Tumgik
#bersekolah
baliportalnews · 2 years
Text
Siswa SMP dari Papua Dapat Kesempatan Bersekolah di Buleleng 
Tumblr media
BALIPORTALNEWS.COM, BULELENG - Siswa-siswi lulusan dari SMP di Papua berkesempatan menimba ilmu atau bersekolah di SMA/SMK di Kabupaten Buleleng. Hal itu didapat mereka dinyatakan lulus dan memenuhi syarat saat mengikuti tes dalam rangka program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) Angkatan ke IX Tahun 2022 yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan RI. Mereka yang berhasil lulus ini nantinya akan diberikan kesempatan untuk menuntut ilmu sesuai minat dan bakatnya masing-masing serta ditempatkan di empat sekolah yakni ada dua siswa di SMAN 2 Singaraja, dua siswa di SMAN 4 Singaraja, tiga siswa di SMKN 1 Singaraja, dan dua siswa di SMKN 1 Sukasada. Sekedar informasi bahwa dalam Program tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah guna melakukan pemerataan kualitas pendidikan khususnya bagi anak-anak Papua dan Papua Barat terbaik serta daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Melalui program itu khususnya di Bali sudah ada 55 siswa Papua yang mendapatkan atau diberikan kesempatan supaya melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah. Sebaran siswa ada di masing-masing sembilan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Koordinator sekaligus Penanggung Jawab Program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) Provinsi Bali, Drs. I Made Darwis Wibawa, MM., menyebutkan bahwa seluruh siswa Papua itu nantinya menjalani masa pendidikannya di jenjang SMA/SMK selama tiga tahun penuh dan ditanggung beasiswa langsung dari Kemendikbud sebesar Rp23 Juta lebih dalam setahun. Beasiswa terkait dialokasikan untuk biaya hidup serta sejumlah keperluan selama ada di tempatnya menimba ilmu. Dengan dukungan program beasiswa dari pemerintah pusat, diharapkan setelah usai mengenyam pendidikan menengah di daerah dengan kematangan pendidikan dapat meratakan mutu pendidikan di seluruh Indonesia.
Tumblr media
Siswa-siswi lulusan SMP dari Papua dan Papua Barat yang mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan di Bali. Sumber Foto : Istimewa “Seluruh biaya pendidikan, makan, pemondokan dan biaya oprasional lainnya diserahkan kepada Pemerintah. Khusus di Singaraja mereka kami sewakan kost yang dekat dengan sekolah sehingga mudah berangkat kesekolah serta kita pantau,” jelas Darwis. Kemudian kata Darwis dihari pertama semua siswa-siswi ini telah mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di masing-masing sekolah. Darwis menyebut bahwa sebelumnya mereka diberikan kesempatan untuk memilih melanjutkan ke jenjang SMA/SMK. "Khusus SMA sudah ditentukan. Sementara siswa yang memilih SMK berhak memilih jurusan untuk selanjutnya didistibusikan ke sekolah yang sudah ada kerjasama dengan Kementrian Pendidikan,” jelasnya.(dar/bpn) Read the full article
0 notes
bangakrie · 1 month
Text
Bertetangga, Serumpun, Tapi Berbeda Budaya, Beda Cara Dalam Keseharian
Sudah seminggu menginjakkan kaki kembali di tanah Seremban, Negeri Sembilan Darul Khusus. Buat kawan yang belum tau, itu salah satu provinsi yang ada di negara Malaysia. Empat tahun lalu, saat sebelum Covid melanda dunia saya sempat berkunjung ke tempat ini atas “traktiran” dari kakak yang sudah menjadi warga negara di sini. Nah ada banyak hal yang membuat saya terkagum-kagum dengan negara yang…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
masbagyo · 2 years
Text
KafeKepo Laporan terakhir yang dikeluarkan oleh UNDP (United Nation Development Program) berkenaan dengan Human Development Index (HDI) Indeks Pengembangan Manusia (IPM) bertarikh 2020. Dimana dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa nilai HDI/IPM Indonesia adalah 0,718, atau naik 0,89 dari periode sebelumnya. Ada 4 (empat) peringkat katagori dari HDI/IPM tersebut yaitu : 1) 0.800–1.000 (sangat…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
dinisuciyanti · 5 months
Text
Kesempatan
Seminggu yang lalu aku ke pom bensin terdekat, isi full motor ku. Pas ku lihat mbak yang ngelayanin, "kek kenal", pas lihat namanya "oh iya temen SMP". Lalu sepanjang jalan aku mikir, "berapa ya gaji di pom bensin? mana berdiri terus, outdoor pula". Kemudian aku bersyukur, ya, aku bersyukur karna melihat pekerjaan perempuan di desa yang kerjaannya blue-collar (aka buruh), sementara aku (Alhamdulilah nya) white-collar (aka pekerja di kantor). Aku gak munafik, karna seringnya kita bersyukur karna melihat orang lain yang gajinya dibawah kita (menurut pandangan kita sendiri).
Lalu aku berpikir lagi, aku bisa seperti ini karna aku diberi dan mengambil kesempatan untuk SMA di kota, pilihan yang minoritas, sementara mayoritas bersekolah di kecamatan. Selepas SMA, aku juga diberi dan mengambil kesempatan untuk berkuliah di Kota besar, bukan kabupaten.
Ketika teman-temanku bekerja di pabrik selepas SMA, mereka kerja keras, mikir kerjaan, aku? aku mikir UTS-UAS-Skripsi. Lalu aku sekolah lagi, mikir lagi, ujian-Tesis, teman-teman ku? ya tetep kerja, mikirin kerjaan juga.
Lalu ada satu titik dimana, aku dengan pekerjaan ku di depan laptop yang lebih banyak butuh fokus otak, sementara teman-teman ku yang buruh lebih banyak butuh fisik. Keduanya sama-sama kerja, sama butuh pengorbanan untuk sampai di titik itu, tapi yang membedakan adalah ada kesempatannya gak? mau ngambil kesempatannya gak? Dan waktu SMP/SMA dulu, aku punya privilege kesempatan itu.
Dulu pas SMP, aku cuma mikir mau sekolah ke tempat yang paling bagus. Pas SMA, cuma mau sekolah ke kota besar. Gak kepikiran soal blue atau white collar berikut range gajinya. Ya mungkin itu juga yang membedakan. Seberapa willingness anak itu untuk belajar dan berkembang.
27 November 2023
38 notes · View notes
mutiarafirdaus · 4 months
Text
Puluhan tahun tinggal bersama orangtua, tidak pernah kita ditagih biaya kontrakan rumah. Jika merujuk pada harga kontrakan rumah saat ini yang mungkin kisaran standar, senilai 25 juta per tahun di Depok. Coba dikalikan dengan 26 tahun. Akan ketemu angka 650 juta. Sedap. Baru tempat tinggal. Belum sewa furniture, layanan makan, listrik, wifi, keamanan, transportasi.
12 tahun bersekolah di sekolah swasta, tidak pernah kita ditagih biaya SPP ataupun biaya pendidikan lainnya oleh orangtua. Estimasi setiap tahun membutuhkan biaya 1.5 juta untuk SD. Kalikan dengan 6, ketemu angka 9 juta. Sebentar, itu baru biaya SPP. Peralatan operasional, ongkos antar jemput, uang saku.
Belum lagi biaya ketika sekolah di pesantren. Dulu SPP sekitar 500k/bulan, kalikan dengan 6 tahun. Dapat angka 36 juta. Ditambah dengan masa SD, 45 juta. Baru SPP, apakabar uang awal tahun, tas dan sepatu baru, kiriman logistik untuk anak pesantren. Selama 6 tahun. SELAMA 6 TAHUN.
Ngga berani buat lanjutin "hitung jasa" mereka, takut ketemu angka yang terlalu fantastis. Itu baru satu anak.. Bahkan jika memberikan cash tunai 1 milyar kepada orangtua, belum juga bisa melunasi apa apa yang mereka telah beri pada kita.
Satu hal yang harus dipegang di fenomena yang marak saat ini, yaitu sandwich generation adalah, jangan pernah buat hitung-hitungan angka dengan orangtuamu. Ditambah dengan isu tentang kesehatan mental yang sedang marak, jangan asal melabeli orang tuamu toxic. Jatuh bangun mereka perjuangkan dirimu semasa bayi agar bisa tetap hidup. Ingat itu selalu ya.
46 notes · View notes
ruang-bising · 8 months
Text
Sepenggal Tulisan Bising Diri Sendiri [ Bag. 2]
***
Bising, bising sekali omongan orang lain tentang keluargaku. Aku sudah bias, mana peduli mana yang hanya gosip. Ayah yang menafkahi kami dengan harta yang haram, ibu yang jarang dirumah, kami yang tercabik-cabik nama baiknya. Aku malu sekali. Aku hanya bisa berdo'a semoga suatu saat nanti mereka diberi hidayah oleh Tuhan.
Saat aku Kelas 3 SMA, Ayah jatuh sakit, parah sekali. Habis fasilitas yang kami punya, mulai dari rumah, transportasi, alat komunikasi. Mobilitas hidup kami benar benar hancur. Mungkin ini cara Tuhan membersihkan dosa masa lampau keluarga ini. Kakakku mengungsi di rumah kerabat, dekat dengan kampusnya. Aku terpaksa diasuh oleh yayasan tempatku bersekolah, aku yang setiap hari mencicipi masakan yang entah seperti apa rasanya. Tapi bagiku itu lebih enak kebanding memakan harta haram ayah.
Hampir setahun ayah sakit, akhirnya menemukan titik terang. Apa ayah bertaubat dari pekerjaannya? Tidak. Dan aku terpaksa masih betah diasuh yayasan lagi.
Satu bulan kemudian, pandemi menyerang. Itu tidak berpengaruh terhadap pekerjaan ayah. Aku berjanji tidak ingin lagi memakan harta haram. Aku kembali bertahan di asrama yang berukuran 3x5 m ini. Aku menghidupi mimpi-mimpiku sendiri sejak tahun itu. Masa kejayaan orang tua yang telah habis, kata orang. Aku menarik diri dari keramaian satu tahun itu, lebih dari puasa sosmed yang anak muda sekarang katakan. Aku harus segera menuntaskan perjuangan ini, hingga lulus bersekolah. Aku mengajar di surau seberang sekolah dan berdagang untuk sampingan.
"Nanti kalau udah lulus SMA, langsung kerja!!! Bales budi orang tua!!!" Ujar salah satu bibi dari ayah saat lebaran. Berat sekali bertemu keluarga besar ayah yang berpikiran kolot, dan setolol itu. seolah anak lahir, diasuh kedua orang tua berarti sama dengan berhutang. Bukankah itu kewajiban orang tua membesarkan anak? siapa pula yang menginginkan dilahirkan? "nasib tersial adalah dilahirkan" celoteh filsuf yunani seolah memenuhi kepalaku.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Aku bisa saja mengambil beasiswa prestasi di perkuliahan, berkat sertifikat lomba yang sering kujuarai. tapi reguler, yang berarti akan hidup dengan harta haram keluargaku lagi. Dan itu juga berarti aku harus hidup berdesakkan di kontrakkan petak, karena rumah ludes terjual. Akhirnya aku memilih jalan dengan mencoba berbagai beasiswa keagamaan, dan berakhir di asuh oleh salah satu yayasan pesantren terkemuka di kota ini. Seratus persen!!! Tentunya setelah mengikuti panjangnya seleksi. Persetan! Aku hanya ingin keluar dari lingkaran iblis ini.
Sesekali ibu menelponku dan ingin mengirimiku uang, tapi aku tak pernah mau lagi.
Berat sekali rasanya, kamu bisa membayangkan?
Memasuki tahun ke dua menjadi santri yayasan, Ayah mendapat hidayah, berhenti dari pekerjaannya, do'aku terkabul, terimakasih Tuhan. Ia berdagang, Ibu masih bergelut menjadi ART semenjak badai melanda keluarga kami. Pembersihan dosa, ujarku dalam hati.
Tahun kedua merupakan tahun terberatku di tempat ini, tuntutan dari yayasan semakin banyak, maklum, beasiswa seratus persen. "Kalian harus bener belajar di sini, setoran 2 lembar perhari, hadist juga, kitab pun jangan terlewat. Makanan yang hari ini kalian makan ga gratis, donatur, UMMAT yang membiayai kalian! Malu kalian kalau makan tapi gasampe target!!!" Bentak salah seorang ustadz kami. Semenjak itulah lidahku mati rasa memakan makanan yang di sungguhkan di sana.
Ajaib, aku berhasil lulus lebih cepat dari kalender pendidikan. Berbagai target di sana telah kucapai. Alhamdulillah. Aku bisa pulang ke rumah. Aku berjanji tidak ingin pulang sebelum pendidikan selesai di sana. Sisanya hanya persiapan mengabdi.
Liburan semester 4 dari total 6 semester, aku kembali ke rumah. Aku tersenyum melihat kontrakkan petakan. Tak apa, ujarku, Aku ikhlas, Tuhan. Kebanding menempati harta haram yang mendarah daging di setiap sudut tembok. Satu hal yang baru kusadari, ibu jarang di rumah, Terlibat hutang selepas badai keluarga kami.
Ayah? yang ayah lakukan hanyalah duduk di teras, tatkala di rumah, lebih sering makan dan tidur di rumah saudaranya yang kolot dan bodoh itu. aku dan kakakku (yang satu tahun kedepan akan menikah) terpaksa berkecimpung melunasi hutang mereka. kami menyisihkan uang dari keringat kami sendiri. Adikku? Adik kecilku bahkan masih kelas 2 SMP, ia masih terlalu lugu untuk memahami kondisi keluarga kami, yang ada dipikirannya mungkin masih bermain dan mencari jati diri.
Akhir semester 6, hutang mereka habis dan lunas, begitu pula tabunganku dan tabungan menikah kakak. Kakakku terpaksa menikah sederhana. habis sudah dream wedding dia, "gapapa, yang penting halal dulu." Ujarnya. Ya Tuhan, aku melihat wajah paling ikhlas di wajah kakakku. Bahkan aku menangis saat menuliskan ini.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Saat ini aku sudah bisa menabung diam-diam, aku ingin melanjutkan sekolah, aku juga ingin mempersiapkan masa depan. Tidak banyak, tapi aku ingin memulai rumah tangga lebih siap nantinya.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana. Aku ingin sekali saja tidur, nyenyak, tenang, tanpa memikirkan apa yang akan datang, hari esok, tuntutan. Tanpa memikirkan keluargaku yang begitu berkecamuk. Aku ingin sekali beranjak. Meninggalkan semua ini. Keluarga... yang membuat hidupku segetir seperti ini.
Kamu bisa bayangkan? Kontrakkan ini, tepatnya keluarga ini, bising sekali, sehingga aku tidak bisa mendengar diriku sendiri.
Aku hanya perlu terus berlayar, mengembara, jika besok pun kalian tidak lagi mendengar kabarku, mungkin aku tersesat di samudera atau di suatu pulau, atau bisa juga kapalku karam, sebab perjalanan ini kususuri sendiri.
*****
Satu jam aku menceritakan detail kejadian menyakitkan itu kepada seseorang yang kupanggil "umi". Pandanganku kosong, aku ingin menangis tapi tak memiliki tenaga. Sudah terkuras, aku tak memiliki kalimat sedih untuk menggambarkan itu semua.
Tiba tiba pelukan menghantamku. Umi memelukku sembari terharu.
"De, kamu sekarang udah umi anggap anak umi. Jangan pernah ngerasa sendiri ya de. Umi bangga sama kamu, kamu hebat."
Tangisku baru pecah. Saat aku menyadari bahwa ada orang lain, bukan dari keluargaku, yang memiliki sebongkah hati sehangat itu. Aku tak lagi mampu menahan hebatnya kesedihanku. Aku tak mampu lagi membohongi perasaan sedihku. Aku menangis. Aku benar-benar merasa ditemani. Kebisingan ini sedikit mereda. Penerimaan. Kepercayaan diri yang lama hilang seolah hadir kembali. Kekhawatiranku, mereda. Aku menangis. Aku merasa lemah ketika menangis, tapi bolehkah aku menangis kali ini saja? Karena besok aku harus kembali berjuang untuk mimpi-mimpi, aku harus kembali berlayar, aku tak boleh berhenti sekarang.
42 notes · View notes
thehmovement · 2 years
Text
Aku Dan Ibu Mertua Ku (Part 1)
Kisah ini berlaku pada diriku bermula 2 tahun dahulu dan telah berterusan sehingga kini. Aku tidak minta ia berlaku kerana sebelum ini aku memang hidup bahagia disamping isteriku yang cantik dengan 7 orang anak. Tiada apa-apa kekurangan pada isteriku. Dalam bilik tidurpun isteriku masih hebat. Dia dapat melakukan apa sahaja asalkan kami puas ketika bersama. Sejak kematian bapanya, isteriku semakin rapat dengan emaknya dan aku bertindak membantu menyara adik-adik iparku bersekolah. 
Kami makan bersama-sama dan selepas makan, aku lihat anak-anak dan adik iparku telah berkenalan dengan ramai rakan sebaya mereka dan bermain bersama-sama di kawasan perkampungan itu. Emak mertuaku terus bergerak ke chaletnya. Katanya, dia hendak berehat. Aku dan isteriku bersiar-siar di tepi pantai yang hanya diterangi oleh cahaya lampu pantai yang malap dan cahaya bulan di langit. Kami mencari suatu sudut yang sunyi dan berasmara seperti kami mula-mula baru kahwin dahulu. 
Apabila kami terasa ingin bersetubuh, kami kembali ke chalet dan terus masuk ke bilik. Oleh kerana anak-anak masih belum balik, kami bersetubuh sepuas-puasnya didalam bilik. Aku tak tahu kenapa malam ini aku tidak boleh terpancut sedangkan isteriku telah tiga kali lemas.
Mungkin peristiwa siang tadi bersama emak mertuaku mengganggu perasaanku. Aku mengenangkan peristiwa yang berlaku antara aku dan mak mertuaku siang tadi. Adakah disengajakan atau tidak. Aku belum pernah bernafsu terhadap perempuan lain selain isteriku yang cantik dan bertubuh mekar, tetapi hari ini aku terangsang terhadap emak mertuaku sendiri. 
Walau dalam usia 54 tahun, emak mertuaku masih nampak menarik. Tidak terlalu kurus tetapi gebu. Buah dadanya terasa masih utuh dan keras ketika menghimpit dadaku. Daging pinggangnya masih kental. Aku cuba melawan perasaanku tetapi nafsu syaitan masih menggodaku. 
Dalam benakku bertanya sendiri. Adakah dia akan menyerah dengan mudah kalau aku menggodanya. Perasaan yakin dan tidak yakin berkecamuk dalam benakku. Nak buat atau tidak. Akhirnya aku berkeputusan untuk mencuba dan aku melangkahkan kakiku ke chaletnya. 
Dipertengahan perjalananku aku tersentak apabila tiba-tiba emak mertuaku berdiri didalam kegelapan malam dihadapanku. " Eh! Mak, nak ke mana ?" Tanyaku dengan nada terperanjat. 
Dia menyahut. "Emak tak boleh tidur kerana dah puas tidur siang tadi, Arshad nak kemana ?" Dia menanyakan aku pula. " Arshad pun tak dapat lelap mata. Kan sejuk ini mak, kenapa tak pakai baju sejuk?" Aku meneruskan kata-kataku. 
" Taklah Arshad, angin malam ni hangat sangat. Kalau Arshad belum nak tidur, teman mak jalan-jalan kat pantai." Pintanya. "Baiklah mak, jom." Jawabku. Situasi ini telah melenyapkan segala yang aku ranncangkan tadi. Aku tak tahu nak buat apa bila berhadapan dengannya begini lalu aku cuba turutkan kehendakknya sebagai emak mertuaku. 
Kami bersiar-siar dengan mengikut langkah kakinya. Kami berjalan seiringan dengan jarak selengan sambil bercakap bila perlu sahaja. Tanpa sedar, kami telah berjalan jauh dari tempat penginapan kami. Tiada lagi lampu pantai hanya cahaya bulan menerangi laluan kami. Sesampai dikawasan berbatu, kami memanjat ke atas dan berdiri menikmati angin malam. 
Emak mertuaku berdiri diatas batu sambil aku duduk lebih kurang dua meter dibelakangnya. Cahaya bulan yang memancar ketubuhnya menembusi kain pelekat dan baju kebaya kedahnya sehingga menampakkan bentuk tubuh yang serta merta merangsang syahwatku. 
" Dia menggoda lagi ke?" kata hatiku. Tiba-tiba dalam kesunyian malam itu, aku terdengar suara-suara dari dalam semak-semak dibelakangku.
Emak mertuaku juga terperasan lalu bergerak menuju ke arah ku. " Bunyi apa tu, ada orang kat sinilah Arshad." Emak mertuaku berkata sambil terus bergerak menuju ke arah datangnya suara tersebut. Aku menuruti dibelakangnya. Langkahnya terhenti apabila terlihat sesuatu. 
Aku bergerak rapat ke arahnya dan amat terperanjat sekali apabila melihat bayang-bayang dua manusia sedang enak bersetubuh dihadapan kami. Seketika pula terdengar disebelah kanan dan kiri kami. Mereka semua sedang memadu asmara sambil melempiaskan nafsu masing-masing. Syahwatku terus terangsang tetapi aku melawannya. 
Tiba-tiba emak mertuaku bersuara membisikku. " Diaorang semua tengah main, Arshad." Aku hanya mampu menjawab, "A' ah". Dan tak tahu nak buat apa. Tiba-tiba leherku dipaut dan ditarik kebawah. Emak mentuaku telah terbaring dengan tangannya memaut leherku. 
" Jangan cakap apa-apa, kita buat macam diaorang. " Aku tersentak sebentar tetapi aku tahu ini lah peluang yang aku inginkan sejak tadi, kenapa pula aku harus menolak. Aku merebahkan tubuhku keatas tubuhnya dan terus mengucup mulutnya. Lidah dan gigi kami berlaga-laga dengan rakusnya. Sungguh nikmat. 
Aku ingin menikmati teteknya lalu aku seluk kedalam bajunya dan meramas-ramas payu dara emak mertuaku. Dia mengerang sambil tangan kanannya menyentap-yentap seluarku. Aku mengerti kehendaknya lalu bangun dan menanggalkan seluarku. Tanpa seluar dalam, batangku terus menerjah keluar sambil emak mertuaku menyelak kainnya keatas menampakkan kemaluannya yang masih lebat berbulu diterangi cahaya bulan. Dia mengangkat kelengkangnya dan aku terus rebah lalu menyucukkan batangku kemulut farajnya. 
Tanpa lengah-lengah dia menolak punggungnya keatas dan farajnya menelan batangku hingga ke pangkal. Kakinya memaut punggungku bagai tidak mahu melepaskan batangku. Kami terdiam sebentar dan farajnya mengemut-ngemut batangku. Nafasnya semakin kuat dan tiba-tiba sahaja dia mengerang dan terus longlai. 
Aku macam tak percaya. Belum pun aku bermula, dia sudah kekemuncak. Pautan kakinya dilepaskan dan batang aku yang masih keras terbenam dalam lubang farajnya. Tiada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Dalam kegelapan malam itu, dia menarik tubuhku rapat ketubuhnya, mengucupku dan kemudian menolakku baring disebelahnya di atas rumput-rumput yang dibasahi embun bercampur perahan peluh kami berdua.
Selepas beberapa ketika, masih tiada kata-kata hanya sekali-kali dia mengucup-ngucup dan menjilat dadaku. Tak tahu apa hendak aku katakan. Masing-masing membisu. Jam tangan aku berbunyi dan aku dekatkan kemataku menunjukkan jam 3.00 pagi. Pukul lima pagi, pasti isteriku akan bangun. Apa harus aku katakan jika dia dapati aku dan emaknya tiada dikatil masing-masing. Seperti dia mengetahui apa yang sedang aku fikirkan, tiba-tiba emak mertuaku bersuara sambil menarik-narik batangku yang mencodak kelangit. 
"Masukkan Arshad!, mak dah puas, Arshad mainlah emak sampai Arshad puas." Aku tak tahu apa nak jawab. Aku hempap tubuhnya dan tusukkan batangku kedalam farajnya. Walaupun dia telah puas, dia membantu dengan mengerakkan punggungnya kekiri, kekanan, keatas dan kebawah. Sambil menyetubuhinya, aku ramas teteknya dan sekali-sekala aku rapatkan bibirku kebibirnya. 
Sekali sekala aku lajukan sorongan dan adakalanya aku perlahankan dengan tujuan dapat membangkitkan nafsunya semula walaupun terpaksa mengambil masa lama sedikit. Harapanku tidak sia-sia, kemutan farajnya mula terasa, lidahnya mula minta dinyonyot dan kakinya mula berpaut kuat tetapi apakan daya, aku sudah tidak dapat bertahan dan dengan sekali huja, batangku terbenam hingga ke pangkal dan terus menyemburkan air kasih hingga melimpah keluar bersama-sama dengan batangku yang mula layu. 
" Maafkan Arshad mak, Arshad tak boleh tahan lagi." Rayuku. Dia hanya menjawab. "Tak apalah." Dan kami terus berpelukan dan berkucupan apabila jam tanganku berbunyi lagi. Kami terus membetulkan pakaian masing-masing dan meninggalkan tempat kami bermadu dengan insan-insan yang masih bergelimpangan melayari kasih mereka. 
Setibanya ditempat penginapan kami, aku menghantar emak mertuaku hingga kebiliknya. Sebelum beredar kami sempat berkulum lidah sambil dia meramas-ramas batangku dan aku menjolok-jolok jariku kedalam lubang farajnya. Aku terus membaringkan tubuhku disebelah isteriku dan terlena hinggalah aku dikejutkan oleh isteriku. 
" Bang, bangun, sejam lagi kita nak bertolak ke tempat perkelahan. Semua dah bersedia. Apa ni, tidur jauh malam, kan lepak dah. Bangun cepat." Mataku terasa kelat tetapi aku harus bangun. Aku bergerak menuju ke bilik air. Di depan chalet aku lihat emak mertuaku sedang rancak bergurau dengan cucu-cucunya, tidak lagi terconggok senyap sendirian seperti semalam. Dia memandang kearahku sambil tersenyum. Dia nampak riang sekali hari ini. Selepas mandi, aku terus masuk ke bilik. Aku lihat isteriku sedang berbaring di atas katil. Apabila nampak aku masuk, dia mula berkata. 
" Bang, sebelum pergi, kita main sekejap." Pintanya. Dalam hatiku berkata. "Wow!, boleh ke ni?" . Aku harus memikirkan sesuatu supaya keupayaanku tidak ketara selepas berhempas pulas dengan emaknya malam tadi.
"Phew! apa aku nak buat ni. Rasa macam tak sanggup. " bisik hatiku lagi. Supaya tidak mengecewakannya aku memberi alasan. "Has! Bukan tak nak, tapi kena minum RedBull dulu. Itupun selepas setengah jam baru boleh. Jadi masa tak ada sayang. Kita dah nak bertolak." Penjelasan itu sudah cukup meyakin isteriku. Dia mengalah tetapi dengan kata-kata. 
" Tapi malam nanti bagi Has tau." Aku hanya mampu tersenyum. Masa untuk bertolak ke jeti untuk menaiki bot ke tempat perkelahan hampir tiba. Bot sudah berada dipengkalan dan pelancong-pelancong sedang berbaris untuk menaiki bot. 
Dari atas bukit tempat penginapan kami jelas nampak bot besar yang tertambat di jeti. Aku memanggil semua anak-anak aku dan adik-adik iparku supaya bergerak ke jeti. Tidak kelihatan emak mertua dan isteriku. Aku memanggil isteriku dan terdengar suara sahutan dari chalet emak mertuaku. Sebentar kemudian hanya isteriku sahaja yang keluar dan aku bertanya dimana emaknya. 
"Abang! Abang jangan marah ye!" "Kenapa?" Balasku. " Emak takut dia mabuk lagi naik bot, jadi dia tak nak ikut. Tapi takkan nak tinggalkan dia sorang di sini." Jawab isteriku. " OK lah, Has tinggal dengan mak, biar abang bawa anak-anak." Balas ku lagi. "Woi! Woi!, malam sikit," jawab isteriku.
"Has, pergi sama anak-anak, Abang temankan emak. Abang dah pernah ke sini tapi Has baru sekali ini. Jadi abang kenalah temankan emak. " Aku tergamam sebentar dan memandang isteriku dengan pandangan yang memeranjatkan sambil membalas. 
" OK! Tapi jaga anak-anak baik-baik, jangan ada yang lemas " dan disahut oleh isteriku yang telah sampai ke bawah bukit. "Jangan takut, Abang jaga emak baik-baik tau." Dan terus menghilang menuju ke jeti. Perasaanku bercampur-campur. Tidak suka kerana tidak dapat berkelah bersama-sama anak-anak dan isteriku. Suka, munkin peristiwa semalam akan berulang. 
Tiba-tiba emak mertuaku muncul di hadapan chaletnya sambil memandang aku. Aku meneriak kepadanya. 
" Emak, kita pergi sarapan dulu kat sana jom." Emak mertuaku terus berjalan menuju ke arahku. Setibanya disampingku, aku mengulang kembali kata-katanya semalam. " Jangan cakap apa-apa, kita buat macam diaorang. " Emak mertuaku tersenyum mendengarkannya lalu aku kucup sekali dibibirnya. Dia tersipu-sipu seolah-olah malu. Aku pimpin tangannya menuju ke gerai untuk bersarapan. " Emak makan kenyang-kenyang, nanti tak cukup tenaga." Aku memulakan perbualan. Dia bertanya,
 "Tenaga untuk apa?" lalu aku menjawab. "Untuk main dengan saya." Dia hanya menyahut, "Ishhh, Arshad ni." Kami bersarapan nasi lemak dan meminta lauk ketam goreng. Emak mertuaku begitu berselera sekali pagi ini. 
"Lepas ini kita nak kemana mak?" Tanyaku. Emak menjawab, " Ke biliklah, ke mana lagi?" Aku terasa gembira sekali dengan jawapannya dan batangku menunjukkan perasaannya sendiri dan mula mengeras. 
Selesai bersarapan, kami bergerak menuju ke tempat penginapan dan aku bertanya kepada emak mertuaku dia hendak dichalet aku atau chaletnya.
 " Dekat bilik maklah, kalau bilik Arshad nanti, bersepah air mani dan peluh. Nanti Hasnah perasan baru padan muka." Aku akur dan terus menuju ke chalet emak mertuaku.
594 notes · View notes
Text
Prestasi Akademik
Tadi pas di jalan apa pas di rumah ya… asa kepikiran mau nulis sesuatu. Eh tapi begitu di depan keyboard lupa.
OH! Itu si tweet tentang gimana “prestasi akademis nggak penting, yang penting itu networking, makanya banyak-banyak bergaul yang luas.” https://x.com/kozirama/status/1773108262411415994?s=20
Wow, kalimat di atas itu sangat penuh dengan… entitlement. Betul-betul orang yang entitled aja yang bisa ngomong kaya gitu: yang udah tahu gimana cara networking, dan orang itu mungkin juga memang sudah terlahir di suatu established network, baik dari keluarga atau lingkungan yang udah lumayan “bagus”.
Gimana kalau aku adalah anak dari desa terpencil di luar Pulau Jawa yang ayah-ibuku petani dan kalaupun networking dan bergaul jauh banget, lingkungan jejaringku paling mentok cuma sampai kabupaten kota aja. Itu juga karena ada anaknya kepala desa yang berhasil SEKOLAH TINGGI sampai lulus D3 dan akhirnya keterima jadi PNS di Kantor Bupati.
Itu masih mending. Gimana kalau di desa ini semua orang mikir sama kayak orang itu dan GAK SEKOLAH?? Karena mikirnya “ya gak penting prestasi akademis, yang penting bergaul aja”.
HHHHHHH.
Emosi sendiri ngetiknya (ini masih jam 2pm jadi masih panjang perjalanan shaum aku). Tapi betulan pas baca itu aku yang “HAH. Gimana. Orang ini gak pernah baca kalau pendidikan itu salah satu medium paling ampuh untuk naik kelas ekonomi apa gimana.”
Aku pun bukan salah satu pemuja pendidikan/prestasi akademis yah. Ku salah satu yang percaya: “belajar itu bisa dilakukan di mana aja, gak harus dengan degree”. Dan akupun nggak sepenuhnya kontra dengan komentar si orang itu: ku bisa sampai sini jujur karena network, bukan karena prestasi akademis. Tapi gimana aku bisa punya network yang resourceful ini, jalur masuknya dari prestasi akademis. Aku Alhamdulillah dikasih Allah rejeki untuk bisa bersekolah di sekolah bagus. Ini aku bakalan kayak telepon rusak karena udah berkali-kali ngomong ini, tapi gimana ku bisa sampai di Oxford aja sesederhana network SMA-ku. Kalau aku gak masuk SMA-ku yang dulu itu, gaakan aku punya teman-teman yang lagi ambil PhD duluan di Oxford dengan beasiswa Jardine. Ga akan aku tahu informasi tentang beasiswa ini. Ga akan aku ngebayangin dan mikir “oh bisa ya orang Indo biasa-biasa saja seperti saya ini ambil PhD di Oxford dengan beasiswa”.
Yang paling kutakutin adalah gimana orang-orang (terutama generasi muda aka gen z yang sudah mengkhawatirkan dari defaultnya ini) jadi mikir “ah apa gunanya belajar, ujung-ujungnya yang bakal berguna adalah orang dalam juga”, apalagi setelah melihat tweet orang ini dan juga Jokowi-Gibran. Betul-betul semua yang terjadi belakangan di pemilu kemarin, MK, bansos, impactnya SEGEDE ITU ke… ethical and moral devaluation (jujur ini istilah apa aku ngarang).
Ku sangat khawatir dengan gimana kita sebagai nation udah berusaha naikin skor integritas, semua seleksi udah dibuat se-merit based mungkin: LPDP, seleksi ASN, masuk PTN (ya walaupun in practice masih ada nepotisme di sana-sini, tapi at least effortnya udah ada lah ya). Terus yaudah hancur begitu aja dengan orang-orang rakus dan tamak ini yang abusing their power IN FRONT OF OUR SALAD.
Hhhhhhh. Udah sih gitu aja ranting-nya. Ku awalnya mau bahas hubungan kalau punya “prestasi akademis” akan ningkatin confidence dan bargaining power juga di network tersebut, tapi jadi panjang, beda bahasan soalnya. Intinya, kalau kita pintar dan punya specific set of skills yang orang lain gak punya, skill ini bakal berguna di networking. Jadi gak cuma bisa bergaul luas juga, tapi networknya jadi berguna dan working for us.
Paling gampang, biar gak banding-bandingin orang, ku membandingkan diriku sendiri 2019 pre-Oxford vs 2024. Sekarang ku merasa lebih pede kalau ngomong di forum manapun (termasuk di sosmed) karena aku merasa punya better agency, better credibility. Sekarang, kalau ketemu pejabat aku bisa yang “Boleh, Pak, nanti saya bantu kalau butuh konsultasi dengan saya sebagai expert, tim Bapak bisa hubungi saya aja, ini kontak saya ya Pak.” Dulu mah boro-boro ngomong sama pejabat, opportunity buat ketemu aja dikit banget. Palingan ya nonton beliau aja di depan podium, saya di belakang. Sekarang betulan yang bisa makan semeja bareng, bahas strategi negara bareng (buset siapa saya). Kalau bukan karena “prestasi akademis” yang bikin ku bisa di tempat yang lebih better sehingga network-ku juga lebih bagus, apa dong itu.
Udah itu dulu aja sebelum meledak ini kepala. Sebetulnya masih kesel banget sih. Masih ada part “gimana kalau orangnya socially awkward, punya mental health/disability yang bikin dia gabisa networking conventionally?” dan masih banyak “gimana kalo- gimana kalo” lainnya. Tapi satu hal yang kusadari, terlepas dari keabsurdan debat kusirnya, twitter ini sebetulnya tempat yang sangat bagus untuk thinking exercise. Terutama buat aku yang ternyata lebih menyala dan jalan otak buat nulisnya kalau sifatnya reaktif kayak gini lol.
Yaudah intinya lagi: PENDIDIKAN SETARA FOR ALL. Ku masih percaya sekali pendidikan itu salah satu metode paling efektif untuk mengeluarkan kita dari kemiskinan. Noni for Menteri Pendidikan gaknih (gak deh, takut, si Nadiem udah banyak yang cursing juga karena Merdeka-belajar-nya yang menurutku personally juga terlalu muluk & ideal).
Sekian
30.18
14:29 28/03/2024
7 notes · View notes
bagus-adikarya · 9 months
Text
Anak Sejuta Cerita
Saya dan Piti dipertemukan melalui tulisan.
Piti hobi menulis, saya rajin membacanya. Saya hobi menullis, piti juga rajin membacanya.
Kami menikah, lalu lahirlah humayra. Pelajaran penting pertama, tulisan bisa melahirkan anak manusia.
***
Dasar menulis adalah bercerita. Meski setelah menikah kami jarang menulis. Tetapi di rumah, kami tidak berhenti bercerita.
Kami membawa kebiasaan bercerita dalam perbincangan sehari-hari. Jika ada satu hal menarik yang terjadi di hari itu, kami akan tambahkan struktur cerita, sedikit analogi, lalu jadilah cerita. Mungkin ini yang menyebabkan, humayra juga sangat suka dengan cerita.
Memang selain itu, Piti sangat boros dengan buku anak-anak. Bersyukurnya, humay juga mendukung keborosan itu dengan membaca dan mendengarkan cerita dari buku yang Piti beli.
Lalu apa saya mendukungnya? Jawabnya antara ya atau tidak.
Ya, karena membaca buku adalah aktivitas yang baik untuk humay,
Tidak, karena saya merasa tersaingi.
Saya memiliki impian untuk memiliki perpustakaan pribadi. Sudah lewat umur 30 tahun saya belum berhasil mewujudkan cita-cita tersebut. Tetapi, Humay yang berusia 5 tahun sudah berhasil memiliki 3 buah rak buku dengan variasi buku anak-anak yang bermacam-macam: pop up, soundbook, touchbook, dan berbagai macam jenis buku lainnya.
Bagi humay, buku-bukunya adalah harta karun. Seperti bajak laut yang cinta harta karun, humay tidak ingin bukunya tersebut dibagi. Contohnya baru kemarin terjadi, TK tempat humay bersekolah menyelenggarakan program donasi buku.
Dan si Bajak Laut, tidak ingin satupun bukunya disumbangkan. “Nanti kalau humay sudah SD, baru boleh.”
Sampai dengan tulisan ini ditulis, kami berdua masih melakukan lobying dengan Humay.
***
Karena cerita itu butuh bumbu, kami perlu mendramatisasi beberapa hal yang sebetulnya  biasa saja. Dan mungkin itu yang membuat, keluarga kami cukup punya drama ….. dalam arti yang positif.
Pernah pada suatu malam, saya bercerita.
“Kak Humay, sini, ayah punya cerita.” Setelah saya berpikir ada satu kejadian yang menarik di hari itu.
“Apa yah?” humay mulai duduk menyimak
“Ayah tadi habis makan bakso. Di depan meja ada satu mangkok bakso dengan kuahnya, lalu ada satu mangkok lagi berisi saus kecap dan sambal, dan terakhir ada satu gelas es jeruk. Karena ayah lupa ambil sedotan, Ayah pergi ke meja dekat kasir mengambil sedotan. Trus ayah taruh sedotannya, eh, ternyata ayah naruh sedotannya di mangkok bakso.” Sebetulnya, ini cerita yang sangat biasa.
“Hahahahahahaha. Ibu sini ibu. Masa Ayah naruh sedotan di mangkok bakso.” Sambil lari-lari kecil ke ruang tamu menghampiri Piti.
Saya sebetulnya agak khawatir dengan selera humor humay.
***
Kebiasaan kami bercerita ternyata punya dampak yang sangat positif bagi Humay.
Pada suatu pagi menjelang siang, Piti menjemput Humay di TK. Wali kelas Humay menyampaikan ke Piti bahwa dia cukup terkejut dengan kosakata yang Humay sering gunakan saat berbincang.
“Ibu guru, ini tadi humay sudah memilah-milah tugasnya untuk dikumpulkan” kata Ibu Guru menirukan kalimat humay.
Kata memilah-milah menurut Ibu guru bukan kosa kata yang umum digunakan oleh anak di usia TK.
Saya dan Piti jadi ingat, sepertinya kata ‘memilah-milah’ humay kenali dari buku yang dia baca. Ada satu buku yang menjelaskan aktivitas memilah buah dan humay sering membaca buku tersebut.
Jadi jika digambarkan proses humay bercerita di sekolah adalah seperti ini: humay mendapatkan cerita dari rumah,  lalu menceritakan cerita tersebut di sekolah.
Saya berharap, semoga humay tidak menceritakan ‘sedotan dalam mangkok bakso’ pada teman-temannya.
Atau semoga teman-teman humay punya selera humor yang sama dengan Humay.
Dan jika selera humor mereka sama, saya yakin saya bisa berteman baik dengan teman-teman humay.
Mungkin kita bisa mulai dengan membentuk grup whatsapp.
Karena cerita punya dampak yang sangat positif bagi kami bertiga. Sangat disayangkan jika cerita tersebut tidak memiliki bentuk tertulis.
Akhirnya, saya beride untuk kembali aktif menulis. Dengan harapan, semoga kelak tulisan ini bisa humay baca dan mengingatkan dirinya bahwa humay adalah anak dengan sejuta cerita.
21 notes · View notes
brotherhood79 · 5 months
Text
10 notes · View notes
kuumiw · 4 months
Text
#kepadadiriku
hai, aku harap hari ini kamu akan mendapatkan keputusan dari hasil pertimbangan seseorang. apapun yang hari ini kamu dapatkan, maka itu adalah bentuk terbaik dari Allah.
kamu, perempuan yang selalu merasa tidak manis saat seseorang memotretmu, tapi selalu merasa kegirangan saat kamu sendiri mengambil gambar dirimu. ya, hasil tangan sendiri memang lebih menarik bukan? wkwk ..
sesekali, hari ini, aku ingin menulis tentang kamu. perempuan yang masih banyak ingin :") "kamu gak cape mi harus ngejar banyak hal?" itu kan pertanyaan yang sering kamu dengar? kamu, anak pertama dengan tiga adik perempuan. walau tiga adikmu masih bersekolah, kamu tetap bersikeras untuk terus bertarung dengan mimpimu juga, hingga tinggi, hingga tak menyangka bahwa kamu akan berada di titik itu suatu hari nanti.
ya, untuk banyak orang, mungkin akan sulit mengejar mimpi sendiri sambil mendorong tiga adiknya untuk meneruskan mimpi juga, tapi kamu selalu yakin bahwa Allah akan terus memberikan kesempatan dari arah yang tidak disangka-sangka. terus tersenyum imi sayang, jalannya memang tidak selalu mudah, aku tahu itu.
aku tahu saat kamu banyak menemukan kehilangan dalam beberapa tahun kebelakang. kamu menjadi tak karuan, mencoba menarik diri dari banyak orang hingga kesulitan menghadapi perubahan diri yang signifikan. aku yakin, dari semua hal yang kamu rasakan kemarin, kamu mendapatkan makna luar biasa tentang perjuangan.
imi sayang, jangan takut jika merasa tertinggal. itu hanya perasaan kamu sendiri. Allah justru melihat bagaimana kamu mengusahakannya. bukan banyaknya hasil yang kamu ciptakan.
tolong jujur dengan diri sendiri tentang apapun yang kamu rasakan, ya. kamu bebas untuk merasakan apapun, dan tolong sadari bahwa perjuangan kamu bukan berhenti di titik mana kamu lelah.
bukannya kamu mau jadi perempuan yang bisa berbaur dengan banyak orang, ya? mendirikan rumah bina keluarga dengan kurikulum kamu di dalamnya, menjadi pengajar muda dengan sejuta pengalaman tentang menghadapi anak dan dunia, juga kamu ingin memiliki sekolah khusus untuk melatih perkembangan anak dan bondingnya dengan orang tua.
mi, mimpimu yang besar itu tidak akan kamu dapatkan jika kamu berputus asa.
maka mulai hari ini, yakinkan pada diri sendiri lagi bahwa segala kesulitan yang kamu hadapi bukanlah apa-apa jika dibanding banyak orang yang mungkin akan kesulitan saat kamu tidak mewujudkan mimpimu.
ayoook, bersemangat! percayalah, ketika mimpi itu terwujud, kamu akan berbahagia sebab banyak orang yang berbahagia karenamu.
semangat imi sayang, nanti kita cerita lagi ya!
sekarang badanmu perlu diurus dulu! bukannya sehabis workout itu mandi, kamu malah bercerita panjang lebar seperti ini wkwk .. dasar
kosan sepi, Bandung 18 Januari 2024
9 notes · View notes
milaalkhansah · 10 months
Text
uang, uang, uang
gadis itu jalan dengan kepala tertunduk dan mata yang sesekali terpejam.
ia kelelahan. baik secara fisik maupun mental. seharusnya ia menambah waktu istirahat di saat tubuhnya belum kembali sehat seperti semula. Namun karena rasa nggak enakkan kepada bosnya juga ketakutan banyaknya waktu kosong membuatnya semakin disiksa pikirannya, maka ia memilih untuk memaksa tubuhnya untuk kembali bekerja.
‘uang, uang, uang’. ucapnya berulang-ulang. ia bahkan tak lagi menjadikan nama Tuhan sebagai hal yang diucapkan lisannya berulang-ulang.
ia butuh uang untuk membayar semua hutang-hutang tak berkesudahan itu.
ia butuh uang untuk menjalani pengobatan.
ia butuh uang untuk melarikan diri dari kesepian dan kesedihan  yang semakin hari semakin mencekam.
ia butuh uang untuk kembali bersekolah
ia butuh uang.
ia ingin pulang...
tetapi tak ada lagi yang tersisa untuk dijual, selain dirinya sendiri. tapi apakah itu bahkan masih layak?
uang, uang, uang.
kemarin ibunya menelpon, mengabari hapenya rusak dan butuh diganti. ia hanya mendengar, tetapi pandangan matanya melirik ke hape di genggamannya dengan kondisi yang jauh lebih memperihatinkan. padahal itu satu-satunya alat untuk membantunya mencari uang lebih.
adiknya juga bercerita bahwa sepatu yang baru dibelinya beberapa bulan yang lalu telah rusak. padahal ia telah memberinya uang yang lebih dari cukup untuk membeli sepatu dengan kualitas yang lebih baik.
kemiskinan dan jalan pikiran orang-orangnya semakin membuatnya tak tahan.
di lain sisi, ia hanya bisa melengos, ketika melihat orang di sekitarnya membeli sesuatu dengan sangat mudah. sesuatu yang hanya bisa dibelinya dengan menyisihkan gajinya hingga bertahun-tahun.
dia bukannya iri. hanya saja, sulit merasa hidup ini adil ketika dia sendiri saja terkatung-katung secara mental dan finansial.
adil, ya?
pandangannya jatuh pada seorang pemuda dengan jualan yang sepertinya tidak berkurang sejak ia melihatnya pagi tadi.
adil, ya?
netranya tak sengaja terhenti pada seorang Kakek dan anak kecil yang sedang tidur dengan berselimutkan karung bekas, di emperan tokoh sebuah bangunan.
matanya berembun.
sepertinya bukan jumlah uang yang mesti ia perbanyak.
tapi jumlah rasa syukur.
18 notes · View notes
ceritasiolaa · 2 months
Text
Cukup Jadi Kenangan Masa Ramadan
Setiap tahun akan ada cerita Ramadan yang berbeda-beda, semakin bertambahnya usia setiap momen pun terlihat berbeda. Kalau diingat-ingat setiap momen yang terjadi dari Ramadan tahun ke tahunnya mungkin aku tidak bisa menceritakan semuanya. Mungkin beberapa momen saja, salah satunya momen yang berbeda.
Tahun 2015, awal kaki ini menginjak SMA. Aku masih ingat sekali, tanggal 1 Juli 2015 adalah hari pertamaku masuk ke asrama dan memulai masa orientasi. Masa orientasi dilaksanakan ketika bulan Ramadan. Aku bersekolah di sekolah yang berbasis semi militer, jadi orientasi sekolahnya cukup banyak kegiatan yang berbau semi militer. Panas teriknya matahari, pelatihan orientasi dari kakak senior dan arahan TNI, kegiatan yang cukup padat menjadikan Ramadan kali ini melelahkan. Bahkan rasa ingin ‘menyudahi’ puasa sering muncul di dalam hati, astaghfirullah.
Di bulan ini juga hari bertambahnya usiaku. Bulan puasa, sehabis ashar aku dikejutkan oleh kakak-kakak senior pelatih orientasi yang menyiramiku dengan air bunga. “Siraman air tujuh rupa” ucap mereka sambil tertawa. Begitulah kira-kira gambaran senioritas di sekolahku kala itu.
Momen ini menjadi momen Ramadan yang kalau diingat-ingat, rasanya cukup menjadi kenangan saja. Jangan terulang lagi. Walaupun kadang jika dibayangkan kembali di masa itu, lucu juga. Seorang murid baru SMA dikerjain kakak seniornya ketika ulang tahun pada bulan Ramadhan.
Namun terkadang ada rasa rindu juga momen Ramadan di asrama. Sahur, buka puasa, dan tarawih bareng teman-teman di asrama. Apalagi kalau udah cari takjil naik becak, seru rasanya.
Begitulah, waktu akan terus berjalan dan masa lalu akan menjadi kenangan, masa yang akan datang menjadi sebuah misteri kehidupan.
6 notes · View notes
sazzadiyatan · 10 months
Text
Haru
kalau  dulu punya uang ayah juga bakal sekolahkan kamu di sekolah bagus, biar kamu mendapatkanpendidikan terbaik, apalah waktu itu ayah cuma mampu menyekolahkan disana
ayah dengan muka datarnya 2023
semakin dewasa aku menyadari ternyata menjadi orangtua merupakan sebuah tanggungjawab yang begitu besar, semakin melihat sekitarku baik saudara, teman seumuran yang sudah banyak berada pada fase memilihkan tempat pendidikan terbaik untuk buah hati mereka.
didukung posisiku sebagai pendidik, pernah disuatu hari aku bercerita ke ayah bagaimana semakin mahalnya dana pendidikan yang dikeluarkan oleh banyak orang, dan di saat itu aku masih merasa apakah memang seharusnya perlu menyekolahkan anak dengan dana sebanyak itu di tingkat Taman kanak kanak.
dengan wajah datarnya ayah mengatakan “siapa sih yang gak mau anaknya dapat sekolah terbaik, apalagi dia mampu, dulu kalau punya uang ayah juga pingin kamu mendapatkan pendidikan terbaik di sekolah yang bagus, tapi ayah waktu itu cuma mampu menyekolahkan kamu disana”
aku terdiam mendengarnya, mungkin aku belum berperan menjadi orangtua saat ini, sehingga aku berstatement demikian, mungkin saja nanti akan berubah jika Allah mentakdirkan aku menjadi orangtua, bahkan saat mendengar perkataan ayah tersebut aku mengaminkan dalam hati.
dahulu  saat  setingkat SD ayah menyekolahkanku di madrasah yang memiliki yayasan untuk membantu anak yatim dan kurang mampu, kata ayah dibanding dengan lainya sekolah tersebut tergolong terjangkau biaya pendidikanya, kata ayah juga madrasah tersebut memperbolehkan para wali murid menunggak membayar spp jika belum mampu membayar. didukung lagi saat tahun 2000an madrasah tempatku bersekolah sudah memiliki program fullday yang saat itu hanya sekolah sekolah bagus dengan biaya mahal yang memilikinya.
tapi aku bersyukur dengan pilihan ayah, dengan upayanya waktu itu ayah mampu menyekolahkanku di madrasah, Taman Pendidikan Al-qur’an, memberikanku les tambahan saat kelas 5 dan 6, memasukkanku ke pesantren hingga sanggup membawa gelarku hingga detik ini.
mungkin kalau ayah tahu akan ada drama saat aku menyelesaikan sarjana pasti akan memperbolehkan aku kemana saja waktu itu, sehingga aku tidak akan membenci kota kelahiranku sendiri, Qodarullah wa maa shaa Faala.
pengalaman serupa juga diceritakan rekan kerja yang duduk di sebelah mejaku, katanya dia dulu ingin masuk SMA favorit di kota kami, namun dengan pertimbangan biaya adik-adiknya sang ibu memintanya untuk sekolah di dekat rumah saja dengan biaya transportasi dan uang saku yang mampu untuk dibayarkan biaya sekolah adik adiknya. lalu aku berkaca kaca mendengan selorohanya
kayaknya orangtua kita juga pengenya dan maunya kita kuliah ke luar negeri us, ciputra misalnya,  atau kemanapun kita mau, setidaknya kita punya privilage yang tidak semua orang memilikinya, dan orangtua kita masih mengusahakanya.
ternyata memang menjadi orangtua tidak mudah, terimakasih ayah ibuk yang sudah memberikan pendidikan terbaik untukku, meski ada luka pengasuhan yang aku rasakan hingga detik ini--maafkan anakmu yang belum bisa mendapatkan beasiswa untuk bisa kuliah dengan gratis , maafkan belum bisa membanggakan, maafkan juga aku yang masih menjadi beban pikiran kalian. entah berapa materi yang sudah kalian keluarkan untuk pendidikanku dan sampai saat ini kalian tidak meminta apapun kecuali agar aku tetap menjaga sholat fardhu, tahajud dan puasa sunnah
terimakasih sudah bersabar dengan anakmu yang masih menjadi manusia manusia biasa hingga detik ini :)
Gresik, 27 Juli 2023 dengan air mata terbendung menuliskannya
Sazzadiyatan
16 notes · View notes
agniardaya · 6 months
Text
2023.
Berdasarkan pengalaman saya di Institusi pendidikan, orang-orang yang duduk di bangku bukan berarti belajar. Ketika mendengar opini bodoh, tidak masuk akal, dan sekedar seperti bualan..
Kesempatan untuk bersekolah sekarang sangat mudah didapatkan, tapi banyak murid enggan mengambil kesempatan belajar.
Banyak ijazah, hampir setiap orang punya.
Terkadang, kebijaksanaan yang saya temukan bukan dari jenis almamaternya, melainkan pengalaman hidup si pembicara.
Saya mengatakan "oh, orang ini tidak belajar" bukan mengatakan "oh, orang ini tidak berpendidikan"..
4 notes · View notes
dooddlehen · 11 months
Text
Money, Pain & Love Chapter 2
Cast:
Lee Jeno - Jonathan Atmadja
Na Jaemin - James Hartono
Karina - Jane Widjaja
Winter - Michelle Salim
Additional Cast:
Minji - Maureen Atmadja (Adik Jonathan)
Lee Donghae - Daniel Atmadja (Papa Jonathan)
Tiffany - Tiffany Atmadja (Mama Jonathan)
Nam Gong Min - Gerald Hartono (Papa James)
Baekhyun - Bryan Salim (Papa Michelle)
Taeyeon - Tiana Salim (Mama Michelle)
Kim Seo Jin - Serena Widjaja (Mama Jane)
Tumblr media
Setiap minggu, keluarga-keluarga konglomerat dan bangsawan di Jakarta mengadakan pertemuan makan malam yang tak terlupakan. Kali ini, keluarga Jonathan, James, Jane, dan Michelle turut hadir seperti biasa. Acara makan malam tersebut selalu diselenggarakan di hotel-hotel mewah seperti Ritz Carlton, Grand Hyatt, dan Fairmont, menambah suasana kemewahan dan elegan. Tema makan malam kali ini adalah untuk menyambut keluarga baru yang baru saja pindah dari Makassar ke Jakarta. Mereka memiliki bisnis yang bergerak di sektor batu bara di bawah naungan perusahaan keluarga Jonathan. Kenaikan pangkat kepala keluarga, atau ayah dari keluarga tersebut, menjadi Country Sales Manager telah meningkatkan kekayaan mereka secara signifikan. Salah satu anak dari keluarga tersebut, Kevin, ternyata juga bersekolah di British Academy Jakarta dan merupakan adik kelas dari Jonathan dan James. Menariknya, Kevin berada dalam satu kelas yang sama dengan Michelle, menambah suasana keakraban dalam lingkaran sosial mereka.
Kevin: (sambil mendekati Michelle) Eh, hai Michelle! Ternyata kamu juga datang ke sini.
Michelle: (senyum tanpa menjawab)
Tumblr media
James: (dari kejauhan, dengan muka kesal) okb sialan berani banget dia deket deket Michelle (minum wine)
Jonathan: (dengan mulut penuh makanan) jauhh James, lu lebih ganteng.
James: (melihat muka Jonathan sambil senyum sarkas) diem Jon mending lu lanjut makan.
Jonathan: ok
James: dih
Ibu Kevin: (datang mendekati keluarga Michelle sambil bersalaman) Halo, Pak Bryan dan Ibu Tiana! Senang sekali bisa bertemu dengan kalian. Ini anaknya, Michelle, ya? Cantik banget ya anak nya bu. (menghadap ke arah Michelle) Hai, Michelle, kamu satu kelas dengan Kevin, kan?
Tumblr media
Tina: (menatap Michelle) Oh iya?
Kevin: (cepat-cepat menjawab) Iya, kami juga punya proyek Biologi bareng, loh! Michelle, nanti kamu bisa datang ke rumahku juga. Aku baru pindah ke daerah PIK, tahu kan?
James: (mendekati mereka dengan kesal) Chelle.
Tumblr media
Michelle: (hampir menjawab, tetapi terpotong oleh James)
Tiana: (melihat James dan tersenyum) Oh, James, di mana Mama kamu?
James: (tanpa melepaskan pandangannya dari Michelle) Mama ada di sana, Tante.
Tiana: Ini James bu, anak nya Gerald Hartono. Pacar Michelle.
Mama Kevin: (melihat James dengan ekspresi tidak senang) Oh? Halo, James.
James: Halo (mengulurkan tangan untuk bersalaman) James Hartono, anak Gerald Hartono pemilik Hartono Hospital Group dengan 50 cabang rumah sakit di seluruh Indonesia. Senang bertemu denganmu tante dan Melvin.
Kevin: (memperbaiki James yang salah menyebut namanya) Kevin!
James: (sambil memegang tangan Michelle) Om Tante, aku pinjem dulu ya Michelle.
Tumblr media
Bryan: (mengangguk) Setiap hari kamu pinjam Michelle, sampai kamu lupa muka anak Om sendiri. (bercanda)
Michelle: (malu) DAD!
James dan Michelle lalu mendatangi meja Jonathan dan Jane sambil berpegangan tangan.
James: Siapa tuh babe? Bangsat banget OKB-nya, sok akrab lagi.
Jonathan, yang tadi lagi makan, langsung nengok ke arah James.
Jonathan: Itu Kevin, anak karyawan bokap gue.
James sama Michelle duduk di kursi meja mereka.
James: Anak karyawan bokap lu? Buang aja tuh bokapnya. Anaknya aibin aja.
Michelle: ( sambil nyentuh tangan James biar dia tenang) James, jangan gitu dong.
Jane yang tadi cuma duduk bengong, liat muka kesel James jadi gemes dan mengejek.
Tumblr media
Jane: Kevin? Kevin yang proyek bareng lo, kan, Chelle? Lucu banget tuh anak. Beliin makan siang juga kemarin.
Jane senyum-senyum ngejek, Jonathan langsung ketawa sambil nyindir James.
Tumblr media
Jonathan: omg! serius babe?
Michelle pukul tangan Jonathan dan ngelirik sinis ke arah Jane.
Michelle: Jane, gausah mulai deh, udah tau kan dia bisa meledak kalo dipanasin.
James: (James lihat ke arah Michelle) Kok kamu belain Kevin sih?
Michelle kebingungan dan gak jawab James.
Jane: (Bercanda dan mengejek Michelle) Iya, Chelle, kenapa lu belain Kevin?
Michelle pegang tangan James buat tenangin dia.
Michelle: Babe, gausah takut, kan kamu tau gue sayang sama kamu
Jane: (senyum dan nambahin) Iya, James, Kevin kan kerja di bawah keluarga Jonathan juga, jadi gausah takut. Kalo dia sok genit dikit, keluarganya bakal tendang dia sendiri. Iya kan, babe?
Jonathan: ( senyum sambil angguk) "Iya, sayang."
James: Pokoknya aku gak suka ya Chelle kamu berdua sama dia, kalo ada project pun ajak aku. Mau ke rumah dia kek ke mana kek pokoknya I have to be there.
Michelle kaget denger kata kata James dan memilih untuk diam dan mengangguk.
Jonathan: udah udah tegang amet bro, masa seorang James Hartono takut sama Kevin? Bocah okb. Malu James sama ukuran rumah lu. Kamar lu aja segeda ruang tamu dia.
Jane: ew? serius babe?
Jonathan: Kan papa aku yang kasih rumah nya.
Kevin yang sedang duduk di kejauhan melihat mereka tertawa sambil menyantap makan malam nya. Lalu pandangan Kevin tertuju kepada Michelle, lalu tangan James yang ada di pundak Michelle. Merangkulnya penuh dengan posesif. Di situ Kevin merasa dia tidak ada apa apa nya di bandingkan mereka.
Sekali lagi, mereka adalah sekelompok anak kolongmerat yang hidup di atas peraturan dan pemerintahan. Meskipun terlihat sombong dan egois, yang terlontar dari mulut mereka adalah fakta. Fakta bahwa mereka tumbuh besar dengan kekayaan melimpah dan merasa bebas melakukan segala hal tanpa ada konsekuensi. Seiring berjalannya waktu, mereka berubah menjadi sekelompok remaja yang dengan mudah menilai dan memutuskan jalan hidup orang lain yang berada di bawah mereka. Bagi mereka, hal itu dianggap sebagai sesuatu yang wajar, namun bagi orang-orang yang terkena dampaknya, rasanya seolah-olah mereka tengah berada dalam neraka yang tiada akhir.
#dooddlehen #dooddlehenstory
9 notes · View notes