Tumgik
#Pilpres BEM
hargo-news · 11 days
Text
E-Vote Bermasalah, Pemilihan BEM UNG Ditunda Hingga 8 Mei 2024
Hargo.co.id, GORONTALO – Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UNG, Muhammad Amir memberikan penjelasan terkait penundaan pemilihan Presiden BEM di Kampus tersebut. Menurutnya, alasan penundaan pemilihan BEM hingga 8 Mei 2024 bertujuan untuk memberikan fokus pada pelaksanaan ujian UTBK SNBT yang akan2 berlangsung pada 30 April hingga 7 Mei 2024. “Pihak universitas akan memberikan perhatian penuh pada…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kbanews · 8 months
Text
Siap Tampil dalam Debat Bacapres BEM UI, Pangi Chaniago: Anies Lebih Siap Tanding
JAKARTA | KBA – Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengapresiasi langkah Calon presiden (Capres) Anies Baswedan yang siap tampil dalam debat Bakal calon presiden (Bacapres).  Dia menilai Gubernur DKI periode 2017-2022 itu lebih siap tanding dibanding dua pesaing politiknya yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Anies menyatakan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
titoadiyatma16 · 9 months
Text
MENGENAL POLITIKUS MUDA
Tito Adiyatma Dwiyanto (20652060, 7C) 21 Agustus 2023
Tumblr media
Mengenal lebih dekat dengan Faldo Maldini,
Faldo Maldini sejak 14 Juli 2021 merupakan staf khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) bidang komunikasi dan media. Sebelumnya, laki-laki kelahiran 9 Juli 1980 ini adalah politikus dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Pada 2019 saat kampanye pemilihan presiden, Faldo Maldini dipercaya sebagai juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Pada tahun yang sama, Faldo Maldini pernah maju sebagai calon anggota DPR RI pada 2019 serta bakal calon Gubernur Sumatera Barat dan Bupati Pesisir Selatan pada 2020.
Faldo Maldini dikenal sebagai sosok vokal organisasi sejak di bangku kuliah. Selepas menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 3 Padang, Faldo Maldini melanjutkan studi di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia. Faldo Maldini menjadi kader Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Faldo Maldini juga pernah menjabat posisi penting dalam organisasi mahasiswa, mulai dari Ketua Himpunan Mahasiswa Departemen Fisika UI (2002), Ketua BEM FMIPA UI (2003), hingga Ketua BEM UI (2004).
Karir politiknya dimulai Setelah menyelesaikan studi sarjana di UI pada 2013, Faldo berencana bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tetapi urung. Ia merasa PKS tidak memberinya "tempat" dan melihat peluang ada di Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam wawancara dengan BBC Indonesia, ia mengaku mendapat tawaran bergabung dengan PAN dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan melalui Ray. Faldo diberi jabatan sebagai kepala departemen dalam struktur kepengurusan PAN.
Pada 2017, dalam waktu relatif singkat, Faldo menduduki jabatan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PAN. Dalam posisi itu, ia bertanggung jawab berkoordinasi dengan DPW dan DPC di daerah, membangun sistem pengkaderan yang sistematis, hingga mengupayakan Zulkifli Hasan untuk ikut dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Dalam ajang pemilihan umum legislatif 2019, Faldo maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PAN daerah pemilihan Jawa Barat V, tetapi tidak terpilih.[6] Pada Oktober 2019, ia mengundurkan diri dari PAN dan bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Di PSI, ia mendapat posisi sebagai Ketua DPW PSI Sumatra Barat.
Selaku politikus PSI, Faldo menyatakan dukungannya terhadap Perda Syariah, yang bertentangan dengan sikap PSI di pusat. Pernyataan ini ia sampaikan dalam pidato politik pencalonan dirinya di ajang Pemilihan umum Gubernur Sumatra Barat 2020.
Sejak 14 Juli 2021, Faldo menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara bidang Komunikasi dan Media
Selain aktif di dunia politik, Faldo Maldini juga merupakan seorang pebisnis. Faldo Maldini adalah manajer pengelola dari Longgar Group. Pada 2015, Faldo Maldini bekerja sebagai anggota Komite Pengembangan Usaha dan Pemantauan Risiko PT Garuda Indonesia.
2 notes · View notes
usratulmaqfira · 9 months
Text
21 Agustus 2023
Nama​​: Usratul Maqfira S
Kelas​​: 7C/Manajemen Pemasaran
Nim​​: 20652054
Mata Kuliah​: Marketing Politik
1. Mengenal politikus Muda
• Faldo Maldini, S.Si., M.Res., M.I.P. (lahir 9 Juli 1990) adalah pengusaha dan politikus Indonesia dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Setelah menyelesaikan studi sarjana di UI pada 2013, Faldo berencana bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tetapi urung. Ia merasa PKS tidak memberinya "tempat" dan melihat peluang ada di Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam wawancara dengan BBC Indonesia, ia mengaku mendapat tawaran bergabung dengan PAN dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan melalui Ray. Faldo diberi jabatan sebagai kepala departemen dalam struktur kepengurusan PAN.
Pada 2017, dalam waktu relatif singkat, Faldo menduduki jabatan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PAN. Dalam posisi itu, ia bertanggung jawab berkoordinasi dengan DPW dan DPC di daerah, membangun sistem pengkaderan yang sistematis, hingga mengupayakan Zulkifli Hasan untuk ikut dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Dalam ajang pemilihan umum legislatif 2019, Faldo maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PAN daerah pemilihan Jawa Barat V, tetapi tidak terpilih. Pada Oktober 2019, ia mengundurkan diri dari PAN dan bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Di PSI, ia mendapat posisi sebagai Ketua DPW PSI Sumatra Barat.
Selaku politikus PSI, Faldo menyatakan dukungannya terhadap Perda Syariah, yang bertentangan dengan sikap PSI di pusat. Pernyataan ini ia sampaikan dalam pidato politik pencalonan dirinya di ajang Pemilihan umum Gubernur Sumatra Barat 2020.
Sejak 14 Juli 2021, Faldo menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara bidang Komunikasi dan Media.
Faldo masuk ke Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI pada tahun 2008. Di kampus, ia mengenal gerakan tarbiyah dan menjadi kader Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Ia mulai aktif berorganisasi dan pernah menjabat Ketua Himpunan Mahasiswa Departemen Fisika UI tahun 2010, Ketua BEM FMIPA UI tahun 2011, hingga Ketua BEM Universitas Indonesia tahun 2012. Di bidang akademik, ia menerima Beasiswa Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis (PPSDMS) Nurul Fikri dan Goodwill International Scholarship. Pada 2011, ia meraih juara 3 pada kompetisi Mahasiswa Berprestasi. Pada 2013, ia menyelesaikan studi S-1 dan meraih gelar Sarjana Sains (S.Si.). Faldo melanjutkan pendidikan pasca-sarjana di Imperial College London. Pada pemilihan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) United Kingdom (UK) 2013, Faldo ikut dalam kontestasi bersaing dengan Ray Zulham Farras Nugraha, anak Zulkifli Hasan, politikus PAN dan Menteri Kehutanan RI. Faldo terpilih sebagai Ketua PPI UK periode 2013-2014. Ia sebelumnya dikenal aktif menentang penertiban lapak pedagang-pedagang liar di sekitar Stasiun KRL ruas Depok-Pasar Minggu pada tahun 2012. Aksi penentangan penggusuran tersebut dilakukan dengan meletakkan batang kayu besar di tengah rel kereta lin Bogor.
2. Efektabilitas dan Kapabilitas artis muda sebagai anggota partai politik.
• Latar Belakang Ali Syakieb
Ali Syakieb adalah seorang aktor kelahiran Bogor, 6 Juni 1987. Ia adik dari aktris terkenal Nabila Syakieb. Ali anak dari kedua dari tiga bersaudara dan memiliki keturunan Arab. Sebelum meniti karier di dunia hiburan dengan wajah tampannya, Ali sempat berprofesi sebagai seorang pilot. Sulitnnya mencari pekerjaan pilot, ia banting setir jadi artis. Ali memulai kariernya di dunia hiburan dengan bergabung di salah satu rumah produksi pada 2007, saat usianya menginjak 20 tahun. Ia mulai bermain sinetron pertamanya berjudul Alisa. Setelah itu kariernya kian berkembang dengan bermain sinetron lainnya seperti Khanza, Hingga Akhir Waktu, Amanah dalam Cinta, Tukang Bubur Naik Haji. Selain bermain sinetron, Ali juga bermain di film layar lebar yang salah satunya mengangkat namanya menjadi lebih dikenal banyak orang lewat film Srigala Terakhir yang tayang pada 2009. Dalam film itu, ia beradu akting dengan Vino G Bastian, Fathir Muchtar, Dion Wiyoko, dan Dalllas Pratama, Wajah tampannya juga banyak menghiasi FTVSelain sibuk di dunia entertainment, Ali miliki bisnis yaitu bisnis kue, seperti halnya artis lainnya. Adik kandung Nabila Syakieb itu memilih Kota Bogor sebagai tujuan pasar kuenya. Namun walaupun demikian ali syakieb memutuskan untuk memilih masuk partai NasDem dalam terjun ke politik. Namun memutuskan keluar dan masuk partai DI Perjuangan. memantapkan diri menjadi Caleg PDI Perjuangan untuk daerah pemilihan Jabar XI atau Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya.
• Pendidikan dan Pengetahuan Ali Syakieb
Ali Syakieb merupakan alumni dari Deraya Flying School. Ali Syakieb mengawali karirnya dengan berprofesi sebagai seorang pilot. Kemudian, sampai saat ini ia memilih untuk berkarir di dunia entertainment.
Prestari Ali Syakieb : Penghargaan dan nominasi
- 2016 SCTV Awards Aktor Utama Paling Ngetop dalam karya Istri Untuk Papaku,
Aktor Mega Series/FTV Terkiss dalam karya Suara hati Istri
- 2022 Pasangan Baper Terkiss
• Komunikasi Politik dan Aspirasi Dari Masyarakat
Ali syakib memiliki Visi misinya sama, karena PDI Perjuangan itu nasionalis, 2 program yang akan dia perjuangkan selaras dengan profesi dan latar belakangnya dan akan membuat regulasi agar PH (production house) punya jam kerja yang jelas
1 note · View note
lasemgresiknews · 1 year
Text
Ketua DPD RI : Hanya Pancasila, Sistem Bernegara yang Jamin Kedaulatan Rakyat
Tumblr media
Lasem Gresik News, SURABAYA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai sistem bernegara yang berdasarkan Pancasila sangat luar biasa. Karena menjamin kedaulatan rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat. Sayangnya sistem tersebut telah bubar seiring dengan perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 1999 hingga 2002 lalu. Baca Juga : Rapat Koordinasi Lomba Desa Terbaik Tingkat Kabupaten Gresik Hal itu disampaikan LaNyalla saat menjadi Keynote Speech Seminar Nasional Wawasan Kebangsaan, BEM Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Hasyim Asy’ary, Jombang, Sabtu (11/3/2023). "Amandemen UUD 45 tahun 1999 sampai 2002 adalah kecelakaan Konstitusi yang harus segera diakhiri dengan cara kembali kepada rumusan asli sistem bernegara dan sistem ekonomi Pancasila," kata LaNyalla yang saat ini sedang melaksanakan reses di Jawa Timur tersebut. Menurut LaNyalla, konsepsi atau sistem bernegara Pancasila menempatkan para hikmat yang mewakili rakyat, baik dari unsur partai maupun non partai, termasuk utusan daerah dan utusan golongan berada di Lembaga Tertinggi Negara. Sehingga menjadi sistem yang berkecukupan. Kemudian Presiden berada di bawahnya atau disebut sebagai Mandataris MPR, alias petugas rakyat. "Pada tanggal 18 Agustus 1945, para pendiri bangsa yang mayoritas adalah tokoh-tokoh agama dan ulama telah bersepakat, bahwa sistem politik yang paling cocok bagi Indonesia adalah sistem Demokrasi Pancasila. Yang merupakan sistem Syuro, dengan Lembaga Tertinggi Negara, yaitu MPR, sebagai wadah penjelmaan seluruh elemen rakyat," tukasnya lagi. Begitu pula dengan sistem Ekonomi Pancasila, yang pada hakikatnya adalah negara harus berkuasa penuh atas bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Termasuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak. "Ada pembagian yang tegas, antara wilayah public goods, yang mutlak harus dikuasai negara, dan wilayah commercial goods untuk swasta, serta irisan di antara keduanya yang menggabungkan kerja bersama. Sehingga terjadi proses usaha bersama atau yang sering saya sebut sebagai Public, Private, People, Partnership atau 4 P. Yaitu keterlibatan yang jelas antara negara, swasta dan masyarakat dalam aktivitas ekonomi," tuturnya. Jelas bahwa air, hutan atau ladang, dan api atau energi, lanjutnya, merupakan Infrastruktur penyangga kehidupan rakyat, yang tidak boleh dikomersialkan atau dijual ke pribadi-pribadi perorangan yang kemudian menjadi bisnis pribadi. "Namun yang terjadi saat ini, kedaulatan rakyat sudah diberikan menjadi kedaulatan Partai Politik di DPR RI, dan kedaulatan Presiden melalui Pilpres Langsung. Sehingga rakyat Indonesia, sebagai pemilik negara ini tidak bisa berbuat apa-apa," ucap dia. Lalu, faktanya segelintir orang, dapat menguasai dan menguras kekayaan alam Indonesia. Sementara ratusan juta rakyat hanya jadi penonton. Ketidakadilan inilah yang menjadi salah satu faktor penyumbang kemiskinan struktural. "Belum lagi soal jumlah hutang pemerintah yang meningkat jauh sejak awal tahun 2000 hingga sekarang. Bahkan tahun 2023 ini, pemerintah berencana menambah hutang lagi sekitar 700 triliun rupiah. Artinya di akhir tahun 2023 nanti, akan menembus angka 8.000 triliun rupiah," bebernya. Semua terjadi karena hasil dari empat tahap perubahan UUD 45 telah mengubah 95 persen isi dari pasal-pasal UUD naskah asli yang dirumuskan para pendiri bangsa. Pasal-pasal dalam UUD hasil perubahan justru mencerminkan ideologi lain, yaitu Ideologi Liberalisme dan Individualisme. Sehingga ekonomi Indonesia perlahan tapi pasti menjadi Kapitalistik. Baca juga : Si Manis Asam Kurmat Oleh-oleh Khas Desa Lasem "Oleh karena itu mari kita kembali ke UUD 45 naskah asli. Kemudian kita adendum untuk perbaiki kelemahannya, agar kita tidak mengulang orde lama dan orde baru. Tetapi jangan kita mengubah total Konstruksi bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa," paparnya. Hadir dalam kesempatan itu Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. Muhadjir Effendy, Rektor Universitas Hasyim Asy’ary, Prof. Haris Supratno, Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol. Toni Harmanto, Presidium Nasional BEM PTNU, Wahyu Al Fajri dan Segenap Civitas Akademika Universitas Hasyim Asy’ary.(***) BIRO PERS, MEDIA, DAN INFORMASI LANYALLA Sumber : www.lanyallacenter.id Read the full article
0 notes
noevitaikasari · 2 years
Text
Delete soon
Pas kuliah adalah awal mula aku berhijab dan memutuskan untuk ikut LDK jurusan karena Himpunan, BEM dst tak menarik bagiku karena pas ospek mereka terlalu mengagungkan organisasi. Aku kind of jengah aja ama sesuatu kalau dikampanyekan ini bagus blabla, jadi lbh prefer yang ngejelasin tapi ga tendensisus,wkwkwk. Tapi pas aku jadi anak LDK sebenarnya aga berasa aneh dengan cultur pas rapat kudu ada tirai dan pas ngomong dengan lawann jenis ga bisa pake bahasa kasual. Aku sendiri cukup meyakini ga mau boncengan sama lawan jenis kalau ga kepepet. Tapi ya kalau interaksi sama mereka ya biasa aja ngalir, as long as ya emang ada hal yang diomongin, bukan ngalor ngidul. Pun aku sama temen-temen anak organisasi ya cair gitu. Pas kuliah itu ya denger aja semacam stereotype kalau anak LDK afiliasi ke XYZ dkk. Aku cuma mikir "terus kenapa ?" . Dari dulu ga suka aja sama polarisasi macem tuh.
Sama kek waktu2 Pilpres, momen 411, 212 atau yang lain. Dalam momen2 tsb tentu saja aku punya keberpihakan tapi ya ga segitunya ga suka sama yang beda keberpihakan. Ya emang ada kelompok2 atau orang2 ttt yang memprovokasi/bajer (yg mendapat nilai materi dari sekelompok organisasi). Tapi ada juga orang yang beda keberpihakan sama aku yang mungkin kurang informasi atau dan lain, tapi yang pasti aku tau mereka punya niat baik (agak bernada self claimed kl yang bener keberpihakanku ya? :D). Makanya pada saat begini aku agak gak pernah setuju buat campaign dengan nada mengolok,kasar karena ya ibaratnya market target kita itu campur aduk..haha. Mungkin aku terdengar naif, tapi ya ada hal2 yang baiknya kita duduk bersama ngopi bersama.
2 notes · View notes
callmehilmy · 5 years
Text
Jabatan Bukan Prestasi
Tumblr media
Bulan Januari, Februari, atau bulan-bulan di tengah tahun, adalah bulan yang mainstream untuk pergantian jabatan. Entah ketua kelas yang baru, entah ketua BEM, ketua organisasi mahasiswa se-Indonesia, ataupun presiden kita.
Rasanya sering kita temui teman-teman kita bangga bila mempunyai kenalan orang-orang yang mempunyai posisi seperti itu. Apalagi di bulan-bulan pilpres macam ini, berfoto dengan calon nomor 1 ataupun 2 adalah kebanggaan. Pun misal, bila mempunyai koneksi dengan sebut saja walikota kota A, ada pula rasa bangga. Atau ada pula yang dengan bangga mengatakan bahwa dirinya ketua ini-itu. Waw.
Aku ingat ketika kumpul dengan teman-teman dulu beberapa tahun yang lalu ketika masih aktif organisasi mahasiswa. Ada konversasi semacam ini, "wih gile keren ya, temen deketku ternyata mimpin organisasi gede. Terkenal banget tuh!"
Tumblr media
Men.
Ya sesuai judul, menurutku jabatan itu bukan prestasi. Kata prestasi itu sepahamku berasal dari bahasa Belanda, "prestatie", yang artinya adalah pencapaian atau accomplishment. Di KBBI, artinya adalah "hasil usaha yang dicapai dari apa yang dikerjakan atau yang diusahakan".
Poinku di sini, di kata "hasil". Lumrahnya, orang maju ke dalam sebuah posisi tertentu pasti ada visi, misal nih, "visiku, Indonesia itu tingkat kemiskinannya turun sekian persen!", maka bagi dia menjadi presiden sebenarnya bukanlah prestasi, tapi turunnya tingkat kemiskinan di Indonesia.
Pun jadi ketua BEM, ketua kelas, komting, ketua departemen, ketua ini, kepala itu, apapun, punya goal juga mustinya. Gak mungkin deh rasanya ada yang maju karena visinya gini, "aku maju, visiku adalah untuk menjadi ketua organisasi X!".
Mungkin visinya ya segitu saja jarak pandangnya
Aku ingat salah satu legenda marvel, Stan Lee, membuat sebuah kalimat yang terkenal di The Amazing Spiderman. "With great power, comes great responsibility!". Dengan kekuatan yang besar, ada tanggung jawab yang besar.
Jabatanmu, entah apapun, punya otoritas atau kekuatan tertentu dan tanggung jawab tertentu!
Ketua organisasi ilmiah, punya otoritas mengatur alur makalah ilmiah, adalah tanggung jawabnya untuk meningkatkan iklim ilmiah yang ramai di tempatnya.
Pun, presiden, dengan otoritas yang sedemikian besar, ada tanggung jawab yang besar atas tiap nyawa di wilayahnya. Dalam sepahamku tentang agamaku, pun jika di ujung Merauke sana ada anak pengemis yang kelaparan, di akhirat kelak pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.
Bung, kalau kamu merasa keren dengan jabatanmu dan menganggap itu prestasimu, coba dipikir ulang.
- Hilmy Farhan
125 notes · View notes
randykempel · 5 years
Text
"It Remains the Same" & Sabda Nihil The Comingbacks
Ada sekelompok kecil orang yang sengaja menepi, menjaga jarak dari riuh rendah isu-isu terkini: fasisme polisi, NKRI harga mati, hingga romantisme mahasiswa sebagai “suara rakyat”.
Saya membayangkan The Comingbacks termasuk di dalamnya. Anak-anak yang dicitrakan acuh tak acuh, hobi nongkrong di kofisyop, dan hanya peduli dengan dirinya sendiri. Mereka semena-mena didakwa apolitis dan apatis. Atau setidaknya begitulah kata para orang-orang tua di linimasa yang gemar mengglorifikasi masa-masa tumbangnya orde baru.
Tetapi mereka, surprisingly, selalu mengikuti perkembangan terkini lingkungan sekitar. Anak-anak ini selalu update keadaan, entah dari berita atau linimasa di genggaman mereka, meski jarang sekali melempar komentar atau menunjukkan keberpihakan di sana. Beberapa dari mereka mungkin juga pernah mengudap buku-buku berhaluan kiri sembari mendengarkan Master of Reality-nya Black Sabbath. Bisa saja, mereka juga rutin ikut Kamisan meski tak pernah tertangkap Instastory. Dengan kata lain, mereka sebenarnya politically-conscious.
Jadi bagaimana mungkin, orang-orang yang sadar politik itu lalu (terkesan) tak peduli dengan isu-isu di sekitarnya? Bosan? Tidak berani mengambil sikap?
Atau mereka hanya kelewat sering dikecewakan?
**
Mungkin hal terakhir di ataslah yang menjadi inspirasi dari lagu ini. Jauh dari kesan (menjadi) kritik sosial, tembang ini menyajikan sebuah gambaran jelas tentang apa saja yang terjadi di sekitar tanpa terkesan tendensius, namun di saat yang sama, terdengar sangat nihilistik. Lengkap dengan sajian vokal yang lebih bisa disebut orasi serta beat-beat punk cepat yang tentu saja akan membakar amplifier dan memacu adrenalin lantai gigs sekitar.
Berita baiknya, ia dibalut dengan lirik yang cukup bagus. Bait-baitnya berhasil menangkap semangat kemarahan, sinisme, dan juga, nada-nada keputusasaan sebagian anak muda hari ini dengan artsy. Anak-anak muda yang kelewat dikecewakan oleh romantisme, pola yang sama, dan sistem yang memang didesain agar kita selalu kalah. Setidaknya, itu terlihat di pilpres kemarin yang mengharuskan kita untuk bernalar less evil. Well, fair enough.
“Government was a lie…,” teriak Judi, sang vokalis, yang seolah menjadi seruan untuk selalu menaruh curiga dan tidak berharap tinggi-tinggi terhadap apa-apa yang terjadi di dalam sisten berbasis hierarki dan otoritas, apapun bentuknya.
Apalagi hari-hari ini, saat kita sedang menikmati narasi mahasiswa-pelajar vs negara (aparat), kita secara tidak sadar dibuat merasa mempunyai "power", bahwa ini saatnya mengembalikan demokrasi, dan menuhankan kembali jargon vox populi vox dei.
Ah iya, anak-anak muda nihil ini bisa jadi alarm akan optimisme yang kadung melambung tinggi. Mereka seakan berkata, "Hei, tunggu dulu, ini tidak seindah yang kalian kira." Mereka seperti ingin menahan kita untuk tidak menenggak sebuah candu bernama "harapan".
Apalagi semakin ke sini kita juga semakin tahu jika para dewan mahasiswa yang katanya mewakili suara rakyat, nyatanya juga tunduk pada para seniornya. Mahasiswa sebagai simbol kebebasan berpikir nyatanya juga harus tunduk pada sebuah otoritas, persis seperti para senior yang mereka demo itu. Yang tua tunduk pada oligarki, yang muda jadi hamba organisasi.
Toh, memang seharusnya kita selalu punya alasan untuk ragu terhadap figur-figur publik yang dipandang “sempurna” dan “dituhankan”, bukan? Dari para ketum BEM itu, hingga Gubernur Jawa Tengah. Kepentingan-kepentingan tidak pernah mengizinkan hitam-putih dalam gerakan-gerakan ini, to? Terbukti, demo 30 September kemarin ternyata diwarnai oleh pengunduran diri beberapa BEM. Belakangan, mereka malah menolak RUU-PKS yang awalnya mereka perjuangkan itu.*
Poverty, property, all about the money
Investing, infesting, all about the laundering
Treating, threatening, all we’ve got just rejection
And then, how the dark ages will end?
Dengan gambaran yang lebih luas, mereka juga bercerita tentang bagaimana kita semua sebenarnya ikut “bersalah” - sebuah autokritik terhadap mereka juga, tentunya. Di setiap property akan selalu ada poverty, investing adalah pasangan sempurna dari infesting, dan treating adalah threatening dalam kemasan berbeda. Jukstaposisi ini menjadi sebuah permainan kata sekaligus menyajikan sebuah ironi: bahwa kita sedikit banyak juga bersalah dan berkontribusi menciptakan berbagai carut-marut dunia hari-hari ini.
“Mutant kills the enviroment.” Ya, kita adalah mutan yang selalu membunuh sesamanya. Sepanjang sejarah, Homo sapiens adalah wabah terhadap dunia itu sendiri. Toh memang tercatat bahwa di mana kumpulan sapiens berkumpul, di situ akan selalu terjadi kerusakan lingkungan dan genosida spesies lain. Jika dulu kita saling bunuh dengan senapan, hari ini kita melakukannya dengan sedotan.
Dan The Comingbacks seperti bersabda, "Di dalam sistem yang busuk ini, mari bersama menuju kemusnahan!"
Sick!
**
Tentu saja karya ini meninggalkan beberapa pertanyaan. Di satu sisi mereka terdengar seperti sekelompok orang yang putus asa dan hopeless, tetapi di sisi lain, mereka juga menyalahkan ignorance kita semua dalam menciptakan berbagai konflik dan isu-isu hari ini. Sebuah eksposisi atas kebingungan manusia dalam menentukan nasibnya sendiri dan dunia. Lalu apa yang harus kita lakukan? Apa ide besar yang bisa menyelamatkan kita semua? Apakah ada cara mengatasi segala disfungsi yang kadung terjadi?
Ataukah memang semuanya hanya bisa ditutup dengan berbagai racauan kemarahan seperti ini? Bahwa kita memang akan selalu terjebak di dalam kebingungan kita sendiri, lalu dipaksa kembali menjalani hidup, melaksanakan role masing-masing, dan berpikir bahwa semua (akan) “baik-baik saja” atau setidaknya, tidak akan memburuk? Seperti Sisifus yang terus mendorong batu hanya untuk jatuh, apakah segala kontribusi yang bisa kita usahakan pada dasarnya adalah sebuah kesia-siaan layaknya mencari arti hidup itu sendiri? Hingga pada satu titik, kita sadar telah terjebak dalam absurdisme itu sendiri?
Sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sesulit menentukan positioning The Comingbacks menyangkut hal-hal tersebut. Secara pribadi, saya tidak akan merekomendasikan lagu ini untuk kawan-kawan yang sedang merenungi diri. Lagu ini cukup berbahaya untuk didengarkan & diamini. Menelannya secara mentah-mentah bisa membuat anda mempertanyakan segala.sesuatu, mengalami krisis eksistensial, dan mungkin, turut menjadi nihilis seperti mereka.
Saya yakin, anda lebih baik memelihara ilusi "baik-baik saja" di kepala anda daripada merusaknya dengan mendengarkan kebenaran di dalam lagu ini.
-KMPL- (@randy_kempel)
*Personal note: Ah, memang yang paling realistis adalah turun ke jalan atau menuntut atas nama rakyat saja. Tanpa embel-embel apapun. Ya 'kan?
**Tentu anda tidak harus setuju dengan mereka & juga renungan ini. Bukankah terlalu prematur untuk menghakimi sebuah band hanya dari satu karya saja?
3 notes · View notes
ctrrmdn · 5 years
Text
Bincang Remaja Labil
 Pagi itu, hari begitu tenang dan damai. Langit cerah, tidak ada hujan ataupun badai yang menghampiri. Burung-burung berlalu lalang begitu gemulai. Suara ayam berkokok sudah mulai pergi dan perlahan digantikan oleh bunyi sepeda, kring-kring. Aku duduk sendiri, di depan garasi, sembari menyeruput kopi yang ada di hadapanku.
Aku bingung, semua masalah berkumpul di otakku. Mulai dari masalah tugasku yang belum selesai, masalah di sekolahku, hingga masalah negara pun aku pikirkan. Bicara tugas, aku mempunyai banyak tugas, mulai dari Akuntansi, Sosiologi, hingga Seni Musik. Sepertinya, semua mata pelajaran mempunyai tugas, kecuali Prakarya dan Agama Islam. Masalah sekolah, aku baru saja berkonflik dengan pacarku dan seorang teman sekelasku. Terakhir, masalah negara. Itu sangat complicated. Menyelesaikan masalah pribadi saja aku masih ragu, bagaimana masalah negara? Sangat tabu. Aku tidak tahu mana yang akan pergi terlebih dahulu dari pikiranku. Aku sadar, remaja sepertiku ini sedang berada di masa labil. Iya, labil. Maklum saja, aku baru menginjak di usia 17 tahun beberapa minggu yang lalu. Di tahun ini juga, pertama kalinya aku akan ikut serta dalam pemilihan umum presiden.
Aku adalah remaja apatis namun juga skeptis. Tidak mengerti apa itu politik secara luas. Hanya beberapa hal saja yang aku tahu, seperti kasus Setya Novanto yang melakukan korupsi, dan intinya hukum politik adalah runcing ke bawah dan tumpul ke atas. Tahu tentang dua hal tersebut saja aku sudah sujud syukur. Berkat Pak Totok, guru Pendidikan Kewarganegaraan, wawasanku sedikit terbuka tentang politik. Walaupun hanya sedikit, bagiku tidak begitu masalah. Seenggaknya, aku tidak terlalu merasa seperti anak cilik.
Senin pagi, anak laki-laki di kelasku membahas tentang pilpres yang akan diadakan pada April 2019 mendatang. Mereka adalah gengnya Maman. Aku yang tadinya sedang asyik mengerjakan soal Matematika, tiba-tiba tertarik untuk gabung ke perbincangannya setelah mendengar kata “pilpres” yang agak kurang jelas. Mereka terlihat begitu menikmati perbincangan. Sedangkan aku, aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Aku berusaha menyerap topik tersebut dengan duduk di samping Maman sambil makan gorengan.
“Man, pilih siapa pilpres nanti? Satu atau dua? Hahaha” kata Ade.
“Satu kali yak.. Dua-duanya sama saja menurutku.” Sahut Maman.
“Loh, loh, loh… Jelas beda, Man. Partai pendukungnya saja juga berbeda. Gimana sih kamu ini. No, 2 aja lah udah.paling benar. Trust me.” Balas Bima.
“Eeits… Sabar, Bro! Hati-hati kalau bahas politik, masih ada anak-anak dibawah 17 tahun.” Kata Didik, mencoba membuat suasana lebih santai dan melirik ke arahku.
“Eh, enak saja under 17 tahun. Aku sudah 17 tahun beberapa minggu yang lalu.” Kataku, memotong perkataan Didik.
“Ooo.. Iyakah? Tetap saja, kamu baru memasuki kawasan dewasa, hahaha.” Sahut Didik.
“Eh, sudah sudah. Kenapa jadi mempermasalahkan umur? Berapapun umurnya, yang penting adalah kita masih peduli terhadap keadaan negara sendiri. Kalau belum 17 tahun? Menurutku tidak masalah untuk mengetahui masalah politik, apalagi berkaitan dengan pilpres. Itu artinya, wawasan orang tersebut luas. Lalu, siapapun yang terpilih menjadi pemimpin negara, kita do’akan saja supaya amanah dan Indonesia dapat lebih baik daripada sebelumnya.” Jawab Maman.
Memang, anak laki-laki di kelasku adalah manusia yang menyukai kehidupan politik. Mungkin saat besar nanti mereka ingin jadi anggota partai politik, jadi politikus, atau bergabung dalam BEM - Kastrat di universitas, hahaha entahlah. Namun, satu yang pasti, hanya Maman lah manusia paling dewasa, kritis, dan berwawasan terbuka di kelasku.
1 note · View note
tineloid21 · 2 years
Text
Wakil Rektor IV Resmi Buka Pemungutan Pilpres BEM Universitas Pohuwato
Wakil Rektor IV Resmi Buka Pemungutan Pilpres BEM Universitas Pohuwato
TINELO.ID, POHUWATO – Wakil Rektor IV Universitas Pohuwato (Unipo), Haris Hasan, SE.,MM resmi membuka pemungutan suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden BEM Universitas Pohuwato. Dalam sambutannya Wakil Rektor IV Haris Hasan mengintatkan kepada mahasiswa untuk menjalankan proses demokrasi di Kampus bisa dijalankan dengan baik dan sesuai tahapan. “Kami berharap agenda Pilpres BEM ini dapat…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
hargo-news · 16 days
Text
Debat dan Kampanye Pilpres BEM UNG Diharap Berlangsung Aman
Hargo.co.id, GORONTALO – Wakil Rektor II Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Dr. Moh. Hidayat Koniyo, berharap Pemilihan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNG berlangsung aman. Hal tersebut disampaikannya sesaat sebelum dilaksanakannya debat pertama Capres dan Cawapres BEM UNG, Jumat (26/4/2024). “Yang terpenting adalah pemilihan capres dan cawapres ini berjalan dengan aman, adil, jujur,…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kbanews · 9 months
Text
Dicecar Pertanyaan Dosen dan Mahasiswa, Anies: Terima Kasih atas Pertanyaan Keras dan Superkritis
JAKARTA | KBA – Bakal calon presiden Anies Baswedan menyampaikan terima kasih usai diundang dalam kuliah kebangsaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Depok, Selasa, 29 Agustus 2023. Dia mengapresisasi pemikiran kritis para mahasiswa lewat berbagai pertanyaan pada acara kemarin. “Terima kasih kepada Dekan FISIP UI, panelis, panitia, dan utamanya terima…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
rmolid · 4 years
Text
0 notes
beritasumbarcom · 5 years
Text
DD Pendidikan Ajak Milenial Melawan Golput
BeritaSumbar.com -
BOGOR-Suhu politik Indonesia menjelang Pilpres 2019 kian memanas bahkan menjalar sampai kaum milenial. Melalui sosial media, anak-anak muda sebagai pemilih pemula ini pun turut aktif ambil bagian dalam dinamika politik saat ini. Mulai dari yang ikut memilih sampai yang tidak memilih alias golongan putih (golput). Dompet Dhuafa Pendidikan (DD Pendidikan) memandang pentingnya mendampingi para milenial ini agar tak salah pilihan. DD Pendidikan selama ini fokus pada pembangunan sumber daya manusia, mengajak para milenial NGOPI  (Ngobrolin Politik Indonesia) bareng pada Selasa kemaren.
Acara NGOPI yang dihelat di Warung Urban Bogor ini mengangkat tema “Ke Mana Suara Milenial Dalam Pilpres 2019?”. Puluhan milenial mulai dari mahasiswa, praktisi pendidikan, masyarakat umum dan media menghadiri acara ini.
“Saat ini banyak yang bergerak dengan menyasar kaum milenial, namun hanya sebatas menjadikan milenial komoditas politik namun pendidikan politiknya minim. DD Pendidikan memandang pentingnya membidik segmen ini dengan serius. Dalam konteks Pilpres, kami ingin memberikan kontribusi dengan memastikan para milenial ini mendapatkan pendidikan politik dengan benar,” terang Nurhayati Rospita Sari, Supervisor Marketing Komunikasi Dompet Dhuafa Pendidikan.
DD Pendidikan menghadirkan tiga orang pembicara yang kompeten di bidangnya hadir untuk memantik diskusi. Mereka adalah Aza El Munadiyan (Waketum PP KAMMI), Berry Sastrawan (Dosen Muda Universitas Djuanda), dan Panji Laksono (Ketua BEM IPB 2017). Ketiganya mengutarakan pandangannnya mengenai politik Indonesia saat ini.
“Pemilih menentukan pilihannya berdasarkan tiga hal yaitu kesukaan, rasionalitas atau kepentingan  dan popularitas. Hal inilah yang digunakan capres untuk menggalang suara pada pemilu kali ini,” jelas Berry Sastrawan. Ketiga hal tersebut juga diharapkan dapat diterapkan para peserta dalam menentukan pilihannya nanti. Berry pun mengharapkan milenial tidak golput. “Golput muncul atas ketidakpuasan atau kecewa atas tawaran visi dan misi kandidat yang ada sekarang ini. Milenial yang menentukan bagaimana kehidupan bangsa ke depan. Oleh karena itu janganlah golput dalam Pilpres ini,” pesan Berry.
Sedangkan menurut Aza El Munadiyan, acara seperti ini penting dilakukan untuk membekali kaum milenial menjadi pemilih yang cerdas.
“Melalui acara ini diharapkan generasi milenial menjadi pemilih yang cerdas di ajang Pesta Demokrasi 17 April nanti. Ini merupakan bentuk pendidikan politik untuk membangun pondasi pemahaman cerdas politik bagi generasi milenial,” papar Aza.
Mewakili suara milenial, Ketua BEM IPB sekaligus Penerima Manfaat BAKTI NUSA DD Pendidikan, Panji Laksono menjabarkan bagaimana kondisi milenial saat ini. “Generasi milenial sedang menghadapi era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity),” ungkap Panji. Karenanya pemilu mendatang menjadi ajang untuk memilih pemimpin yang bisa menjadi figur bagi anak-anak muda penerus bangsa ini. “Pemilu bukan melulu mencari yang terbaik, namun memastikan agar yang terburuk tidak terpilih,” lanjutnya.
NGOPI di Kota Bogor ini merupakan awalan dari rangkaian diskusi yang akan dihelat DD Pendidikan jelang Pilpres ini. Kota Depok, Tangerang, Jakarta dan Bekasi adalah target wilayah berikutnya. Harapannya, roadshow ini dapat membuka wawasan dan kesadaran para milenial terhadap potensi yang mereka miliki dan bagaimana seharusnya mereka berperan di tengah masyarakat (NR)
Baca berita selengkapnya di sini.. from Berita Sumbar via BeritaSumbar.com
0 notes
ajengutaminur · 5 years
Text
Pilpres
Sebagai manusia awam, aku nggak merasa puas dengan pilpres tahun ini. 
Aku nonton debat 3 kali, tapi gak pernah sampe tuntas. Keburu bosen. Kukira debat bergengsi ini akan dipenuhi dengan argumen, data, dan solusi yang beragam, ternyata biasa aja, gak lebih menggebu gebu dibanding debat capres/cawapres BEM di kampus. Kukira jawaban dalam waktu 15 menit itu akan penuh dengan ide solutif yang waw yang belum pernah terfikirkan di otak aku yang biasa aja ini, dengan kalimat jawaban yang konkrit dan spesifik. Ternyata 15 menit pun kadang masih sisa banyak waktu, kadang kalau habis pun, kalimat-kalimatnya yang diulang.
Aku kira pesta demokrasi itu bisa seru dengan perlombaan ide kreatif untuk membangun bangsa bersama. Tapi kenyataannya bikin otak mumet sama kelakuan pendukung masing-masing paslon.
Timeline sosmed selalu penuh dengan berita pendukung/haters paslon 02. Sementara itu, pendukung paslon 01 lebih kalem dan nggak begitu aktif menyebar aktifitas kampanye paslon pilihannya. Sejauh yg aku liat, pendukung 02 nih jago speak up, mereka jg aktif menyebar doktrin perubahan blablabla, diikuti dgn menyebar info kegagalan pemerintahan Jokowi biar orang-orang ikut pilih 02. Sementara pendukung 01 ini lebih invisible, kebanyakan dari mereka nggak begitu aktif persuasif biar orang-orang ikut dukung 01 juga, mereka lebih kalem walau kadang keliatannya seakan mereka ini "blm memilih siapapun", padahal hatinya condong ke 01.
Kayaknya ini lingkungan aku aja sih yang kayak gini, nggak tau yang lain, nggak ada maksud menggeneralisir, hehe.
Btw, bosen bgt nih, huhu.
MONMAAP KPU, KAYAKNYA MASA KAMPANYE KELAMAAN DEH INI, HATI DAN PIKIRAN BEBERAPA RAKYAT UDAH TERLANJUR LIAR, BEBAL, SAMPE NALARNYA MENTAL. APA-APA DISANGKUTIN POLITIK, MUAK. PILPRES SELANJUTNYA DIPERSINGKAT AJA YA WAKTUNYA. HUFT.
Aku butuh teman-teman sesama rakyat yang otaknya jernih, yang nggak buat suasana pilpres jd dramatical tai kotok gini.
0 notes
Text
Momen Pilkada: Mungkinkah Mahasiswa Berperan?
Opini Andi Aulia Rahman, alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Tumblr media
Mahasiswa, selain berperan sebagai agen perubahan bangsa, sejatinya juga berperan sebagai agen intelektual bagi masyarakat luas. Agen intelektual yang saya maksud disini adalah bahwa mahasiswa harus berani mengungkapkan gagasan-gagasan pembaruan yang sesuai dengan kapasitas intelektual yang didalami di kampus. Kampus sejatinya telah disepakati sebagai laboratorium kehidupan masyarakat yang sebenarnya, karena di kampus-lah digodog serangkaian penelitian-penelitian, baik penelitian yang sifatnya sosial, teknologi, maupun kebudayaan.
Sejarah telah membuktikan bahwa dalam setiap fase perubahan yang dijalani oleh bangsa kita, selalu ada gagasan-gagasan intelektual mahasiswa di dalamnya, sebut saja misalnya gagasan proklamasi yang didorong oleh kaum muda ketika menjelang 16 Agustus 1945 ataupun gagasan agenda reformasi yang digaungkan oleh mahasiswa angkatan 98.
Nah yang menarik adalah ketika sore tadi, saya memperoleh pertanyaan dari beberapa kawan di media sosial whatsapp. Kira-kira kesimpulan dari pertanyaan tersebut adalah “Kenapa mahasiswa sekarang tidak ada pergerakan apapun di saat momen Pilkada kayak begini? Apakah karena takut disangka tidak independen atau mungkin takut dipolitisasi oleh pihak tertentu?”
Menjawab pertanyaan ini sebetulnya akan lebih pas apabila dijawab oleh mahasiswa yang saat ini berada di kampus. Mereka-lah yang lebih berhak untuk mengklarifikasi, da aku mah apa atuh, udah lulus, udah jadi alumni, hehe. Namun tidak salah juga kalau saya membagikan sedikit cerita pengalaman, dengan harapan dapat diambil sedikit manfaat di dalamnya, hehe.
Sebetulnya, bicara soal Pilkada tak ubahnya bicara soal kontestasi, persaingan, ataupun kompetisi antar calon dalam meraih simpati masyarakat untuk selanjutnya memberikan mandatnya kepada si calon untuk memimpin mereka. Se-sederhana itu konsep-nya. Artinya, ketika terjadi suatu kompetisi, maka juri (baca: rakyat) dari kompetisi ini-lah yang punya kuasa untuk menentukan pemenangnya. Nah, pertanyaannya adalah bagaimana kalau juri (rakyat) ini tidak memiliki asupan kompetensi sekaligus pemahaman yang baik terhadap calon yang akan dipilih? Inilah yang jadi problem demokrasi kita selama ini, *soal bagaimana agar supaya rakyat menjadi pemilih yang cerdas!*
Kampus telah memberikan kita suatu teorema yang mengatakan bahwa tingkat keterpilihan suatu calon yang kompeten sangat ditentukan oleh tingkat kecerdasan rakyat dalam memilih dalam suatu Pilkada. Saya kira, problem pemilih cerdas inilah yang seharusnya dapat dijawab oleh kehadiran Mahasiswa sebagai agen intelektual yang secara langsung pula ikut bertanggung jawab pada upaya peningkatan jumlah pemilih cerdas.
Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa untuk menyalurkan peran intelektualnya dalam pilkada?
Tahun 2014 misalnya, saat itu saya masih terlibat aktif di BEM UI 2014 dan secara kebetulan bertepatan dengan momentum Pilpres 2014. Saat itu, kami mencoba meramu sedemikian rupa sejauh mana peran mahasiswa dalam sebuah kontestasi demokrasi, dan bagaimana mengartikulasikan peran mahasiswa itu dalam suatu langkah yang konkret dan bermanfaat untuk masyarakat.
Saat itu, kami berkesimpulan bahwa salah satu metode yang dapat ditempuh agar mahasiswa dapat memainkan perannya dalam Pilkada adalah mengundang para kandidat untuk berdialog sekaligus berdebat di lingkungan kampus. Kami menyadari bahwa kampus adalah lokasi netral dimana intelektualitas akan dipandang sebagai hal yang utama, sekaligus juga akan memperlihatkan kematangan kompetensi sang calon dalam memimpin rakyat kedepannya. Itulah yang kami simpulkan ketika itu, sehingga kami yang berada di dalam organisasi eksekutif mahasiswa mencoba berikhtiar untuk mempersiapkan agenda tersebut.
Saya ingat betul ketika itu, BEM se-UI mengundang terbuka Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK untuk datang ke kampus dan berdialog dengan mahasiswa melalui baliho besar yang dipasang di depan Stasiun UI. Setelah agenda undangan terbuka itu, kami menjadwalkan pertemuan dengan masing-masing tim pemenangan untuk menyampaikan niat kami untuk mengundang para capres datang ke kampus UI. Dua minggu waktu yang kami butuhkan untuk memperoleh konfirmasi kehadiran para capres, akan tetapi timbul masalah ketika yang mengkonfirmasi datang hanyalah pasangan nomor urut 1 saja, namun pasangan nomor urut 2 urung datang dan menerima undangan mahasiswa dengan alasan kesibukan kampanye di luar daerah.
Perdebatan terjadi di internal BEM se-UI untuk menentukan apakah tetap akan melanjutkan debat atau tidak dikarenakan yang mengkonfirmasi untuk hadir hanya satu pasang calon saja. Sedari awal kami berprinsip bahwa kedua pasangan capres harus hadir dan kalau salah satu saja yang konfirmasi, maka agenda tersebut tidak akan kami lanjutkan.
Perdebatan terjadi dan akhirnya kami-pun memutuskan untuk tetap melanjutkan debat terbuka, tetapi cukup dengan tim pemenangan masing-masing capres saja. Di titik ini, kami ingin mencoba menyampaikan kepada masyarakat bahwa mahasiswa akan tetap netral dan independen, serta tidak akan berpihak pada salah satu calon, dan memang itu-lah yang sebenarnya terjadi.
Alhasil, jadilah barang itu. Debat Tim Pemenangan Capres alhamdulillah terlaksana di Auditorium FHUI yang dilaksanakan pada Rabu, 18 Juni 2017 dengan dihadiri tak kurang dari 750 orang. Tim pemenangan Prabowo Hatta diwakili oleh Marwah Daud Ibrahim, Kivlan Zen, Kardaya Warnika, Fadli Zon, dan Joeslin Nasution, sementara Tim Pemenangan Jokowi-JK diwakili oleh Taufik Basari, Firman Jaya Daeli,  Adian Napitupulu, dan Wijayanto Samirin.  Ketika itu, Mahasiswa, Dosen, Masyarakat sekitar Kampus UI, Aktivis dari Kampus lainnya, serta media nasional dan lokal menyatu di dalamnya untuk memperoleh pemahaman yang utuh akan visi, misi dan program kerja yang diusung oleh masing-masing capres.
Yang unik adalah, panelis debat ini adalah mahasiswa, yakni para ketua BEM Fakultas yang mewakili fakultasnya masing-masing untuk menyampaikan pertanyaan sekaligus rekomendasi kebijakan di bidang masing-masing. Sebut saja Ketua BEM FMIPA menyampaikan pertanyaan sekaligus rekomendasi kebijakan di bidang riset, Ketua BEM FKM di bidang kesehatan, Ketua BEM FH di bidang hukum dan anti-korupsi, dan seterusnya. DI titik ini kami ingin menyampaikan bahwa mahasiswa juga ingin berperan dalam menyampaikan rekomendasi kebijakan, bukan hanya sekedar menuntut di jalanan. Kami ingin bahwa partisipasi mahasiswa dalam perumusan kebijakan juga dipandang sebagai salah satu jawaban atas solusi permasalahan bangsa hari ini, dan itu terjawab!
Ada rasa yang haru sekaligus lega ketika debat hari itu selesai. Saya meyakini bahwa kami telah berikhtiar menjalankan fungsi mahasiswa yang sesungguhnya, yaitu menjadi aktor dan agen intelektual dalam sejarah perjalanan bangsa, termasuk dalam momentum Pilpres ketika itu. Ada kelegaan yang begitu mendalam ketika beberapa pihak menyampaikan secara langsung kepada BEM UI apresiasi-nya dalam menggelar “hajatan” itu. Mereka dengan jujur mengatakan bahwa mereka lebih tercerdaskan setelah debat itu, dan tentu saja mereka lebih yakin bahwa pilihannya didasarkan atas dasar pemahaman, bukan sekedar isu SARA dan Kampanye Hitam yang beredar di media.
Penutup
Saya meyakini bahwa begitulah seharusnya mahasiswa memainkan peranan dalam kontestasi demokrasi semacam Pilkada. Sudah selayaknyalah mahasiswa menyadari bahwa momentum Pilkada bukan hanya jadi ajang 5 tahunan yang kemudian menguras energi masyarakat banyak dengan perang opini-nya, tetapi juga momentum untuk menitipkan gagasan-gagasan yang telah dikaji dan diteliti oleh Mahasiswa dalam rangka berpartisipasi  untuk pembangunan masyarakat. Denga begitu, maka peran mahasiswa sebagai agen intelektual, menjadi nyata adanya. *Mungkinkah akan ada debat kandidat Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017 ini di Arena KAMPUS? Mari kita nantikan!!!*
Tulisan ini sengaja saya buat untuk saya dedikasikan kepada organisasi kampus yang ada di Jakarta, termasuk teman-teman di BEM UI. Tentu, rakyat Jakarta rindu akan hadirnya peran mahasiswa dalam  Pilkada Jakarta hari ini. Untuk Pak Ahok dan Pak Anies, sudah siapkah  datang ke kampus dan bertemu dengan mahasiswa?
http://nasional.kompas.com/read/2014/06/06/1637314/bem.ui.undang.prabowo.dan.jokowi.dialog.di.kampus
http://www.hukumonline.com/berita/bacafoto/lt53a18a498bad6/bem-ui-gelar-debat-tim-sukses-capres
sumber: https://andiauliar.wordpress.com/2017/02/26/momen-pilkada-mungkinkah-mahasiswa-berperan/
sumber gambar:nusantaranews.co
1 note · View note