Tumgik
persona-bilah · 8 months
Text
Anakku usia 1 tahun tantrum saat di car seat
Hai, ini teman cerita, favoritmu
Seorang suami mengeluhkan, "Saya dan istri punya dua pola pengasuhan yang berbeda, Di mobil anak saya umur 1 tahun duduk di car seat, ada kalanya setelah setengah jam lebih, dia nangis nangis, mau dicabut dari car seatnya,"
Saya sebagai suami bilang, "Udah dong lepasin aja, peluk aja dia,"
Istri saya jawab, "Gak bisa, bahaya loh, ini di jalan tol, kalau ada apa apa gimana,"
-
Dari percakapan tersebut, Saya setuju dengan istrinya. Kenapa?
Karena harus konsisten
Peraturan itu harus konsisten supaya ada wibawanya.
Kalau dari awal sudah inkonsisten, aturan jadi gak punya wibawa, selanjutnya, bikin aturan, yaa, gak ada wibawanya.
Walaupun kepada anak usia satu atau dua tahun.
Parenting is all about wiring
Bagaimana kita membuat sambungan pada otak anak kita, sehingga menjadi kebiasaan.
Tadi kalau suami istri berbeda, ya karena suami istri memiliki pola pengasuhan yang berbeda juga dari orang tuanya dulu.
Itu disebut, inner child within you
Jadi kalau mau bersatu, harus dirumuskan:
Kita mau anak kita gimana?
Kesepakatannya gimana?
Harus konsisten,
Anak tetap duduk di car seat, agar, belajar bagaimana mengendalikan dirinya di car seat yang memang gak enak, tapi itu penting untuk keselamatannya.
Orang tua perlu:
Mengerti dan menamai perasaan anak, "capek ya sayang,"
Mengalihkan "Ih ada burung," atau ada buku kita cerita.
Kalau terfokus apa yang dituntut oleh anak, aturan yang dibuat tidak ada wibawanya dan orang tua akan stressfull.
Ayo, konsisten.
Menjadi Orang Tua, Belajar Tidak Pernah Selesai
4 notes · View notes
persona-bilah · 8 months
Text
Ibu itu Tertampar, Seharusnya Beri Kesempatan untuk Percaya pada Anak
Seorang ibu tahun 1984-1986 berada di Honolulu, Hawai menemani suaminya mengambil master.
Ibu ini sudah berniat untuk bekerja di sekolah, mau tau gimana orang orang mendidik anaknya.
Di sebuah kelas, di hawai itu banyak orang jepang.
Persyaratan di hawai: anak dua setengah tahun boleh masuk ke play group dengan dua syarat
1. Tidak boleh pakai jeans
2. Harus bisa cebok sendiri
Jadi guru di sana gak kebudakan untuk menceboki anak orang
Suatu hari edward suzuki seorang murid berusia 2,5 tahun menghampiri ibu ini, “saya mau pipis,”
Masuklah edward ke toilet yang ada di dalam kelas. Kemudian ibu ini nunggu di luar toilet dan bertanya,
“edward, are u done?,”, dijawab “yea,”.
Edward keluar sambil belum bisa bisa menseleting celananya. Ibu ini marah sekali dengan orang tua edward karena mengirimkan anaknya pakai jeans.
Akhirnya ibu ini bilang, “Sini sini, teacher bantu,”
Tau gak edward jawab apa?
“No! Do you think i am a baby? I can do it by myself you know,”
Langsung ibu itu tertampar, seharusnya beri kesempatan untuk percaya pada anak, “You big boy, You big girl, You can do it sayang”.
Seharusnya yaa, menahan diri untuk tidak bilang, “Sini bunda tolongin, sini ayah tolongin,”
Kenapa?
Karena,
Cara seorang anak membangun dan merumuskan dirinya, bergantung dari persepsi yang sehat dari orang tua
Apa yang perlu dilakukan orang tua? Menghargai keberhasilan anak
Contohnya:
Anak baru belajar berdiri, Ternyata anak berhasil berdiri di atas kakinya gak goyah ga jatuh. "Waah, lihat, kamu berhasil sayang,"
Anak baru belajar pakai sepatu, Ternyata anak berhasil mengikat tali sepatu sendiri, "Wah kamu hebat Nak,"
Akibatnya jika anak berhasil mengatasi tantangan:
• Adanya Perasaan Positif terhadap Diri Sendiri
• Menghargai keberhasilan
• Yakin kepada Kemampuan Diri
0 notes
persona-bilah · 11 months
Text
Mengenal Emosi Generasi Strawberry
1. Apa itu Generasi Strawberry
Anak usia 9 tahun ke atas, itulah generasi Strawberry
Kenapa strawberry?
Strawberry dilambangkan sebagai buah yang indah, lucu, menadik, tetapi gampang mengkerut, dan mudah hancur
Generasi Strawberry selunak strawberry, tak tahan tekanan sosial
Generasi Strawberry adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati
Mental strawberry ini adalah mental semua bukan yang sebenernya dimiliki generasi Z.
Sebagai orang tua, mari menanamkan afirmasi positif kepada diri sendiri bahwa, "Anak saya memiliki mindset yang positif, dan jiwa yang kuat,"
Apa yang orang tua yakini akan mantul ke anak kita.
Falsafah Menggenggam Air
Praktik: tangan dikepal, telapak dihadapkan ke atas.
Jiwa kita adalah air dalam tubuh kita. Air tidak mungkin digenggam, dia keluar melalui ekspresi mata, hidung, pipi, dan seluruh ekspresi tubuh.
Inilah yang sengaja tidak sengaja berefek ke jiwa anak.
Seharusnya air dipikiran dan hati terkendali, supaya kita tidak pancarkan lewat ekspresi jiwa kita.
2. Mengukur Kesiapan Menjadi Orang Tua & Mengenali Type Ortu
Sebelum Menikah
Apakah anda siap untuk:
• Menikah saja
• Menikah dan menjadi Orang Tua
Benarkah sudah siap juga menjadi orang tua?
Apakah anda, Mengenali diri sendiri dan pengaruh pengasuhan terhadap kemampuan menjadi ortu?
Apakah anda, Disiapkan oleh Ortu untuk menjadi Ortu?
Apakah anda, Sungguh-sungguh belajar parenting/psikologi?
Apakah anda, Mengenali kesiapan dan kemampuan pasangan jadi Ortu?
Ketika sudah siap menjadi orang tua
Anda Type Ortu yang mana?
• Ayah bekerja - Ibu di rumah?
• Ayah ibu bekerja?
Jika Ayah Ibu bekerja:
Siapa yang mengasuh anak anda? Kakek nenek? Suster? Daycare?
Anak anak strawberry ini berayah dia ada, berayah dia tiada. Beribu dia ada, beribu dia tiada.
Maksudnya: Ada orang tuanya, namun dia tidak merasakan peran orang tuanya
3. Komunikasi, Pangkal Masalah Emosi Gen Strawberry
Mengelola emosi sesederhana dari gimana kita ngomong, ngomong kita inilah yang sangat berbahaya.
Tanpa disadari, biasanya, Kalau ngomong atau bicara buru-buru, kecepetan.
Supaya tidak bicara buru-buru.
Apa yang perlu dilakukan?
Berpikir, Memilih, Mengambil Keputusan
Contoh: pagi mau sarapan apa?
Anak suruh berpikir, memilih apa saja yang dimau, belanja.
Jangan kau gesa gesakan anakmu ketika dia kecil, karena kau akan mendapatkan orang dewasa yang kekanak-kanakan (gak bisa bertanggung jawab sama diri sendiri)
Karena buru buru, akhirnya, keluarlah, Nada tinggi
Bagaimana cara menurunkan nada bicara:
Sebelum keluar pintu kamar pagi, setelah sholat, angkat tangan, bermunajat kepada Allaah, "Ya Allaah Afrig Alayna Shobron,".
Setelahnya, tarik nafas 3x.
Mulai dengan senyum.
Siap mental ngadepin berbagai tingkah dan cerita.
Contoh: mau berangkat sekolah.
Buat aturan, berikan konsekuensi.
Konsekuensi logis (kalau lelet, terlambat sekolah) dan alamiah (telat makan, Laper)
Harus TEGA.
Kalau dibalas marah. Jika seperti ini anak merasa tidak pernah dikenali.
Perasaan itu perlu 3D: Dikenali, Diterima, Dihargai
Emosi anak yang tertahan, dibawa ke sekolah, disenggol temennya, langsung marah "heh jangan pegang pegang", itu bisa jadi awal penyebab perilaku bullying
Tidak Membaca Bahasa Tubuh (bahasa tubuh tidak pernah berbohong), Tidak Mendengarkan perasaan
Contoh: Anak lelet dalam siap-siap sekolah, anak keluar dari kamar dengan ekspresi marah.
Harusnya dibaca bahasa tubuhnya, "Ya Allaah, marahnya anak Bunda, aduh, itu alis sampe mengkerut, mata mendelik ga keliatan kelopak matanya,"
Cara baca bahasa tubuh:
• Sebut saja apa yang nampak
• Sabar tunggu reaksi
• Tebak perasaan yang mewakili dan mendekati bahasa tubuh
• Menamakan perasaannya (sebal, kesal, marah, benci)
• Menerima
Menggunakan 12 Gaya Populer
1. Memerintah: "Cepetan bunda bilang"
2. Menyalahkan: "Makanya, Apa bunda bilang,"
3. Meremehkan: "Itu aja jadi masalah,"
4. Membandingkan: "Si kakak daritadi udah duduk, udah kelar,"
5. Mencap / Melabel: "Makanya jadi orang jangan lelet, gesit sedikit,"
6. Mengancam: "Besok pagi kalau kamu begitu, udah gausah sekolah,"
7. Menasehati: "dengerin ya, kamu tuh jadi orang... (Mulai nasehat panjang),"
8. Membohongi
9. Menghibur
10. Mengkritik
11. Menyindir
12. Menganalisa
Setiap pagi seperti itu, Can you imagine kenapa dia jadi strawberry? Senggol sedikit merasa ditonjok?
Senggol sedikit keluar cairannya? Itu keluar cairan merah, darah, dari strawberry.
Yang keluar dari jiwa anak kita darah bening yang tak tampak warnanya, tapi dia mengalir terus lewat wajah anak kita.
Falsafah Kantong Jiwa Berisi Bola Pingpong
Kantong kenceng atau kantong kempot
Kantong jiwa anak: Berisi kata-kata dari orang tua, kakek, nenek, kakak, adik, paman, teman, guru.
Kalau kata kata baik: Pengakuan, Penghargaan, Pujian, Penghargaan, Kasih sayang
Maka kantong jiwa akan kenceng
Tapi kalau yang masuk adalah kata kata negatif 12 kata popüler, setiap kata negatif yang keluar, bola pingpong juga dikeluarkan, kantong jiwanya kempot. Inilah yang menjadikan anak anak yang tidak percaya diri.
Jiwa anak kita kenceng atau kempot?
Apa yang sudah kita produksi selama ini?
Kita selalu takut memuji, maka kempot jiwa anak kita.
Kenapa kita melakukan seperti itu?
Karena dulu kita dibesarkan seperti itu.
Banyak bener orang tua punya jiwa kempot, jadi dia tularkan lagi ke anaknya. Anaknya menjadi generasi Strawberry, anaknya hidup di dunia digital.
Darimana? Muncrat dari masa lalu.
Mengenal Konsep Diri
Anak diri anak kita? Bagaimana dia merasa dirinya?
Berharga atau tidak berharga?
Mengenal Harga Diri
Bagaimana melihat diri
Beruntung atau tidak beruntung memiliki orang tua seperti itu?
Mengenal Kepercayaan diri
Bagaimana menghargai dirinya?
Kalau jiwanya kempot, didepan emak bapak kandung dia ga berharga. Itu kenapa dia mencari pelukan lain di luar.
Jangan jangan dia ga sempet dipeluk atau bahkan dielus kepalanya
Anak anak dengan jiwa yang kempot, merasa tidak berharga.
Menerima siapa saja yang bisa peluk, karena pelukan dari orang tuanya jarang.
Menerima siapa saja yang bisa bilang sayang, karena dia gak pernah mendapatkan kata sayang dari orang tuanya.
Efek negatifnya?
64.000 anak Indonesia tahun 2019 menurut kementerian pemberdayaan perempuan, mengajukan dispensasi izin nikah di Mahkamah Agama seluruh Indonesia.
288 di Ponorogo
Anak siapa itu?
Berayah anak itu ada, berayah dia tiada
Beribu anak itu ada, beribu dia tiada
Dia hanya mendapatkan pelukan, kasih sayang, cinta dari temennya sesama siswa SMP. Maka banjirlah anak haram di Indonesia.
Gak punya waktu untuk mendengar aktif
Apa yang dilakukan anak?
Ketika anak tidak bisa mengeluarkan apa yang dibicarakan orang tua, mengeluarkan emosi yang tertahan, akan menjadi dasar bullying
4. Mendengar Aktif
Jadilah cermin, minta maaf
Kita harus merendah, untuk membuka tirai tirai luka yang terselubung. Minta lah maaf, umur belum tentu panjang, selesaikan urusan dunia kita, selama kita masih di dunia. Jangan gengsi.
Tanyakan pendapatnya
Hargai dan diskusikan, bahas bersama, duduk santai "Wa quuluu linnasi husna,".
11 notes · View notes
persona-bilah · 3 years
Text
Mendukung Cita-Cita Anak
"Keseriusan remaja dalam membangun identitas & rencana kerja dimulai dari kisaran usia 15 - 22 tahun (Zhang, et.al., 2015). Di usia sekolah menengah, dibutuhkan stimulasi dan dukungan yang tepat agar remaja mampu membangun perencanaan yang lebih matang untuk mempersiapkan masa depannya."
-
Dukungan orangtua terhadap pematangan cita-cita anak sering dianggap sepele, padahal dibutuhkan anak untuk;
Eksplorasi, Meningkatkan keterampilan, Mengembangkan apresiasi, membuat keputusan, membuat perencanaan, meningkatkan self-efficacy.
-
Faktor Konflik Remaja-Orangtua:
1. Cita-cita anak vs Ekspektasi orangtua
2. Cita-cita anak dianggap kurang bersaing, ikutin trend doang
3. Stimulasi dan komunikasi kurang terbuka
4. Orangtua serba tahu / overly dominant parent
5. Faktor budaya
-
Lalu apa peran orangtua dalam pematangan cita-cita anak?
Career-Related Parental Support
Turner (2003) mengembangkan alat ukur untuk mengevaluasi dukungan orangtua terhadap proses pengambilan keputusan karir anak, meliputi 4 area utama;
1. Instrumental assistant: berupa pemberian dukungan material dan finansial. Dukungan tersebut untuk menunjang kesempatan anak mendapatkan pengalaman, eksplorasi, dan pengembangan diri.
Contoh:
Kesempatan & biaya pendidikan formal
Kesempatan & biaya pendidikan non-formal & wokshop 
Ketersediaan fasilitas untuk mengakses informasi 
Asuransi dan manajemen keuangan orangtua
2. Career modelling: mendukung remaja untuk mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain. Career modelling dapat berupa contoh perilaku & sikap kerja orangtua, serta bagaimana orangtua membangun perencanaan, pembangunan strategi, dan pengambilan keputusan.
Contoh:
Ayah dan ibu bercerita mengenai pekerjaan 
Mengajak anak ke tempat kerja 
Berdiskusi mengenai suatu masalah & pengambilan solusi
3.  Verbal encouragement: memberikan dukungan secara verbal, misalnya melalui appraisal, komentar yang membangun, maupun umpan balik positif terkait dengan kegiatan edukatif anak     
Contoh:
Mengapresiasi & memberikan umpan balik pada hasil karya anak
Diskusi mengenai keterampilan yang perlu ditingkatkan anak
4. Emotional support: dukungan emosional yang dapat membantu anak terbuka terhadap tantangan. Dukungan emosional dapat diberikan melalui diskusi, arahan dan aturan, serta kehangatan orangtua. Dalam memberikan dukungan emosional, orangtua berorientasi pada proses kerja anak.    
Contoh:
Membuat perencanaan jangka pendek & panjang bersama 
Memberi dukungan saat anak perform/mengalami kegagalan
Menunjukkan kepercayaan pada potensi anak
-
Informasi Perlu Dikomunikasikan Dengan Anak:
1. Apa pilihan cita-cita anak dan alasannya
2. Keunggulan anak dan tantangan dalam menggapai cita-cita
3. Resiko dan beban pekerjaan yang dicita-citakan anak
4. Strategi dan rencana pencapaian
-
Dukungan orangtua:
1. Concrete action / Tindakan konkret yang dilakukan orangtua untuk mengarahkan pemilihan karir anak.
Misal: Penyajian informasi, mengajak anak volunteer/workshop, dll.
Concrete action biasanya membutuhkan usaha lebih dan momentum, sehingga emotional support saja dianggap cukup untuk mendukung anak. Padahal, baik emotional support dan concrete action sama pentingnya untuk menunjang cita- cita anak.
2.  Attachment (kelekatan emosional) orangtua-anak berperan dalam proses pencapaian cita-cita dan pemilihan karir anak. Anak dengan secure attachment biasanya lebih siap dan terbuka pada dunia luar, mampu menerima bantuan, mengeksplorasi, dan menerima tantangan.
-
Mari lakukan tugas orangtua sesuai dengan porsinya, yakni mengarahkan anak untuk mendefinisikan sukses versinya, bukan menetapkan indikator sukses untuknya.
oleh: Psikolog Dhisty Azlia Firnady
Sabtu. 16 Januari 2021
6 notes · View notes
persona-bilah · 3 years
Text
Kelekatan Hubungan Anak-Orangtua dan Pengaruhnya pada Remaja
Kelekatan (attachment) merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orangtua (Mc Cartney & Dearing, 2002).
Primary CareGiver: siapa yang memenuhi kebutuhannya, siapa yang mengasuhnya (pengasuh).
-
Tahukah kamu bahwa kelekatan ada beberapa jenis:
1. Secure attachment
Kelekatan yang baik yang memberikan dampak positif, terjadi ketika anak di asuh oleh pengasuh yang sensitif dan responsif secara konsisten yang menimbulkan rasa aman dan nyaman. Anak merasa kebutuhannya dituruti tanpa penolakan. Dampak pada anak: mampu beradaptasi dengan baik, mampu mencari pemecahan masalah, lebih positif dengan hubungan sosial (teman sebaya, lebih muda bahkan lebih tua).
2. Insecure avoidance attachment
Ketika pengasuh mengalami kesulitan menerima kebutuhan anak, tidak memenuhi kebutuhan anak. Dampak pada anak: anak merasa cemas, bertanya-tanya apakah aku dicintai?, pola asuh cuek permisif anakpun tidak peduli ada/tidak primary carrier givernya.
3. Insecure ambivalent attachment
Pengasuh kadang memenuhi kadang tidak memenuhi kebutuhan anak. Dampak pada anak: suka teriak-teriak, membingungkan, cemas sebelum orangtua pergi meninggalkannya, sering marah dan tantrum.
4. Disorganizzed attachment
Pengasuh yang cenderung menakutkan, terjadi abuse (pukulan) pada pola pengasuhan. Anak takut mendekati pengasuh karena dia tidak tau mereka akan direspon secara positif (pelukkan) atau negatif (pukulan). Dampak pada anak: mencari perhatian kepada orang asing.
Kita tidak perlu bingung saya ada di tipe mana ya, yang penting kita tau hubungan kita dengan anak itu seperti apa dan bisa merefleksi apa yang kira-kira kurang dalam hubungan kita dengan anak, fokuslah dengan apa yang bisa kita ubah.
-
(Tips) 3 hal yang bisa kita lihat dari indikator/tipe attachment ini:
1. Komunikasi
Bagaimana komunikasi kita sama anak kita? Apakah anak kita terbuka dengan kita? Apakah terjadi komunikasi dua arah?
2. Trust
Bagaimana kepercayaan anak dengan kita? Apakah ada rasa saling memahami d an menghormati kebutuhan masing-masing?. Anak yang percaya pada orangtua, jika ada hal yang membingungkan akan bertanya dengan orangtua bukan teman.
3. Keterasingan/pengabaian
Apakah selama ini kita pernah beberapa kali membuat anak kita merasa terisolasi (diabaikan perasaannya) dengan kita?
-
Apakah kelekatan memberikan dampak baik?
Kelekatan tentunya memberikan dampak baik bagi anak kalau kelekatan itu positif atau secure attachment, yang membuat anak merasakan perasaan yang senang, perasaan aman dan nyaman ketika anak berhubungan dengan pengasuhnya (primary caregiver).
-
Bagaimana kelekatan ini terbentuk? Sejak bayi, puncaknya usia 2-3 tahun.
Pola kelekatan terbentuk dengan:
1. Orangtua sensitif (nangis wah berarti anak aku ganyaman) & orangtua responsif (mau apa ya? Oh laper nih, udah jam ASI-nya atau popoknya basah, ga nyaman, atau ngantuk).
2. Muncul rasa percaya (trust) anak, jika orangtua merespon positif.
Bayi belum bisa berpikir tapi mengerti polanya. Maka konsistenlah dalam memberikan pola yang positif.
-
Kenapa saat bayi harus diberikan pengalaman yang positif?
Agar otak emosi yang aktif sejak lahir memiliki gambaran mental bahwa aku diterima dengan lingkunganku dan primary CareGiver ku dapat memenuhi kebutuhan.
kalau diberikan pengalaman negatif nanti ketika sudah besar atau remaja nih, ada luka batin/ innerchild yang bisa menghantui, akan mencari pemenuh kebutuhan ke orang lain bukan ke pengasuh (Primary CareGiver).
-
Kelekatan yang sehat dapat mendukung aspek perkembangan psikologis anak secara keseluruhan.
Bagaimana tipe kelekatan itu memengaruhi perilaku?
Preschool: selfesteem lebih baik dari yg insecure, bersosialisasi dengan baik, dan empati yang tinggi (anak A punya roti dua, anak B gapunya roti, anak A mendekati anak B dan memberikan satu rotinya).
Pra-remaja: sosialisasinya dengan peergroup, baik dalam hubungan sosial. Lebih baik dalam menentukan saya mau apa dalam hidup, punya tujuan apa, karena ada primary carrier giver yang bisa diajak diskusi. "Aku mau sharing mah pah// Ayo kita sharing nak"
Remaja dan dewasa: suka dengan lawan jenis (normal, bagaimana kita mengelola dan mendampingi), hubungan sosial baik, hubungan romantis cenderung lebih awet lebih stabil, pendidikan yang lebih tinggi karena adanya kematangan emosional.
kalau insecure attachment? Yaaa kebalikannya, suka menarik diri dari lingkungan, sulit untuk menjalin hubungan romantis.
-
Perlukah mengubah kelekatan insecure menjadi secure?
Perlu, tidak ada kata terlambat. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Akan tetapi ada pengecualiannya, attachment yang terbentuk pada anak itu cenderung stabil, Namun dapat berubah.
Contoh:
Perubahan ekonomi keluarga, pas kecil ekonomi kurang, anak nangis, ibu tidak memberikan susu formula, anak merasa tidak dipenuhi kebutuhannya, dan tercipta insecure attachment. Nah ternyata waktu anaknya SMP terjadi perubahan ekonomi yang lebih sehingga orangtua dapat memenuhi kebutuhan anak. Maka kelekatan akan lebih baik.
Perubahan hubungan komunikasi orangtua dan anak: bagaimana orangtua dan anak bisa mengatakan perasaan dan keinginannya.
Perubahan kualitas hubungan orangtua dan anak: sudah baik belum? Ada yang perlu ditingkatkan tidak?
-
Bagaimana cara mempertahankan secure attachment atau meningkatkan insecure attachment menjadi secure attachment?
1. Menciptakan kegiatan rutin bersama
Sharing (gimana hari ini? Kakak ada kesulitan ga di sekolah), ayah dan ibu menemani anak belajar, dongeng sebelum tidur.
2. Penting untuk sensitif 
Mampu mengenali stimulus yang diberikan anak
(kenapa nih ko kakak menarik diri dari keluarga?)
3. Penting untuk Responsif (feedback) 
Dari perilakunya yang menarik diri, Kita ajak diskusi, 
(kakak gimana hari ini di sekolah? Lancar? Gimana aja? Ngapain aja?. Hindari langsung bertanya kamu kenapa)
4, Melibatkan afeksi fisik (sentuhan: pelukan, eluselus punggung)
5. Meluangkan waktu
Mendengarkan cerita anak, berbicara dari hati ke hati, hening, syahdu, tidak memainkan handphone, jangan memberikan penilaian/saran dulu, butuh didengarkan dulu.
(oh kakak sedih ya, temennya cuekkin kakak? Kakak kesel ya?, tunggu selesai cerita, lalu terapkan pesan saya (i-message). "kakak, ibu lagi butuh kakak peluk nih, boleh peluk ibu kak?)
4. Terlibat dalam permainan yang interaktif
Permainan sesuai umur anak, berikan batasan (handphone nya ditaruh dulu Yaaa, kita main dulu yaa), respon positif daaan suasana yang menyenangkan.
-
Refleksi kan?
Apakah sudah menerapkan materi di kehidupan sehari-hari?
Insight apa yang didapat?
List, akan merencanakan apa untuk menciptakan secure attachment pada anak?
-
Tumblr media
Sumber: Workshop online, kelekatan anak dan pengaruhnya Ketika remaja. Kamis, 7 Januari 2021, 15.00-16.30, Nafisa Alif Amalia, M. Psi, Psikolog.
10 notes · View notes
persona-bilah · 3 years
Text
KECERDASAN EMOSIONAL ANAK
KECERDASAN EMOSIONAL ANAK
Ternyata bukan hanya kebutuhan kecerdasan intelektual anak saja yang penting, namun kecerdasan emosionalnya juga sama penting. Kecerdasan emosional sangat berperan dalam pengembangan diri anak. Sayangnya awareness tentang perlunya melatih kecerdasan emosional ini masih kurang karena para orang tua cenderung mengutamakan kecerdasan intelektual saja.
Untuk itu, sebagai orang tua kita perlu mengetahui lebih banyak mengenai kecerdasan emosional.Seperti mengapa kecerdasan emosional itu penting? Bagaimana tahapan dalam pembentukan kecerdasan emosional anak? Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam membangun kecerdasan emosional pada anak?
 PENGERTIAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN BAGIAN-BAGIANNYA
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan seseorang mengelola emosi secara sehat. Anak dengan kecerdasan emosi yang tinggi dapat mengelola emosi, menerima diri dan orang lain, serta memiliki empati yang tinggi pada sesama.
Konsep kecerdasan emosi popular pada tahun 1995 melalui buku Emotional Intellligence: Why It Matters More Than IQ yang ditulis oleh Daniel Goleman. Ada lima bagian kecerdasan emosional, yakni:
1. Self awareness / kesadaran diri
Mengetahui apa yang sedang dirasakan, memahami bahawa suasana hati kita daapt memengaruhi orang lain.
 2. Self management / mengelola diri 
Memilih respon yang tepat untuk merespon suatu situasi.
 3. Motivasi
keinginan mencapai tujuan.
 4. Social awareness / kesadaran sosial 
Memahami bagaimana perasaan orang lain tanpa terlibat terlalu mendalam atau tetap objektif, dikenal juga dengan sebutan empati.
 5. Relationship management / keterampilan sosial 
Berinteraksi dengan orang lain secara tepat, tahu apa yang harus dilakukan dan berdamapk positif bagi orang lain.
 TAHAPAN PEMBENTUKAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK
Dalam tulisan yang lain, “What is Emotional Intelligence” Mayer menunjukkan tahap-tahap perkembangan kecerdasan emosi, seperti berikut:
Tahap pertama adalah merasakan emosi, yakni kemampuan untuk mengidentifikasi emosi di wajah: kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, dan ketakutan mudah untuk dikenali. Kemampuan seseorang untuk merasakan emosi secara akurat melalui wajah atau suara orang lain bisa menjadi permulaan penting untuk memahami emosi secara mendalam.
Tahap kedua adalah menyampaikan emosi, yakni kemampuan untuk memanfaatkan informasi emosional dan secara langsung untuk meningkatkan pemikiran. Dalam tahapan ini, emosi penting untuk mendorong kreativitas. Perubahan suasana hati dan mood positif berpengaruh terhadap pemikiran kreatif.
 Tahap ketiga adalah memahami emosi, yakni kemampuan manusia untuk memahami informasi emosi dalam sebuah hubungan, transisi dari satu emosi ke lainnya, serta informasi linguistik tentang emosi. Mayer menjelaskan: kebahagiaan biasanya mendorong keinginan untuk bergabung dengan orang lain, marah mendorong keinginan untuk menyerang atau menyakiti orang lain, ketakutan mendorong keinginan untuk melarikan diri.
 Tahap keempat adalah tahap mengelola emosi. Mayer mengatakan bahwa hal tersebut bisa dilakukan apabila seseorang memahami emosi.
 CIRI-CIRI ANAK YANG MEMILIKI KECERDASAN EMOSI
1.       Mampu mengenali emosinya sendiri
Anak terbiasa mengungkapkan emosi dasarnya terlebih dahulu lalu seiring bertambahnya usia menjadi makin kompleks. Salah satu contoh ungkapan yang bisa diucapkan adalah “Aku sedih, Ma” . Pada anak usia 6 thaun ia dapat menjalaskan lebih kompleks misalnya dnegan menambahkan “tadi permenku jatuh lalu tidak ketemu”.
 2.       Jadi pendengar yang baik
Teman-temannya sering bercerita pada anak Anda tandanya ia memiliki empati yang baik dan dipercaya menjadi seorang pendengar sekaligus problem solver yang dapat diandalkan.
 3.       Memiliki inisiatif melakukan kebaikan
Anak dengan kecerdasan emosi tinggi dapat responsif dalam berbuat kebaikan pada oranglain bahkan tanpa diminta. Ia senang melakukan kebaikan sebagai panggilan hatinya. Mereka memahami etika dalam bersosialisasi dan melakukan pertolongan agar lingkungan nyaman dan terbantu. Contohnya ketika Si Kecil sigap menolong temannya yang terjatuh.
 4.       Menjadi penengah
Dunia anak-anak penuh dengan situasi konflik, meski tidak sekompleks ketika dewasa. Inilah saatnya anak belajar menghadapi konflik dan bagaimana menyelesaikannya. Pertengakaran pada anak sudah biasa. Yang luar biasa justru saat dalam situasi tersebut Si Kecil berinisiatif berdamai. Menunjukkan ia memahami emosi dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
 5.       Mengetahui dampak perilakunya pada orang lain
“Aku tidak mengambil permen milik adik, agar tidak bertengkar”. Bisa memahami dampak perilakunya pada lingkungan bisa jadi ciri kecerdasan emosi yang meningkat pada anak. Tentu kecerdasan ini tidak terbentuk dengan sendirinya, dibutuhkan pola asuh yang tepat.
 TIPE-TIPE ORANGTUA MERESPON EMOSI ANAK
Dalam mengasuh, bukan hanya kebutuhan material dan fisik saja yang harus diperhatikan orang tua. Orang tua juga harus memenuhi kebutuhan anak untuk dipahami emosinya. Bahkan Dr. John Gottman, psikolog klinis dan peneliti dari AS, menyebut bahwa pengasuhan yang baik terletak pada pemahaman sumber emosi dari perilaku bermasalah anak.
 Dr. Gottman melakukan penelitian terhadap anak-anak berkaitan dengan interaksi emosional mereka dengan orang tuanya. Hasilnya ada 4 tipe orang tua dalam merespon emosi anak, yakni:
1.       The Dismissing Parent
Ciri:
- Memperlakukan perasaan anak sebagai hal yang tidak penting atau sepele.
- Mengabaikan perasaan anak.
- Ingin emosi negatif anak menghilang dengan cepat.
- Melihat emosi anak sebagai tuntutan untuk memperbaiki sesuatu.
- Meremehkan peristiwa yang menyebabkan emosi tersebut.
- Alih-alih membantu memecahkan masalah dengan anak, malah meyakinkan mereka bahwa waktu akan menyelesaikan sebagian besar masalah.
 Orang tua dengan tipe ini sering mengatakan, “Sudah, nggak apa. Itu hal biasa, kok. Nanti juga baik lagi.”
Pengaruhnya pada anak: Mereka akan belajar bahwa perasaan mereka salah, tidak pantas, dan tidak valid. Bahkan mereka juga belajar bahwa ada sesuatu yang salah dengan diri mereka karena perasaan mereka sehingga kelak mereka selalu kesulitan mengatur emosi mereka sendiri.
2.       The Disapproving Parent
Ciri:
- Selalu mengkritik ekspresi emosional anak.
- Percaya bahwa emosi negatif perlu dikendalikan.
- Percaya bahwa emosi membuat orang lemah dan meyakinkan anak-anak harus kuat secara emosional untuk bertahan hidup.
- Menekankan bahwa anak harus sesuai dengan standar perilaku yang dianggap baik oleh orang tua.
- Percaya bahwa emosi negatif tidak produktif, buang-buang waktu.
Orang tua dengan tipe ini sering mengatakan, “Jangan nangis, dong! Masa gitu aja nangis? Itu bukan masalah besar.”
Pengaruhnya pada anak: Sama dengan anak-anak dengan The Dismissing Parent.
3.       Laissez-Faire Parent
Ciri:
- Menerima semua ekspresi emosional dari anak dengan bebas.
- Menawarkan sedikit panduan tentang perilaku.
- Tidak menetapkan batasan bagi anak.
- Percaya bahwa satu-satunya cara yang dapat dilakukan dengan emosi negatif adalah dengan melepaskannya.
- Tidak membantu anak memecahkan masalah.
Orang tua dengan tipe ini sering mengatakan, “Nggak apa, lanjutkan aja nangisnya.”
Pengaruhnya pada anak: Mereka tidak belajar mengatur emosi mereka. Ini menyebabkan mereka juga sulit bergaul dengan anak-anak lain dan menjalin persahabatan.
4.       Emotion Coaching Parent
Ciri:
- Sadar dan menghargai emosinya sendiri.
- Melihat dunia emosi negatif sebagai arena penting untuk mengasuh anak.
- Tidak mengolok-olok atau meremehkan perasaan negatif anak.
- Menghargai emosi negatif anak sebagai kesempatan untuk membangun kedekatan.
- Menggunakan momen emosional sebagai waktu untuk mendengarkan anak, berempati dengan kata-kata dan kasih sayang yang menenangkan, membantu anak melabeli emosi yang dia rasakan, menawarkan bimbingan untuk mengatur emosi, menetapkan batasan dan mengajarkan ekspresi emosi yang dapat diterima, serta mengajarkan keterampilan memecahkan masalah.
Orang tua dengan tipe ini sering mengatakan, “Kelihatannya kamu sangat sedih? Cerita, dong, sama Mama.”
Pengaruhnya pada anak: Mereka belajar memercayai perasaan mereka, mengatur emosi mereka sendiri, dan memecahkan masalah. Mereka memiliki harga diri yang tinggi, belajar dengan baik, dan bergaul dengan orang lain dengan baik.
Dr. Gottman mengatakan bahwa pelatihan emosi anak adalah seni yang membutuhkan kesadaran emosional dan serangkaian perilaku mendengarkan dan pemecahan masalah yang spesifik. Menurutnya, penting bagi orang tua untuk menyadari perasaan anak, mampu berempati, menenangkan, dan membimbing mereka. Ini adalah kunci kesuksesan hubungan dan kebahagiaan dalam keluarga.
 CONTOH KASUS
Ada seorang anak yang mendapat nilai matematika jelek. Secara intelektual, ia termasuk anak yang pandai. Buktinya mata pelajaran lain ia mendapat nilai baik. Hanya di satu mata pelajaran itu saja Ia mendapat prestasi akademik yang kurang memuaskan. Setelah ditelusuri ternyata, Ia tidak menyukai guru yang mengajar mata pelajaran Matematika. 
 Dari kasus tersebut tampak bahwa kinerja yang ditampilkan anak, tidak melulu hanya ditentukan oleh factor kecerdasan intelektual, namun apa yang ia rasakan dan bagaimana ia merespon lingkungan itu juga penting. Apa yang dirasakan, dapat mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan berikutnya. Tentu kita ingin anak kita dapat menjadi seorang yang mandiri dalam pengambilan keputusan secara logis dan bermanfaat baik bagi banyak pihak, tidak hanya dipengaruhi faktor suasana hati.
 Kasus lainnya saat anak balita yang sebaya berusaha menyusun balok. A menangis saat balok yang disusunnya jatuh, sedangkan B justru tertawa dan asyik menyusun ulang, C meninggalkan mainan balok dan memilih mainan lainnya. Respon anak seperti apa yang kita harapkan? Sebagai orangtua, apa yang bisa kita lakukan? 
Sebagai  orangtua, tentu kita ingin anak kita mencapai potensi terbaiknya, baik secara intelektual maupun emosi. Cerdas secara intelektual saja tidak cukup untuk bisa mengembangakan kemampuan terbaik seseorang. Harus diimbangi dengan kecerdasan emosi. Kabar baiknya, kecerdasan emosi ini dapat dilatih sejak dini.
 LANGKAH-LANGKAH MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSI ANAK
1. Jadi teladan
Orang tua adalah guru yang pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu perlu memberikan teladan atau contoh pada anak secara konkret. Anak belajar dari apa yang ia lihat, tidak cukup hanya panduan verbal berupa kata-kata. Ajari sejak dini mengucapkan kata “maaf, tolong, permisi, dan terima kasih” secara tulus. 
 Minta maaflah pada anak jika memang berbuat salah, karena orangtua juga manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, bukan?
 Jika kita ingin anak mengungkapkan apa yang dirasakan, maka orangtua juga perlu mengungkapkan apa yang dirasakan sebagai suatu kebiasaan baik. Misal, “Ayah lagi capek pulang kerja, boleh beri waktu 15 menit lagi ya? Setelah istirahat, Ayah akan temani Adik bermain.”
 2. Ubah mindset tentang definisi kecerdasan 
Perlu dipahami bahwa ada beberapa konsep kecerdasan. Beberapa diantaranya adalah kecerdasan inteltual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Kesuksesan anak tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual saja. Agar dapat mudah beradaptasi dan menampilkan respon yang sesuai dengan lingkungan sekitar, anak membutuhkan kecerdasan emosional. 
 Sebagai manusia yang utuh, anak membutuhkan stimulasi perkembangan secara menyeluruh. Baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Jika selama ini pujian hanya diberikan saat mendapatkan prestasi akademik yang baik, mulai saat ini puji lah juga saat anak melakukan kebaikan, seperti menolong Anda atau orang lain. 
 3. Mendengarkan anak secara aktif
Agar kemampuan empati berkembang, jadilah pendengar aktif yang benar-benar mau mendengarkan anak bercerita. Lakukan kontak mata saat anak bercerita. Sama halnya dengan kita, tentu akan merasa diabaikan jika saat kita bercerita, lawan bicara kita malah asyik memainkan gawai. 
 Posisikan mata sejajar dengan anak agar merasa nyaman. Hindari anak bercerita sambil mendongak ke atas. Buat suasana senyaman mungkin, agar ia merasa didengarkan dan berharga bagi orang di sekitarnya, terlebih bagi kedua orangtuanya. 
 4. Pentingnya apresiasi
Berikan apresiasi pada tiap kebaikan yang anak lakukan. Hal ini dapat membuat anak tumbuh menjadi lebih percaya diri. Ucapkan terima kasih jika anak berhasil menyelesaikan suatu tugas. Orang tua dapat bercakap-cakap dengan anak sebelum tidur, dan itulah saat yang tepat untuk bisa saling terbuka satu sama lain. 
 “Hari ini Mama senang, Roni bisa makan sendiri sampai habis, tidak ada yang tumpah lagi! Mama sempat sedih waktu Roni main gelembung sampai hampir habis sabun satu botol.” Lakukan secara rutin agar anak makin akrab dengan mengenali perasaan dan berkembang menjadi anak yang cerdas emosi.
Sumber: Kelas online oleh Psikolog  Fransisca Kumalasari (School of Parenting)
85 notes · View notes
persona-bilah · 3 years
Text
Pengetahuan tentang parenting bukan hanya tentang hal-hal yang diturunkan secara tradisional. Sama seperti pengetahuan yang lainnya, pengetahuan tentang parenting selalu berkembang mengikuti jamannya.
"Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya. Karena mereka tidak hidup di jamanmu" - Ali Bin Abi Thalib
Parenting dan pendidikan anak selalu memusatkan diri pada anak sebagai objeknya. Oleh karena itu, setidaknya orangtua perlu mengetahui bagaimana perkembangan otak anak sehingga bisa menyesuaikan gaya parentingnya.
Kenapa? karena otak adalah pusat pikiran, perasaan, dan perilaku manusia.
Artinya kalau kita ingin memiliki anak yang punya pikiran rasional, masuk akal. Perasaan yang tidak emosional, tidak baperan, dan peilaku yang baik dan bermanfaat, tidak kasar atau menyakiti, kita perlu membahas otak manusia itu sendiri.
MARI MENGENAL OTAK MANUSIA
Tumblr media
Otak manusia dapat dibagi menjadi tiga bagian yang memiliki fungsinya masing-masing
1. Brain Stem berfungsi untuk :
- Survive (bertahan hidup)
- Adaptasi
- Reproduksi
2. Sistem Limbik atau otak emosi: sudah online ketika anak baru lahir, faktanya anak baru lahir langsung menangis dan mereka menggunakan tangisannya untuk berkomunikasi dengan lingkungan. Memiliki fungsi sebagai pusat emosi dasar manusia seperti marah, senang, sedih, dan sebagainya. sangat powerful sehingga mengambil alih perilakunya.
3. Prefontal Cortex atau otak pertimbangan: Baru online sekitar usia 7 tahun-20 tahun, merupakan otak terletak di bagian depan. Bagian ini memiliki fungsi untuk :
Berpikir rasional, Berpikir logis, Norma, Value, Pertimbangan, Bagian otak yang mampu mengontrol emosi (system limbik).
Prefontal Cortex atau otak pertimbangan merupakan yang matang paling belakang.
PENTING!!!
Otak pertimbangan tidak bekembang maksimal kecuali dilatih, kalau tidak dilatih sampai usia berapapun tidak akan maksimal.
Kalau tidak percaya lihat kasus viral: ibu yang ditilang polisi, marah-marah samapi menampar dan menggigit polisinya.
Pada saat itu otak emosi sedang mem-blokir otak pertimbangan, sehingga dia tidak bisa berpikir akibat dari perilakunya, ibu tersebut bukan berusia 20 tahun tetapi 40 tahunan. Persis dengan yang dikatakan sebelumnya, otak pertimbangan kalau tidak dilatih yaa individu jadi tidak akan mampu mengontrol emosi.
Oleh karena itu, anak butuh :
"Bantuan orang lain untuk bisa tenang (mengontrol emosi), terutama dari kedua orang tuanya".
CARA KERJA OTAK
Otak memiliki dua cara kerja, yaitu:
1. Asosiasi (keadaan Sadar, otak akan mengaitkan satu hal dengan yang lain). Contoh: ketika saya bilang “apapun makannya, minumnyaaa?,” pasti yang muncul diotak anda “the botol so*ro”.
Artinya, dalam pikiran anak harus ada asosiasi yang bagus tentang orangtuanya. JANGAN SAMPAI, ketika disebutkan kata AYAH BUNDA yang terlintas diotak anak adalah BAWEL, NYEBELIN, RESE, PEMARAH, PELIT dsb. Kalau pikiran itu muncul jangan harap deh anak akan senang cerita dan terbuka sama AYAH BUNDANYA, yang ada baru dipanggil namanya saja bawaannya sudah MALES.
Contoh kuatnya asosiasi dalam otak dan pikiran anak https://youtu.be/5JrtpCM4yMM
youtube
2. Konsolidasi (Tidur, istirahat).
Proses asosiasi dan konsolidasi akan membentuk sebuah pathway-schema, Schema adalah belief system, menjadi dasar setiap perilaku. (Seung, 2012).
So, apa yang harus dilakukan orangtua?
• Ingat cara kerja asosiatif otak.
• Orang tua perlu membentuk asosiasi yang bagus, sehingga anak senang dekat dengan orang tuanya.
• Asosiasi yang bagus nantinya akan meningkatkan trust (kepercayaan) anak kepada orang tua
• Kedepannya, anak akan mudah menerima nasihat dari orang tua.
"Orang tua yang responsif (peka terhadap stimulus dan kebutuhan) secara emosional untuk anaknya, akan membantu perkembangan afeksi anak. Pemenuhan afeksi sangat memepengaruhi perkembangan self-esteem anak. Mengurangi kemungkinan munculnya gangguan psikologis di masa depan anak."
Salam, abelia.
Perpanjangan tangan Tuhan untuk membantu manusia.
Sumber: Kelas online oleh Psikolog Firman Ramdhani (School of Parenting)
0 notes
persona-bilah · 4 years
Text
Self-fulfillment : menjadi diri yang utuh.
Ketika kita nyaman dengan diri kita sendiri, menerima kekurangan dan kelebihan dunia sekeliling kita, baik itu orangtua, keluarga, sahabat bahkan pasangan kita. Itu bisa menjadi indikator: kita siap untuk menjadi diri yang utuh.
Cara selanjutnya adalah,
Mereview/evaluasi hal-hal yang terjadi dalam hidup.
Misal hari ini, apa yah yang buat aku bete? apa ya yang ngebuat hari ini emosi aku kesenggol? orang itu beneran mau nyakitin diri aku atau akunya aja yaa yang terlalu baperan?
Misal pas ulang tahun, dilihat nih apa yaa dari hal yang ga enak yang bisa mendewasakan diri aku? apa yaa dari hal bagus yang bisa aku syukuri?
Menghargai goal-goal kecil yang terjadi dalam hidup.
Misal hari ini aku berhasil ngerangkum diskusi tentang ini.. terimakasih ya diriku.
Kemudian nikmati step by step hal yang terjadi dalam hidup.
-
Kita juga perlu loh untuk belajar menjadikan emosi sebagai fakta.
Oh ada sakit, oh ada rasa gaenak.
Gimana caranya menghadapi itu?
Dimana sakitnya? oh di dada, oh sakitnya di perut, mungkin.
Dari situ, kita bisa mengenali kalau kita memiliki perasaan intens tuh seperti apa.
Yang perlu diingat emosi itu state, dia berubah-rubah, sementara sifatnya. jadi daripada kita berenang-renang dalam satu emosi terus-terusan. Lebih baik terima aja. pasrah dan ikhlaskan.
Perasaan menyakitkan perlu diterima dan diikhlaskan, perasaan menyenangkan-pun juga perlu diterima dan diikhlaskan. Disaat kita sedih, dan kita menerima sedih kita, sadarlah saat itu pula kita dituntun untuk bertemu kegembiraan.
Ingatlah bahwa setiap perasaan memiliki limit waktunya masing-masing.
-
Jadi in order kita untuk memenuhi diri sendiri tuh penting banget, kuncinya adalah latihan being present, being present, being present.
Kita gak akan deh ngerasa penuh, ngerasa utuh sama diri kita kalau kita terlalu takut karena mikirin hari esok, dua hari lagi, tahun depan, dua tahun lagi, karena kan kita gak tau apa yang bakal terjadi.
Apa yang terjadi sama diri kita hari ini, apa yang bisa kita kontrol, apa yang bisa kita syukuri, syukurilah dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, karena lagi-lagi menjadi penuh itu bukan tentang menjadi orang yang bahagia seratus persen, tetapi gimana kita menerima apa yang terjadi dalam hidup setiap detiknya.
3 notes · View notes
persona-bilah · 4 years
Text
Pentingkah Menang vs Kalah saat Berargumen dengan Pasangan?
usually the person you argue with the most, is the person you love the most.
katanya, orang yang paling sering kita ajak berantem, itu adalah orang yang paling kita sayang.
kenapa? karena ketika kamu sayang sama orang, hubungannya jadi lebih intens kan, lebih deket. Pada akhirnya kamu tahu, oh ternyata banyak ketidaksepakatan. lalu jadi makin sering berkonflik, berargumen, ditambah ketika sayang sama seseorang kamu berekspektasi orang ini in a line sama kamu, kenyataannya behh boro-boro, terus jadi banyak cekcok dari ketidaksepakatan dalam memandang suatu hal deh.
Kamu lupaa orang ini datang dari background yang berbeda, punya pandangan yang berbeda dan gak semua nilai kehidupan harus sama.
kenapa ya kalau sama pasangan berargumennya tuh lebih membara? bapernya lebih total?
Dari lahir, manusia punya kebutuhan ingin dicintai, disayangi dan perasaan terkoneksi dengan oranglain. kalau kamu udah dewasa pasti kebutuhan itu pengennya dilabuhin ke pasangan dong yaa, terus otak manusia punya sistem emergency, kalau sistem emergency ini sudah on karena sebuah tekanan, manusia bisa merasakan perasaan rejection/ditolak, lalu akan merasakan kesepian, nah hal ini juga bisa terjadi ketika sedang berargumen atau ada ketidaksepakatan sama pasangan.
Kamu punya kebutuhan untuk disayangi, love sama connected tadi. Tapi ketika berargumentasi dengan pasangan, otak kamu tuh udah siap-siap akan ada rejection, terus kamu ketakutan bakal ditinggal, terus sendiri. Jadilaaah berargumen sama pasangan atau sama orang yang kamu sayang akan lebih buruk, lebih baper, gitu.
-
Tahu gak sih?? Bagaimana kamu ngeperceive/melihat hubungan kamu sama pasangan, itutuh lekat banget sama hubungan kamu sama parent. karena kamu belajar berhubungan intim pertama kali yaaa sama parent... misalnya, belajar gimana kamu merasa dicintai, merasa diterima, dan menyelesaikan konflik.
jadi, lihat lagi,
gimana hubungan kamu sama parent? secure kah? insecure kah?
-
Lanjuttt...
Kalau berkonflik nih, suka keceplosan mengeluarkan kata-kata yang merendahkan pasangan, kira-kira dimasukin ke hati ga ya?
kalau menurut gottman dia bilang ada 4 hal yang bikin sebuah hubungan bakal cepat berakhir atau berpisah:
1. Highly critical / over critic sama pasangan setiap beargumen.
Biasanya dalam berargumen, 3 menit untuk menyelesaikan topik yang ingin dibahas itu cukup, tapi bisa jadi melebar kemana-mana jika ke trigger sama hal-hal yang ada di alam bawah sadar, entah karena emosi lain yang muncul, entah karena memori lain. Jika hal tersebut terjadi, coba panggil alam sadar kamu untuk AWARE.
“wah udah kemana-mana nih, udah deh berhenti ngomong, daripada aku kelepasan ngeluarin kata-kata yang nyakitin, aku harus nenangin diri dulu,”.
2. Merendahkan.
Jauhi penghinaan yang bermaksud untuk merendahkan pasangan karena sesungguhnya tidak ada nilai yang bisa diambil setelahnya selain luapan emosi semata. Yang ada kamu sama pasangan kamu akan capek.
Dalam pembahasan merendahkan pasangan saat berargumen, bukan hanya membuat konflik menjadi semakin memburuk lhoo, tapi juga bisa membuat self pasangan memburuk, dan respect/hormat pasangan ke kamu juga bisa berkurang.
Mungkin efeknya ga keliatan di mata, tapi kamu bisa berkaca kepada diri sendiri.
ketika kamu berkali-kali direndahin sama orang yang kamu percaya, orang yang kamu sayang, itu bisa merusak self-esteem yang sebetulnya mungkin gak keliatan nih di dalam hubungan pernikahan, “baik-baik aja kok dia kalau di rumah,”. heii tapi bisa jadi malah mempengaruhi performa dia dalam kerjaan, performa dia dalam relationship dengan temannya, karena itu udah mempengaruhi selfnya. Jati diri.
so hati-hati ya, hayuu atuh belajar mengontrol diri saat emosi, belajar menata kata-kata saat diri sedang panas.
3. Defensif/menyangkal.
Gimana kalau suami lagi marah, istri kepancing marah juga?
Ininih yang dimaksud dengan defensif, gak terima langsung alert/waspada.
Kamu merasa harus melindungi dirimu dengan cara marah balik. “Bukan salah aku,”
Itu gak efektif, karena kalau suami marah, istri juga marah, apa yang disampaikan suami juga gak akan sampai ke istri.
coba dikomunikasikan, marah seperti apasih yang masih bisa diterima sama kamu? apanih yang bisa kamu setujui/agree sama hal yang disampaikan suami?
4. Ada masalah, didiam-kan.
Diam yang bagus itu saat dipakai untuk menenangkan diri, ada saatnya jika kamu berkonflik harus bersuara, harus memberitahu pasangan supaya bisa mencapai “kesepakatan” saat menghadapi hal tersebut di lain waktu.
Lagi-lagi yang harus diingat, komunikasikan saat tenang, dengan eye level yang sejajar, agar tidak ada kesan mengintimidasi, cobalah cari empat yang nyaman, sediakan makanan yang enak saat ingin berargumen dengan pasangan juga boleeh. agar lebih santaai, dan tidak tegang melulu gituuu.
-
YANG PERLU DIHIGHLIGHT:
sebenernya tujuan kamu berargumen sama pasangan tuh apa ya?
mostly, tujuan kita berargumen sama pasangan tuh supaya pasangan tahu, mengerti dan memahami “point of view” kita. sehingga menang atau kalah itu gak jadi matter/masalah.
Intinya tuh gimana point kita tersampaikan ke pasangan.
Caranya?
Tentunya yaa dengan cara-cara yang memang disetujui oleh pasangan. 
Yuk, Latihan untuk bersepakat tentang satu hal sekecil mungkin, cari satu point yang emang bisa di agree/setujui bareng pasangan, sehingga pintu ikhlasnya tuh terbuka gitu. 
Yuk, latihan sama pasangan untuk berdiskusi hal-hal di luar diri, entah ngomongin cuaca, ngobrolin apapun yang ada. misalnya, “eh masa ada ini, menurut kamu gimana?,”. 
Dari situ keliatan, kamu memandang itu gimana, pasangan kamu mandang gimana.
Dari situ kamu paham bahwa kebenaran itu ada tiga:
kebenaran dari sisi kamu
kebenaran dari sisi aku
kebenaran dari sisi sebenarnya.
Dari situ kamu paham bahwa nilai kehidupan/point of view kamu sama pasangan itu gak semua harus sama, gak semua harus sepakat, namun terlepas dari semuanya kamu dan pasaanganmu harus saling mengerti, memahami dan menghargai perbedaan dan ketidaksepakatan yang ada.
-
Poin penting: pada saat berargumen, gak perlu mandang menang atau kalah, cobalah lebih ke mengerti, memahami dan menghargai, oh dia seperti itu, aku setuju point dia di bagian ini, dan aku boleh gak setuju dibagian itu, karena aku punya sisi pembenaran sendiri dan jangan lupa dia juga punya sisi pembenarannya sendiri.
The last but not the least, Jaaangan lupa jadikan komunikasi dengan pasanganmu sebagai kebutuhan yaa, karena Komunikasi ini adalah bahan dasar dari sebuah hubungan loh, apapun yang terjadi harus dikomunikasikan :)
-
Diskusi, 7 Juni 20.00-21.00
Terimakasih Psikolog Sashky dan Psikolog Fathya
0 notes
persona-bilah · 4 years
Text
Dalam Setiap Hubungan, Pasti Ada Dentingan.
69% konflik dalam rumah tangga gabisa diselesaikan dengan cepat, contohnya hal-hal kecil seperti naro handuk berantakan, baju kotor dimanadimana gt, yang berujung pada konflik besar. Cara menyelesaikannya adalah dengan komunikasi antara kedua belah pihak agar tercipta winwin solution.
Menyelesaikan konflik itu dapat membuat intimacy bertambah kepada pasangan.
Tapi terkadang, ada konflik yang bisa hanya diterima aja tidak harus diselesaikan, kita harus memilah-milah, "yaudahlah ya pasangan saya emang kaya gitu, terima aja". yaudah ya disertai dengan penerimaan tulus dalam hati ya, terima, terima.
-
Perbedaan perempuan dan laki-laki dalam berkonflik.
Laki-laki : yaudah sih to the point aja.
Perempuan : dengerin aku ngoceh dulu. akhirnya perempuan bakalan ngoceh panjang lebar diomongin semua, ibarat film nih, itu ga dari awal langsung ending, muter dulu dia ke banyak twist-twist baru tuh ending.
Kenapa ya ko perempuan sering banget marah?
karena perempuan itu dilindungi oleh insting protector, makanya perempuan lebih peka dan sensitif terhadap sesuatu. Kalau lagi marah nih, mungkin aja dia lagi merasa terancam, pekerjaan yang menumpuk kah, anak lagi rewel kah, jadinya dia marah, gitu.
-
Komunikasi bersama pasangan itu harus dijadikan kebiasaan loh, minimal 10-15 menit gitu membahas apapun.
Berkomunikasi saat berkonflik bersama pasangan adalah hal yang susah. bahkan pasangan yang sudah menikah berpuluh-puluh tahun pun harus tetap belajar, yaa belajar mengatur emosi, merangkai kata-kata, dan belajar memahami "dia tipe yang sensitif, bagaimana ya cara komunikasi yang tepat sama pasangan aku ini".
Kalau lagi berkonflik, dan ingin mengutarakan sesuatu, yu coba dibiasakan jangan langsung "aku mau ngomong". Wadoow, nanti pasangannya mikir "apanih yang salah? wah bakal ribut nih".
Coba dibiasakan sebelum menyelesaikan konflik, ngobrol santai dulu, selipin-lah humor dan obrolan ringan, biar suasananya gak tegang melulu, gitu. Harus menetralkan emosi, udah tenang, baru omongin.
Tapi kalau gabisa dengan cara ini, mau ngomong tapi ko liat pasangan jadi makin emosi ya?
Untuk kamu yang suka memendam emosi dengarkan lagu dulu, baca buku dulu, sudah tenang, kemudian liat pasangan kamu apakah sudah tenang juga?
Untuk kamu yang suka mengeskpresikan emosi bisa tuh dengan melakukan aktivitas lainnya dulu seperti cuci piring gitu, sudah tenang, kemudian liat pasangan kamu apakah sudah tenang juga?
Jika sudah sama-sama tenang, yu mulai komunikasikan. ingat ya, harus dalam kondisi sama-sama tenang. Segala sesuatu yang dibahas dengan emosi, yang ada hasilnya akan kacau berantakan.
-
Lalu, diam di saat emosi juga gabaik loh.
Diam itu menjadi emas saat itu bertujuan untuk menenangkan diri. Diam yang gabaik adalah saat emosi, saat ada konflik dengan pasangan terus maunya dimengerti aja.
Hei, kan pasangan kamu tuh bukan pembaca pikiran loh. Gimana dia bakal tau kalau kamu ga ngomong?
komunikasikan,
komunikasikan dengan baik dan lembut.
-
Gimana kalau kita punya pasangan yang suka lari atau menghindar dari konflik?
contohnya: seseorang yang gasuka berada dalam konflik terus kalau ada konflik selalu ngomong "yaudahlah gausah dibahas, ntar aja ntar". gitu, selalu menghindar.
caranya:
1. Kenali pasangan kamu
Dia kenapa seperti itu? apakah bawaan dari pola asuh keluarganya yang tidak suka menyelesaikan konflik? sehingga dia selalu menghindar? kemudian, beritahu pelan-pelan, "ayo komunikasikan, kamu maunya apa? maunya gimana? biar sama-sama plong, biar ga ada yang dipendem,".
2. Intropeksi diri
Dia kenapa seperti itu? apa jangan-jangan dari aku nya? aku yang selalu menciptakan suasana menyeramkan disaat sedang berkonflik makanya dia menghindar?
“oh oke deh, kalau intonasi suara aku mulai naik, lebih baik udahan dulu ngocehnya, minum dulu”.
-
Poin penting: Komunikasi dalam menyelesaikan konflik dengan pasangan itu memang butuh proses, perlu belajar. Jangan sampai terburu-buru yaa nanti yang ada malah itu akan jadi pressure/tekanan. Yang terpenting adalaah ber-progress bersama.
-
Diskusi, 2 Juni 14.00-15.00
Terimakasih Psikolog Ega dan Kak Tarra
10 notes · View notes
persona-bilah · 4 years
Text
Membaca perasaan pasangan pentingkah?
EMPHATIC ACCURACY
Emphatic accuracy adalah kemampuan memahami pikiran dan perasaan pasangan dengan tepat.
Penting gak ya untuk hubungan pernikahan?
-
Setiap hari, dalam hubungan rumah tangga tuh pasti ada konflik kecil dan konflik besar. 
Ada yang menyikapinya dengan to the point ngomong blak-blakan sama pasangan, Ada juga yang kode, yaudah dengan aku cemberut harusnya kamu tau dong kalau aku lagi bete?, dengan hembusin nafas berkali-kali, eh, tetep aja gak peka, gak ngerti. gak paham.
-
Emphatic accuracy ini ternyata gabisa dipakai 100% dalam kehidupan nyata, ada sisi baiknya, ada sisi mendingan gausah dipake deh.
sisi baiknya, akan berjalan ketika kita memahami pasangan disertai dengan komunikasi,  obrolin “kamu mau apa? kamu mau gimana?”.
Contohnya:
suami pulang kerja, terus mukanya capek, cemberut. kita lihat nih, tawaran apa ya yang bisa kita kasih ke dia?
gamungkinkan minta tolong dia buat ngurus anak? gamungkinkan minta tolong dia bersihbersih rumah? yang ada dia malah makin cemberut.
coba kasih tawaran lain,
“kamu capek ya,”
“iya,”
“yaudah, duduk dulu ya sayang, istirahat, kamu keliatan banget capeknya”.
dengan begitu bisa mengurangi konflik tuh, dan suami juga bisa merasakan empati kita.
sisi mendingan gausah dipake, ketika apa yang kita persepsikan menjadikan kita sok tahu terhadap pasangan.”oh aku paham ko pasangan aku gitu”, “oh pasangan aku tau ko aku kenapa tanpa aku bilang”, tanpa dikomunikasikan, asal nyimpulin sendiri. ini nih mending gausah dipake karena bakal merenggangkan hubungan.
-
Emphatic accuracy ini harus dilatih dengan komunikasi, 
karena
Emphatic accuracy bisa lebih jalan ke pasangan ketika pasangan lebih terbuka terhadap influence/pengaruh dari pasangannya.
-
Perempuan dan laki-laki memiliki persepsi tersendiri terhadap lawan jenis, emosi dan otak pun berbeda, kebutuhan pun berbeda, sehingga banyak research yang mengatakan bahwa suami dan istri memiliki pola yang beda.
Laki-laki kalau udah ngomongin masalah bantuan memiliki persepsi bahwa perempuan untuk memberikan bantuan antara practical sama emosional lebih besar emosional, Jadi rempoong, sehingga laki-laki banyak yang lebih memilih mengerjakan pekerjaannya sendiri ketimbang meminta bantuan.
Tapi di sisi lain, perempuannya merasa bahwa “kan aku udah usaha buat ngertiin kamu loh, udah nawarin bantuan, ko kamu gamau?,”.
Nah, kondisi seperti inilah yang bisa menimbulkan konflik, Ada emphaticnya, tapi ga akurat, karena gak dikasih kesempatan untuk ikut mempengaruhi situasi yang ada. Kasihlah kesempatan, gak ada salahnya toh?.
Hei kaum laki-laki, Bagi Perempuan:
supaya tahu bahwa pasangannya mengerti adalah dengan suami atau laki-laki lebih membuka diri terhadap pengaruh dari istri atau perempuannya.
kasih kesempatan untuk ikut andil, oke?
YUUUK COBA untuk membuka diri ke pasangan. Bisa dimulai dari menjadi pendengar yang baik, berbagi perasaan, atau bisa juga dengan melakukan aktivitas dan meluangkan waktu bersama.
-
Ohiya, ternyata menurut research, Emphatic accuracy ini ada hubungannya dengan level stress loh
semakin stress situasi,semakin tertekan, gamungkin deh empati ini bisa akurat. Karena kemampuan untuk memahaminya akan menurun.
untuk itu, cobalah dalam sehari itu ada komunikasi tentang emosi, berbagi tentang perasaan apa yang kamu rasakan, supaya bisa lebih siap menghadapi pasangan di kemudian hari.
misal, suami kita bete seharian, gesturenya menutup diri. kemudian pas udah keliatan nih dia mulai tenang, tanya deh.
“sayang kamu tadi kenapa? kalau kamu lagi kaya gitu aku harus apa?,”, 
“tadi aku lagi sedikit gak stabil, dan kalau aku kaya gitu, tolong biarin aku sendiri dulu ya, nanti kalau udah tenang aku cerita ke kamu,”.
-
so, yang harus dihighlight adalah peka. karena, orang yang helpfull belum tentu emphatic, orang yang emphatic belum tentu helpfull.
Anak nangis
istri : anak kamu nangis nih gamau tidur
suami : nak, kamu mau tidur sama papa?
anak : engga mau.
abis itu suaminya kabur, pergi ninggalin istri sama anaknya.
Anaknya tidur, istri nyamperin suami
istri : aku mau ngomong
suami : apa
istri : ko kamu tadi kabur?
suami : goal kamu atas masalah yang tadi apa?, kamu mau aku mengerti kamu atau kamu mau anak kita tidur? kamu gabisa milih dua-duanya sayang.
istri : kamu peka gak sih?
suami : aku peka sayang, kalau kamu mau anak kita tidur ya gitu, anak kita tadikan udah ditanya dan dia gamau sama aku, daripada dipaksa sama aku, nanti nangisnya makin kenceng, yang ada aku emosi, kamu emosi, gabaik loh itu, ya mending aku kaburkan, menolong kamu kaan, menolong kita dari konflik.
istri : iya juga ya, tapi kalau aku mau kamu ngerti aku? aku lagi capek sayang.
suami : oke, kamu bilang sama aku, “aku butuh bantuan kamu, tolong pegang dulu anak kita”, nanti aku bantu. bilang aja ya.
wah luarbiasa loh ini, jarang banget ada suami istri yang bisa berkomunikasi sebaik ini. keliatan juga ya laki-laki kalau berhadapan dengan masalah langsung menemukan problem solving yang ideal menurutnya.
-
Poin penting : Untuk mengetahui dan memahami perasaan pasangan, bukan hanya persoalan peka gapeka. Komunikasi juga perlu karena pasti ada sesuatu yang harus didiskusikan.
“kamu lagi ngapain? aku mau ngoceh, kamu siap ga dengerin aku ngoceh?,”.
Kesiapan mendengar adalah hal utama,  usahakan komunikasi saat kamu dan pasanganmu sama-sama lagi tenang yaa. soalnya kalau komunikasi saat pasanganmu gak stabil, lagi bete, lagi gremet-gremet, yang ada... bukan empati malah emosi, hihi.
-
Diskusi, 31 Mei 20.00-21.00
Terimakasih Psikolog Saskhy dan Psikolog Fathya
1 note · View note
persona-bilah · 4 years
Text
Kamu itu Kaya Martabak Pake 4 Telor, Spesial! Ciaa
Tumblr media
Di usiaku yang ke 20 ini, Aku dibelikan martabak sebagai pengganti kue ulangtahun dan pizza, ya ya menurut lidahku ini lebih nikmaat!
Daaaan tau gaaaa?
Tiba-tiba aku punya cita-cita baru, yaituu ingin menjadi ibu yang baik. PEKERJAAN YANG PALING MULIAA GASII JADI IBU TUH?
Aku tidak bisa memilih anak seperti apa yang akan Dia titipkan kepadaku, namun aku percaya aku dapat memilih bagaimana cara aku mengasuhnya.
Aku ingin ketika mengasuhnya, aku mampu mengontrol diri seapik mungkin, aku akan berhati-hati dalam berucap dan berperilaku demi menjaga perasaannya.
Aku ingin menjadi pendengar yang baik untuknya, bukan, bukan untuk memukul balik perkataannya, tapi untuk memahami bagaimana perasaannya.
Aku ingin memiliki hati yang lebih besar daripada masalahnya, sehingga ketika dia melakukan kesalahan, ketika aku kecewa aku tidak menyalahkannya yang malah memperburuk suasana hatinya, aku tidak mau menyuduti dan memaksanya menuruti kemaunku saja, aku ingin ketika aku kecewa, aku bisa membicarakannya dengan dia dari hati ke hati yang menimbulkan solusi dan kompromi.
Aku ingin memberikan hatiku kepadanya di setiap kesempatan yang ada, ketika dia terbangun ku kecup keningnya dan ku ucap "selamat pagi sayang, semoga hari ini menyenangkan, Bunda sayang kamu,". Memberinya apresiasi, mendengarkan cerita, mengantarkan dia ke kamar hingga terlelap, mengucapkan sayang dengan sungguh-sungguh.
Aku ingin melihatnya dengan cinta, mendengarkan segala ceritanya tanpa prasangka, mengarahkannya pada proses belajar yang benar dengan ikhlas sepenuh jiwa. Semua rasa yang ada tak akan kubiarkan pudar begitu saja.
Aku ingin menjadi teman baginya, sehingga jika dia mengalami sesuatu yang ingin diutarakan, dia bisa menjadikanku tempatnya rubuh dan rebah.
Aku ingin menjadi sahabat baginya, sehingga aku dan dia bisa menjadi saling setia dalam menguatkan, saling setia dalam memberi dukungan.
Aku ingin memberikan hadiah terbaik untuknya, dengan perlakuan baik yang akan aku tujukan padanya.
Semoga aku mendapatkan partner yang seimbang untuk mewujudkan cita-citaku ini. yang sabar sama aku karena aku yakin banget memasukkan teori ke dalam kehidupan nyata tuh ga gampang mewhhehe.
Aku yakin banget pasti ada stressnya, ada nangisnya, ada capeknya, sabar, sabar yaa!
-
Dear my future partner in life,
Nanti kita harus bekerja sama ya? membangun lingkungan belajar terbaik bagi anak-anak, dengan menciptakan keluarga penuh kedamaian, dengan menjadi orangtua yang memahami, menerima, mengarahkan dan mendukung dalam setiap keadaan.
Nanti kita harus bekerja sama ya? membangun budaya cerita di rumah kita, sehingga anak-anak mampu bercerita tumpah ruah tanpa menutup-nutupi hal yang dia alami dan rasakan.
Nanti kita harus bekerja sama ya? membangun suasana aman di rumah kita, sehingga anak-anak tahu di mana tempatnya untuk pulang dan menemukan kenyamanan.
Dear my future partner in life,
Kita dan anak-anak akan tumbuh bersama menjadi pribadi dan umat terbaik, kuncinya ada pada kita, kita yang perlu memulai menyediakan waktu yang berkualitas, menyediakan hati yang lapang tanpa batas.
-
Aku juga memiliki cita-cita menjadi psikolog anak, yang nantinya mampu memberikan edukasi bagi calon ibu dan ayah, agar bisa mendidik dan mengasuh buah hati sebaik mungkin.
Sehingga generasi yang akan lahir selanjutnya adalah generasi yang baik, penuh cinta dan kasih sayang, bahagia, berguna bagi bangsa dan agama.
Dan juga, aku memiliki keinganan membangun rumah yatim piatu, ingin sekali berbagi kasih sayang kepada mereka yang membutuhkan, dan menyakinkan kepada mereka bahwa mereka memiliki masa depan.
-
Ya Allah, Yang Maha Mengetahui segala isi hati,
Aku ingin sekali bermanfaat bagi orang lain, 
Aku ingin berprogress bersama untuk menjadi lebih baik.
Amiin, Allahumma Amiin.
0 notes