Tumgik
taufikaulia · 14 days
Text
Memvalidasi perasaan sendiri itu penting ternyata. Agar kamu tidak terjebak dalam kebingungan dan perasaan bersalah yang tidak semestinya ada.
— @taufikaulia
269 notes · View notes
taufikaulia · 15 days
Text
‪Rasanya nyesek banget kalau effort dan support pasangan ke kita gak setara kayak kita ke dia. Semacam kita punya harapan, tapi seringkali patah. Lama-lama jadi takut berharap.
—@taufikaulia
217 notes · View notes
taufikaulia · 2 months
Text
Gak semua orang layak didorong untuk segera menikah. Bahkan beberapa orang perlu diingatkan agar sabar dan tidak gegabah.
Menikah itu baik dan utama, tapi gak semua orang bisa dipukul rata. Alih-alih didorong buat menikah, ada yang justru lebih perlu didorong untuk giat belajar dan bekerja dulu. Karena menikah itu bukan cuma perkara hari ini, tapi juga soal masa depan.
Jangan cuma senang karena berhasil memotivasi seseorang untuk menikah. Momen akad dan resepsi pasti bahagia. Tapi hari-hari setelahnya amat panjang dan pasti ada ujiannya.
Ada orang lebih memilih nikah muda karena broken home tapi kondisinya gak punya pekerjaan, pendidikan, dan ilmu yang cukup terus jarak kelahiran anak-anaknya terlalu dekat. Dikiranya menikah itu jalan keluar dari semua permasalahan, ternyata malah membawa permasalahan baru.
Lantas apa tidak boleh menikah? Bukan begitu. Boleh, tapi menikahlah dengan penuh kesadaran atas situasi hari ini dan kemungkinan-kemungkinan di masa depan, menikahlah dengan penuh tanggung jawab, menikahlah dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang. jangan gegabah.
Kalau kondisi ekonomi kurang baik, gak usah maksain diri, gaya hidup yang sesuai saja, dan pandai-pandai mengatur jarak kelahiran anak. Ini penting disadari buat pasangan-pasangan muda.
Sekian.
@taufikaulia
442 notes · View notes
taufikaulia · 2 months
Text
Orang-orang Yang Menjaga Diri
Ia menjaga dirinya untuk tidak ikut dalam trend yang menyalahi tuntunan. Ia punya kepercayaan yang kuat bahwa yang menjaga akan bertemu dengan yang menjaga. Ia yakin bahwa menjaga diri adalah cara dan hadiah terbaik untuk seseorang yang telah dipersiapan oleh Allah untuknya.
Menjaga diri baginya adalah sebuah komitmen pada diri sendiri, sebelum mempercayakan dirinya kepada orang lain, yang semoga orang lain itu juga adalah orang yang menjaga komitmen.
Kang Islah | Jaga Diri Baik-baik
Bogor, 24/02/24
273 notes · View notes
taufikaulia · 2 months
Text
Pernah Gak Terpikir Kenapa Rumah Tangga Itu Dinamain ‘Rumah Tangga’?
Rumah + tangga
Rumah itu berarti setelah menikah kamu dan pasangan ‘punya’ rumah yang kalian pegang kendali penuh di situ. Rumah di sini tak selalu dimaknai rumah fisik, melainkan juga bangunan abstrak bernama keluarga yang terbentuk setelah sahnya pernikahan.
Sedangkan tangga itu berarti tahapan. Bayangkan tangga darurat sebuah gedung pencakar langit. Seperti itulah ‘tangga’ dalam rumah tangga. Harus dilalui selangkan demi selangkah, dan rasanya lebih berat daripada berjalan di bidang datar.
Tangga inilah yang harus dilalui jika ingin rumahmu tumbuh jadi rumah yang besar, aman, dan nyaman.
Ingat, ini rumah tangga, bukan rumah eskalator atau rumah elevator. Gak ada jalan pintas untuk naik dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. Setiap anak tangga harus dilalui satu demi satu. Harus ada effort. Harus ‘capek’ seperti naik tangga yang bikin kita ngos-ngosan. Tidak seperti orang naik eskalator yang hanya perlu melangkah satu kali, lalu dalam satu menit kurang lebih sudah sampai di lantai berikutnya.
Jadi apa artinya? Artinya jangan cuma bayangkan bagian enaknya berumah tangga. Sadari pula bahwa begitu detik pertama kamu menikah, peran dan tanggung jawab lebih besar sudah dipikul. Kamu bukan hanya kamu sendiri, tapi kamu adalah penghuni sebuah rumah yang harus terus kamu jaga, rawat, dan terus bangun sampai akhir hayat.
Jangan bayangkan bahwa tangga yang harus dilalui itu hanya yang sifatnya materil saja seperti punya anak, punya kendaraan, punya rumah, menyekolahlan anak, dan punya uang banyal, melainkan juga tangga-tangga kualitas seperti kebahagiaan dan kedewasaan kita yang harus terus naik nilainya.
Semakin lama kamu menikah kamu akan merasa cinta itu semakin abstrak, sedangkan yang kongkrit adalah tanggung jawab. Dan pada akhirnya kita akan jatuh cinta sekali lagi kepada kesungguhan dan tanggung jawab pasangan kita dalam menjalani perannya dengan sebaik-baiknya. Dari sini, keutuhan rumah tangga itu dipertahankan bukan dengan cinta, tapi dengan kesungguhan dalam menjaga tanggung jawab.
Berangkat dari kesadaran ini saya menyadari bahwa sangat mungkin rumah tangga ini kelak akan dihadapkan pada situasi-situasi yang tidak ideal. Karena itu, ikhtiar paling logis yang bisa saya lakukan untuk menjaga keutuhan rumah tangga ini adalah dengan mengisi peran saya sebagai suami, kepala keluarga, dan ayah sebaik-baiknya.
Meski kadang rasanya lelah juga, sering patah juga, tapi menyempurnakan ikhtiar dalam mengisi peran setidaknya akan memperkecil probabilitas datangnya penyesalan di kemudian hari.
@taufikaulia
339 notes · View notes
taufikaulia · 2 months
Note
Mengatasi kedukaan harus seperti apa?
Entahlah. Setiap hari saya juga berduka. :’)
Mungkin jawaban singkat dari saya adalah dengan mengingat Allah hati bisa menjadi tenang.
13 notes · View notes
taufikaulia · 2 months
Note
Bagaimana ikhtiar yang baik untuk mendapatkan jodoh terbaik?
1. Jadilah pribadi yang baik dan baik agamanya
2. Bergaullah di komunitas yang memang banyak ada di dalamnya orang dengan kriteria ‘baik’ yang kamu cari. Misalnya, jangan cari orang saleh di dalam diskotik.
3. Terimalah orang yang sudah baik pribadinya dan sudah baik agamanya, bukan yang cuma ingin jadi baik. Karena kalau sudah nikah dan ternyata dia gak komit untuk saling berubah lebih baik, PR banget jadinya.
82 notes · View notes
taufikaulia · 2 months
Text
Apa yang Kamu Rasakan Saat Pasanganmu Bilang ‘Sama, Aku Juga Capek’ Saat Kamu Mengeluh Capek?
Salah satu pendewasaan yang saya sadari setelah menikah adalah menahan diri untuk tidak bilang ‘sama, aku juga’ saat pasangan sedang mengeluh seperti capek, kurang tidur, atau kerjaan kantor banyak sekali.
Saya orangnya jarang-jarang mengeluh, tapi sekalinya mengeluh ya cuma sekadar ingin mengeluh saja, bukan kode untuk diserve ini dan itu oleh pasangan.
Pernah beberapa kali pasangan saya spontan merespon begini, “Sama, aku juga capek.” Mungkin dia tidak ada maksud apa-apa, sama seperti saya yang sekadar bercerita saja. Tapi rasanya yang tadinya saya harapkan bisa plong kok malah jadi sesak ya. Saya tidak merespon apa-apa lagi.
Sekali, dua kali, tiga kali, terus terulang seperti itu. Dan rasanya masih sama. Sepertinya bukan respon seperti ini yang saya inginkan.
Lama saya merenung kenapa saya kurang suka dengan respon seperti itu. Ternyata kemudian saya sadari bahwa saya terbiasa mendengarkan keluhan dan saya jarang mengeluh. Saat pasangan saya mengeluh, saya berusaha mendengar tanpa menimpali dan mencoba mencarikan solusi bila diperlukan.
Lalu saat saya mengeluh dan mendapat respon ‘sama, aku juga’ itu rasanya seperti saya ini tidak boleh mengeluh. Padahal niat saya mengeluh hanya sekadar mengeluh saja biar plong, bukan untuk membandingkan siapa yang lebih capek.
Sekali lagi, mungkin maksud pasangan saya bukan seperti itu. Hanya saja yang namanya komunikasi itu kan dua arah, ada potensi lain maksud lain juga penerimaannya. Dan dalam pernikahan, baik suami atau istri, adalah sama-sama subjek. Maka, menurut saya, saya perlu untuk menyampaikan ketidaksukaan saya atas respon seperti itu. Biar sama-sama senang dan sama-sama belajar.
Komunikasi yang baik antara suami dan istri itu komunikasi yang setara, yang bisa didengarkan dan mendengarkan satu sama lain, yang mau saling menghargai dan saling memberi ruang untuk berekspresi.
Saya gak sadar bahwa kalimat pendek ‘sama, aku juga’ itu bisa bikin kesal. Awalnya saya kira biasa saja, lama-lama kesal juga hehehe. Tapi inilah yang namanya pendewasaan. Pasangan saya tidak benar-benar salah, dan saya juga tidak sepenuhnya benar. Ini hanya soalan pola komunikasi yang berbeda dan perlu disinkronkan. Itu saja. Semoga saja.
@taufikaulia
294 notes · View notes
taufikaulia · 2 months
Text
Jadi Orang Tua Itu Harus Komit Sama Prioritas Pengasuhan dan Jangan Gampang Nyerah
Jadi orang tua itu harus bisa nerima realita bahwa jadi orang tua itu pasti capek.
Prioritas dalam mengasuh seorang anak itu harus menyeluruh. Gak bisa cuma fokus di salah satu aspek kayak cuma yang penting menyediakan makanan, pakaian, dan sekolah yang baik, tapi abai dengan aspek-aspek lain kayak disiplin jam tidur dan pola hidup anak di dalam rumah.
Prioritas orang tua dalam membesarkan anak itu harus seimbang dalam semua aspeknya. Kalau cuma beberapa aspek saja yang jadi prioritas kita, kasihan si anak nanti karena si anak itu butuh SEMUANYA, bukan cuma butuh pakaian saja, makanan saja, atau sekolah saja.
Semua aspek hidup anak kita harus diperhatikan. Jam tidurnya, jam bangunnya, jam makannya, jam mainnya, jam belajarnya, jam ibadahnya, juga kapan dia harus disapih—jika anaknya di umur 2 tahun, orang tua harus punya komitmen di sini. Gak bisa asal jalan saja dan terus nyerah kalau anaknya ‘susah’ diarahkan.
Misal, kalau dari awal jam tidurnya gak disiplin, ke depan ya bakal susah buat bikin anak punya jam tidur yang disiplin, tidur lebih awal, dan bangun lebih pagi. Saat anak sudah terbiasa tidur larut malam, orang tua yang baik harusnya ‘alarm’-nya nyala kalau ini tuh gak baik, gak baik buat pertumbuhannya dan gak baik buat habitnya karena pagi-pagi harus dibiasakan shalat subuh dan persiapan sekolah. Morning person itu dibentuk dari kecil.
Orang tua harus mengerti bahwa yang namanya mengubah kebiasaan buruk ya dengan membangun kebiasaan baru yang baik. Gak instan. Pelan-pelan tapi kontinyu. Misal buat memperbaiki jam tidur anak jadi lebih awal, ya orang tuanya harus konsisten setiap hari mempersiapkan anak agar tidur lebih cepat. Mulai dari sikat gigi anak, ganti pampers, sampai waktu skin care-an orang tua ya juga harus lebih cepat. Kalau orang tuanya gak disiplin, mau ngandelin siapa lagi? Anaknya kan belum bisa mengurus dirinya sendiri.
Masih soal contoh memperbaiki jam tidur anak, di malam pertama anak masih susah tidurnya, orang tua nunggu lama sekali sampai anak tertidur. Ya jangan nyerah. Hari kedua coba lagi. Ketiga coba lagi. Keempat coba lagi. Sampai jam tidurnya bener. Kalau nyerah sekali saja, ya gak akan bener tuh jam tidurnya.
Soal menyapih juga sama. Anak tuh kalau gak dikasih nyusu sama ibunya pasti nangis ngerengek minta nyusu. Kalau gak disetop ya bakal gitu terus. Nah ada orang yang mudah menyerah, bukannya gak tega, tapi gak tahan ngadepin anak rewel. Alhasil dikasihlah terus anaknya nyusu. Gagal terus menyapihnya.
Lihat apa penyebabnya? Orang tuanya gak komit dan gampang nyerah.
Kalau di dua contoh ini saja orang tua gagal membangun habit anaknya, apa gunanya hal-hal lain yang diprioritaskan kayak makanan dan sekolah yang baik tadi? Jadi gak optimal.
Orang tua itu harus menyeluh prioritasnya. Ibu adalah madrasah pertama seorang anak, maka jadilah sekolah yang mengajarkan nilai, akhlak, adab, habit, pengetahuan dan pemahaman. Ayah juga sama. Saling melengkapi.
Baik ibu dan ayah jangan sampai absen dalam membesarkan anak di semua aspek tadi. Prioritasnya juga sama. Jangan cuma fokus ke beberapa aspek saja. Bagi tugas dan jangan buang-buang waktu di dalam rumah.
Orang tua yang bekerja pasti capek. Makanya atur prioritas dan komitmen di situ. Pulang kerja sampai rumah JANGAN LANGSUNG TIDURAN SAMBIL MAIN HAPE. Kerjakan dulu sesuai prioritas ini.
Segera bersih-bersih diri.
Tunaikan dulu ibadah wajib seperti shalat di awal waktu. Jangan di akhir.
Urus kebutuhan anak seperti makan dan tidur tepat waktu.
Kerjakan tugas-tugas pokok di dalam rumah.
Sediakan waktu untuk ngobrol, bermain, atau mengajari anak sesuatu.
Baru istirahat, tidur, atau main hape.
Sebenarnya tidak masalah jika kita orang tua menyempatkan istirahat atau membuka hape di sela-sela aktivitas 1-5, hanya saja harus sadar diri untuk punya batas seperti maksimal 5 menit saja rebahan sambil buka hape, jangan sampai kebablasan. Kalau molor, dampaknya ke anak kita.
Anak itu sejatinya menunggu orang tua akan ‘meng-apakan’ dirinya. Jadi ya jangan ditunda-tunda atau diabaikan anaknya.
Hal yang sifatnya kebutuhan pribadi orang tua seperti istirahat, entertain, atau skin care bisa dikerjakan setelah anak tidur dan tertunaikan haknya. Jangan kebalik, bahkan jika beralasan: kalau saya nidurin anak dulu nanti saya ikut ketiduran jadi gak bisa skin care-an.
Ya salah sendiri ketiduran. Sebenarnya bisa saja dikerjakan di sela-sela aktivitas tadi, tapi jangan lelet.
Yakin deh, kalau disiplin mengerjakan poin 1 sampai 6 di atas tanpa buang-buang waktu di sela-selanya, orang tua akan punya banyak waktu setelahnya (baca: setelah anak tertidur).
Yang jadi masalah itu kalau habit orang tuanya gak disiplin, pulang kerja sampe rumah langsung rebahan sambil main hape 30 menit, sholat maghrib sengaja diakhirkan biar wudhunya bisa sekalian buat sholat isya, di sela-sela semuanya terus buka hape scroll sosmed dan bales-bales WA, gak sempet tilawah apalagi ngajarin anak sesuatu. Problem utamanya: orang tua yang procrastination dan gak disiplin sama prioritas pengasuhan.
Jadi orang tua itu memang capek. Jangan cengeng dan gampang nyerah. Gak usah banyak alasan. Perkara prioritas pengasuhan ini bukan hal yang butuh uang banyak, cuma butuh kemauan aja.
@taufikaulia
238 notes · View notes
taufikaulia · 3 months
Text
Support System (?)
Menikah itu berarti siap menjadi support system untuk pasangan. Lebih tepatnya, menikah itu berarti SALING menjadi support system satu sama lain.
Harus mulai dari mana?
Mulai dari apa yang jadi kewajiban masing-masing. Kewajiban istri adalah hak suami. Kewajiban suami adalah hak istri.
Hak itu bisa berarti kebutuhan. Tidak terpenuhinya hak bisa berarti pula tidak terpenuhinya kebutuhan. Dan tidak terpenuhinya kebutuhan akan menimbulkan rasa ketidakpuasan. Ketidakpuasan akan membuat seseorang ragu untuk bilang yes saat ditanya, “Are you happy?”
Saat seseorang merasakan ketidakbahagiaan dalam pernikahannya, ini jadi alert agar perlu waspada. Dan membiarkannya berlarut-larut tanpa ada penyelesaian malah akan menjadi bom waktu.
Bagaimana bisa menjadi supporting system bila hal-hal dasar yang menjadi hak saja tidak terpenuhi?
Berangkat dari logika sederhana. Penuhi hak pasanganmu, perjuangkan hakmu. Selebihnya, adalah perkara mudah untuk menjadi supporting system satu sama lain dalam hal apapun.
Intinya, berangkatlah dari sadar akan kewajiban.
317 notes · View notes
taufikaulia · 3 months
Text
Penting untuk mendidik anak agar memiliki kecerdasan emosional yang baik. Karena kalau tidak, ini sama halnya dengan mengacaukan hidup seseorang di masa depan, yaitu hidup orang yang kelak menjadi pasangan anak kita.
—@taufikaulia
468 notes · View notes
taufikaulia · 3 months
Text
Mumpung belum nikah, pelajarilah ilmu pernikahan. Pahamilah benar-benar hak dan kewajiban dalam rumah tangga agar kelak pasanganmu tidak hidup degan mode 'survival'.
Taufik Aulia
720 notes · View notes
taufikaulia · 3 months
Text
Your Silent Treatment Is Killing Me
Silent treatment itu cuma 'bagus' untuk cooling down, tapi gak akan menyelesaikan apapun. Kalau ada masalah ya diobrolin. Bilang aja kalau gak suka, kecewa, atau marah. Orang yang kamu diemin itu bukan cenayang.
Silent treatment itu gak kayak diemnya orang yang mau nenangin diri. Diam itu gak akan jadi bahaya selama diamnya kamu itu untuk menenangkan dan menyiapkan diri untuk membuka obrolan yang sehat dan setara setelah kamu tenang.
Diam itu jadi masalah—toksik, ketika kamu diam untuk mengontrol dan menunjukkan bahwa kamu punya kuasa dan kekuatan yang lebih besar dalam sebuah hubungan. Di sini diammu tidak menyelesaikan masalah, melainkan hanya akan memanipulasi orang yang kamu diamkan untuk merasa bersalah. That's it. In the end, orang yang kamu diamkan itu akan bingung, frustasi, merasa tidak dihargai dan tidak dicintai. Silent treatment is abussive. Inilah mengapa silent treatment justru hanya akan memudarkan ikatan-ikatan emosional.
Komunikasi adalah kunci. Komunikasi dengan kata-kata ya, bukan komunikasi dengan sandi morse. Maka dari itu, bila ada masalah dengan siapapun, silakan diam untuk menenangkan diri, tapi jangan lari dari masalah.
Siapkan dirimu untuk mendengarkan dan bicara. Setelah kamu tenang, jangan pendam dan bersikap seakan semuanya baik-baik saja.
Jangan ragu untuk bilang, “Hei, we need a talk.”
—@taufikaulia
805 notes · View notes
taufikaulia · 3 months
Text
Ridha Tidak Bisa Dipaksa
Ridha itu seperti mata air yang datang dari kedalaman hati. Sedangkan maaf itu ada di permukaan.
Seseorang bisa saja memberi maaf sekalipun ada luka yang belum sembuh, tergantung seluas apa hatinya. Lisannya bisa saja berkata ia ridha, tapi jika ridha itu ada di hati yang paling dalam, maka bagaimana mungkin orang yang sedang terluka bisa ridha begitu saja?
Ridha adalah perasaan itu sendiri dalam wujudnya yang paling murni. Sedih, senang, puas, atau kecewa. Ridha ada di dalam rasa-rasa itu yang saling berkelindan.
“Ridha itu diraih dengan susah payah, tidak seperti maaf yang bisa diminta kapan saja.”
—@taufikaulia
421 notes · View notes
taufikaulia · 5 months
Text
Inisiatif dan Effort Pasangan Kita
Dalam rumah tangga, kebahagiaan pasangan itu datang dari tiga hal ini:
Kamu punya inisiatif dan effort untuk membahagiakan pasanganmu
Inisiatif dan effortmu itu sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pasanganmu
Penghargaanmu atas inisiatif dan effort yang sudah dilakukan pasanganmu
Jika kamu gagal di point ke-dua, maka pasanganmu masih bisa bahagia karena melihatmu berusaha meski ada sedikit kecewa. Akan tetapi, jika kamu gagal di point ke-satu, maka dari sinilah datangnya rasa putus asa.
Pun juga di sisi yang lain, belajarlah untuk menghargai inisiatif dan effort pasanganmu sekalipun jika yang ia lakukan tidak sesuai dengan keinginanmu. Sebab, inisiatif yang tidak dihargai, diremehkan, atau bahkan direndahkan, akan membunuh inisiatif-inisiatif lain di masa depan.
Kongkritnya, kamu boleh kecewa, tapi jangan membabi buta mengungkapkannya. Pelan-pelan dan baik-baik saja mengungkapkannya. Kekecewaan tidak harus selalu diungkapkan dengan kemarahan, bukan?
Ingat, ada inisiatif dan effort yang perlu kamu apresiasi juga. Respon burukmu dapat menyebabkan trauma yang akan membuat pasanganmu takut berbuat inisiatif lain di masa depan.
Pintar-pintar berumah tangga ya!
473 notes · View notes
taufikaulia · 5 months
Text
Kebahagiaan dalam pernikahan itu kayak jalan raya dua arah. Artinya, gak cuma kamu yang harus membahagiakan pasangan tapi kamu juga harus dibahagiakan. Gak harus dengan cara yang sama, tapi masing-masing harus punya effort yang sama untuk cari tahu apa yang bikin pasangannya bahagia dan melakukannya dengan sepenuh hati.
742 notes · View notes
taufikaulia · 5 months
Note
Kak, aku lagi dilema. Cowoku belum siap ngelamar aku soalnya masih belum punya kerja. Kami sama2 baru lulus kuliah tahun ini. Cowoku bilang kalo misalnya ada cowo lain yang ngelamar aku, disuruh terima soalnya kasihan aku takutnya cowoku masih lama yang mau dapet kerja. Disisi lain ada temen cowoku yang siap ngelamar aku Kak. Dan besok aku mau dijemput buat main ke rumahnya. Menurut Kakak aku harus gimana? :"
Maaf ya baru balas. Pertanyaan ini dikirim sebelum pandemi. Apa kabarmu sekarang? Sama siapa jadinya?
0 notes