Tumgik
#bagaimana membuat rumah
kanoopi · 1 year
Text
Memikirkan Rumah Impian
Rumah adalah tempat yang penting bagi setiap orang. Sebuah tempat di mana seseorang dapat pulang setelah melakukan kegiatan sehari-hari. Rumah adalah bangunan atau tempat tinggal yang digunakan untuk menampung dan melindungi manusia dari cuaca, lingkungan luar, serta memberikan privasi dan kenyamanan untuk beristirahat, berkumpul dengan keluarga, dan melakukan kegiatan sehari-hari.
Tumblr media
Impian adalah cita-cita atau harapan seseorang untuk diwujudkan di masa depan. Impian bisa berupa tujuan hidup atau sesuatu yang ingin dicapai dalam hidupnya. Banyak orang bermimpi memiliki rumah impian mereka sendiri.
Rumah impian adalah rumah yang menjadi harapan banyak orang. Rumah impian biasanya memiliki lokasi, ukuran, desain, dan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan dan selera pemiliknya. Setiap orang memiliki ide yang berbeda-beda tentang rumah impian mereka.
Dari impian ini orang kemudian mencari jalan untuk mewujudkannya, seperti menabung , mencari informasi tentang rumah, dan mencari tahu tentang lokasi yang diinginkan. Jadi, jika Anda juga bermimpi memiliki rumah impian, ada baiknya untuk mulai dengan membuat rencana. Jika Anda ingin mempelajari lebih lanjut tentang pentingnya membuat rencana sebelum memulai proyek arsitektur, artikel berikut akan banyak banyak membantu anda Sukses Bangun Rumah: 6 Alasan Mengapa Harus Mulai Dari Membuat Rencana
Langkah mewujudkan rumah impian dengan membuat rencana akan membantu Anda lebih termotivasi dan fokus pada tujuan. Semoga sukses dalam mewujudkan rumah impian.
2 notes · View notes
andromedanisa · 6 months
Text
Arti Menikah - Belajarlah tentang banyak hal.
Kata Bapak hafidzhahullah ta'ala, "jika cinta dan kasih sayang seorang laki-laki itu lebih besar dari pada cinta seorang perempuan, maka dia tidak akan pernah melepaskan perempuan itu darinya. ia akan tinggal lama dihatinya. dan untuk membuat seorang laki-laki demikian, dibutuhkan seorang perempuan yang sabar dan pengertian."
aku teringat obrolan santai dengan Bapak, sehari sebelum menjadi seorang istri. Kala semua orang sibuk menyiapkan banyak hal termasuk Ibu, Bapak justru mengajakku lebih banyak cerita dari kebiasaan Bapak yang tidak demikian. Saat itu aku bertanya bagaimana posisi Ibu dihati Bapak. Yang semakin banyak ku rinci, Bapak semakin banyak tersenyum seolah membenarkan.
Namun satu hal yang Bapak katakan membuatku tertarik untuk bertanya lebih lanjut. "Ibumu itu orang yang sabar dan pengertiannya begitu lapang. Ibumu itu keras terhadap pendirian dan pendapatnya, namun ketika keputusan Bapak tak selaras dengan Ibumu, ibumu meletakkan semua pendapatnya dan memilih pada keputusan Bapak. Ada banyak momen dimana Bapak tidak berkata sekalipun, Ibumu lebih peka perihal apa yang Bapak butuhkan. Tanpa bertanya banyak hal, Ibumu sudah menyiapkan semuanya dengan baik. Tanpa memberi tugas, Ibumu telah paham apa yang menjadi tugasnya. Beberapa hal bertanya tentang apa yang Bapak suka dan tidak, selebihnya tanpa Bapak kasih perintah, Ibumu telah lebih dulu mengerti.
Tak pernah bertanya kenapa begini, kenapa begitu sebab paham bahwa Ibumu tidak ingin memberikan banyak beban. Ibumu begitu totalitas menjalani perannya sebagai seorang istri. Tak pernah menuntut harus jalan-jalan setiap pekan, atau liburan setiap tahun, atau hal-hal yang dirasa bapak belum mampu untuk menyanggupinya kala itu. Tidak pernah merengek meminta waktu bapak atau menuntut untuk lebih romantis atau hal-hal yang dimana Bapak harus peka terhadap kondisi ibumu. Ibumu tidak pernah meminta akan hal itu. Kala sudah tenang semuanya, barulah ibumu sampaikan dengan bahwasanya yang dimana tanpa menggurui bapak akhirnya mengerti.
Pernah saat dimana belum ada HP dan saat itu posisi ibumu sedang mengandung kamu 6 bulan, belum ada telpon rumah juga. Saat itu bapak harus lembur dan tidak pulang karena memang harus menyelesaikan deadline, dimana besok pagi presiden pak Soeharto akan berkunjung. Bapak nggak bisa ngabari ibu, karena memang tidak bisa pulang. Kamu tahu apa yang ibumu lakukan? Ibumu jalan sama emak tetangga sebelah rumah mau pergi menyusul bapak dikantor. Sebelum sampai kantor ada pos marinir dan bertanya perihal ada perlu apa jam segini kok mau ke PT.Pal dari pos ke kesana masih sangat jauh sekali. Lalu ibumu bilang kalau suaminya dari kemarin belum pulang, ia khawatir takut terjadi apa-apa. Lalu seorang petugas meminta ibumu dan emak untuk menunggu di pos, salah satu petugas berangkat menanyakan hal tersebut ke kantor. Setelah memastikan nama dan divisi bapak. Petugas tersebut menyampaikan bahwa seluruh karyawan disivi tersebut memang harus lembur, karena besok pagi akan ada kunjungan presiden. Setelah tahu kabar itu, ibumu dan emak pulang kerumah. Dan setelah beres semuanya bapak pulang kerumah, sampai dirumah ibumu tetap menyambut bapak dengan baik. Tak bertanya ini itu dengan banyak pertanyaan atau memasang muka cemberut. Nggak, ibumu tidak demikian.
Ibumu tetap melayani bapak dengan baik dan membiarkan bapak beristirahat dengan nyaman. Tanpa bertanya kenapa ndak pulang, bapak lebih dulu menjelaskan perihal tersebut.
Sebetulnya diawal pernikahan laki-laki itu sudah siap untuk mengayomi, mendidik, dan siap untuk memenuhi semua kebutuhan istri dan anak-anaknya nanti. Terkadang yang membuat mereka berubah salah satunya dari pasangannya sendiri. Yang mungkin terlalu menuntut banyak hal dan tidak memberikan rasa tenang itu. Memang manusia tidak ada yang sempurna, demikian juga dengan Bapak ataupun ibumu ini. Namun ada banyak hal kebaikan ibumu yang tidak bisa bapak sebutkan satu persatu. Biarlah bapak banyak doakan untuknya, biar Allaah yang balas dengan banyak kebaikan untuknya. Sekali lagi pernikahan itu adalah salah satu karunia yang harus disyukuri selama perjalanannya. Ujar bapak mengakhiri ceritanya.
Lalu malam harinya aku memutuskan untuk tidur dengan ibu sebelum menjadi istri esok harinya. Sebelum tidur banyak hal yang aku tanyakan, aku tak pernah merasa benar-benar begitu sangat dekat ketika saat itu juga. Salah satunya aku bertanya perihal cerita bapak tadi sore itu, mengapa ibu bersikap demikian dan demikian.
Ibu menjelaskan dengan bahwasanya yang apa adanya, "ketika seorang wanita telah memutuskan untuk menikah, maka seharusnya ia sudah paham perihal hak dan kewajiban serta konsekuensinya. bagaimana jika nanti pasanganku seperti ini, bagaimana jika nanti masuk fase seperti itu. Apalagi ketika seorang perempuan telah menjadi istri maka ia sudah mengerti bagaimana seharusnya berkhidmat untuk suaminya. Jika sudah paham dan mengerti bagaimana seharusnya bersikap, maka sudah sepatutnya kita harus memberi banyak udzur kepada pasangan kita. Saat itu ibu mencoba untuk memberi banyak udzur kepada bapak.
Tidak ada seseorang yang melakukan tanpa ada alasan. Dan bapakmu pasti sedang dikondisi yang demikian. Ibu mencoba belajar untuk mengerti, terkadang tidak semua kondisi bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya. Tidak semua kondisi bisa dijelaskan saat itu juga. Pernikahan itu ibadah terlama, dan dalam beribadah tidak semuanya berjalan menyenangkan sesuai dengan keinginan kita kan ya, nduk. Itulah mengapa sabar diperlukan untuk menjalani setiap prosesnya.
Intinya jangan pernah merasa paling capek, paling menderita, paling jenuh, atau paling sibuk. Jika nanti kamu menemukan kondisi yang demikian, cobalah kembalikan ke dirimu sendiri. Saat capek, jenuh dan kondisi tidak baik-baik saja, pasanganmu menuntut banyak hal darimu. Apakah kamu senang? Tentu tidak kan ya, maka diperlukan hati yang lapang untuk mengerti.
Jangan banyak menuntut hak sama manusia, sebab balasan terbaik adalah balasan dari Allaah. Karna kalau banyak menuntut dari manusia, kamu akan merasa capek sendiri dan tidak menemukan ketenangan nantinya. Serahkan semuanya sama Allaah, biar tenang.
Apa yang bisa kamu beri kepasanganmu nanti, berikanlah senampumu. Berkhidmatlah dengan totalitas untuknya, tidak akan sia-sia apa yang kamu berikan. Sebab sekecil apapun upayamu, Allaah melihatnya. Ketika sudah melakukan yang terbaik, jangan berkecil hati bila balasannya tidak sesuai apa yang kamu harapkan.
Berkhidmat itu yang menyenangkan hati suamimu, yang dimana suamimu betah dirumah sebab ia temukan ketenangan dalam rumahnya.
Empat tahun lalu nasihat ini aku simpan ditumblr, ku baca kembali. Dan aku menangis. Sebab memang benar, dalam sebuah pernikahan tidak hanya tentang aku saja melainkan dia juga yang menjadi kita.
Sebagaimana pengertiannya Ibunda Khadijah radhiyallaahu anha yang tanpa bertanya mengapa Rasulullaah Shallaahu alaihi wassalam tubuhnya gemetar dan meminta Ibunda Khadijah untuk menyelimuti Rasulullaah. Yang dengan totalitas berkhidmat dan menyerahkan seluruh harta, jiwa dan hidupnya kepada orang yang tercintanya. Itulah mengapa Ibunda Khadijah radhiyallaahu anha tinggal begitu lama dihati Rasulullaah Shallaahu alaihi wassalam.
Bukan perihal apa yang sudah pasangan berikan kepada kita, melainkan sudah sejauh dan semaksimal apa yang telah kamu lakukan untuknya karena Allaah. Maka mintalah kepada Allaah Ta'ala untuk menganugerahi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warohmah. Sebab rumah tangga sakinah adalah karunia Allaah yang harus terus dipintakan hingga akhir hayat..
للَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ
"Ya Allaah, satukanlah hati kami. Perbaikilah keadaan kami jalan-jalan keselamatan (menuju surga)." - HR. Abu Daud, no 969, dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu anhu.-
Pernikahan itu tidak tegak karena rupa yang elok atau harta, akan tetapi dia tegak dengan agama dan akhlak. (Syaikh Muhammad Mukhtar Asy Syinqithi rahimahullaah)
Akhlak, sabar dan saling mengerti masuk dalam kategori akhlak kan? Maka berakhlak dengan akhlak yang baik. Semoga Allaah menganugerahi kita semua pasangan yang menyejukkan mata dan hati. Yang menjadi penenangan dalam segala kondisi apapun. Allaah anugerahi kita rumah tangga sakinah, mawaddah, warahmah. Sehidup sesurga bersama.. aamiin..
Kontemplasi 9/11/19 - 9/11/23
795 notes · View notes
kurniawangunadi · 20 days
Text
Saat Menjadi Orang Tua
Kira-kira, kalau kita menjadi orang tua, dan memiliki anak seperti diri kita, kita bakal bingung gak ngadapinnya?
Bingung karena anaknya sedang bingung sama masa depannya. Tidak membicarakan soal rencana-rencananya, sementara kita khawatir dengan umur kita yang mungkin takkan lama dan tak ingin meninggalkan anak yang lemah untuk menghadapi kerasnya kehidupan. Sementara kita melihat anak kita berdiam, tidak tahu apa yang direncanakan, ketika ditanya malah menghilang. Ketika diarahkan, malah marah karena merasa tidak diberi kebebasan.
Jangan-jangan kita bakal sebingung itu kalau ngadepin anak kita sendiri, yang anak itu, kayak kita.
Sementara saat kita sibuk dengan pikiran dan kecemasan kita sendiri. Orang tua kita sibuk bekerja untuk terus membuat roda kehidupan berputar. Dulu tak terpikirkan bagaimana orang tua bisa punya rumah, kendaraan, biayain sekolah, dan lain-lain. Sekarang saat menjalani usia dewasa, melihat semua angka-angka yang terbayang, bingung harus kerja apalagi biar bisa memenuhi kebutuhan tersebut agar nanti bisa membina keluarga yang memiliki standar hidup minimal yang baik.
Dan orang tua kita khawatir anak tercintanya tak cukup kuat untuk menghadapi kerasnya hidup. Mereka ingin hidup seterusnya sampai mereka merasa yakin dan percaya bahwa kalau mereka meninggal, anaknya akan cukup bekal.
Sementara kita masih terus khawatir dan mencemaskan perasaan-perasaan yang tidak penting. Bahkan kita merasa sudah cukup dewasa untuk berpikir dan bertindak, tapi ternyata tidak cukup berani untuk mengambil keputusan dan risiko. Berlindung dibalik ketiak orang tua jika ada masalah, takut hidup tak sesuai ekspektasi, takut kalau nanti di masa yang akan datang kita tak sampai ke impian.
Dan orang tua kita sebenarnya tidak menuntut itu semua. Bahkan mungkin mereka rindu untuk bercengkerama dengan anaknya. Mengingat-ingat bahwa dulu saat kita masih balita, ditimang-timangnya memenuhi ruang hatinya dengan kebahagiaan. Kita pernah sekecil itu di mata mereka, bahkan mungkin hingga saat ini.
Tapi kita lupa, merasa sudah cukup dewasa, banyak peran yang kita jalani. Banyak kecemasan yang membutuhkan penyelesaian. Kita lupa, bahwa kita masih menjadi anak, dan kita lupa caranya menjadi anak bagi orang tua kita sendiri.
225 notes · View notes
menyapamentari · 2 months
Text
Bukankah tidak apa - apa bila kita bukan berangkat dari keluarga yang terpandang, bukan dari keluarga yang memiliki banyak harta, rumah mewah dan segala fasilitasnya.
Bukankah tidak apa - apa bila kita bukan lulusan dari universitas ternama, yang membuat kita mungkin lebih bangga ketika ada yang menanyakannya.
Bukankah tidak apa - apa bila kita adalah seseorang yang biasa saja, yang tidak atau belum memiliki sesuatu yang bernilai seperti yang orang lain miliki.
Bukankah tidak apa - apa bila kamu merasa tidak ada yang membanggakan dari dirimu ?
Aku paham sekali bagaimana rasanya, ketika kita berada di lingkungan itu sementara diri kita tidak atau belum seperti mereka. Minder atau merasa tertinggal. Memilih menepi, dari riuhnya definisi bahwa kekayaan adalah satu - satunya yang pantas di banggakan.
Padahal di sisi lain, bila kita melihat lebih dalam adalah kita yang telah Allaah karuniakan begitu luasnya kebaikan. Tak selalu tentang kekayaan itu, melainkan ketenangan sebab mengenal Allaah. Yang dengan mengenal Allaah, kita mengerti bagaimana melangitkan rasa syukur. Yang dengan mengenal Allaah, kita memahami bagaimana dalam menjalani hidup ini.
Kita boleh meminta kekayaan itu, sungguh teramat di izinkan. Yang dengan kekayaan itu, kita berharap bisa melakukan banyak kebaikan. Namun, bukan berarti tentang apa - apa yang telah kita miliki membuat kita tidak merasa cukup atau merasa rendah diri. Jangan ya. Sedangkan Allaah tidak pernah membiarkan kita kekurangan apa - apa. Telah Allaah takar yang terbaik untuk kita miliki.
Menjadi dirimu, sebaik yang mampu engkau upayakan. Menjadi dirimu, yang dimana kecantikan itu akan terpancarkan dari baiknya hatimu. Tidak apa - apa bila kamu pernah berangkat dari hal sederhana, atau dari hal yang jauh dari berkecukupun. Sebab dirimu saat ini, adalah dirimu yang telah Allaah karuniakan banyak sekali nikmat dan kasih sayang-Nya. Yang tak selalu nikmat itu berbentuk materi.
Esok lusa, coba ingat - ingat lagi bagaimana tahun - tahun tersulit yang pernah engkau lalui. Dan bagaimana Allaah mengizinkanmu melangkah sampai sejauh ini dengan segala karunia nikmat kasih sayang-Nya ✨️
— @menyapamentari 💌
101 notes · View notes
kkiakia · 23 days
Text
Ibu Tercinta
Tumblr media
Sebuah novel fiksi dari Korea Selatan, yang menceritakan tentang sosok ibu yang hilang. Apakah ibu menghilang dengan sengaja? Atau ibu menghilang karena anak-anak dan suaminya tidak menjaga ibu dengan baik?
Novel ini begitu mengaduk perasaan, haru - sedih bergantian di tiap lembar-lembar halamannya. Menceritakan sosok ibu, yang setelah hilang barulah amat terasa seberapa besar makna kehadiran dan juga pengorbanannya untuk kehidupan dan keluarga.
Buku ini terdiri dari 5 bab, yang menceritakan dari berbagai sudut pandang dari mereka yang kehilangan; anak pertama, anak ketiga dan suami . Juga ada bab tentang sudut pandang dari ibu itu sendiri dalam menjalani kehidupannya dan kenapa dia bisa hilang?
Dari buku ini, mungkin hati kita akan dibuat jauh lebih lunak dan rapuh untuk menyadari bahwa jadi ibu / istri itu berat, pengorbanannya besar dan seberapapun upaya selama hidup untuk membalas jasanya, tidak akan pernah mampu terbayar.
Kutipan-kutipan;
---
Bahwa ibu adalah orang yang ingin kau panggil setiap kali kau sedang menghadapi masalah di kota ini
---
Aku bertanya-tanya, seperti apa perasaan ibu di dalam dapur model lama itu? Memasak untuk keluarga besar kita? Ibu dan dapur seolah tidak terpisahkan, ibu adalah dapur dan dapur adalah ibu. Kau tidak pernah bertanya-tanya "Sukakah ibu berada di dapur?
Apakah ibu senang di dapur? Apakah ibu senang memasak?
Kata ibu "bukan masalah senang/tidak, aku memasak karena sudah seharusnya. Aku mesti ke dapur supaya kalian bisa makan dan bisa sekolah. Mana bisa kita hanya melakukan apa yang kita sukai? Ada hal-hal yang mesti dilakukan entah suka/tidak."
---
Setelah ibu hilang, aku baru sadar semua hal ada jawabannya. Bahwa sebenarnya aku bisa memenuhi semua keinginannya. Cuma urusan remeh-temeh. Entah kenapa aku selalu membuat ibu kesal gara-gara hal seperti itu.
---
Rumah akan terasa hidup kalau ada orang-orang yang tinggal di dalamnya, menyentuhnya, menjadi penghuninya.
Rumah selalu mengikuti ciri-ciri penghuninya, dan tergantung siapa yang tinggal di dalamnya, rumah bisa menjadi sangat nyaman/ sangat asing.
---
Bagaimana mungkin kita selama ini hanya melihat Ibu hanya sebagai Ibu, seumur hidupnya? Walaupun aku sendiri seorang ibu, aku memiliki begitu banyak impian, dan aku masih ingat hal-hal dari masa kecilku, masa remajaku, dan sewaktu aku beranjak dewasa. Tak ada satu pun yang kulupakan.Jadi, kenapa sejak semula kita melihat Ibu hanya sebagai Ibu? Dia tidak mempunyai kesempatan untuk mengejar impian-impiannya, dan seorang diri dia menghadapi segala sesuatu yang ditimpakan zamannya, kemiskinan dan kesedihan; dia tidak bisa berbuat apa-apa tentang beban sangat berat yang mesti ditanggungnya, selain memikulnya dengan tabah,mengatasinya, dan menjalani hidupnya sekuat kemampuan, menyerahkan jiwa raga sepenuhnya. Kenapa selama ini aku tidak pernah terpikir tentang impian-impian Ibu?
Kalau aku tidak sanggup menjalani hidup seperti Ibu, bagaimana mungkin Ibu sendiri ingin menjalaninya? Kenapa hal ini tidak pernah terlintas di benakku waktu Ibu masih bersama kita? 🥹😭
---
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Rumah, 23 April 2024 21.32 wita
66 notes · View notes
ruang-bising · 4 months
Text
"Kau Membawa Lebih Dari Sepotongnya, puan..."
Tumblr media
Bu, maaf jika bujangmu ini lebih jarang pulang kerumah dibanding dulu yang seminggu sekali menengokmu ke rumah, maaf juga tatkala kembali ke rumah tidak bisa terlalu banyak mendengar keluh-kesahmu. Diam yang kutunjukkan, berekspresi pun seadanya.
Bu, cerita tentang mimpi-mimpi besarku juga tak bisa kau dengar sementara dulu, terpaksa harus terjeda...
Aku sudah bilang kan bu, aku akan kembali berkelana setelah memutuskan resign dari pekerjaanku? Minggu lalu aku di baduy dalam, hari ini aku berada di pedalaman gunung kidul, di pinggir pantai selatan yang tak bernama, sendiri. kugunakan separuh tabunganku untuk menghilang tanpa khawatir ada yang mencariku, berjalan tanpa tujuan demi menemukan tujuan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa rencana. Apa itu rencana?
Kau tau bu? Seseorang yang menjadi penyebabku berkelana sejauh ini pernah berkata, "Aku hidup untuk hari ini dan besok saja." Terdengar klise namun sepertinya bagus untuk kujalani seperti itu. Setelah kecewa dengan rencanaku, kubiarkan diri ini berjalan mengikuti rencana Tuhan yang entah bagaimana.
Bu, memang benar katamu, ada beberapa orang di hidup kita; yang ketika ia pergi, ia juga membawa sepotong hati kita.
Seseorang datang bu, kau kenal, dia adalah yang paling banyak kutulis di catatan harianku, yang paling bangga pula kuceritakan padamu. Dia adalah pertimbangan dalam setiap keputusan dan rencanaku. Ah, khayalanku sudah sejauh itu, bu. Tapi sayang bu, dia tidak bisa hidup dalam rencanaku, hidupnya sudah terpatri pada rencana keluarganya. Bagi mereka, orang sepertiku tak ada dalam rancangan untuk putri/saudari tercintanya itu.
Bu, terkadang hidup memang sialan, aku dipaksa harus menjadi orang baik, tak boleh marah dan harus selalu sabar. Hal itu pula yang membuat dunia semena-mena terhadap kita, bu.
diriku, 'bak pasar malam, dunia datang dan pergi mencari hiburan, wahana usai aku kembali sendirian, dengan sepi dan sisa kubangan tanah becek serta lumpur di badan.
Bu, badai kali ini kencang sekali, hanya gigil ringkih yang kau dengar jika sekarang aku kembali kepadamu, remuk jiwaku, tulangku sedang tidak membara.
Lagi-lagi memang benar katamu, ada beberapa orang di hidup kita; yang ketika ia pergi, ia juga membawa sepotong hati kita....
142 notes · View notes
yunusaziz · 5 months
Text
Pilar ke tiga : Visi Akhirat dan Nuansa Rumah Tangga Islami
"Salah satu hal yang membuat masuk Surga tampak begitu indah adalah kalau kita dapat masuk dan reunian sekeluarga."
Kutipan itu almarhum pakde saya (allahuyarham) sampaikan dalam kuliah subuh bulan Ramadhan satu tahun lalu.
Nuansa demikian yang begitu indah itu ternyata Allah juga gambarkan dalam Al-Qur'an, pada QS. Ar-Ra'd 23-24.
"(yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (23) (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (24)
Alangkah indahnya bukan? Masyaallah. Kondisi demikian itu tentu saja hanya dapat direngkuh oleh individu dan keluarga yang segala aktivitas yang mereka lakukan adalah senantiasa berorientasi pada visi-visi merengkuh Surga-Nya. Dimulai dari pendidikan, pembinaan, berlaku baik antar setiap anggota, adanya saling koreksi, dsb.
Segala dinamika itu tentunya bukan proses yang pendek, akan tetapi merupakan proses yang terus berjalan, terus berulang dan terus hidup serta tumbuh pada keluarga-keluarga yang menghidupkan nilai-nilai takwa yang berorientasi pada ridho dan surga-Nya.
Maka dari itu, dalam ayat 24 malaikat-malaikat Allah yang menyambut keluarga itu mereka katakan "Salamun 'alaikum bima shabartum" yang artinya "Selamat atas kalian, kalian selamat dari segala kesulitan karena kesabaran kalian.". Merinding nggak kalian :')
Keluarga yang demikian itu bukanlah angan atau utopia semata, melainkan dapat diwujudkan, akan tetapi memang harus diikhtiarkan. Diawali dari satu kesamaan visi, selanjutnya dimanifestasikan dalam bentuk nilai dan direalisasikan menjadi bentuk program, hak-kewajiban tiap anggota keluarga dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari.
Seorang suami memikirkan bagaimana agar anak istrinya bisa masuk Surga, dimulai dari memberi nafkah yang halal dan qowwam yang baik. Istri yang taat dan menghormati suami, menjadi ibu yang memberikan asih, asuh dan asah untuk anaknya, serta anak menjadi pribadi yang sholih-shalihah yang berbakti dan terus mendoakan kedua orang tuanya.
Jadi nuansa yang terbangun di dalam rumah tangga berdiri diatas pondasi ketakwaan. Sehingga semua aktivitas di dalamnya tidak pernah berhenti dari perbincangan dan perbuatan yang memikirkan untuk bagaimana caranya kelak di kehidupan abadi nanti mereka bisa sama-sama memudahkan untuk terus dan tetap bersatu di Surga.
Selengkapnya bisa di cek di link berikut :
youtube
Semoga Allah mengumpulkan kita dengan keluarga yang demikian itu. Aamiin yaa Rabbal 'alamin
Sedikit catatan: Jika pada pilar kesatu dan kedua saya gunakan referensi buku 8 Pilar Rumah Tangga ust. Cahyadi Takariawan, maka pada pilar ketiga ini dan beberapa tulisan series ini kedepan akan saya ambil dari banyak referensi.
127 notes · View notes
edgarhamas · 11 months
Text
Di Balik Keshalihan Pemuda Ismail, ada Ayah dan Bunda yang Tangguh
(Poin-poin Khutbah Idul Adha yang disampaikan @edgarhamas di Masjid Al Jihad Kranggan, Kota Bekasi 10 Dzulhijjah 1444 H)
Ibrahim, nama mulia itu terulang 69 kali dalam lembar suci Al Qur'an. Beliau, kisahnya menjadi inspirasi bagi milyaran umat manusia. Namun kali ini aku akan mengajakmu lebih dekat dengan sosok istimewa yang tak kalah hebatnya: sang putra, Ismail alaihissalam. Tadabbur tentang beliau akan ku mulai dengan sebuah pertanyaan: di usia berapakah Ismail kecil saat beliau ditinggal di lembah Bakkah bersama ibunya?
Tumblr media
Dalam Kitab Umdatul Qari karya Al Ainiy, kala itu usia Nabi Ismail baru 2 tahun; sedang banyak butuh bonding dengan ayah dan ibunya, sedang saat itu sang ayah pergi ke medan juang di Palestina. Namun lihatlah; sang Ismail bertumbuh menjadi manusia hebat yang lurus pembawaannya, santun akhlaqnya dan lembut budi pakertinya. "Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar..." (QS Ash Shaffat 101)
Betapa takjubnya kalau kita peka, ada fakta penting ketika Ismail mendengarkan perintah Allah lewat lisan ayahnya untuk menyembelihnya. Ayat 102 surat Ash Shaffat mengabadikan momen itu, ketika Nabi Ibrahim berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”
Apa jawaban Ismail? Apakah beliau berkilah? Kabur? Lari tunggang-langgang? Menganggap orangtuanya sebagai toxic?
Ternyata jawaban Ismail begitu tulus sekaligus berhati besar menyambut perintah Allah itu, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” Jawaban yang hanya datang dari lisan manusia yang keyakinannya utuh dan murni, akidahnya kokoh tanpa banyak basa-basi. Aku semakin bergetar ketika membaca tafsiran ulama, berapa usia nabi Ismail saat ada di momen berat itu?
Ya, para mufassir mengatakan bahwa kala itu usia nabi Ismail sekitar 13-16 tahun!
Muda, tapi cara pandangnya bijaksana, bahkan melebihi orang-orang yang lebih tua dari beliau. Itulah yang membuatku ingin mengajakmu untuk mentadabburi: apa faktor-faktor yang mampu menciptakan mentalitas seperti yang dimiliki oleh Nabi Ismail muda?
1. Kemurnian Akidah jadi faktor penentu lingkungan sebelum yang lain.
Simak apa yang didoakan oleh Nabi Ibrahim ketika pertama kali menempatkan istri dan anaknya di lembah Makkah, "Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat..." (QS Ibrahim 37)
Tumblr media
Yang jadi faktor utama yang membuat Nabi Ibrahim tenang menempatkan keluarga di lembah Makkah, bukan karena fasilitas, bukan karena resource melimpah; tapi karena di situ ada Baitullah! Dan visi Nabi Ibrahim begitu murni: agar anak keturunannya melaksanakan shalat. Barulah kemudian Nabi Ibrahim melanjutkan doanya sebagai pelengkap, "maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur..." (QS Ibrahim 37)
2. Ayah dan Ibu yang Shalih Shalihah
Ismail muda mendapat contoh terbaik tentang keyakinan total pada Allah sekaligus mentalitas ikhtiar yang terbaik dari ibunya: Ibunda Hajar. Kala Nabi Ibrahim meninggalkan keduanya di lembah Makkah yang tandus tak bertanaman itu, Ibunda Hajar bertanya pada suaminya, "apakah yang engkau lakukan ini adalah perintah Allah?"
Ketika Nabi Ibrahim menjawab, "ya", respon Ibunda Hajar begitu dahsyat, "jika memang begitu, maka Allah sekali-kali tak akan meninggalkan kami!"
3. Kedekatan emosional antara orangtua dan sang anak.
Jika kita memerhatikan, saat Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk menyembelih Ismail, beliau tidak langsung melakukannya dengan tergesa dan kasar. Tidak. Justru, Nabi Ibrahim dengan bijaknya mengabarkan lebih dulu pada anaknya dengan panggilan yang sangat baik, "yaa bunayya!" Wahai anakku sayang. Dan setelah Nabi Ibrahim selesai menyampaikan perintah Allah itu, beliau mengakhirinya dengan sebuah kalimat dialogis, "Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu..." (QS Ash Shaffat 102)
Seorang anak akan tumbuh mencintai model hidup orangtuanya jika memang terjadi dialog yang hangat dan kedekatan yang baik. Moga kita bisa mengambil inspirasinya!
296 notes · View notes
rumelihisari · 5 months
Text
Pilihlah laki-laki yang mendukungmu dalam bertumbuh dan meraih mimpi
"Nanti kuliahnya gantian setelah aku lulus, ya"
"Tahun depan kuliah, ya!" Berkali-kali kata itu keluar semenjak dua tahun lalu saat kami resmi menikah. Bahkan disaat kemarin aku terluka, pun, kalimat ini masih la lontarkan untuk menyemangatiku.
Semasa SMA, aku memang pernah menggebu pengin melanjutkan pendidikan tinggi sampai orang-orang terdekat mengenalku pada saat itu sebagai seseorang yang ambis. Sebagai orang desa yang minim informasi, aku mempersiapkan dan mengulik seluruh informasi bagaimana caranya supaya bisa kuliah terlebih di PTN. mengingat saat itu sekolahku belum ada yang kuliah di PTN. Dan memang hanya sedikit orang yang minat untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Tapi karena satu dan hal lain, qadarullah aku memutuskan untuk gapyear dan memilih bekerja.
Setelah itu aku memutuskan untuk kembali memperjuangkan mimpi, sudah daftar mengisi berkas juga membayar administrasi untuk tes di salah satu universitas islam negeri, tapi karena satu dan lain hal lagi, aku memutuskan untuk mengurungkan niat itu. Akhirnya aku menyudahi mimpi itu. Menguburnya bersama tumpukkan mimpi lain dan tak mengharapkan semua itu harus terwujud. Lalu membuat prinsip bahwa belajar tak harus di tempat formal.
Hingga tibalah laki-laki itu membersamai perjalanan hidup. Memulainya dengan visi yang sama yang menjadi alasan untuk selalu mendukung satu sama lain.
Kini alasan pengin kuliah bukan lagi soal ambisi anak desa yang pengin mengubah nasib wajahnya. Tapi soal kebermanfaatan diri untuk kepentingan dakwah dan umat. Sudah tidak menjadikan PTN dan PTS sebagai patokan keren atau enggaknya saat kuliah. Karena memang ada hal-hal yang enggak bisa kita dapatkan saat enggak kuliah, yang mungkin salah satunya adalah pengalaman. Walau begitu, ilmu tetap bisa kita dapatkan di mana saja.
Ternyata masih ada yang mau menghidupkan mimpi yang kita pun rasanya lupa akan mimpi yang kita miliki sendiri. Tapi yang paling penting adalah la mendukungku bertumbuh sebagai perempuan dan ibu. la memberi fasilitas supaya sebagai ibu aku bisa belajar dengan tenang dalam meluaskan peran. ia menghadirkan keutuhan dirinya sebagai seseorang yang mendukung. Mengarahkan ku untuk mengikuti berbagai kelas. Kelas menulis, kelas jadi istri, kelas jadi ibu, mengkaji islam, mengikuti komunitas, dll.
Begitu seharusnya pasangan. la tak mengecilkan peran sebagai kepala atau pun ibu rumah tangga. Dan memilih untuk mengapresiasi hal-hal kecil hal yang ada pada pasangan. Mendukungnya untuk terus bertumbuh menjadi istri dan ibu, juga suami dan ayah yang baik, dan sama-sama menyebarkan kebaikan itu. Tiada lain yang disemogakan dari saling mendukung untuk bertumbuh dan menyemogakan seluruh hasilnya bermuara pada ridho Allah saja.
Kota Cilegon, 21.47
95 notes · View notes
andromedanisa · 2 months
Text
aku tak pernah tahu rasanya menunggu jodoh bertahun-tahun itu seperti apa. karena aku menikah dengan suamiku diusia muda 20 tahun.
aku juga tak pernah tahu rasanya berselisih paham dengan mertua, karena dari awal pernikahan hingga saat ini kedua mertuaku sangat baik kepadaku.
aku juga tak pernah tahu rasanya tinggal seatap dengan mertua, merasa tidak nyaman dirumahnya atau konflik dengan ipar. karena sejak awal menikah suamiku telah menyiapkan rumah untukku tinggal bersamanya tanpa harus mencicipi tinggal dengan mertua.
aku tak pernah tahu rasanya bagaimana kesulitan ekonomi, pinjam uang sana dan sini, menggadaikan atau menjual aset untuk bisa makan hari ini. karena selama pernikahanku Allaah cukupi aku dan suami dengan kelapangan rezeki.
Allaah tidak menguji aku dalam hal demikian, tidak tentang menunggu jodoh, tidak dengan mertua, tidak dengan suami ataupun kesulitan ekonomi. tetap ku syukuri apapun keadaan itu hingga saat ini.
tapi apakah kamu tahu dimana letak ujianku? iya, Allaah uji aku dengan penantian buah hati. aku tidak tahu rasanya bagaimana lelahnya mengandung, melahirkan, ataupun mendidik seorang anak. karena selama 15 tahun pernikahanku aku belum pernah merasakan bagaimana perasaan terlambat haid.
jangan tanya bagaimana upayaku, percayalah aku sudah mengupayakan semua cara yang baik. saran dari banyak ahli, dan semua nasihat yang masuk aku semua sudah aku upayakan.
katanya hamil itu berat, menyusui itu membuat payah seorang ibu, dan merawat seorang bayi itu tidak mudah. iya, aku mengerti, keadaan itu sudah Allaah jelaskan di dalam Al-Qur'an. namun mereka tak akan pernah tahu dan juga pahamkan bagaimana beratnya menanti seorang anak sekian lama. letihnya berjuang dengan berbagai upaya yang tak jarang menyakitkan.
maka aku mendidik diriku, semakin kesini jadi semakin berhati-hati. tidak ingin mudah menilai seseorang tentang siapa yang paling berat ujiannya. semua orang sedang berjuang dengan ujiannya masing-masing. hanya Allaah yang tahu kadar keimanan seorang hambanya.
semakin kesini jadi semakin mencoba lebih mudah mensyukuri hal-hal kecil yang sudah dimiliki tanpa membandingkan kebahagiaan ku dengan yang lain. sebab keduanya tak akan pernah sama. dan tak membenci takdir atas apa yang terlewat dari hidup seperti;
Dibalik aku yang nggak bisa naik motor, ada rejeki bapak ojol.
Dibalik aku yang belum hamil, ada rezeki dokter dan perawat yang mengalir disitu karena ikhtiar bayi tabung, inseminasi dan ikhtiar lainnya.
Dibalik AC rumah yang udah nggak dingin atau rusak, ada rezeki tukang service AC yang hadir disitu.
Dibalik ban mobil yang bocor, ada rezeki tukang tukang tambal ban disitu atau ada juga rezeki warung starling yang juga mangkal disitu. sambil nunggu ditambal bannya sambil pesan minum sekalian.
intinya sejatuh dan terpuruk hidupku, tetap ada berkah bagi orang lain. seberat apapun kesedihan hidup yang sedang aku jalani, berbaik sangka sama Allaah adalah yang harus selalu diupayakan. dan bener, semakin kesini hanya ingin hidup tenang. semua yang sudah Allaah takar tak akan pernah tertukar. semua yang memang untukku akan tetap menujuku, yang tidak untukku akan melewatkanku sekuat apapun upayaku untuk menujunya.
jadi ujian mana yang lebih berat dan mana yang mulia? tak akan mengurangi kemuliaan ibunda Aisyah Radhiyallahuanha walau tak memiliki keturunan. tak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan Asiyah Binti Muzahim meski bersuamikan Firaun. tak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan dan kesucian ibunda Maryam yang melahirkan seorang anak tanpa pernah disentuh oleh laki-laki. tak akan mengurangi kemuliaan Fatimah Az Zahra walau hidup penuh dengan kekurangan. Mereka semua tetap mulia sebab Allaah telah memuliakan mereka, dan itu lebih dari cukup.
.
مَادَام اللّه مَعَك لَايُهمك شَخص أَذَاك، وَ مَادَام اللّه يَحفَظك لَاتَحزَن لِأَحَد أَهملك، وَ مَادَام اللّه يُرِيد لَك شَيْئ، فَلَنْ يَقف فِي وَجهِك شَيْئ أَبَدًا.
Selama Allah bersamamu jangan pedulikan orang yang menyakitimu, selama Allah melindungimu jangan sedih dengan orang yang mengabaikanmu, dan selama Allah ingin memberikan sesuatu untukmu, maka tidak akan ada yang menghalangimu.
***
ini bukan kisahku, namun sepanjang ia bercerita, ia selalu tersenyum seolah ingin mengabarkan bahwa ia sudah lapang atas semuanya...
213 notes · View notes
wedangrondehangat · 11 months
Text
Tumblr media
Saling Mendidik
Pernikahan itu sangat unik.
Sebelum menikah, saya seringkali melihat dalam rumah tangga orang lain bagaimana seorang suami mengatur istrinya, dari mulai penampilan hingga hal-hal detail dan kompleks lainnya. Ya, mungkin lebih tepatnya mendidik, bukan mengatur.
Pernah melihat status seorang teman bagaimana suaminya kerap mengingatkannya soal memakai kaos kaki jika keluar rumah.
Teman lainnya ada yang membuat caption bangga pada istrinya yang tetap menggunakan kaos kaki meski sedang berjalan menyusuri tepi pantai yang basah.
Saya kerap menunggu momen-momen itu terjadi dalam pernikahan saya. Namun, yang terjadi agaknya malah sebaliknya.
Saya kerap yang mengingatkan suami soal kaos kaki harus yang menutup lutut jika mau keluar futsal, kalau shalat usahakan jangan cuma kaosan, tapi pakai kemeja atau baju koko, dan lain-lain.
Suami saya juga sering sekali di pagi hari sebelum barangkat kerja bertanya, "hari ini aku pakai kemeja yg mana?" Atau ketika mau pergi kondangan, "aku pakai baju yang mana?" Atau saat mau ke mall, "aku kaosan aja atau kemeja?"
Kesannya tuh kenapa sih dia kayak manja? Kenapa jadi saya yang harus mikir? Kenapa dia nggak cari aja di gantungan baju yang sudah saya setrika? Kenapa saya terkesan jadi yang dominan? Kenapa harus saya atur pakaiannya, bukannya harusnya dia yang mengatur saya?
Maha baik Allah tahu bagaimana kepribadian saya, tahu bagaimana saya kurang nyaman jika diatur-atur. Maha Besar Allah mengatur pertemuan antara dua insan. Allah Maha Tahu segala-galanyalah atas segala tanya mengapa dua orang insan dipersatukan.
Rupanya dalam pernikahan ini justru saya yang terkesan banyak mengatur. Itu jika orang luar yang melihatnya. Padahal sejatinya hal itu terjadi karena suami saya mempercayakan sepenuhnya dan apa-apanya kepada saya.
Hingga suatu hari tante saya bercerita tentang perceraian temannya. Ini nyata. Mereka berpisah karena mungkin ini hal yang terdengar sepele; karena sang suami sangat mengatur istrinya, mulai dari model baju yang dipakai hingga kacamata yang hendak dibeli sang istri.
Tante saya menyarankan agar bertahan apalagi karena penyebabnya yang dinilai cukup sepele. Terlebih lagi sang istri tidak bekerja sementara mereka punya anak-anak yang masih sekolah. Namun, akhirnya keduanya berpisah.
Sang istri sempat ingin rujuk karena secara ekonomi jadi kekurangan, tetapi suaminya tak mau karena mungkin terlanjur sakit hati dan akhirnya menikah lagi dengan perempuan lain. Saking dendamnya sampai-sampai saat mengirimkan uang untuk anaknya harus didokumentasikan, ia tak ingin mantan istrinya memperoleh sepersenpun.
Pernikahan dan permasalahan di dalamnya itu unik. Bagaimana dari kerisihan karena suami yang sangat pengatur membuat sang istri menggunggat cerai meski akhirnya ingin rujuk namun akhirnya tetap berpisah.
"Beginilah mba kalau menikah. Tante aja nggak boleh potong rambut padahal udah gerah banget rambut panjang gini. Tapi om gak suka kalau tante potong yaudah nurut aja."
Tante juga bilang bahwa masih banyak permasalahan berat lainnya yang perlu kita hadapi dan kita pikirkan solusinya di zaman yang kian edan ini. Banyak masalah umat yang perlu diselesaikan. Kata tante, hal-hal remeh kayak gini mending udah dituruti aja deh kemauannya suami.
Meskipun memang nggak bisa menyamaratakan yang bagi kita sepele, bagi orang lain mungkin nggak sepele.
Hanya saja tante memilih untuk mengikuti apa yang suaminya inginkan tanpa meributkannya. Toh hanya perkara rambut, sepele bagi dirinya. Tante lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurus umat.
Kembali lagi dengan yang terjadi dalam pernikahan saya, patut banyak-banyak syukur bagaimana pun uniknya pernikahan kita sendiri.
Adapun saya haturkan terima kasih sepenuh hati kepada suami saya yang telah mempercayakan banyak hal pada saya; rumah, keuangan, masakan, pakaian, hingga keputusan-keputusan rumit dalam kehidupan. Ia selalu melibatkan saya dan semoga selalu demikian.
Sekali lagi, pernikahan itu unik. Mau suami ataupun istri, sama-sama bertugas mengingatkan. Suami memang perlu mendidik istrinya, tetapi ketika suami salah, istri perlu juga untuk mengingatkannya.
Kenali bagaimana ego pasangan kita, kenali cara terbaik menyampaikan maksud kita padanya, kenali cara berdiskusi yang ia sukai.
Suami ataupun istri sama-sama berperan saling mengingatkan dalam kebaikan sebagaimana tugas kita kepada sesama muslim.
Catatan ini terlebih dahulu saya tujukan kepada diri saya sendiri.
_
Masih di Jatinangor, 8 Juni 2023
269 notes · View notes
kaktus-tajam · 5 months
Text
List Kegagalanku di Tahun 2023
Di luar arus umumnya, aku ingin berbagi kegagalan apa saja yang ditakdirkan di tahun 2023. Hehe. Panjang.
Januari
Tentunya skenario mengawali tahun baru dengan sakit.. tidak pernah ada dalam bayanganku.
Bukan. Bukan karena harus dirawat inap selama 6 hari dengan 3 dokter spesialis, sampai harus izin ganti jaga IGD karena masih berstatus dokter internsip. Bukan karena diagnosisnya cukup langka jadi ragam tes harus dilakukan. Bukan.
Agaknya aku lebih ingin menggarisbawahi bahwa 6 hari itu mengubah persepsiku tentang 24 tahun hidupku.
Dan kegagalan pertamaku adalah sempat menyalahkan diri, bahkan.. sempat mempertanyakan Allah: kenapa aku?
Sikap kontraproduktif.
Ternyata manusia memang tempatnya mengeluh, tempatnya ketidaktahuan ya.
Siapa sangka, sakitku itu justru membawa banyak keberkahan di kemudian hari. Membuka pintu-pintu unik yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Februari
Kegagalan keduaku adalah gagal mengkomunikasikan dengan baik terkait pekerjaanku sebagai asisten penelitian.
Akhirnya aku memutuskan resign dari pekerjaan sampinganku untuk fokus ke internsip dan pemulihan sakit. Di momen ini aku malu, karena rasanya gagal membina hubungan baik dengan dosen. Gagal pula manajemen diri dan waktu dengan baik. Sampai bertanya-tanya, kok bisa ya saat S1 dan koass kuat? Apa tidak pernah diuji sedemikian fisikku dan mentalku?
Tapi justru di titik ini aku belajar, suatu pelajaran penting. Ingatkah kisah tentang contoh mastatha’tum seorang syaikh, yang berlari sampai pingsan?
Di sini Allah sedang mengingatkan pertanyaanku ke seorang ustadz 2018 silam: bagaimana kita mengetahui batas kita dalam mastatha’tum ustadz?
Maret
Aku gagal menyelesaikan amanahku di komunitas yang kuikuti dengan baik. Adabku nampaknya perlu ditilik kembali.
Aku tidak bisa ikut rihlah dan menyelesaikan tugas akhirku di kelas tersebut. Pasalnya, setelah ke beberapa dokter di Indonesia, akhirnya orang tua membawaku ke Singapura untuk check up. Dan seperti cerita-cerita yang sering viral di sosial media, dokter di sana berbeda pendapat dengan dokter di Indonesia.
Aku dinyatakan berstatus “saat ini Anda sehat, tapi perlu pengawasan.” Suatu diagnosis abu-abu. Tidak dapat tegak, tapi juga tidak dapat dieksklusi. Menarik.
Siapa sangka, sebagai dokter aku justru jadi pelaku health tourism sebagai pasien? Ayah dan ibu berkata: kelak perjalanan ini pasti akan bermanfaat bagi kamu. Aamiin.
Oh ya di sisi lain, aku merasa gagal juga membuat orang tuaku bangga. Jadi sedih karena merepotkan. Terharu karena melihat sedemikian khawatirnya mereka.
April
Ternyata dalam bab ber-Qur’an pun, aku gagal mencapai target. Aku tertinggal jauh.
Kebanyakan alasan. Kebanyakan bermalas-malasan. Jaga lah, capek lah, badan sakit lah.
Tapi Allah kasih rezeki berupa Ramadhan. Dan Allah karuniakan rasa di hati: bagaimana kalau ini Ramadhan terakhirku? Itikaf terakhirku?
Rasa yang membuat bulan mulia itu begitu sulit dilepas. Alhamdulillah. Semoga kita tidak termasuk dari mereka yang mahjura terhadap Al-Qur’an.
Di kegagalan ini aku belajar tentang adab izin ke Allah: bahwa keikhlasan pun perlu diminta, keistiqomahan pun perlu diminta.. dan ternyata Qur’an memang jadi obat terbaik untuk sakitku.
Mungkin memang sebenarnya jiwaku ini yang banyak penyakitnya, ya.
Mei
Laju hidupku berubah ketika internsip periode rumah sakit selesai dan beralih ke puskesmas. Layaknya testimoni teman-teman, periode puskesmas akan lebih luang dan tidak melelahkan (dan membuat naik berat badan).
Tapi aku gagal menaikkan berat badan. Haha (naik sih, tapi turun lagi)
Memang tiga hari setelah pindah stase dari RS aku tidak nafsu makan. Aku hanya banyak menangis dan mencoba alihkan pikiran dengan game kucing. Haha.
Kenapa? Aku merasa gagal manajemen code blue dengan baik, di jaga malam terakhirku. Aku kehilangan seorang pasienku. Innalillahi wa inna ilaihi raajiun. Kepergiannya, kelak menjadi kebaikan bagiku (dan untuk almarhum lah, aku dedikasikan sertifikat ACLS-ku). Terima kasih Pak, semoga Allah lapangkan kuburmu. Al fatihah.
Juni
Lagi-lagi gagal untuk mengelola stress. Haha. Di bulan Juni aku mendaftar tes TOEFL iBT. Setelah memantapkan hati mendaftar LPDP. Tentunya belajarnya H-10 karena mepet. Akhirnya gejala sakit kemarin muncul lagi. Duh, Hab.
Sedih juga, karena gagal mendapat nilai yang kutargetkan, kurang 4 poin.
Tapi alhamdulillah, memenuhi syarat. Walau ujian sambil merasakan macam-macam gejala efek samping obat.
Juli
Gagal mengumpulkan berkas LPDP sebelum deadline.
Terbukti benar kata Ibu, perjalanan sakitku dari Januari membawa hikmah. Itulah yang menjadi kisah latar belakang di esai kontribusi, yang seakan Allah tunjukkan: ini nih my calling.
Tapi aku mengulur waktu, dan akhirnya baru mengumpulkan berkas di beberapa jam sebelum tenggat. Di mobil. Saat aku perjalanan dari Jakarta ke Jogja. Haha. Terbayang betapa tingginya adrenalin malam itu.
Agustus
Gagal juara 1 di lomba yang kuikuti.
Sakitku.. selain menghantarkanku untuk daftar S2 (ketimbang langsung PPDS/ kerja), juga menghantarkanku untuk mencoba banyak hal untuk menambah pengalaman di CV untuk persyaratan S2.
Termasuk ingin ikut berbagai mentorship dan lomba. Aku gagal daftar mentorship dan training Cochrane. Tapi aku akhirnya memberanikan diri mengikuti MIT Hacking Medicine di Bali.
Alhamdulillah, walau gagal juara 1, mendapat juara 3 dan mendapat pengalaman yang jauh lebih berharga dari piala itu sendiri. Oh ya dan mendapat teman-teman internasional juga.
September
Gagal rasanya ketika sempat ditegur konsulen karena scientific poster ku perlu berulang kali revisi.
Pengalaman pertama mengirimkan case report
Lalu kelelahan setelah lomba. Dan akhirnya September penuh dengan bolak-balik check up kembali.
Aku pun gagal manajemen emosi ketika harus sulit mengurus rujukan ke RS dan mengorbankan banyak hal.. lalu ketika di sana.. diperlakukan kurang sesuai ekspektasi oleh dokter.
Ternyata kekecewaan itu menjadi pengingat terbaik: oh ya, kalau jadi dokter, jangan seperti ini ke pasien.
Oktober
Gagal pakai software asli non-bajakan untuk mini project di Puskesmas. Huhu.
Ketika mini project, aku berkali-kali gagal menganalisis data. Bahkan beberapa jam menjelang presentasi, aku baru menyadari kesalahan krusial yang membuatku mengulang seluruh pekerjaanku haha. Panik.
Akhirnya aku refleksi dan istighfar, mungkin ini akibat SPSS bajakan. Jadi tidak berkah. Teringat peristiwa serupa saat skripsi, akhirnya menggunakan free trial (yang legal) baru berhasil.
November
Gagal menulis rutin di Tumblr. Gagal mengajar Quranic Arabic sampai tuntas.
Nampaknya bulan November merupakan bulan yang butuh ruhiyah yang lebih kuat. Segala persiapan S2, perpisahan, pindah kembali ke Jakarta setelah internsip, adaptasi hidup bersama orang tua lagi..
Dan aku rasa futur iman-ku, terbukti dari writer’s block yang cukup lama. Pun semangat mengajar juga redup. Meng-sedihkan diri ini.
Oh ya tapi ternyata tentang kegagalanku di Maret.. Allah masih menurunkan rahmat-Nya dan mengizinkan aku ikut kembali komunitas tersebut kembali. Menebus kesalahanku yang lalu. Ya Allah. Alhamdulillah. Semoga diridhai Allah dan guru-guru kami.
Desember
Dan kurasa kegagalan terbesarku adalah sempat merasa kehilangan arah. Kehilangan diri yang dulu.
Aku ingat ketika pertama kali dengar diagnosisku, duniaku seperti dalam kondisi pause. Aku takut bercita-cita. Aku takut menulis mimpiku lagi. Aku takut membuat rencana.
Di akhir tahun ini, akhirnya aku beranikan diri menulis kembali: cita-cita, rencana, dan mimpi. Dan yang utama, cita-cita bersama Al-Qur’an.
Guru kami berkata: untuk Al-Qur’an, jangan pernah takut bermimpi
Maka aku coba kembali, tertatih-tatih sekali pun. Dan ternyata dengan memberanikan diri merapikan rencana ziyadah, murajaah, tilawah, tadabbur.. menghidupkan kembali semangat diri untuk cita-cita yang lain.
Allahummarhamna bil Qur’an..
..Sepertinya masih banyak. Kegagalan-kegagalanku.
Tapi dengan segala kegagalan, aku bersyukur Ditipkan pelajaran bersamanya.
Dan bukankah itu kesuksesan? Ketika segala tinggi dan rendahmu, menghantar kepada syukur dan sabar ke Allah.
Semoga dimampukan ya, Hab.
Selamat mensyukuri “kegagalan”, semoga Allah takdirkan setelah dosa ada taubat, setelah kegagalan ada pelajaran.
-h.a.
Kalau kamu juga berbagi kegagalanmu, sertakan #perjalanankegagalan ya, siapa tau kita saling menemukan bahwa kita semua memang hanya manusia biasa
80 notes · View notes
kkiakia · 6 months
Text
Tumblr media
Pict and quote by instagram @_soulverses
Tuhan akan menghargai hamba-Nya yang berani mencintai kenyataan, sepahit apa pun. Karena kenyataan sepahit apa pun adalah pemberian-Nya. (Dalam buku I'm Sarahza hal 335)
Saat usia dewasa tiba, ternyata "menerima kenyataan, lalu mencintai kenyataan" tidak semudah itu. Sebab kenyataan yang menghadang tidak selalu sesuai keinginan dan harapan kita, bayangkan saja, bagaimana harus "menerima atau mencintai apa yang tidak kita inginkan dari sebuah garis takdir? Bagaimana berlapang dada menapaki suatu jalan yang tidak kita senangi untuk di jalani namun tak bisa kita hindari sama sekali?" Sehingga kita perlu belajar untuk menerimanya, perlu berdamai dengan ego dan titik sukarnya serta perlu berbaiksangka pada-Nya.
Setiap detik, iman kita diuji oleh-Nya dari berbagai arah yang seringkali membuat kita merasa tidak sanggup jika berada di posisi itu. Tapi Tuhan, dengan segenap kuasa dan kemurahan-Nya selalu memberikan kemampuan bagi diri untuk melalui segala kesukaran.
Alhamdulillah jalan keluar dari-Nya delalu ada atas berbagai masalah yang sudah-sudah. Allah selalu kuatkan pula diri ini melalui berbagai cara yang sukar dipahami, sehingga diri ini mampu melewati ujian yang sudah-sudah. Maka, meskipun ujian dan perjalanan kali ini sukar, pasti akan Allah tolong dan kuatkan untuk lalui.
Memang kita tidak bisa memaksa apapun agar serta merta indah pada waktunya, jika memang belum saatnya. Sebab jika akan dipaksa, hanya akan melukai jiwa ketika belum terwujud kehendak itu. Maka mari menunggu saja dengan sabar dan jalani saat ini apa adanya dengan ikhlas dan terus bersyukur pada-Nya. Bismillah, semoga berkah.... aamiin ya Rabb
Rumah, 3 Desember 2023 16.24 wita
113 notes · View notes
ayukarima · 1 year
Text
Jalan Yang Jauh, Jangan Lupa Pulang
Tumblr media
“Bagaimana mungkin kamu bisa membuat seseorang menemukan rumahnya, sementara dirimu masih tertatih-tatih mencari jalan pulang?", gumam-mu.
Rumah yang kamu maksud berdefinisi lebih luas. Bukan yang sekedar berbentuk bangunan maupun tanah, kan?
Tempat dimana kamu bisa merasa aman dan nyaman untuk menumpahkan segala rasa dan kejadian yang tengah menerpa.
Tenang, ada yang siap siaga menjadi telinga untuk mendengarkan ceritamu yang meluap-luap. Menyediakan pundak untukmu rehat setelah menyelesaikan senja yang penuh dengan kepenatan.
Barangkali aku mampu menjadi salah satunya? Tentu tanpa penghakiman, tanpa menempeli label hitam. Kamu—diterima seutuhnya, seapa-adanya.
Aku mencoba menelusuri isi kepalamu lewat lagu-lagu yang kamu dengarkan saat tengah malam. Lewat tulisan-tulisan manis yang kamu bagikan melalui sosial mediamu. Foto anak kecil yang kamu potret secara diam-diam. Gurat awan dan gelombang laut yang kamu simpan gambarnya dengan senang.
Melalui waktu yang tak pernah kamu ketahui, aku membaca dirimu dari dekat, dari jauh. Mendapati dirimu tangguh dan rapuh disatu waktu. Bertahan di kota asing yang berisik. Kamu menjelma menjadi sosok yang kuat dan tahan banting. Tapi, disatu waktu yang utuh, aku juga menemukan dirimu tanpa atribut kekuatan yang biasa kamu gemakan.
Kamu yang terbiasa hidup dalam guncangan dan segala ketidakpastian, kini telah menemukan satu rumah yang ramah, kamu merawat dengan hati yang penuh sampai hari ini. Ia hidup dan tumbuh dengan baik, sama sepertimu.
01 April 2023 II 00.20
206 notes · View notes
kurniawangunadi · 1 year
Text
Tidak Siap
Hal yang sampai saat ini, saya tidak siap adalah kehilangan orang tua. Beberapa kali mendengar kabar meninggalnya orang tua orang lain, tapi sungguh, saya belum bisa benar-benar memahami tentang seperti apa rasanya. Sampai saya saat ini, melihat orang tua yang semakin menua, aku semakin takut. 
Tak ingin kehilangan sorot matanya, sentuhannya, warna suaranya yang mengisi rumah dan selalu menanyai kabarku yang setiap hari menelpon. Tak ingin kehilangan hangatnya rumah saat pulang, masakan yang rasanya selalu menyembuhkan rasa sakit. Tak ingin kehilangan doa-doanya yang membuat rumitnya dunia ini menjadi bisa kuurai, bisa kuhadapi. 
Apa rasanya kehilangan mereka?  Dan aku tidak siap, meski kenyataannya suatu hari itu akan terjadi. Bagaimana aku bisa siap? 
352 notes · View notes
khoridohidayat · 1 year
Text
“Kemudian, apa alasamu untuk menikahi anak putriku Nak?”
Tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari laki-laki paruh baya yang berada didepanku. Disampingnya, duduk seorang gadis teduh berdandan sederhana, ditemani oleh ibunya yang juga berpakaian rapi ketika itu.
Aku yang sudah sedari tadi berbicara panjang lebar basa basi dengan dua orang paruh baya ini mulai memutar otak untuk menjawab pertanyaan ini dengan baik, tertata dan mengena.
Aku menegakkan punggungku, menghirup nafas dengan rileks, dan merapikan sedikit bajuku yang sudah cukup lusuh karena tebaran angin sore itu.
Disituasi itu, apa yang harus aku lakukan? Kamu sebagai pembaca, apa hal yang bakal kamu lakukan jika kamu berada disituasi itu? Kalau aku, mungkin, aku akan cukup bingung menjawabnya.
Karena, kadang, apa yang kita lakukan sering kali tanpa alasan. Tentang makanan yang kita makan, apakah kita betul memikirkan nutrisinya? Tentang kebiasaan scrolling social media yang kita lakukan setiap hari, apakah kita membatasinya? Tentang mengerjakan tugas sekarang atau nanti, apakah kita memang sudah menghitungnya betul-betul? Sepertinya banyak hal didalam hidup kita yang dilakukan secara otomatis, tanpa sadar.
Tapi untuk ini, aku tak bisa melakukan secara otomatis, aku harus mempunyai alasan. Tapi apa. Aku masih mencarinya.
Aku berhenti sejenak, menghidup nafas cukup dalam dan melepaskannya dengan perlahan. Pikiranku menelusuri ruang perasaan didalam hati, berharap aku bisa menemukan jawaban itu. Aku menyelam kedalam diriku dengan serius, ada hal yang harus aku jawab. Ada seseorang yang membutuhkan jawabannya. Kenapa ya aku memilih dia? Apakah karena cantik? Sepertinya bukan itu poin utamanya. Apakah karena dia pendengar? Iya memang, tapi hatiku berkata bahwa aku mempunyai alasan yang lebih tinggi daripada itu. Apakah karena pekerjaannya? Sebentar-sebentar, sepertinya aku tahu. Oke, aku menemukan alasannya!
“Saya ingin menyelamatkan diriku dan anak keturunanku, Ayah.” Kataku
Sejenak ruangan tamu rumah ini menjadi hening. Suara detikan jam dinding terdengar lebih keras dari sebelumnya. Suara angin dari sebuah kipas di pojok ruangan juga menjadi terdengar lebih kencang. Waktu seperti berhenti ketika itu. Dan nampaknya perempuan itu juga tidak paham dengan apa yang baru saja aku sampaikan.
“Aku kurang paham dengan jawabanmu, bisa tolong jelaskan lebih lanjut?” Kata pria paruh baya itu
Baik, aku menghela nafas lebih dalam, mengatur intonasi dan ritme paragraf-paragraf panjang yang akan aku keluarkan. Tak lupa, aku juga membaca doa untuk memperlancar lisanku, yaitu doa yang sama ketika Nabi Musa diperintah oleh Allah untuk menghadap penguasa Mesir ketika itu .
“Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii.”
Paragraf pertama aku buka dengan sebuah teori psikologi
Jadi maksud saya seperti ini, Ayah. Saya selalu percaya, bahwa baik buruknya seseorang sangat bergantung pada lingkungannya. Orang akan menjadi baik jika dia berkumpul dengan orang baik. Dan juga sebaliknya, orang akan menjadi “jahat” jika dia berkumpul dengan orang yang kurang baik. Iman juga seperti itu. Bahkan Rasulullah pun pernah bersabda, bahwa hati manusia itu sangat lemah. Dia harus terus diikat dengan pertemanan yang baik.
Saat ini, dunia sudah tidak seaman dahulu. Banyak orang menganggap bahwa berpacaran adalah hal yang lumrah. Menonton tayangan tidak senonoh juga sepertinya sudah menjadi bagian hidup bagi beberapa orang diluar sana. Bahkan, beberapa waktu yang lalu, banyak anak SMP dan SMA di suatu kabupaten mengajukan pernikahan dini. Bukan karena memang sudah siap menikah, tetapi mereka telah hamil diluar nikah.
Kejadian seperti ini yang membuat saya takut. Bagaimana jika anak saya juga seperti itu. Bagaimana jika pada suatu saat nanti anak saya merengek untuk pergi satu malam bersama pacarnya. Apa jadinya jika dia pergi bersama pacarnya kemudian dengan rela pahanya dipegang-pegang oleh pacarnya dan dia tidak merasa risih sedikitpun. Mungkin terlihat klise, tapi saya benar-benar pernah melihatnya di jalan, dengan kedua mata kepala saya.
Disisi lain, orangtua juga tak kalah berzinanya. Ada isteri yang selingkuh dengan rekan sekantornya karena dia lebih mendengarkan dan menerima apa adanya daripada suaminya. Ada juga suami yang mempunyai hubungan asmara lain dengan asistennya, yang lebih muda, yang lebih cantik, dan yang lebih sering bertemu dikantornya. Bahkan ada juga orang yang sampai sengaja check in di hotel bersama teman sekantor atau asistennya untuk melakukan hubungan haram itu.
Saya takut jika itu akan terjadi di keluarga saya. Saya boleh menerima cobaan apapun, asal jangan cobaan dalam keluarga dan agama. Karena konon itu adalah cobaan yang paling berat di dunia dan jarang ada orang yang bisa melewatinya dengan baik.
Oleh karena itu, saya harus memilih pasangan yang salihah. Orang yang telah menjaga dirinya. Perempuan yang juga telah berkomitmen lama untuk menjaga hawa nafsunya dengan tidak bermesraan dengan seseorang jika belum sah. Dan, aku melihat, bahwa puteri bapak adalah muslimah yang taat.
Saya pernah mendengar dari sahabatnya bahwa dia selalu shalat hajat sebelum tidur, menjaga shalat tahajjudnya seperti dia menjaga barang yang dicintainya, bahkan sahabatnya juga pernah melihat dia tak sengaja tertidur diatas sajadahnya dengan memeluk mushafnya akibat lelah menuntaskan target bacaan hariannya.
Saya mempercayakan hidupku untuk dilengkapi oleh dia.
Saya sangat selektif dalam memilih teman, maka saya juga berhak selektif dalam memilih pasangan.
Orang yang membeli sepatu mungkin hanya menyesal satu atau dua minggu ketika dia memilih barang yang salah. Orang hanya akan kesal selama satu atau dua tahun jika salah memilih pekerjaan. Tapi, soal pasangan, akan seberapa menyesal jika orang telah salah memilih pasangan?
Saya ingin menyelamatkan diri dari lingkungan yang tidak sehat. Saya ingin menyelamatkan anak dan isteriku dari zina yang telah dihiasi sedemikian rupa. Aku, juga ingin memilihkan ibu yang cerdas dan salihah untuk anakku nanti. Itulah satu alasanku untuk memilih dia sebagai pasangan saya.
Satu paragraf gagasanku telah terucap dengan lancar. Aku melihat orang tuanya mengangguk-angguk setuju dengan jawabanku. Hope it will be. Aku menghela nafas sejenak, menyadari ternyata keren juga ya aku bisa mempunyai gagasan yang kuat seperti itu. Ternyata berdebat di kelas tentang teori psikologi ketika S1 ada gunanya juga hari ini.
173 notes · View notes