Tumgik
#kacamata hitam
klinkionnano · 2 years
Text
TERLARIS, Call 0812-8020-6147, Kaca Mata K-Ion Nano Original Winata70
Tumblr media
KLIK https://wa.me/6281280206147, K Ion Nano Anti Radiasi, K Ion Nano Untuk Anak, Kacamata K Ion Nano Anti Radiasi, Kacamatan Ion Nano Bogor, Kacamata K Ion Nano Untuk Cewek
Distributor Resmi K Link Seluruh Indonesia
Kota Wisata Cluster Pesona San Francisco, Blok 02 No.71
Ciangsana, Kec. Gunung putri, Bogor, Jawa Barat 16968
Negosiasi Langsung
0877-7774-7635
Kunjungi :
Kacamata K Link Ion Nano (Dewasa / Anak-anak) (winata70.com)
#kionnanogratisongkir, #kionnanoharga, #kionnanohebat, #kionnanokidsoriginal, #kkionnano, #produkkklink, #klink, #kacamataterbaik, #jualkacamata, #hargakacamataionnano
0 notes
servicekacamata · 9 months
Text
Service kacamata merk rapha
service kacamata merk rapha reparasi kacamata merk Rapha rapha #raphasecond #kacamatarapha #raphasunglasses #servicekacamata #servicekacamatajakarta #servicekacamatabandung #servicekacamatasurabaya #servicekacamatamedan #servicekacamataterdekat
View On WordPress
0 notes
penaimaji · 10 months
Text
Berhentilah Berburuksangka
Orang lain memposting kesehariannya, kamu tidak suka dan merasa terganggu. Orang lain memposting prestasi atau pencapaianya, kamu menganggapnya sombong. Orang lain memposting tumbuhkembang anaknya, kamu tersinggung karena punya treatment yang berbeda. Orang lain memposting liburan, kamu menganggapnya pamer. Orang lain menuliskan pendapatnya, kamu marah karena tidak sependapat. Orang lain memposting ceramah, kamu merasa tersindir
Aduh. Nggak capek apa punya pikiran negatif terus? Itu kan orang lain cuma sharing aja. Kenapa merasa sakit hati?
Sadarlah.. bahwa apa yang kita lihat, apa yang kita baca, respon kita tergantung bagaimana perasaan kita saat itu juga. Coba renungi, dan bertanya pada diri sendiri, kenapa bisa seperti itu? Apa yang membuatmu selalu sakit hati? Kamu merasa semua orang menyakitkan bagimu, padahal itu hanya perasaanmu sendiri
Bukankah memang tidak apa-apa kalau memang kamu tidak baik-baik saja? Tidak perlu denial; jangan mencari kambing hitam untuk menutupi apa yang sakit dalam dirimu. Cari penyebabnya, lakukan sesuatu yang bisa menghindarkanmu dari hal tersebut; lakukan sesuatu yang positif untuk mengalahkan prasangka negatifmu
Kalau media sosial sudah membuatmu banyak terkena penyakit hati, coba istirahatlah sebentar. Jangan kepo dengan aktivitas orang lain kalau masih terus melihat dari kacamata negatif
Berbaiksangkalah.. sungguh itu akan menyelamatkan hatimu sendiri
Jakarta, 14 Agustus 2023 | Pena Imaji
184 notes · View notes
cicheerful · 1 year
Text
Makan yang banyak, jangan terlalu kenyang.
Tumblr media
Hamid tak pernah menyukai pertemuan formal yang sesak seperti ini, dulu jika ada rapat orangtua mama pun jarang datang dan selalu diwakilkan oleh orangtua Ule—tetangga sekaligus teman mamanya. Makanya, hari ini dirinya lah yang sebagai orang dewasa mewakilkan kehadiran orangtua pada rapat pendidikan adik perempuannya.
Hamid selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk Maya, ingin memberikan energi positif akan kehadiran sang kakak di sampingnya. Bahkan Hamid seringkali mengelus bahu atau mengajak ngobrol perempuan yang beranjak remaja itu untuk mendistraksi kesedihan melihat teman-temannya datang bersama orangtua mereka.
Tapi, Maya juga bangga ketika banyak pasang mata melihat ke arah kakaknya, binar-binar kagum dan senang akan paras Hamid yang begitu enak dipandang. Beberapa murid pun guru di sana sudah mengenal lelaki dengan jas hitam itu adalah alumni sekolah mereka.
Hamid hanya menangkap poin-poin penting tentang pendidikan dan acara-acara tertentu yang akan diadakan di sekolah adiknya.
Setelah selesai dengan tubuh yang gerah karena hari mulai beranjak siang ditambah perutnya yang belum terisi apa-apa, Hamid segera keluar dari sana setelah berpamitan dan Maya mengikutinya untuk mengantarkan sang kakak menuju parkiran.
“Aa kayak cowok fiksi yang Maya baca di novel,” kata gadis itu terkikik ketika Hamid mencari kunci motor di sakunya sementara jas yang sudah ia lepas tersampir pada tangan kirinya.
Maya melanjutkan ucapannya, “Aa cepet gedenya. Beda banget kalo lagi pake seragam sekolah sama jas begini.”
Lantas Hamid terkekeh menanggapi ucapan Maya. “Masa sih? Makin keliatan kah gantengnya?”
Gadis itu mengangguk semangat, setuju dengan tuturan kata sang kakak.
Dengan tengil Hamid menambahkan, “Bukannya Aa dari dulu gantengnya nggak pernah luntur ya?”
Tentu saja, hal itu malah membuat Maya mencebik kesal, lagi-lagi ya kakaknya itu kalau dipuji sekali dia akan percaya diri dua kali lebih banyak. “Ya, ya penting Aa seneng.”
Lelaki itu kembali mengenakan jas pada tubuhnya, membenarkan letak kacamata dan mengambil helm untuk segera ia pakai. “Nanti kalau pulang jangan lupa kasih tau Aa ya?” usulnya menatap Maya yang tak melepaskan pandangannya dari wajah sang kakak. Gadis itu hanya menjawab dengan anggukan kepala sebagai responsnya.
Tarikan tangan kecil di jas miliknya membuat Hamid menolehkan kepala menatap raut wajah sang adik yang sulit untuk ia cerna. Bahkan kepalanya belum siap mencari jawaban ketika tiba-tiba adiknya bertanya, “Aa sekarang bahagia, 'kan?” —atas banyak kenyataan yang menimpanya bertubi-tubi.
Lengkung bibirnya seperti sulit untuk ditarik membentuk senyuman yang akan menghilangkan tanda tanya di kepala mungil gadis di depannya. Hamid jadi banyak berpikirnya untuk pertanyaan sesederhana yang dilontarkan Maya padanya.
Beberapa waktu terlihat singkat, namun bak menunggu bertahun-tahun lamanya untuk Maya tahu jawaban Hamid sebenarnya.
“Emangnya ada alesan Aa sekarang nggak bahagia?” katanya dengan nada sumbang, dan tawa memalukan kalau jelas-jelas terdengar.
Terlihat seperti kepura-puraan yang tak Maya pahami.
Lantas gadis itu berakhir tak peduli, toh, sudah ia dengar sebenar-benarnya jawaban. Apa yang harus ia takutkan? Maya tersenyum lebar pada akhirnya.
Pun Hamid tersenyum sebagai balasan, mengusap kepala sang adik sejenak sebelum mengeluarkan motornya dari tempat parkiran.
“Hati-hati, A!” kata sang adik yang dibalas lambaian tangan oleh kakaknya.
Hamid membawa motor miliknya menjauh dari sekolah itu, menjemput satu-satunya bahagia yang ia miliki saat ini.
Bagi Hamid, kekasihnya adalah satu-satunya bahagia yang ia bawa dari masa-masa berat itu. Hanya tersisa Disa dari segala memori baik yang merenggutnya habis.
Kesepian—lebih seperti kehampaan yang Hamid rasa selepas semuanya tak lagi sama seperti semula. Maka, dengan bertemu Disara—gadis yang menemani masa-masa sulitnya—Hamid merasa sembuh seketika, kehadiran kekasihnya mampu mengusir rasa kesepian pada hari-harinya.
Disa tumbuh dengan cepat, sama seperti dirinya. Parasnya semakin dewasa, semakin cantik dengan rambut panjang—yang tak Hamid kira-kira akan panjang lebih cepat dari dugaannya—pun senyumnya makin mengembang manis. Walau kadang gadis itu masih gengsi untuk meminta atau memanggilnya lebih romantis seperti kebanyakan pasang kekasih, tapi Hamid tak terlalu memusingkan hal itu.
Di ujung jalan ramai tempat orang-orang menepi sejenak untuk duduk di bawah rindangnya pohon, terlihat seorang gadis familier sedang bicara dengan seorang lelaki asing di mata Hamid, namun Disa tampaknya mengenal dengan baik sebab gadis itu tampak nyaman bicara dengannya.
Saat motor Hamid mendekat barulah jelas siapa laki-laki dengan kemeja tartan dan tas tersampir di bahunya, mereka alihkan atensi pada seorang lelaki berjas hitam memanggil kekasihnya.
Disa tersenyum lebar melihat Hamid menepikan motor di dekatnya, mereka bertegur sapa sejenak dan Hamid memberikan helm pada kekasihnya.
“Nunggu lama nggak?” tanya Hamid pada Disa yang sedang memasang helm kaca di kepalanya. Ditanggapi gelengan kepala dari sang kekasih.
Hamid alihkan atensi pada lelaki yang sedari tadi memandang mereka setelah Disa berpamitan pada orang itu.
“Kak, saya duluan, ya!” pamitnya yang dibalas anggukan dari lelaki itu sementara Hamid pun ikut bereaksi sama seperti Disa yang menundukkan kepalanya sopan untuk pamit pulang.
“Siapa tuh?” tanya Hamid ketika motor mereka melaju menjauh dari sana.
“Kakak tingkat aku,” jawaban Disa direspon oh ria oleh kekasihnya. Hamid tak terlalu banyak bertanya atau resah karena perutnya berteriak ingin segera diisi.
Mereka tidak tau mau mengisi perut ke mana, Disa bertanya dengan menepuk pelan punggung Hamid yang sedang fokus menyetir kuda besi miliknya. “Mau makan apa?”
“Bingung, bubur aja kali ya,” jawab Hamid membuat Disa mencebik bibirnya.
“Kok makan siang bubur, tadi perut kamu udah diisi emangnya?”
“Belum."
Mendengar jawaban kekasihnya yang makin membuat Disa kesal, lantas gadis itu refleks menampar punggung Hamid tak keras namun mampu membuat kekasihnya berjengit kaget. “ADUH!” Untung saja motornya tidak hilang keseimbangan.
“Perut kosong sampe siang cuma mau makan bubur doang?!”
“Iya atuh iya, apa ya?” Barangkali perut kosong membikin kepala Hamid ikut kosong juga.
“Itu aja tuh di depan ada kupat tahu.” Disa menunjuk pedagang kaki lima yang tak jauh dari jalur mereka.
“Ah, bosen atuh, Sa!” keluh Hamid.
“Biarin atuh kenyang, aku juga lagi pengen,” katanya.
Fakta menarik di hubungan mereka; yang paling ribet soal makanan sudah pasti Hamid.
“Ya udah, tapi disuapin kamu ya?” ujarnya tengil yang dibalas cubitan ringan di pinggang Hamid oleh kekasihnya.
“Enak nggak?”
Pertanyaan retoris yang dilontarkan Disa di depannya hanya dibalas deheman dan senyum singkat oleh kekasihnya yang sedang sibuk menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Disa tak lanjut bertanya, membiarkan Hamid di depannya itu makan dengan lahap sementara ia memperhatikan lelaki berkemeja hitam yang digulung hingga sikut dengan rapi, jas miliknya sudah ia simpan pada bangku di sampingnya. Beberapa kali Hamid membenarkan letak kacamata pada batang hidungnya.
Surai hitam pemuda itu sudah tak tertata dengan rapi lagi, ditelisik dengan saksama bahwa rambut itu panjangnya sudah sampai belakang telinga.
Disa menyadari banyak hal bahwa kekasihnya sudah tumbuh dewasa, kontras ketika menjadi bocah SMA tengil dan mahasiswa maskulin dengan kemeja hitamnya.
Hamid banyak berubah, dan Disa tak bisa memprediksi perubahan yang Hamid bawa akan menjadi hal yang baik atau tidak.
Ia usap surai hitam yang jatuh di dahi pemuda itu, membenarkannya agar tidak menganggu kekasihnya yang sedang makan siang. Namun, siapa sangka sentuhan tiba-tiba itu membuat Hamid tersedak dan Disa kaget.
“Pelan-pelan ai kamu,” kata Disa memberikan segelas air putih untuknya.
“Atuh kaget dipegang-pegang,” ujar Hamid membuat Disa mendelik.
“Aku benerin rambut kamu ih,” bela gadis itu dan menambahkan ucapannya, “Rambutnya potong, Mid. Udah mau panjang gitu nanti ganggu kamu.”
“Nggak ah, mau dipanjangin biar bisa dikepang,” candanya.
“Kayak yang bisa aja.”
“Lho, kan ada kamu.” Hamid tersenyum hingga matanya menyipit di balik kacamatanya itu.
“Hahahaha iya deh, tapi kalo kamu nggak skip sarapan terus. Nanti sekalian aku sanggulin rambut kamu,” katanya dengan jenaka.
Hamid tertawa mendengar, tersenyum lagi, lalu makan lagi. Sementara gadis itu diam-diam terkekeh sembari memperhatikan kekasihnya.
“Habisin, makan yang banyak,” kata Disa dengan nada yang tenang.
Makan yang banyak, Mid. Tapi, jangan sampai kenyang, soalnya aku mau temenin kamu duduk di angkringan kaki lima setiap hari. Atau aku bakal belajar masak apa-apa yang bikin perut kamu senang, sebab aku tau betul rumah milik kamu itu punya tempat paling dingin—barangkali bakal jadi tempat yang nggak pernah lagi disentuh pemiliknya—meja makan keluarga di sudut rumah sederhana.
82 notes · View notes
maseive · 4 months
Text
Tumblr media
"kiss your friend for fun and find out"
I did. I did kiss my friend and I found out how it felt.
Suatu sore tanpa rencana yang matang seseorang mendatangiku atas keinginannya untuk mencari tahu bagaimana rasanya night drive. Aku menyetujuinya, dia menjemputku di dekat rumah sebab mobilnya terkepung jalanan ramai namun sempit. Andai aku tahu seberapa pengecut ia hingga tidak menghampiriku tepat di depan pagar yang siap menyambutnya.
Aku mempengaruhi adikku agar dia mau mengantarku ke lokasi di mana temanku memarkirkan mobilnya, dengan iming-iming bahwa itu dekat hingga adikku sampai hati mengantarku. Hari itu kali pertama Ibu mempersilakanku pergi tanpa banyak tanya sebab aku mengenakan baju santai yang berarti aku tidak akan pergi jauh. Ibu tertipu.
Membuka pintu mobil bewarna putih yang aku kenali, beberapa kali aku duduk di kursi penumpang prioritas. Di sebelahnya. Tidak ada bau mobil yang terkadang membuatku mual, hanya sekelebat harum dari parfumnya. Harum, tidak cukup membuatku untuk jatuh hati.
Perlu digarisbawahi; aku pernah jatuh hati namun ditolak dengan segelintir alasan untuk kebaikannya, kebaikan kami berdua, katanya.
Tentu aku menyetujuinya untuk menjadi teman saja. Kami akrab, tidak pernah ada perseteruan yang sampai menarik urat. Kami sudah sama-sama melalui banyak hal dari masa lalu, jadi masa kini bukan hal yang terlalu penting untuk meributkan perihal memberi dan menerima kasih.
"Hai! maaf lama ya kamu nunggunya?" Sapaan pertamaku saat membuka percapakan sembari memasang sabuk pengaman. Seingatku air wajahnya bahagia menerima kehadiranku di sebelahnya.
Kami bertukar kabar setelah hampir satu bulan tidak bertemu, bulan bulan sebelumnya kami beberapa kali pergi bersama sampai dipisahkan oleh jarak seratus kilo meter.
Aku menunjukkan rambut baruku yang ku cat hitam beberapa hari sebelumnya, terakhir kali dia melihatku, rambutku masih berwarna oranye. Pada hari itu juga kali pertama dia melihatku mengenakan kacamata.
"Bangs? kamu cocok deh dengan rambut yang sekarang!" Dia mulai memperhatikan kanan kiri sebelum mobilnya masuk ke jalan raya, waspada apa ada kendaraan lain di belakang kami.
Sepanjang perjalanan kami berbicara dengan aku yang berceloteh menyebut tempat yang menarik ketika kami melewati jalan-jalan yang sudah aku hafal di luar kepala, dari lampu merah mana saja yang memaksa kami menunggu lama sampai orang berseragam transformer yang kami sapa. Tujuannya aku yang tentukan, seperti yang aku bilang dia tidak memiliki rencana tapi aku selalu punya ratusan bahkan ribuan rencanan di kepalaku yang belum terwujud satu-persatu.
Pasar Santa.
Aku mengenali tempat tersebut karena beberapa kali semesta menunjukkan video yang lucu tentang tempat itu. Jadi, aku ajak dia untuk berbagi kelucuan dan keseruan.
Ketika sampai di Pasar Santa, temanku itu menolak ajuan bayar parkirku, uangnya lebih banyak. mungkin. Di dalam Pasar Santa kami disambut beberapa lorong yang sepi ada juga yang masih buka, tujuan utama kami salah satunya. Tempatnya tidak begitu ramai namun cukup membuat temanku menghela nafas sebab tidak ada pendingin ruangan yang memadai seperti di rumahnya.
Aku merasa tidak enak hati dan kerap menanyakan keadaannya serta menawarkan untuk pindah tempat supaya tidak hanya aku yang menikmati hari itu. Matahari telah tenggelam dan digantikan bulan yang tidak timbul, hujan melanda. Beruntung kami naik mobil.
Pindah ke tempat yang lebih cocok untuk temanku, namun tidak cocok untukku. Subway terlalu dingin, kami memesan chicken wrap dengan rasa yang berbeda dan aku memesan mushroom soup sebagai ekstra untuk menghangatkan tubuhku yang hampir dimakan oleh dinginnya ruangan.
Lupa aku sebut, aku hanya mengenakan kaos abu-abu tipis dengan jaket yang tidak berhasil menghangatkanku. Kami makan dengan tenang sesekali bertukar rasa, kue yang juga dia beli rasanya enak. tidak terlalu manis, cocok dengan seleraku. mushroom soup yang aku beli juga menurutnya cukup enak walau tidak memberi banyak rasa kaya. Matanya teduh sekali, jantungku hampir loncat setiap kali pandangan kami bertemu. Pun saat memilih menu aku memberanikan diri bersandar pada bahunya, dia lebih tinggi tiga centi meter.
Setelah usai dengan makanan, kami bergegas keluar berharap bisa menghabiskan waktu lebih lama. Aku bilang aku masih ingin mempertahankan nikmat waktu bersamanya dan dia setuju. Sepanjang perjalanan ke arah yang bukan Ibu kota, dia memilih lewat jalan tol guna menghindari kemacetan. Jalan tol begitu sepi sehingga aku pikir ini tanda bahwa kami dipersilakan bercengkrama dengan khidmat.
Kami memainkan permainan saling melempar pertanyaan dan jawaban, dari makanan kesukaan sampai bagaimana kami melihat dunia dan isinya. Tanpa aku duga dia menginisiasi pertanyaan baru.
"Apa harapan kamu sebelum tahun baru, apa yang mau kamu lakukan?"
Tentu sebagai seseorang yang gemar berkelana aku menjawab ingin pergi ke Bali, aku lupa bahwa tahun baru tinggal hitungan jari. Ia menyadarkanku bahwa harapan itu terlihat mustahil untuk dilakukan. Aku tanyakan hal serupa padanya, jawaban dia benar-benar membuatku termenung.
"I want to kiss someone other than my ex, it has been a long time. I crave to be kissed by someone else."
Aku sadar persis yang dia maksud adalah aku. Bukan manusia jika aku tidak bisa mengendus maksud di balik kalimatnya itu. Kepalang kaget, aku mengalihkan pertanyaan takut suasana kami menjadi canggung.
Menyusuri jalanan yang terbalut sedikit angin canggung kami tetap bercengkrama tanpa henti, mengitari malam yang mulai dingin. Aku mendekapnya lebih lama di dilam celotehan-celotahanku.
Tiba di penghujung waktu bersama, dia menawarkan tangan kirinya untuk ku genggam dengan senang hati aku menerima. Belum pernah ada yang menawarkan tangannya padaku, dia kali pertama setelah sekian banyaknya aku yang memulai duluan. Putaran lagu sedih yang dinyanyikan oleh Nicole Zefanya merengkuh kami berdua, andai aku lebih dulu tahu makna lagu On The Drive Home. Harapan yang takkan pernah terealisasikan. Hubungan kami sebatas teman.
Tangan yang mulai berkeringat ini enggan melepaskan, aku menolak keras kebaikannya untuk menurunkanku di depan rumah. Sudah terlalu larut sehingga batas keamanan dia mulai kuperhatikan. Dia menurunkanku di Cafe dekat rumah.
Sebelum kami berpisah aku menawarkannya mimpi akhir tahun, sebuah ciuman di bibir. Bodoh memang, bukan pahlawan bukan siapapun namun berani hati bertanya, "Can I kiss you?"
Dia terkejut aku mengetahui mimpinya adalah bibir ranum yang aku rasa rasa manis adanya. Aku telah mempersiapkan diri sejak pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Kepalanya mengangguk tanda setuju. Dalam hitungan kurang dari satu detik aku merengkuh pipinya dan mendekatkan wajah. Aku menciumnya, menyapa lidahnya yang hangat dengan dia yang juga melakukan hal yang sama. Menyudahi mimpi sesaat itu jantung kami berdua memukul-mukul dada. Aku menjauhkan diri dan menutup wajah yang disemprot warna merah malu.
Tidak sampai merutuki diri, kami benar-benar terkejut. Setelah mengambil beberapa nafas dan menenggak minuman yang aku sempat beli, aku berusaha terlihat baik-baik saja sampai satu kekehan dilayangkan, "Kamu keliatan baik-baik aja."
Tidak. Sama sekali tidak. Aku menyanggah itu dan membalasnya dengan "No, i am freaking out, too!" kami berdua membiarkan kecanggungan terbang ke angkasa, aku pamit keluar dan mengecup bibirnya sekali lagi beserta meninggalkan ucapan terima kasih atas hari ini.
Mobilnya mulai hilang dari pandanganku, yang tersisa hanya aku dan jantungku yang berdegup kencang. Gila.
Aku segera pulang ke rumah dengan memesan ojek online, sesampainya di rumah aku masih dimakan dengan suasana di dalam mobil itu, suara decakan bibir kami tertanam di tulangku.
Kami melanjutkan percakapan yang terputus karena malam memisahkan, jantungku kembali berdetak setelah sekian lama beristirahat di dalam kubangan yang aku jaga. Kami bahagia selama dua hari. Dia terbang ke negara Transkontinental bersama perasaan bahagiaku. Meski kembali setelah sepuluh hari. Bahagiaku benar-benar hilang. Dia tidak pernah siap dengan harapanku yang mencuat.
Mimpi yang aku beri menjadi kenangan, kami kembali berteman.
2 notes · View notes
faizaalbi · 1 year
Text
Sunset Bersama Rosie
Tumblr media
Penulis: Tere Liye
Tahun terbit: 2011
Halaman: 429 halm
Premis: Tegar—Laki-laki yang dulu sangat mencintai sahabatnya Rosie dan telah kehilangan kesempatan untuk menyatakannya—sangat ingin tinggal di Jimbaran, Bali untuk mendampingi anak-anak Rosie, yaitu Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili, yang kehilangan sosok ayah dan berpisah dengan ibunya yang depresi, tetapi Tegar memiliki janji kehidupan bersama Sekar di Jakarta.
Tema: Keluarga, Kesempatan, Berdamai
Plot: Tragedi (Rosie dan keempat kuntum bunganya yang tiba-tiba kehilangan Nathan sebagai suami dan ayah karena kejadian meledaknya bom di Jimbaran, Bali)(Tegar yang kehilangan kesempatan mengungkapkan cintanya kepada Rosie)
POV:  Sudut pandang orang pertama, Aku (Tegar)
Alur: Campuran (Mayoritas alur maju, tapi ada alur mundur, yaitu ketika Tegar mengingat kejadian 15 tahun lalu (menyaksikan Nathan menyatakan perasaannya kepada Rosie dan kehilangan kesempatan untuk menyatakan perasaannya kepada Rosie) dan ketika Tegar tidak sengaja mengungkapkan perasaannya 15 tahun yang lalu untuk menenangkan Rosie yang kalap karena depresi berat).
Ritme: Lambat. Suasana, perasaan, raut muka, gestur tubuh digambarkan secara detail dengan bahasa yang indah.
Latar: Gili Trawangan, Pantai Jimbaran Bali, Gunung Rinjani, Bali, Jakarta
Tokoh
Tegar: 35 tahun. Bertanggung jawab. Baik dan sabar. Bisa diandalkan. Atletis, bisa mengendarai mobil, motor, dan kapal cepat dengan ngebut. Terlalu mencintai Rosie. Cintanya melebihi cinta Rosie ke Nathan ditambah cinta Nathan ke Rosie. Terlalu mencintai anak-anak. Om, uncle, dan paman yang paling hebat, keren, dan super bagi anak-anak Rosie.
Rosie: 35 tahun. Sahabat terdekat Tegar, suami Nathan, ibu dari Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili. Sangat menyukai sunset. Terlambat menyadari perasaannya kepada Tegar. Mengalami depresi berat setelah ditinggal mati Nathan, suaminya.
Sekar: Gadis cantik. Lebih cantik daripada Rosie. Mudah menangis. Sangat mencintai Tegar. Cintanya melebihi cinta Tegar ke anak-anak, ditambah dengan cinta anak-anak kepada Tegar, ditambah cinta Tegar kepada Rosie, juga ditambah cinta Oma kepada anak-anak.
Nathan: 35 tahun. Suami Rosie.13 tahun menjalani pernikahan dengan Rosie dengan intensitas kebahagiaan tinggi. Lebih agresif daripada Tegar. Dua bulan mengenal Rosie, langsung menyatakan perasaannya. Meninggal dunia akibat kejadian bom di Jimbaran
Anggrek: Sulung Rosie dan Nathan. 12 tahun. Wajahnya mewarisi gurat muka Rosie. Keibuan dan bisa diandalkan. Rambutnya lurus tergerai. Senang membaca buku. Pandai menulis cerita, pandai menjelaskan banyak hal dan selalu bertanya hal aneh dan ganjil. Memanggil Tegar dengan sebutan Om
Sakura: Anak kedua Rosie dan Nathan. 9 tahun. Lancar empat bahasa asing. Menyukai segala hal yang berbau komik. Rambutnya suka dikepang.Aktif, memiliki otak kanan yang sama hebatnya dengan otak kiri. Pandai bermain musik, biola. Jahil dan super-ngeles. Memanggil Tegar dengan sebutan Uncle.
Jasmine: Anak ketiga Rosie dan Nathan. 5 tahun. Pendiam, pemerhati yang baik, penurut, dan tidak banyak membantah. Rambutnya ikal. Kalimat-kalimatnya selalu menyentuh. Bisa memerjemahkan perasaan orang lain dengan baik. Suka merajut dan merawat Lili.  Memanggil Tegar dengan sebutan Paman.
Lili: Bungsu Rosie dan Nathan. 1 tahun. Selalu digendong Jasmine. Setelah berusia 3 tahun, hanya dengan Jasmine, ia berbicara. Rambutnya panjang hitam. Kelak memanggil Tegar dengan sebutan Papa.
Oma: Nenek kandung Rosie dan nenek bagi Tegar. Mengetahui perasaan Tegar kepada Rosie dan Rosie kepada Tegar.
Ayasa: Dokter psikiater perempuan yang merawat Rosie ketika depresi berat. Masih muda, Seumuran Tegar, Cantik. Tidak pakai kacamata.
Clarice: Peneliti dari Sydney yang memperkenalkan dr. Ayasa untuk perawatan depresi Rosie. Punya helikopter. Menyayangi Tegar dan keluarga Rosie dan Nathan.
Michell: Turis yang langganan menginap di Resort Rosie. Dokter Anestesi.
Linda: Mantan sekretaris Tegar saat Tegar bekerja di Jakarta. Sahabat Sekar.
Bagi kamu yang udah baca novelnya,
pilih tim Tegar-Rosie atau Tegar-Sekar?
Pic: google
13 notes · View notes
ksatriaberkuda · 2 years
Text
Menjadi pelangi untuk orang yang buta warna.
Orang yang membencimu tidak akan menyukai apa yang kamu lakukan walaupun itu kebaikan.
Penglihatan mereka gelap karena mereka sengaja menggunakan kacamata hitam, menafikan segala kebaikan yang ada pada dirimu.
Kesalahan bukan ada pada dirimu, namun perhatianmu yang tidak tertuju kepada orang yang mengapresiasimu dan selalu mendukungmu, padahal jumlahnya satu banding seribu.
Kita tidak dapat mengendalikan faktor eksternal yang berlaku tidak adil kepada kita. Namun hal yang bisa kita kontrol adalah sikap dan reaksi kita terhadap suatu kejadian.
Palingkan pandanganmu terhadap hal yang tidak menyukaimu dan hal yang kamu tidak sukai. Fokus pada hal yang dapat kamu kendalikan dan memberikanmu kebahagiaan.
Karena hidup adalah pilihan, teruslah lakukan kebaikan.
78 notes · View notes
kisatamao · 9 months
Text
Example of One of My Ongoing Books
     "Betul disuruh Atok tunggu disini kan Kak Hari?"
     Tiga orang pemuda yg memiliki penampilan yang sama terlihat sedang berjalan bersampingan sambil menyeret koper dan tas mereka masing-masing. Salah satu dari para pemuda yang memakai kacamata silver sedang memegang sebuah smarphone berwarna hitam, di layar tertulis deretan riwayat chat yang belum lama ini. Itu pembicaraan antara dua orang. Yang hanya diakhiri dengan 'atok ada dimana?'
     "Betul kok, tunggu aja sebentar, Atok mungkin lagi cari parkiran Bang Rion." jawab pemuda lain yang memiliki mata berwarna orange.
     "Yah tapi ini tas berat Arlon!" Keluh pemuda terakhir yang memiliki headphone bergelantungan di lehernya hampir merengek.
     "Gimana ya reaksi yang lain nanti waktu kita sampai rumah?"
     "Pasti kaget lah! Si TTM pasti langsung minta oleh-oleh mereka habis minta peluk!"
     "Hn..."
     "Hmm kita sekalian belanja buat masak makan sia-"
     "DOOR!!"
     "EH MATA BANG HARI ADA EMPAT!" "OPOCOT BALONKU MELETOP!" "SHOOT TART AKU JATOH LANTAI!" latah para pemuda itu, berteriak dan mengundang perhatian banyak orang. Membuat mereka malu seketika.
     "Atok!! Malulah.." Kata pemuda berkacamata yang sudah memerah dan tau siapa yang mengagetkan mereka, "Atok nih."
     Kakek-kakek yang mengejutkan mereka hanya cengengesan. Menertawakan cucu-cucu tertuanya ini, "hais, iye lah Atok minta maaf hehehehe..."
     Tiba-tiba pemuda bermata biru es langsung memeluk sang Atok "Atoook! Rion rindu Atok!"
     Setelah Atok Aba dilepaskan oleh si pemuda bermata biru es itu dia menatap cucunya yang lain "Lamaaa sekali Atok tak jumpa kalian, apa kabar sekarang nih Halyan, Orion, Arlon?"
     Para pemuda itu, Halyan pemuda yang memakai kacamata dan memiliki mata berwarna emerald, Orion pemuda yang memiliki mata berwarna biru es, dan Arlon pemuda yang memiliki mata berwarna orange, salim tangan dengan Atok mereka, "Alhamdulillah baik tok! Tok Abah tau tak? Bang Hari dah dapat banyak duit tuh~" kata Arlon dengan senang, sudah lama dirinya dan kembarannya tak berbicara tatap muka dengan Atok dan adik-adiknya, biasanya hanya lewat telepon atau email saja. Tapi kini, mereka bisa berbicara langsung dengan Atok nya, membuat mereka senyum-senyum sendiri. Bahkan sampe ada penumpang lain yang sempat ngeri melihat mereka yang senyum senyum sendiri tanpa ada sebab.
     "Huh kayak kamunya nggak ada duit sendiri, setiap mau jajan pasti minta duit! Apa kabar Tok? Atok sehat? Atok nggak kerja berlebihan kan?" Halyan, saudara mereka yang tertua giliran salim dengan Atok. Dan seperti biasa mengkhawatirkan Atok tercintah setiap mereka bertemu mau saat face to face kayak gini maupun saat online.
     "Atok baik... Adik-adik mu yang lain yang biasanya jaga toko, Atok cuma tinggal buka dan jaga toko sampai mereka pulang sekolah."
     Giliran saudara mereka yang terakhir untuk salim dengan Atok, bukannya salim malah langsung peluk, "Hehehe... Maaf lah kita tak sering pulang, itu kerjaan masing-masing lagi banyak-banyaknya empat tahun terakhir ini... Ditambah lagi kerjaan sekolah!"
     "Hm, iyelah tuh, dah macam ayah kalian, tak pulang bertahun-tahun!" Tok Abah bilang sambil cemberut.
     "Hehehe, maklum lah gennya keturunan ayah~" jawab Halyan dan Arlon sambil cengengesan.
     "Kata ayah Tomato kita juga harus berdikari!"
     "Kau nih alesan aja." Tok Abah menatap datar si kembar yang dijawab dengan kekehan mereka.
     "Sudahlah, jom kita pulang!"
     "Yeeay tak sabar mau kejutkan para bocah dirumah!"
     "Uh... tapi kita naik apa Tok?"
     "Ish, naik mobil kesayangan Atok lah! Apa lagi?"
     Halyan tertawa melihat tingkah Atok mereka, sudah lumayan lama dia tak melihat ini. Kurang lebih sekitar 4 tahun yang lalu.
     Mereka pun langsung mengejar Atok mereka sebelum tertinggal.
     Si kembar para pemuda yang memiliki rambut berwarna hitam dengan sebagian rambut berwarna putih di sisi kiri depan mereka. Mereka bertiga biasanya bisa dibedakan dengan warna mata mereka, Halyan, si sulung memiliki mata yang berwarna hijau dia juga biasanya memakai kacamata berwarna silver jadi dia adalah saudara yang paling mudah untuk dibedakan dari saudara saudaranya yang lain, Orion, anak ke dua dari sepuluh bersaudara, memiliki mata biru es, kenapa disebut biru es? karna warna mata Orion sangatlah terang sampai bisa keliru dengan warna abu-abu, yang terakhir Arlon, anak ke tiga dari sepuluh bersaudara ini memiliki mata berwarna coklat sebenarnya, namun entah kenapa semakin hari warna matanya semakin memudar sampai warna orange sekarang menjadi warna permanen matanya. Mereka walaupun kembar punya keunikan masing-masing yang membuat mereka berbeda dari saudara mereka yang lain.
・>─▽─<・
     "Hali! Ice coklat satu!" Kata seorang pelanggan yang baru datang.
     "Iya!"
     Remaja yang sedari tadi sibuk mencatat pesanan pelanggan mulai kesusahan. Pasalnya pelanggan terus berdatangan tanpa henti.
     Remaja itu adalah Halilintar, dia seseorang yang, menurut kata Taufan, tsundere. Dia memiliki mata merah ruby dan rambut coklat dengan beberapa helai rambut putih yang tidak terlihat kerena sudah ditutupi dengan topi kesayangan nya.
     "Gempa, tolong buatkan Hot coco special untuk meja No 10." Ucap Halilintar yang sendang menyiapkan Ice chocolate kepada adik nya, Gempa.
     "Iya kak Hali!" Jawab Gempa sambil beralih membuat pesanan pelanggan lain.
     "Kak Hali Kak Gempa! Ini pesanan lagi!!" Teriak dari remaja lain yang memiliki rambut sama dengan Halilintar dan Gempa. Dia memiliki warna berwarna silver yang ditutupi oleh visor berwarna jingga yang sering membuat orang lain salah mengira warna matanya, dia adalah Solar, si bungsu dari Boboiboy bersaudara.
     "Iya Solar! Sebentar!"
     "Ish, ramai betul!" Gumam Solar.
     Halilintar memutar matanya karena mendengar keluhan dari si bungsu mereka ini. "Namanya juga kerjaan Solar, malah untung rame berarti banyak rezeki, Ice! Bangun!" Kata Gempa, sementara Halilintar sudah menendang bangku yang diduduki oleh Ice. Remaja yang lagi tidur dengan boneka paus nya (itu nyimpennya dimana juga gue sang author g tau).
     Karena terusik Ice akhirnya bangun. Mengucek mata nya seraya berusaha menghapus sisa-sisa kantuk dari matanya. Ice memiliki mata biru es seperti kakak tertua kedua mereka, tapi sifat mereka bagaikan langit dan es.
     "Mm... Ngantuk lah kak..."
     "Ga dapet es seminggu kalau kau nggak kerja!"
     Ancaman Halilintar yang membuat Ice bergidik membuat si kebo akhirnya bangun dari sisa-sisa mimpi siangnya.
     "Iya iya!"
     Ice memasang wajah kusut, kenapa sih ya harus pakai ancaman ga dapet es seminggu? Sungguh kejam sekali kakak satunya ini, dapet darimana coba itu sifat, perasaan walaupun kakak tertua mereka tegas dia nggak sekejam kakaknya yang bermata merah itu.
     "Kak Gem, Atok kemana?" Tanya remaja yang bermata amber yang baru balik dari warung depan membawa beberapa kotak berisi bahan untuk toko.
     "Entah, tadi katanya pergi sebentar, tapi ini sudah cukup lama..." Ucap Gempa.
     "Dah lah tuh! Blaze ini tolong antar ke meja 4." kata sebuah Robot bulat terbang berwarna kuning-hitam dengan lengan yang terbuat dari besi.
     "Oke Ochobot!" Kata pemuda itu yang bernama Blaze. Dia mengambil nampan pesanan dan mengantarnya kemeja 4, Robot itu, Ochobot, hanya bisa menggeleng dengan sifat Blaze yang membuat dia kelihatan seperti nggak gampang lelah.
     Lalu datanglah pemuda bermata biru sapphire. Membawa piring-piring dan gelas kotor. "Nih, piring dan gelas kotor nya," ucap nya kepada Gempa.
     "Kak Taufan, ada yang mesen kuenya kak Taufan tuh!"
     "Oke Mamaque, aku pergi buat dulu ya!" Kata Taufan dengan ceria.
     "GUE BUKAN MAMA LO! Thorn ini piring sama gelasnya tolong dibersihin!"
     "Siap Kak Gem, Thorn selesaiin ini dulu sebentar!"
     Bisa dilihat, pelanggan terus berdatangan. Membuat 7 dari 10 bersaudara itu sedikit kerepotan. Kadang para pelanggan juga bertanya tanya, gimana bisa muka mereka kembar semua. Ibu mereka emang ngidam apa bisa dapet 7 in 1 gitu? Bahkan bukan cuma wajah, nama depannya pun sama 'Boboiboy' itu ayahnya yang kasih nama kurang ide kali ya.
     Tapi tenang saja wahai warga galaxy, ada beberapa cara membedakan mereka kok, pertama lihat lah warna mata mereka itu adalah salah satu cara paling mudah membedakan mereka, kedua gaya topi yang mereka pakai, ketiga lihatlah sifat mereka, dan keempat lihatlah cara berpakaian mereka. Ini adalah tips gampang cara membedakan 7 kembaran ini, tapi kadang kalau virus iseng TTM sudah menulari saudara mereka yang lain mereka bakalan swapped role dengan satu sama lain agar membingungkan makhluk sekitar. Saat itu terjadi mohon diingat bahwa kesabaran adalah suatu kelebihan.
・>─▽─<・
     Mobil terparkir di depan rumah yang lumayan besar itu. Halyan, Orion dan Arlon keluar dari dalam mobil sambil mengambil barang-barang mereka dari bagasi. Mereka mengamati perbedaan rumah yang pernah dia tinggali ini. Rumah yang sudah beberapakali di renovasi dari 4 tahun yang lalu.
     "Waah ini rumahnya kok keliatan baru Tok?!"
     "Lah emang Atok tak boleh renovasi rumah sendiri?"
     "Bukan gitu Tok tapi rumahnya bagus semakin keliatan antik!" Puji Arlon dan diiyakan oleh Halyan.
     "Hehehe kayak pemiliknya dong!" Lanjut Orion.
     "Hmph! Betuah punya cucu!"
     Yang dijawab oleh cengengesan cucu-cucu tertuanya.
     "Hmph dah lah kalian beres beres dulu sana, Atok mau pergi ke toko dulu."
     "Oh iya! Ini siapa yang jaga toko Atok? Kan jam segini masih jam sekolah?" tanya Arlon khawatir.
     "Iya Tok! Atok harusnya nggak usah repot-repot jemput kita kalau begitu." Kata Orion.
     "Hehehe... Kalau itu nggak masalah, hari ini sekolah di sekitar sini sedang di liburkan karena sedang di renovasi, jadi toko ada yang ngurusin." Ketiga pemuda itu bertukar pandangan penuh makna saat mendengar apa yang dikatakan Atok mereka, "Nah ini kunci rumah Atok, Atok pergi dulu ya~"
     Setelah kakek mereka pergi mereka bertiga mulai mengamati rumah kakek mereka itu lagi, mereka melihat beberapa bagian rumah yang terlihat bebeda dari saat terakhir kali mereka tinggal di situ.
     'Oh itu kebunnya lebih luas dari terakhir kali kita menginap di sini.'
     'Hmm itu garasinya dilebarin ya?"
     'Atapnya sebagian kelihatan lebih baru ketimbang bagian lain.'
     Setelah mereka bertiga masuk rumah pun terlihat beberapa perbedaan dibandingkan saat terakhir kali mereka tinggal di rumah itu, seperti bertambahnya bingkai foto, beberapa game yang berserakan di meja depan TV, sofa ruang tamu yg berbeda dari beberapa tahun yang lalu, dan lain-lain. Walaupun begitu ada beberapa hal yang sama sekali tidak berubah, seperti jumlah ruang di lantai satu, warna hijau tembok yang hanya sedikit memudar karena usia, lantai yang terbuat dari kayu yang ditutupi oleh karpet berwarna krem, dan langit-langit yang dilapisi oleh kayu.
     "Bang Rion itu tolong pintu depan di tutup."
     "Oke Aar!"
     "Aku ke atas ya, naruh barang-barang kita!"
     "Ok! Makasih ya Kak!"
     "Sini Kak ku bantuin!"
     Setelah para kakaknya menghilang ke lantai atas Arlon mengalihkan perhatiannya ke dapur, ternyata dapur kakeknya sekarang sudah di perluas supaya sebuah meja makan besar bisa diletakan di tengah ruangan, membuat dapur yang dulu lumayan sempit menjadi luas sekarang. Arlon mengamati dapur kakeknya sekali lagi sebelum menggulung lengan baju dan mulai mencari bahan untuk memasak.
     'Sekalian masak aja ah, mereka semua pulang dari toko nanti pasti belum makan!'
     Sementara itu, Halyan dan Orion mulai mengangkati barang-barang bawaan mereka ke lantai dua, Halyan membawa tas miliknya dan Orion sembari menggeret koper miliknya di saat yang bersamaan, sedangkan Orion yang fisiknya lebih kuat ketimbang dirinya menggeret koper miliknya dan Aaron sembari menggotong tas milik Aaron.
     "Kak kamar kita sama kayak yang dulu kan?" Tanya Orion sembari menggeret kedua koper menyeberangi lorong lantai dua.
     "Kayaknya sih gitu, worst case scenario kamar kita di jadiin gudang karena nggak dipakai dan kita bakal tidur di salah satu kamar adik-adik," jawab Halyan santai, kakaknya yang satu ini memang santai kalau soal beginian, dia selalu oke-oke dengan apa saja asal dia nggak disuruh tidur di luar rumah atau di dalam gudang bawah tangga.
     Di lantai 2 rumah Atok ada beberapa kamar tidur yang digunakan oleh keluarga mereka saat mereka tinggal dengan Atok, kamar dengan pintu berwarna biru abu-abu yang berada persis di samping tangga adalah kamar milik dua adik mereka, satu yang suka bersarang di kasur seharian dan satunya lagi adik mereka yang bungsu. Kamar di seberang mereka adalah kamar milik adik-adik mereka yang notebetenya paling bertanggung jawab diantara mereka bertujuh, pintu kamar mereka berwarna coklat gelap, warna alami dari kayu yang digunakan untuk membuat pintu tersebut. Di sisi lain pintu abu-abu terdapat pintu yang memiliki bercak cat berwarna-warni, kamar tersebut adalah kamar terbesar kedua di rumah ini, kamar itu dihuni oleh 3 makhluk yang sayangnya juga memiliki gelar sebagai adik mereka, mereka bertiga yang katanya profesional dalam nge-prank orang tapi nyatanya masih nggak bisa mengalahkan 3 saudara tertua mereka dalam prank war tahunan keluarga mereka. Dan yang terakhir kamar di balik pintu berwarna hijau-biru yang berada di seberang kamar terakhir, kamar terluas di rumah Atok, dengan kata lain kamar milik trio tertua dari Boboiboy bersaudara. (Ada sih kamar satu lagi di ujung lorong, tapi itu kamar orang tua mereka dan juga kamar Atok mereka di lantai bawah (biar nggak perlu naik turun tangga katanya), jadi masih nggak perlu dibahas)
     Orion yang pertama melihat sebuah sticky note berisi pesan tertempel pada pintu kamar mereka, "Kak Hari ini ada pesan dari Atok!" Katanya sambil melambaikan kertas kecil itu setelah dia menyenderkan koper milik Aaron ke dinding di sampingnya.
     "Coba sini ku lihat."
——————————————————
Halyan, Orion, Arlon, ini kamar kalian sudah Atok bersihkan, di dalam Atok ganti kasur kalian yang dulu dengan satu bunkbed dan satu kasur biasa karena ada rayap yang menggerogoti kasur kalian yang lama, untuk siapa yang ambil kasur yang mana kalian putuskan sendiri ya
-Atok
——————————————————
     "Gitu katanya," kata Halyan sambil tersenyum setelah membaca pesan itu.
     "Kau ambil dulu kasur yang kamu mau Rion, aku dan Arlon akan memilih setelah kamu," lanjut Halyan sambil membuka pintu kamar mereka, saat mereka berdua masuk kamar yang tidak ditempati oleh mereka selama kurang lebih 4 tahun itu, mereka merasa hampir tidak ada yang berubah, kecuali untuk kasur baru yang menggantikan kasur lama mereka dan karpet abu-abu yang melapisi kamar itu. Kamar mereka memiliki tembok polos tanpa hiasan berwarna langit malam dengan jendela mereka yang menghadap halaman belakang rumah Atok pun masih sama. Kamar mereka juga sekarang memiliki rak buku yang berada di antara dipan kasur bunkbed dan jendela mereka, dan juga 3 lemari dan meja belajar yang berada di samping pintu kamar mereka.
     "Ini beneran aku yang milih kasur duluan Kak? Aku mau kasur yang atas kalau begitu!" kata Orion sembari melempar tubuhnya ke kasur bunkbed atas dan menggeliat sampai dia merasa nyaman.
     "Kalau begitu aku tanya Arlon dulu dia mau kasur yang mana sebelum memilih. Eh Orion ayo beres-beres barang-barang kita dulu jangan tidur! Aku tahu kamu lelah tapi kan kamu kan juga belum makan sejak siang tadi!" Omel Halyan saat dia menyadari Orion mulai mengantuk.
     Akhirnya setelah beberapa menit berusaha memisahkan Orion dari kasur barunya, Halyan berhasil membuat Orion yang sudah sedikit mengantuk membereskan barang-barang bawaan miliknya sendiri sebelum menyuruhnya turun ke bawah untuk makan dulu sebelum dia tidur.
・>─▽─<・
     Jam sudah menunjukkan pukul 16.20, dan terlihat kalau kedai Tok Abah sudah tutup lebih cepat dari biasanya.
     "Fiuh, akhirnya selesai juga!" Ucap Blaze sambil mengelap keringat dengan tangan nya.
     "Atok, kenapa kedainya tutup lebih awal?" Tanya Gempa, bingung. Saat Atok nya kembali lebih dari setengah jam sebelum nya, Tok Abah langsung menyuruh mereka bertujuh untuk menutup kedai bahkan membuat beberapa pelanggan agak kecewa, apa lagi yang baru datang. Yah, setidaknya mereka masih bisa memesan makanan untuk dibawa pulang.
     "Oh itu, rahasia~"
     "Ih Atok, main rahasia-rahasia ah!" ಠ_ಠ
     Tok Abah hanya membalas perkataan Thorn dengan kekehan.
     "Sudah, kalian pulang saja kecuali Ochobot tolong Atok ye?"
     "Eh, Atok nak kemana?" Tanya Solar.
     "Atok nak beli barang di warung kejap, sudah, kalian pulang saja dulu," ucap Atok lalu pergi dari sana diikuti dengan Ochobot yang masih bingung. Sama halnya dengan yang lain.
     "Pulang deh yuk." ucap singkat Ice yang mulai berjalan meninggalkan kedai. Yang lainnya pun juga ikut menyusul Ice yang sudah minggat.
     Di setengah jalan Tok Aba tiba-tiba bergumam, "...Kok Atok seperti lupa sesuatu ya?" gumam Tok Abah sambil menggaruk kepala.
     Mendekati rumah mereka Halilintar menyadari bahwa rumah Tok Aba lampunya menyala. Matanya menatap tajam seketika. Sesampainya di depan pintu, saat Gempa ingin memasukan kunci tangannya di tahan oleh Halilintar.
     "Bentar Gem, kalian ada yang nggak mematikan lampu tadi waktu kita berangkat ke toko?" Tanya Halilintar ke adik-adiknya.
     Saat semua saudaranya menjawab tidak, Halilintar menjadi was was terhadap situasi yang dihadapi mereka ini, dia segera meminta Thorn bersiap-siap untuk mengikat siapa pun yang berada di dalam rumah saat dia mendobrak masuk sedangkan saudara-saudaranya yang lain diminta untuk bersiap kalau-kalau orang yang berada di belakang pintu terlepas dari ikatan Thorn.
     Halilintar langsung membanting pintu setelah memastikan semua saudaranya siap, tanpa aba-aba Thorn langsung mengikat tiga siluet manusia yang berada di dalam rumah begitu pintu depan terbuka.
     Akar pun dengan cepat mengikat mereka dan menggantung tiga manusia itu dari langit-langit, ketiga manusia yang tergantung juga tidak bisa berkata-kata sejenak saking kagetnya.
     Tapi beberapa detik kemudian... Suara yang sangat mereka rindukan dan pada saat ini juga mereka takuti berdengung di ruang tamu Atok "Oooh jadi gini ya tingkah kalian saat tinggal bareng Atok! Masuk rumah sambil banting pintu! Kakak-kakak kalian baru pulang bukannya disambut atau disapa, boro-boro di salimi malah digelantungin!"
     Yup fiks itu bukan suara maling yang kepergok maling rumah orang! Batin para BoEl yang mulai berkeringat dingin. Apalagi saat dua suara lain selain suara orang pertama yang mereka rindukan sampai di telinga mereka.
     "Wah! Para bocah bocah pada ga mau kita ber tiga di rumah Kak Hari! Berarti gak ada yg mau oleh-oleh dari Rion ini!"
     "Ya ampun masa baru pulang dari perjalanan jauh, udah dimasakin, malah di iket dan digantung kayak gini!"
     Ya emak tolonglah kami! Batin para BoEl serempak saat mereka mendongak untuk melihat 3 manusia yang mereka gantung "KAKAAAK?!!!" Dan karena saking kagetnya Thorn mengakibatkan fokusnya hilang yang menyebabkan para Kakak jatuh dari langit-langit dengan tidak elitnya :v.
・>─▽─<・
     "Shhh!" Tok Abah perlahan-lahan mengompres kepala Orion dengan es batu sedangkan Arlon memijat kepala Halyan yang telah dimangsa sebagai korban kekerasan kepala Orion dipangkuannya. Arlon melirik kearah Halilintar, Taufan, Gempa, Blaze, Thorn, Ice, dan Solar yang duduk di lantai sambil menunduk kan kepala mereka.
     Tok Abah menghela nafas. Bagaimana bisa dia tidak menghela nafas saat yang pertama kali dia temukan setelah pulang dari warung dengan Ochobot adalah kedua cucu tertuanya memegangi kepala mereka sambil mengerang kesakitan sementara saudara mereka yang lain disekitar mereka panik?
     "Tu lah makanya... Jangan gegabah lain kali, untung ini cuma terpentok sedikit kepala mereka, kalau lain kali sampai ada yang luka parah gimana? Nyembuhinya pasti susah..." Omel Arlon yang relatifnya cuma dapet lebam di lengan karena terpentok meja mulai mengomeli adik-adiknya.
     "Maaf Kakak, habis! Kan rumah harusnya kosong karena kita semua di kedai, jadi kami kira ada maling mau ambil tanaman Thorn tadi!"
(个_个)
     'Thorn bukan cuma tanaman mu yang bakal diambil kalau maling betulan ke sini,' batin para saudaranya yang lain sambil bersweatdrop.
     "Maaf ya Kak tadi kami panik makanya langsung bertingkah sebelum benar-benar memikirkan konsekuensinya," Gempa seperti biasa berinisiatif minta maaf paling awal.
     Halyan yang sudah mengangkat kepalanya dari pangkuannya Arlon dengan lembut mengusap kepala Gempa dan Thorn, "Hmm ye lah, ini juga kami yang salah nggak mengabari kalian dulu kalau kami sudah pulang."
     "Ah itu..." Kata Atok mereka tiba-tiba terkekeh, "Atok lupa bagi tahu adik-adik kalian kalau kalian sudah pulang, he he he..."
     "Atoook!!!"
     Tok Abah tersengih sebelum mengacak-acak rambut Arlon dan Orion. Tok Abah berdiri dari tempat duduk nya "Atok nak kemana?" Tanya Halilintar.
     "Masak lah, kalian tak lapar ke? Jom Gempa dan Taufan tolong bawa belanjaan nya."
     "Baik Tok!" Jawab keduanya.
     "Eh, Atok Arlon dah masak tadi!" Ucap Arlon selagi beranjak Dari tempat duduknya.
     "Eh? Kak Aar masak!"
     "Sini Tok biar Ochobot bantu bawain!"
     "Eh Robot!!!"
     "Waaaaaaah!!!"
     "Kak Arlon masak apa?"
     "Kak Hari~ ada oleh-oleh tak?"
     "Ade lah, tapi makan dulu nanti baru Kakak kasih."
     "Tapi Kak Solar masih ada-"
     "Tak de tapi-tapi kau itu tadi nggak makan siang kan?"
     "Kalau Solar nggak mau buku pBiophonotics yang Kakak beliin ya sudah~"
     "..."
4 notes · View notes
teman-baik-baik · 1 year
Text
"SIRIUS : Si Bintang Paling Terang"
#Planet : Si Bintang Pengembara
Part 1
Kumandang Adzan Subuh berpadu dengan alarm Handphone membangunkan mereka. Raga yang lelah karena perjalanan jauh membuat mereka begitu pulas dengan tidurnya. Dinda si tuan rumah kemudian menjelaskan agenda yang akan mereka lewati selama sepekan ke depan..
Dinda  : "Selamat pagi bestie-bestie ku.." (Seperti biasanya Dinda selalu enerjik dan ceria)
Berdua : "Pagi Dinda.." (Sahut Dyah dan Tari bersamaan)
Dinda   : "Hayuk kita siap-siap Sholat Subuh, abis itu kalian mandi, sarapan baru deh kita berangkat..hehe
Meja Makan
Tari    : "Din, emangnya hari ini kita mau kemana aja..?"
Dyah  : "Iya Din kemana aja kita hari ini..?"
Dinda : "Hari ini jadwal kita padat dong..wkwk. Rencananya kita bakal jemput Sarah sama Zahra, Nah ketemuannya nanti di sekitar Kota Tua."
Tari     : "Kota Tua..?"
Dinda : "Iya Kota Tua, kenapa emang Tar..??"
Tari    : "Ngga.. Gapapa ko. Yaudah kita lanjut makan aja yuk takut kesiangan nanti..hehe" (Raut muka Tari menunjukkan kepanikan dalam dirinya)
Dyah menatap curiga ke arah Tari. Dalam benaknya saat itu Tari seperti sedang menutupi sesuatu, meskipun akhirnya dia tetap percaya kalau teman baiknya itu tidak merahasiakan apapun.
Santapan Nasi goreng dengan topping telur mata sapi plus beberapa makanan ringan benar-benar memanjakan perut Tari saat itu. Maklum.. Tari anak kos dengan keuangan yang pas-pasan, sarapan seperti  itu jelas terlihat mewah baginya.
Segala yang perlu dibawa rasanya sudah cukup. Kini mereka siap berpergian. Tepat setelah mereka selesai menuruni anak tangga terakhir, seseorang terlihat membuka pintu dan mencoba masuk ke dalam rumah.
Sosok berparas cantik itu adalah Nana, Kakak sepupu Dinda yang memang ditugaskan untuk mengantar mereka berpergian selama Ayah dan Ibunya pergi. Dinda kemudian mengenalkan kakak sepupunya itu dengan panggilan "Banana", supaya lebih praktis katanya. Saat momen perkenalan singkat rampung, mereka pun bergegas menuju tempat tujuan.
Karena hari itu adalah awal pekan, jalan-jalan protokol Jakarta dipenuhi para pejuang nafkah yang berseliweran. Klakson mobil yang saling berbalas dan Suara pengumuman di stasiun "Jakarta Kota" jadi pertanda mereka sudah tiba di Kota Tua.
Bertutur sapa dengan "Bule", menaiki sepeda kontak, selfie di spot-spot unik membuat mereka lupa akan waktu yang terus berjalan. Tersadar sudah banyak waktu dihabiskan, mereka memutuskan untuk rehat sejenak.
Dyah    : "Din.. aku mau ke toilet deh, anterin yuk aku gatau Toilet di sebelah mana soalnya.."
Dinda  : "Yuk.. aku juga mau cuci muka dikit nih, berasa kucel banget.."
Tari      : "Kalian ngawur yaa, terus aku sendirian disini gitu..? Aku tuh sama sekali gatau Jakarta.."
Dinda  : "Gapapa ko tunggu disini aja sebentar doang.. Kita janjian sama Zahra dan Sarahnya disini, gapapa yaa..hehe"
Dyah   : " Jangan kemana-mana yaa kaka Tari.."hehe
Dengan rasa terpaksa dan sedikit menggerutu, Tari pun akhirnya meng-iyakan permintaan kedua temannya itu. Tatapan khawatir nan waspada terus terpasang selama ia menunggu kedua temannya. Waktu singkatpun terasa begitu lama baginya.
Jangkauan mata Tari sesaat berhenti pada sosok yang juga memperhatikannya dari seberang jalan. Berjarak sekitar tiga puluh meter, wanita dengan outfit serba hitam dari kepala hingga kaki itu terlihat amat mencurigakan. Bagaimana tidak, selain pakaian yang serba hitam, wanita itu juga mengenakan jaket hoodie berkupluk, kacamata hitam dan masker hitam menutupi hampir setengah wajahnya.
"Ya ampun ini Dinda sama Dyah kemana sih lama banget, udah hampir lima belas menit.."
Kepanikannya memuncak saat sadar bahwa wanita misterius itu terus menatap ke arahnya. Guna memastikan kalau orang itu tidak menaruh perhatian terhadapnya, Tari memutuskan untuk pindah tempat. Masa bodoh dengan Zahra dan Sarah yang janjian disana, baginya saat ini keselamatannya lebih penting.
Ratusan kaki Tari melangkah, keanehan semakin terkonfirmasi ketika sosok tersebut mengikuti kemanapun arah Tari berlari. "Mati gue, ini beneran ngikutin gua dong. Ya ampun harus lari kemana ini, ngga ada yang gue kenal lagi.." Gumam Tari dalam hati.
Sosok misterius itu terasa makin mendekat, sedikit lagi rasanya Tari berhasil diraihnya. Bingung harus berbuat apa, dalam keadaan yang cukup terancam Tari memutuskan untuk teriak meminta pertolongan.. "TOLONNNGGG".
Teriakan Tari tentu saja menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar. Satu persatu mulai berlari menghampiri Tari. Posisi Tari yang terpojok membuat si pelaku berhasil menggapai tas milik Tari. Tari pasrah dia merelakan tasnya raib daripada hal lebih buruk terjadi padanya.
Sosok misterius itu memilih pergi saat sekumpulan orang yang tertarik suara Tari datang, Ia berlari sekencang yang ia mampu. Anehnya, ia tidak membawa barang apapun milik Tari. Ia hanya memasukkan sebuah amplop berisi surat ke dalam tas ransel berukuran mini milik Tari. "Banana" ternyata termasuk sekumpulan orang yang berusaha menolong Tari. "Banana" kemudian mendekap erat Tari. Wajah Tari yang memang sudah putih terlihat semakin memutih karena pucat pasi.
9 notes · View notes
putriraha · 1 year
Text
Rumit
Semakin kesini, ternyata pilihan hidup ngga melulu soal antara a dan b, atau hitam dan putih, seringnya abu-abu membuat situasi seolah rumit, apalagi dalam pengambilan sebuah keputusan pada usia yang tidak lagi muda. Ada banyak hal yang harus dipertinbangkan, ngga hanya soal diri sendiri, tapi perihal banyak hal yang ada di sekitar kita. Kerumitan ini yang seringnya membuat kita lupa dengan potensi diri, lupa dengan perjuangan yang telah diupayakan. Merasa diri tidak pernah menjadi apa-apa dan tak pernah dianggap menjadi siapa-siapa. 
Di titik ini alangkah baiknya kita melihat dari kacamata orang terdekat kita, keluarga kita, guru kita atau shabat kita. Karena ketika kita mengganggap diri kita ngga guna dengan ritem hidup mototn yang cenderung jalan ditempat, kita sebenernya ngga lagi diem aja. Untuk menuju ke titik ini pun bukan karena sebuah hadiah cuma-cuma, tapi ada sebuah bentuk usaha yang mungkin telah kita lupakan.
Aku seringkali mendapat kata-kata ini, “kalaupun ternyata kita merasa terasingkan, setidaknya kita punya tempat, minimal diri kita sendiri. Sejauh apapun langkah itu akan berjalan, saat lelah ngga seharusnya kita paksa dan kalau gagal nyalahin diri sendiri lagi. Ngga kaya gitu. 
6 notes · View notes
kesacamelya · 1 year
Text
Umrah Starter Pack
Kemarin (20/05) Saudia Airlines mengadakan promo besar-besaran, tiket pesawat pulang pergi Solo-Jeddah hanya di kisaran 5,5 juta untuk kelas ekonomi dan 12 juta untuk kelas bisnis. Banyak teman-temanku yang tertarik dengan promo ini dan sebagian memutuskan untuk membeli tiketnya. Aku ikut senang karena banyak yang Allah gerakkan hatinya dan insya Allah akan Allah mampukan juga untuk segera berkunjung ke Baitullah.
Aku kemudian berinisiatif untuk sharing santai melalui Google Meet dengan beberapa teman di Forum Indonesia Muda (FIM). Yang awalnya cuma rencana satu jam saja, berakhir sampai sekitar dua jam dan baru selesai di bagian Mekkah saja. Dari sharing ini aku kembali menyadari bahwa banyak hal yang harus disiapkan untuk berangkat ke Tanah Haram. Mulai dari finansial, mental, fisik, sampai perintilan-perintilan kecil yang harus dibawa. Aku akan coba rangkum beberapa barang yang menurutku penting untuk dibawa sebagai starter pack (khusus untuk perempuan) selama di sana.
Al-Qur'an saku. Supaya mudah dibawa kemana-mana.
Sajadah lipat. Kita tidak tahu apakah bisa dapat shaf di area masjid, jadi untuk berjaga-jaga bawa sajadah kemana-mana. Kalaupun shalat di pelataran, insya Allah akan tetap aman.
Gamis dan french khimar. Aku sendiri lebih prefer yang berwarna gelap agar tidak mencolok. Cari bahan yang menyerap keringat, mudah kering, dan ironless. French khimar beli yang instan dan sekalian ada cadarnya, jadi ga perlu ribet cari masker meskipun di sana sudah tidak wajib pakai masker. Sediakan gamis khusus untuk pakaian ihram supaya tidak ribet.
Spray untuk wudu. Penting karena tempat wudu baik di Masjidil Haram atau di Masjid Nabawi lumayan jauh dari tempat shalat dan antreannya lumayan panjang. Jangan sampai karena kelamaan antre wudu malah ketinggalan shalat jemaah.
Kaos kaki thawaf. Walaupun area Masjidil Haram rutin dibersihkan, karena berjalan lumayan jauh, kaos kaki biasapun jadi cepat kotor bawahnya. Untuk berjaga-jaga, bisa pakai opsi ini.
Kacamata hitam. Di sana mataharinya terik sekali, kacamata hitam akan sangat membantu ketika sedang jalan kaki di luar ruangan.
Sabun unscented atau unperfurmed. Satu di antara larangan ihram adalah memakai wangi-wangian, penting untuk memasukkan sabun yang tidak ada wanginya ke dalam daftar bawaan.
Sandal dan plastik sandal. Supaya sandal tidak tertukar atau tidak sengaja tersapu oleh petugas karena ditaruh sembarangan, sebaiknya selalu bawa plastik supaya sandal bisa dibawa ketika masuk ke dalam masjid.
Salonpas atau counterpain (maaf nyebut merek). Sobat jompo can relate lah ya haha. Pengalaman di sana, sehari bisa sampai dua puluh ribu langkah sehari padahal cuma hotel-masjid-hotel-masjid aja.
Vitamin dan obat-obatan pribadi. Ini bisa disesuaikan sama kebiasaan masing-masing.
Botol minum untuk air zam-zam. Dari travel biasanya dibagikan zam-zam 5 liter sebelum pulang. Nah, kalau mau bawa lebih banyak lagi, bisa bawa botol sendiri. Pastikan botolnya kuat, tidak bocor, dan tidak mudah pecah ya.
Pelembab bibir. Cuaca yang panas dan udara yang kering membuat bibir pecah-pecah, pelembab bibir bisa membantu untuk meminimalisasinya.
Insya Allah, hal-hal di atas sudah cukup untuk jadi starter pack umrah. Kalau ada lagi, akan diperbaharui atau dibuat di postingan lainnya. Semoga bermanfaat!
3 notes · View notes
klinkionnano · 2 years
Text
TERLARIS, Call 0812-8020-6147, Kaca Mata K-Ion Nano Original Winata70
Tumblr media
KLIK https://wa.me/6281280206147, K Ion Nano Anti Radiasi, K Ion Nano Untuk Anak, Kacamata K Ion Nano Anti Radiasi, Kacamatan Ion Nano Bogor, Kacamata K Ion Nano Untuk Cewek
Distributor Resmi K Link Seluruh Indonesia
Kota Wisata Cluster Pesona San Francisco, Blok 02 No.71
Ciangsana, Kec. Gunung putri, Bogor, Jawa Barat 16968
Negosiasi Langsung
0877-7774-7635
Kunjungi :
Kacamata K Link Ion Nano (Dewasa / Anak-anak) (winata70.com)
#kionnanogratisongkir, #kionnanoharga, #kionnanohebat, #kionnanokidsoriginal, #kkionnano, #produkkklink, #klink, #kacamataterbaik, #jualkacamata, #hargakacamataionnano
0 notes
servicekacamata · 9 months
Text
service kacamata engsel patah merk dolce ganbana
Salam.. terima service kacamata, engsel patah, nosepad patah, repaint/cat ulang kacamata, krom perak emas tembaga service kacamata engsel patah merk dolce gabbana
View On WordPress
0 notes
pemintalkata · 2 years
Text
See You when I See You
Bendera kuning terpasang di depan rumah yang dipenuhi suara lantunan ayat suci alquran dan orang-orang yang kebanyakan menggunakan pakaikan bernuansa gelap.
Seorang laki-laki turun dari mobilnya, mengenakan kemeja, celana, dan kacamata berwarna hitam. Ia berjalan menuju sebuah rumah duka.
“Permisi.”
“Satria.” seorang ibu yang wajahnya telah dipenuhi kerutan memeluk lelaki yang baru saja masuk, yang ternyata bernama satria.
“Saya turut berduka cita ya, Bu.”
“Maafin Lili dan Rasyid ya.”
“Iya bu, pasti. Lagipula mereka nggak pernah buat salah sama saya.”
“Keenan, sini nak.”
Ibu tersebut memanggil seorang anak laki-laki yang kira-kira berusia 14 tahun.
“Ya, nek. Ada apa?” laki-laki pemilik nama Keenan dengan mata yang masih terlalu sembab datang menghampiri.
“Ini om Satria, teman mama dan papamu.”
“Halo om, makasih udah datang.”
Satria terpaku melihat Keenan di depannya. Diraihnya wajah Keenan, ia tatap mata indahnya, dan memeluknya erat. “Yang tabah ya, Nan.”
Keenan pun membalas pelukan Satria. “Makasih om.”
Setelahnya, Satria masuk ke dalam rumah. Mendapati jenazah Lili dan Rasyid sahabatnya terbujur kaku tertutup kain kafan, dengan terus meneteskan air mata.
Hampir 16 tahun dan aku ketemu kalian dalam keadaan yang udah beda.
Satria pun duduk di samping jenazah Lili. Membacakan doa untuk keduanya.
Setelah disholatkan, kedua jenazah pun dibawa menuju pemakaman. 
“Ibu masih nggak nyangka Lili dan Rasyid harus pergi dengan cara ini. Meninggalkan Keenan sendirian.”
Lili dan Rasyid mengalami kecelakaan beruntut saat hendak pulang dari luar kota. Merek dinyatakan meninggal di tempat. Mereka meninggalkan putra semata wayangnya, Keenan yang masih berusia 14 tahun.
“Keenan nggak pernah sendirian, Bu.”
“Ibu udah terlalu tua untuk bisa merawat Keenan dalam waktu yang lama.”
“Saya yang akan menjaga Keenan, Bu.”
“Sat.” ibu tersebut menatap wajah Satria lekat.
Satria tersenyum dan memeluk ibu tersebut. “Satria udah janji, bu.”
“Kamu masih mencintai Lili?” dengan terbata-bata ibu itu bertanya pada Satria.
“Selalu Bu, selalu.” jawab Satria mantap
“Satria.” ibu tersebut terisak memeluk Satria.
Satria, Lili, dan Rasyid adalah tiga orang yang bersahabat sejak bangku SMP. Mereka nyaris tidak terpisahakan satu sama lainnya. Hingga pada suatu hari, kira-kira semester 5 di bangku perkuliahan, Satria mengungkapkan perasaannya pada Lili.
“Aku tau kita udah lama temenan, tapi aku nggak bisa terus simpen perasaan ini. Aku sayang sama kamu lebih dari seorang temen sayang sama temennya.”
Lili yang pendengar pernyataan Satria saat itu tertunduk. 
“Sat.”
“Nggak perlu dijawab sekarang kalau kamu belum siap.”
“Bukan, bukan itu.”
“Lalu?”
“Hati aku punya Rasyid.”
Satria yang tidak menyangka jawaban itu juga ikut menunduk lesu. Ya, selama ini Lili terlihat lebih dekat dengan Satria. Kemanapun Satria pergi selalu ada Lili dan sebaliknya. Ia tidak menyangka bahwa perempuan yang begitu ia cintai justru memilih sahabatnya yang lain.
Dan setelah hari kelulusan itu, mereka tidak lagi bertemu. Bahkan saat hari pernikahan Lili dan Rasyid, Satria memilih untuk tidak menghadirinya.
Satria hanya sekali dua mendapat kabar tentang Lili dan Rasyid melalui temannya. Termasuk saat mereka dikaruniai seorang putra yang akhirnya Satria jumpai saat ayah dan ibunya telah tiada.
Anak laki-laki yang fisiknya mirip sekali dengan Rasyid dan memiliki mata yang sama indahnya dengan Lili.
“Saya akan jaga dan menyayangi Keenan sebagaimana saya selalu mencintai Lili seumur hidup saya.”
“Sat, kamu berhak bahagia dengan mencari perempuan lain.”
“Nggak ada yang bisa menggantikan Lili Bu, walaupun yang dia pilih ternyata memang benar cinta sejatinya.”
Mobil akhirnya tiba di pemakaman.
Ibu Lili, Keenan, dan anggota keluarga lain tidak henti-hentinya menangis. Juga Satria yang begitu menyesal karena belum pernah bertemu lagi dengan dua sahabat terbaiknya hanya karena rasa kecewa yang ia rasakan di masa lalu.
Setelah satu per satu pelayat pulang, Satria mendekati Keenan yang masih erat memeluk nisan kedua orang tuanya. 
“Keenan, om Satria di sini buat Keenan ya.” ucap Satria kepada Kenaan lalu memeluk erat Keenan.
Keenan pun membalas pelukan Satria tanpa tau apa maksudnya. Saat ini yang ia tau, laki-laki yang tengah memeluknya adalah sosok baik yang mungkin bisa menemaninya menghadapi hari-hari sulit setelah ditinggal kedua orang tuanya.
Tangis mereka pecah meski nyaris tanpa suara.
Esok Keenan akan tau bahwa Satria adalah laki-laki yang begitu mencintai ibunya. Yang meski tau ibunya tidak memilihnya namun memilih tetap mencintai seterusnya.
12 notes · View notes
gahabisfikri · 1 year
Text
Melepas Kacamata Hitam-Putih
2023.01.01
“A man with great talent will be defeated by his own desperation” adalah satu kutipan yang disampaikan ulang oleh teman saya saat makan malam di warung pecel lele di Cisitu.
Sudah beberapa tahun ini saya mencoba membebaskan diri dari memakai kacamata yang lensanya dilapisi hitam dan putih. Yang ini baik/benar dan yang itu salah/tercela. Beberapa orang menyebutnya idealisme tapi menurut saya kurang tepat kalau hal itu disebut idealisme. Idealisme sudah seharusnya dimiliki setiap orang untuk memiliki pijakan kuat dalam menjalani kehidupan. Jadi dikotomi hitam-putih tadi lebih pas digambarkan sebagai kurang terbukanya seseorang dalam melihat runtutan masalah atau kejadian yang terjadi di sekelilingnya secara holistik.
Kutipan di alinea pertama tadi sebenarnya muncul ketika di malam itu saya menceritakan pekerjaan akademik saya kepada seorang teman yang lebih senior dan telah menyelesaikan studi Magisternya dengan baik di sebuah sekolah arsitektur di Eropa. Keresahan terbesar saya selama sekolah arsitektur adalah ketakutan menutup perjalanan akademik dengan Tugas Akhir/Tesis dengan statement yang biasa-biasa saja.
“Bahasan topik ini tidak tajam!”
“Apa sih yang mau dibicarakan dari pekerjaan semacam ini? “
“Oke nih karyanya, pemikirannya cerdas!”
Adalah kalimat-kalimat bernada sinis atau kadang juga berapa pujian yang dilontarkan dalam diskusi saya dan kawan-kawan di kampus selama enam tahun bergelut di ranah akademia. Tanpa sadar hal-hal ini merasuk menjadi ketakutan mengenai bagaimana pemikiran saya nanti akan direspon ya oleh orang lain?
Hal-hal ini secara tidak sadar membangkitkan lagi dikotomi hitam dan putih, mengenai “jelek” dan “bagus”, berharga atau tidak berharga. Rasanya pekerjaan saya ingin saya buang, ketika modeling tiga dimensi saya tidak menarik langsung muncul rasa kecewa, demikian pula dengan argumentasi dangkal yang saya susun.
“Yang berharga dari tesis adalah kesimpulan dan rekomendasi, tenang saja Fik, karena dalam isi bahasan dan desainmu akan selalu ada yang bisa dikritisi, tidak akan ada habisnya”
Kalimat tadi adalah apa yang saya tangkap dari teman saya malam itu. Hal ini setidaknya jadi pengingat dan penenang bagi saya, bahwa kehidupan di universitas, apalagi dalam arsitektur, dikotomi hitam-putih tadi sebenarnya sangat samar. Diskusi, perbedaan, dan progresi adalah hal-hal yang perlu dirayakan, tanpa ketakutan akan cap benar dan salah. (walaupun tentunya dalam akademia perlu adanya pelurusan).
Sebagai penutup cerita, saya akan berterimakasih kepada kawan-kawan terdekat yang juga membentuk komunitas arsitektur dan berbincang di Kamis malam. Mereka yang percaya dan selalu mendorong saya untuk selesai, untuk lebih yakin dan berani melepas ketakutan dalam memegang pekerjaan kurasi atau proyek akademik, serta meyakinkan kalau dalam diri saya masih ada api untuk bertahan dengan apa yang saya sukai selama ini.
2 notes · View notes
insoulcities · 2 years
Text
Cerita Cinta
cw // harsh words , kissing
Tumblr media
“What was the question, Baby?”
Sial, there he goes again, batin Nina. Perempuan itu mengalihkan pandangannya yang semula berkutat pada layar laptopnya seraya mengerjakan tugas akhir semester ini — perempuan itu melihat Nino dengan santai meregangkan otot kakinya di atas sofa sembari mengutak-ngatik rubik yang lelaki itu beli tempo hari lalu.
Nina tidak langsung menjawab pertanyaan Nino. Perempuan itu melihat lelakinya dengan kacamata yang sudah duduk manis di atas batang hidungnya. Nino terlihat begitu santai, terlewat santai setelah embel-embel ‘baby’ terlontar dari mulut lelaki itu. Nina menggeleng kepalanya dan kembali memilih untuk menatap layar laptopnya yang dipenuhi oleh ribuan rangkaian kata.
“What was the question, My Baby?” ulang Nino singkat.
“Would you please stop calling me that? What’s with you today, Kak?” 
Dua rentet pertanyaan Nino berhasil membuat Nino terkekeh. Lantas lelaki itu bangun dari posisinya dan melangkah mendekati Nina yang sudah terlihat frustasi. “Tadi kamu nanya soal apa? How can I help you?”
Jelas pertanyaan Nino tidak membuahkan jawaban dari Nina. Perempuan itu memang sempat mengeluh sedang kesulitan dalam mengolah data yang harus ia jabarkan, lantas Nina dengan instingnya meminta Nino untuk membantunya. Namun, buru-buru perempuan itu mengurungkan niatnya saat ia teringat bahwa ini adalah tugas akhirnya.
“Nggak … udah kamu sana! Ngapain gitu!”
“Kamu masih lama ngerjainnya?” Nino membawa wajahnya mendekat ke hadapan Nina. Batang hidung lelaki itu sedikit lagi sudah bisa menyentuh permukaan wajah Nina yang mulus. Dari lain sisi, Nina sudah tidak bergetar saat Nino bertingkah semaunya seperti sekarang. Perempuan itu rasanya sudah tuntas melewati naik turunnya berada di dalam hubungan dengan Nino. Jauh dari benak Nina, sungguhan. Awalnya perempuan itu berpikir Nino adalah lelaki yang akan membawa flow permainan dalam hubungannya dengan santai, namun silih waktu berganti, Nino tak tanggung-tanggung untuk mengecup pipi atau bahkan melumat bibir perempuan yang dia cintai, yaitu Kanina Layali.
Kedatangan Nino di rumah Nina sebenarnya bukan sebuah rencana yang mereka jadwalkan dari jauh hari. Nina sengaja meminta Nino untuk datang ke rumahnya lantaran perempuan itu sudah begitu muak dengan tugas yang tak selesai-selesai. Melihat Nino dari layar ponselnya saja tidak cukup. Nina butuh Nino berada di depannya agar perempuan itu bisa kembali menggunakan otaknya dengan encer.
“Bentar lagi, Kak, kamu kalo laper pesen Gofood aja or Shopee food. They have plenty of discounts,” tawar Nina seraya membawa bola matanya menatap wajah Nino yang begitu dekat dengan wajahnya.
Lantas Nino menggeleng. Lelaki itu membawa wajahnya menjauh dan menarik kursi Malskar Loberget yang sedang diduduki oleh Nina ke arah sofa — tempat Nino meluruskan kedua kakinya.
Lelaki itu sekarang sudah duduk di atas sofa dengan Nina di hadapan Nino yang sudah terkekeh di atas kursi Malskar Lobergetnya.
“I know, you’re going to recite your famous line. I want you, not the food, Nina, I want you,” goda Nina seraya perempuan itu bangun dari kursinya dan mendorong beda berwarna putih hitam itu menjauh darinya.
Sontak Nino terbahak. Kini matanya yang bulat dan besar sudah berubah menjadi satu garis yang berpadu dengan senyum yang kian mengembang di wajahnya. Lelaki itu buru-buru melepaskan kacamata dari wajahnya.
Nino menarik pinggang Nina cukup erat hingga perempuan itu mengubah fungsi paha Nino menjadi tempat duduknya. Dua lengan Nino melingkar di pinggang Nina, lelaki itu semakin menarik tubuh Nina mendekat ke arahnya.
“May I kiss you, My Woman? I have three spots today. In your cheeks, forehead, and last but not least, your strawberry lips.”
Bajingan, batin Nina. Sempat-sempatnya Nino bertanya di saat posisi tubuhnya sudah berada di atas paha lelaki itu. Kini tangan Nina bergerak melingkari leher Nino, membuat Nina menjadi lebih mudah untuk menarik wajah lelaki itu mendekat ke wajahnya.
Manik bola mata Nina yang bertemu bola mata Nino tak jauh berbeda, keduanya sama-sama dibakar api cinta. Detik berikutnya Nino sudah mengecup pipi Nina dengan begitu lembut. Perempuan itu pun mampu merasakan satu benda tebal yang empuk dan hangat mendarat di permukaan wajahnya. Selanjutnya Nino sedikit menarik kepala Nina hingga lelaki berhasil mengecup dahi perempuan itu. Lagi-lagi Nina hanya bisa terkekeh. Entah, ia tahu tidak ada yang lucu dari yang Nino lakukan. Nina hanya tidak habis pikir bahwa perempuan itu sudah sekali lagi jatuh cinta kepada Nino.
“Lips?” sela Nina sebelum Nino melanjutkan aksinya. “Is it okay to kiss at my home though?” Nina sama sekali tidak memiliki maksud lain dari pertanyaannya. Perempuan itu hanya benar-benar ingin bertanya kepada Nino walaupun Nina sedikit menyumpahi dirinya atas pertanyaan bodoh yang baru saja perempuan itu lontarkan.
Nino mengangkat kedua alisnya. Untuk beberapa saat Nino terlihat sedikit tertegun mendengar pertanyaan Nina. Kini raut wajah lelaki itu semakin sulit untuk ditebak. Kadang berubah datar, namun bola matanya tidak bisa berbohong bahwa lelaki itu sedang dalam situasi mabuk kepayang. Lantas Nino langsung mengangkat tubuh Nina dengan gaya bridal yang sempat membuat perempuan itu terlonjak dan semakin mengeratkan lingkaran tangannya di leher Nino.
Tubuh Nina yang Nino bawa tidak sekalipun membuat lelaki itu kesulitan untuk meraih kunci mobilnya yang berada di atas meja. Langsung Nino membuka pintu rumah Nina — membawa tubuh perempuan itu dengan sedikit menyerong agar tubuhnya tidak berbenturan dengan pintu kayu. Nino pun langsung membuka pintu penumpang depan dan membawa Nina kabur dari rumahnya.
Sore itu Nino mengemudikan mobilnya dengan cukup kencang. Lelaki itu tidak tahu kemana ia akan membawa Nina, namun tangannya masih erat menggenggam tangan kanan perempuan itu. Mengelus dan menciumnya dengan lembut.
Nino masih mengendalikan setir mobilnya sampai lelaki itu menemukan satu spot bagus untuknya dan Nina. Tidak begitu jauh dari rumah Nina, lelaki itu menemukan satu konser musik yang membawa tema penonton cukup menikmati acara dari dalam mobil. Entah bagaimana, Nino bisa membawa mobilnya masuk tanpa harus melakukan reservasi jauh-jauh hari.
Sorot lampu warna-warni yang menghiasi panggung pun Nino abaikan. Wajah lelaki itu kembali melihat Nina. Sorot bola mata kedua pun seperti mengerti hal yang harus mereka lakukan selanjutnya.
Secepat kilat Nino dan Nina membuka pintu mobilnya dan berpindah ke bangku mobil belakang yang akan membuat mereka lebih leluasa. Saat semuanya sudah dirasa aman, Nino langsung menjalankan aksinya. Lelaki itu menarik wajah Nina mendekat ke arahnya. Lantas Nino melumat bibir perempuan di hadapannya dengan penuh gairah. Nina pun tidak mau kalah, perempuan itu menggigit dengan sangat pelan bibir bawah Nino.
Tangan lelaki itu kini tidak lagi melingkar di pinggang Nina. Kedua tangannya sudah menjamah wajah dan leher perempuan itu, membuat Nino semakin mudah untuk mengeluarkan semua emosi dan gairahnya. Bibirnya yang semula hanya bermain dengan bibir Nina pun kini beralih menelusuri pipi perempuan itu hingga Nino turun membawa kedua bibirnya ke batang leher Nina. Wangi parfum Nina yang menusuk hidung Nino tidak membuat lelaki itu melepaskannya, malah dengan matanya yang tertutup, Nino semakin larut dalam gairahnya. Bibirnya mengecup batang leher Nina berkali-kali. His tongue were all over the place.
“Kak, fuckhh you! Wha — ” kalimat Nina berhenti saat bibir Nino kembali bersua dengan bibirnya. Lagi-lagi perempuan itu kembali membalas lumatan Nino yang semakin menjadi. Tangan Nina melingkari leher Nino, membawa lelaki itu semakin menekan fitur wajahnya. Napas Nina yang terdengar sedikit lelah membuat Nino melepaskan ciumannya. Lelaki itu melihat perempuan di depannya dengan penuh cinta. Rambut-rambut Nina yang menghalangi wajah sempurna perempuan itu Nino bawa ke balik daun telinga perempuan itu.
“I love you.”
“I love you, Kanina Eer Layali, with all my heart. I promise to give you my world too.”
“I love you.”
“I love you.”
“Fuck you, Nina. I love you so much. What did you do to me?”
Nina hanya terkekeh melihat Nino yang sudah kehabisan kata-kata. Perempuan itu langsung menarik wajah lelakinya mendekat. Kini Nina yang mengawali pergerakannya. Perempuan itu bermain begitu lembut sampai berhasil mengontrol alur permainan Nino yang tadinya cukup bringas.
“Kanina, never change your lip balm please. It suits you, it tastes good when I eat you,” ujar Nino seraya menggigit bawah bibir lelaki itu.
“Goddamn, fuck you Markiano Iskandar.”
Sorot lampu yang kian berganti warna bahkan tidak mampu menghacurkan momen mereka. Nina semakin menarik wajah Nino maju untuk menekan fitur wajahnya. Wajah Nino yang sudah jatuh di bahu Nina membuat perempuan itu berkali-kali juga mengecup leher Nino. Rather than only kissed his neck, She managed to suck it.
2 notes · View notes