Tumgik
#Dukungan suami
Text
Sudah Tahu Belum Faktor Apa Saja Yang Berhubungan Dengan Pemberian MP- ASI Pada Bayi 0-6 Bulan..?
Tumblr media
View On WordPress
#Abstract related factors with granting MP-ASI to baby 0-6 month#alasan ibu memberikan MP-ASI pada bayi#Alasan ibu memberikan MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan#Alasan MP-ASI diberikan pada usia lebih dari 6 bulan#Alergi makanan#Arteriosklerosis#arti pengetahuan#Dampak Pemberian MP-ASI Terlalu Dini#Dampak pemberian MP-ASI terlalu dini pada risiko jangka panjang#Definisi pekerjaan#definisi pendidikan#definisi pengetahuan#Definisi usia#Dukungan suami#Faktor dukungan suami pada ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan#faktor pekerjaan ibu dalam pemeberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan#faktor pendidikan ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan#faktor pengetahuan ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan#Faktor predisposisi pemberian mp-asi#Faktor predisposisi yang berhubungan dengan ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan#Faktor sosial ekonomi pada ibu dalam pemberian MP-ASI usia bayi 0-6 bulan#Faktor usia ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan#Faktor yang berhubungan dengan ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi#Faktor yang berhubungan dengan ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan#Faktor yang berhubungan dengan pemberian MP ASI pada bayi 0-6 bulan#faktor-faktor yang berhubungan dengan ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan#Hasil penelitian pemberian MP-ASI#Hasil penelitian tingkat pendidikan terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi kurang dari 6 bulan#Hipertensi#Ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan
0 notes
melianaaryuni · 8 months
Text
Support System, Support Semangat Adalah Keluarga
Menjadi seorang emak sekaligus blogger itu ternyata memiliki cerita tersendiri. Ya, para emak-emak blogger pasti tahu deh bagaimana rasanya saat baru mau mengetik, eh para bocil sudah minta diperhatikan. Belum juga dengan pekerjaan yang rutin dikerjakan setiap hari, iya kan Mak-Emak? Huft, berasa menjadi blogger itu sungguh berat, Mom. Para emak blogger pasti sudah mengerti bahwa ketika menjadi…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
andromedanisa · 2 months
Text
tak sama..
"rumah tanggaku tahun ini sudah 10 tahun, Bu." aku mengatakan itu dalam telpon beberapa waktu lalu kepada Ibu.
"mangkanya kamu itu seharusnya mikirin buat punya anak. kalau kamu nggak punya anak siapa yang akan doain kamu, siapa yang akan ngurus kamu nanti waktu tua, siapa yang akan nerusin aset-aset berharga kamu. anak itu yang bikin rumah tangga reket antar suami dan istri. kalau kamu nggak punya anak gini, kamu gampang dilepasin suamimu kan." dan hal lainnya yang keluar dari lisan ibu ku yang tidak ingin ku dengar.
beberapa waktu lalu aku ada konflik dengan suamiku, dek. selama 10 tahun kami tak pernah ada konflik besar, baru pertama kalinya selama pernikahanku dengan suamiku kami bertengkar hebat. sampai di titik kalau aku gak mikir panjang dan tenang saat itu mungkin saat ini kami sedang menghadapi mediasi di ruang persidangan.
sesaat aku dan suami bertengkar hebat, aku menangis dan menelpon ibuku yang kebetulan saat itu sedang ada di desa. dalam telpon aku menangis seperti anak kecil yang butuh untuk ditenangkan. aku pikir dengan menelpon ibuku, aku dapat pembelaan. aku dibela sebagaimana aku ingin ada satu orang yang setidaknya berdiri untuk memihakku meski saat itu suamiku pun tak berada di pihakku.
alih-alih mendapat dukungan, ibuku justru mengatakan sesuatu yang membuatku semakin sedih, menangis dan kecewa. saat itu aku merasa tidak ada lagi tempat untukku pulang. tidak ada lagi tempat yang setidaknya mau mendengarkan kronologi yang sebenarnya mengapa aku melakukan demikian. tidak ada yang membelaku. jangankan membelaku, mendengar kebenarannya seperti apa saja tak ada yang mau.
aku nggak tahu saat itu harus seperti apa, karena aku tak pernah sekacau itu. 10 tahun lamanya aku merasa berjalan sendiri, aku bekerja hanya untuk menyenangkan orang lain. orang-orang selalu menanyakan kapan punya anak, kapan hamil, dan pertanyaan yang menurutku tak seharusnya ditanyakan. nggak ada yang mau dalam keadaan seperti ini. 10 tahun menunggu itu bukanlah waktu yang sebentar.
10 tahun aku tinggal bersama mertuaku, setiap ada ucapan atau tindakan yang tidak menyenangkan hatiku, aku mencoba untuk tetap berlapang dada tidak memasukkannya ke dalam hatiku agar aku tidak merasakan sakit. sebab aku pernah mengadu kepada suamiku namun malah aku yang disalahkan, sejak saat itu aku tak pernah lagi menjadikannya tempat pulang untuk bercerita.
diawal pernikahan kami sampai di tahun ke 5. aku dan suami mencoba program hamil, namun belum ada tanda-tanda berhasil. lalu aku memutuskan untuk berhenti program sebab aku merasakan lelah secara fisik dan mental. aku fokus bekerja, menabung, dan membeli beberapa properti seperti emas, sawah, dan tanah. agar nanti meski tidak punya anak setidaknya aku sudah mempersiapkan hari tuaku nanti dengan beberapa aset. opsiku adalah jaga-jaga kalau memang nantinya di panti jompo.
ketika aku fokus bekerja, mengumpulkan aset. orang-orang melihatku bahagia tidak punya beban sebab belum punya anak. dan mereka selalu berpikir bahwa aku tidak ingin punya anak hanya karena aku berhenti untuk program hamil. mereka selalu mengasihaniku dengan mengatakan percuma banyak harta tapi kalau nggak punya anak. kan kasihan. omongan seperti itu sudah menjadi vitamin yang selalu aku konsumsi setiap harinya.
aku mencoba menutup telinga dan melapangkan hatiku dengan selapang-lapangnya. sampai aku menyadari dan berdoa hingga mataku sembab kepada Allaah. "ya Allaah, aku pikir tidak ada seorangpun yang ingin hidup seperti ini. menanti itu tidak mudah ya Allaah. mengapa rasanya aku seperti berjalan sendiri di muka bumi ini."
aku menangis sambil makan es krim, semua mata pengunjung menatapku. aku sudah tidak peduli akan hal itu. makan es krim yang paling mahal membuatku sadar kemana saja aku selama ini, mengapa aku begitu abai dengan diriku sendiri sampai di menangis seperti ini.
aku bekerja, suamiku bekerja. aku bekerja dan gajiku sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan keluargaku sendiri. mencukupi semua kebutuhan ayah dan ibuku. yang bikin aku sedih rasanya jerih payahku selama ini tak pernah terlihat dimata ibuku. padahal kalau aku punya anak itu artinya aku tidak bisa memenuhi kebutuhan keluargaku dengan utuh. itu yang selalu aku pikirkan.
banyak orang mengatakan kalau aku terlalu lelah dalam bekerja. aku juga pengen resign, aku juga pengen jadi ibu rumah tangga. tapi itu nggak mungkin. bagaimana dengan keluargaku, bapak ibuku? ibuku selalu menuntut ini dan itu. selalu bilang untuk program hamil inseminasi dan lainnya. iya, aku paham, aku jangan ingin. tapi uang darimana? program hamil itu gak murah.
rasanya semua bertarung dalam kepalaku. dan itu membuatku lelah. rasanya aku ingin sekali ke psikiater atau psikolog. tapi aku tahu untuk menemui mereka saja itu juga butuh uang yang tidak sedikit. lalu bagaimana jika aku melakukannya dan meminum obat yang diresepkan? karena katanya obat anti depresan membuat sebagian kenangan kita juga ikut memudar. aku takut itu terjadi. bagaimana jika aku mudah lupa dan hal itu menyangkut dengan pekerjaanku? apakah aku masih bisa bekerja? dan banyak hal ketakutan serta pertanyaan dalam diriku.
aku menonton film, dan terlihat mager tidak melakukan apapun kala sedang libur. selalu dikira aku sedang bermalas-malasan. padahal aku melakukan demikian sebab aku sudah terlalu lelah dengan pekerjaan. kini aku merasa ya Allaah sampai kapan ini akan berakhir? rasanya lelah sekali..
dia mengatakan itu kepadaku dengan menangis dan tatapan yang kosong. kepedihan dalam hatinya rasanya sampai ke hatiku. ya Allaah, tolonglah dia. tolonglah siapapun orang-orang yang sedang mengalami kelelahan dalam hidupnya.
67 notes · View notes
penaimaji · 10 months
Text
Perempuan Dominan
Sebenernya pengen bahas ini dah lamaaa banget, tapi bingung nulisnya kayak gimana. Sampai akhirnya aku terpantik dari story tehdin sekitar minggu lalu, yangmana belio dapat nasihat jangan terlalu dominan
Aku agak gemes, karena dominan seringkali konotasinya negatif. Padahal tidak selalu seperti itu
Oh iya, sebelum menulis ini, aku tanya dulu sama suamiku, "Aku ini dominan nggak sih mas?". Dia jawab, "Iya".
"Definisi dominan menurut mas itu kaya gimana?", tanyaku. "Unggul, kuat", jawabnya
"Hmm masa? Kayanya lebih ke berpengaruh gitu nggak sih mas?", tanyaku. "Hmm gak juga. Tapi iyasih, membawa pengaruh", jawabnya
"Akupun juga terpengaruh beberapa hal dari mas. Buktinya aku sekarang lebih calm dan gak se-sangar dulu", kataku. "Trus mas nyesel gak nikah sama aku? Aku kan dominan. Biasanya cowo-cowo gak mau tuh sama cewe yang suka ngatur", tanyaku
"Enggak. Meski kamu sering reaktif, bawel, tapi itu kan juga perhatian. Aku suka sama orang yang bisa diajak diskusi dan ngasih saran. Trus kadang kalo aku sudah maunya A, kamu juga gapapa, bisa terima aja", jawabnya
Perempuan dominan memang cocok sama laki-laki yang perlu dukungan dan validasi; yang perlu diajak negoisasi dan diskusi. Dominan seringkali dianggap negatif, padahal bukan berarti angkuh dan berkuasa, justru dominan itu memiliki kontrol kuat dalam dirinya, sehingga mudah menempatkan diri pada kondisi
Namun bukan berarti nantinya tidak ada konflik, pasti ada karena dua individu berbeda. Biasanya kita mencari yang minim potensi konflik
___
Dulu sebelum menikah, yang paling khawatir ialah mamaku, karena beliau tau aku orangnya dominan, tidak mau diatur, kuat pendirian dan keras kepala. Padahal aku merasa diriku gak semenakutkan itu. Terbentuk seperti itu karena keluargaku memang keras, ceplas ceplos, no baper-baper. Aku merasa diriku ini diplomatis, gak saklek, tapi ketika orang-orang menilai berbeda. Ya slow aza
Kayanya udah biasa ya, cewe-cewe dominan dan independen selalu dapat nasihat dari orang lain yang intinya jangan terlalu dominan. Tapi aku selalu skeptis. Why? Ya nggak apa-apa dong, asalkan paham dengan kapasitas diri, paham dengan peran berdasarkan prinsip masing-masing, bisa mengatur ego
Gak masalah menjadi perempuan yang dominan, strong, independen atau apa lah sebutannya. Justru itu harus, daripada nggak punya pendirian, gak tau tujuannya apa, cuma ngikut alur dan mudah terwarnai. Manut-manut ae, dikon nyemplung kali moro gelem sisan wkwk candaa ini perumpamaan aja
Kalau istri cenderung dominan dari suami, tetap harus bisa menghargainya sebagai kepala keluarga; juga sebagai suami. Beri ruang, dan turunkan ego. Pahami love language pasangan. Dua tahun ini, aku juga akhirnya belajar, bahwa memang benang yang mbulet itu harus diluruskan (dibicarakan baik-baik dan belajar memvalidasi apa yang sedang dirasakan)
Sekalem-kalemnya suami, tentu ia tetap ingin diperlakukan sebagai kepala keluarga yang punya andil besar dalam setiap keputusan. Istri mendampingi, menemani dan keduanya saling support
Jadi.. pasangan itu bukan saingan, justru saling mendukung. Siapapun yang lebih dominan, sebisa mungkin mau memposisikan diri dalam hal satu atau hal yang lainnya. Kedudukan suami di atas, dan istri di bawah suami, bukan berarti ada penindasan atau sebagainya. Dikarenakan suami memiliki peran dan tanggungjawab paling besar di dalam keluarga
Semoga Allah lembutkan hati kita untuk terus berbaiksangka, juga saling mendukung orang-orang di sekitar kita
Jakarta, 1 Agustus 2023 | Pena Imaji
258 notes · View notes
yonarida · 1 month
Text
Kebutuhan Suami Bismillah Pernikahan adalah proses belajar sepanjang hidup. Tidak peduli berapa lama usia pernikahan kita, yang terpenting kita harus mempelajari dan memahami apa yang menjadi kebutuhan pasangan, dalam hal ini suami. Kebutuhan suami: 1. Respect/ Pengakuan Laki-laki seringkali merasa takut jika dia tidak berhasil di hidupnya. Laki-laki juga bisa merasa rapuh. Pengakuan untuk bisa dimengerti, diapresiasi, dan dihormati. Bagi suami, pengakuan dari istrinya adalah segalanya. Jika mereka menerima pengakuan yang tulus dari istrinya, mereka pasti akan merasa lebih aman dan percaya diri dalam kehidupannya. Suami juga akan terdorong untuk maju atau terdorong untuk mengembangkan dirinya jika dia tau bahwa istrinya bisa mempercayai, mengagumi, dan yakin pada kemampuan mereka. Suami ingin mendapat unconditional respect. Walau suami tidak dipungkiri kadang membuat keputusan yang salah atau sikap kurang tepat, sama halnya dengan kita yang kadang demikian, namun pahamilah, bahwa suami umumnya lebih memilih tidak dicintai daripada tidak dihargai. Hindari kata-kata yang menyinggungnya, apalagi jika sedang beda pendapat atau sedang berargumentasi. Suami yang dihormati, biasanya cenderung akan mengasihi istrinya. 2. Apresiasi Jangan terjebak pada apa yang tidak dilakukan suami, sementara kita melupakan apa yang sudah dilakukan suami. Ingatlah, banyak hal yang sudah dilakukan suami yang mungkin kita tidak menyadarinya. Berikan apresiasi, baik terhadap prestasinya, maupun hal-hal kecil yang sudah dilakukannya. Fokus pada terang daripada gelap.
3. Me time Ketika pulang kerja, kadang suami butuh me time. Tanya saja, bilang kalau butuh me time. Perempuan kadang butuh telinga untuk didengar jika ada masalah. Butuh mengeluarkan unek-unek. Berbeda dengan suami yang seringkali butuh menyendiri dulu, butuh waktu untuk me time. Beri ruang pada mereka. Komunikasikan saja. Mungkin bisa buat kesepakatan, bahasa-bahasa tertentu yang bisa kita gunakan ketika lagi me time, kode tertentu. Sehingga kita paham bahwa kebutuhan kala itu adalah me time. Begitu pun sebaliknya dengan istri. Komunikasikan saja ketika lagi ingin me time. Suami butuh waktu untuk menyelami, untuk memikirkan masalahnya. Laki-laki kadang identik dengan kebebasan. Kita bisa beri waktu ke mereka untuk menikmati kebebasan dengan teman-teman nya, untuk menikmati hobi-hobinya (dalam hal positif tentunya). Lebih bagus lagi kalau hobinya sama ya. Best. Jangan sampai suami merasa terkekang.
4. Empati Dalam keluarga, suami memang berperan sebagai kepala keluarga. Tapi suami juga butuh penolong. Daripada menuntut, cobalah untuk menolong. Coba mengerti apa yang sedang dirasakan suami. Apa yang sedang dialami suami. Jadilah pendengar yang baik. Menjadi sahabat, teman bicara yang bisa mendengar keluh kesah mereka. Yang paling penting, bisa memahami. Misal: saat suami pulang kerja, biarlah dia bersantai dan istirahat sejenak, jangan langsung mencecarnya dengan berbagai permintaan. Layani suami. Maka dia akan jadi pelayanmu. Atau mencecar agar mereka mendengar keluhan kamu. Negatif banget auranya. Ketika suami sedang ada masalah, jangan memaksa mengintervensi. Saat suami bercerita, bukan berarti harus langsung diberi solusi. Kadang dia hanya butuh tempat. Jangan terlalu agresif. Terima dulu diri suami seutuhnya. Mungkin kita berpikir hal tersebut akan bisa membantu suami, padahal kadang sikap tersebut membuat suami tidak nyaman dan menjauh. Intinya, coba mengerti, apa yang sedang dia inginkan, butuhkan, dan kehendaki. Kita yang paham sebagai istri. Cobalah untuk bisa berempati. Berika dukungan, dukungan kepercayaan. Jadilah pendengar yang baik. Kita memang harus berempati, tapi kita tidak boleh membuat dia merasa dikasihani.
5. Romantis Bisa dengan hal-hal sederhana. Ngobrol, bercanda, nonton bersama, kasih makanan kesukaan, kasih surprise, berbicara dengan lembut. Perhatikan intonasi. Sapa suami sepulang kerja. Dengarkan suami. Berikan respon. Tetap miliki waktu berdua walau sudah punya anak. Pacaran. Aturlah waktu supaya dapat quality time berdua. Note dari sumber lain: 1. Harus bisa jadi sahabat suami. Selalu mendengarkan. Tidak pernah menghakimi dan tidak pernah membicarakan aib di belakang. Selalu percaya dan mendukung suami. Enak diajak ngobrol apapun dan tidak jaim. 2. Rajin beberes rumah. Sesibuk apapun kita, pastikan rumah rapi dan nyaman untuk tempat kembali suami. Ketika suami pulang ke rumah selepas dapat tekanan dari kantor, maka yang ia ingin ia dapatkan adalah kehangatan keluarga. Itu dapat kita tunjukkan melalui rumah yang bersih dan rapi. 3. Jadi istri yang menarik. Setelah jadi istri, jangan cuek dengan penampilan. Kalau keluar rumah, mau "gembel" tidak masalah, tapi jika ada suami, jadilah cantik. Dandan di rumah. Cantik lahir dan batin.
4. Menghormati suami layaknya seorang raja. Mulai dari diri sendiri. Jangan menuntut suami untuk bisa ini dan itu, tetapi kita banyak kurangnya. Source: https://www.youtube.com/watch?v=iW_0gfk8LHs https://www.youtube.com/watch?v=IRKYWTOqv-c
12 notes · View notes
piecesofmylife · 3 months
Text
Ramadhan malam ke-9.
MasyaAllah ternyata udah hampir 1/3 bulan. Ga berasa:" ibadah jg blm puol krn mulai puasa baru di hari ke-5. Ya Allah:"( huhu. Kesibukan pelatihan, mikir nyiapin buka dan sahur ternyata se ngaruh itu sm capaian ibadah ramadhan. Ya Allah...
Daycare arfa selama ramadhan ditiadakan, iyes. Minggu lalu sampe di fase gamau mikirin gimana nanti, tp jalanin aja. Dan satu-satunya jalan yg ada di depan mata ya, bawa arfa ke sekolah, jam 10 jemput dan dia bakal sama saya sampai jam 2 (kalo teng go, kalo engga ya sampe sore). Ternyata masih bisa waras di satu minggu pertama. Good job sil.
Alhamdulillahnya, setelah suami dinyatakan lulus KNI, dia jauuuuh lebih baik dan berprogress. Sebelumnya sempet trust issue sama dia krn bener2 kehilangan sosok suami dan ayah untuk arfa lebih kurang 2 bulan lamanya pas dia persiapan ujian.
Tp mungkin dr sekian kali aku marah, aku coba mengungkapkan apa yg aku rasakan, walaupun di saat itu ga di respon, aku bisa melihat perubahan kecil dalam memahami aku dan arfa.
Namanya manusia, ya berproses. Pun aku juga sedang belajarrr banget regulasi emosi dalam menghadapi tingkah laku si kecil.
Dan ternyata dukungan suami, keterlibatan ayah dalam pengasuhan dampaknya BESAR SEKALI. 2 minggu lalu rasanya saya stress parah, krn emosi arfa trs meledak dan i can't handle it. Saya ikut emosi, dan rasanya capek sekali krn gaada tempat buat sharing. Seminggu belakangan, akhirnya suami cukup banyak ikut serta mengasuh anak. Dia mau mengajak arfa bermain saat aku masak, atau dia mengklasifikasikan puzzle arfa supaya arfa lebih mudah bermain, menjaga arfa pas dia free dan saya kerja.
Efeknya, screentime arfa jauh berkurang, krn bisa belajar membatasi waktu screentime dengan mengalihkan mainan. Ya walaupun kalo di kantor masih lebih banyak screen timenya, tp dirumah bisa sangat diminimalisir. Dan kalau saya perhatikan, emosi arfa juga lebih stabil, ya walau masih kadang meledak di waktu tertentu. Tp ya bener2 se NGARUH ITU.
Emang ya, dibalik ibu yg bisa waras perlu ada dukungan suami, keterlibatan suami dan ayah dalam mengasuh. Yang selama ini emang ternyata kering banget. Haha.
Dan satu lagu yg saya pelajari, doa is number one. Kaya bisa apa kita tanpa Allah.. semua yg berjalan ini tentu atas izin Allah. Hati anak kita punya nya Allah. Hati suami pun begitu. Tugas kita hanya melakukan kewajiban kita plus berdoa sm yg punya hatinya mereka. Semoga Allah mudahkan.
Yuk semanhat menyongsong Ramadhan lagi, sembari mikirin 5 hari pelatihan offline Arfa dimanaa yah nantiii? Let's see kemana Allah akan mengarahkan ya. Bismillah.
6 notes · View notes
zulfa-km · 3 months
Text
Pelajaran berharga kemarin bener-bener memberikan hikmah pada diri bahwa ketaatan pada suami itu hal yang memberikan berkah untuk waktu-waktu kita sebagai istri. Keridhoaan suami apalagi. Semakin suami ridho semakin lancar urusan kita. Apalagi jika ridho dibarengi dengan dukungan suami untuk kita melakukan itu, Masya Allah semakin mudah..
Dan sungguh, ngeliat sendiri ketika itu diabaikan atau dipaksakan tu rasanya ada aja sesuatu yang ga lancar atau menyusahkan suami endingnya.
Semoga kita para istri mengambil banyak hikmah dari kisah ummu Sulaim. Kesholihan anaknya yang berasal dari buah ketaatannya pada Allah, dan memuliakan suaminya..
5 notes · View notes
kesacamelya · 1 year
Text
Bicara Tentang Pernikahan #7
Malam ini (28/05) adalah focus group discussion yang menjadi kelas terakhir dari Campfire Session: A Baby Step of Marriage Preparation dari Pre Marriage Talk. Ada beberapa catatan penting dari pertemuan ini:
Pasangan harus kuat dan saling jaga satu sama lain pada "peperangan yang tidak terlihat." Setiap keluarga punya ujiannya masing-masing. Tugas seorang suami adalah melindungi istrinya apabila ada hal-hal yang mungkin memicu "peperangan" (khususnya) dengan keluarga besar. Tugas seorang istri adalah memberikan dukungan kepada suami. Tadi pagi ga sengaja lihat spanduk yang tulisannya closer friendship, stronger partnership yang menurutku sesuai dengan pertemanan seumur hidup dalam pernikahan.
Komunikasi dan kompromi adalah dua hal paling dasar dalam pernikahan. Perbedaan life style, kebiasaan, karakter (dan masih banyak hal lainnya) kalau tidak dikomunikasikan dan dikompromikan akan bisa jadi konflik di kemudian hari. Ketika memilih untuk menikah dengan seseorang, pastikan bisa menerima sepaket kelebihan dan kekurangannya, karena setiap paket ada konsekuensinya masing-masing. Sebagai tambahan, di Bicara Tentang Pernikahan #2, ada bahasan sedikit tentang komitmen dan saling memaafkan dalam pernikahan.
Terlepas dari kekurangannya, tugas seorang suami adalah memastikan ia dan istrinya (dan keluarganya) untuk bisa masuk surga bersama. Berat juga ya jadi laki-laki~ Tugas seorang istri yang "hanya perlu taat" kepada sang suami agar bisa masuk surga mungkin terlihat lebih mudah, tantangannya ada pada diri sendiri untuk "menurunkan ego" apalagi kalau yang ngakunya alpha woman hehe. Namanya juga ibadah seumur hidup, tentu tantangannya akan lebih berat. Selalu berdoa agar Allah beri kekuatan dan penjagaan untuk menyelesaikan tugas suami dan istri ini.
Selalu ingat, dia mungkin available tapi bukan untukmu. Buat yang masih high quality single, insya Allah, jangan tautkan hatimu pada seseorang yang belum pasti. Kita sudah siap, dia belum tentu siap. Dia sudah siap, tapi siapnya bukan buat kita. Kita menantinya, belum tentu dia menuju kita hehe.
Terakhir dan yang paling penting: bagian kita sebagai manusia adalah memberikan ikhtiar terbaik dan biarkan semua berjalan sesuai keridhaan Allah. Ini mah ga cuma tentang nikah, tapi berlaku untuk semua hal. Terdengar mudah, namun praktiknya sangat sulit untuk dilakukan. Sebagai manusia, kadang suka lupa kalau Allah sudah punya rencana untuk kita. Ranah kita sebagai manusia adalah berusaha sebaik mungkin untuk mencari ridha-Nya.
Sebagai penutup, mau berbagi kutipan yang semoga bisa jadi penguat dalam penantian:
You can only get married, when Allah wants you to, and you can only marry, when Allah bless it for you. No matter how hard you try or how many proposals come, it will only happen when Allah wills. — Anonymous
7 notes · View notes
devisaufayardha · 6 months
Text
Tumblr media
[First Moment, Wait a Moment, Please]
Hmm judulnya pakai bahasa inggris segala ya. Sebenernya mau bilang semacam ini, ketika menghadapi momen-momen baru untuk pertama kalinya, tenanglah dan tolong untuk memberi waktu sebentar. Konteksnya apa? Rasanya bisa berlaku untuk berbagai kondisi dan pengalaman. Tetapi melalui tulisan ini, aku ingin melakukan kilas balik dan berbagi lagi tentang pengalaman menjadi orangtua baru. Yup, temanya masih berhubungan dengan tulisan sebelumnya. Semoga ada manfaatnya.
Momen menjadi orangtua baru adalah masa yang dinamikanya cukup nano nano. Ada rasa bahagia tak terkira, syukur, dan haru menyambut kehadiran sang buah hati. Ada pula rasa sakit dan lelah yang berbalut rasa lega selepas melalui proses persalinan yang menguras seluruh energi. Bagi sang ayah, ada pula sisa-sisa rasa lelah, cemas, dan kantuk sepanjang siap siaga mendampingi proses persalinan.
Di tengah semua rasa yang berpadu menjadi satu, saat itulah tanggungjawab menjadi orangtua mulai ON alias sudah aktif. Berbagai kesiapan dan keterampilan menjadi orangtua sudah harus mulai dijalani. Mulai dari cara gendong bayi baru lahir, menyusui, memandikan, memakaikan baju, bedong, dan sebagainya. Belum lagi menghadapi proses adaptasi sang bayi yang jadwal meleknya malah di malam hari, masih sering menangis karena berbagai hal baru yang ditemukannya di dunia. Oh ya belum juga mengurusi pakaian kotor bayi baru lahir yang masih sering berganti karena buang air kecil dan buang air besar setiap beberapa waktu sekali.
Di antara seluruh realita dan dinamika itu, ada sisi-sisi perasaan dan pikiran seorang Ibu baru yang membutuhkan banyak validasi atau penerimaan, dukungan, dan penguatan. Ya, karena fase-fase yang baru saja dilaluinya bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana. Mengandung dan melahirkan adalah dua fase luar biasa yang mengubah banyak hal dalam diri seorang perempuan. Termasuk keadaan pikiran, perasaan, dan mentalnya.
Dan di masa inilah mengapa rentan terjadi yang disebut sebagai Baby Blues. Sederhananya, baby blues adalah keadaan dimana seorang perempuan yang baru saja menjadi Ibu atau seorang perempuan yang baru melahirkan mengalami pikiran dan perasaan tak menentu, lelah, bingung, mudah menangis dan tersinggung, sampai merasa putus asa bahkan kecewa dan marah dengan segala tanggungjawab baru yang dihadapinya.
Aku pun mengalami rasa dan dinamika itu. Dan lebih terasa jleb lagi ketika dihadapkan dengan omongan-omongan orang sekitar, yang terkadang entah maksudnya basa basi, menyindir atau apa, tapi cukup bikin merasa baper dan ingin menangis terus menerus.
Omongan-omongan kayak gini sebaiknya dihindari sih untuk disampaikan ke Ibu baru,
"Punya anak sih masa nyuci baju anaknya aja gak sempet, harusnya ya cuciin sendiri baju anaknya.."
"Punya anak masa mandiinnya aja gak bisa, masa harus dimandiin orang terus.."
"Punya anak bayi gak boleh males, masa tidur bareng anak, anak tidur ya harusnya orangtuanya kerja, beres-beres, bersih-bersih.."
"Punya anak sih masa ga bisa gendong pake kain, ibu mah dulu sebelum punya anak juga udah terlatih gendong-gendongin bayi pake kain.."
"Udah jangan gendong bayi kamu. Bayi kamu badannya gede, kamunya kecil badannya. Kurang mantep nanti gendongnya.."
dan bla bla bla lainnya yang bernada menyalahkan dan meremehkan.
Memang sih idealnya ketika punya anak itu setiap orangtua sudah punya kesiapan dan keterampilan yang baik, tapi ya pada beberapa keadaan, tentu akan tetap ada kekurangannya dan pada hakikatnya segala sesuatu yang baru itu memang butuh proses kan untuk dipelajari, dibiasakan, sampai akhirnya jadi bisa dan terlatih.
Inilah yang kumaksud dari judul tulisan ini. Bahwa ketika kita berada pada masa menghadapi hal yang baru, adakalanya kita perlu menenangkan diri dan menerima keadaan yang perlu waktu sejenak untuk bisa diatasi.
Akhirnya, aku dan pak suami memutuskan untuk hijrah kembali ke kontrakkan kami setelah sekitar tiga pekan tinggal bergantian dirumah orangtua dan mertua. Kalau di rumah mertua ada pula ceritanya, ibu bapak mertuaku dan saudara saudara iparku sangat baik. Maklum menyambut cucu pertama. Saking baiknya semua hal tentang bayiku diurusin. Mandiin, gendongin, ajak main, semuaaanya. Bagianku cuma nyusuin aja. Enak sih buatku, jadi nyantai. Tapi justru membuatku merasa.. lah aku punya waktu bonding sama anakku kapan? Pas waktu nyusuin yang harusnya eksklusif pun kadang ditungguin sama mama mertuaku. Lah trus aku ngurusin anak akunya kapan? Lah jadinya itu anak siapa?
Akhirnya, aku minta ke pak suami untuk kembali ke kontrakkan kami saja. Meski kecil dan sempit, meski masih berantakkan karena belum dirapikan lagi sejak melahirkan, kami pun sepakat untuk mengurus anak kami sendiri. Biarlah kami repot. Biarlah kami capek. Setidaknya tak menjadi lebih repot dan capek menghadapi orang-orang lain yang menguras perasaan. Setidaknya tak ada yang mengomentari cara mengurus anak dan jadwal harian kami.
Dan yang paling penting adalah... Tak ada yang menginterupsi proses belajar kami menjadi orangtua baru. Ya, aku dan pak suami sangat bersyukur diberikan kesempatan untuk bisa mengasuh sendiri anak kami. Dan bersyukur pula karena pak suami kala itu masih bekerja secara WFH. Meskipun dalam proses mengasuh anak untuk pertama kalinya ada rasa canggung, bingung, khawatir, ragu, takut, namun kami belajar banyak hal baru. Dan sebagai orangtua, kami merasa lebih bermakna, lebih berarti, lebih lekat ikatannya dengan anak kami.
Maka jika aku boleh menyarankan, teruntuk calon orangtua baru yang akan menyambut kehadiran sang buah hati, jika memungkinkan cobalah tinggal terpisah dari orangtua dan berusaha untuk merawat anak sendiri. Rasakan bagaimana setiap momen belajar dan mengikat kebersamaan dengan anak. Rasakan pula bagaimana capek lelahnya mengurus anak tapi selalu bikin kangen.
Adapun bagi yang harus tinggal dengan orangtua dan mertua, semoga senantiasa dilapangkan dan dikuatkan hatinya untuk menerima berbagai keadaan. Aku selalu kagum pada mereka yang bisa berkhidmat mengikuti suami dan tinggal bersama mertua, in syaa Allah pahalanya tak terhingga.
Dan sejatinya perjalanan belajar menjadi orangtua tak hanya saat baru menjadi orangtua. Karena menjadi orangtua adalah proses belajar sepanjang masa.
4 notes · View notes
adhindatb · 1 year
Photo
Tumblr media
Menjalani peran sebagai istri bukanlah tugas mudah untuk Sabila, dibalik kesibukannya menjadi salah satu manajer disebuah perusahaan ternama, Ia berusaha untuk terus menyesuaikan ritme rumah tangga nya dengan kesibukan dunia kerja. Arya tak jarang juga meminta Sabila mengurangi tanggung jawabnya di kantor untuk bisa beristirahat bahkan pulang tepat waktu seperti karyawan lainnya. Namun perkataan suami nya itu tak diindahkan, bagi nya bekerja adalah prioritas utama nya saat ini, Sabila telah ambisius sejak dulu. Perjanjian sebelum menikah dengan Arya pun berisikan larangan untuk Arya menyuruh Sabila resign. Tidak boleh ada yang menghambat mimpi-mimpi Sabila, termasuk apa yang telah Ia perjuangkan sampai detik ini.
Menjadi laki-laki yang memiliki istri lebih dominan bukanlah hal mudah, dari segi pendidikan dan ekonomi Arya merasa kalah dengan istri nya itu. Namun Arya telah lebih banyak belajar ilmu rumah tangga, Ia tidak ingin kehilangan jiwa kepemimpinannya. Baginya, Sabila boleh lebih unggul dari nya dalam segala hal, tapi tidak soal kepatuhannya dengan Arya sebagai suami nya. Sehingga butuh waktu untuk Arya memahamkan hal itu kepada Sabila. Perlahan tapi pasti, Sabila mulai menerima Arya, mencoba untuk mau dengan senang hati menerima sosok Arya di hidup nya.
Sore itu di teras villa Sabila melihat status sosial media dari teman karib nya Fani. Ia tengah berbahagia sebab kelahiran putra pertamanya. Hal itu membuat Sabila membalas status tersebut dengan bahagia.
“Akhirnya gue jadi tanteeeeeeee! Fannn selamat yaaaa. Akhir nya lu jadi mamak mamak hahahha.” Tulis Sabila meledek sahabat nya itu.
“Hai ontyyyy Saaaaaaa, ayuk sini main kerumah abang Rayhan. Bantuin mamak aku ganti popok dan mandiin akuuu.” Fani berganti membalas pesan itu dengan ledekan pula.
“Ihhh gemecccc, anak kicil udah pinter ngetik di HP yaaa. Tante mau telpon dong boleh nggak?”
Tidak lama setelah itu Fani menelpon Sabila lebih dulu, mereka lanjut bicara via video call untuk mewakili ketidakhadiran Sabila di moment bahagia itu.
“Halo Billll, makasih yaa buat kado nyaa, sudah datang tadi pagi, have fun ya liburannya sama Arya. Siapa tahu abis itu Rayhan otw dapat teman main.” Fani meledek sahabatnya yang sedang berlibur bersama sang suami. Itu adalah kali pertama Sabila dan Arya liburan berdua sejak mereka menikah satu tahun lalu.
“Hahahaha bisa ajaa. tapi Fan gue mau nanya deh, lu kenapa bisa siap punya anak sih? Lu nggak takut semua hidup lu bakalan berubah?” Sabila menanyakan pendapat itu pada Fani karena sejauh ini Sabila belum ada niatan untuk memiliki seorang anak.
“Justru itu Billl, ketika sudah berkeluarga, fokus gue sudah bukan tentang gue, ataupun suami gue. tapi ini tentang kita. Dan karena gue merasa harus memiliki keturunan, yaa gue nggak punya alasan buat menunda kan. Mungkin beda urusan ya sama lu yang punya banyak kesibukan. Tapi saran gue sih kalau bisa punya Bill, setidaknya satu kalau lu memang nggak mau banyak-banyak. Masa tua kita tuh terlalu berharga kalau nggak dilewati bareng anak cucu.”
Sabila terdiam, Ia tidak menyangka teman kecil nya itu telah beranjak dewasa. Pemikirannya luas dan jauh sekali. Bahkan Sabila sempat terhipnotis dengan jawaban yang Fani berikan. Apakah ini saat yang tepat untuk Sabila mengambil jeda sejenak untuk mulai membangun keluarga seperti pada umumnya, punya anak dan hidup bahagia? Sabila bertanya-tanya pada hati kecil nya.
“Tapi Fan, kalau gue merasa nggak siap jadi ibu gimana?”
“Nggak ada seorang ibu yang benar-benar siap 100% Billl, begitupun gue, yang penting kita mau untuk terus belajar dan jadi yang terbaik untuk anak kita. Pasti bisa kok, lu kan punya Arya yang bakal terus dukung lu juga.” Fani menjawab hal itu senetral mungkin dan memberi dukungan.
“Gue tuh heran ya Fan sama Arya, kok ada sih laki-laki berhati lembut kaya dia? Selama satu tahun ini dia tuh sering banget gue abaikan keberadaanya. Pernikahan ini tuh kaya formalitas aja gitu. Sampai suatu ketika gue tuh jatuh hati banget dengan cara dia melindungi ibu dan gue. Dia benar-benar hadir buat jadi pengganti alm Ayah Fin. Ngejagain gue dan merawat ibu, gue luluh Fin lihat perhatiannya.”
“Ehmmm ciee jadi sudah mulai jatuh cinta nih?” Fani meledek Sabila yang mulai mengaku tentang perasaannya pada Arya.
“Yaa gue nggak tahu sih, tapiiiii, muncul perasaan buat bikin dia bahagia jugaaaaa. Gimana dong Fan? Masa sih gue jatuh cinta sama dia?”
“Ya menurut lu aja, tinggal serumah, sekamar, dan sudah tau luar dalam nya. Masa iya sih nggak timbul perasaan? Bohong banget!”
“Menurut lu, aneh nggak sih kalau gue bilang mau punya anak juga ke dia?”
“Hahahhaah lu nih ada-ada aja yaa bener deh! Yang ada lu aneh banget kalau sampe berniat nggak punya anak. Yaa walaupun di jaman sekarang banyak banget yaa kampenye-kampanye buat keluarga muda biar nggak perlu punya anak, tapi waktu gue jadi ibu beneran, rasanya tuh benar-benar se-bahagia itu ternyata.”
“Lu ih, bikin iri ya sekarang. Tapi okedeh, nanti coba gue komunikasikan sama suami gue.”
“Hahahaha cieeeee, tuhkann sudah ngaku kalau punya suami sekarang. Liburan kali ini misi nya berhasil nih kayanya.”
“Dihhh, nggak jelas ya emang, dah lah, nanti gue telpon lagi yaaa. Thanks for your timeee ibu cantikkk. Semangatt mengASIhi yaaa.”
“Siaappp, sama-sama ya Billl, sampai ketemu lagi kita.”
Sabila menutup telpon itu, Ia menatap jauh ke arah jendela luar, bayangan itu hadir lagi, sebuah definisi keluarga sempurna yang tidak pernah terlintas di pikirannya, memiliki buah hati yang lucu dan ceria. Senyum itu terukir di bibir Sabila, tidak sengaja pula Arya masuk ke kamar dan melihat istri nya itu tersenyum manis. Ia bingung apa yang telah terjadi, tapi pemandangan itu tidak ingin Arya alihkan dengan cepat, Ia menunggu Sabila sadar bahwa suami nya telah berada disana, melihat tingkah anehnya senyum-senyum sendiri. Arya mendekati Sabila dan duduk di sisi kasur lainnya, Sabila masih juga tersenyum dan belum menyadari keberadaan suaminya. Sampai saat Arya merebahkan badannya di kasur, Sabila sadar akan gerakan dimana tempat Ia duduk termenung, Ia akhirnya sadar bahwa ada oranglain disana.
“Emhh kamu sejak kapan disitu?” Sabila tersadar dan bertanya kepada Arya yang kini asyik dengan ponsel nya.
“Baru saja mau aku rekam ada manusia yang daritadi senyum-senyum sendiri.”
Sabila hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan suaminya itu.
“Makan yuk, nasi goreng kamu pasti sudah matang kan?” 
Sabila langsung mengalihkan pembicaraan itu dan mengajak Arya makan, sejak tadi Sabila telah mencium aroma nasi goreng yang sedang Arya buat. Sejak menikah Sabila juga menjadi tahu bahwa skill memasak tak hanya dimiliki perempuan saja. Nyatanya laki-laki yang ada dihadapannya itu pandai sekali membuat masakan apapun.
 Didepan hidangan nasi goreng teri itu Sabila tampak antusias, hal itu membuat Arya tampak sedikiti bingung dan heran. Baru kali ini Ia merasa diapresiasi atas apa yang dia usakan. Sesuatu yang tidak butuh perjuangan panjang, hanya nasi goreng sebagai menu sarapan. Tetapi Arya tidak pernah lupa menyertakan hati nya, pada perjuangannya itu pula, Ia selalu menyelipkan doa-doa untuk melunakan hati Istri nya agar bisa menerima nya dengan sempurna.
“Tadi mikirin apa sih? kok senyum-senyum gitu?”
“Hhhmmmm, kamu merhatiin?” Arya skakmat, Ia memang tengah memperhatikan tapi hal itu sungguh tidak sengaja saat Ia hendak masuk ke kamar.
“Nggak sengaja sih tadi lihat kamu asik senyum-senyum sendiri.” Arya menjawab dengan mimik datar. Ia mulai menyendok nasi goreng buatannya yang tampak enak dengan telur dadar dipisah itu.
“Aku tiba-tiba kepikiran deh.” Sabila mulai membuka apa yang membuat Ia senyum-senyum tak karuan itu.
“Kepikiran apa?”
“Aku pengen punya anak.” Arya tiba-tiba tersedak, setan manakah yang memasuki jiwa Sabila, mengapa keinginan nya itu sangat bertolak belakang dengan perlakuannya selama satu tahun belakangan ini. Arya bingung tapi juga ikut tersenyum akan keinginan istrinya itu.
“Apa yang memotivasi kamu punya keinginan itu?” Arya masih berusaha tenang dan mencari tahu akar ide tiba-tiba itu.
“Kayanya rumah tangga kita bisa berubah deh kalau sudah ada anak. Aku lihat hidup Fani jauh lebih bahagia sekarang.”
“Hmmm, Faniii, okeeee. Tapi kalau aku boleh saran, alangkah baiknya sebelum itu, kita sama-sama mempersiapkan dulu jadi orang tua terbaik. Fani bahagia mungkin karena dia sudah banyak belajar.”
“Maksud kamu aku kurang belajar?”
“Enggakk, maksudnya kita bisa memulai dengan konsultasi terlebih dahulu ke dokter, kita persiapkan semuanya dengan rapi, nggak tiba-tiba.”
***
Sejak saat itu mereka berdua bersepakat untuk program hamil, mempersiapkan kehidupan seorang anak manusia yang lebih baik, tentu saja dari orang tua nya. Mereka mendatangi dokter spesialis kandungan dan memeriksakan kondisi satu sama lain. Tapi bak kilat di siang bolong, mereka harus mengetahui kenyataan pahit bahwa Sabila terdiagnosis polycystic ovarian syndrome (PCOS), sebuah penyakit yang menyerang hormon sehingga hormon reproduksi nya terganggu dan menyebabkan membengkakan ovarium. Hal itu membuat dokter menyarankan Sabila untuk menyembuhkan PCOS itu dahulu sebelum program hamil dimulai.
Pergi ke dokter kandungan untuk pertama kalinya untuk Sabila siang itu benar-benar melukiskan trauma, Ia datang dengan kebahagiaan namun pulang dengan perasaan campur aduk kekecewaan. Meski PCOS bukanlah penyakit serius dan sangat bisa disembuhkan seiring dengan pola hidup sehat dan olahraga yang cukup, Sabila merasa itu menjadi hukuman baginya yang sejauh ini mengabaikan sang suami. Ia merasa gagal menjadi wanita yang utuh dan penuh karena diagnosa tersebut.
“Kamu denger kan tadi kata dokter, itu bisa sembuh kok.” Arya menguatkan Sabila. diagnosa itu berita buruk baginya, tapi bukan berarti tak ada harapan.
“Gimana kalau enggak?”
“Aku akan tetap ada disamping kamu, nemenin kamu sampai sembuh. Kita berjuang sama-sama yaa.”
Sabila menggelengkan kepala nya tanda ketidaksepakatannya terhadap perkataan Arya itu. Ia sudah terlalu lama menyiksa Arya untuk berjuang  padanya. Dan kali ini, Ia lagi-lagi membuat suaminya itu berjuang lebih keras untuknya.
“Kamu boleh kok cari yang lebih baik dari aku.” Sabila mengeluarkan jurus drama nya sebagai perempuan, di film-film yang Ia tonton, kerap kali rumah tangga yang sulit dikarunia seorang anak solusi nya adalah menikah lagi, atau bercerai.
“Apasih kamu tuh, nggak usah drama deh. Yang pengen banget punya anak itu kan kamu, aku tuh nggak masalah nemenin kamu sembuh dulu. Aku juga nggak nuntut kamu untuk segera punya kan? Pasti sembuh.”
“Ya tapi kalau nggak sembuh gimanaaa????”
“Perlu aku ulang jawabannya?” Arya menggenggam tangan Sabila, Ia terus menguatkan bahwa tidak akan ada yang berubah meski Ia tahu kenyataan beberapa jam lalu oleh dokter.
“Dokter itu cuma mendiagnosa, keputusannya tetap pada Tuhan Yang Maha Esa Billl. Sekarang kita lakukan anjuran dokter ya, mulai makan sehat dan rutin olahraga. Kita lewatin ini sama-sama.”
“Jadi, kamu sepakat buat melanjutkan cerita kita?”
“Iyaa dong.”
“Okeee, mari kita lanjutkan cerita kita ya sayang.”
Arya membisu, kini perempuan yang ada di sebelahnya itu memanggilnya sayang. Sebuah kata yang mustahil keluar dari perempuan seperti Sabila. Kini Sabila terperangkap dengan cinta Arya yang tidak pernah padam, Ia tak pernah berdoa mendapatkan suami yang baik nya tiada tara. Tapi Arya hadir memberikan sebuah harapan bagi Sabila. Sosok yang kini mulai Sabila rasakan getaran cinta nya. Keyakinan Arya membuatnya semangat dalam menjalani perjuangan yang jauh lebih berat selanjutnya.
5 notes · View notes
debbyeins · 1 year
Text
[proses]
Hai, assalamu'alaikum..
Sepertinya tumblrku sudah seperti sarang laba-laba semenjak terakhir aku melawatnya. Kali ini aku pengen cerita tentang progresku 1 tahun ini yang menurutku sangat luar biasa sekali.
"The only way make other people to be happy is to be happy yourself."
Jadi ceritanya 1 tahun yang lalu aku diterima bekerja di rumah sakit yang 20 tahun yang lalu menjadi salah satu tempat yang bersejarah buatku. Tempat aku mengenal dunia kesehatan, tempat aku ingin menjadi dokter, dan tempat yang menjadi tujuan utamaku untuk memeriksakan kesehatan.
Bersyukur, sekaligus beban buatku, mengingat ibuku selama 30 tahun bekerja di tempat yang sama, yang sudah barang tentu banyak teman-teman kerja ibuku yang bekerja di tempat ini dan mengenalku.
Tapi, sebetulnya lebih dari itu, ada pertanyaan besar yang menghinggapiku saat pertama kali akan menginjakkan kakiku di tempat ini.
Sebenarnya apa tujuanku dan kontribusi apa yang akan aku berikan?
Karena aku 20 tahun yang lalu, 10 tahun yang lalu, dan aku saat ini tentunya sudah menjadi pribadi yang berbeda. Jujur berat untukku pada awalnya, memulai lagi kehidupan yang sempat tertinggalkan selama pandemi Covid-19, harus menjalani long distance relationship lagi (di saat harapan dan keinginan terbesar kami berdua belum terealisasikan), tanggung jawab yang jauh lebih banyak dan berat dari sebelumnya, dan pertanyaan tentang masa depan yang sebetulnya belum secara jelas terjawab.
Hanya berbekal bismillah, dukungan suami dan keluarga, aku pasrahkan untuk menjalaninya. Bukannya sombong, tetapi seleksi masuk yang aku jalani jauh lebih tidak seberapa dibandingkan dengan pergolakan di dalam hatiku. Bisa dibilang ujian sebenarnya adalah pergolakan di dalam hatiku itu sendiri. Ada pertanyaan-pertanyaan bagaimana aku bisa berbakti sebagai seorang istri, bagaimana merealisasikan harapan dan keinginan kami yang belum terwujud, dan lain sebagainya. Lagi-lagi ya, dengan bismillah dan restu suami aku meyakinkan diri.
Ok, awal perjalananku di sini tidaklah mudah. Aku yang tidak punya pengalaman yang cukup dibanding teman-temanku lainnya membuatku minder, patah arang. Ada rasa bahwa aku tidak cocok dan tidak seharusnya berada di tempat ini. Perlu waktu untuk beradaptasi, menerima realita bahwa aku harus bisa siap dengan apapun yang ada di depan, harus siap dengan kondisi pasien yang datang. Benar-benar bersyukur aku dikelilingi teman-teman yang sangat baik mau mengajariku dan memberikan arahan tentang apa-apa yang harus aku lakukan. Sempat ada saat-saat dimana setiap pulang kerja aku tidak selera makan, tidak bisa tidur, gelisah, menangis, dan sebagainya.
Proses ini benar-benar mengajarkanku bagaimana harus bersikap. Harus mengesampingkan rasa baper, mengontrol emosi, menempatkan diri, berkomunikasi dengan baik, dan sebagainya. Benar-benar jika diflashback ke belakang aku sungguh-sungguh sangat bersyukur aku ditempatkan di tempat ini. Pelajaran yang sangat luar biasa yang aku dapatkan, melatih mental dan pikiranku, bagaimana harus bekerja cerdas, tidak hanya bekerja keras. Ilmu-ilmu yang sempat mengendap kembali harus dibangkitkan. Belajar, belajar, dan terus belajar karena sungguh pengalaman itu sangatlah penting. Sekarang pun meski aku sudah mulai bisa beradaptasi, banyak sekali pelajaran yang masih harus aku catch up agar bisa berkembang dan berkontribusi di sini.
Di samping itu, di tempat ini pula aku seperti ditampar dan dibangunkan tentang 'worklife' yang sesungguhnya. Kalau kata dokter spesialis di sini, "selamat datang di hutan belantara, hati-hati digigit t-rex" wkwk. Ya, ketika kita keluar dari dunia perkuliahan dan masuk ke dunia kerja, welcome to the jungle. Salah pilih tempat untuk berpijak, jatuhlah kita. Dan, tidak semua orang itu benar-benar baik, ada saja orang yang punya intensi yang tidak baik, entah karena iri, tidak suka, atau maksud yang lain, yang jelas alasan sebenarnya adalah mempertahankan keeksisan diri. Sesuatu yang benar-benar menakutkan buatku, melakukan segala cara untuk bertahan.
Tapi yang jelas, aku belajar 1 hal yang sangat penting. Aku 10 tahun yang lalu adalah sosok yang perfeksionis, menganggap aku lebih daripada orang lain, jaga image, dan sebagainya. Tapi di sini aku belajar tentang self-acceptance, menerima kekurangan dan kelebihan diri, memahaminya, realistis, dan berproses untuk menjadi lebih baik. Salah satunya cara untuk bisa berkembang adalah menerima, menghargai, dan bersyukur atas diri sendiri. Menerima kekurangan diri serta mau menerima kritikan dan masukan dari orang lain membuat pandangan kita terhadap sesuatu menjadi lebih terbuka, informasi pun menjadi lebih mudah untuk diterima. Entah karena usia atau pengalaman hidup yang bertambah, aku menjadi lebih bisa memahami berbagai sudut pandang. Ya meskipun masih ada beberapa kali emosi lebih berbicara.
Dan untuk diriku, aku minta maaf kalau selama ini masih suka nangis, marah, kecewa dengan semua kondisi yang terjadi, dan memaksakan diri untuk bisa seperti orang lain, tanpa melihat sebenarnya apa yang bisa aku lakukan. Aku juga ingin mengucapkan terima kasih atas semua proses yang sudah dijalani, entah itu suka, duka, bangga, dan kecewa, terima kasih sudah kuat dan hebat dalam menjalaninya. It's okay untuk gagal, karena tidak pernah ada satupun orang di dunia ini yang punya formula yang paling tepat dalam menjalani hidup. Semua tentang proses, proses sepanjang hayat untuk mempersiapkan diri mempertemukan diri kita dengan kesempatan, agar dapat menjalankan tugas kita sesungguhnya di dunia ini.
Maaf dan terima kasih ya. I love you, myself.
13 notes · View notes
haihanny · 1 year
Text
Mendidik anak perempuan
Islam begitu perhatian terhadap sosok ibu. Ada banyak ayat di dalam al-qur’an yang membahas tentang ibu dan perjuangannya. Menunjukkan betapa islam begitu menghargai dan menganggap sosok ibu. Begitupun Rasulullaah. Ada banyak hadits yang menjelaskan seberapa mulianya ibu. Seberapa kita harus berbakti padanya karena jasa dan perjuangannya yang begitu besar bagi kita.
Islam sama sekali tidak mengecilkan peran ibu. Yang seringnya mengecilkan dan merendahkan justru manusia itu sendiri. Menganggap ibu sama sekali tidak spesial. Sama sekali bukan status yang layak dihormati dan dimuliakan. Hanya karena ibu bekerja mengurus rumah. Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan “remeh”. Tidak diperlukan gelar. Tidak ada jabatannya. Tidak ada career path-nya. Tidak ekslusif karena semua perempuan bisa jadi ibu. Semua perempuan “terlihat” bisa mengurus anak. Apa spesialnya? Manusia sendirilah yang akhirnya meremehkannya. Mempersepsikan dan memaknai sosok ibu dan berupaya untuk menyejajarkan ibu dengan ayah. Perempuan dengan lelaki. Karena kitalah, manusia sendiri, yang beranggapan kewajiban-kewajiban ibu, tanggung jawabnya, dan kedudukannya sama sekali tidak berharga. Kitalah, yang tidak adil, bahkan sejak di dalam pikiran. Bukan Allaah. Bukan Rasulullaah. Bukan islam.
Padahal perempuan dan laki-laku tidak perlu disejajarkan. Tidak perlu disamaratakan. Perempuan tidak perlu berada di level yang sama dengan lelaki. Sama seperti tangan kiri yang tak perlu ada di tangan kanan. Sama seperti kaki yang tak perlu dipaksa ada di kepala. Sama seperti piring yang tak perlu dipaksa menjadi garpu. Sama seperti sungai yang tak perlu dipaksa menjadi gunung. Sama seperti langit yang tak perlu dipaksa menjadi bumi.
Setiap hal di dunia ini, diciptakan berpasang-pasangan. Dengan keberbedaan karakteristik, fungsi, fitur, peruntukkan. Bukan untuk merendahkan yang satu dengan yang lain. Bukan untuk menjadikan yang satu terlihat buruk dibanding yang lain. Sesederhana untuk melengkapi. Untuk bekerja sama. Untuk menghadirkan harmoni. Untuk menunjukkan ke Maha Besar an Penciptanya, Allaa ‘azza wa jalla…
Karena kalau kita mau adil sejak dalam pikiran bahwa kewajiban ibu seperti mendidik, mengasuh, merawat anak di rumah sama sekali bukan pekerjaan remeh temeh, bukan pekerjaan yang tidak prestisius, bukan pekerjaan yang mematikan potensi dan daya juang perempuan, bukan pekerjaan yang menjadikan perempuan duduk di kelas sosial rendah, kita tetap akan bisa menerima “pembagian tugas” ini dengan lapang dada, dengan penuh penerimaan, dengan penuh kesiapan dan ketundukan. Tidak menganggapnya sebagai ketidakadilan, ketimpangan, pendiskreditan kepada perempuan.
Jika kita mau mengakui bahwa dalam hidup ini memang diperlukan kerjasama… Diperlukan saling bahu membahu dalam kebaikan. Diperlukan koordinasi antara dua keahlian yang berbeda… Diperlukan saling melengkapi antara satu sisi yang berbeda dengan sisi lainnya… Agaknya kita akan mudah saja untuk menerima pembagian peran laki-laki dan perempuan ini…
Maka, semoga kitapun, para orang tua yang memiliki anak perempuan, tidak menganggap bahwa menyiapkan mereka menjadi istri dan ibu itu tidak perlu atau sepele. Tidak.
Di dalam islam, itulah salah satu tujuan yang perlu dipegang oleh para orang tua yang memiliki anak perempuan; menyiapkan mereka menjadi istri dan ibu. Dua peran yang begitu krusial di dalam masyarakat. Dua peran yang begitu dibutuhkan dalam lingkungan. Istri yang berbakti pada suami. Dan ibu yang mendidik anak-anak di rumah.
Jika seorang perempuan bisa menjalankan dua peran mulia ini dengan sebaik-baiknya, dengan penuh dedikasi, dengan penuh ketaqwaan pada Allaah… Insyaa Allaah akan membawa banyak manfaat untuk masyarakat. Para suami dapat berkontribusi, bekerja, dan menebar manfaat seluas-luasnya untuk ummat dengan dukungan, do’a, dan bantuan para istri. Dan anak akan mendapatkan pendidikan, bekal, untuk kelak mereka meneruskan estafet perjuangan para orang dewasa untuk menjadi khalifah di muka bumi dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya.
Menyiapkan anak perempuan untuk menjadi istri dan ibu, tidak sama dengan mengungkung, membatasi, memutus kesempatannya untuk bereksplorasi, hanya mengajarkannya soal urusan dapur-kasur-sumur. Tidak.
Kita bisa menyiapkan anak perempuan kita untuk menjadi istri dan ibu, dan tetap memberikan mereka pendidikan dan fasilitas terbaik. Dengan tetap menjadikan qur’an dan sunnah sebagai pedoman. Dengan tetap memiliki rambu-rambu yang berpatokan pada syari’at.
Menjadi ibu bukanlah pekerjaan yang sederhana dan remeh temeh. Tentu ada banyak skill dan ilmu yang perlu dibekalkan kepada anak-anak perempuan kita ketika kita berupaya untuk menyiapkan mereka menjadi ibu di masa depan.
Skill meregulasi emosi. Skill mengatur waktu. Skill problem solving. Skill mengatur prioritas. Skill mendidik. Skill menyusun kurikulum/pembelajaran. Skill masak. Skill kedisplinan. Skill kemandirian. Skill meresolusi konflik. Skill mengorganisir sesuatu. Skill komunikasi. Skill menata rumah. Skill keindahan. Ilmu gizi. Ilmu kesehatan. Ilmu psikologi. Ilmu matematika. Ilmu pendidikan. Ah banyak sekali.
Ini semua dibutuhkan oleh seorang istri dan ibu. Sama sekali tidak sedikit dan remeh, bukan? Jadi, menyiapkan anak perempuan untuk menjadi istri dan ibu bukan berarti menyepelekan pendidikannya. Ada banyak tanggung jawab, kewajiban, yang akan diembannya dengan dua peran tersebut :) Itu berarti diperlukan pendidikan yang sebaik-baiknya untuk mereka menjalani peran itu.
Dan… Salah satu langkah paling pertama untuk kita menyiapkan anak perempuan kita menjadi istri dan ibu adalah… dengan menjadi teladan terbaik bagi mereka tentang bagaimana menjadi istri dan ibu yang baik :”)
Bagaimana kita berbakti pada suami Bagaimana kita berinteraksi dengan suami Bagaimana kita memberi nasihat pada suami Bagaimana kita mendukung dan menghargai suami Bagaimana kita mengasuh anak Bagaimana kita mendidik anak Bagaimana kita merawat anak
Ini semua akan terekam dalam ingatannya. Akan menjadi pelajaran dan pengalaman hidup yang akan dibawanya sepanjang usianya. Akan membentuk impresinya tentang sosok istri dan ibu. Akan menentukan pemaknaannya tentang dua peran tersebut.
Maka, jadilah contoh dan teladan yang baik, bun. Agar anak perempuan kita bersemangat untuk menjadi istri dan ibu shalihah. Agar ia mengganggap bahwa menjadi istri dan ibu itu membahagikan karena kita menjalaninya dengan penuh kebahagiaan. Agar ia memiliki bayangan yang indah jika kita katakan pada mereka bahwa kelak insyaa Allaah mereka akan menjadi istri dan ibu. Agar ia menganggap bahwa berbakti pada suami bukanlah tugas yang menjadikannya terlihat lemah, payah, dan rendah. Agar ia memiliki hati yang utuh dan siap untuk kelak bisa membesarkan anak-anak mereka dengan penuh cinta. Agar ia menerima pembagian tugas yang telah Allaah tetapkan ini dengan keimanannya pada Allaah. Ia percaya bahwa Allaah adalah Dzat yang paling menyayanginya, jauh lebih penyayang daripada bundanya sendiri. Yang paling tau apa yang terbaik untuknya. Yang tak pernah zhalim. Maka jika Allaah sudah memberikan pembagian tugas ini, pastilah ini yang terbaik. Mari disambut dengan penerimaan, ketaatan, dan prasangka yang baik ❤️
Semua dimulai dari kita ❤️
10 notes · View notes
super-doctor · 1 year
Text
Pawrent Journey (PART 5)
Ella (4): Welcoming Cookies Squad
Empat bulan sudah Ella dan Oreo tinggal di rumah bersama kami. Kami akhirnya mengetahui bahwa Ella adalah primadona. Tidak hanya Oyen yang berhasil dipikatnya, beberapa kucing jantan komplek pun tak jarang menyambangi rumah kami untuk apel. Ella kini tengah hamil besar. Entah siapa yang berhasil menghamilinya. Sudah seminggu kerjanya hanya makan, minum, tidur, dan buang hajat. Dia tidak kelayapan keluar lagi. Sesekali Ella terlihat menginspeksi rumah kami, mencari lokasi yang kira-kira cocok untuk tempatnya melahirkan. Entah itu lemari baju kami, kolong kasur, bahkan kabinet dapur kami. Suamiku pun sudah menyiapkan kardus yang dialasi keset bersih untuk persiapan persalinan Ella. Beberapa kali Ella juga masuk ke dalam kardus tersebut, mengendus setiap sudutnya, lalu keluar lagi. Setiap hari sepulang kerja, jika tidak menemukan Ella di dalam rumah, suamiku akan mengecek isi kardus tersebut..kalau-kalau Ella sudah melahirkan. Benar-benar suami kakek siaga (?).
Akhirnya hari yang dinanti-nanti pun tiba. Sepanjang hari Ella mengeong ribut. Dia seperti menyuruh kami mengikutinya ke gudang (di sana lah tempat suamiku meletakkan kardus untuk persalinannya). Rupanya Ella minta kami semua menemaninya, termasuk Oreo. Jika salah satu dari kami ada yang keluar dari gudang, Ella akan melompat dari kardusnya dan mengeong ribut sampai kami semua berkumpul kembali mengelilingi kardus tersebut. Tadinya aku menjauhkan Oreo dari Ella karena aku takut Oreo akan melukai bayinya yang lahir nanti. Tapi ternyata Ella terus ribut sampai aku mendekatkan Oreo kembali ke kardus. Ketika kami semua mengelilinginya, Ella mulai tenang dan kembali masuk ke dalam kardusnya. Suamiku mengelusnya pelan, memberikan dukungan. Ella menatap kami bertiga bergantian, lalu ia pun mulai mengejan.
Satu per satu gumpalan merah keluar dari jalan lahir Ella. Ella menjilati gumpalan-gumpalan tersebut, membersihkan selaput-selaput yang menyelimuti tubuh-tubuh mungil itu. Si kecil Oreo yang baik hati itu terus menemani ibunya. Ia sama sekali tidak mencoba mengganggu ibunya selama proses persalinan berlangsung. Hanya memberikan tatapan dan gerakan-gerakan yang menunjukkan rasa penasaran, tapi tidak lebih dari itu. Total ada 4 bayi kucing yang lahir hari itu: Wafer, Astor, Marie, dan Biscoff. Cookies Squad. 
Semuanya sehat dan menggemaskan. Aku mengelus kepala Ella yang kini tengah menyusui keempatnya. Oreo masih di sana. Suamiku sedikit pusing—literally, sedikit syok setelah melihat proses persalinan Ella, tetapi rasa bangga terpancar dari matanya. Kami punya “cucu” lagi. 
Good job, Ella. Oh, and good job for you too, Oreo!
9 notes · View notes
nabilannisapr · 11 months
Text
2023: Milestones
2023, it's been...quiet something haha
Meskipun dalam perjalanannya banyak maki-maki dalam hati dan twitter, I am proud of myself for handling things well. All because not only I let go, but also I let God. Di usia udah menjelang kepala "3" ini, gue lebih bisa memfilter what's worth the energy dan engga.
Ringkasnya, tahun ini banyak sekali tantangan. Mulai dari lahir YaYa dengan kondisi Sal yang masih toddler dan lagi perlu banyak bimbingan dan kehadiran orangtua, lalu hubungan dengan bapak suami. I can say I did good. I'm still the mother that Sal and YaYa want and need, and also I have gained back my path to be a better partner for my husband. Though, I should've said that we both did so well on being the parents for the girls and partners for each other. Not only we can dance in the rain, but we turned ourselves into flowers and made rain something to help us grow.
Bukan hanya di rumah, tetapi tantangan muncul dari pekerjaan juga. Sebuah perubahan yang cukup besar di kantor. Gue, yang selama ini hanya mode bertahan hidup, harus jadi mode menyelamatkan hidup. Sebetulnya exit gate selalu bisa diakses kapan aja. Bahkan bapak suami pun sudah menawarkan. Tapi, Annisa ya Annisa, kalo bisa ribet kenapa harus mudah. Minta izin dan dukungan ke paksu, "Gen, sejujurnya aku penasaran sampe sejauh mana aku bisa bertahan dan mempertahankan. Meskipun kayanya pilihan aku ini lebih condong ke bunuh diri. Kali ini aku minta kamu yang siap-siap buat back up aku."
Bukan hanya harus beradaptasi dan dipaksa berkembang di gurun, di kantor ini pula gue harus patah hati dan merasa dibuang dan dikhianati. But then again, it's only fair. Harus bisa terima meskipun kadang udah ditinggalkan, orang-orang ini pun masih suka menabur garam di luka. But, that's fine, my tears ricochet. Annisa selalu balas dendam dengan kesuksesan. Lo tinggalkan gue, that's fine, I can easily move on without having to forgive and forget. But let me be indifferent and pay my revenge.
Intinya, gue hanya ingin tau sampai mana kemampuan gue, mengenal lagi diri sendiri setelah krisis identitas beberapa tahun belakangan haha. Even if I fail to keep everything covered, I have no regrets.
Allah knows I can handle it, I can bear it, I just need to live the best of it...
2 notes · View notes
jurnalweli · 1 year
Text
Cari Strong Whymu!
Memutuskan bergabung di sebuah komunitas yang menjadi wadah belajar dan meningkatkan kualitas diri perempuan sempat membuat dilema. Banyak alasan yang menguatkan tetapi juga berbanding lurus dengan kekhawatiran jika tidak komitmen dan konsisten. Namun, setelah menuliskan kekhawatiran dan alasan pendukung ternyata sisi positifnya jauh lebih banyak. Salah satu yang penting adalah adanya dukungan dari suami dan beberapa teman yang mendapatkan dampak dari komunitas tersebut. Selain itu, kemauan dan kesempatan tidak datang dua kali.
Tahapan selanjutnya setelah lolos verifikasi adalah welcoming party. Dan yang paling ditunggu-tunggu adalah sambutan dari founder komunitas; Bu Septi Peni Wulandani dan Pak Dodik Mariyanto, suaminya.
Ingin berbagi sedikit kata-kata Bu Septi yang mampu menampar diri sendiri untuk aku yang saat itu sedang mengandung anak pertama dan alhamdulillah terhitung hingga hari ini telah berusia 1 bulan 22 hari.
"Anak yang suka belajar perlu lahir dari ibu pembelajar."
"Ibu yang tidak percaya diri akan mendidik anak yang tidak percaya diri. Ibu yang tidak bahagia akan mendidik anak yang tidak bahagia. SAYA HARUS BERUBAH!"
"Semua ibu itu bekerja, hanya saja ranahnya berbeda. Publik dan domestik."
"Perempuan di ranah publik mungkin wajar bisa upgrade diri. Tetapi perempuan di ranah domestik juga perlu upgrade diri. Semata-mata untuk kebahagiaan kita bukan kebahagiaan anak."
Jangan berhenti belajar ya, bu!
Bismillah, mudah-mudahan semangat belajar tersemat hingga akhir hayat.
Push Your Limit!
.
.
.
[Sabtu, 27 Mei 2023]
6 notes · View notes
shofiyah-anisa · 2 years
Text
ICu dan dramanya.
Lagi2 di ingatkan akan suatu hal yang mengingatkanku pada keadaan dimana aku terbaring di dalamnya. Bisa di bilang memang, ICu adalah tempat paling indah bagi seorang pasien. Dari penanganan yang sangat terpantau, dokter dan suster yang sangat ramah,baik dan gercep, pemantauan yang 24 jam tak pernah putus.
Namun ingat juga bahwa di ICu seorang pasien harus benar2 berjuang. Apakah dia akan pulih cepat atau mulih cepat. flashback aja kemaren setelah lahiran, dengan dramanya ternyata sempat masuk ICu -maasyaaAllah tabaarokalloh, di luar manusia pada deg2an pula menunggu kabar atas penanganan dokter akanku, sambil terus melihat setiap beberapa jam sekali terdengar dorongan keranjang dari lorong, yang tak lain adalah seorang pasien yang sudah menghadapNya. Aku sebetulnya tak dapat membayangkan bagaimana perasaan keluarga yang kala itu menunggui, pasti cemas, khawatir, deg2an, entahlah. Di sisi suami yang sudah tidak tega melihatku, ada bapak mertua datang yang membuatku sangat lega, -karena bapakku tidak bisa hadir, maka nggk papa yang hadir bapakku satunya, hihi, sayang bapak banyak2🧡.
Ya Allah bersyukurku banyak bangeett jika mengingat hal itu, ku fikir kembali bisa jadi itu juga termasuk do'a. Duluu waktu kehamilan umur 2 bulan atau 3 bulan saat teler2nya. Maka do'a memang betul2 senjata, maka selain banyak2 berdo'a, tetap terus hati2 dalam berdo'a, minta yang baik2 sama Allah. Allah Allah Allah🤍.
Udah hampir semingguan dapet kabar kalau pakde jatuh, wira wiri masuk rumah sakit, bukan karena udah sembuh terus masuk lagi rs karena kumat, tapi langkah penanganan awal yang sudab salah,. Yang tidak ada dukungan dari anak2nya. Pakde, bude dan mamakku yang pontang panting sana sini menguruss, hingga dini hari dapat kabar bahwa pakde udah di masukin ICu sebab koma. Sebuah pembelajaran sangat besar dapat ku petik darinya,. Bahwa anak adalah aset masa depan. Betul bukan, maka ketaqwaan oran tua benar2 sebagai penentu. 🥺
KuasaMubesar ya Allah. Berikanlah yang terbaik untuknya.
اللهم اشف خالي ..
Gak papa ya di tuliss, buat di ingat aja.
61222
4 notes · View notes