Tumgik
#rumahtanggamuda
andromedanisa · 6 months
Text
Arti Menikah - Belajarlah tentang banyak hal.
Kata Bapak hafidzhahullah ta'ala, "jika cinta dan kasih sayang seorang laki-laki itu lebih besar dari pada cinta seorang perempuan, maka dia tidak akan pernah melepaskan perempuan itu darinya. ia akan tinggal lama dihatinya. dan untuk membuat seorang laki-laki demikian, dibutuhkan seorang perempuan yang sabar dan pengertian."
aku teringat obrolan santai dengan Bapak, sehari sebelum menjadi seorang istri. Kala semua orang sibuk menyiapkan banyak hal termasuk Ibu, Bapak justru mengajakku lebih banyak cerita dari kebiasaan Bapak yang tidak demikian. Saat itu aku bertanya bagaimana posisi Ibu dihati Bapak. Yang semakin banyak ku rinci, Bapak semakin banyak tersenyum seolah membenarkan.
Namun satu hal yang Bapak katakan membuatku tertarik untuk bertanya lebih lanjut. "Ibumu itu orang yang sabar dan pengertiannya begitu lapang. Ibumu itu keras terhadap pendirian dan pendapatnya, namun ketika keputusan Bapak tak selaras dengan Ibumu, ibumu meletakkan semua pendapatnya dan memilih pada keputusan Bapak. Ada banyak momen dimana Bapak tidak berkata sekalipun, Ibumu lebih peka perihal apa yang Bapak butuhkan. Tanpa bertanya banyak hal, Ibumu sudah menyiapkan semuanya dengan baik. Tanpa memberi tugas, Ibumu telah paham apa yang menjadi tugasnya. Beberapa hal bertanya tentang apa yang Bapak suka dan tidak, selebihnya tanpa Bapak kasih perintah, Ibumu telah lebih dulu mengerti.
Tak pernah bertanya kenapa begini, kenapa begitu sebab paham bahwa Ibumu tidak ingin memberikan banyak beban. Ibumu begitu totalitas menjalani perannya sebagai seorang istri. Tak pernah menuntut harus jalan-jalan setiap pekan, atau liburan setiap tahun, atau hal-hal yang dirasa bapak belum mampu untuk menyanggupinya kala itu. Tidak pernah merengek meminta waktu bapak atau menuntut untuk lebih romantis atau hal-hal yang dimana Bapak harus peka terhadap kondisi ibumu. Ibumu tidak pernah meminta akan hal itu. Kala sudah tenang semuanya, barulah ibumu sampaikan dengan bahwasanya yang dimana tanpa menggurui bapak akhirnya mengerti.
Pernah saat dimana belum ada HP dan saat itu posisi ibumu sedang mengandung kamu 6 bulan, belum ada telpon rumah juga. Saat itu bapak harus lembur dan tidak pulang karena memang harus menyelesaikan deadline, dimana besok pagi presiden pak Soeharto akan berkunjung. Bapak nggak bisa ngabari ibu, karena memang tidak bisa pulang. Kamu tahu apa yang ibumu lakukan? Ibumu jalan sama emak tetangga sebelah rumah mau pergi menyusul bapak dikantor. Sebelum sampai kantor ada pos marinir dan bertanya perihal ada perlu apa jam segini kok mau ke PT.Pal dari pos ke kesana masih sangat jauh sekali. Lalu ibumu bilang kalau suaminya dari kemarin belum pulang, ia khawatir takut terjadi apa-apa. Lalu seorang petugas meminta ibumu dan emak untuk menunggu di pos, salah satu petugas berangkat menanyakan hal tersebut ke kantor. Setelah memastikan nama dan divisi bapak. Petugas tersebut menyampaikan bahwa seluruh karyawan disivi tersebut memang harus lembur, karena besok pagi akan ada kunjungan presiden. Setelah tahu kabar itu, ibumu dan emak pulang kerumah. Dan setelah beres semuanya bapak pulang kerumah, sampai dirumah ibumu tetap menyambut bapak dengan baik. Tak bertanya ini itu dengan banyak pertanyaan atau memasang muka cemberut. Nggak, ibumu tidak demikian.
Ibumu tetap melayani bapak dengan baik dan membiarkan bapak beristirahat dengan nyaman. Tanpa bertanya kenapa ndak pulang, bapak lebih dulu menjelaskan perihal tersebut.
Sebetulnya diawal pernikahan laki-laki itu sudah siap untuk mengayomi, mendidik, dan siap untuk memenuhi semua kebutuhan istri dan anak-anaknya nanti. Terkadang yang membuat mereka berubah salah satunya dari pasangannya sendiri. Yang mungkin terlalu menuntut banyak hal dan tidak memberikan rasa tenang itu. Memang manusia tidak ada yang sempurna, demikian juga dengan Bapak ataupun ibumu ini. Namun ada banyak hal kebaikan ibumu yang tidak bisa bapak sebutkan satu persatu. Biarlah bapak banyak doakan untuknya, biar Allaah yang balas dengan banyak kebaikan untuknya. Sekali lagi pernikahan itu adalah salah satu karunia yang harus disyukuri selama perjalanannya. Ujar bapak mengakhiri ceritanya.
Lalu malam harinya aku memutuskan untuk tidur dengan ibu sebelum menjadi istri esok harinya. Sebelum tidur banyak hal yang aku tanyakan, aku tak pernah merasa benar-benar begitu sangat dekat ketika saat itu juga. Salah satunya aku bertanya perihal cerita bapak tadi sore itu, mengapa ibu bersikap demikian dan demikian.
Ibu menjelaskan dengan bahwasanya yang apa adanya, "ketika seorang wanita telah memutuskan untuk menikah, maka seharusnya ia sudah paham perihal hak dan kewajiban serta konsekuensinya. bagaimana jika nanti pasanganku seperti ini, bagaimana jika nanti masuk fase seperti itu. Apalagi ketika seorang perempuan telah menjadi istri maka ia sudah mengerti bagaimana seharusnya berkhidmat untuk suaminya. Jika sudah paham dan mengerti bagaimana seharusnya bersikap, maka sudah sepatutnya kita harus memberi banyak udzur kepada pasangan kita. Saat itu ibu mencoba untuk memberi banyak udzur kepada bapak.
Tidak ada seseorang yang melakukan tanpa ada alasan. Dan bapakmu pasti sedang dikondisi yang demikian. Ibu mencoba belajar untuk mengerti, terkadang tidak semua kondisi bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya. Tidak semua kondisi bisa dijelaskan saat itu juga. Pernikahan itu ibadah terlama, dan dalam beribadah tidak semuanya berjalan menyenangkan sesuai dengan keinginan kita kan ya, nduk. Itulah mengapa sabar diperlukan untuk menjalani setiap prosesnya.
Intinya jangan pernah merasa paling capek, paling menderita, paling jenuh, atau paling sibuk. Jika nanti kamu menemukan kondisi yang demikian, cobalah kembalikan ke dirimu sendiri. Saat capek, jenuh dan kondisi tidak baik-baik saja, pasanganmu menuntut banyak hal darimu. Apakah kamu senang? Tentu tidak kan ya, maka diperlukan hati yang lapang untuk mengerti.
Jangan banyak menuntut hak sama manusia, sebab balasan terbaik adalah balasan dari Allaah. Karna kalau banyak menuntut dari manusia, kamu akan merasa capek sendiri dan tidak menemukan ketenangan nantinya. Serahkan semuanya sama Allaah, biar tenang.
Apa yang bisa kamu beri kepasanganmu nanti, berikanlah senampumu. Berkhidmatlah dengan totalitas untuknya, tidak akan sia-sia apa yang kamu berikan. Sebab sekecil apapun upayamu, Allaah melihatnya. Ketika sudah melakukan yang terbaik, jangan berkecil hati bila balasannya tidak sesuai apa yang kamu harapkan.
Berkhidmat itu yang menyenangkan hati suamimu, yang dimana suamimu betah dirumah sebab ia temukan ketenangan dalam rumahnya.
Empat tahun lalu nasihat ini aku simpan ditumblr, ku baca kembali. Dan aku menangis. Sebab memang benar, dalam sebuah pernikahan tidak hanya tentang aku saja melainkan dia juga yang menjadi kita.
Sebagaimana pengertiannya Ibunda Khadijah radhiyallaahu anha yang tanpa bertanya mengapa Rasulullaah Shallaahu alaihi wassalam tubuhnya gemetar dan meminta Ibunda Khadijah untuk menyelimuti Rasulullaah. Yang dengan totalitas berkhidmat dan menyerahkan seluruh harta, jiwa dan hidupnya kepada orang yang tercintanya. Itulah mengapa Ibunda Khadijah radhiyallaahu anha tinggal begitu lama dihati Rasulullaah Shallaahu alaihi wassalam.
Bukan perihal apa yang sudah pasangan berikan kepada kita, melainkan sudah sejauh dan semaksimal apa yang telah kamu lakukan untuknya karena Allaah. Maka mintalah kepada Allaah Ta'ala untuk menganugerahi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warohmah. Sebab rumah tangga sakinah adalah karunia Allaah yang harus terus dipintakan hingga akhir hayat..
للَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ
"Ya Allaah, satukanlah hati kami. Perbaikilah keadaan kami jalan-jalan keselamatan (menuju surga)." - HR. Abu Daud, no 969, dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu anhu.-
Pernikahan itu tidak tegak karena rupa yang elok atau harta, akan tetapi dia tegak dengan agama dan akhlak. (Syaikh Muhammad Mukhtar Asy Syinqithi rahimahullaah)
Akhlak, sabar dan saling mengerti masuk dalam kategori akhlak kan? Maka berakhlak dengan akhlak yang baik. Semoga Allaah menganugerahi kita semua pasangan yang menyejukkan mata dan hati. Yang menjadi penenangan dalam segala kondisi apapun. Allaah anugerahi kita rumah tangga sakinah, mawaddah, warahmah. Sehidup sesurga bersama.. aamiin..
Kontemplasi 9/11/19 - 9/11/23
783 notes · View notes
o-agassy · 1 year
Text
Tumblr media
Pengembara
Pengembaraan ini tak akan pernah berhenti selagi kita masih punya ambisi dan mimpi.
Jika tidak kita sendiri yang membangun kesadaran kapan harus berhenti, kapan harus lari, maka pengembaraan ini tak akan ada hentinya.
Setelah melalui proses dan lika-liku panjang, akhirnya saya mampu untuk memutuskan prioritas ke depannya; “family comes first!”.
Kerjaan akan selalu ada bergantian, regardless bagaimana kerjaan itu. Tapi keluarga, tak akan ada gantinya.
Ada mereka yang selalu menunggu di rumah, sembari tetap sabar meyakini bahwa para pengembara itu akan dapat menyelesaikan amanah tepat pada waktunya.
Mari beranjak pergi ke rumah, tempat dimana ada mereka yang selalu setia menunggu mu untuk pulang, beristirahat, dan berbagi hati untuk mengisi hari.
Daejeon, 03rd January 2033
2 notes · View notes
lutfiahhayati · 1 month
Text
Kemarin, mendengar postingan lucu tentang suami yang susah dibangunkan sahur, aku jadi teringat betapa bersyukurnya memiliki suami yang selalu bangun pagi dan siap membantu menyiapkan sahur.
Setiap pagi, tanpa perlu diminta, beliau sudah sigap di dapur. Sesekali, beliau bahkan membantu masak nasi - meskipun sempat ada insiden masak magic com blm di cetek di awal pernikahan (hahaha!).
Mungkin bagi sebagian orang, hal ini sederhana. Tapi bagiku, bangun pagi dan ditemani suami saat sahur merupakan momen spesial yang penuh makna. Momen-momen kecil ini yang selalu membuatku merasa dicintai dan dihargai. Tentu setrlah beliau solat juga.
:")
lope u!
0 notes
ekopuspito93 · 3 months
Text
RTM: Setelah Menikah
Setelah menikah, aku jadi paham bahwa rezeki yang aku terima ini bukan hanya milikku. Lalu apa pantas aku membatasi rezeki ini untuk keluargaku?
@ekopuspito93
0 notes
kurniawangunadi · 3 years
Text
31 dan 27
Itu adalah angka usia saya dan istri di tahun 2021 ini. Rasanya kalau diingat-ingat, dan seringkali jadi bahan tertawaan kami setiap hari, dulu saya menikahi istri saya tepat sebulan setelah hari ulang tahunnya yang ke-22, lima tahun lalu pada tahun 2016. Muda sekali! Pantas saja kalau dulu labil sekali.  Apakah kami termakan kampanye menikah muda pada saat itu, kalau saya sendiri enggak, keputusan yang kubuat pada usia menjelang 26 tahun saat itu, sudah kupikirkan baik-baik, didukung dengan kesiapan yang sudah kucicil sejak beberapa tahun sebelumnya. Kalau istri, kayaknya dia terpesona dan terbujuk rayu sehingga mau menikah denganku saat itu. Hahahaa.. Kami pernah ngobrol beberapa bulan lalu, kalau bagi istri, fase Quarter Life Crisisnya bukan seperti teman-teman sebayanya. Dia baru mengalami krisis ketika di dalam pernikahan, mencari makna dirinya, perannya, tujuannya, dan lain-lain. Dan di kondisi tersebut, ternyata peranan memiliki pasangan yang terpaut usia agak jauh itu sangat membantu, ujarnya. Karena saat istri mengalami krisis, saya lebih stabil, lebih lempeng, lebih objektif dan logis. Dan lebih tenang menghadapi istri yang uring-uringan menjadi jati dirinya. Baru di usia 26 menjelang 27 ini, dia lebih bisa menerima semua kondisi, keadaan, lebih mengerti peran-peran yang mau diambil, tujuannya, dll. 
Kalau ada yang bilang bahwa menikah muda itu akan nge-skip fase krisis, enggak ternyata, dalam kasus kami. Menikah, di usia berapun, tidak akan menyelesaikan semua masalah hidup. Ia menyelesaikan beberapa masalah, tapi sekaligus menambah masalah. Apalagi, kalau kamu menikah dengan orang yang tidak tepat, yang tidak bisa diajak diskusi, diajak berpikir ke depan, pemalas, itu masalahnya akan makin banyak lagi.
Apakah dengan kondisi kami dulu, kami akan menyuruh-nyuruh orang lain untuk segera menikah, semuda kami dulu? TIDAK! Kalau kalian bisa memilih menikah dalam kondisi yang lebih stabil, khususnya secara kematangan emosi, itu akan lebih baik menurutku. Kami memiliki supporting system yang mungkin berbeda dengan teman-teman, bahkan ibunya istri menikah di usia yang mirip, jadi pengalaman itu diberikan ke istriku yang menikah di usia tsb.
Kalau semuda itu kalian ingin menikah, kata istriku,”Untuk teman-teman yang perempuan, carilah pasangan yang memiliki sikap lebih dewasa, karena kalian akan uring-uringan sama diri kalian sendiri. Apalagi, saat kamu melihat teman-teman sebayamu bisa bebas berkeliaran, tanpa memikirkan ngurus rumah dan anak, bisa sekolah lagi, keluar negeri, bekerja dengan penghasilan sendiri. Dan kamu tenggelam dalam urusan rumah tangga yang tak ada habisnya. Akan sangat merepotkan jika pasanganmu tidak cukup bijak dan dewasa menyikapi krisis yang kamu hadapi.”
Alih-alih mendukung dan mendorongmu untuk berkembang, malah mengekangmu semakin erat. 
Menikahlah saat kamu siap, berapapun usiamu itu bukan masalah. Carilah pasangan yang benar-benar bisa membuatmu semakin bertumbuh, yang bisa cukup bijaksana dalam menyikapi karaktermu, mimpi-mimpimu, dan semua hal yang nanti akan terjadi. Bangunlah supporting system yang kuat, kalau itu bukan keluarga terdekatmu, milikilah teman-teman yang banyak sekaligus baik. 
Betapa banyak di sekitar kami, rumah tangga yang berpisah, ataupun tetap berjalan meski sudah tak ada tujuan- demi anak- demi nama baik keluarga. Kita bisa belajar dari semua hal itu, untuk bersiap lebih hati-hati. Kita bisa belajar dari keluarga orang lain, jangan sampai mata dan batin kita tertutup oleh hasrat dan keinginan kita yang menggebu, tapi lupa untuk membawa  pelajaran-pelajaran penting yang bisa kita petik dari siapapun. (c)kurniawangunadi
532 notes · View notes
ajinurafifah · 3 years
Text
Bertahan Hidup
"Kamu itu cantik kalau masak." Katanya sambil memelukku dari belakang.
Tentu saja aku refleks mengembangkan senyum.
"Tapi lebih cantik kalau nggak masak. He-he-he." Susulnya kemudian. Senyumku yang tadi merekah, kutarik ulang. Seperti payung yang baru saja terbuka, tertutup lagi.
"Jadi masakanku nggak enak ya?" Ujarku sambil manyun.
"Kamu itu cantik kalau ngelakuin yang kamu suka." Katanya sambil merubah posisi, kini dia bersandar di meja makan.
"Tapi aku tuh suka masakin kamu..." jelasku, yang sebenarnya tidak perlu kujelaskan. Tapi aku ingin dia paham apa motivasiku.
"Iya aku tahu, makasih ya. Kamu itu suka melakukan sesuatu yang berarti buat aku, yang bikin aku seneng. Bukan masaknya kan yang kamu suka?" Dia menggodaku.
"Iya sih." Aku menggaruk kepalaku yang nggak gatal.
"Nggak papa, aku bahagia kok kamu masakin."
"Meski rasanya nggak enak?"
"Meski aku makan untuk bertahan hidup. Hahahaha."
Kami tertawa bersama padahal itu nggak lucu. Kasihan ya, kami.
Cubitan khasku mendarat di lengannya. Dia mengaduh, tapi tetap tertawa.
Nggak papa, yang penting aku cantik. Kataku menghibur diri. Sebuah kesimpulan yang dipaksakan.
352 notes · View notes
jndmmsyhd · 3 years
Text
RTM: Mempercayai dan Menyerahkan
Tulisan ini tersusun dari sudut pandang seseorang yang baru menikah 4 tahun, masih terlalu dini dan kecil untuk pengalaman. Tapi percayalah, tulisan ini berasal dari kejujuran dan pengalaman singkatnya. Untuk teman-teman yang kelak akan menikah atau sudah menikah namun perlu sedikit bumbu.
Sepanjang perjalanan pernikahan nanti, kita akan memasuki sebuah realita yang dijalankan oleh 2 orang. Tidak bisa kita memaksa penuh keputusan tanpa mau menerima masukan dan saran, sebab nanti awak kapal akan kehilangan haknya untuk menasehati jika salah arah.
Saat mau menikah, pahami bahwa nanti kalian akan berbagi tugas dan amanah. Akan berbagi pekerjaan yang tentunya akan berbeda beban yang ditanggung, jangan membandingkan dan mulailah berbagi.
Jika pasanganmu nanti memilih peran sebagai ibu rumah tangga yang akan berputar pada dapur dan pekerjaan rumah, maka percayakanlah tugas itu padanya. Jangan meragukan apa yang sedang ia lakukan apalagi langsung mengkritik, sebab kamu tidak tahu alasan apa yang membuatnya mengambil pilihan itu. Jika memang ada pekerjaan dan tanggung jawab yang kurang pas menurutmu, maka diskusikanlah dengan baik dan mendengarkan alasannya. Kecil dan biasa, tapi dari situlah komunikasi itu akan mudah terbentuk, kepercayaan itu akan mudah melekat. Sebab kamu akan semakin tahu seperti apa pasanganmu.
Kebiasaan itu pula yang selalu kami jadikan pegangan, percayakan dan serahkan sepenuhnya apa yang menjadi tanggung jawabnya. Sebab kecocokan itu bukan 1 atau 2 hari dibentuknya, keserasian itu bukan 1 bulan atau 1 tahun disatukannya. Ia butuh keterbukaan dan hubungan komunikasi yang baik, ia butuh suplemen meningkatkan ibadah dari kedua belah pihak.
Semakin bertambah kualitas ibadah kedua belah pasangan, maka komunikasi itu akan semakin mudah didapat dan disampaikan, saat ada cekcok atau ketidaksepakatan dalam sebuah keputusan, maka ambillah jalan tengah dan maslahat yang lebih besar. Memang, akan butuh banyak kesabaran dan kelapangan hati soal menentukan keputusan dari kepala yang berbeda. Tapi dari situlah kebaikan itu akan bermula.
Soal mempercayai dan menyerahkan, maka lakukanlah yang terbaik untuk keluarga, bukan untuk pujian pasangan atau sanjungan keluarga. Sebab saat itu tidak kamu dapatkan maka sakit hati yang akan datang, usahakan semaksimalkan mungkin yang terbaik sebagai bentuk ibadah. Sebagai bentuk pengabdian pada suami dan istri, sebagai amanah yang harus benar-benar diberikan dan diselesaikan dengan baik.
Semoga Allah berikan kebaikan pada setiap orang yang menjalankan amanahnya dengan baik, pada setiap suami dan istri, pada setiap orang tua dan anak.
Bersambung.
@jndmmsyhd
365 notes · View notes
mfaizs · 3 years
Text
RTM : Menumbuhkan Peka
Menjadi peka seperti laki-laki pada umumnya rasanya tidak akan cukup bahkan tidak akan mampu mencapai level standar kepekaan perempuan. Sekalipun kamu melakukan apapun, sebaik-baik apapun perjuanganmu, barangkali dimatanya kamu tetap saja kurang atau bahkan mungkin tidak peka. Maka kuncinya barangkali kamu harus jauh lebih mengamati, jauh lebih memperhatikan, serta jauh lebih meluaskan rasa sabar - MFS 2021
Bahkan Sayyidah Aisyah pun pernah membanting piring, karena dianggapnya Rasulullah tak peka pada perasaan kecemburuannya, padahal hanya sekedar mendapat hidangan yang beralaskan nampan dari istri yang lain. Bahkan sebaik-baik suami seperti Rasulullah pun masih mendapat ujian kepekaan dari istri-istrinya, lantas, apalagi kita?
Jika menggunakan sudut pandang logika laki-laki mungkin kita akan berkata “ngapain sih?” “Lho itu kan istri sah-nya Rasulullah, ya wajar dong ngirim makanan”. “Lha daripada dipecahin mending kan dimakan, eman dong makanannya”. 
Namun alih-alih menggunakan logika laki-laki, Rasulullah hanya tersenyum, seraya berkata singkat pada para sahabat beliau yang hadir, “Maaf, Ibunda sedang cemburu”. Kebesaran hati beliau, kelembutan hati beliau dan bagaimana beliau berusaha peka terhadap istri-istrinya lah yang sudah seyogianya kita teladani. 
Kelak ketika berumah tangga, sebagai lelaki kamu akan mendapati ‘makhluk ajaib’ yang bernama perempuan. Terkadang kita sudah membantu pekerjaan rumah dari memasak, mencucikan pakaian, lantas pergi berangkat kerja, lantas tiba-tiba ada pesan chat masuk, “kan ini pertama kali aku ditinggal di rumah buat kerja, kok nggak di tanyain, di khawatirin?” Naah lho salah lagi wkwk. 
Ada juga saat dia lapar, kita tanyai lapar? Lantas dia menjawab iya, kemudian kita berkata “aku belikan makan ya?”. Dia menjawab iya. Kemudian tiba-tiba kita ter-distract pekerjaan atau sesuatu hingga akhirnya lupa, akhirnya dia malah tidak makan. Malamnya dia menggerutu karena siang tadi tidak diingatkan makan. Lho ? Padahal sudah diingatkan. Logika laki-laki pasti berkata “kan tinggal bilang, kan tinggal diingatkan lagi supaya dibelikan makan”, “apa susahnya sih sekedar bilang?”. Namun ternyata itu tidak berlaku di perasaan perempuan, yang jauh lebih menginginkan aksi nyata yang muncul dari hati tanpa harus diingatkan lagi dan lagi. 
Menjalani rumah tangga muda memang memberikan banyak pelajaran. Saat ada seseroang yang engkau ambil tanggung jawabnya dari ayahnya, saat ada seseorang yang rela membersamaimu, yang rela keluar dari zona nyaman bersama keluarganya, yang bahkan ikhlash hidup sederhana bersamamu. 
Pelajaran pertama, yang paling mengena, bahkan mungkin seumur hidup harus terus belajar entah mengapa menurutku adalah kepekaan. Kita, kaum laki-laki dilahirkan dengan logika, yang harus diperhalus dengan perasaan terutama saat memulai kehidupan rumah tangga. Hingga hasil perenungan dan muhasabah setiap malam membuahkan kesimpulan yang barangkali belum tentu benar, namun setidaknya meredakan diri yang seringkali merasa kurang peka, dan semoga meredakan para istri saat melihat lelaki yang kurang bahkan tidak peka menurut mereka. 
“Tidak usah mengejar level peka perempuan, kamu akan kalah. Kamu hanya cukup melebihkan peka dengan caramu tersendiri. Lakukan dari hati, lakukan sebab kamu mencintainya karena Illahi rabbi.”
“Kalau dia nanti berkata kamu kurang peka, atau kamu tidak peka, bersabarlah. Bukankah sebaik-baik laki-laki adalah yang bersabar pada istrinya? Balas dengan senyuman, balas dengan kata maaf, jika kamu ingin emosi, tahan emosimu, langsung peluk dia untuk meredakannya. Atau coba ingat kebaikan-kebaikan yang ia berikan kepadamu. Bukankah dia sudah menjagamu dari segala perbuatan zina? Bukankah itu merupakan anugrah terbesar dariNya?”
“Berdoalah, selalu doakan ia tiada henti. Selalu kecup keningnya setiap hari, mohon doa kepadaNya agar kamu mendapat kebaikan dariNya dan dijauhkan olehNya dari segala keburukanNya. Bukankah doa tersebut doa terbaik yang diajarkan oelh Rasulullah?”
“Diam, Dengarkan, Tanggapi sesekali dengan positif. Ingat, perempuan adalah makhluk puluhan ribu kata. Dia butuh kamu mendengarkan. Tak usah menyalahkannya, namun cukup dirimu sendiri saja, sebagaimana Nabi Adam dan Siti Hawa berdoa, bahwa kami telah menganiaya diri kami sendiri, hal yang menunjukkan bahwa sekalipun sudah takdir Allah keduanya diturunkan ke bumi, beliau berdua tidak menyalahkanNya. 
Surabaya, 22 - 2 - 2021
13.22
506 notes · View notes
shafiranoorlatifah · 4 years
Text
#tentangpernikahan: Bila Saja
Seandainya kita mengalami ini, ingatlah di suatu hari.
Bila suatu saat kamu merasa lebih baik dari pasanganmu dan mampu memberinya lebih, maka jangan hinakan ia. Jangan buat ia merasa bersalah karena tak dapat memberikan seperti apa yang kamu harapkan. Jangan buat ia merasa rendah akan apa yang telah ia usahakan.
Ingatlah bahwa di suatu hari, ia telah mengusahakan supaya kita bisa tertidur nyenyak dan lelap, tanpa terkena terik panas dan hujan, tanpa adanya gigitan nyamuk dan ancaman lainnya. Ingatlah, ia pernah berusaha melindungimu dan memberimu sandaran.
Bila suatu saat kamu menemukannya melakukan kesalahan, tak perlu mengungkitnya berkali-kali dan terus menerus menyalahkannya. Apalagi sampai diri kita mengangungkan diri bahwa kitalah yang selalu benar.
Ingatlah bahwa kita pun pernah salah. Dan ketika kita salah, betapa besar hatinya, yang bahkan tak pernah sekalipun memarahi kita, apalagi membentak dan berteriak. Karena kita hanyalah manusia yang tak dapat luput dari kekurangan.
Bila suatu saat terdapat perdebatan kecil dengan pasanganmu, maka tak perlu membuatnya menjadi besar. Dan jangan pernah memutuskan sesuatu dalam keadaan emosi. La taghdob, wa lakal jannah. Jangan marah, maka bagimu surga.
Ingatlah bahwa kebenaran adalah milik Allah. Tak ada siapapun yang paling benar. Maka kembalikanlah segala permasalahan kepada Sang Penguasa Alam Semesta. Tak perlu saling bersitegang memperebutkan siapa yang benar dan menang. Karena hal tersebut hanyalah akan menyebabkan sakit hati.
Bila suatu saat pasanganmu sedang ditimpa musibah dan sesungguhnya kamu kecewa, maka bersabarlah dan jangan menjauhinya. Tak perlu menghakiminya dan membuatnya bersedih hati. Ada kalanya hidup ini berjalan tak semulus seperti apa yang kita bayangkan. Beberapa kerikil tajam itu biasa dalam kehidupan pernikahan.
Ingatlah bahwa yang mampu mempertahankan rumah tangga adalah kita sendiri, bukan orang lain. Berkacalah, barangkali musibah itu bisa saja sebabnya karena kita. Kita, sebagai pasangan, yang tak pernah mendo’akannya, yang seringkali tak patuh atas perintahnya, dan juga acuh atas rambu-rambu-Nya.
Jangan pernah lupa, bahwa rumah tangga itu seperti isi rumah yang harus dilindungi. Baik ataupun buruk, sebaiknya tak keluar dari pintu secara sembarangan. Dilengkapi korden dan filter agar tak semua orang dapat ‘melihatnya’. Disapu dan dibersihkan, agar terhindar dari berbagai macam debu fitnah serta keburukan yang asalnya dari luar. Diisi dan dihiasi dengan berbagai kata indah, supaya Allah tak enggan menjaganya dan malaikat tak malas mendo’akannya.
Malang, 8 Juli 2020 | @shafiranoorlatifah Sungguh, bila Allah telah menjadi yang kesekian, maka tak heran betapa mudahnya sebuah rumah tangga dapat dirubuhkan.
1K notes · View notes
jaditeh · 3 years
Text
-Kembali Melangkah Untuk Dua Garis #3-
Kali ini, saya mendapatkan siklus haid 49 hari dari HPHT.
Seperti biasa, saya kembali ke dokter obgyn saya untuk melakukan program hamil (lagi)
Dokter menyarankan saya untuk melakukan pembesaran sel telur dengan obat dan suntikan.
Saat USG transvaginal saya bertanya kepada dokter "ada sel telurnya dok? ", dokter menjawab "ada".
Kenapa saya bertanya ada atau tidak sel telurnya? Karena, saya tahu jika biaya suntikan sangat mahal dan jika belum ada sel telurnya kemungkinan saya memutuskan untuk program di siklus selanjutnya saja.. Mengingat ada kemungkinan juga untuk saya tidak ovulasi kembali.
Semenjak saya resign, saya dan suami memutuskan untuk saya berkarir dari rumah (mengurus rumah, sebagai ibu muda rumah tangga dengan online shop kecil). That's way, saya merasa walaupun kami program hamil, saya tidak ingin terlalu membebani Eza dengan biaya program yang kami keluarkan.
Karna dokter bilang "ada sel telurnya", kami memutuskan untuk baik kita setuju untuk dilakukan pembesaran sel telur dengan obat minum dan suntikan.
Dokter memberi saya resep Clomiphene Citrate dengan dosis maksimal (150 mg) kembali, dan memberi catatan nama suntikan yang akan saya gunakan, dan untuk bertanya ke bagian farmasi mengenai stock persediaan dan harganya. (tanggal 15 Juli 2021)
Yang digunakan adalah "Gonal F".
Dan saya dijadwalkan suntik Gonal F pada tanggal 19 Juli, hari ke 6 haid. saya ditemani suami datang ke rumah sakit untuk melakukan suntik Gonal F. Akan tetapi, Qodarullah, Karena stock belum datang (kosong) maka kami batal untuk melakukan injeksi dihari tersebut dan dijadwalkan ulang setelah mendapatkan informasi dari pihak farmasi akan kesediaan injeksi tersebut.
Tanggal 22 Juli saya di beri kabar oleh bagian Farmasi rumah sakit, dan saya melakukan suntik Gonal F pada tanggal tersebut (hari ke 9 haid).
Perut saya merasa sangat mulas setelah injeksi tersebut. Tetapi bismillah.. Ucap saya.
2 hari setelah penyuntikan (tgl 24 Juli) saya datang kerumah sakit untuk pengecekan ukuran sel telur setelah melakukan pembesaran sel telur dengan obat C. Citrate 150mg (3 tablet) / hari selama 5 hari dan melakukan injeksi Gonal F.
Hasilnya adalah.........
"Tidak ditemukan sel telur" dan yang membuat saya down adalah dokter tersebut mengatakan kepada saya :
"siklus bulan depan kita obat minum dan 3x suntik. Jika masih belum bisa ya brarti ibu memang gak bisa (hamil) "
Jleeeeebbbbbb!!!!!!!!. ....
Wanita mana yang tidak terpotek hatinya, jika di judge oleh ahlinya yaitu dokter spesialis obgyn kalo "bulan depan tidak berhasil ya brarti tidak bisa hamil"....
Kalo yg berujar temen, tetangga julid mungkin masih cuek.. Ini dokter obgyn lho yg ngomong, bisa kita bilang beliau adalah ahlinya dibidang tersebut, lantas kenapa kata-katanya membuat drop.. Bukannya dokter harusnya solutif dan om lebih optimis daripada pasiennya? Apakah memang kondisiku seburuk itu?
Keluar dari ruang dokter saya menuju mushola yang letaknya di seberang jalan rumah sakit tersebut.
Saya sholat dhuhur disana dan menangis sejadi-jadinya...suami saya datang menjemput dan saya bercerita apa yang dikatakan dokter.
Kenyesekkan sebenarnya terletak di saat usg ada sel telur kenapa sekarang setelah proses pembesaran menjadi tidak ada? Hasilnya bukan "sel telur membesar tetapi besarnya belum memenuhi ATAU sel telur besarnya stagnan" tapi hasilnya "gak ada sel telurnya ini buk.. Iya ini gak ada buk" bagai disambar petir rasanya, belum lagi kata2 itu.
Saya menghubungi teman saya yang berhasil melakukan IVF. Dia mengatakan sebelum di suntik gonal F dia di cek hormon estragiol...dan menanyakan apakah saya sebelum di suntik di cek hormon tersebut.. Jawabannya TIDAK.
Ya, saya ditindak injeksi Gonal F tanpa di cek Lab satupun.. Cek AMH pun tidak...
Nangis... Setres... Anti Sosial... Selama kurang lebih dua minggu. Bahkan sampai sekarang pun saya jarang sekali melihat story instagram teman saya ataupun story WA orang orang yang membuat saya ciut hati atas kondisi diatas.
Hal ter down yang saya lakukan adalah saya meminta suami saya untuk mencari pengganti saya, karna dia pantas untuk bahagia. Karna saya terlalu insecure atas kepantasan saya untuk tetap menemaninya.
Yang suami saya katakan saat itu adalah "Tarik kata kata itu, aku bakal tetep nemenin kamu, dengan anak ataupun tanpa anak. Dokter bukan Tuhan. Kalau kamu sudah siap mental, dan sudah kuat mental.. Kita coba lagi ya....". Kata-kata itu membuat saya percaya diri kembali karna dia ternyata bersedia menemani saya dan saya sangat berterima kasih atas nikmat dan anugrah itu. Anugrah pasangan yang baik, yang sabar menemani saya di segala kondisi.
(C)bdp
7 notes · View notes
strongestinuniverse · 3 years
Text
Aku tidak tahu lagi. Perlahan hari-hari makin mendegradasi. Tentangku tinggal apa sih di kepalamu? Aku ini bernilai apa? Masih jagat raya atau hanya tinggal ibu rumah tangga?
Kalau tidak kusuara, kamu tak menyadari akan absennya aku—apa tak mau lagi melibatkan?
Kamu seperti orang-orang di luaran sana. Tak kukenal lagi, mungkin panasnya matahari mengubahmu, omongan orang-orang menggerakkanmu. Aku bertanya-tanya, apa eksisku menuju luntur dan tak ada lagi?
Egomu juga makin tinggi setiap waktunya. Tak peduli lagi mauku, tak terima marahku, selalu jadi korban padahal tahu kamu yang salah. Tapi, okelah, aku juga salah—karena merasa harus dipedulikan egonya. Aku bersalah sudah minta dimanusiakan.
Lalu aku harus apa dong? Yang kulakukan di sini mulia. Bersama kasih yang kelak akan mengasihi kita nanti. Bersama cinta yang kelak akan mencintai kita nanti. Tak bisa tidak; aku harus selalu bersamanya. Kamu sadar tidak, sih, tentang dewasanya kita tak bisa lagi masing-masing menyembah ego? Aku sudah merendahkan, tapi capek kalau kamu tak melakukan yang sama.
Jadi harus bagaimana dong?
Bukan berarti aku meniadakan yang ada. Aku sadari tentangmu; mencintai, mengasihi, peduli, bertanggungjawab—banyak, tapi tetap boleh, kan, kalau sesekali aku minta lebih? Aku tahu tidak ada yang sempurna, justru karena itu, aku ingin kita sama-sama memahami di tengah kekurangan ini.
Boleh tidak sih aku minta kamu melihatku sebagai eksistensial; utuh, menyeluruh. Jadi bukan hanya eksis—yang penting ada—aku ini punya rasa, punya hati, punya sakit—jadi boleh tidak kalau aku begini? Bukan egois, tapi bukannya hubungan itu harus saling menghargai?
Ah, sudahlah. Aku juga banyak salahnya. Maaf, ya, bukan berarti aku merasa pintar. Aku banyak tidak tahunya.
Bekasi,
26 Desember 2020
23:28
Lama kupendam
3 notes · View notes
andromedanisa · 4 months
Text
Bagian dari cinta..
Ini tentang pernikahan. Dua orang yang Allaah tetapkan menjadi satu ikatan bernama pernikahan. Allaah pasangkan dua orang dalam kebaikan dan menjalani hari demi hari dengan berpasang-pasangan.
Namun teruslah ingat, bahwa Allaah menyatukan kedua hati tak lantas keduanya harus terus sempurna tidak ada cela. Tidak, tidak demikian. Rumah tangga Rasulullaah Shallaahu alaihi wassalam pun tak luput dari ketidaksempurnaan.
Oleh karenanya jika setiap rumah tangga nanti engkau menemukan kekurangan ada pada pasanganmu. Nasihat Al-Quran begitu tinggi, yaitu "Sabar". Jangan mudah marah, jangan membesarkan hal-hal sepele. sebab boleh jadi dibalik apa yang tidak engkau sukai, Allaah telah menyiapkan hikmah besar yang tidak pernah engkau sangka-sangka untuk melengkapi kekurangan yang didapatkan di setiap pasanganmu, dan itu bagian dari "taqwa".
Nasihat Syaikh Utsman Al-khamis hafidzhahullaah ta'ala :
"Demi Allaah, ada banyak nasihat tentang rumah tangga. Tapi saya katakan, nasihat terbaik untuk para pasangan suami istri adalah mengabaikan hal-hal sepele. Tidak perlu mempermasalahkan hal-hal sepele. Abaikan dan jalani saja. Tidak ada manusia yang sempurna. Jikalau dalam segala hal engkau selalu menyalahkan pasanganmu. Maka semua yang dia lakukan akan selalu salah dimatamu. Dan siapalah yang hanya memiliki kebaikan saja? Tidak ada sama sekali. Kecuali Rasulullah Shallaahu alaihi wassalam."
Barangkali memang benar ya, dalam rumah tangga itu hal yang kita kira besar akan menjadi ringan bila meminta pertolongan Allaah. Dan hal kita kira kecil, bisa menjadi rumit dan besar tanpa meminta pertolongan Allaah. Maka rumah tangga yang bahagia adalah keduanya saling memberi udzur untuk satu sama lain. Bahwa keduanya adalah manusia biasa yang jauh dari kata sempurna.
Dijadikan menjadi satu sama lain tidak lain tidak bukan untuk melengkapi kekurangan dan kelebihan yang telah dimiliki. Memahami bahwasanya rumah tangga adalah ibadah terlama yang mana untuk menjalankannya dibutuhkan sabar. Sabar tidak hanya dilakukan ketika ditempat ujian, namun juga kala menjalankan ibadah kepada Allaah. Itulah mengapa sabar tidak hanya berdiam diri saja tidak melakukan apapun. Sabar ridho dengan apapun yang telah ditetapkan namun terus berikhtiar hingga selesai.
Sabar itu adalah upaya, jika hari ini engkau menemukan sabar itu ada pada pasanganmu. Maka banyaklah bersyukur. Bersyukurlah kepada Allaah bila hari ini pasanganmu begitu berupaya ingin membahagiakan mu dengan cara-caranya yang untuk ukuranmu mungkin terlihat sederhana. Sebab kau tidak akan pernah tahu semaksimal apa upaya yang telah ia lakukan untuk memberikanmu sebuah kebahagiaan.
Tidak ada pasangan yang saling bertemu karena Allaah yang tidak saling berupaya untuk memberikan yang terbaik. Maka bila hari ini kau mendapati pasanganmu begitu berupaya sekali untuk memberikanmu kehidupan yang layak. Maka cara terbaik untuk membalas kebaikannya adalah dengan mendoakan kebaikan untuknya, bersyukur kepadaNya dan berupaya semaksimal mungkin untuk mengupayakan hal yang sama kepadanya. Dengan cara melakukan yang terbaik pada perannya masing-masing.
Sabar, saling memberi udzur dan memaafkan pada hal-hal sepele. Akan mendatangkan ketenangan dan kebahagian bagi satu sama lain. Allaah akan hadirkan rasa itu kepada rumah tangga yang menahan dirinya untuk marah sekalipun ia sangat mampu untuk melakukannya namun ia tahan dan bersabar sebab Allaah yang perintahkan.
Tidak pernah ku lihat sebuah cinta yang lebih indah dari sebuah pernikahan yang dilandasi rasa takut dan cinta karena Allaah. Sebab sekecil apapun yang diupayakan dalam sebuah biduk rumah tangga akan selalu bernilai ibadah disisiNya.
Ya Allaah berkahilah setiap rumah tangga yang didalamnya saling mengupayakan kebahagian satu sama lain. Labuhkanlah cinta diantara keduanya di surgaMu nanti. Sebuah tempat yang tidak lagi menemukan rasa sakit dan sedih. Aamiin..
Mendoakan bagian dari cinta, dalam perjalanan menuju rumah || 10.45
302 notes · View notes
senjabersajak · 3 years
Text
Kenyataannya, gak ada yang benar-benar siap menjalani pernikahan.
Baik sepihak maupun keduanya.
Semuanya tidak bermula dari titik yang sama.
2 notes · View notes
suarajemari · 4 years
Text
Abis baca chat sama suami minggu minggu awal abis nikah, kocak banget siiiiiih. Padahal udah kenal hampir 10 taun, tapi pas awal jadi suami istri tetep aja malu-malu dan kaku gitu. Chat juga masih unyu unyu banget kaya ABG kasmaran 🤣🤣🤣
Sekarang mau 1 taun pernikahan, udah balik lagi cara chat nya kaya pacaran dulu, biasa aja. Hahahahahahahahahahahaha
Ya Allah, berkahi lah pernikahan kami. Jadikanlah kami keluarga yg sakinah mawaddah warahmah. Yg kuat kokoh dan menjadi keberkahan bagi keluarga kami dan orang sekeliling kami.
Jauhkan lah keluarga kami dari godaan syetan. Jagalah kami agar kami mampu selalu mengingat-Mu. Tegur kami jika kami mulai lupa dan melenceng.
Berikan yg terbaik bagi keluarga kami.
Serta mampukan aku dan suamiku menjadi orang tua yg bertanggung jawab atas amanah yg kau berikan.
Aamiin
2 notes · View notes
hanihusam · 5 years
Text
Orang bilang, kalau kita sudah menikmati sesuatu atau sibuk melakukan sesuatu, waktu pasti terasa cepat berlalu. Itu lah yang saya rasakan selama satu tahun terakhir ini. Sibuk berumah tangga... eh bukan. Menikmati berumah tangga, membangun keluarga bareng dia @shafna_aulia selama satu tahun ini terasa sangat begitu singkat. Tak terasa sebentar lagi muncul anggota baru dalam keluarga kami. Masya Allah.
Kesan saya setelah menikah satu tahun ini,
“Berkeluarga itu melelahkan”
Ya. Benar-benar melelahkan. Lelah fisik, lelah hati, lelah pikiran. Eit tunggu dulu. Bukannya jalan-jalan juga melelahkan? Tapi menyenangkan bukan?
Nah itu yang saya rasakan. Berkeluarga itu seperti jalan-jalan yang sangat panjang. Di samping lelah, tapi juga menyenangkan.
Berkeluarga itu sejatinya besar maknanya. Bagi saya kenapa berkeluarga menyenangkan sekaligus menantang adalah karena berkeluarga itu meniti karir, membangun perusahaan, membangun kerajaan, dan, yang paling utama, membangun peradaban.
Dan yang paling utama ketika menjalani berkeluarga ini enggak cukup hanya menikmati dan jalan begitu saja, ada ilmu yang harus dipelajari. Karena ke depannya jalan-jalan ini enggak lurus begitu saja. Apalagi nanjak menuju surga itu berat.
Semoga niat ibadah selalu menjadi titik awal dan pondasi yang mengukuhkan bangunan keluarga kita. Bahwa semua lelah, indah, yang terjadi dalam perjalanan ini jika diniatkan lillah diharapkan membuahkan berkah. Amin.
Wallahu ‘a’lam.
57 notes · View notes
kurniawangunadi · 3 years
Text
Perubahan Sudut Pandang
Saya ketika sebelum menikah dan setelah menikah, memiliki cara pandang yang berbeda terkait pernikahan. Sesuatu yang kemudian membuatku memberikan nasihat jika diminta, ke teman yang hendak menikah. 
Lebih baik gagal di tengah-tengah proses daripada gagal di dalam pernikahan. Artinya, kalau kamu melihat ada potensi masalah yang besar antara kamu dan calon pasangan, lebih baik gak usah lanjut, dengan segala risikonya; batalin undangan meski udah kesebar, perkataan orang, dll. Membuat keputusan untuk membatalkan lamaran/pernikahan, konsekuensinya jauh lebih ringan daripada bercerai di tengah pernikahan. Karena cerai lebih ribet, tidak hanya urusan administrasinya yang melelahkan, belum lagi jika sudah ada anak dan berebut hak asuh, belum lagi dengan status sosial yang nanti akan dibawa (janda/duda), dll. Untuk teman-teman yang hendak menikah, jika memang belum siap. Lebih baik jangan. Jika kamu sudah siap dan belum menemukan yang menurutmu tepat untuk menjadi pasangan hidup, jangan mau menerima seadanya sekalipun mungkin usiamu bertambah tua.  Jika kamu seorang muslim dan tahu kalau pernikahan itu bernilai setengah agama, jangan sampai yang setengah ini rusak karena kamu terlalu gegabah dan menggebu-gebu tapi tidak rasional ketika mau menikah. Sudah rusak setengah dan kita juga tidak bisa menjamin setengah agama lainnya juga baik. Jika kamu ingin menikah dengan seseorang, tanyakanlah segala sesuatu yang ingin kamu tanyakan sampai tak bersisa. Tak perlu sungkan untuk menanyakannya, tak perlu takut. Kalau kemudian dia merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurutmu penting, berarti dia tidak menganggap penting apa yang bagimu penting. Dan jika dia tidak mau diajak duduk bersama membicarakannya, entah tentang finansial, keluarga, dan apapun yang menurutmu ingin diperjelas sebelum menikah, sementara dia tidak mau membicarakannya. Saranku, mending cari yang lain. Menikah dengan orang yang tidak bisa diajak berdiskusi dengan mudah itu akan jadi tantangan tersendiri. Kita tidak bisa menikah bermodal kepercayaan bahwa nanti dia akan berubah, itu mungkin untuk hal-hal yang tidak begitu krusial/prinsip. Tapi pada hal-hal yang prinsip, kita tidak bisa memakai cara pandang itu. Apalagi, sepanjang pernikahan nanti, kita akan membutuhkan banyak sekali diskusi. Saranku, pastikan pasanganmu adalah orang yang bisa diajak diskusi, bisa menerima masukan, terbuka terhadap kritik/saran, dan mau belajar. Dan pada akhirnya, kalau memang tidak siap. Lebih baik, gunakan energimu untuk bersiap. Kalau kamu masih memiliki ambisi yang ingin kamu dapatkan sebelum menikah, kejarlah. Kalau kamu ingin tetap menjadi dirimu sendiri ketika nanti sudah menikah, menikahlah dengan orang yang tepat.  Tepat yang seperti apa? Kamu yang bisa merasakannya nanti. Nanti, ketika sudah ada orangnya yang akan menikah denganmu. Kita tidak bisa menuliskan ketetapan itu dalam barisan kriteria. Dan mungkin, tidak akan ada orang yang bisa memenuhi semua kriteria itu dalam satu waktu.  Kalau sudah ada orangnya dengan segala kekurangannya. Kamu akan bisa merasakan, mana yang kiranya kamu bisa terima sebagai pasangan hidup dan mana yang tidak.  17 Maret 2021 | (c)kurniawangunadi
2K notes · View notes