Tumgik
#attawwab
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Menyekutukan Alloh" Ibadah / Sujud / Minta Selain Alloh #Dakwah #Islam
Tumblr media
Yang dimaksud dosa besar (al-kabair) adalah setiap dosa yang diancam neraka, terkena laknat, dimurkai, atau dikenai siksa. Hal ini disebutkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. (Tafsir Ath-Thabari, 5:59) Keutamaan Menjauhi Dosa Besar Disebutkan dalam dua ayat berikut, إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisa’: 31) الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ ۚإِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ “(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabbmu maha luas ampunan-Nya.” (QS. An-Najm: 32). Al-lamam yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah dosa-dosa kecil. Berarti dosa kecil dapat terhapus di antaranya karena menjauhi dosa-dosa besar. Pengertian al-lamam lainnya adalah dosa yang telah diperbuat seseorang baik dosa besar maupun dosa kecil lalu ia bertaubat darinya. (Lihat At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Juz’u Adz-Dzariyat, hlm. 188. Juga lihat Ad-Durr Al-Mantsur fi At-Tafsir bi Al-Ma’tsur, 14:36-41) Jauhilah Tujuh Dosa Besar! عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan (al-muubiqaat).” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa yang membinasakan tersebut?” Beliau bersabda, “(1) Syirik kepada Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang haram untuk dibunuh kecuali jika lewat jalan yang benar, (4) makan riba, (5) makan harta anak yatim, (6) lari dari medan perang, (7) qadzaf (menuduh wanita mukminah yang baik-baik dengan tuduhan zina).” (HR. Bukhari, no. 2766 dan Muslim, no. 89) Dosa Besar #01: Berbuat Syirik Imam Adz-Dzahabi mengatakan dalam kitabnya Al-Kabair: Syirik adalah Anda menjadikan suatu tandingan (sekutu) bagi Allah, padahal Dia-lah yang menciptakan Anda, dan Anda menyembah selain-Nya berupa batu, pohon, bulan, nabi, syaikh, jin, bintang, malaikat, atau semacam itu. Allah Ta’ala berfirman, إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48). إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖوَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah: 72) إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ “Sesungguhnya mempersukutkan Allah (syirik) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13) Dan ayat-ayat mengenai dosa besar ini amatlah banyak. Karena itu barangsiapa yang menyekutukan Allah, kemudian dia mati dalam keadaan sebagai seorang musyrik, maka dia termasuk penduduk neraka, secara qath’i (tidak bisa dibantah). Sebagaimana halanya orang yang beriman kepada Allah, lalu mati dalam keadaan sebagai seorang mukmin, maka dia termasuk penduduk surga, sekalipun dia (mungkin akan terlebih dahulu) diazab di neraka (karena dosa
-dosa selain syirik yang pernah dilakukannya). Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa besar yang paling besar, yaitu syirik kepada Allah.” Al-Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan.” Lalu beliau menyebutkan di antaranya adalah syirik. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad), maka bunuhlah dia.” Hadits ini shahih. Dosa Syirik yang Dibawa Mati Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya berkata, “Allah Ta’ala tidak akan mengampuni dosa syirik yaitu ketika seorang hamba bertemu Allah dalam keadaan berbuat syirik.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, terbitan Dar Ibnul Jauzi, 3:129). Maksud ayat ini kata Ibnul Jauzi yaitu Allah tidak akan mengampuni pelaku syirik (musyrik) yang ia mati dalam kesyirikan (Lihat Zaad Al-Masiir, 2:103). Syirik Besar dan Syirik Kecil Para ulama biasa membagi syirik menjadi dua macam yaitu syirik besar (syirik akbar) dan syirik kecil (syirik ashgar). Syirik akbar adalah mengambil tandingan selain Allah dan menyamakannya dengan Rabbul ‘alamin. Sedangkan syirik ashgar adalah yang disebut syirik dalam dalil namun tidak sampai derajat syirik akbar atau disebut oleh para ulama sebagai perantara menuju syirik akbar. Contoh syirik besar: bernazar kepada selain Allah, thawaf keliling kubur, dan berdoa meminta pada penghuni kubur, berdoa pada orang yang sudah mati, mencintai selain Allah sebagaimana kecintaannya pada Allah, meminta perlindungan (isti’adzah) pada selain Allah, menjadikan perantara selain Allah antara dirinya dengan Allah dan bertawakal padanya. Contoh syirik kecil: bersumpah dengan selain Allah, mengangungkan makhluk yang tidak sampai derajat ibadah, memakai jimat yang meyakini dapat mencegah ‘ain (pandangan hasad), shalat menghadap kiblat untuk Allah namun menganggap lebih afdhal jika dilakukan di sisi kubur. Perbedaan syirik besar dan syirik kecil: Syirik besar membuat pelakunya keluar dari Islam dan kekal dalam neraka, sedangkan syirik kecil tidak demikian. Syirik besar menghapuskan seluruh amalan, sedangkan syirik kecil hanya menghapus amalan yang terdapat syirik saja. Syirik besar tidaklah dimaafkan kecuali dengan taubat, sedangkan syirik kecil berada dalam masyi-ah Allah atau kehendak Allah yaitu jika dikehendaki, Allah bisa mengampuni dan jika tidak, Allah akan menyiksanya. Orang Musyrik Pun Rajin Ibadah, Namun Mereka Menduakan Allah dalam Ibadah Dalil pertama: عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ كَانَ الْمُشْرِكُونَ يَقُولُونَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ – قَالَ – فَيَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَيْلَكُمْ قَدْ قَدْ ». فَيَقُولُونَ إِلاَّ شَرِيكًا هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ. يَقُولُونَ هَذَا وَهُمْ يَطُوفُونَ بِالْبَيْتِ. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, dulu orang-orang musyrik mengatakan, “LABBAIK LAA SYARIIKA LAK (Aku memenuhi panggilan-Mu wahai Dzat yang tiada sekutu bagi-Mu).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah kalian, cukuplah ucapan itu dan jangan diteruskan.” Tetapi mereka meneruskan ucapan mereka; ILLAA SYARIIKAN HUWA LAK TAMLIKUHU WAMAA MALAK (kecuali sekutu bagi-Mu yang memang Kau kuasai dan ia tidak menguasai).” Mereka mengatakan ini ketika mereka berthawaf di Baitullah. (HR. Muslim, no. 1185). Dalil kedua: عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa pada hari ‘Asyura’, orang Quraisy melakukan puasa di masa Jahiliyyah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukannya dan memerintahkan untuk melakukannya. Ketika Ramadhan
diwajibkan, puasa ‘Asyura ditinggalkan. Siapa yang mau berpuasa, dipersilakan berpuasa. Siapa yang mau, boleh tidak berpuasa. (HR. Bukhari, no. 2002 dan Muslim, no. 1125). Dalil ketiga: عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ – رضى الله عنه – نَذَرَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ يَعْتَكِفَ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ – قَالَ أُرَاهُ قَالَ – لَيْلَةً قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَوْفِ بِنَذْرِكَ» Dari Ibnu ‘Umar bahwasanya ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bernazar di masa jahiliyyah untuk beriktikaf di Masjidil Haram, seperti dikatakan bahwa itu malam hari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan, “Tunaikanlah nazarmu.” (HR. Bukhari, no. 2043 dan Muslim, no. 1656). Semoga bermanfaat, moga Allah memberi taufik dan hidayah. — Disusun oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc. Artikel Rumaysho.Com Sumber https://rumaysho.com/19368-dosa-besar-01-berbuat-syirik-kepada-allah.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
with-her-qalam · 7 years
Text
التواب
Never underestimate your turning to Him.
1 note · View note
aagymapps-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Membunuh Orang" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Quran Surat Al-Isra Ayat 33 وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۗ وَمَن قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِۦ سُلْطَٰنًا فَلَا يُسْرِف فِّى ٱلْقَتْلِ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ مَنصُورًا Arab-Latin: Wa lā taqtulun-nafsallatī ḥarramallāhu illā bil-ḥaqq, wa mang qutila maẓlụman fa qad ja'alnā liwaliyyihī sulṭānan fa lā yusrif fil-qatl, innahụ kāna manṣụrā Terjemah Arti: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. Tafsir Quran Surat Al-Isra Ayat 33 Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan untuk dibunuh kecuali dengan alasan syar’I, seperti melalui qishah atau merajam pezina yang telah menikah atau membunuh orang murtad. Dan barangsiapa dibunuh tanpa alasan yang kuat, maka Kami telah jadikan bagi walinya, baik ahli warisnya atau penguasa untuk menuntut hukum bunuh terhadap pelaku atau menuntut pembayaran diyat. Dan tidak boleh bagi ahli waris korban untuk melampaui batas ketentuan Allah dalam melakukan qishos seperti membunuh dua orang atau kebih hanya gara-gara membunuh satu orang atau tindakan memutilasi sipembunuh. Sesungguhnya Allah menjadi penolong bagi wali korban pembunuhan untuk menghadapi pembunuh hingga mampu membunuhnya melalui hukum qishash. 📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 33. Dan janganlah kalian membunuh orang yang diharamkan jiwanya oleh Allah, baik karena keimanannya atau adanya perjanjian damai dengannya, kecuali jika ia memang berhak dibunuh karena murtad, berzina setelah menikah, atau karena kisas. Barangsiapa dibunuh secara zalim tanpa ada alasan yang membolehkan pembunuhannya, maka Kami memberikan kuasa pada wali dari kalangan ahli warisnya atas pembunuhnya, ia boleh menuntut untuk kisas terhadap si pembunuh tersebut, memberinya maaf tanpa ada tebusan apapun, atau memberinya maaf dengan mensyaratkan tebusan diyat. Dan ia tidak boleh melampaui batasan yang dibolehkan oleh Allah seperti memutilasi tubuh pembunuh, membunuhnya dengan cara yang tidak benar, atau membunuh orang yang bukan pembunuhnya, karena sesungguhnya sang wali tersebut adalah orang yang mendapat dukungan dan pertolongan. 📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 33. Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan untuk dibunuh, tanpa alasan yang sesuai syariat seperti orang yang murtad, orang yang membunuh dengan sengaja, dan orang berzina yang telah menikah. Dan barangsiapa yang dibunuh secara zalim tanpa alasan yang dibolehkan syariat, maka Kami telah memberi kewenangan bagian ahli warisnya yang paling dekat untuk menegakkan qishash terhadap si pembunuh dengan pengawasan hakim, atau mengambil harta diyat, atau juga dengan mengampuni si pembunuh tersebut. Maka janganlah kalian melanggar syariat ini dengan membunuh selain pelaku pembunuhan itu atau dengan melakukan qishash dengan cara mutilasi. Sungguh wali orang yang terbunuh telah mendapat pertolongan dengan hukum-hukum yang adil ini. 📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah 33. وَلَا تَقْتُلُوا۟ النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ اللهُ (Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah) Yakni jiwa yang Allah lindungi dengan perlindungan agama atau perjanjian. إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ (melainkan dengan suatu (alasan) yang benar) Yakni sesuatu yang menjadikan dibolehkannya pembunuhan terhadap seseorang seperti kemurtadan, perbuatan zina yang dilakukan orang yang telah menikah, dan qishash atas orang yang membunuh dengan sengaja dan tidak memiliki hak untuk membunuh. وَمَن قُتِلَ مَظْلُومًا (Dan
barangsiapa dibunuh secara zalim) Yakni tidak disebabkan hal-hal dibolehkannya pembunuhan secara syariat. فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِۦ(maka sesungguhnya Kami telah memberi kepada ahli warisnya) Yakni ahli waris yang menjadi wali dalam urusannya. سُلْطٰنًا(kekuasaan) Makna (السلطان) yakni kekuasaan atas si pembunuh, ia boleh membunuh atau memaafkan pembunuh tersebut, atau meminta diyat kepadanya. فَلَا يُسْرِف فِّى الْقَتْلِ ۖ (tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh) Yakni maka janganlah memotong-motong (mutilasi) tubuh pembunuh atau mengazabnya, atau membunuh orang yang tidak membunuh keluarganya itu. إِنَّهُۥ كَانَ مَنصُورًا(Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan) Yakni wali terbunuh tersebut mendapat pertolongan dan bantuan. Sebab Allah memerintahkan para penguasa untuk menolong wali terbunuh agar dapat mengambil haknya secara sempurna. 📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah 33. Dan janganlah kalian jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk menyakitinya karena melindungi agama atau suatu janji kecuali pembunuhan yang dibenarkan, seperti menentang agama, zinah muhson, hukum qishash bagi pembunuh berencana dan pembunuh yang melakukan pembunuhan tidak sesuai syariat. Dan sungguh Kami telah memberikan kewenangan bagi ahli waris terdekat orang yang dibunuh atas orang yang membunuh, yaitu Jika berkehendak dia meminta agar pembunuh tersebut dibunuh sesuai keadilan dan ketentuan hakim atau dimaafkan atau meminta uang tebusan. Lalu sebaiknya ahli waris itu tidak melebihi batas yang telah disyariatkan dengan membunuh orang selain pembunuh tersebut atau membunuh banyak orang atau menganiaya dan menyiksa pembunuh tersebut. Sesungguhnya dia atau ahli waris itu didukung dan diberi bantuan dari Allah dan hakim dengan memberikannya pilihan untuk memberikan hukuman qishash yang adil 📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah 33. Ini mencakup setiap jiwa yang Allah haramkan untuk membunuhnya, baik berupa anak kecil maupun orang dewasa, pria maupun wanita, orang merdeka ataupun budak belian, baik Muslim maupun kafir yang memiliki perjanjian “kecuali dengan suatu (alasan) yang benar,” seperti orang yang membunuh jiwa lain (tanpa alasan benar), orang yang berbuat zina yang telah menikah, orang yang meninggalkan agama dan berpisah dari jamaah kaum Muslimin (murtad), serta penjahat saat mellangsungkan kejahatannya, yang tidak bisa diatasi kecuali dengan dibunuh. “Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim,” maksudnya tanpa alasan yang benar, “maka sesungguhnya Kami telah memberi kepada ahli warisnya,” keluarga dan ahli waris yang terdekat dengannya “kekuasaan,” maksudnya alasan kuat untuk menuntut qishash (hukum balas) kepada si pembunuh. Dan Kami juga telah menetapkan kekuasaan berdasarkan takdir baginya untuk melangsungkannya. Hal ini bisa dilakukan tatkala syarat-syarat yang mengharuskan penegakan hukum qishash telah terpenuhi, seperti kesengajaan, permusuhan, dan kesetaraan. “Tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas,” maksudnya walinya (jangan melampaui batas) “dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan,” makna ‘al-israf’ adalah melampaui batas, baik dengan cara memutilasi jasad pembunh, membunuh dengan cara yang berbeda, atau membunuh selain pelaku. Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwasanya pemilik hak qishash adalah wali korban. Maka si pembunuh tidak diqishash kecuali dengan izinnya. Apabila wali korban memaafkan si pembunuh, maka gugurlah hukum qishash. Allah menolong wali korban (untuk menuntut) si pembunuh dan orang yang membantunya, hingga wali korban dapat berkesempatan untuk membunuh si pembunuh. 📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H Makna kata: (لِوَلِيِّهِۦ سُلۡطَٰنٗا) liwaliyyihii sulthaanaa : yaitu memberikan bagi ahli waris yang terbunuh kekuasaan atas pembunuh. (فَلَا
يُسۡرِف فِّي ٱلۡقَتۡلِۖ) falaa yusrif fil qatl : yaitu jangan membunuh yang bukan pembunuhnya. Makna ayat: Firman-Nya ta’ala “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang telah Allah haramkan, kecuali karena kebenaran...” diantara hukum dan wasiat Allah, adalah jangalah kalian—wahai kaum mukminin—membunuh jiwa yang telah Allah haramkan kecuali dengan kebenaran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan alasan bolehnya membunuh jiwa seorang mukmin yaitu satu dari tiga sebab: pembunuhan secara sengaja, zina setelah menikah, dan keluar dari agama Islam. Firman-Nya ta’ala “Dan barang siapa yang dibunuh secara zalim, sungguh Kami telah menjadikan kekuasaan kepada walinya...” dari yang terbunuh secara zalim dengan sengaja, Allah ta’ala telah memberikan kepadanya hak atas si pembunuh, jika walinya berkehendak ia dibunuh, atau membayar diyat, atau ia mengampuninya karena mengharap Wajah Allah. Firman-Nya ta’ala “Maka janganlah berlebihan dalam membunuh, sungguh ia telah mendapatkan pertolongan.” Tidak boleh bagi wali yang terbunuh untuk berlebihan dalam membunuh, yaitu lebih dari satu orang sebagai ganti untuk satu jiwa, atau membunuh perempuan sebagai ganti dari laki-laki, atau membunuh yang bukan pembunuhnya, oleh karena itu Allah ta’ala memberikan hak untuk membunuh pelaku pembunuhan, namun tidak boleh membunuh yang bukan pelakunya, sebagaimana dahulu mereka lakukan pada masa jahiliyah. Pelajaran dari ayat: • Haram membunuh seseorang yang telah Allah ta’ala haramkan jiwanya, kecuali karena kebenaran. Alasan itu adalah; pembunuhan secara sengaja, berzina setelah menikah, kufur setelah beriman. 📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi Mencakup anak kecil, orang dewasa, laki-laki dan wanita, orang merdeka dan budak, orang muslim dan orang kafir yang mengikat perjanjian. Maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash, membunuh orang murtad, rajam kepada pezina yang sudah menikah, dan pemberontak ketika melakukan pemberontakan yang tidak ada cara untuk menghentikannya kecuali harus dibunuh. Yakni dengan tanpa alasan yang benar. Maksud kekuasaan di sini adalah hak ahli waris yang terbunuh atau penguasa untuk menuntut qisas atau menerima diat. Lihat Al Baqarah: 178 dan An Nisaa’: 92. Adapula yang menafsirkan “kekuasaan” di sini dengan hujjah yang jelas untuk mengqishas pembunuh, dan Allah memberikan juga kepadanya kekuasaan secara taqdir. Ayat ini menunjukkan bahwa hak membunuh (qisas) diserahkan kepada wali, oleh karenanya pembunuh tidaklah diqishas kecuali dengan izinnya, dan jika dia memaafkan, maka gugurlah qishas. Dan qishas dilakukan ketika syarat-syaratnya terpenuhi, seperti membunuh dengan sengaja, sekufu’ (sederajat), dsb. Yakni ‘ashabah dan ahli waris yang paling dekat kepadanya. Seperti membunuh yang bukan pembunuh, membunuh menggunakan alat yang berbeda dengan alat yang dipakai si pembunuh, dan membunuh ditambah dengan mencincang. 📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, kecuali dengan suatu alasan yang benar, misalnya atas dasar menjatuhkan hukum qisas. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, bukan karena sebab yang bersifat syariat, maka sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, untuk menuntut kisas atau meminta ganti rugi kepada pembunuhnya, atau memaafkannya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh, yakni dalam menuntut membunuh apalagi melakukan pembunuhan dengan main hakim sendiri. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan dari sisi Allah dengan ketetapan hukum-Nya yang adil. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, yakni mengelolanya atau membelanjakannya kecuali dengan cara yang lebih baik, yang bermanfaat bagi anak yatim itu sampai dia dewasa dan mampu mengelola sendiri hartanya dengan baik, dan penuhilah janji, baik kepada Allah maupun sesama manusia; sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungjawabannya, oleh karena itu janji harus dipenuhi dan ditunaikan dengan sempurna. 📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI Terkait: « Quran Surat Al-Isra Ayat 32 | Quran Surat Al-Isra Ayat 34 » Referensi: https://tafsirweb.com/4637-quran-surat-al-isra-ayat-33.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Sihir" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Quran Surat Thaha Ayat 69 وَأَلْقِ مَا فِى يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوٓا۟ ۖ إِنَّمَا صَنَعُوا۟ كَيْدُ سَٰحِرٍ ۖ وَلَا يُفْلِحُ ٱلسَّاحِرُ حَيْثُ أَتَىٰ Arab-Latin: Wa alqi mā fī yamīnika talqaf mā ṣana'ụ, innamā ṣana'ụ kaidu sāḥir, wa lā yufliḥus-sāḥiru ḥaiṡu atā Terjemah Arti: Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. "Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang". Tafsir Quran Surat Thaha Ayat 69 Lemparkanlah tongkatmu yang ada di tangan kananmu, niscaya akan menelan tali-tali dan tongkat-tongkat mereka. Apa yang mereka perbuat di hadapanmu tiada lain sekedar tipu daya seorang tukang sihir dan ilusi pengaruh sihir semata. Dan tidaklah tukang sihir itu akan menang di mana pun ia berada.” 📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 69. Dan lemparkanlah tongkat yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menjelma menjadi ular besar yang akan menelan sihir yang mereka buat. Apa yang mereka perbuat itu hanyalah tipu daya sihir belaka, dan sungguh para pesihir itu tidak akan mendapatkan kemenangan di manapun berada." 📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 69. وَأَلْقِ مَا فِى يَمِينِكَ (Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu) Yakni tongkat yang dia pegang. تَلْقَفْ مَا صَنَعُوٓا۟ ۖ ( niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat) Yakni menelan semua tali dan tongkat yang menjadi sihir mereka. إِنَّمَا صَنَعُوا۟ كَيْدُ سٰحِرٍ ۖ ( Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir) Yakni mereka hanya membuat khayalan. 📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah 69. Dan lemparkanlah tongkat yang ada di tangan kananmu, seketika tongkat itu menelan dengan kuat dan cepat seluruh sihir yang mereka ciptakan dari tali dan tongkat. Sesungguhnya sihir yang mereka ciptakan itu hanyalah tipu muslihat yang sudah diatur dan tipu daya sihir yang tidak nyata. Dan penyihir itu tidak akan menang dimanapun dia berada dan datang. 📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah 69. “Dan lemparkkanlah apa yang ada di tangan kananmu,” yaitu tongkatmu “niscaya ia akan menelan sesuatu yang mereka buat. Sesungguhnya sesuatu yang mereka buat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tida akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang,” maksudnya tipu daya dan makar mereka tidak membuahkan hasil bagi diri mereka, lagi tidak sukses. Ia sekedar tipu daya dari para tukang sihir yang mengelabui (pandangan) khalayak dan mengaburkan (potret) kebatilan serta mengopinikan bahwa mereka berada di atas kebenaran. 📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H Yakni tongkatnya. Yang hendak mengelabui manusia semata dan membayangkan seakan-akan benar. Dengan membawa sihirnya. Lalu Musa melempar tongkatnya, maka tongkatnya pun berubah menjadi ular dan menelan semua buatan para pesihir. Ketika itu, para pesihir mengetahui dengan yakin, bahwa apa yang dibawa Musa bukanlah sihir, bahkan berasal dari Allah, maka mereka pun segera beriman. 📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, yaitu tongkat yang biasa engkau pakai untuk menggembala kambing, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat, yakni ular-ular yang berasal dari sihir mereka. Ketahuilah, apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir belaka, dan tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang. '70. Setelah melihat ular-ular hasil sihir mereka ditelan oleh ular yang berasal dari tongkat nabi musa, lalu para penyihir itu ditiarapkan oleh rasa takut pada Allah dan kagum pada kehebatan mukjizat nabi musa. Mereka segera
merunduk bersujud kepada tuhan yang maha esa seraya berkata, 'kami telah percaya dan beriman kepada tuhan harun dan musa. '. 📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI Terkait: « Quran Surat Thaha Ayat 68 | Quran Surat Thaha Ayat 70 » Referensi: https://tafsirweb.com/5311-quran-surat-thaha-ayat-69.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Meninggalkan Sholat Wajib" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Saudaraku … banyak di antara yang mengaku muslim yang belum sadar dengan shalat. Padahal shalat lima waktu punya keutamaan yang begitu besar. Rumaysho.Com insya Allah akan menjelaskannya dari dalil-dalil yang shahih hingga beberapa point. 1- Shalat adalah sebaik-baik amalan setelah dua kalimat syahadat. Ada hadits muttafaqun ‘alaih sebagai berikut, عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ قَالَ « الصَّلاَةُ لِوَقْتِهَا ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ». Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan apakah yang paling afdhol?” Jawab beliau, “Shalat pada waktunya.” Lalu aku bertanya lagi, “Terus apa?” “Berbakti pada orang tua“, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  “Lalu apa lagi”, aku bertanya kembali. “Jihad di jalan Allah“, jawab beliau. (HR. Bukhari no. 7534 dan Muslim no. 85) 2- Shalat lima waktu mencuci dosa Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا » “Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667) Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ كَمَثَلِ نَهَرٍ جَارٍ غَمْرٍ عَلَى بَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ ». قَالَ قَالَ الْحَسَنُ وَمَا يُبْقِى ذَلِكَ مِنَ الدَّرَنِ “Permisalan shalat yang lima waktu itu seperti sebuah suangi yang mengalir melimpah di dekat pintu rumah salah seorang di antara kalian. Ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali.” Al Hasan berkata, “Tentu tidak tersisa kotoran sedikit pun (di badannya).” (HR. Muslim no. 668). Dua hadits di atas menerangkan tentang keutamaan shalat lima waktu di mana dari shalat tersebut bisa diraih pengampunan dosa. Namun hal itu dengan syarat, shalat tersebut dikerjakan dengan sempurna memenuhi syarat, rukun, dan aturan-aturannya. Dari shalat tersebut bisa menghapuskan dosa kecil -menurut jumhur ulama-, sedangkan dosa besar mesti dengan taubat. Lihat Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhis Sholihin karya Syaikh Musthofa Al Bugho dkk, hal. 409. 3- Shalat lima waktu menghapuskan dosa Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ “Di antara shalat yang lima waktu, di antara Jumat yang satu dan Jumat lainnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233). 4- Shalat adalah cahaya di dunia dan akhirat Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوراً وَبُرْهَاناً وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَىِّ بْنِ خَلَفٍ “Siapa yang menjaga shalat lima waktu, baginya cahaya, bukti dan keselamatan pada hari kiamat. Siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat keselamatan. Pada hari kiamat, ia akan bersama Qorun, Fir’aun, Haman, dan
Ubay bin Kholaf.” (HR. Ahmad 2: 169. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Disebutkan dalam hadits Abu Malik Al Asy’ari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, وَالصَّلاَةُ نُورٌ “Shalat adalah cahaya.” (HR. Muslim no. 223) Juga terdapat hadits dari Burairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, بَشِّرِ الْمَشَّائِينَ فِى الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Berilah kabar gembira bagi orang yang berjalan ke masjid dalam keadaan gelap bahwasanya kelak ia akan mendapatkan cahaya sempurna pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud no. 561 dan Tirmidzi no. 223. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih) Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik. Insya Allah bersambung. — Selesai disusun di malam hari di Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 21 Safar 1435 H Oleh akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Sumber https://rumaysho.com/5547-keutamaan-shalat-lima-waktu-1.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Tidak Bayar Zakat" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Quran Surat Luqman Ayat 4 ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُم بِٱلْءَاخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ Arab-Latin: Allażīna yuqīmụnaṣ-ṣalāta wa yu`tụnaz-zakāta wa hum bil-ākhirati hum yụqinụn Terjemah Arti: (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Tafsir Quran Surat Luqman Ayat 4 Yaitu orang-orang yang menunaikan shalat dengan sempurna pada waktunya, membayar zakat yang diwajibkan atas mereka kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dan mereka juga beriman kepada kebangkitan dan balasan di alam akhirat. 📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 4. Yaitu orang-orang yang mengerjakan salat dengan sempurna dan memberikan zakat hartanya serta mereka meyakini adanya kebangkitan, perhitungan dan pembalasan di Akhirat. 📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 4. الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَوٰةَ وَهُم بِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ ((yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat) Allah menyebutkan tiga jenis ibadah ini karena ketiganya adalah ibadah yang paling utama. Dan Allah menyandingkannya dengan keimanan dengan hari akhir karena ia akan mengarahkan orang ini kepada ketakwaan kepada Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. 📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah 4. (Yaitu) orang-orang baik yang melaksanakan shalat secara sempurna pada waktunya, membayar zakat yang diwajibkan untuk orang-orang yang berhak dan meyakini adanya akhirat dan segala sesuatu yang ada di dalamnya berupa pembangkitan, hisab, pembalasan dan lain-lain. 📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah Mereka orang-orang yang muhsin adalah mereka yang menegakkan shalat secara sempurna pada waktu-waktunya, rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, wajib-wajibnya dan mustahab-mustahabnya. Mereka juga termasuk orang yang mengeluarkan zakat harta-harta mereka yang diri-diri mereka memerintahkan kebaikan, dan di antara dari sifat mereka adalah mereka beriman dan membenarkan akan hari kebangkitan dengan keyakinan yang kuat dengan cara menjaga amalan-amalan mereka yang shalih dan mempersiapkan datangnya hari yang penuh duka. Tidak diragukan lagi bahwa ketiga nya ini merupakan yang paling terpenting dalam rukun islam bagi seorang yang beriman. 📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi 4. kemudian Allah menyifati (mendiskripsikan) orang-orang yang berbuat ihsan dengan ilmu yang sempurna, yaitu keyakinan yang membangkitkan untuk beramal dan takut kepada siksaan Allah, sehingga mereka meninggalkan segala maksiat. Dan Allah juga menyifati mereka dengan amal, dan Allah menekankan diantara amal itu dua bentuk amal yang utama, yaitu “shalat,” yang meliputi keikhlasan, bermunajat kepada Allah dan menghambakan diri yang sempurna bagi hati, lisan dan seluruh anggota badan yang menolong seluruh amal perbuatan, ”dan zakat,” yang menyucikan orang yang menunaikannya dari sifat-sifat tercela, berguna bagi saudaranya yang Muslim dan menutupi kebutuhannya, dan dengannya terbukti bahwa sang hamba lebih mengutamakan cinta Allah daripada kecintaannya kepada harta benda. Maka dari itu dia mengeluarkan sebagian dari harta yang dicintainya demi sesuatu yang lebih dicintainya, yaitu mencari keridhaan Allah. 📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H Disebutkan shalat dan zakat secara khusus di antara sekian banyak amal saleh karena keutamaannya, karena dalam shalat terdapat keikhlasan, bermunajat dengan Allah, ibadah secara merata dari hati, lisan dan anggota badan. Sedangkan dalam zakat, terdapat ihsan kepada hamba-hamba Allah, membersihkan pelakunya dari sifat buruk, memberi manfaat kepada saudaranya yang muslim, menutupi
kebutuhan mereka, dan membuktikan (burhan) bahwa pelakunya lebih mencintai Allah daripada hartanya, sehingga ia keluarkan sesuatu yang dicintainya untuk memperoleh sesuatu yang lebih dicintainya yaitu keridhaan Allah. Yakin merupakan ilmu yang sempurna, di mana hal itu menjadikan mereka mau beramal, takut kepada siksa Allah sehingga meninggalkan maksiat. 📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I 4-5. Mereka yang berbuat kebajikan itu ialah orang-orang yang melaksanakan salat secara konsisten dan sempurna sesuai syarat dan rukunnya, menunaikan zakat sebagai bukti komitmen sosialnya, dan mereka tanpa keraguan sedikit pun meyakini adanya akhirat. Merekalah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh ke-beruntung-an hakiki, yakni selamat dari neraka dan masuk surga 📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI Terkait: « Quran Surat Luqman Ayat 3 | Quran Surat Luqman Ayat 5 » Referensi: https://tafsirweb.com/7488-quran-surat-luqman-ayat-4.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Tidak Puasa Romadhon" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan “shaum”. Shaum secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) dari makan, minum, berbicara, nikah dan berjalan. Sedangkan secara istilah shaum bermakna menahan diri dari segala pembatal dengan tata cara yang khusus.[1] Puasa Ramadhan itu wajib bagi setiap muslim yang baligh (dewasa)[2], berakal[3], dalam keadaan sehat, dan dalam keadaan mukim (tidak bersafar)[4]. Yang menunjukkan bahwa puasa Ramadhan itu wajib adalah dalil Al Qur’an, As Sunnah bahkan kesepakatan para ulama (ijma’ ulama)[5]. Di antara dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah Ta’ala, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 183) Dalil dari As Sunnah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.”[6] Wajibnya puasa ini juga sudah ma’lum minnad dini bidhoruroh yaitu secara pasti sudah diketahui wajibnya karena puasa adalah bagian dari rukun Islam[7]. Sehingga seseorang bisa jadi kafir jika mengingkari wajibnya hal ini.[8] Peringatan bagi Orang yang Sengaja Membatalkan Puasa Abu Umamah menuturkan bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, ”Naiklah”. Lalu kukatakan, ”Sesungguhnya aku tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata, ”Kami akan memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu  aku bertanya,”Suara apa itu?” Mereka menjawab,”Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.” Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (Abu Umamah) bertanya, ”Siapakah mereka itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ ”Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.”[9] Lihatlah siksaan bagi orang yang membatalkan puasa dengan sengaja dalam hadits ini, maka bagaimana lagi dengan orang yang enggan berpuasa sejak awal Ramadhan dan tidak pernah berpuasa sama sekali. Adz Dzahabiy sampai-sampai mengatakan, “Siapa saja yang sengaja tidak berpuasa Ramadhan, bukan karena sakit atau uzur lainnya, maka dosa yang dilakukan lebih jelek dari dosa berzina, penarik upeti (dengan paksa), pecandu miras (minuman keras), bahkan orang seperti ini diragukan keislamannya dan disangka sebagai orang yang terjangkiti kemunafikan dan penyimpangan.”[10] [Tulisan di atas dicuplik dari Buku Panduan Ramadhan cetakan keenam tahun 2014 karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal yang dibagikan gratis kepada kaum muslimin, diterbitkan oleh Pustaka Muslim Yogyakarta. Bagi yang ingin mendownload buku tersebut silakan buka di sini] [1] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28: 7.[2] Tanda baligh adalah: (1) Ihtilam, yaitu keluarnya mani dalam keadaan sadar atau saat mimpi; (2) Tumbuhnya bulu kemaluan; atau (3) Dua tanda yang khusus pada wanita adalah haidh dan hamil. (Lihat Al Mawsua’ah Al Fiqhiyah, 8: 188-190). Sebagian fuqoha menyatakan bahwa diperintahkan bagi anak yang sudah menginjak usia tujuh tahun untuk berpuasa jika ia mampu sebagaimana mereka diperintahka
n untuk shalat. Jika ia sudah berusia 10 tahun dan meninggalkannya –padahal mampu-, maka hendaklah ia dipukul. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28: 20) Imam Al Bukhari membawakan pula dalam kitab Shahihnya Bab “Puasanya anak kecil“. Lantas beliau membawakan hadits dari Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz. Ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang pada pagi hari di hari Asyura (10 Muharram) ke salah satu perkampungan Anshor, lantas beliau berkata, “Barangsiapa yang tidak berpuasa di pagi hari, maka hendaklah ia menyempurnakan sisa hari ini dengan berpuasa. Barangsiapa yang berpuasa di pagi harinya, hendaklah ia tetap berpuasa.” Ar Rubayyi’ berkata, “Kami berpuasa setelah itu. Dan kami mengajak anak-anak kami untuk berpuasa. Kami membuatkan pada mereka mainan dari bulu. Jika saat puasa mereka ingin makan, maka kami berikan pada mereka mainan tersebut. Akhirnya mereka terus terhibur sehingga mereka menjalankan puasa hingga waktu berbuka.” (HR. Bukhari no. 1960). Hadits ini menunjukkan bahwa hendaklah anak-anak dididik puasa sejak mereka kuat. Jika mereka ‘merengek’ ingin berbuka padahal belum waktunya, maka hiburlah mereka dengan mainan sehingga mereka terbuai. Akhirnya mereka nantinya bisa menjalankan puasa hingga waktu Maghrib.[3] Bagaimana dengan orang yang pingsan? Dijelaskan oleh Muhammad Al Hishni bahwa jika hilang kesadaran dalam keseluruhan hari (dari terbit fajar Shubuh hingga tenggelam matahari, -pen), maka tidak sah puasanya. Jika tidak, yaitu masih sadar di sebagian waktu siang, puasanya sah. Demikian menurut pendapat terkuat dari perselisihan kuat yang terdapat pada perkataan Imam Syafi’i. Lihat pembahasan Kifayatul Akhyar, hal. 251 dan Hasyiyah Al Baijuri, 1: 561. Bagaimana dengan orang yang tidur seharian, apakah puasanya sah? Ada ulama yang mengatakan tidak sah sebagaimana perihal pingsan di atas. Namun yang shahih dari pendapat madzhab Syafi’i, tidur seharian tersebut tidak merusak puasa karena orang yang tidur masih termasuk ahliyatul ‘ibadah yaitu orang yang dikenai kewajiban ibadah. Lihat pembahasan Kifayatul Akhyar, hal. 251.[4] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28: 20 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 88. Ada ulama menambahkan syarat wujub shoum (syarat wajib puasa) yaitu mengetahui akan wajibnya puasa.[5] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28: 7.[6] HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16, dari ‘Abdullah bin ‘Umar.[7] Ad Daroril Mudhiyyah, hal. 263.[8] Shahih Fiqh Sunnah, 2:  89.[9] HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 7: 263, Al Hakim 1: 595 dalam mustadroknya. Adz Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Muslim namun tidak dikeluarkan olehnya. Penulis kitab Shifat Shaum Nabi (hal. 25) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.[10] Al Kabai-r, hal. 30. — 19 Rajab 1435 H, Pesantren Darush Sholihin Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Sumber https://rumaysho.com/7657-hukum-puasa-ramadhan.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Tidak Haji Padahal Mampu" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Artikel kali ini akan melanjutkan artikel sebelumnya. Kita masuk pada bahasan memilih manasik. Haji dapat dilakukan dengan memilih salah satu dari tiga cara manasik. Penjelasan ringkasnya adalah sebagai berikut. Ifrod, yaitu meniatkan haji saja ketika berihram dan mengamalkan haji saja setelah itu. Qiron, yaitu meniatkan umroh dan haji sekaligus dalam satu manasik. Wajib bagi yang mengambil tata cara manasik qiron untuk menyembelih hadyu. Tamattu’, yaitu berniat menunaikan umroh saja di bulan-bulan haji, lalu melakukan manasik umroh dan bertahalul. Kemudian diam di Makkah dalam keadaan telah bertahalul. Kemudian ketika datang waktu haji, melakukan amalan haji. Wajib bagi yang mengambil tata cara manasik tamattu’ untuk menyembelih hadyu. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Telah terdapat ijma’ (kesepakatan para ulama) bolehnya memilih melakukan salah satu dari tiga cara manasik: ifrod, tamattu’ dan qiron, tanpa dikatakan makruh. Namun yang diperselisihkan para ulama adalah manakah tatacara manasik yang afdhol (lebih utama).” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8: 169) Mengenai kewajiban hadyu bagi yang mengambil tata cara manasik qiron dan tamattu’ disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ “Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) hadyu (qurban) yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang qurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.” (QS. Al Baqarah: 196). Wajibnya hadyu bagi yang mengambil manasik qiron dan tamattu’ adalah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Manakah dari tiga tata cara manasik tersebut yang lebih utama? Dalam hadits mengenai tata cara manasik haji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa beliau bersabda, لَوْ أَنِّى اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِى مَا اسْتَدْبَرْتُ لَمْ أَسُقِ الْهَدْىَ وَجَعَلْتُهَا عُمْرَةً فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ لَيْسَ مَعَهُ هَدْىٌ فَلْيَحِلَّ وَلْيَجْعَلْهَا عُمْرَةً “Jikalau aku mengetahui apa yang akan terjadi pada diriku maka aku tidak akan membawa hewan hadyu dan aku akan jadikan ihramku ini umrah, maka barangsiapa dari kalian yang tidak bersamanya hewan hadyu maka hendaklah dia bertahallul dan menjadikannya sebagai umrah.” (HR. Muslim no. 1218). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan para sahabat untuk memilih tamattu’ dan berkeinginan dirinya sendiri melakukannya. Tidaklah beliau memerintahkan dan berkeinginan kecuali menunjukkan tamattu’ itu afdhol (lebih utama) (Fiqhus Sunnah, 1: 447-448). Selain itu, manasik dengan tamattu’ itu lebih banyak amalannya dan lebih mudah secara umum (Syarhul Mumthi’, 7: 76-77) Catatan Dam yang dikeluarkan untuk manasik qiron dan tamattu’ adalah dalam rangka syukur dan bukan dalam rangka menutup kekurangan saat manasik (Ar Rafiq fil Hajj, 35). Problem Dalam tata cara manasik tamattu’ telah disebutkan bahwa umroh dilakukan terlebih dahulu sebelum haji. Artinya ia melakukan ritual umrah dahulu yang di dalamnya terdapat thowaf umrah dan sa’i umrah. Setelah itu ia bertahallul dengan sebelumnya memendekkan rambut. Lantas bagaimana jika sebelum wukuf di Arafah, seseorang terhalangi tidak bisa melakukan umrah? Pilihannya adalah mengganti niat hajinya dari tamattu’ menjadi qiran. Contoh dalam kasus ini adalah wanita yang telah berihram dari miqot dengan niat tamattu’. Lantas ia mengalami haidh atau nifas sebelum ia melakukan thowaf umrah. Ia barulah suci ketika datang waktu wukuf di Arafah. Artinya, ia belum sempat melakukan umrah pada haji tamattu’nya. Pada saat itu, ia mengganti niatnya menjadi niatan qorin, dan
ia terus dalam keadaan berihram. Ia tetap melakukan rukun dan kewajiban haji lainnya selain thowaf di Ka’bah. Karena ia baru dibolehkan thowaf jika ia telah suci dan telah mandi (Al Manhaj li Muriidil Hajj wal ‘Umroh, 31-34). – Bersambung insya Allah – @ Sabic Lab, Riyadh-KSA 3 Dzulhijjah 1432 H www.rumaysho.com Sumber https://rumaysho.com/2635-ringkasan-panduan-haji-2-tiga-cara-manasik-haji320.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
1 note · View note
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Durhaka Ke Orang Tua" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Kita sebagai anak, bagaimana cara membahagiakan orang tua? Allah Perintahkan untuk Membahagiakan Orang Tua Karena berbakti kepada orang tua berarti membahagiakan keduanya. Allah Ta’ala berfirman, وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23) Dalam beberapa ayat, Allah selalu menggandengkan amalan berbakti pada orang tua dengan mentauhidkan-Nya dan larangan berbuat syirik. Di antaranya disebutkan dalam ayat, قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa.” (QS. Al-An’am: 151) Allah mengingatkan bagaimanakah jasa orang tua terutama ibu dalam membesarkan kita, وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.” (QS. Al-Ahqaf: 15) Manfaat Berbakti kepada Kedua Orang Tua 1- Jalan mudah menuju surga Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ “Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi, no. 1900; Ibnu Majah, no. 3663 dan Ahmad 6:445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan.) Dari Humaid, ia menyatakan, ketika ibunya Iyas bin Mu’awiyah itu meninggal dunia, Iyas menangis. Ada yang bertanya padanya, “Kenapa engkau menangis?” Ia menjawab, كَانَ لِي بَابَانِ مَفْتُوْحَانِ إِلَى الجَنَّةِ وَأُغْلِقَ أَحَدُهُمَا “Dahulu aku memiliki dua pintu yang terbuka menuju surga. Namun sekarang salah satunya telah tertutup.” (Al-Birr li Ibnil Jauzi, hlm. 56. Dinukil dari Kitab Min Akhbar As-Salaf Ash-Shalih, hlm. 398) 2- Dipanjangkan umur dan diberkahi rezeki Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ “Siapa yang suka untuk dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, maka berbaktilah kepada kedua orang tuanya dan jalinlah hubungan dengan kerabatnya (silaturahim).” (HR. Ahmad, 3:229; 3:266. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih, sanad hadits ini hasan dari jalur Maimun bin Sayah dan di bawahnya tsiqah.) 3- Mendapatkan doa baik orang tua Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ
لِوَلَدِهِ “Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua kepada anaknya.” (HR. Ibnu Majah, no. 3862. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan.) Dosa Durhaka kepada Orang Tua Abu Bakrah berkata, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ؟) ثَلاَثًا، قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : ( الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ ) وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا ( أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرُ ) مَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتىَّ قُلْتُ لَيْتَهُ سَكَتَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan pada tangannya. (Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata), “Dan juga ucapan (sumpah) palsu.” Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati), “Duhai, seandainya beliau diam.” (HR. Bukhari, no. 2654 dan Muslim, no. 87) Abu Bakrah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ مِنَ الْبَغِى وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ ”Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [diakhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Abu Daud, no. 4902; Tirmidzi, no. 2511; Ibnu Majah, no. 4211. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.) Bagaimana Cara Membahagiakan Orang Tua? Pertama: Menuruti perintah keduanya. Dari Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ وَ سَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 2. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai kepada sahabat [baca: mawquf], namun shahih jika sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam [baca: marfu’]. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 516.) ‘Atha’ pernah ditanya oleh seseorang yang ibunya meminta kepadanya untuk shalat wajib dan puasa Ramadhan saja (tidak ada amalan sunnah, pen.), apakah perlu dituruti. ‘Atha’ mengatakan, “Iya tetap dituruti perintahnya tersebut.” (Al-Birr li Ibnil Jauzi, hlm. 67. Dinukil dari Kitab Min Akhbar As-Salaf Ash-Shalih, hlm. 398) Usamah bin Zaid, seorang sahabat yang dirinya dan orang tuanya disayangi oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa ia memiliki seribu pohon kurma. Ia memang sengaja mempercantik atau merapikannya. Lalu ada yang berkata pada Usamah, kenapa bisa sampai lakukan seperti itu. Usamah menjawab bahwa ibunya sangat suka jika melihat keadaan kebun kurma itu indah, maka ia melakukannya. Apa saja hal dunia yang diminta oleh ibunya, ia pasti memenuhinya.  (Al-Birr li Ibnil Jauzi, hlm. 225. Dinukil dari Kitab Min Akhbar As-Salaf Ash-Shalih, hlm. 396) Catatan: Namun ingat bukan taat dalam bermaksiat. Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ “Tidak ada ketaatan dalam melakukan maksiat. Sesungguhnya ketaatan hanya dalam melakukan kebajikan.” (HR. Bukhari, no. 7257 dan Muslim, no. 1840) Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat pada Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Ahmad, 1: 131. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai s
yarat Bukhari-Muslim) Perintah orang tua tetap diikuti selama bukan perintah bermaksiat sebagaimana disebutkan dalam hadits, أَطِعْ أَبَاكَ مَا دَامَ حَيًّا وَلاَ تَعْصِهِ “Taatilah ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat.” (HR. Ahmad, 2:164. Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan.) Kedua: Tidak menyakiti hati orang tua. Imam Nawawi rahimahullah menerangkan bahwa ‘uququl walidain (durhaka kepada orang tua) adalah segala bentuk menyakiti keduanya. Taat kepada orang tua itu wajib dalam segala hal selain pada perkara maksiat. Menyelisihi perintah keduanya juga termasuk durhaka. Lihat Syarh Shahih Muslim, 2:77. ’Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma berkata, إِبْكَاءُ الوَالِدَيْنِ مِنَ العُقُوْقِ ”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.” (Birr Al-Walidain, hlm. 8, Ibnul Jauziy) Dari Thaisalah bin Mayyas , ia berkata, كُنْتُ مَعَ النَّجَدَاتِ ، فَأَصَبْتُ ذَنُوْبًا لاَ أَرَاهَا إِلاَّ مِنَ الْكَبَائِرِ، فَذَكَرْتُ ذَالِكَ ِلابْنِ عُمَرَ. قاَلَ: مَا هِىَ؟ قلُتْ:ُ كَذَا وَكَذَا. قَالَ: لَيْسَتْ هَذِهِ مِنَ الْكَبَائِرِ، هُنَّ تِسْعٌ: اْلإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَقَتْلُ نِسْمَةٍ، وَالْفِرَارُ مِنَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَةِ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ، وَإِلْحَادُ فِي الْمَسْجِدِ، وَالَّذِيْ يَسْتَسْخِرُ ، وَبُكَاءُ الْوَالِدَيْنِ مِنَ الْعُقُوْقِ، قاَلَ: لِي ابْنُ عُمَرَ: أَتَفَرَّقُ النَّارَ ، وَتُحِبُّ أَنْ تَدْخُلَ الْجَنَّةَ؟ قُلْتُ: إِيْ، وَاللهِ! قَالَ: أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قُلْتُ: عِنْدِيْ أُمِّىْ. قَالَ: فَوَاللهِ! لَوْ أَلَنْتَ لَهَا الْكَلاَمَ، وَأَطْعَمْتَهَا الطَّعَامَ، لَتَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ مَا اجْتَنَبْتَ الْكَبَائِرَ. “Ketika tinggal bersama An-Najdaat, saya melakukan perbuatan dosa yang saya anggap termasuk dosa besar. Kemudian saya ceritakan hal itu kepada ‘Abdullah bin ‘Umar. Beliau lalu bertanya, ”Perbuatan apa yang telah engkau lakukan?” ”Saya pun menceritakan perbuatan itu.” Beliau menjawab, “Hal itu tidaklah termasuk dosa besar. Dosa besar itu ada sembilan, yaitu mempersekutukan Allah, membunuh orang, lari dari pertempuran, memfitnah seorang wanita mukminah (dengan tuduhan berzina), memakan riba’, memakan harta anak yatim, berbuat maksiat di dalam masjid, menghina, dan menyebabkan tangisnya kedua orang tua karena durhaka kepada keduanya.” Ibnu Umar lalu bertanya, “Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?” ”Ya, saya ingin”, jawabku. Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” “Saya masih memiliki seorang ibu”, jawabku. Beliau berkata, “Demi Allah, sekiranya engkau berlemah lembut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan makanan baginya, sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 8, shahih. Lihat Ash-Shahihah, 2898.) Ketiga: Berakhlak mulia di hadapan keduanya. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَأْذِنُهُ فِى الْجِهَادِ فَقَالَ « أَحَىٌّ وَالِدَاكَ ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ » “Ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia ingin meminta izin untuk berjihad. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Ia jawab, ‘Iya masih.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.’” (HR. Muslim, no. 2549) Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا “Kembalilah kepada kedua orang tuamu, berbuat baiklah kepada keduanya.” (HR. Muslim, no. 2549) Imam Nawawi rahimahullah menerangkan bahwa ini semua adalah dalil agungnya keutamaan berbakti kepada kedua orang tua. Berbakti kepada kedua orang tua lebih utama dibandingkan jihad. Ini jadi dalil—sebagaimana kata Imam Nawawi rahimahullah­—bahwa tidak boleh seseorang pergi berjihad kecuali setelah mendapatkan izin keduanya jika keduanya muslim atau salah satunya muslim. Seda
ngkan jika kedua orang tuanya musyrik, menurut ulama Syafi’i tidak disyaratkan untuk meminta izin. Demikian penjelasan dalam Syarh Shahih Muslim, 16:95. Dari Urwah atau selainnya, ia menceritakan bahwa Abu Hurairah pernah melihat dua orang. Lalu beliau berkata kepada salah satunya, مَا هَذَا مِنْكَ ؟ فَقَالَ: أَبِي. فَقالَ: ” لاَ تُسَمِّهِ بِاسْمِهِ، وَلاَ تَمْشِ أَمَامَهُ، وَلاَ تَجْلِسْ قَبْلَهُ “Apa hubungan dia denganmu?” Orang itu menjawab, ”Dia ayahku.” Abu Hurairah lalu berkata, “Janganlah engkau memanggil ayahmu dengan namanya saja, janganlah berjalan di hadapannya dan janganlah duduk sebelum ia duduk.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod, no. 44. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih secara sanad.) Keempat: Mendahulukan perintah keduanya dari perkara sunnah. Sebagaimana pelajaran mengenai hal ini terdapat dalam kisah Juraij yang didoakan jelek oleh ibunya karena lebih mendahulukan shalat sunnahnya dibanding panggilan ibunya yang memanggilnya tiga kali. Kelima: Membahagiakannya keduanya ketika mereka telah tiada. Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata, بَيْنَا ن��حْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ « نَعَمِ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا ». “Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendoakan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud, no. 5142 dan Ibnu Majah, no. 3664. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, juga disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.) Semoga kita menjadi anak yang berbakti pada orang tua kita. Wallahu waliyyut taufiq. — Selasa sore, 24 Rabi’ul Awwal 1439 H di Darush Sholihin Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Sumber https://rumaysho.com/16882-cara-membahagiakan-orang-tua.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
1 note · View note
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Memutus Silaturrahmi" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Bahasan berikut akan mengangkat perihal keutamaan silaturahmi. Lalu akan ditambahkan dengan pemahaman yang selama ini keliru tentang makna ‘silaturahmi’. Karena salah kaprah, akhirnya jadi salah paham dengan hadits yang menyatakan bahwa silaturahmi akan memperpanjang umur. Lebih baik kita simak saja ulasan singkat berikut. Moga bermanfaat. Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab,تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ “Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5983) Dari Abu Bakroh, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا – مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ – مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ “Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)” (HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211, shahih) Abdullah bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا ”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991) Abu Hurairah berkata, “Seorang pria mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya punya keluarga yang jika saya berusaha menyambung silaturrahmi dengan mereka, mereka berusaha memutuskannya, dan jika saya berbuat baik pada mereka, mereka balik berbuat jelek kepadaku, dan mereka bersikap acuh tak acuh padahal saya bermurah hati pada mereka”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalau memang halnya seperti yang engkau katakan, (maka) seolah- olah engkau memberi mereka makan dengan bara api dan pertolongan Allah akan senantiasa mengiringimu selama keadaanmu seperti itu.” (HR. Muslim no. 2558) Abdurrahman ibnu ‘Auf berkata bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنا الرَّحْمنُ، وَأَنا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَاشْتَقَقْتُ لَهَا مِنِ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بتَتُّهُ “Allah ’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya.” (HR. Ahmad 1/194, shahih lighoirihi). Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ “Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557) Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسّىءَ فِي أَجَلِه وَثَرَى مَالَهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ “Siapa yang bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hasan) Memang terjadi salah kaprah mengenai istilah silaturahmi di tengah-tengah kita sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadits-hadits di atas. Yang tepat, menjalin tali silaturahmi adalah istilah khusus untuk berkunjung kepada orang tua, saudara atau kerabat. Jadi bukanlah istilah umum untuk mengunjungi orang sholeh, teman atau tetangga.
Sehingga yang dimaksud silaturahmi akan memperpanjang umur adalah untuk maksud berkunjung kepada orang tua dan kerabat. Ibnu Hajar dalam Al Fath menjelaskan, “Silaturahmi dimaksudkan untuk kerabat, yaitu yang punya hubungan nasab, baik saling mewarisi ataukah tidak, begitu pula masih ada hubungan mahrom ataukah tidak.” Itulah makna yang tepat. Wallahu waliyyut taufiq. Disusun di Panggang-Gunung Kidul, 9 Ramadhan 1432 H (09/08/2011) www.rumaysho.com Sumber https://rumaysho.com/1894-keutamaan-silaturahmi.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Bunga (Riba Bank)"#Dakwah #Islam
Tumblr media
Quran Surat Ali ‘Imran Ayat 130 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ lā ta`kulur-ribā aḍ'āfam muḍā'afataw wattaqullāha la'allakum tufliḥụn Terjemah Arti: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Tafsir Quran Surat Ali ‘Imran Ayat 130 Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya serta melaksanakan syariatNya, jauhilah riba dengan segala jenisnya, dan janganlah kalian mengambil tambahan dalam pinjaman kalian melebihi jumlah modal harta kalian, meskipun sedikit, apalagi bila tambahan itu berjumlah banyak, menjadi berlipat ganda tiap kali jatuhnya tempo pembayaran hutang. Dan bertakwalah kepada Allah dengan komitmen dengan ajaran syariatNya, supaya kalian mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat. 📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 130. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, hindarilah mengambil riba sebagai tambahan yang berlipat ganda atas modal yang kalian pinjamkan, seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah. Dan takutlah kalian kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, agar kalian mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat yang kalian inginkan. 📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 130-131. Allah melarang orang-orang beriman dari berinteraksi dengan riba saat berutang piutang -dengan meminta tambahan atas hutang pokok- baik itu sedikit maupun banyak, sebab riba itu akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya tenggang waktu. Takutlah kalian kepada Allah dalam menjalankan hukum-hukum-Nya agar kalian dapat meraih surga. Kemudian Allah menekankan hal itu dengan mengancamkan neraka Jahannam yang telah disiapkan bagi orang-orang kafir. Lihat: surat al-Baqarah: 24. 📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah 130. أَضْعٰفًا مُّضٰعَفَةً ۖ (dengan berlipat ganda) Kalimat ini merupakan selingan yang diselipkan diantara pengkisahan perang Uhud. Mereka diperintahkan untuk meninggalkan riba dan menginfakkan harta mereka di jalan Allah dan mempersiapkan diri untuk menyebarkan Islam. Dan sebagaimana diketahui bahwa haramnya diba berlaku dalam keadaan apapun, akan tetapi ia disebutkan disini untuk mengingatkan apa yang mereka dahulu lakukan; dahulu mereka melakukan riba dengan memberi batas waktu tertentu dan apabila telah habis batas waktu tersebut mereka menambahnya lagi dan begitu seterusnya sampai berulang-ulang sehingga orang yang mengambil riba mendapatkan berkali-kali lipat dari hutang yang ia berikan pada kali pertama. 📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah 130 Kemudian disebutkan dalam kisah perang Uhud tentang perintah untuk meninggalkan riba dan menyedekahkan harta untuk berjuang di jalan Allah. Allah berfirman: Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda sebagaimana yang kalian lakukan pada masa Jahiliyyah dan bertakwalah kamu kepada siksa Allah dari memakan riba supaya kamu mendapat keberuntungan di dunia dan akhirat. Mereka membeli dengan tempo, jika jatuh tempo maka mereka mengambil tambahan dan temponya bertambah. Maka turunlah ayat ini. 📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba berganda-ganda; dan takutlah kepada Allah supaya kamu dapat kejayaan. 📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi 130. telah berlalu pada mukadimah tafsir ini bahwa seorang hamba seyogyanya memperhatikan perintah dan larangan pada dirinya dan orang lain.
Dan bahwasanya Allah apabila memerintahkan kepadanya suatu perintah, maka dia wajib mengetahui pertama batasanya dan apa yang di perintahkan tersebut agar dia mampu menaati hal tersebut, dan apabila dia telah mengetahui hal itu, maka hendaklah berusaha dan meminta pertolongan kepada Allah untuk menaatinya dan pada dirinya maupun pada orang lain sesuai dengan kemampuanya dan kapasitasnya. Demikian pula bila dilarang dari sesuatu, dia mengetahui batasnya dan hal-hal yang termasuk di dalamnya dan yang tidak termasuk, kemudian dia berusaha meminta pertolangan dari Rabbnya dalam meninggalkanya, dan bahwasanya hal ini wajib untuk di perhatikan dalam segala perintah Allah dan larangaNya. Ayat-ayat yang mulia ini terkandung di dalamnya berbagai perintah dan perkara dari perkara-perkara kebaikan. Allah memerintahkan kepadanya dan menganjurkan untuk mengamalkannya, lalu Allah mengabarkan tentang balasan pelakunya, dan mengabarkan larangan-larangan yang dianjurkan untuk ditinggalkan. Barangkali hikmah -walahu alam- dalam memasukan ayat-ayat ini di dalam kisah perang uhud adalah seperti yang di jelaskan bahwasanya Allah telah berjanji kepada hamba-hambanya yang Mukmin yaitu apabila mereka bersabar dan bertakwa niscaya Allah akan membela mereka dalam mengahadapi musuh-musuh mereka dan menghinakan musuh untuk mereka, sebagaiman pada firman Allah, "Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan." -(Ali-imran:120) "Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda." (Ali imron: 125). Seakan-akan jiwa merindukan pengetahuan akan sipat-sipat ketakwaan yang akan mengakibatkan adanya pertolongan, kemenangan, dan kebahagiaan, maka Alllah menyebutkan dalam ayat-ayat ini sipat-sipat ketakwaan yang terpenting yang mana bila seorang hamba menunaikannya, niscaya pelaksanaannya pada hal yang lain lebih utama dan lebih patut. Dan dasar dari pernytaaan yang telah kami katakan, adalah bahwa Allah telah menyebutkan lafadz takwa pada ayat-ayat ini sebanyak tiga kali, sekali berbentuk mutlak yaitu firmanNya, “Yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” dan dua kali berbentuk muqayyad dalam firmanNya, “bertakwalah kepada Allah,” dan “Dan peliharalah dirimu dari api neraka.” Dan firman Allah, ”Hai orang-orang yang beriman,” setiap berupa yang ada di alqur’an berupa firman Allah ”Hai orang-orang yang beriman, lakukan ini atau tinggalkanlah ini,” menunjukan bahwa keimanan itu adalah penyebab yang mendorong untuk menjalani perintah atau menjauhi larangan tersebut, karena keimanan itu adalah keyakinan yang total kepada perkara yang memang wajib di yakini yang menuntut terwujudnya perbuatan anggota tubuh. Maka Allah melarang mereka dari memakan riba dengan berlipat-lipat ganda, di mana perkara itu adalah perkara yang biasa di lakukan oleh orang-orang jahiliyyah dan orang-orang yang tidak mempedulikan perkara-perkara syari’at, yaitu bila jatuh tempo hutang atas seorang yang sedang kesulitan sementara ia tidak memiliki apa-apa untuk menunaikanya, maka mereka berkata kepadanya “Kamu harus menunaikan hutangmu atau kami menambah tempo atas hutangmu itu dengan menambah bunga hutung dalam tanggunganmu.” Maka orang kafir terpaksa harus membayar kepada pemilik hutang, dan konsisten terhadap hal itu demi meraih ketenangan hati yang bersipat sementara hingga bertambahlah hutang yang harus di lunasinya dengan berlipat-lipat ganda tanpa ada manfaat dan pemanfaataannya. Maka dalam firmanNya, ”Dengan Berlipat Ganda,” terdapat peringatan terhadap kekejian yang besar di sebabkan banyaknya dan peringatan terhadap hikmah di balik pengahramanya,dan bahwasanya hikmah di balik pengharaman riba adalah bahwa Allah melarang dari hal tersebutkarena mengandung kezhaliman.Hal tersebut karena Allah mewajibkan untuk menagguhkan orang yang
sedang dalam kondisi sulit dan membiarkan hutang tersebut seperti semula tanpa ada tambahan. Maka mengharuskan pembayaran hutang dengan yang lebih dari itu merupakan tindakan kezhaliman yang berlipat-lipat. Oleh karena itu, wajiblah atas seorang Mukmin yang bertakwa meninggalkan hal itu dan tidak mendekat kepadanya,karena meninggalkan hal tersebut merupakan konsekuensi ketakwaan, dan keberuntungan itu tergantung dengan ketakwaan. karena itu Allah berfirman,”bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” 📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H Menurut Syaikh As Sa'diy, bahwa hikhmah –dan Allah yang lebih mengetahui- dimasukkan ayat ini di sela-sela kisah perang Uhud adalah karena sebelumnya Allah telah menjanjikan, jika mereka bersabar dan bertakwa, maka Dia akan memenangkan mereka dan mengalahkan musuh mereka, dan nampaknya jiwa menjadi rindu untuk mengetahui lebih dalam tentang perkara-perkara takwa yang menjadi sebab kemenangan, keberuntungan dan kebahagiaan, maka disebutkanlah lafaz takwa tiga kali, yaitu di ayat 130, 131dan 133. Ditujukan kepada orang-orang yang beriman, karena hanya orang-orang yang beriman yang dapat melakukan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, di mana iman itu adalah pembenaran yang sempurna terhadap sesuatu yang wajib dibenarkan dan menghendaki adanya amal dari anggota badan. Hal ini menunjukkan bahwa iman, tidak hanya ucapan saja, bahkan disertai amal. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa "Al Iman qaul wa 'amal" (Iman adalah ucapan yang didukung oleh hati dan adanya amal). Menurut sebagian besar ulama adalah bahwa riba itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba yang dimaksud dalam ayat ini adalah Riba nasiah yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah, yaitu ketika orang yang berhutang sudah jatuh tempo harus membayar, namun ia belum mampu, orang yang memberi pinjaman berkata, "Kamu mau membayar hutangmu atau saya tambah lagi waktunya namun hutangmu juga bertambah". 📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I Kaum kafir membiayai perang, termasuk perang uhud, dengan harta yang mereka peroleh dengan cara riba. Oleh karena itu Allah mengingatkan, wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu memakan riba, yaitu mengambil nilai tambah dari pihak yang berutang dengan berlipat ganda sebagaimana yang terjadi pada masyarakat jahiliah, maupun penambahan dari pokok harta walau tidak berlipat ganda, dan bertakwalah kepada Allah, antara lain dengan meninggalkan riba, agar kamu beruntung di dunia dan di akhirat (lihat: surah al-baqarah/2: 279)dan peliharalah dirimu dari api neraka, lantaran kamu menghalalkan, mempraktikkan, dan memakan riba, yang mengantarkan kamu kepada siksa api neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir. Karena praktik riba dapat menghancurkan sistem ekonomi maka pelaku riba ditempatkan dalam tempat yang sama dengan orang-orang kafir. 📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI Terkait: « Quran Surat Ali ‘Imran Ayat 129 | Quran Surat Ali ‘Imran Ayat 131 » Referensi: https://tafsirweb.com/1262-quran-surat-ali-imran-ayat-130.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Makan Harta Anak Yatim" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Kafil anak yatim adalah yang menafkahi, memberi pakaian, mendidik, membina anak yatim. Keutamaan yang disebutkan berikut adalah bagi yang menyantuni anak yatim dengan hartanya sendiri atau dengan harta anak yatim yang berada dalam pengawasannya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, السَّاعِي عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمَسَاكِيْنِ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَكَالَّذِي يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ “Orang yang berusaha menghidupi para janda dan orang-orang miskin laksana orang yang berjuang di jalan Allah. Dia juga laksana orang yang berpuasa di siang hari dan menegakkan shalat di malam hari.” (HR. Bukhari, no. 5353 dan Muslim, no. 2982. Hadits ini lafazhnya dari Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 131) Dari Ummu Said  binti  Murrah Al-Fihri, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, أَنَا وَكاَفِلُ الْيَتِيْمِ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ، أَوْ كَهَذِهِ مِنْ هَذِهِ -شَكَّ سُفْيَانُ فِي الْوُسْطَى أَوِ الَّتِيْ يَلِيْ الإِبْهَامُ “Kedudukanku dan orang yang mengasuh anak yatim di surga seperti kedua jari ini atau bagaikan ini dan ini.” [Salah seorang perawi Sufyan ragu apakah nabi merapatkan jari tengah dengan jari telunjuk atau jari telunjuk dengan ibu jari]. (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 133, hadits ini sahih sebagaimana kata Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 800). Dari Sahl ibnu Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, أَنَا وَكاَفِلُ الْيَتِيْمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا” وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى “Kedudukanku dan orang yang menanggung anak yatim di surga bagaikan ini.”   [Beliau merapatkan jari telunjuk dan jari tengahnya]. (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 135. Hadits ini sahih sebagaimana dikatakan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 800). Selain ada anjuran untuk menyantuni, ada ancaman keras bagi yang memakan harta anak yatim. Allah Ta’ala berfirman, وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.” (QS. Al-An’am: 152 dan Al-Isra’: 34) Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata, “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, dengan memakan, atau menukarnya dengan bentuk yang menguntungkan kamu, atau mengambil dengan tanpa sebab. Kecuali dengan cara yang menyebabkan harta mereka menjadi baik, dan mereka akan mendapatkan manfaatnya. Ini menunjukkan tidak boleh mendekati dan mengurusi harta anak yatim dengan cara yang akan merugikan anak-anak yatim, atau bentuk yang tidak membahayakan tetapi juga tidak membawa kebaikan. Hingga anak yatim itu sampai dewasa, lurus, dan tahu mengatur harta. Jika dia telah dewasa, maka hartanya diserahkan kepadanya, dia mengatur hartanya dengan pengawasan Wali. Firman Allah ini menunjukkan bahwa anak yatim, sebelum dewasa dan mampu mengatur harta, dicegah mengurusi harta, walinya yang mengurusi hartanya dengan cara yang lebih menguntungkan. Dan pencekalan itu berakhir dengan kedewasaan.” Oleh karena itu, barangsiapa memakan harta anak yatim secara zalim, ancamannya adalah neraka. Allah berfirman, إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisaa’:10) Oleh karena itu, tidak aneh jika memakan harta anak yatim dimasukkan ke dalam tujuh dosa besar yang bisa membuat binasa, sebagaimana disebutkan di dalam hadits di bawah ini. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَا
تِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu?” Beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam menjawab, “Syirik kepada Allah; sihir; membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq; memakan riba; memakan harta anak yatim; berpaling dari perang yang berkecamuk; menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. (HR. Bukhari, no. 3456 dan Muslim, no. 2669) Nantikan kumpulan amalan ringan berikutnya berserial, dan insya Allah akan menjadi sebuah buku. Referensi: Al-Ajru Al-Kabir ‘ala Al-‘Amal Al-Yasir. Cetakan pertama, Tahun 1415 H. Muhammad Khair Ramadhan Yusuf. Penerbit Dar Ibnu Hazm. Sumber https://rumaysho.com/22281-menjadi-kafil-anak-yatim.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Mendustakan Alloh Dan RosulNya" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Quran Surat At-Taubah Ayat 62 يَحْلِفُونَ بِٱللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَحَقُّ أَن يُرْضُوهُ إِن كَانُوا۟ مُؤْمِنِينَ Arab-Latin: Yaḥlifụna billāhi lakum liyurḍụkum wallāhu wa rasụluhū aḥaqqu ay yurḍụhu ing kānụ mu`minīn Terjemah Arti: Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin. Tafsir Quran Surat At-Taubah Ayat 62 Orang-orang munafik bersumpah dengan sumpah-sumpah dusta dan mengajukan alasan-alasan yang tidak karuan, supaya mereka diridoi oleh orang-orang mukmin, padahal Allah dan rasulNya lah yang lebih berhak dan lebih pantas untuk mereka dapatkan keridhaannya dengan beriman kepada keduanya dan taat kepada keduanya, jika memang mereka orang-orang mukmin yang sebenarnya. 📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 62. Orang-orang munafik itu bersumpah demi Allah di hadapan kalian -wahai orang-orang mukmin- bahwa mereka tidak pernah mengatakan sesuatu yang menyakiti nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Hal itu mereka lakukan agar kalian rida kepada mereka. Padahal Allah dan rasul-Nya lebih berhak mereka harapkan ridanya dengan cara beriman dan beramal saleh, jikalau mereka benar-benar beriman. 📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 62. Hai orang-orang beriman, orang-orang munafik akan bersumpah kepada kalian dengan nama Allah bahwa mereka tidak mengatakan sesuatu yang menyakiti Rasulullah, sumpah mereka ini hanya untuk mendapat keridhaan kalian, padahal Allah dan rasul-Nya lebih utama untuk mereka cari keridhaannya, dengan beriman dan beramal saleh, jika mereka benar-benar termasuk orang-orang beriman. 📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah 62. يَحْلِفُونَ بِاللهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ (Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu) Hal ini karena orang-orang munafik ketika menyendiri mereka menjelek-jelekkan Rasulullah, dan jika hal itu sampai pada orang-orang beriman, mereka datang dan bersumpah bahwa mereka tidak menjelek-jelekkan Rasulullah. 📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ "padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya" jika anda memperhatikan kebanyakan manusia, sesungguhnya mereka hanya melihat dan menuntut hak mereka kepada Allah, namun mereka tidak sekali-kali memperhatikan bahwa hak Allah atas mereka lebih besar dan lebih utama, sehingga dengan demikian mereka menjauh dan memutuskan hubungan dengan Allah. 📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia 62. Ketika fitnahan orang-orang munafik terhadap Nabi SAW sampai kepada orang-orang mukmin, mereka akan mendatangi kalian dengan bersumpah demi Allah wahai orang-orang mukmin bahwa mereka tidak mengatakan ucapan yang telah sampai kepada kalian, untuk mendapatkan keridhaan kalian dengan menampakkan keimanan mereka, padahal Allah dan rasulNya itu lebih berhak dimintai keridhaan jika mereka benar-benar beriman. Ayat ini turun terkit perkara orang-orang munafik yang memuji orang-orang yang mengundurkan diri di perang Tabuk. Mereka berkata: “Jika saja yang dikatakan Muhammad itu benar atas saudara-saudara kita yang merupakan tuan dan orang pilihan kita, sungguh kita ini lebih buruk daripada keledai”, lalu ketika mereka ditanyai Nabi SAW, mereka mengingkarinya, lalu ayat ini turun untuk mereka 📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah 62. “Mereka bersumpah kepada kamu dengan (Nama) Allah untuk mencari keridhaanmu.
” Lalu mereka mengklaim berlepas diri dari menyakiti Nabi dan lainnya yang mereka lakukan. Tujuan mereka adalah agar kamu ridha kepada mereka. “Padahal Allah dan RasulNya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang Mukmin.” Karena seorang Mukmin tidak mendahulukan sesuatu pun di atas ridha Allah dan RasulNya. Ini menunjukkan bahwa iman mereka tidak ada, di mana mereka mendahulukan ridha selain Allah dan RasulNya. 📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H Dalam perkara yang sampai kepada kamu dari mereka berupa menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni bahwa mereka tidak melakukannya, agar kamu tidak membenci mereka. Dengan menaatinya. Disebutkan dhamirnya dengan bentuk mufrad karena talazumnya (terikat bersama) dua keridhaan. 📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I Rangkaian ayat berikut ini memaparkan sifat buruk yang lain dari orang-orang munafik. Mereka bersumpah palsu kepadamu dengan nama Allah, untuk tidak turut serta dalam perang tabuk, semata-mata untuk menyenangkan kamu dan orang-orang beriman, padahal Allah dan rasulnya lebih pantas bagi mereka untuk dicari keridaan-Nya dengan menaati segala perintah Allah dan rasul-Nya meskipun berat, jika mereka benarbenar orang mukmin dengan keimanan yang mantap. Tidakkah mereka, orang-orang munafik, mengetahui betul bahwa barang siapa menentang, tidak menaati perintah Allah dan perintah rasulnya serta menyakiti hatinya, maka sesungguhnya neraka jahanamlah baginya, dia kekal di dalamnya. Itulah kehinaan dan kecelakaan yang besar. 📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI Terkait: « Quran Surat At-Taubah Ayat 61 | Quran Surat At-Taubah Ayat 63 » Referensi: https://tafsirweb.com/3078-quran-surat-at-taubah-ayat-62.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Lari Dari Perang (Jihad)" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Beberapa kalangan terus mendengungkan berjihad, padahal ilmu tentang jihad belum dipahami secara mendalam. Mereka hanya cuma sekedar bermodal semangat. Padahal tidak setiap jihad itu menjadi wajib. Ada syarat dan pelajaran yang mesti diperhatikan. Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا “Tidak ada hijrah setelah Fathul Makkah yang ada hanyalah jihad dan niat. Oleh karena itu, jika kalian diperintah untuk berjihad oleh imam, maka berangkatlah.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 2783 dan Muslim no. 1353). Dikatakan tidak ada hijrah setelah Fathul Makkah (penaklukkan kota Makkah) karena negeri Makkah setelah waktu tersebut menjadi Darul Islam (negeri Islam) dan selamanya menjadi negeri Islam. Namun hijrah -berpindah dari negeri kafir ke negeri muslim- tetap terus ada hingga hari kiamat sebagaimana dalam hadits dari Mu’awiyah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لاَ تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ حَتَّى تَنْقَطِعَ التَّوْبَةُ وَلاَ تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّم��سُ مِنْ مَغْرِبِهَا “Hijrah tidaklah berhenti hingga taubat berhenti (tidak diterima lagi). Taubat tidaklah diterima lagi ketika matahari telah terbit dari tempat tenggelamnya (arah barat).” (HR. Abu Daud no. 2479 dan Ahmad 4: 99. Al Hafizh Abu Thohir dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan). Hadits di atas menunjukkan bahwa jihad menjadi fardhu ‘ain, yaitu wajib bagi tiap individu jika pemimpin yang memerintahkan untuk itu. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa jihad menjadi wajib (fardhu ‘ain) jika: 1- Diperintahkan berjihad oleh pemimpin atau penguasa. 2- Jika negeri kita telah dikepung musuh, maka wajib bagi setiap rakyat membela negerinya dari serangan. 3- Jika orang kafir dan kaum muslimin telah berhadap-hadapan, maka ketika itu jadi wajib ‘aib untuk berperang dan tidak boleh kabur saat itu. 4- Suatu negeri sangat butuh pada seseorang di mana hanya dia saja yang bisa berjihad -semisal hanyalah dia yang bisa menggunakan persenjataan yang baru-, maka wajib ‘ain bagi dirinya untuk berjihad meskipun penguasa tidak memerintahkan dia untuk berjihad. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 1: 32-33).   Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin juga menerangkan bahwa jihad mestilah dilakukan dengan tujuan kalimat Allah itu mulia atau Islam itu jaya. Bukanlah berjihad dimaksudkan untuk semata-mata membela tanah air. Karena niatan untuk membela tanah air ada juga pada orang kafir. Lantas apa bedanya seorang muslim dengan mereka? Namun bisa jadi yang dibela adalah tanah air karena negerinya adalah negeri Islam. Tetapi bukan semata-mata karena itu tanah airnya. Beliau menerangkan dengan tegas, “Hendaklah setiap orang mengingatkan bahwa berperang untuk membela tanah air bukanlah berperang yang benar. Berperang seharusnya dilakukan seorang muslim diniatkan supaya Islam itu jaya. Bisa pula berperang karena membela tanah air dilakukan namun alasannya karena negeri tersebut negeri Islam.” (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 1: 34-35). Baca penjelasan Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin lainnya dalam artikel: Berperang Karena Cinta Tanah Air. Beberapa faedah dari hadits di atas: 1- Hadits  tersebut menunjukkan dihapuskannya syari’at hijrah dari Makkah ke Madinah karena setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menaklukkan kota Makkah, negeri Makkah menjadi negeri Islam. 2- Makkah menjadi negeri Islam selamanya. 3- Hijrah dari negeri kafir ke negeri muslim tidaklah terputus atau berhenti. Siapa yang mampu untuk berhijrah di mana saat itu ia tidak mampu menjalankan syari’at Islam, maka ia harus berhijrah kecuali bagi orang-orang yang tidak mampu melaksanakan syari’at hijrah ini. 4- Wajib berangkat jihad bersama imam (pemimpin) jika ia memerintahkan untuk berjihad. 5- Ha
dits ini menunjukkan bahwa amalan tergantung pada niatnya. 6- Wajib berniat jihad dan mempersiapkan diri untuk berjihad. Semoga faedah di pagi hari ini bermanfaat bagi pengunjung Rumaysho.Com sekalian. Moga Allah terus menambah ilmu dan amal. Referensi: Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H. Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H. @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, 8 Sya’ban 1434 H www.rumaysho.com Sumber https://rumaysho.com/3422-kapan-jihad-menjadi-fardhu-ain.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes
blogalloh · 1 year
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Pemimpin Penipu Kejam" #Dakwah #Islam
Tumblr media
Mengatur kemaslahatan umat merupakan tanggung jawab terbesar seorang pemimpin. Kemakmuran atau kesengsaraan suatu masyarakat sangat tergantung pada peran yang ia mainkan. Ketika seorang pemimpin berlaku adil sesuai dengan petunjuk Syariat Islam maka masyarakat pun akan sejahtera. Demikian sebaliknya, ketika pemimpin tersebut berlaku zalim dan tidak jujur dalam menjalankan amanahnya maka rakyat pun akan berujung pada kesengsaraan. Oleh karena itu, pada hari kiamat kelak, pemimpin yang adil akan dijanjikan dengan berbagai macam keutamaan oleh Allah ta’ala. Sementara pemimpin zalim dan tidak jujur dalam menjalankan amanahnya akan diancam dengan berbagai macam ancaman. Di antara bentuk ancaman tersebut adalah sebagai berikut: Menjadi Manusia yang Paling Dibenci oleh Allah Ta’ala Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah saw bersabda: إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi) Allah Menelantarkannya pada Hari Kiamat dan Tidak Mengampuni Dosa-Dosanya Sebuah riwayat dari Abu Hurairah radiyallahu anhu menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَ��نٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ “Tiga orang yang Allah enggan berbicara dengan mereka pada hari kiamat kelak. (Dia) tidak sudi memandang muka mereka, (Dia) tidak akan membersihkan mereka daripada dosa (dan noda). Dan bagi mereka disiapkan siksa yang sangat pedih. (Mereka ialah ): Orang tua yang berzina, Penguasa yang suka berdusta dan fakir miskin yang takabur.” (HR. Muslim) Akan Dimasukkan ke Dalam Neraka serta Diharamkan Syurga Baginya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ “Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad) Dalam riwayat lain, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda: مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ. “Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surge.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam lafadh yang lain disebutkan, ”Ialu ia mati dimana ketika matinya itu dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan surga baginya.” Tentunya masih banyak riwayat lain yang menyebutkan tentang ancaman Allah ta’ala terhadap para pemimpin yang menzalimi rakyatnya. Bentuk ancamannya pun tidak ada yang ringan, hampir seluruhnya mengingatkan akan besarnya dosa seorang pemimpin ketika dia berbuat zalim kepada rakyatnya. Apalagi ketika ia rela berbohong di hadapan rakyat demi mempertahankan jabatannya. Kewajiban Menasehati Pemimpin dan Larangan Membenarkan Kezaliman Mereka Jauh sebelum empat belas abad yang lalu, Rasulullah SAW telah mengingatkan umatnya akan adanya para pemimpin yang berbuat zalim dan berbohong di hadapan rakyat. Kita sebagai umatnya, tidak hanya diperintahkan untuk bersabar menghadapi keadaan tersebut, namun lebih daripada itu, Rasulullah SAW juga mengingatkan untuk senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dan selalu menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَ
ّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ “Agama itu adalah nasihat.” Kami berkata, “Untuk siapa?” Beliau bersabda, “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, Imam kaum muslimin, dan orang-orang kebanyakan.” (HR. Muslim) Nasihat secara diam-diam merupakan pilihan awal dalam melawan kemungkaran. Namun ia bukanlah satu-satunya cara untuk meluruskan kesalahan penguasa. Ketika nasihat dengan cara tersebut sudah tidak diindahkan, maka Rasulullah SAW pun memberikan motivasi lain kepada umatnya untuk merubah kemungkaran penguasa. Motivasi tersebut ialah pahala jihad yang dijanjikan kepada umatnya yang menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa zalim. Dari Abu Said Al-Khudri Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ “Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa atau pemimpin yang zhalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad) Lalu ketika usaha tersebut tidak dihiraukan lagi dan pemimpin tersebut tetap pada prinsipnya yang menzalimi rakyat, maka Rasulullah SAW mengingatkan umatnya untuk menjauhi pemimpin tersebut serta jangan sampai mendekatinya, apalagi membenarkan tindakan zalim yang mereka lakukan. Sebab, ketika seseorang tetap mendekati pemimpin zalim tersebut dan membenarkan apa yang dilakukannya maka ia akan terancam keluar dari lingkaran golongan umat Nabi SAW dan ia tidak akan mendatangi telaganya nanti di hari kiamat. Dari Ka’ab bin Ujroh radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar mendekati kami, lalu bersabda: إِنَّهُ سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ بَعْدِي أُمَرَاءٌ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهمْ ، فَلَيْسُ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ ، وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ حَوْضِي ، وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ ، فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضَ “Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang berdusta. Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan mendukung kedhaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak bisa mendatangi telagaku (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (penguasa dusta) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kedhaliman mereka, maka dia adalah bagian dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telagaku (di hari kiamat).” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i) Demikianlah beberapa bentuk ancaman yang disebutkan Nabi SAW  terhadap pemimpin zalim serta bagaimana seharusnya kita menyikapi kezaliman tersebut. Kebenaran harus tetap dipegang, sedangkan kesalahan harus senantiasa diluruskan. Nasihat tetap diutamakan namun amal ma’ruf nahi mungkar tidak boleh dilupakan. Wallahu ‘alam bis shawab! Penulis: Fahrudin بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
0 notes