di lingkar terdekat kita yang terjebak dalam situasi sulit. Jadi santai aja ya. Jangan sampai respon kita justru makin buat orang lain semakin jauh dari sebelumnya. Hati-hati dalam menentukan langkah. Kadang niat boleh aja baik, tapi pengantar dan cara komunikasi kita yang keliru bisa bikin orang lain salah baca kebaikan niat kita. Terus belajar, rin.
Insight Upgrate 1 || Ahad, 31 Maret 2024
4 notes · View notes
gadiskaktus · 7 days
Text
Tumblr media
Gagal "Taaruf", Lagi ?
Mengapa tidak, kalau memang belum berjodoh mau gimana lagi, nama nya juga proses kan? Gagal hal yag wajar.
Ustadz Abu Umar hafidzahullah , "Bismillah...'Afwan, ini ikhwan nya qodarulloh mundur. Nanti insyaalloh kalau ada info ikhwan lagi saya kabari."
Bukan wa langsung ke diriku ya ini, tapi lewat perantara. Duh kalau di wa langsung ustadz binggung malahan jawab nya wkwkwk.
Baru tukar cv, pihak ihkwan langsung mundur. wkwkwkw. Kan belum sampai sesi tanya jawab, baru sekedar tanya visi misi dan niat nikah apa. Baru mau buka jendela eehh sudah tutup pintu. wkwkkww. Ngakak banget ya Allah.
Its Okay, tidak apa apa, nanti kita coba lagi, doa lagi, ikhtiar lagi. Sampai kapan? ya sampai Allah izinkan, Allah ridho dan kasih yang terbaik, Allah kasih yang punya akhlak yang baik, Sekufu, semanhaj, Sefrekuensi, mampu menundukkan pandangan, menyejukkan hati, lemah lembut, tidak merokok, bisa ngobrolin apa saja wkwkkwkw susah kayak nya, diriku saja masih berantakan iman nya.
Mau puk puk pundak dulu, sambil bilang ke diri sendiri," Its okay gpp, ga cuman sekali kan ini kan? wkwkkw, anda belum beruntung. Maju lagi dong ke ustadz sampai menemukan yang tepat." wwkwkkw
ga boleh nyerah, rencana baik, niat baik jemput dengan cara yang baik.
Tetap berprasangka baik kepada Allah, tidak harus saat ini, manut saja waktu yang Allah izinkan. Mau kapan? ya terserah Allah, yang penting itu usaha dulu, ikhtiar dulu, doa dulu.
Yang sedang berjuang mari kencang kan doa dan maksimalkan ikhtiar lalu tawakal.
Yang gagal taaruf, jangan menyerah, jangan asal juga buat nerima yang datang karena lelah dengan proses nya, tidak ada yang sia sia dalam usaha. Yakin saja Allah kasih proses yang panjang yang melelahkan karena Allah ingin kasih yang terbaik, bukan asal asalan.
Yang tenang karena Allah tidak akan pernah melupakan doa kita, ikhtiar kita.
Semangat !!
4 notes · View notes
tikatekii · 7 months
Text
Tentang melihat lebih dekat
Entah kapan atau pada umur berapa aku punya kesadaran kalau belajar itu adalah proses yang indah. Belajar yang aku maksud tidak melulu soal akademik atau menjadi ahli pada satu hal. Melatih diri untuk tidak terlalu cepat berprasangka, ternyata buatku adalah sebuah proses belajar yang lama, dari kumpulan pengalaman dan satu demi satu peristiwa yang pelan-pelan membentuk kesadaran baru. Ketika menyadari sikap dan cara pandangku yang berubah pada suatu hal, momen itu suka bikin aku berhenti beberapa saat buat mikir dan bilang dalam hati "wah, aku dulu gak gini", kadang bingung, kadang senyum-senyum sendiri. Mungkin juga karena sadar sih makin dewasa, eaaa...makin gak tau apa-apa, wkwk
Tumblr media
Tentang melihat segalanya lebih dekat, terdengar sangat petualangan sherina, ya? Hehehe. Aku kurang bisa nih bikin review film, jadi mau meripiu hidup yang rasanya masih relevan aja dengan nilai-nilai kebajikan (asik) dalam Film Petualangan Sherina. Bukan yang ke dua, tapi yang pertama. Nonton Sherina pertama setelah bukan kanak lagi. Kalo diingat-ingat, waktu kecil lebih fokus pada konflik dan relasi musuh-jadi-teman antara Sherina dan Sadam. Dulu mungkin masih terlalu dini ya untuk mengerti nilai-nilai hidup, wkwk pokoknya senang aja nonton film musikal tentang anak sekolah.
Belajar tentang berprasangka baik dari percakapan Sherina dan Ibunya waktu doi curhat tentang sadam yang nakal di sekolah.
Nakal itu penyakit turunan ya, Bu?
Kalau kebaikan bisa menurun, kenakalan juga bisa dong?
Ya gak tau, melihat sadam aja belum pernah
Gak usah diliat Bu, tampangnya ih amit-amit
Kalau begitu, jangan berharap kamu tau kenapa dia nakal kalau gak mau kenal dia lebih dekat
Growing up... setiap kali menghadapi masalah, aku sering meyakinkan diri sendiri kalau manusia itu akan selalu memilih kebaikan, supaya menjauh dari prasangka buruk. Entah aku sendiri, atau orang-orang yang terhubung denganku. Tapi segalanya terlalu terburu-buru, kita jadi gak punya cukup waktu untuk berhenti sebentar, melihat dan memproses prasangka-prasangka.
Setahun terakhir aku suka melamun saat naik speedboat ke desa, ya karena juga gak bisa ngapa-ngapain selain duduk selama dua jam, diem sambil dengerin suara mesin yang berisik. Suara motor perahu agak brutal sih tapi malah bikin banyak merenung, wkwk.
Salah satunya adalah merenungi pekerjaanku yang ternyata banyak mengajari untuk tidak terlalu cepat berprasangka. Tinggal, ngobrol, dan menghadapi macam-macam masalah tiap hari menjadi kesempatanku untuk melihat segalanya lebih dekat. Alamnya, manusianya, dan pilihan-pilihan yang terbatas.
Sudah lebih dekat, apa bisa mengerti? Bisa, tapi gak secepat itu. Butuh waktu dan kerendahan hati untuk bisa berkompromi. Jangankan mikirin masalah sumberdaya alam, hidup manusia sehari-hari aja udah problematik. Tapi setelah mengerti, aku jadi lebih lapang dan siap kalau besok-besok dikasih masalah lebih gede lagi, wkwk. Aku dengan cara berpikirku yang lama, mungkin udah nyerah kali?
P.S Jaman Sherina lagi naik daon, aku yang gak suka minum susu dipaksa minum susu pediasyurrr katanya biar tumbuh tinggi dan jadi pemberani seperti sherina. Tumbuh tinggi sih lumayan, pemberani? Gak yakin sih, hahahah.
Pontianak. Oktober, 2023.
Tumblr media
11 notes · View notes
strzqn · 8 months
Text
Untuk segala "kenapa" yg kita tanya ke Allah.
Kalo mau tau maksud Allah, syaratnya ada 2:
1. Yakin "kalo Allah kasih ini/buat kayak gini, pasti ini baik".
2. Jangan nyerah.
Kita pasti nemu jawabannya kalo kita yakin & terus melangkah.
Hang in there, orang² baik^^
8 notes · View notes