Tumgik
#novel remaja
mibeau · 6 days
Text
[Ulasan Buku] Saya, Sherlock & Lupin: Wanita Berkelubung Hitam
Skor: 4.3/5.0
Tumblr media
Novel ini bercerita daripada sudut pandang Cik Irene Adler, si protagonis utama. Sesiapa yang pernah menonton atau membaca kisah Enola Holmes, it has the similar vibes. Serancak pengembaraan Enola Holmes dalam filem lakonan Millie Brown dan penceritaan yang lebih menarik berbanding Enola Holmes versi buku. Siri ini merupakan fiksi dalam fiksi. Masih bertemakan penyiasatan dan pengembaraan, penulis mengambil karakter terkenal sedia ada iaitu Sherlock Holmes dan Arsene Lupin, kemudian ditambah karater baru; Irene Adler, dan membawa latar belakang masa kembali kepada zaman remaja mereka bertiga-tiga.
Tumblr media
“Wanita Berkelubung Hitam” berkisarkan tentang bagaimana kali pertama persahabatan terjalin antara Irene Adler, Sherlock Holmes dan Arsene Lupin. Pada musim panas tahun 1870, Irene, seorang gadis berasal dari Amerika yang kini menetap di Perancis bersama-sama keluarga beliau telah pergi bercuti buat pertama kalinya ke sebuah pekan bernama Saint Malo. Begitu juga dengan Sherlock Holmes dan keluarga, warga Inggeris yang bercuti di Saint Malo sudah beberapa kali. Keluarga Arsene Lupin pula merupakan sebahagian daripada rombongan sarkas yang sudah beberapa kali melawat pekan itu.
Asalnya, mereka sering meneroka Saint Malo bersama-sama. Dipendekkan cerita, suatu hari mereka, terjumpa sekujur mayat hanyut di tepi pantai. Peristiwa tersebut membuatkan mereka bertiga berbelah-bahagi yang akhirnya membuat keputusan untuk menyiasat lebih lanjut.
Tumblr media
Gaya penulisannya memang menarik! Mengimbau kembali kenangan masa remaja saya dengan koleksi Siri Salma. Tapi lebih baik! Saya suka pemilihan kata-kata dan susunan ayat penulis. Very descriptive, animated and full of emotions! Penterjemahan yang hampir sempurna. Saya sangat hargai ini kerana, banyak perkataan-perkataan tepat sebegini selalunya hanya dijumpai dalam karya sastera lama. Jadi, membaca ‘mereka” dalam buku yang agak moden dan kontemporari, buat saya rasa gembira. Like, “Ya, bahasa melayu kaya dengan kosakota, orang sekarang je yang jarang guna.” Terima Kasih Cik Penterjemah!
Tumblr media
Jalan cerita a.k.a, pengolahan kes pun sebenarnya lebih menarik daripada buku Arsene Lupin. Memang kisah-kisah buku Arsene Lupin pun menarik, tapi, kadang-kala rasa terbantut atau sedikit mengelirukan. Tambah pula, nada penulisan Maurice LeBlanc yang agak mendatar dan “control macho”. Karakter-karakter dalam buku Irene Adler ini lebih berwarna-warni!
Tumblr media Tumblr media
Dapatkan buku ini di BookCafe.com segera!
---
Find me on:
Instagram Facebook Goodreads.com
---
Follow me on Telegram for quick updates and more! ^^
1 note · View note
mr-jurnal · 1 year
Link
Novel: Panduan Lengkap untuk Membaca, Menulis, dan Menikmati Karya Sastra Terbaik, Novel adalah salah satu genre sastra yang paling populer di seluruh dunia. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan novel? Artikel ini akan menjelaskan pengertian, sejarah, dan fungsi dari novel dalam sastra.
0 notes
putputies-blog · 1 year
Text
Tonton "The Last Target Ep. 5 | Danis kok jadi aneh ya?" di YouTube
youtube
0 notes
fiksigpu · 1 year
Text
Seputar Pernikahan
Tumblr media
Pernikahan nggak seindah fairy tale. Komitmennya untuk hidup bersama sampai maut memisahkan. Lagi pula, menikah kan menyatukan hidup jiwa raga dengan orang asing. Bahkan banyak yang bilang sifat asli pasangan biasanya makin tampak setelah menikah. Jadi, kita harus siap dengan segala risikonya. Kalau ternyata suami hobi main game sampai nggak peduli yang lain kayak di novel PENAKA gimana? Kalau ternyata keluarga suami ngotot kita harus punya anak kayak di novel OURS gimana? Kalau ternyata perlakuan suami berbeda 180° setelah menikah kayak di PENGANTIN REMAJA gimana? Tiga novel ini memotret berbagai problema dalam pernikahan. Nyatanya, fiksi pun becermin dari realitas. Kita bisa belajar atau membantu memahami untuk dapat mengulurkan tangan bagi yang membutuhkan.
0 notes
adilemadil · 7 months
Text
Refleksi Asal-asalan Soal Cinta
Sedikit berkaca di masa awal remaja hingga sekarang, mungkin saja aku bisa menyebut diriku pujangga amatiran; yang sesekali saja membaca karya sastra para pujangga senior Indonesia sekaliber Sapardi, WS Rendra, Chairil Anwar, hingga sesepuh para pujangga dunia seperti Nizami Ganjavi, atau novel-novel romansa ringan punya Tere Liye.
Sesekali timbul pertanyaan nyeleneh, yang tak jarang akhirnya ‘menemukan jawabannya sendiri’. Ya, diri bertanya dan menjawab sesukanya, pikiran berkecamuk — pikiran sendiri yang menenangkannya. Sekilas tampak seperti orang gila(?). Namun bukan pujangga namanya jika cinta tak pernah mampir dalam banyolan-banyolan gilanya😅😂. Tapi tak perlu-lah se-merana Majnun untuk mendefinisikan cintanya kepada Layla. Cukup sedikit meramu kecamuk pikiran, bisa-lah kita sebut tadabbur cinta, haha.
Salah satu pertanyaan yang pernah mampir dan ‘terjawab sendiri’ adalah:
“Mengapa tercipta diksi ‘belahan jiwa’?”
Jawabannya:
“Mungkin saja karena jiwa selalu mencari ‘potongan dirinya yang lain’. Maka jika memang tak sejiwa, tak akan pernah bersatu pada akhirnya, karena sejatinya dia bukan-lah ‘potongan jiwa’ nya”.
Seperti dosis obat yang tak sesuai malah justru akan menambah sakit penderitanya. Seumpama donor darah; antara pendonor-penerima harus-lah ada kecocokan, jika tidak maka akan terjadi masalah–komplikasi yang lebih berat jika akhirnya dipaksakan. Maka ke-sejiwa-an itu memang ibarat puzzle, ia harus serasi, mesti-lah cocok, agar terbentuk pola yang sempurna (atau biasa kita sebut saling menyempurnakan).
Maka cobalah untuk tak berhenti mencari potongan jiwa kita, jika memang belum kita temukan. Dan jangan patah, jika akhirnya memang tak searah. Karena jiwa, akan selalu mencari–dicari ‘potongannya’ di bagian bumi manapun ia berada. Pun, pasrahkan pencarian kita pada pemilik jiwa itu sendiri, karena Dia yang akan dengan mudah mempertemukannya. Dengan namaNya, dengan keagungan rahasiaNya, dengan sifat-sifatNya yang Maha Cinta.
Selamat dan semoga selalu berbahagia, para pecinta!
47 notes · View notes
cicheerful · 1 year
Text
Makan yang banyak, jangan terlalu kenyang.
Tumblr media
Hamid tak pernah menyukai pertemuan formal yang sesak seperti ini, dulu jika ada rapat orangtua mama pun jarang datang dan selalu diwakilkan oleh orangtua Ule—tetangga sekaligus teman mamanya. Makanya, hari ini dirinya lah yang sebagai orang dewasa mewakilkan kehadiran orangtua pada rapat pendidikan adik perempuannya.
Hamid selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk Maya, ingin memberikan energi positif akan kehadiran sang kakak di sampingnya. Bahkan Hamid seringkali mengelus bahu atau mengajak ngobrol perempuan yang beranjak remaja itu untuk mendistraksi kesedihan melihat teman-temannya datang bersama orangtua mereka.
Tapi, Maya juga bangga ketika banyak pasang mata melihat ke arah kakaknya, binar-binar kagum dan senang akan paras Hamid yang begitu enak dipandang. Beberapa murid pun guru di sana sudah mengenal lelaki dengan jas hitam itu adalah alumni sekolah mereka.
Hamid hanya menangkap poin-poin penting tentang pendidikan dan acara-acara tertentu yang akan diadakan di sekolah adiknya.
Setelah selesai dengan tubuh yang gerah karena hari mulai beranjak siang ditambah perutnya yang belum terisi apa-apa, Hamid segera keluar dari sana setelah berpamitan dan Maya mengikutinya untuk mengantarkan sang kakak menuju parkiran.
“Aa kayak cowok fiksi yang Maya baca di novel,” kata gadis itu terkikik ketika Hamid mencari kunci motor di sakunya sementara jas yang sudah ia lepas tersampir pada tangan kirinya.
Maya melanjutkan ucapannya, “Aa cepet gedenya. Beda banget kalo lagi pake seragam sekolah sama jas begini.”
Lantas Hamid terkekeh menanggapi ucapan Maya. “Masa sih? Makin keliatan kah gantengnya?”
Gadis itu mengangguk semangat, setuju dengan tuturan kata sang kakak.
Dengan tengil Hamid menambahkan, “Bukannya Aa dari dulu gantengnya nggak pernah luntur ya?”
Tentu saja, hal itu malah membuat Maya mencebik kesal, lagi-lagi ya kakaknya itu kalau dipuji sekali dia akan percaya diri dua kali lebih banyak. “Ya, ya penting Aa seneng.”
Lelaki itu kembali mengenakan jas pada tubuhnya, membenarkan letak kacamata dan mengambil helm untuk segera ia pakai. “Nanti kalau pulang jangan lupa kasih tau Aa ya?” usulnya menatap Maya yang tak melepaskan pandangannya dari wajah sang kakak. Gadis itu hanya menjawab dengan anggukan kepala sebagai responsnya.
Tarikan tangan kecil di jas miliknya membuat Hamid menolehkan kepala menatap raut wajah sang adik yang sulit untuk ia cerna. Bahkan kepalanya belum siap mencari jawaban ketika tiba-tiba adiknya bertanya, “Aa sekarang bahagia, 'kan?” —atas banyak kenyataan yang menimpanya bertubi-tubi.
Lengkung bibirnya seperti sulit untuk ditarik membentuk senyuman yang akan menghilangkan tanda tanya di kepala mungil gadis di depannya. Hamid jadi banyak berpikirnya untuk pertanyaan sesederhana yang dilontarkan Maya padanya.
Beberapa waktu terlihat singkat, namun bak menunggu bertahun-tahun lamanya untuk Maya tahu jawaban Hamid sebenarnya.
“Emangnya ada alesan Aa sekarang nggak bahagia?” katanya dengan nada sumbang, dan tawa memalukan kalau jelas-jelas terdengar.
Terlihat seperti kepura-puraan yang tak Maya pahami.
Lantas gadis itu berakhir tak peduli, toh, sudah ia dengar sebenar-benarnya jawaban. Apa yang harus ia takutkan? Maya tersenyum lebar pada akhirnya.
Pun Hamid tersenyum sebagai balasan, mengusap kepala sang adik sejenak sebelum mengeluarkan motornya dari tempat parkiran.
“Hati-hati, A!” kata sang adik yang dibalas lambaian tangan oleh kakaknya.
Hamid membawa motor miliknya menjauh dari sekolah itu, menjemput satu-satunya bahagia yang ia miliki saat ini.
Bagi Hamid, kekasihnya adalah satu-satunya bahagia yang ia bawa dari masa-masa berat itu. Hanya tersisa Disa dari segala memori baik yang merenggutnya habis.
Kesepian—lebih seperti kehampaan yang Hamid rasa selepas semuanya tak lagi sama seperti semula. Maka, dengan bertemu Disara—gadis yang menemani masa-masa sulitnya—Hamid merasa sembuh seketika, kehadiran kekasihnya mampu mengusir rasa kesepian pada hari-harinya.
Disa tumbuh dengan cepat, sama seperti dirinya. Parasnya semakin dewasa, semakin cantik dengan rambut panjang—yang tak Hamid kira-kira akan panjang lebih cepat dari dugaannya—pun senyumnya makin mengembang manis. Walau kadang gadis itu masih gengsi untuk meminta atau memanggilnya lebih romantis seperti kebanyakan pasang kekasih, tapi Hamid tak terlalu memusingkan hal itu.
Di ujung jalan ramai tempat orang-orang menepi sejenak untuk duduk di bawah rindangnya pohon, terlihat seorang gadis familier sedang bicara dengan seorang lelaki asing di mata Hamid, namun Disa tampaknya mengenal dengan baik sebab gadis itu tampak nyaman bicara dengannya.
Saat motor Hamid mendekat barulah jelas siapa laki-laki dengan kemeja tartan dan tas tersampir di bahunya, mereka alihkan atensi pada seorang lelaki berjas hitam memanggil kekasihnya.
Disa tersenyum lebar melihat Hamid menepikan motor di dekatnya, mereka bertegur sapa sejenak dan Hamid memberikan helm pada kekasihnya.
“Nunggu lama nggak?” tanya Hamid pada Disa yang sedang memasang helm kaca di kepalanya. Ditanggapi gelengan kepala dari sang kekasih.
Hamid alihkan atensi pada lelaki yang sedari tadi memandang mereka setelah Disa berpamitan pada orang itu.
“Kak, saya duluan, ya!” pamitnya yang dibalas anggukan dari lelaki itu sementara Hamid pun ikut bereaksi sama seperti Disa yang menundukkan kepalanya sopan untuk pamit pulang.
“Siapa tuh?” tanya Hamid ketika motor mereka melaju menjauh dari sana.
“Kakak tingkat aku,” jawaban Disa direspon oh ria oleh kekasihnya. Hamid tak terlalu banyak bertanya atau resah karena perutnya berteriak ingin segera diisi.
Mereka tidak tau mau mengisi perut ke mana, Disa bertanya dengan menepuk pelan punggung Hamid yang sedang fokus menyetir kuda besi miliknya. “Mau makan apa?”
“Bingung, bubur aja kali ya,” jawab Hamid membuat Disa mencebik bibirnya.
“Kok makan siang bubur, tadi perut kamu udah diisi emangnya?”
“Belum."
Mendengar jawaban kekasihnya yang makin membuat Disa kesal, lantas gadis itu refleks menampar punggung Hamid tak keras namun mampu membuat kekasihnya berjengit kaget. “ADUH!” Untung saja motornya tidak hilang keseimbangan.
“Perut kosong sampe siang cuma mau makan bubur doang?!”
“Iya atuh iya, apa ya?” Barangkali perut kosong membikin kepala Hamid ikut kosong juga.
“Itu aja tuh di depan ada kupat tahu.” Disa menunjuk pedagang kaki lima yang tak jauh dari jalur mereka.
“Ah, bosen atuh, Sa!” keluh Hamid.
“Biarin atuh kenyang, aku juga lagi pengen,” katanya.
Fakta menarik di hubungan mereka; yang paling ribet soal makanan sudah pasti Hamid.
“Ya udah, tapi disuapin kamu ya?” ujarnya tengil yang dibalas cubitan ringan di pinggang Hamid oleh kekasihnya.
“Enak nggak?”
Pertanyaan retoris yang dilontarkan Disa di depannya hanya dibalas deheman dan senyum singkat oleh kekasihnya yang sedang sibuk menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Disa tak lanjut bertanya, membiarkan Hamid di depannya itu makan dengan lahap sementara ia memperhatikan lelaki berkemeja hitam yang digulung hingga sikut dengan rapi, jas miliknya sudah ia simpan pada bangku di sampingnya. Beberapa kali Hamid membenarkan letak kacamata pada batang hidungnya.
Surai hitam pemuda itu sudah tak tertata dengan rapi lagi, ditelisik dengan saksama bahwa rambut itu panjangnya sudah sampai belakang telinga.
Disa menyadari banyak hal bahwa kekasihnya sudah tumbuh dewasa, kontras ketika menjadi bocah SMA tengil dan mahasiswa maskulin dengan kemeja hitamnya.
Hamid banyak berubah, dan Disa tak bisa memprediksi perubahan yang Hamid bawa akan menjadi hal yang baik atau tidak.
Ia usap surai hitam yang jatuh di dahi pemuda itu, membenarkannya agar tidak menganggu kekasihnya yang sedang makan siang. Namun, siapa sangka sentuhan tiba-tiba itu membuat Hamid tersedak dan Disa kaget.
“Pelan-pelan ai kamu,” kata Disa memberikan segelas air putih untuknya.
“Atuh kaget dipegang-pegang,” ujar Hamid membuat Disa mendelik.
“Aku benerin rambut kamu ih,” bela gadis itu dan menambahkan ucapannya, “Rambutnya potong, Mid. Udah mau panjang gitu nanti ganggu kamu.”
“Nggak ah, mau dipanjangin biar bisa dikepang,” candanya.
“Kayak yang bisa aja.”
“Lho, kan ada kamu.” Hamid tersenyum hingga matanya menyipit di balik kacamatanya itu.
“Hahahaha iya deh, tapi kalo kamu nggak skip sarapan terus. Nanti sekalian aku sanggulin rambut kamu,” katanya dengan jenaka.
Hamid tertawa mendengar, tersenyum lagi, lalu makan lagi. Sementara gadis itu diam-diam terkekeh sembari memperhatikan kekasihnya.
“Habisin, makan yang banyak,” kata Disa dengan nada yang tenang.
Makan yang banyak, Mid. Tapi, jangan sampai kenyang, soalnya aku mau temenin kamu duduk di angkringan kaki lima setiap hari. Atau aku bakal belajar masak apa-apa yang bikin perut kamu senang, sebab aku tau betul rumah milik kamu itu punya tempat paling dingin—barangkali bakal jadi tempat yang nggak pernah lagi disentuh pemiliknya—meja makan keluarga di sudut rumah sederhana.
78 notes · View notes
natasiwi · 4 months
Text
Kemarin di FYP TikTok ku lewat video mbak-mbak sedang menikmati hari-harinya baca bacaan yang nggak bosen untuk dibaca berulang: teenlit. Seketika wisata masa lalu. Esti Kinasih, Luna Torashyngu, Ilana Tan, Ken Terate adalah beberapa penulis teenlit yang dulu memenuhi rak perpus SMP. Teenlit di perpus selalu laku terutama buat para rematri ya termasuk aku. Selain perpus SMP ada tempat penyewaan buku, komik, dvd yang dikenal dengan nama "Ninin" selalu sedia judul-judul novel, teenlit, fiksi yang nggak ada di perpus. Kalau bisa rental ngapain harus beli yakan? :p
Dari sekian teenlit yang pernah ku baca, ada satu judul yang sampai sekarang kalau diingat-ingat isi ceritanya tetap membuat efek perut dipenuhi kupu-kupu. Judulnya "A Little White Lie" karya Titish AK. Teenlit ini pernah diangkat juga ke layar kaca, cuma ya tetap seru teenlitnya. Imajinasi di kepala tentang Ocha dan Adit lebih seru daripada di layar kaca rupanya.
Dulu, baca 1 judul teenlit sehari selesai. Mungkin karena bahasa yang dipakai sederhana, minim diksi, dan terasa lebih seru karena relate dengan kehidupan remaja. Tapi, se-seru apapun baca teenlit ternyata ada juga yang mencemooh. Dibilang nggak keren karena yang dibaca bukan novel-noval sastra.
Sebagai anak yang menginjak usia kurang lebih 16 saat itu agak njumbul dengan pendapat beliau dan jadi nggak respect *peace*. Padahal mah, semua itu soal selera ya nggak sih? Ada yang lebih doyan baca manga daripada baca novel, ada yang lebih senang tenggelam di novel sastra daripada teenlit, ada yang lebih merasa senang baca teenlit, ada juga yang nggak suka baca buku yang terlalu banyak pakai diksi, ada yang nggak suka dengan buku penulis xyz, ada yang lebih milih baca buku pelajaran daripada novel, dll. Persoalan selesai. Toh teenlit atau novel fiksi yang dianggap remeh itu juga nggak seremeh itu lho. Apa dianggap kurang ngasih "cerita yang berbobot"? Padhal ada bukunya Orizuka yang The Truth About Forever yang ngasih insight tersendiri buat pembacanya.
Huft.
(Gambar hanya pemanis ya maniesz :3)
Tumblr media
8 notes · View notes
l-edelweis · 16 days
Text
Switching
Loading otak tuh masyaallah ya. Ibaratnya habis baca novel, lalu mau ngerjain PR matematika tuh buat aku butuh jeda dulu dan waktu buat otak aku bisa switching dari satu universe ke universe yang lain.
Malem ini aku baru namatin series Cinta Cenat Cenut (drama apa iniiiii?) setelah sejak kapan hari di TL instagram tanpa babibu menampilkan sosok Natasha Rizki, terus aku jadi keinget kalau dia kan dulu salah satu pemain di CCC alias Cinta Cenat Cenut alias sinetron favorit aku karena disitu SM*SH ikut main HAHHAHAHA.
(yaa fyi, aku adalah (mantan) smashblast)
Gara-gara Natasha Rizki lewat di TL aku jadi pengen nonton CCC lagi. Berdalih buat warming up otak juga dengan hal-hal bucin dan romance, sebab aku sedang ada kewajiban menyelesaikan tulisan bertema romance. Malam ini aku menyelesaikan nonton ya walaupun skip-skip di beberapa menit dan adegan.
Setelah nonton niatnya mau melanjutkan menulis tapi ternyata tipe romance-nya terlalu menye-menye (yaiyalaaaahhhhh) dan otakku justru butuh warming up lagi. Aku tahu-nggak tahu sih, dari awal, kalau tipe romance di CCC ini emang menye-menye banget, karena ini kan latarnya tahun 2010 dimana anak-anak remaja dengan kealay-an yang khas itu, dan tipe meng-idolakan idol tuh ya tentu beda dengan zaman sekarang, ditambah lagi tokohnya adalah anak-anak SMA. Ibarat kata orang-orang, kalau cinta masa SMA adalah cinta monyet dan aku sekarang yang melihat dari sudut pandang manusia hampir seperempat abad, emang cinta anak SMA tuh apa bangeettt>_<
Makanya aku menulis ini sebagai usaha warming up. Dan sebagai proses switching supaya aku ada energi lagi buat nulis (bismillahh). Anyway, jadi kepikiran barangkali nanti aku akan membagikan cerita proses menulisku di sini. Sepertinya seru:)
Baca tulisan lengkap projectku di sini, ya:)
2 notes · View notes
sanadilia · 1 year
Text
Kenalan, yuk!
Tumblr media
Kenalan dulu yuk! Sama aku, pemilik blog ini. Namaku Sana, bisa juga dipanggil Lia. Remaja 14 tahun yang biasa-biasa aja, dan suka dengan hal-hal berbau seni. Aku juga penggemar berat karya dari Tere Liye. Juga 'lumayan' aktif di sekolah. Pokoknya, banyak deh!
Sedari kecil, aku sudah suka seni, apapun itu. Waktu kecil sih...sukanya menggambar hewan dan manusia. Aku suka banyak hal yang mengandung seni, lukisan, sastra, musik, dan banyak lagi. Aku sangat suka dengan musik, apalagi yang bergenre rock, hehe. Aku juga suka membaca novel-novel fiksi, dan komik. Dulu sih, aku lumayan sering melukis pemandangan. Cuma, sekarang gak terlalu bersemangat aja.
Aku juga mengikuti beberapa kegiatan di sekolah, club, dan lomba-lomba dalam sekolah. Mungkin aku termasuk siswa yang nilainya biasa-biasa aja, tapi aku lumayan aktif loh saat kbm! Misalnya, suka menjawab pertanyaan dari guru, rajin kumpulin tugas.
Enaknya bahas apa lagi ya? Pelajaran kesukaan? Aku sih, hampir suka semua, cuma, ada satu mapel yang aku kurang suka. IPS, iya! IPS! Aku kurang suka, karena materinya terlalu banyak dan harus selalu ngerangkum. Duh, kan pegel! Kalo yang paling aku suka itu, Bahasa Inggris sama IPA. Tapi aku kurang suka bab fisika sih, soalnya hitung-hitungan terus....
Oh iya, aku juga seneng bersosialisasi sama orang-orang! Walau ya, mukaku gak mendukung, kata temen-temen sih mukaku galak....Mungkin aku bisa dibilang banyak temen, hmm...berapa ya kalo dihitung? Banyak deh! Tapi, dari sekian banyak temenku, ada beberapa temenku yang selalu jadi pendukungku, kalo bahasa gaulnya sih support system. Lumayan banyak sih, gak bisa disebutin satu-satu.
Selain itu, aku juga suka pemandangan. Kadang aku foto, kadang aku nikmati aja. Aku sih paling suka liat langit, apalagi saat matahari terbenam. Lihat matahari terbenam tuh, enaknya di pantai atau di atas bukit!
Tumblr media Tumblr media
Cantik 'kan, langitnya? Itu hasil jepretanku, hehe.
Udah cukup 'kan kenalannya? Seenggaknya, kamu tau hal-hal kesukaanku, hehe. Biar waktu ngobrol, kita bisa nyambung! Segini dulu kenalannya, dadah!
27 notes · View notes
morbidmeatbun · 10 months
Text
Don't you hate it when a moment of 'existential crisis' come up the first thing in the morning???
Yeah, me too.
Jujur, di masa sunyi ini aku pingin rileks sebelum kuliah, tapi otakku pinter banget nyari masalah yang gak perlu aku pikirkan.
Kenapa, sih, prestige harus ada?
Entahlah, aku merasa resah ketika orang-orang di sekitarku masuk ke universitas yang terbilang 'famous/bagus/favorit'. Bukannya aku iri, lebih ke "apa tidak apa aku di sini saja?".
Untuk konteks, aku bakal tetap tinggal di hometown-ku dan masuk perguruan tinggi swasta yang ada di sini. Pribadi, aku tak masalah dengan itu, tetapi aku merasa orang-orang di sekitarku seperti mengharap lebih.
Sungguh, capek betul. Hari-hari yang seharusnya aku pakai buat healing dari trauma sekolah 12 tahun itu malah digunakan untuk overthinking.
Dan aku tak punya siapa-siapa yang bisa kujadikan sandaran. Aku tak tahu harus menjelaskan perasaanku ini seperti apa.
Oke, pertama: keluarga tidak termasuk (aku seperti tak boleh melewati suatu batas saat membahas inner-conflict-ku dengan mereka), saudara juga tidak (bro, kita hanya berbicara setahun sekali, itu pun pada saat lebaran), teman-temanku juga tentu tidak (aku punya beberapa teman dekat, tapi kurasa mereka sudah cukup mengurus masalah sendiri saja).
Aku punya satu teman online yang setia sejak setahun lalu, namun lebih baik kami berdua tetap menjadi 'gaming buddies'. Tak perlu urusan IRL ikut nimbrung.
Kalau dipikir-pikir, aku cuma punya buku jurnal, setumpuk novel, dan tokoh fiksi yang dijadikan kopingku selama ini.
Astaga, apa aku ini hikikomori in training?
Tumblr media Tumblr media
Pusingnya menjadi bocah yang punya kelainan sosial /j.
Sejujurnya, aku senang berkoneksi dengan orang lain. Akan tetapi, bodohnya, aku kurang ahli dalam jaga-menjaga hubungan antarmanusia. So, yeah, kau tahu seperti apa akhirnya :D
Rasanya gagal menjadi manusia (yes, that is a reference).
Aku takut suatu hari nanti aku akan sendirian hingga saatnya aku kembali ke tanah.
Terkadang aku juga memikirkan ini:
Apakah aku sudah cukup?
Apakah aku sudah berjuang keras?
Apakah aku sudah menjadi anak yang berbakti?
Apakah aku bahagia?
Itu baru sekian beberapa pertanyaan yag sering kurenungkan tengah malam, sisanya masih banyak mengendap di pikiranku.
Aku tak mau mengeluh tentang hidupku, tetapi aku tak bisa tak membayangkan seperti apa jadinya jika seandainya aku dilahirkan di keluarga yang suportif dan punya sedikit bibit-bibit masalah.
Ini terdengar berlebihan, namun aku ingin sekali saja mendengar seseorang berkata padaku, “Kamu nggak apa-apa. Kamu udah berjuang, dan aku senang kamu masih ada di sini. Kalau kamu nggak jadi apa-apa, itu juga tak apa. Karena kamu lebih dari sekadar itu; kamu adalah manusia, dan manusia hidup bukan hanya mencari uang. Kalau kau ragu apakah kau masih disayang; iya, kau masih disayang. Sekarang dan selamanya.”
Namun, sepertinya aku juga harus cut myself some slack. Sebab setiap orang mempunyai circumstances berbeda dan aku tak lain juga sama.
Selama masa remajaku, aku mengalami turbulensi kesehatan mental yang luar biasa dan terpaan masalah keluarga. Jadi, sewajarnya fokusku kubagi sebagian besar untuk memikirkan 'bagaimana aku tetap bertahan hidup dari semua ini selagi pikiranku menghasutku untuk mati?'.
Waktu itu, aku tak punya kesempatan untuk menikmati hidup sebagai remaja normal. Dan merencanakan masa depan adalah hal terakhir dalam daftarku.
Oke, kalau dilihat begitu, kelihatan suram juga, ya. Sekarang setidaknya tak begitu menonjol lagi perasaan-perasaan tersebut.
Untuk sekarang, aku mencoba meredam stresku dengan membaca stok novel yang telah kusimpan sejak entah berapa lama.
14 notes · View notes
lilanathania · 4 months
Text
Sihir Buku
Ada banyak berkat yang saya rasakan dalam hidup. Salah satu yang paling saya syukuri adalah orang tua yang memperkenalkan dunia imajinasi dan sihir buku sedari dini.
Tumblr media
Salah satu kenangan masa kecil yang paling membekas adalah bagaimana setiap bulan kami pergi ke Gramedia. Di toko buku itu, papa dan mama akan membiarkan saya memilih satu buku favorit untuk dibeli. Bayangkan seorang bocah cilik yang asik menjelajahi rak-rak tinggi dengan jajaran buku dongeng. Bagi saya, 'menara' buku berwarna-warni itu sama menariknya dengan es krim dan permen. Kami selalu menghabiskan waktu berjam-jam di sana, menikmati kebersamaan walau terpisah di lorong kesukaan masing-masing. Saya selalu ndlosor di lantai bagian buku-buku anak, membaca sebanyak mungkin sebelum memilih satu yang layak dibawa pulang. Kala itu, membeli buku sebulan sekali adalah sebuah kemewahan yang sangat dinanti-nanti.
Sedikit dewasa, buku-buku yang saya baca semakin tebal. Dari puluhan halaman bergambar menjadi ratusan lembar penuh tulisan. Dari dongeng di negeri fauna menuju kisah perjalanan penyihir, penunggang naga, dan kisah romantis remaja. Harga buku kesukaan pun semakin tak murah. Berkali-kali saya takut membawa buku yang mahal ke hadapan orang tua saya. Namun, respon mereka selalu sama, "Buat buku, tidak apa-apa!" Pola pikir ini kemudian saya terima sebagai warisan yang sakral. Untuk ilmu pengetahuan, imajinasi, dan wawasan, tidak ada kata mahal.
Suatu ketika di bangku SMA, saya pergi ke mall dengan beberapa teman perempuan. Mereka asik membeli jepit rambut, bando, dan aksesori wanita. Saya hanya melihat-lihat sambil berpikir, sayang ya beli begini kalau jarang dipakai. Tak sabar menunggu mereka, saya bergeser ke toko buku yang berada tak jauh dari situ. Setelah memilih beberapa novel, saya membayar dan kebetulan teman-teman yang sudah selesai dari toko aksesori bergabung di kasir. Salah satu mendekat dan berkata dengan kaget, "Ya ampun! Lila, kamu belanja buku banyak banget! Mahal ya sampai ratusan ribu!"
Memori itu terpatri jelas sekali di benak saya. Betul juga ya? Mau beli jepit kurang dari 20 ribu saja saya sayang. Namun kemudian saya pergi ke toko buku dan menghabiskan uang hampir 10x lipat untuk tiga buah buku :)) Di kala itu saya sadar betul bahwa papa mama telah sukses meracuni anaknya dengan dunia literasi.
Layaknya sebuah kisah cinta, perjalanan saya dengan buku tak selalu berjalan mulus. Usai lulus kuliah, saya merasa sangat jauh dari buku. Saya masih suka menulis dan membaca artikel-artikel pendek, tetapi sangat jarang membaca novel dan karya sastra panjang. Berbagai alasan saya bisikkan ke diri sendiri, kamu sudah bekerja, sekarang kamu perlu membaca report - bukan novel, kamu sibuk aktivitas lain sehingga tak ada waktu. Dari beberapa novel sebulan menjadi satu novel per bulan, lalu beberapa novel per tahun.
Entah mulai kapan, membaca menjadi sesuatu yang hanya bisa dilakukan di waktu-waktu spesial. Saya tak lagi mencari waktu untuk membaca, tapi membaca ketika ada waktu. Hal ini terjadi selama bertahun-tahun, dan saya selalu kesulitan untuk kembali menumbuhkan rasa cinta tersebut.
Belakangan, saya mencoba menjauhkan diri dari media sosial. Platform ini memunculkan banyak dampak negatif dan menyerap terlalu banyak energi serta emosi (saya membuat tulisan tentang media sosial di sini jika Anda tertarik membaca). Perlahan-lahan, saya memaksa diri membaca buku.
Rasanya ternyata sangat emosional. Saya menemui buku pertama yang membuat saya menangis dalam lima tahun terakhir. Buku pertama yang membuat mata saya pedas karena begadang - terlalu penasaran dengan akhir cerita. Buku pertama yang membuat saya tak sabar membaca seri kedua dan ketiganya. Buku-buku lanjutan dari kisah-kisah masa kecil yang dulu begitu saya cintai. Saya merasa seperti orang yang menemukan kembali cinta pertamanya. Sesuatu yang terasa begitu melegakan, menenangkan, dan menggembirakan. Nyaman.
Saya kemudian juga memahami bahwa rating buku sangatlah penting. Hal ini sangat terasa ketika membaca ulang buku-buku dengan target pembaca dewasa yang dulu saya lahap ketika masih SD atau SMP. Ternyata, buku-buku itu memberikan warna dan makna yang begitu berbeda. Apa yang dulu membingungkan atau terasa begitu abstrak, sekarang dapat saya maknai dengan jelas. Kutipan yang berkata 'You never read the same book twice' memang benar adanya. Membaca karya apik memang terkadang butuh lebih dari sekali agar tak ada inti sari yang terlewat.
Seorang dosen dan sahabat saya pernah berkata, "Membaca itu bukan hobby tapi habbit". Ada masanya membaca memang perlu dibiasakan sebelum lama-lama menjadi suatu hal yang akan kita rindukan ketika tidak dilakukan. Saya begitu bersyukur bahwa orangtua saya memperkenalkan pada dunia sejuta warna ini. Tanpa mereka, tak mungkin saya menjadi seorang pembaca seperti hari ini. Di dunia yang serba cepat dan instan, membaca adalah salah satu jalan keluar untuk kembali mendapatkan kenikmatan yang meresap secara perlahan. Suaka nyaman untuk melangkah di trotoar kata-kata menuju dunia imajinasi.
4 notes · View notes
meawindia · 4 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Namaku Alam (Leila S. Chudori)
✨️ : 4.7/5 (pg. 424)
Pembuka yang epik. Sedih sekaligus menyesakkan. Ketika Segara Alam yang masih berusia 3 tahun harus berkenalan dan merasakan suasana kelam saat ia sedang bermain kelereng. Ah, Nak. Begitu kuat kau dulu. Ini masih awal, ya, masih awal.
Buku ini sederhana sebenarnya tapi berat banget bobotnya. Sesederhana kisah percintaan siswa SMA dan gejolak cinta remaja, serta guyonan anak-anak SMA. Namun, di balik itu semua menyimpan kelam dan duka dalam diri tokoh utama, Alam. Terutama di tahun-tahun 1965-an. Kemampuannya yang dianggap menarik oleh tokoh lain justru tidak jarang membuatnya merasa tertekan. Photographic memory. Itulah sebutan kemampuannya.
Tekanan-tekanan batin "menyandang" stigma anak eks.tapol menjadi hal yang mungkin kita saja tidak kuat merasakan. Apalagi Alam. Kesedihan dan masa kelam yang ada diingatannya begitu menjalar keluar ke pembaca. Asli. Ikut nyesek. Namun, dengan kemampuannya itu, dia juga ingin "mengisi" kekosongan-kekosongan sejarah yang belum diketahui oleh masyarakat di tengah sejarah versi pemerintah merebak. Usahanya itu diwujudkan dengan kelompok Para Pencatat Sejarah di SMA Putra Nusa.
Selain sejarah yang kuat, ada hal menarik lain yang mampu membuatku kepincut sama novel ini. SMA Putra Nusa. Ya, sebuah sekolah yang sangat-sangat menarik. Kalau semisal sekarang pun ada sekolah seperti itu, ingin sekolah SMA lagi, hh. Di novel tersebut, SMA Putra Nusa, memberlakukan kurikulum yang begitu menarik dibanding dengan sekolah lain, mulai dari lingkungannya, suasananya, dan lain hal. Dan, yang paling saya suka adalah tidak membanding-bandingkan mana orang kaya, anak eks.tapol, atau siapapun. Semenyenangkan itu gambaran suasananya. Meski ada yang songong tapi dia gak kosong, akademik top, non akademik juga main. Keren si menurutku!
Ah, banyak hal lain yang menarik dari bagian pertama ini. Gak sabar nunggu bagian keduaaaa!!!! 🥹🔥
3 notes · View notes
lebensmoode · 2 years
Text
"Cinta butuh uang. Kami bukan remaja lagi. Hubungan orang dewasa terikat dengan status (yang sama) juga uang. Jika hanya berdasarkan cinta tanpa persyaratan lain, itu bukan cinta. Mereka menyebutnya masa muda.
Apa orang yang berusia 28 tahun masih bisa membicarakan masa muda?"
- Salah satu kutipan novel yang hamba lagi edit. Penulisnya punya dendam apa sampe nyenggol aing begini tepatnya 🙃
44 notes · View notes
hellopersimmonpie · 2 years
Text
Tahun depan, jumlah mahasiswa yang ngambil Tugas Akhir makin banyak. Kemungkinan mereka juga bakal siap mengerjakan projek akhir secara berkelompok.
Nah, game itu kan butuh storytelling yang kuat. Semester ini, gue mau bikin pondasi tentang gimana caranya berkolaborasi dalam menulis cerita.
Oleh karena itu, gue akhirnya collab sama mahasiswa gue untuk nulis cerita. Ada dua jenis cerita yang mau kami tulis. Yang pertama tuh genre teenlit. Yang kedua tuh genre sageuk alias bahas kisah zaman kerajaan. Gue in charge di teenlit. Sementara temen-temen gue in charge di sageuk.
Kayaknya, novel pertama yang bakal gue terbitin tuh bukan Serial Warna. Tapi teenlit remaja hasil kolaborasi gue sama mahasiswa gue nanti. Gue yang nulis novelnya, mahasiswa gue yang bikin visual novel.
Kita lihat aja hasilnya nanti yah. Semoga bagus 😄
26 notes · View notes
vanesciasavella92027 · 9 months
Text
Prolog
Halo semuanya!! Perkenalkan saya Vanescia Savella, susah ya namanya? Hehe panggil aja Cia, Vella atau panggilan apapun yang menurut kalian best lah...
Nah ini adalah kali pertama Vella menggunakan aplikasi Tumblr, hehe disebabkan oleh guru Vella beri tugas untuk mempost tentang hobi Vella di sini. Jadi kepada kawan-kawan sekalian mohon bantuannya ya!
Sebelumnya, Vella mau nanya kalian masih ingat sama pandemi Covid-19 lalu kan? Saat itu diadakan libur sekolah panjang oleh sekolah Vella lo..nah dimasa liburan yang membosankan itu, Vella hanya nganggur sampai akhirnya Vella menemukan suatu aplikasi yang membuat Vella menemukan hobinya. Nama aplikasinya Wattpad, teman-teman tau kan? Vella mulai membaca waktu itu dari web aja sampai terus menerus suka sama novel writer disana dan Vella memutuskan mengunduh aplikasinya. Mulai saat itulah, saat Vella luang Vella terus membaca sampai ketagihan...By the way, genre cerita favorit Vella itu action, mystery, isekai, comedy, romance, fantasi, sejarah, fan-fiction, dan science fiction. Tapi ga cuma novel yang Vella suka baca, Vella juga suka baca buku manga, komik, manhua, dan ensiklopedia. Oh ya!! Disini adakah teman Vella yang punya akun Wattpad? Share sama Vella dongg saran cerita-cerita terbaik di perpustakaan kalian!!
Tumblr media
Nah itu hobi Vella yang pertama, hobi Vella yang selanjutnya pula ada mendengarkan musik. Jenis musik apa yang Vella sukai? Soalan yang bagus...Vella suka/tertarik dengan jenis musik pop terutama J-Pop dan C-Pop.
Selanjutnya hobi Vella yakni jalan-jalan atau istilahnya travelling lah ya. Siapa disini yang ga suka travelling? Pasti ga ada ya, semua pasti suka kalau kita jalan-jalan ke tempat yang indah apalagi bareng keluarga tercinta. Nah sama dengan Vella, Vella bahkan udah punya banyak list tempat yang mau Vella kunjungi seperti Jepang, Tiongkok, Malaysia, Yunani, dan untuk Indonesia sendiri Vella ingin sekali lagi mengunjungi Yogyakarta, lalu Malang, Mandalika dan masih banyak lagi. Hanya saja Vella belum mempunyai tabungan untuk berpergian jauh huhuhu. Doakan Vella bisa pergi kesana suatu saat nanti tau!!
Tumblr media
Lanjut, hobi Vella yang lainnya yakni, menonton...nonton anime, drama China, animasi Malaysia, juga donghua. Kekanakan? Ngakk kok..trus kenapa masih nonton animasi kek gituan? Apalagi animasi Malaysia yang khusus dibuat untuk anak-anak. Memang dibuat untuk anak-anak tapi siapa bilang remaja, dewasa hingga kakek nenek ga boleh nonton? Apalagi cerita animasi seperti Boboiboy Galaxy, Ejen Ali dan Mechamato...fuiyooh sangat seru sekali kawan!! Nah untuk anime Vella suka sekali dengan anime karya Masashi Kishimoto apa itu? Apalagi cerita kepahlawanan Naruto dan kawan-kawannya, bahkan saking serunya sampai dibuat animasi lanjutan untuk cerita generasi mereka yang selanjutnya. Sekarang Vella lagi nunggu nih buat season 2 dari anime Boruto ini. Vella sangat suka dengan karakter Sakura Haruno, Sarada Uchiha, Hinata Hyuuga, juga Sumire Kakei dalam anime ini, karena apa? Tentu saja, karena keberanian dan aksi keren mereka yang tidak kalah dengan tokoh utama laki-laki dalam anime shonen tersebut. Tapi sayangnya banyak Vella temui antar fans anime ini malah saling berdebat mana yang lebih baik padahal semua karakter disini ok aja kok menurut Vella.
Lanjuttt. Tunggu ada lagi? Iya banyak kayak buat kue, menulis, mengetik dan berkhayal cerita (meski ceritanya ga pernah diposting), menggambar mewarnai, dll. Tapi Vella hanya akan menceritakan yang paling Vella suka aja soalnya kalau Vella ceritain semua ntar kepanjangan😅 jadi, mungkin akan Vella ceritakan hobi lain Vella dipostingan yang lain tapi ga janji ya!!
Tumblr media
Sekian saja perkenalan Vella terkhusus mengenai hobi Vella. Terima kasih telah membaca..Salken ya.
2 notes · View notes
Text
Mencintai Buku, Sejak Kapan?
Tumblr media
Biasanya, pertanyaan yang sering didapatkan oleh pecinta buku adalah "Buku apa yang pertama kali membuatmu jatuh cinta pada dunia perbukuan?"
Sejujurnya, jika pertanyaan itu ditujukan padaku, aku dengan sangat yakin menjawab, "Aku tidak tahu." Aku bahkan tidak ingat buku pertama yang bisa aku baca itu buku apa. Aku juga tidak ingat bagaimana awal mula aku bisa jatuh di dunia perbukuan yang bagiku tidak ada jalan keluarnya ini.
Bagiku, sejak aku bisa mengingat, hal yang aku tahu hanya aku suka buku, aku suka menghabiskan waktu bermainku di dalam rumah sambil membaca atau dibacakan buku oleh ibuku. Berbicara tentang ibu, tentunya dia sosok yang sangat berperan besar dalam hobiku ini. Dengan kondisi geografis tempat itnggal kami yang kurang mendukung, ibuku benar-benar berhasil membuatku mencintai buku.
Aku tinggal dan tumbuh di desa daerah pesisir Jawa Timur paling utara. Benar-benar daerah paling ujung. Hence, the name of the village itself. Alhasil, akses buku waktu itu sangat terbatas. Ada pun, hanya buku pelajaran. Atau kalau sedikit beruntung, akan ada bazar buku di sekolah dengan deretan buku mulai dari Sari Kata, Pepak, atau buku tentang siksa neraka.
Aku ingat kalau ayah dan ibu ke kota sebab ada urusan satu dan lain hal, mereka pasti menyempatkan mengajakku mampir ke toko buku. Salemba, nama toko bukunya. Gerai toko buku yang ada di salah satu mal di kota. Jangan harap ada Periplus atau Gramedia, Togamas yang cabangnya di mana-mana saja tidak ada.
Selain kondisi geografis domisili yang tidak mendukung, keadaan ekonomi keluarga kami pun pas-pasan. Alhasil, jatah jajan bukuku juga amat terbatas. Dalam sekali beli, aku hanya boleh membawa pulang maksimal 2 buku. Itu juga ayah dan ibu belum tentu sebulan sekali pergi ke kawasan kota. Dari dulu sampai sekarang pun, rupanya buku masih menjadi sebuah barang yang dimiliki oleh orang-orang yang punya privilese.
Alasan lain aku bisa menyukai buku sebegininya adalah sifat ayahku yang cenderung protektif saat aku masih kecil. I rarely went outside playing with my friends. Jadi, kompensasi darinya adalah mengenalkan hobi baru yang bisa aku nikmati di dalam rumah.
Selain buku yang dibelikan ayah dan ibu itu, aku juga mengoleksi buku cerita seukuran buku saku yang aku dapat dari susu kemasan yang rajin aku minum. Forget Majalah Bobo, forget KKPK, I didn't have any idea about those things.
Saat beranjak remaja, aku mulai bisa memahami bacaan dari majalah islami yang ayah koleksi. Meskipun yang kucari hanya bagian cerpen di dalamnya, aku selalu rajin membaca satu persatu majalah berjudul Mimbar itu.
Di masa remajaku ini, aku juga mulai rajin membaca kisah-kisah inspiratif sufi. Lalu meluas ke genre nonfiksi terkait biografi, sejarah, dan keislaman. Aku masih ingat, saat aku duduk di bangku MTs itu, ada satu buku yang membekas sampai sekarang. Buku itu satu dari sekian buku yang dibawa oleh salah satu siswa ayah yang sudah bekerja di luar kota. Judulnya Gus Dur: Perjalanan Hidup Sang Guru Bangsa.
Saat itu, tidak hanya buku ayahku yang bertambah, koleksi buku dari om dan mas sepupuku pun bertambah. Mereka sering pulang membawa buku kisah sufi dan novel islami. Aku ingat karena saking aku kehabisan bahan bacaan, aku nekad membaca Ketika Cinta Bertasbih milik omku. Setelah kubawa ke mana-mana, khatam juga 2 buku itu meskipun dalam waktu yang tidak singkat.
Bertambah usia, akses buku mulai lebih mudah saat aku di bangku SMA. Aku bisa meminjam buku dari para teman di ma'hadku. Bahkan aku juga pernah pergi ke Salemba dengan beberapa temanku, lalu sengaja membeli buku yang berbeda agar kami bisa saling meminjam.
Masa kuliah, tentunya akses buku semakin lebar dan mudah. Hidup di perkotaan sangat mendukung hobiku ini. Genre bacaanku pun mulai meluas. Yang mulanya hanya kenal Teen-lit dan romansa, aku pun mulai merambah ke fiksi sejarah, puisi, dan roman (yang satu ini akibat tuntutan mata kuliah).
Hobiku ini mulai terfasilitasi lebih baik lagi saat aku sudah bekerja. Meskipun budget buku masih tetap harus dibatasi, setidaknya sekarang aku bisa mengakses buku lewat beberapa platform digital berkat sekitar tiga tahun lalu aku mulai mengenal dunia booktwt. Aku juga mulai aktif mengikuti komunitas perbukuan baik secara daring maupun luring.
Sampai aku menulis unggahan ini, rasanya aku masih tidak bisa menaksir sejak kapan aku mencintai buku. Aku sudah lama berteman dengannya, dan kekhawatiranku setiap harinya adalah "Apakah pertemanan kami ada tanggal kedaluwarsanya?"
6 notes · View notes