Tumgik
Text
PSI yang Terlalu Problematik
Opini Grady Nagara, alumni Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Tumblr media
Ide tentang pembentukan partai politik alternatif di Indonesia memang perlu didukung dan diapresiasi. Salah satu ide tersebut termanifestasi dalam Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang mengklaim diri sebagai “partainya anak muda” dan mengusung partisipasi politik yang inklusif dan setara. Terlebih dengan adanya sosok Grace Natalie – seorang jurnalis muda dan berbakat – sebagai ketua umum partai, semakin menguatkan citra PSI sebagai “partainya anak muda” tersebut. Hadirnya partai ini seolah memecah kejumudan masyarakat Indonesia terhadap partai politik yang korup dan elitis. Sebagaimana diketahui, dalam wajah politik kita sehari-hari, persoalan parpol akan selalu berkutat pada: rendahnya akuntabilitas lembaga partai, sentralisasi kekuasaan partai di tangan segelintir orang, serta tidak berfungsinya peran organik partai seperti pendidikan dan rekrutmen politik. Namun, apakah kemudian PSI yang baru berumur biji jagung ini mampu membawa kekuatan politik alternatif dalam kancah politik Indonesia? Dengan jujur saya katakan, sangat sulit, bahkan PSI dapat menambah kejumudan baru. Paling tidak ada dua hal penting yang patut disoroti.
Pertama, soal platform ekonomi PSI hampir tidak kita temukan adanya tawaran kebijakan progresif guna menghadang kekuatan neoliberal yang selama ini membajak Indonesia. Alih-alih berbicara soal peningkatan kesejahteraan masyarakat, PSI justru terjebak pada “model lama” pembangunan seperti membuka diri terhadap pasar seluas-luasnya dan mendorong investasi besar-besaran khususnya untuk kepentingan infrastruktur [1] – yang selama ini telah menjadi agenda pembangunan pemerintahan Jokowi-JK. Sayangnya, belum terlihat dengan jelas bagaimana PSI bersikap atas peminggiran masyarakat miskin kota dan desa yang selama ini menjadi korban atas nama pembangunan seperti yang dialami petani Kendeng, para pedagang stasiun Jabodetabek, dsb. Bahkan, sikap politik PSI pun tidak mencerminkan sebagai kekuatan politik alternatif dengan mendukung penuh Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama yang jelas-jelas telah meminggirkan masyarakat miskin kota.[2]  Sikap politik tersebut jelas problematik karena PSI secara tidak langsung telah mendukung proses peminggiran tersebut.
Sisi lainnya adalah terkait platform sosial, budaya dan agama di mana PSI berbicara soal hak sipil dan politik. Tawaran ini, disisi yang lain memang perlu diapresiasi mengingat PSI mendukung kesetaraan hak bagi semua kelompok agama dan etnis. sisi problematik terlihat dari perhatiannya terhadap kaum miskin yang dikatakan telah terpinggirkan. Platform soal hak sipil dan politik PSI patut dipertanyakan mengingat partai ini abai saat banyak kaum miskin kota yang dipukuli oleh aparat negara karena dianggap kumuh dan mengganggu ketertiban dan kenyamanan. Lagi-lagi, PSI yang mendukung mantan gubernur yang gemar gusur-menggusur ini telah menunjukkan sikap partai yang pro terhadap pelanggaran hak sipol kaum miskin. Oleh sebab itu, bagi saya, PSI lebih mirip sebagai “partainya anak muda kelas menengah atas” yang benci terhadap kekumuhan dan selalu berbicara hal-hal tinggi seperti soal toleransi yang tidak terlalu dimengerti oleh kaum kelaparan.
Mari kita beralih pada poin yang kedua dan sangat penting sebelum berbicara soal realisasi platform; yaitu masalah kelembagaan parpol dan kaitannya dengan keuangan. Poin yang kedua ini tidak terlepas dari pernyataan Grace Natalie soal korupsi yang marak dan PSI hadir membawa politisi-politisi baik nan bersih untuk mengisi institusi politik yang ada. PSI dengan sikap “Pede-nya” ingin memenangi pemilu 2019 dan mengambil inspirasi dari kemenangan Emmanuel Macron dari parpol yang relatif baru di Perancis.[3]  Agaknya cita-cita ini tidak realistis (atau hanya ucapan retoris) karena berhadapan dengan partai-partai well-established yang selama ini masih mampu menjaga basis pemilih tradisionalnya.
Sebelum berbicara kompetisi dengan parpol-parpol besar, bagaimana PSI mampu mendanai partai dan kandidatnya untuk kebutuhan pemilu (jika bukan soal operasional harian partai), yang ditargetkan menang 2019 mendatang? Sejauh ini, PSI mampu mengumpulkan dana dari masyarakat secara terbuka melalui “patungan rakyat” sebesar Rp 107 juta. PSI pun mengklaim bahwa penggalangan dana yang dibalut acara “patungan rakyat” itu sebagai penggalangan dana parpol pertama sepanjang sejarah Indonesia yang terbuka dan resmi.[4]  Ini jelas pernyataan retoris. Jelas-jelas ada partai lain yang juga menggalang dana secara resmi dan terbuka dengan perolehan yang bahkan jauh lebih besar. Adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menghimpun dana lewat “Galang Lima Puluh Ribu (GALIBU)” di mana seluruh elemen masyarakat secara resmi dan terbuka dapat berdonasi di sana. Waktu GALIBU ala PKS diselenggarakan untuk kepentingan Munas 2015, dana yang terhimpun mencapai Rp 1,3 miliar hanya dalam beberapa hari [5],  atau 13 kali lipat lebih besar dari yang dihimpun PSI.
Soal “solidaritas” ala PSI yang ingin bahu-membahu dalam pendanaan untuk membantu para caleg yang dimajukan juga sulit dipahami. Angka Rp 107 juta itu sendiri masih sangat jauh dari cukup untuk memenangi kontestasi pemilihan umum yang memang dasarnya sudah high cost. Misalnya, untuk kasus pemilu 2014 kemarin saja, partai-partai politik yang kini mendapat jatah kursi di DPR rata-rata harus merogoh kocek lebih dari Rp 100 miliar. Berdasarkan laporan KPU, angka fantastis untuk running campaign pileg diperoleh Partai Golkar dengan biaya kampanye sebesar Rp 402 miliar, sedangkan untuk angka Rp100 – 200 miliar dikeluarkan oleh partai-partai medioker seperti PAN dan PKB.[6]  Lalu bagaimana PSI menutupi sisanya? Misalkan saja PSI menghimpun iuran dari 10 ribu anggotanya (berdasarkan pendaftar secara online) [7]  dengan masing-masing dibebankan iuran sebesar Rp 1 juta – yang tentu saja tidak mungkin – , maka PSI mendapatkan dana bersih sebesar Rp 10 miliar. Coba bandingkan dengan kebutuhan campaign pemilu legislatif, angka Rp 10 miliar tersebut masih sepersepuluh jika diasumsikan total dana yang dibutuhkan adalah Rp 100 miliar. Belum lagi biaya operasional harian partai termasuk konsolidasi, dan berbagai event, yang tentu saja butuh dana besar.
Meskipun persoalan dana idealnya tidak mutlak untuk memenangi pemilu, namun realisasi untuk menang pemilu 2019 akan jauh dari mungkin mengingat PSI harus berhadapan dengan partai-partai yang sudah “kaya”. Bukannya saya tidak mendukung pemilu berbiaya murah, tetapi ini adalah realitas politik kita hari ini. Jika PSI dengan niat tulus-ikhlas ingin turut memberantas korupsi lewat jalur elektoral, saya khawatir justru PSI terjebak pada praktik tidak bersih karena menggalang dana untuk partai demi mengejar cita-cita meraih kursi yang dominan di parlemen tahun 2019 kelak. Alih-alih ingin inklusif, justru PSI bisa terjebak pada sentralisasi elit karena pendanaan sangat mengandalkan elit partai dan jaringannya – sebagai akibat dari lemahnya pendanaan dari grass root. Padahal, ketergantungan pada elit akan menciptakan relasi patron-klien antara elit dengan para kliennya guna mendapatkan dana. Dari sini, partai akan susah untuk transparan dalam hal penerimaan sumbangan yang bersifat sangat personal, dan tentu saja berpotensi korup. Sayangnya, PSI belum bisa mendapatkan dana subsidi pemerintah (meskipun angkanya juga kecil) karena hanya didapatkan oleh partai-partai yang memiliki kursi di parlemen. Itu pun penggunaan dana subsidi lebih ditujukan untuk kepentingan pendidikan politik, bukan untuk pemilu.
Dengan demikian, akhirnya PSI pun akan terjebak pada kejumudan realitas politik sehari-hari, yang semula ingin menawarkan kekuatan politik alternatif. Tentu saja, Grace Natalie dan para petinggi partai lainnya tidak dapat menandingi Surya Paloh maupun Abu Rizal Bakrie yang sangat kaya karena mampu mengendalikan media. Apalagi disandingkan dengan ketua Partai Golkar, Setya Novanto, yang dengan hebatnya mampu melepaskan diri dari segala bentuk tuduhan keterlibatan dalam kasus-kasus mega korupsi macam E-KTP. Sangat sulit bagi partai yang ingin mengusung “orang baik” untuk berpolitik, selain itu adalah ucapan retoris belaka. Moral individu bukanlah solusi untuk memecahkan problem korupsi, melainkan ia adalah problem sistem yang bahkan “orang baik” sekalipun dapat terjebak di dalamnya.
Pada akhirnya, bagi saya fenomena kemunculan partai politik “alternatif” seperti PSI adalah sebagai hiburan di tengah mumetnya pemberitaan media yang selalu itu-itu saja.
Catatan Akhir:
[1] “Platform 1: Ekonomi dan Pembangunan”, diakses dari https://psi.id/berita/content/platform-1-ekonomi-dan-pembangunan/ (4 september 2017, pukul 19.00).
[2] “Dukung Ahok, Ketum PSI: Pilihan Kami Tak Akan Salah”, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3469492/dukung-ahok-ketum-psi-pilihan-kami-tak-akan-salah (4 September 2017, pukul 19.00).
[3] “Belum Lolos Verifikasi, PSI ‘Pede’ Menangi Pemilu 2009”, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3607581/belum-lolos-verifikasi-psi-pede-menangi-pemilu-2019 (4 September 2017, pukul 20.00).
[4] “Penggalangan Dana PSI Jakarta Tembus 107 Juta”, diakses dari https://psi.id/berita/2017/09/18/penggalangan-dana-psi-jakarta-tembus-107-juta/ (4 September 2017, pukul 20.15).
[5] “Penghimpunan Dana Galibu PKS Capai Rp 1,3 M”, diakses dari http://pks.id/content/penghimpunan-dana-galibu-pks-capai-rp-1-3-m (4 September 2017, pukul 20.30).
[6] KPU, “Laporan Kampanye Parpol Pemilu Legislatif 2014”, (Jakarta: KPU, 2014), hlm.45-46.
[7] “Partai Solidaritas Indonesia Yakin Bisa Ikut Pemilu 2019”, diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2016/10/24/20143281/partai.solidaritas.indonesia.yakin.bisa.ikut.pemilu.2019 (4 September 2017, puku; 21.30).
sumber gambar
1 note · View note
Text
Jangan Besarkan Masalah Kecil
Bedah Buku “Don't Sweat the Small Stuff: Jangan Membuat Masalah Kecil Jadi Masalah Besar” karya Richard Carlson oleh Faizah Muthmainnah, mahasiwa Matematika Fakultas Matematik dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Tumblr media
Sering kali kita mengkhawatirkan hal-hal yang setelah diamati lebih dalam, ternyata bukanlah suatu masalah besar. Terpaku pada masalah-masalah kecil, kemudian membesar-besarkannya. Contoh kecilnya ketika ada orang yang menyalip kendaraan kita dalam keadaan jalanan yang macet, bukan membiarkannya dan melanjutkan perjalanan dengan tenang, kita malah mencari-cari alasan untuk menyalahkan orang tersebut. Kita terus memikirkan hal-hal negatif yang mungkin akan terjadi – atau sebenarnya mungkin juga tidak. Pikiran-pikiran negatif tersebut yang kemudia akan menambah berat pikiran-pikiran kita, begitu seterusnya sampai kita merasa terganggu atau bahkan tertekan. Ini seperti efek bola salju. Cara untuk mengatasinya adalah dengan menyadari ketika timbul pikiran-pikiran tersebut hingga kita dapat berhenti dan menghindarinya.
Mungkin pendapat kita tentang orang tersebut adalah benar, namun apakah lantas kita bahagia dengan ‘kebenaran’ tersebut? Karena mempertahankan pendapat kita yang ‘benar’ akan menghabiskan banyak energi mental dan kadang menjadi ‘benar’ artinya perlu menganggap orang lain adalah salah – ini yang memicu orang lain menjadi defensif dan membuat kita juga terus menerus mempertahankan pendapat kita.
Salah satu cara yang efektif untuk menyudahi pertengkaran batin ini adalah dengan bertanya pada diri; apakah tahun depan atau lima tahun lagi masalah ini menjadi penting? Dengan begitu kita dapat berfokus pada pikiran-pikiran positif lainnya.
Coba sesekali kita bayangkan menjadi si penyalip tersebut, hidupnya seakan berada dalam keadaan darurat. Hal tersebut dapat benar-benar menjadi darurat – dapat menyebabkan kecelakaan misalnya ketika ia terus menerus menyalip dalam kondisi demikian. Padahal hidup ini bukanlah suatu keadaan yang darurat. Hidup akan terus berlangsung meskipun ada hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana.
Pada akhirnya, hindari mencari-cari ‘atap yang bocor’, dengan kata lain mencari-cari dan memikirkan tentang apa yang tidak kita sukai dari seseorang atau sesuatu yang kurang baik. Karena tidak ada gunanya mencari-cari kelemahan/kesalahan orang lain, selain hal tersebut hanya akan mendefinisikan diri kita sebagai seorang yang butuh dianggap bersikap kritis. Hargai diri kita dengan tidak memusingkan hal-hal kecil.
sumber gambar
1 note · View note
Text
Meikarta dan Efek Lompat Katak
Opini Grady Nagara, alumni Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Tumblr media
Jika Anda tinggal di wilayah pinggiran Jakarta, seperti saya, kita akan temukan fenomena pertumbuhan pemukiman yang semakin pesat. Observasi saya di wilayah Pamulang (Tangsel) hingga Sawangan (Depok), tanah-tanah yang dahulu kosong kini mulai diisi oleh pembangunan kawasan properti. Dan tentunya ini terjadi di banyak tempat. Para pengembang properti saling berlomba-lomba akan kelebihan hunian yang sudah disiapkan, mulai dari harga hingga fasilitas-fasilitasnya. Pun, segmentasi pasar dari bisnis properti tersebut sudah sangat jelas; yaitu kelas menengah atas.
Seorang ahli perkotaan, Hans Dieter-Evers (1990), menyebutkan bahwa fenomena kelas menengah atas yang berpindah ke wilayah pinggiran kota sebagai “efek lompat katak”. Bagi kelas menengah atas, pusat perkotaan sudah terlalu sesak dan penuh polusi. Mereka menginginkan wilayah yang indah, asri, tenteram sebagai tempat istirahat di tengah kesibukan pekerjaan. Keinginan ini ditangkap oleh para pengembang, yang mewujudkan mimpi itu menjadi nyata, yaitu menyulap wilayah pinggiran kota menjadi tempat istirahat impian. Alhasil kalangan kelas menengah atas ini satu per satu berpindah ke wilayah pinggiran tersebut, yang tidak jarang memunculkan problem ekologis di tanah yang relatif subur.
Analisis Evers mengingatkan saya pada Meikarta, sebuah kota raksasa yang diciptakan oleh salah satu kelompok bisnis terkaya. Pengembang kota Meikarta ini sangat mengerti keinginan dari kelas menengah atas ini. Iklan besar-besaran, yang saya yakin mengorbankan dana milyaran, dilakukan demi mewujudkan impian mereka. Keinginan yang kemudian diubah sebagai peluang pasar ini akan mendatangkan keuntungan besar, tidak heran persoalan izin pun ditabrak. Pun saya yakin, lahan (di Cikarang) yang kini hendak diubah menjadi Meikarta, berdampak pada kerugian ekologis. Paling tidak pengurangan lahan pertanian yang biasanya mengelilingi kota-kota besar.
Siapa yang tetap rugi? Jelas kelas menengah bawah. Kelompok ini sejak dahulu adalah mereka yang berpindah ke kota demi mendapatkan hidup yang layak. Impian mereka sama seperti kalangan menengah atas, namun sayangnya mobilitas mereka sangat terbatas. Sesampainya di kota, bukan kehidupan yang layak, justru mereka tetap terkungkung dalam kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi perkotaan tidak mampu menyerap tenaga kerja dari para migran (yang datang dari desa) ini. Tidak heran akhirnya lebih dari 60% mereka terserap di sektor informal; jadi Pedagang Kaki Lima (PKL), pemulung, pengamen yang sering “dikutuk” oleh kelas menengah atas sebagai penyebab kekumuhan. Padahal di desa pun, mereka juga tidak dapat lepas dari kemiskinan karena minimnya pembangunan wilayah pedesaan sejak dulu. Lalu di kota, mereka diusir karena dianggap bikin sesak dan tidak teratur.
Karena rasa kesal kelas menengah atas terhadap kekumuhan, seperti kata Evers, bak “lompatan katak”, mereka mengisi wilayah pinggiran sebagai tempat tinggal. Disinilah hebatnya kota Meikarta, sangat mengerti kebutuhan mereka yang benci kekumuhan, dan ingin ketenteraman. Mana mungkin nanti ada pemulung yang berani masuk ke dalam kota Meikarta, yang ada mereka sudah diusir satpam depan gerbang! Begitu pun aturan ini akan berlaku di “kota-kota kecil” yang kini telah/sedang dibangun di wilayah pinggiran seperti Depok, Tangerang, Bekasi sebagai tempat istirahat impian.
Jadi, mimpi “aku ingin pindah ke Meikarta”, akan jadi kenyataan (bagi kelas menengah atas).
sumber gambar
1 note · View note
Text
Komunisme
Opini Faqih Hindami Alwi, mahasiswa Studi Rusia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Sebuah tanggapan atas tulisan berjudul “Komunisme” karya Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi yang dimuat di republika pada tahun 2016 dan kembali disebarluaskan pada September 2017.
Tumblr media
Saya memang belum memiliki latar pendidikan setinggi Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi. Saya bahkan belum memperoleh gelar sarjana. Tapi kalau boleh salah saya mengkritik dan menyatakan, adalah pemikiran yang sangat dangkal apabila kita menyamakan komunisme dengan atheisme dan mengatakan bahwa komunisme mengingkari entitas yang disebut Tuhan. Sebab yang dikritik Marx adalah penggunaan institusi agama yang salah oleh borjuis. Borjuis menggunakan agama sebagai 'penenang' bagi proletar agar tidak memberontak; bahwa apabila proletar berlaku sabar terhadap penindasan, mereka akan dibalas surga di akhirat, bahwa Tuhan punya rencana yang lebih indah di hari akhir dibalik penderitaan yang mereka alami, bahwa menuruti pemimpin mereka adalah bentuk ketaatan. Hal ini membentuk pola pikir proletar yang "nerimo bae" dan akhirnya menghambat mobilitas sosial vertikal atau kenaikan kelas. Padahal di ayat-ayat lain - apabila kita membaca Al-Kitab - agama pun menekankan nilai-nilai perjuangan. Tapi hal ini diabaikan. Peribadatan menimbulkan kenikmatan spiritual, terlalu "nikmat" sampai kaum proletar terkadang tidak merasa ditindas. Wajar kalau Marx mengatakan bahwa "agama adalah candu masyarakat".
Di Indonesia, Tan Malaka, tokoh komunis di Indonesia yang dalam beberapa hal mewarisi pemikiran Karl Marx, menggunakan istilah "logika mistika" untuk menyebut cara berpikir masyarakat Indonesia yang masih terjebak dalam takhayul dan pemikiran-pemikiran spiritual yang kolot sehingga menghambat perjuangan kelas. (Baca Madilog karya Tan Malaka)
Hal ini juga perlu kita perhatikan sebagai aktivis dakwah. Terkadang kita terlalu "nikmat" beribadah dalam "ruang privat" sehingga tidak menyadari adanya pergolakan pada "ruang publik", terlalu "nikmat" berukhuwah sehingga menutup diri dari orang-orang yang butuh disadarkan, terlalu nyaman berada di masjid hingga tidak mengindahkan kemungkaran di luar masjid. Kita terus berprasangka bahwa Allah mempunyai rencana yang lebih indah dibalik kegagalan, sehingga kadang kita lupa bahwa kegagalan adalah hasil dari "human error" yang perlu digali penyebabnya. Padahal islam pun menekankan nilai-nilai kemandirian dan perjuangan, bahwa usaha mengubah nasib perlu dilakukan, dsb.
Nah, kembali lagi ke gagasan komunisme. Lantas apakah komunisme itu sama dengan atheis atau anti agama? Tidak! Kurang tepat mengatakan bahwa Marx anti agama, karena ia telah banyak menulis topik tentang agama di awal karirnya sebagai penulis dan jurnalis, walaupun secara pribadi ia tidak memiliki komitmen dengan satu agama apapun. Tan Malaka, seorang tokoh Partai Komunis di Indonesia adalah muslim yang taat. Ia bahkan sempat menawarkan konsep komunis yang islamis dalam Forum Komunisme Internasional. Jadi, pandangan bahwa komunisme sama dengan atheisme adalah salah.
Para tokoh komunisme memang berpikir bahwa perubahan besar yang menurut mereka baik harus dilakukan melalui pergerakan massa buruh yang massive. Tidak ada yang salah dengan ini. Para komunis punya landasan pemikiran sendiri yang logis dan saya menghargai itu. Mereka punya sudut pandang sendiri mengenai bagaimana perubahan baik dapat dicapai. (Baca Aksi Massa karya Tan Malaka)
Saya akui bahwa sistem komunisme telah gagal, bahwa memang komunisme tidak membangun kesejahteraan, bahwa komunisme taunya ya menyamaratakan tanpa melihat kapasitas personal. Komunisme telah gagal karena pemimpin-pemimpinnya melakukan korupsi, cenderung amoral, karena mengabaikan nilai-nilai keimanan serta menampik kebaikan dalam beragama. Saya sependapat dalam hal ini. Saya hanya ingin meluruskan pemahaman kebanyakan orang.
Mengenai gagasan kapitalisme yang dimaksud Dr. Hamid di atas, saya tidak ingin mengomentari karena saya tidak cukup mumpuni dalam hal ini. Mungkin kawan-kawan yang lain yang lebih ahli dalam kapitalisme bisa memberikan pandangan.
Saya pun sependapat bahwa kita tidak bisa begitu saja mengatakan bahwa "islam itu sosialis", atau "islam itu kiri" atau "islam itu kapitalis". Memang Tjokroaminoto punya pandangan sendiri mengenai islam dan sosialisme. Tapi harus kita sadari bahwa islam lebih dulu muncul sepuluh abad sebelum sosialisme muncul di tengah peradaban yang belum semodern pada masa kehidupan Marx. Begitu pula dengan kapitalisme dan komunisme. Ajaran islam tidak dibatasi oleh gagasan isme-isme tadi. Maka islam dapat kita katakan lebih tinggi dari gagasan-gagasan tersebut. Dalam islam, kita punya beberapa kisah kapitalis Utsman Bin Affan atau Siti Khadijah yang dapat mematahkan nalar Adam Smith. Apabila mengikuti batasan yang dibuat ilmuwan Barat, dalam arti positif, saya boleh mengatakan bahwa sebetulnya "Islam lebih sosialis daripada sosialisme" dan "Islam lebih kapitalis daripada kapitalisme". Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi.
Karena itu, bagi saya, kurang tepat pula bila Dr. Hamid mengatakan islam sebagai alternatif dari dua sistem yang gagal. Kawan-kawan paham kan maksud dari kata "alternatif"? Justru islam mestinya menjadi sistem yang utama, dengan muslim yang baik sebagai eksekutornya, dan bukan diposisikan sebagai alternatif.
Apa yang saya jabarkan di atas adalah hasil pemikiran saya yang dibentuk setelah empat tahun mempelajari gagasan Karl Marx di Prodi Rusia FIB ditambah pula oleh wejangan-wejangan beberapa Ustadz. Tidak ada referensi atau quotation tertulis. Silahkan apabila kawan-kawan ingin memberi kritik. Saya terbuka, karena saya akui punya banyak celah dalam berpikir. Sebab saya memang cuma mahasiswa yang belum sarjana mencoba menanggapi tulisan Dr. Hamid.
sumber gambar
5 notes · View notes
Text
Polemik Etnis Rohingya: Mulai dari Isu Kewarganegaraan hingga Politik Isolasi
Catatan Diskusi Publik “Rohingya: Apa, Mengapa, Bagaimana” oleh Khansa Asikasari (mahasiswa Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia) dan Muthmainnah (alumni pascasarjana studi Globalization and Labor Policies Universitat Kassel Jerman).
Tumblr media
Pelanggaran HAM Berat yang Terjadi di Rohingya
Permasalahan yang terjadi di Rohingya telah menjadi keresahan berbagai pihak. Tahun 2017 seolah menjadi tahun terakumulasinya kompleksitas masalah yang menempa etnis Rohingya. Etnis Rohingya adalah etnis yang paling dipersekusi di dunia (the world’s most persecuted people), mengalami kekerasan yang berlipat ganda atau multiple violence yang mencakup: tidak punya kewarganegaraan, mengalami penyiksaan struktural dan sistematis, dan kekerasan fisik.
Pernyataan menggetarkan datang dari Uni Eropa yang mengatakan bahwa pembataian yang terjadi terhadap etnis Rohingya adalah kejahatan genosida yang terjadi di era modern. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi di Rohingya merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Data terakhir dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mmenunjukkan bahwa kurang lebih setengah juta etnis Rohingya telah mengungsi ke Bangladesh dalam kurun waktu satu bulan dari Agustus hingga Oktober 2017. Terdapat kurang lebih 700.000 orang yang mengungsi yang diperkirakan sekitar 200.000 orang berasal dari konflik terdahulu. Kondisi ini membuat Pemerintah Bangladesh mengalami kesulitan untuk menangani para pengungsi mengingat Bangladesh merupakan Negara yang juga mengalami permasalahan khususnya di bidang ekonomi. Oleh karena itu, suasana area pengungsian di Bangladesh sangat kacau. Bantuan kemanusiaan sangat diperlukan untuk membantu para pengungsi.
Di daerah Sungai Teknav, di bagian utara Myanmar, bantuan harus diberikan dengan dilemparkan dari atas mobil. Terdapat banyak bukit yang dihuni dengan tenda yang belum layak sama sekali. Terdapat bendera warna kuning yang menunjukkan bahwa tenda tersebut dihuni oleh ibu-ibu, manula, dan balita. Musim hujan mmembuat suasana semakin sulit untuk menangani para pengungsi. Para pengungsi harus pergi dari rumah mereka tanpa membawa apapun. Letak pengungsi Rohingya belum bisa diatur, pengaturan tenda masih dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berbagai organisasi non-pemerintahan, termasuk Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU). Beberapa tenda harus digusur karena berada di wilayah rawan longsor. Menjadi suatu tantangan untuk bisa memindahkan 10.000-15.000 dengan cepat agar tidak kalang kabut saat longsor.
Tumblr media
Apa yang Terjadi di Rohingya?
Myanmar merupakan Negara dengan daratan terluas kedua di ASEAN setelah Indonesia. Myanmar memiliki heterogenitas dalam etnis, ras, dan juga agama. Agama mayoritas di Myanmar adalah Buddha dengan jumlah pemeluk agama kurang lebih 70 juta jiwa. Di sisi lain, dalam sensus terakhir, Rohingya tidak dimasukan ke dalam daftar etnis yang diakui, UNDP sebagai yang memiliki otoritas di organisasi internasional mendesak agar Rohingya dimasukan sebagai etnis yang harus disensus juga pada tahun 2014. Oleh karena itu, permasalahan utama dalam isu Rohingya adalah stateless people, etnis tanpa negara. Hal Ini yang menjadi akar permasalahan dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang ada. Di sisi lain, Myanmar juga berkonflik dengan etnis Syan Buddha (etnis minoritas lain) di timur dan Kachin (beragama Protestan) di bagian utara. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum Myanmar memiliki masalah laten mengenai penanganan terhadap etnis minoritas.
Selain isu stateless people, permasalahan lainnya yang memperburuk keadaan etnis Rohingya adalah kebijakan isolasi bagi para pengungsi. Pengungsi tidak diperbolehkan untuk keluar dari wilayahnya, tidak diperbolehkan bekerja atau menjual hasil kerja mereka ke kota, dan diisolasi dengan kawat. Hal ini menciptkan Restriction of Movement. Di sisi lain, terdapat banyak polisi di wilayah sekitar camp yang mengawasi orang asing. Hal ini semakin membuat sulit para pihak yang ingin memberikan bantua logistic.
Para pengungsi mengungsi dengan tidak membawa apapun dengan tinggal di tenda pengungsian, tinggal di rumah-rumah bamboo, dan bekas tahun 2012, sekarang juga terjadi tinggal di tenda-tenda tidak layak dan jerami-jerami. Pemerintah sudah menerbitkan larangan orang-orang asing dan lembaga kemanusiaan yang boleh masuk ke Rakhine, PBB yang biasanya menerbitkan bantuan distribusi makanan berhenti, larangan ini berlaku untuk semuanya. Mereka sangat menggantungkan harapannya dengan bantuan kemanusiaan. Daya dukung mereka di camp dan desa semakin menurun karena politik isolasi. Bukan hanya terjadi di Sitwe yang menjadi ibukota, etnis Rohingya  di Pulau Chopjul, juga mengalami pengusiran dan pembunuhan. Di sisi lain, berbagai permasalahan terus muncul, ancaman gizi buruk terus terjadi dan pasokan pangan sangat sedikit sekali.
Identitas putih adalah identitas yang diberikan oleh Pemerintah berikan sebelum krisis tahun 201 untuk mengidentifikasi Rohingya. Sejak tahun 1982 pemerintah Myanmar menerapkan kebijakan tidak menerbitkan kartu identitas bagi etnis Rohingya. Oleh karena itu, terdapat etnis Rohinya yang punya identitas sebagai penduduk Myanmar tetapi anaknya tidak dianggap sebagai warga Myanmar. Meskipun masih punya kartu identitasnya tapi tidak diakui oleh pihak keamanan.
Tumblr media
Bagaimana dengan Peran Pemerintah Indonesia?
Paragraf ke-4 pembukaan UUD memuat salah satu unsur paling penting yaitu tentang melaksanakan ketertibaban dan perdamaian dunia (participate in creation of world order). Arti merdeka bukan hanya tentang kemerdekaan individu, tetapi untuk bersama-sama merdeka, sebagai fitrahnya makhluk Tuhan YME. Di sisi lain, world order mengandung unsur kemerdekaan sejati, perdamaian abadi, dan hanya bisa dijamin dengan keadilan sosial. Hal ini yang menjadi pokok pikiran dari Politik Luar Negeri Bebas Aktif.
Politik Luar Negeri Bebas Aktif adalah politik untuk mewujudkan tata dunia yang bebas (merdeka, perdamaiannya abadi, dan yang berkeadilan sosial) sesuai dengan desain negara Indonesia dalam paragraf ke-4 pembukaan UUD, dan harus dengan aktif melalui segala daya dan upaya yang kita miliki apalagi penyelenggara negara. Bentuk peran aktif dalam isu Rohingya bukan hanya tentang memberikan pernyataan tentang menyesal, mengutuk, atau pun mengecam, tetapi suatu aksi yang lebih konkret. Sebagai contoh pendahulu pada tahun 1947 dan 1948, terdapat agresi militer I dan II oleh Belanda dan ada perang saudara juga, tetapi dalam kondisi seperti itu kita masih sempat mengirimkan pasukan kemanusiaan untuk bantuan ke India yang ketika itu sedang diadu domba oleh imperialisme Inggris yang melakukan politik pecah belah. Tidak hanya itu, seandainya saja kekuatan militer saat itu tidak dibutuhkan di internal, Indonesia bisa juga mengirimkan kekuatan militer.
Tumblr media
Bagaimana Seharusnya Sikap Pemerintah Indonesia terhadap isu Rohingya?
Diplomasi memiliki arti tidak hanya sebatas kalimat tetapi juga kekuatan aksi nyata yang mencakup dua hal yakni perlakukan etnis Rohingya sebagai saudara kita, atau jika kita tidak bisa melakukan hal ini, jangan sampai Pemerintah Myanmar mendapatkan apa yang mereka inginkan,yaitu pencaplokan tanah, Berikan tanah kepada mereka yang mampu mengelolanya dan dalam hal ini etnis Rohingya adalah pihak yang pantas untuk mendapatkan hak tersebut yang dikarenakan mayoritas dari mereka adalah melakukan aktivitas bercocok tanam. Di sisi lain, terdapat beberapa aksi yang telah dilakukan oleh Pemrintah Indonesia, yaitu Program pemberdayaan khususnya di bidang pendidikan. Pemerintah Indonesia telah resmi 4 sekolah, tahun 2013 dibangun kemudian diresmikan penggunaannya oleh Menteri Luar Negeri RI tahun 2017.
Kesimpulan
Permasalahan yang terjadi di Rohingya tidak terlepas dari belum selesainya proses membangun jati diri bangsa Myanmar. Terhadap kasus Rohingya, Â permasalahan bukan terjadi dari tahun ini dan tahun lalu saja, tetapi konflik ini telah bergulir lebih dari 5 tahun. Ekses dari pelanggaran HAM terhadap etnis ini juga mencakup human smuggling dan human trafficking. Di sisi lain, charter tidak punya konstruksi yang cukup untuk melakukan intervensi yang aktif untuk menyelesaikan permasalahan di Myanmar.
Konflik yang terjadi pun beragm seperti konflik sumberdaya alam, ethnic cleansing untuk penguasaan lahan, penegasian HAM utamanya hak-hak sipil, juga hak-hak ECOSOC, Statelessness, dan long-running process of systematic discrimination. Pengakuan terhadap etnis Rohingya tidak pernah terjadi secara de facto tetapi tidak pernah secara de jure.
Pilihan penyikapan dapat diwujudkan dalam bentuk humanitarian intervention baik militer atau non militer, R2P responsibility to protect oleh ASEAN/Neighboring Countries, dan boikot secara ekonomi, politik, sosial budaya. Malaysiasa lah satu Negara yang paling keras dalam isu Rohingnya dengan tidak mau mengirimkan tim sepak bola untuk bertanding dengan tim dari Myanmar, sedangkan Indonesia lebih menggunakan pendekatan constructive engagement jalan yang lebih soft diplomacy. Penndekatan juga dapat dilakukan melalui sisi kemanusiaan seperti membangun sekolah dan rumah sakit. Dalam aspek keadian, keadilan pemerintah Indonesia harus simultan untuk menangkap pelaku kekerasan menggunakan prinsip to forgive but not to forget dengan pengadilan.
Rohingnya adalah bukti nyata bahwa imperialisme masih merajalela di semua lapisan masyarakat. Rohingya adalah produk imperialisme. Maka hanya ada satu kata yakni: Lawan!
6 notes · View notes
Text
Salah Paham Identitas yang Membahayakan
Bedah buku “Kekerasan dan Identitas” karya Amartya Sen oleh Muhammad Alfisyahrin, alumni Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Tumblr media
Ilusi bahwa manusia hanya punya satu identitas tunggal dan pemilihan warga dunia secara simplistik ke dalam perabadan-peradaban seperti yang ditulis oleh Samuel P. Huntington dalam buku Benturan Antarperadaban (1996), menurut Amartya Sen dalam buku Kekerasan dan Identitas, adalah salah satu sumber kekacauan utama dari berbagai problem di dunia. Mulai dari konflik antar kelompok etnis sampai terorisme global yang menggunakan simbol Islam.
Sebagai seorang ekonom peraih Nobel Ekonomi yang juga banyak bicara soal kemanusiaan dan pernah menyaksikan secara langsung konflik sektarian di negara asalnya: India, perspektif Sen dalam buku berjudul Kekerasan dan Identitas (2016) tidak hanya otoritatif secara intelektual, tetapi juga sangat reflektif. Karena Sen tidak membahas sesuatu yang berada di luar sana. Sen membahas soal identitas. Soal kita.
Memahami Identitas
Kemajemukan bukan hanya terjadi antar kelompok sosial dan antar individu. Menurut Sen, setiap individu pada dasarnya juga selalu memiliki identitas yang majemuk. Hal ini berangkat dari afiliasi kita pada berbagai kelompok sosial. Saya misalnya adalah seorang warga negara Indonesia, beragama Islam, tumbuh besar di kota Jakarta, memiliki Ayah yang berasal dari Makassar dan Ibu yang berasal dari Minang, penyuka klub sepakbola AS Roma, bekerja di organisasi yang platformnya Hak Asasi Manusia, alumni Sosiologi FISIP UI, dan lain sebagainya. Dalam situasi sosial tertentu, saya memang harus memilih ketika ada dua atau lebih identitas dalam diri saya yang saling bersaing, walaupun dalam situasi sosial yang lain setiap identitas itu tidak saling bersaing. Meski dibatasi oleh lingkungan dan situasi sosial tertentu, selalu ada ruang bagi kita melakukan penalaran untuk menentukan derajat kepentingan relatif dari setiap identitas atau afiliasi kita pada kelompok sosial yang ada.
Menurut Sen, pandangan bahwa manusia hanya punya identitas tunggal adalah ilusi yang diciptakan oleh elit kelompok tertentu yang seringkali dijustifikasi oleh para intelektual. Identitas tidak sama dengan klasifikasi yang dipaksakan oleh orang lain terhadap diri kita. Tidak semua klasifikasi juga punya signifikansi sosial. Walaupun klasifikasi inilah yang seringkali menjadi dasar berbagai proyek penyeragaman melalui penanaman pandangan identitas tunggal. Dalam beberapa kesempatan, wujudnya agresif dan sangat jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Identitas bukan pula sesuatu yang kodrati yang hanya perlu ditemukan. Pandangan seperti ini biasanya muncul dalam suatu kelompok yang punya kepentingan pelestarian budaya tertentu (misalnya kelompok suku-bangsa dan agama). Padahal dalam keterbatasan konteks budaya tertentu, selalu ada ruang sebenarnya bagi individu untuk melakukan penalaran dan memilih derajat kepentingan relatif dari budaya dalam komunitasnya. Lagipula, dalam banyak komunitas, budaya itu pun seringkali memiliki varian yang beragam.
Kesalahpahaman Memandang Identitas
Dalam buku ini, Sen juga mengkritik beberapa tesis atau anggapan yang berakar pada kesalahpahaman dalam memandang identitas, berikut ini adalah di antaranya:
1.      Benturan antara Peradaban, tesis dari Huntington yang tidak hanya menjadi rujukan bagi penerima manfaat dari risetnya (Pemerintah Amerika Serikat), tetapi juga militan bersimbol Islam. Keduanya sama-sama memandang bahwa peradaban dunia memang pasti akan berbenturan. Selain karena berangkat dari asumsi ketunggalan identitas, tesis Huntington juga dikritik oleh Sen karena serampangan melakukan karakterisasi. Misalnya memandang India sebagai peradaban Hindu, padahal India adalah negara dengan penduduk muslim terbesar ketiga di dunia. Atau pandangan bahwa demokrasi, hak asasi manusia, dan ilmu pengetahuan adalah nilai-nilai yang khas Barat dan pencapaian murni dari peradaban Barat.
2.      Memaksakan identitas muslim yang sejati dan moderat. Sen mengkritik upaya melahirkan identitas muslim yang sejati, moderat, toleran, dan pro-perdamaian dengan cara merangkul para ulama yang digunakan oleh negara-negara dalam memerangi terorisme yang menggunakan simbol Islam. Selain berpotensi menimbulkan arus balik ketika upaya tersebut justru dianggap mengganggu ajaran Islam yang esensi, cara tersebut juga berangkat pada pandangan bahwa seorang muslim hanya punya identitas sebagai seorang pemeluk agama Islam saja. Padahal banyak kiprah dan karya dari kaum muslim di bidang non-keagamaan yang tidak selalu lahir dari perwujudan identitas mereka sebagai seorang muslim. Upaya memerangi terorisme harusnya dilakukan dengan cara menguatkan identitas lain dari seorang muslim seperti identitas sebagai warga negara dan manusia global.
3.      Barat dan Anti-Barat. Sen juga mengkritik sikap kebanggaan atas peradaban Barat dan sebaliknya sikap anti-Barat yang berangkat dari pandangan bahwa ide-ide seperti kebebasan dan pembelaan terhadap nalar publik adalah eksklusif hanya berkembang di Barat. Pengagungan atas nilai-nilai Asia dan pemahaman bahwa sesuatu yang Islami itu pasti bertentangan dengan Barat adalah contoh dari kutub lain yang juga berangkat dari pandangan tersebut.
Sen mengajak kita untuk senantiasa menyadari dan memberikan ruang untuk penalaran dan kebebasan kebebasan berpikir pada diri kita dan menghindari pandangan fragmentis yang menjadi landasan berpikir dari berbagai tragedi berdarah dalam sejarah kemanusiaan: mulai dari Yahudi di Eropa, Suku Hutu dan Tutsi di Rwanda, Muslim di Bosnia, Warga Palestina, Etnis Rohingya, hingga orang-orang terkait PKI di Indonesia. Perlu ada inisiatif untuk terus mendorong keadilan global, bukan hanya soal ekonomi-politik, menurut Sen, tetapi juga soal rasa kebersamaan global. Sebuah identitas yang tidak akan menggusur kesetiaan kita pada berbagai identitas lainnya.
Sumber gambar.  
4 notes · View notes
Text
Sang Pemula
Bedah buku "Sang Pemula" karya Pramoedya Ananta Toer oleh Nobi Asshofa Zen, alumni Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Tumblr media
Kalimat ini terdapat pada akhir bab "babak akhir" buku yang berjudul "Sang Pemula". Kalimat ini seperti tantangan bagi penulis untuk mencari tahu lebih dalam mengenai sosok yang dibahas Pramoedya Ananta Toer dalam buku ini. Sosok tersebut adalah Raden Mas Tirto Adhi Soerjo.
Raden Mas Tirto Adhi Soerjo lahir di Blora pada tahun 1880. Saat kecil, Tirto dipanggil dengan nama Djokomono. Tirto adalah cucu dari R.M.T Tirtonoto, Bupati Bojonegoro saat itu, dan anak dari R. Ng. Moe Hadjihammad Chan Tirtodhipoero, pegawai kantor Pajak (collectoer). Darah bangsawan yang mengalir dalam Tirto tidak membuat ia menyukai pangkat dan kasta yang disandang. Sang nenek, Raden Ayu Tirtonoto pernah mengubur hadiah dari pihak Belanda, bahkan pernah berwasiat bahwa anak cucunya tidak akan meminta apapun ke Belanda. Hal-hal tersebut yang mungkin membentuk Tirto punya sifat oposisi sejak kecil.
Begitu lulus sekolah dasar Belanda, Tirto masuk ke sekolah dokter STOVIA di Betawi pada umur 13/14 tahun. Saat bersekolah, ia dengan cepat menyerap dialek Melayu-Betawi dan menggunakannya pada tulisan yang ia sebar ke berbagai surat kabar seperti Chabar Hindia Olanda, Pembrita Betawi, dan Pewarta Priangan.
Setelah dikeluarkan oleh STOVIA, Tirto, pada usianya sekitar 20 tahun, diangkat menjadi redaktur Pembrita Betawi. Secara cepat, ia diangkat menjadi redaktur-kepala lalu penanggungjawab di surat kabar tersebut. Saat itu, Tirto berkawan baik dengan pemimpin Nieuws van den Dag, Karel Wijbrands. Tirto belajar "menghantam" aparat pemerintah melalui tulisan dari Wijbrands. Dari situlah, Tirto mulai membongkar ulah para pejabat Belanda maupun lokal. Nama Tirto menanjak ketika menulis skandal Residen Madiun, J.J. Donner yang bersengkokol untuk menjatuhkan Bupati Madiun, Brotodiningrat. Tirto langsung dipanggil polisi saat itu. Akhirnya, putusan hukum terhadap Brotodiningrat dianggap keliru. Ini adalah pertama kalinya pers digunakan untuk memperjuangkan hak dan keadilan di tanah Hindia. Terlebih yang dilawan saat itu adalah pejabat tinggi Belanda.
Setelah mengalami kegagalan bertunangan dengan seorang anak bangsawan, Tirto menikah dengan seorang dari kalangan menengah. Ia menjual semua miliknya dan membawa istrinya ke desa Pasircabe, tidak jauh dari Bandung. Di sanalah ia justru mampu mengorganisasikan penduduk untuk meningkatkan taraf ekonomi dan pendidikan di desa tersebut. Bahkan, ia menerbitkan Soenda Berita pada Februari 1903 di desa Pasircabe. Namun kurangnya kemampuan dalam mengatur keuangan, surat kabar ini harus dijual. Selanjutnya, tanpa alasan yang jelas, Tirto mengadakan perjalanan ke Bacan, Maluku. Selama dua tahun di sana, ia menikah dengan saudari sultan Bacan saat itu bernama Fatimah dan menerbitkan karya fiksi berjudul Seitang Kuning.
Sekembalinya dari Maluku, pada Januari 1907, Tirto menerbitkan surat kabar Medan Prijaji di Betawi. Untuk mendukung surat kabarnya, bersama dengan H.M. Arsad dan Pangeran Oesman, ia mendirikan NV Medan Prijaji yang menjalankan perniagaan dengan pulau-pulau di luar Jawa-Madura. Ini adalah pertama kalinya perusahaan pribumi berbadan hukum "NV".
Pada tahun 1908, Tirto memenangi perkara terhadap Aspiran Kontrolir Purworejo, A. Simon, yang terbongkar skandalnya dalam pengangkatan lurah. Kemenangan ini tidak lepas dari campur tangan Gubernur Jenderal Van Heutsz. Hal ini membuatnya melebarkan sayapnya dengan menerbitkan Poetri Hindia, Soeara B.O.W. (Departemen Pekerjaan Umum), Soeara S.S. (Perusahaan Kereta Api Negara), dan Soeara Pegadaian. Poetri Hindia tercatat sebagai surat kabar pribumi pertama untuk perempuan. Redaktur surat kabar ini terdiri dari hampir seluruhnya perempuan. Surat kabar ini bahkan mendapat apresiasi dari Ratu Wilhelmina, ratu Belanda saat itu.
Selepas masa jabatan Heutsz habis, kasusnya dengan A. Simon dilanjutkan. Pengadilan menjatuhkan pembuangan Tirto ke Lampung selama dua bulan. Saat pembuangan, Tirto mengirimkan tulisannya mengenai penganiayaan dan pemerasan oleh para pejabat.
Sekembalinya ke pulau Jawa, Tirto langsung disambut dengan surat-surat permohonan bantuan hukum dari berbagai daerah. Selain itu, ia membenahi NV Medan Prijaji yang tidak berkembang. Di tangannya, Tirto mampu membeli sebuah rumah yang diubah menjadi hotel di Betawi. Rinkes sebagai Adjunct Penasihat Urusan Pribumi mulai mengadakan penyelidikan pada Tirto. Menurut Rinkes, tahun 1909-1911 adalah masa jaya Medan Prijaji. Namun akibat berkurangnya penjualan dan perginya para pemasang iklan, Medan Prijaji dinyatakan pailit pada 22 Agustus 1912. Hal ini diduga karena berbagai tulisan Medan Prijaji yang menyerang pejabat Belanda dan pribumi. Pada 17 Desember 1912, Tirto dijatuhi hukuman buang akibat tuduhan memfitnah Bupati dan Patih Rembang. Selain itu, Tirto mempunyai hutang yang tidak mampu ia bayarkan. Mentalnya yang jatuh membuatnya berkhianat dengan menyebut sumber informasi pada kasus Bupati Rembang. Pada akhir 1913, Tirto dibuang ke Ambon selama 6 bulan. Sekembalinya dari sana,  hidupnya semakin tidak jelas. Tirto mencoba mengurus hotel sampai akhir hayatnya pada 7 Desember 1918.
Selain menjadi pelopor dalam dunia jurnalisme, Tirto juga menjadi salah satu orang yang mempelopori pergerakan nasional. Pada 1906, Tirto mendirikan Sarikat Priyayi yang ditujukan sebagai studie fonds bagi para anak priyayi. Namun organisasi ini tidak berjalan lama karena donasi tidak berjalan dengan lancar. Selanjutnya, ia mendirikan Sarikat Dagang Islamiah pada 5 April 1909 di Buitenzorg (Bogor). Sarikat Dagang Islamiah (SDI) mendapatkan dukungan dari pedagang Arab dan Melayu. Dalam waktu singkat, terdapat permintaan pertemuan untuk menjelaskan organisasi dari Betawi, Bondowoso, Sukabumi, Surabaya, dan Ciamis. Selama setahun masa berjalan, SDI tidak mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum. Tirto mengklaim bahwa SDI mempunyai anggota sebanyak 20.000 orang. Menanggapi menggeliatnya pedagang Tionghoa saat itu, Tirto mengakui sulitnya menyaingi pemodalan mereka namun menyatakan sama-sama bersaing untuk mencari makan, jangan sampai timbul perselisihan.
Catatan:
Terkait sejarah SDI memang sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Mulai dari yang manakah yg lebih berperan antara SDI dengan Budi Utomo, tahun kelahiran dan pendiri (yang dibahas dalam buku ini). Penulisan sejarah sejauh ini menyatakan H. Samanhoedi sebagai pendirinya di Surakarta. Namun bukti-bukti di buku ini mencoba menyatakan bahwa Tirto lah yang menjadi pendirinya. Rinkes menjadi tertuduh yang mengatur jalan cerita sejarah. Rinkes dianggap mengurangi peran Tirto dalam pergerakan nasional. Rinkes pula yang dianggap mengadu domba pedagang pribumi dengan pedagang Tionghoa pada kerusuhan-kerusuhan rasial terkait perdagangan batik khususnya di Surakarta. SDI Surakarta, yang membesar karena banyaknya pemilik modal, diatur sebagai pendiri oleh Rinkes. Hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut karena terkesan mendeskreditkan Samanhoedi dan SDI.
5 notes · View notes
Text
Hati Nurani Melawan Kezaliman
Bedah buku “Hati Nurani Melawan Kezaliman” karya Mochtar Lubis oleh Dwi Hadya Jayani, mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Tumblr media
Kurun 1957-1965 merupakan momentum usaha dari Presiden Sukarno dalam meluaskan kekuasaannya sehingga membuatnya menjadi penguasa tertinggi RI, Presiden RI, Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, Petani Agung dan lainnya yg serba agung. Dominasi kekuasaan dan cara pandang terhadap penyelenggaraan kenegaraan mengakibatkan banyak pertentangan, termasuk dengan pasangannya Muhammad Hatta yang selama ini dikenal sebagai Dwitunggal yang akhirnya beliau memutuskan untuk mengundurkan diri untuk menemani Bung Karno sejak didengungkannya Proklamasi Kemerdekaan RI.
Bung Hatta dikenal sebagai sosok yang kritis, terutama terhadap segala kebijakan yang merugikan rakyat dalam hal ekonomi dan aktif melancarkan serangannya lewat tulisan yang juga melahirkan buku Demokrasi Kita. Tetapi semakin lama tidak ada kritikan yang digencarkan sehingga memunculkan pertanyaan publik. Kemana Bung Hatta yang selama ini dikenal menyatakan sikap jika terdapat rezim yg bertindak sewenang-wenang? Apakah Bung Hatta telah berubah haluan untuk mendukung tindakan rezim yang mendzolimi rakyat karena telah diberikan kehidupan yang layak?
Bung Hatta tidak melanjutkan perjuangannya di ruang publik karena memikirkan akan nasib dari pers yg akan dibredel jika mereka berani memuat tulisan Bung Hatta hingga akhirnya memilih alternatif lain dengan mengirimkan surat secara pribadi untuk mereminder setiap pelanggaran dan tindakan rezim yg bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.
Isi dari surat ini mencakup beberapa periode dan peristiwa yang terjadi sejak tahun 1957-1965.
1957 Bung Karno menginternalisasi suatu konsepsi Politik dengan cara teror dan intimidasi oleh orang bersenjata agar konsepsi tersebut diterima. Februari 1957 ditelurkannya konsepsi Demokrasi Terpimpin yang membawa "Dewan Nasional" yang diketuai oleh Bung Karno sendiri. Konsepsi tersebut dimaknai sebagai kemenangan bagi PKI hingga mendapatkan pertentangan oleh berbagai parpol. Kiai Dahlan menyatakan konsepsi tersebut bertentangan dengan ajaran Islam, pun Partai Katolik, PSI, NU, PSSI, IPKI, Parkindo juga menolak konsepsi tersebut. Bung Hatta juga mereminder karena pernyataan beroep doen op het volk en op de minderen van het leger. Tindakan tersebut malah akan memunculkan perang saudara dan juga perpecahan. Namun reminder tersebut tidak dijalankan oleh Bung Karno dan berakibat diproklamirkannya PPRI-Permesta yang mengakibatkan ketidakstabilan kondisi nasional Indonesia.
1958-1959 terdapat kesalahan dalam pengambilan kebijakan dengan menurunkan nilai mata uang sehingga mengakibatkan dampak terhadap kaum tani, peternak, hingga pengangguran yang semakin memiskinkan mereka. Bung Hatta menilai dalam menyelesaikan permasalahan jangan hanya melihat dari politik moneter saja karena hanya terselesaikan sementara dan melumpuhkan dimasa datang. Beliau memberikan tiga saran, yaitu berhemat apbn, gencarkan produksi dan mengefektifkan peredaran barang tetapi saran tersebut tidak diindahkan dan semakin terpuruknya perekonomian Indonesia.
1960-1962 Hukum tidak dihormati, banyak tokoh (termasuk org yg tidak pernah berpolitik dan pensiunan) yg mendapatkan fitnah dan ditangkap dengan mudahnya tanpa adanya klarifikasi. Syahrir, prawoto, subandio, roem, anak agung Gde Agung, dll ditangkap karena tuduhan terlibat peristiwa Tjinderawasih di Makassar (Bung Karno diserang granat). Di tahun 1962 juga banyak agenda kontak senjata dengan luar negeri, seperti dengan Belanda di perairan dan daratan Irian Barat yang berujung kepada Perundingan New York, 30 Des Bendera Belanda diganti dengan Bendera Indonesia dan PBB. Selain itu juga terdapat pemberontakan oleh Azahari di Brunei yang mendapatkan dukungan dari PKI dan rezim Sukarno. Disisi lain terhadap persoalan dalam negeri dengan naiknya harga yang hanya dapat dinikmati oleh masyarakat mampu. Apakah pemerintah sosialisme Indonesia ada untuk mengakomodir kebutuhan kaum kapitalisme?
1963 Terdapat kemerosotan penghidupan rakyat dan juga kemerosotan moral karena korupsi yg dilakukan oleh PNS karena gaji yg hanya bertahan dalam waktu seminggu karena terpuruknya kondisi ekonomi Indonesia saat itu. Ketimpangan juga semakin besar antara si kaya dan miskin.
1965 Inflasi naik 625%, Bung Karno memerintahkan dalam waktu satu tahun inflasi harus dilenyapkan. Namun dalam penyelesaiannya menurut Bung Hatta bukan dgn revolusi harga yang menaikkan harga hingga 20x lipat sehingga malah akan memperhebat inflasi dan berdampak buruk kepada masyarakat.
1 note · View note
Text
Memahami Dunia Lewat Sepakbola
Bedah buku “Memahami Dunia Lewat Sepak Bola” karya Franklin Foer oleh Muhammad Al Fatih, mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Tumblr media
Ada yang bilang sepakbola adalah olahraga nomor satu di dunia.
Dibalik glamornya kehidupan bintang sepakbola, sepakbola selama ini juga dipakai sebagai alat untuk memenuhi kepentingan-kepentingan orang-orang tertentu.
Betapa tidak, olahraga yang berlangsung 90 menit ini ternyata begitu menyedot emosi dari para pemain maupun penggemarnya.
Kedua buah tim yang masing2nya terdiri dari 11 orang sejak awal pertandingan memang dikondisikan untuk saling beradu, dan ternyata tidak hanya dalam lapangan, tetapi suporter sepakbola juga beradu (fisik) di luar lapangan.
Persaingan inilah yang dimanfaatkan untuk menentukan kalah-menang dan siapa yang berkuasa diatas yang lainnya.
Bahkan, sepakbola pengaruhnya meluas hingga tataran panggung politik, ekonomi, budaya, dan agama.
Buku ini setidaknya memberikan cuplikan fenomena sepakbola di beberapa negara berbeda dengan kasus yang berbeda-beda, meskipun tidak mendalam.
Bagi yang tahu tentang Liga Italia, pasti tidak asing dengan Juventus. Klub ini juga sempat terkenal dengan skandal calciopolli nya berupa pengaturan skor pertandingan. Italia terkenal akan rahasia umumnya terkait "membayar wasit". Kenapa demikian?
Setelah berakhirnya perang dunia II, Italia dikuasai oleh tokoh-tokoh yg kemudian menjadi oligarki baru yang berbeda-beda. menjadi tempat lahirnya oligarki baru.
Juventus dimiliki oleh Agnelli, sang empunya raksasa otomotif Fiat dan salah satu pemegang saham terbesar di bursa efek milan. Agnelli dalam mengoperasikan itu semua dengan bersembunyi dibalik layar dengan politisi yang dikontrol untuk meregulasi kerajaan bisnis miliknya.
Hal ini juga tercermin dalam klub miliknya Juve, yang tampil mendominasi  di liga italia pasca PD II hingga 1980an. Dominasi itu terbilang aneh karena sering dicurigai atas bantuan wasit.
Hingga muncul AC Milan dengan pemiliknya Silvio Berlusconi. Caranya cukup berbeda dengan Agnelli. Berlusconi sangat dekat dengan Media karena telah membangun kerajaan bisnis berawal dari properti, tv, koran, hingga iklan dan asuransi.
Hingga ia berhasil membangun AC Milan dengan 6 kali juara liga champions-nya, tahun 1994 ia menyatakan, "Kami akan buat Italia seperti AC Milan." Media dan Periklanan miliknya berhasil membawa ia menjadi Perdana Menteri Italia.
Penggunaan Klub Sepakbola sebagai media penguasa efektif dalam menanamkan nilai-nilai kepentingan mereka.
Ideologi, misalnya. Di Serbia, dua klub ibukota Beograd bernama Red Star dan Partizan menjadi tunggangan dua kepentingan. Karena pada dasarnya klub se-kota itu merupakan rival tak terbantahkan, maka landasan ideologi juga bisa diseret menjadi alasan mengapa seorang suporter mendukung klub tersebut.
Red Star milik nasionalis yang menginginkan persatuan Serbia keluar dari bayang-bayang Yugoslavia-nya Uni Soviet. Ultranasionalis, sedangkan Partizan merupakan patron bagi komunis, sehingga disokong oleh tentara yang sebaliknya polisi mendukung Red Star.
Ada hal dibalik perseteruan abadi Real Madrid dengan Barcelona, dimana Barcelona mempunyai latar belakang sejarah panjang bangsa katalunya yang menguasai perekonomian, industri, keindahan seni, tata kota dan bahasa sendiri. Hingga akhirnya Madrid melalui rezim Kastilia ini ingin mempersatukan dengan kerajaan spanyol, termasuk melarang penggunaan bendera dan bahasa Katalunya. Kediktatoran Madrid saat itu pula yang membuat Real Madrid mempunyai pemain-pemain bintang dan menjadi klub yang sukses.
Kemudian dalam perkara agama, kedua klub bisa saling bertikai. Lagi-lagi masih merupakan klub sekota. Di Ibukota Skotlandia Glasgow, terdapat dua klub bernama Celtic dan Rangers. Celtic basis suporternya Katolik, sedangkan Rangers mewakili Protestan.
Persaingan ini sangatlah rawan gesekan. Ada yang ditolak bekerja karena dukung tim lawan, ada yg dibunuh karena pakai jersey di lingkungan yang salah. Belum lagi penistaan agama lewat yel-yel suporter. Bisa jadi ini perang yang belum tuntas antara Katolik dan Reformasi Protestan.
Melihat fenomena-fenomena ini, sepakbola bisa dijadikan sebagai sarana untuk melihat konteks geo-politik yang luas.
Karena banyak sekali orang yang menganggap hidupnya hanyalah tentang sepakbola. Siang hingga malam hanya untuk klub yang dicintai, segala pembicaraan dan urusannya hanya terkait dengan sepakbola.
1 note · View note
Text
‘Zero to One’
Bedah buku Zero To One karya Peter Thiel oleh Denny Yusuf, alumni Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
Tumblr media
“Every moment in business happens only once.”
“The next Bill Gates will not build an operating system. The next Larry Page or Sergey Brin won’t make a search engine. And the next Mark Zuckerberg won’t create a social network. If you are copying these guys, you aren’t learning from them.”
“It’s easier to copy a model than to make something new: doing what we already know how to do takes the world from 1 to n, adding more of something familiar. But every time we create something new, we go from 0 to 1. The act of creation is singular, as is the moment of creation, and the result is something fresh and strange.”
Buku ini bikin saya ngebuka mata banget tentang dunia yang makin berkembang dengan teknologi dan globalisasi. Penekanannya ada di startup dan teknologi. Alhasil, buku ini cukup signifikan memperkuat memutuskan masuk ke industri teknologi dari niat saya yang tadinya jadi dosen dan ternyata kurang cocok. Yang saya suka juga dari buku ini, kalau kita baca buku ini, rasanya entah kenapa berasa melek banget tentang teknologi—meski nggak bertahan lama setelah baca buku-buku lain, haha.
Inti besarnya adalah, menajdi game changer berarti berangkat dari 0 ke 1 (from zero to one) untuk menciptakan inovasi, dan para game changer tersebut melakukannya dengan menciptakan monopoli (oke ini kapitalis abis); karena seluruh bisnis lebih baik lepas dari kompetisi sempurna dan menciptakan monopoli. Untuk menciptakan monopoli, dibutuhkan diferensiasi yang game-changing. Buku ini membahas gimana cara bikin bisnis yang inovatif sekaligus memonopoli pasar, yang juga diambil dari perjalanan Thiel membangun PayPal, yang udah dibeli seharga 1.5 miliar dollar oleh e-Bay pada 2002.
Tentang Peter Thiel Peter Thiel adalah seorang pengusaha di bidang teknologi dan venture capitalist dari US. Thiel juga adalah salah satu co-founder PayPal pada 1998. Yang unik, sekarang para founders dari PayPal ini masing-masing bikin startup teknologi dan berhasil sukses: - Elon Musk: SpaceX dan Tesla Motors - Reid Hoffman: LinkedIn - Steve Chen, Ched Hurley, dan Jawed Karim: YouTube - Jeremy Stoppelman dan Russel Simmons: Yelp - David Sacks: Yammer - Peter Thiel: Palantir
Mereka terkenal juga dengan sebutan “PayPal Mafia”. Palantir yang dirintis Thiel adalah sebuah perusahaan teknologi di Silicon Valley yang berperan mengolah real-time data dalam melacak Osama bin Laden.
Tantangan masa depan “Apa salah satu kebenaran yang penting bagi Anda tapi jarang disepakati orang lain?” Pertanyaan ini biasanya sulit dijawab langsung. Mungkin lebih mudah jika diawali dengan pertanyaan “Apa yang disepakati oleh semua orang?”. Jawaban Thiel atas pertanyaan ini adalah: kebanyakan orang berpikir bahwa masa depan dunia ini lebih ditentukan oleh globalisasi, namun sebenarnya teknologi berperan lebih penting. Menggunakan cara-cara lama di dunia ini untuk menjadi kaya akan membawa kita kepada kehancuran, bukan harta, seperti polusi udara Cina. Globalisasi tanpa teknologi tidak sustain.
Lalu, startup-lah yang membantu mengenalkan inovasi untuk membuat dunia ini menjadi lebih baik.
Dogma Lean Startup Setelah dot-com bubble https://en.wikipedia.org/wiki/Dot-com_bubble, 4 hal ini menjadi kepercayaan banyak orang dalam membangun startup: 1. Buat kemajuan bertahap 2. Tetap ramping dan fleksibel 3. Tingkatkan persaingan 4. Fokus pada produk bukan penjualan
Menurut Thiel, ini lebih tepat: 1. Lebih baik mengambil risiko dengan berani daripada terjebak melakukan hal tidak penting 2. Rencana yang buruk lebih baik daripada tak ada rencana 3. Pasar yang kompetitif menjauhkan kita dari laba 4. Penjualan sama pentingnya dengan produk
Bisnis vs Startup Saat Twitter go public pada 2013, valuasinya mencapai 24 miliar dolar, 12 kali lipat lebih tinggi dibanding market cap Times, tapi Twitter merugi di saat Times mendapatkan 133 miliar dolar. Mengapa startup memiliki valuasi yang besar? Karena cashflow. Startup diprediksi untuk mendapatkan untung di masa depan.
Membuat monopoli Menurut Thiel, ada 4 karakteristik dari perusahaan yang menciptakan monopoli 1. Proprietary technology Teknologi hak milik, yang dilindungi hak paten. Ini keunggulan mendasar perusahaan agar bisnis tidak mudah ditiru. Contoh dari sini adalah algoritma search engine yang dimiliki Google yang sekarang menguasai pasar dengan perolehan 63.8% worldwide. Teknologi hak milik ini juga minimal harus 10x lebih baik dibanding teknologi yang ada di pasaran untuk menciptakan monopoli. 2. Network effects 3. Economies of scale (simple scalability) Contoh seperti bisnis sanggar yoga vs Twitter. Twitter memiliki scalability yang jauh lebih tinggi dibanding bisnis sanggar yoga. 4. Branding
Sales Biasanya, para nerds di Silicon Valley (red: engineer) meremehkan peran sales/marketing. Mereka sudah sibuk dengan kerja mereka berat, padahal kalimat “if the product is good enough, it will sell itself” hampir pasti tidak benar.
7 pertanyaan yang harus dijawab setiap startup 1. Engineering. Bisakah kita membuat terobosan teknologi dibandingkan kemajuan secara bertahap? 20% kemajuan belumah cukup. 2. Timing. Apakah saat ini adalah waktu memulai bisnis yang tepat? 3. Monopoli. Apakah kita akan memulai dengan market yang besar atau kecil? 4. People. Apakah kita bersama orang yang tepat? 5. Distribution. Apakah kita memiliki cara-- tidak hanya membuat, tapi dalam men-deliver produk kita. 6. Durability. Apakah 20 tahun ke depan posisi kita di pasar masih bertahan? 7. Secret. Apakah kita memiliki unique opportunity yang tidak dilihat orang lain?
1 note · View note
Text
Belajar Dari First Travel
Opini Iffah Karimah, alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan mahasiswa pascasarjana studi Islamic Finance and Management University of Durham.
Tumblr media
Beberapa minggu belakangan, masyarakat Indonesia dihebohkan oleh kasus penyelewengan dana yang dilakukan oleh biro perjalanan umroh First Travel. First Travel diduga telah melakukan penipuan yang merugikan banyak calon jamaah umrohnya. Akibatnya, puluhan ribu calon jamaah umroh dari seluruh Indonesia gagal diberangkatkan. Kerugian akibat penipuan ini diperkirakan mencapai sebesar 550 miliar Rupiah. Yang lebih menyedihkan, sebagian besar korban calon jamaah umroh First Travel adalah kalangan menengah ke bawah yang sudah bekerja keras menabung bertahun-tahun untuk umroh dan tergoda iming-iming umroh murah yang ditawarkan First Travel. Saat ini, Polisi membuka crisis center sebagai pusat pengaduan korban First Travel yang sudah menerima ratusan pengaduan. Mengutip pernyataan salah satu korban First Travel di DPR, kejadian ini bisa dikatakan sebagai “bencana nasional”.
Seribu satu alasan dikemukakan oleh pasangan pemilik First Travel, yaitu Andhika Surachman dan Anniesa Hasibuan untuk mengelak dari tanggung jawab mereka. Mulai dari pernyataan bahwa mereka tidak tahu dimana uangnya, mereka tidak bertanggung jawab lagi untuk memberangkatkan jamaah karena izin usahanya sudah dicabut, maupun fakta bahwa uang yang tersisa di delapan rekening pelaku tinggal 1,3 juta rupiah saja. Tentunya hal ini membuat geram masyarakat, apalagi pengusutan kasus terkesan berjalan lamban.
Sesungguhnya ada beberapa upaya upaya hukum yang seharusnya dapat dikenakan kepada First Travel, antara lain sanksi Administratif, sanksi Pidana, maupun gugatan Perdata. Sejak tanggal 1 Agustus 2017, Kementerian Agama telah mencabut izin penyelenggaraan umroh PT First Travel sebagai sanksi administrasi. Secara pidana, kedua pasangan ini berpotensi dikenakan beberapa pasal, antara lain penipuan, penggelapan, dan pencucian uang, yang saat ini sedang diusut polisi dengan melibatkan lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Pengusutan secara pidana tentunya tidak boleh menghilangkan hak-hak korban untuk menuntut ganti rugi secara perdata. Mengingat banyak kerugian yang terjadi secara materiil maupun imateriil, korban calon jamaah umroh dari PT First Travel dapat menempuh upaya perdata.
Bila ditinjau dari hukum perdata, PT First Travel telah melakukan wanprestasi dimana seseorang tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi (janji) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut R. Subekti, wanprestasi dapat berupa: (i) tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; (ii) melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya; (iii) melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; atau (iv) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Sanksi atas wanprestasi dapat berupa pemenuhan prestasi maupun penggantian kerugian. Berdasarkan ketentuan pasal 1234 KUH Perdata, penggantian kerugian dapat berupa biaya-biaya yang telah dikeluarkan (konsten), kerugian riil, maupun kehilangan keuntungan yang akan didapat seandainya si berutang tidak lalai.
Sehingga, PT. First Travel tetap harus bertanggungjawab untuk memenuhi kewajibannya terhadap jamaah umroh, baik memberangkatkan umroh maupun mengganti kerugian calon jamaah. Namun mengingat izin umroh First Travel sudah dicabut, opsi yang lebih masuk akal adalah mengganti kerugian korban.
Korban-korban yang dirugikan dapat melakukan gugatan class action untuk menuntut kerugian baik secara materiil maupun imateriil. Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No 1 tahun 2002, gugatan Class Action harus memenuhi prinsip dan persyaratan formil, yaitu harus ada banyak orang yang dirugikan (prinsip neumerousity) dan harus ada persamaan kepentingan, persamaan penderitaan, dan persanaan tujuan (prinsip commonality). Sedangkan syarat formilnya yaitu, harus adanya kelompok, harus adanya persamaan fakta atau dasar hukum, dan harus adanya persamaan tuntutan. Dalam hal ini, jumlah korban yang dirugikan sangat banyak dan mereka memiliki kesamaan tuntutan yaitu refund uang yang sudah dibayarkan. Dengan upaya Class Action, korban tidak perlu menggugat First Travel secara sendiri-sendiri namun dapat dilakukan secara kolektif, dan penggantian kerugian dapat diberikan sesuai klasifikasi kerugian. Lebih jauh lagi, untuk mencegah aset dialihkan atau dipindahtangankan, dapat dilakukan sita jaminan atas aset-aset perusahaan ataupun aset pribadi direktur.
Kasus penipuan yang menggunakan skema ponzi dan merugikan banyak pihak sudah banyak terjadi sebelumnya di Indonesia, dan First Travel bukanlah satu-satunya travel yang bermasalah dalam memberangkatkan calon jamaah haji dan umroh. Oleh karena itu, untuk mencegah hal serupa terjadi di masa depan, sudah selayaknya ada upaya preventif dari Kementerian Agama selaku pihak yang mengeluarkan izin operasi penyelenggaraan umroh. Harus ada seleksi yang ketat dalam memberikan izin, dan ada pengawasan sehingga apabila terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan umroh, izin operasi bisa dicabut secepatnya.
Referensi: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt598da4bd18c32/kasus-firs-travel--ylki--pidana-jangan-hilangkan-hak-perdata-konsumen
https://www.theindicatordaily.com/perkara-first-travel-segera-disidangkan/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5996dd89cdad1/polisi-tetapkan-tersangka-baru-kasus-first-travel
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl33/wanprestasi-dan-penipuan
sumber gambar: kompas.com
1 note · View note
Text
Korupsi Dana Desa: Bukti Ketimpangan Hukum dan Pelaksanaannya
Opini Egi Mahira Irham, alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan mahasiswa pascasarjana Ketonariatan Universitas Indonesia.
Tumblr media
Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely.
Adagium yang dikemukakan oleh Lord Acton pada abad ke-18 ini setidaknya perlu untuk direfleksikan dengan kondisi Republik Indonesia saat ini. Meskipun tidak mutlak benar sepenuhnya dan perkataan tersebut sesuai dengan kondisi kekuasaan saat itu yang dikuasai oleh penguasa mutlak yakni Katolik Roma, namun budaya korupsi yang diwariskan oleh budaya Barat ini nyatanya sedang menjangkit dan menggerogoti kehidupan rakyat Indonesia akibat para penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya. 
Jika bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kita harus sadar sepenuhnya bahwa bangsa Indonesia jelas-jelas belum merdeka dari belenggu korupsi. Betapa tidak, media massa di Indonesia saat ini sedang diramaikan dengan kasus korupsi mega-proyek KTP elektronik dan yang terkini adalah kasus suap penanganan dugaan korupsi dana desa yang melibatkan baik dari pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum yakni Bupati, Kepala Desa, dan Jaksa di daerah Pamekasan.
Dana Desa : Implikasi dari Berlakunya UU Desa
Korupsi dana desa ini setidaknya telah diprediksi beberapa saat setelah UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan oleh Presiden SBY. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setidaknya telah melakukan kajian sistem terhadap pengelolaan keuangan desa, baik Alokasi Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa sejak tahun 2015. Kajian ini tentunya tidak terlepas dari diberlakukannya UU Desa pada tahun 2014 yang berimplikasi pada disetujuinya anggaran sejumlah 20,7 triliun rupiah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang disalurkan ke 74.093 desa di seluruh Indonesia. KPK menyimpulkan bahwa terdapat empat aspek yang menyebabkan peluang untuk korupsi terbuka lebar : aspek regulasi dan kelembagaan; aspek tata laksana; aspek pengawasan; dan aspek sumber daya manusia.
Sebagai seorang sarjana hukum, tentu aspek mengenai regulasi dan kelembagaan menjadi perhatian yang perlu untuk ditelaah. UU Desa sendiri sebagai payung hukum dari penyelenggaraan otonomi desa, termasuk di dalamnya pemerintahan desa dengan segala perangkatnya, tentunya memiliki cita-cita yang luhur untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum sesuai dengan amanat dalam pembukaan konstitusi negara kita, UUD Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 4 UU Desa mengamanatkan agar pengaturan desa bertujuan untuk :
a.       memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.      memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
c.       melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
d.      mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
e.       membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
f.       meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
g.      meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
h.      memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
i.        memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
Berdasarkan Pasal 71 jo Pasal 72 UU Desa yang membahas mengenai Keuangan Desa, pendapatan desa dapat bersumber dari (Pasal 72 ayat (1) UU Desa): pendapatan asli Desa; alokasi APBN; bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota; hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan lain-lain pendapatan Desa yang sah. Pengaturan inilah yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengalokasikan dana APBN nya ke dalam Dana Desa yang tentunya harus sejalan dengan tujuan dari pembentukan UU Desa yang tercantum dalam Pasal 4 dan penjelasan UU Desa tersebut.
Ketimpangan antara Hukum Normatif dan Pelaksanaannya
Dari kajian yang dilakukan oleh KPK khususnya pada aspek regulasi dan kelembagaan, KPK menemukan sejumlah persoalan, antara lain : belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa; potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian; Formula pembagian dana desa dalam PP No. 22 tahun 2015 tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan; Pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP No. 43 tahun 2014 kurang berkeadilan; serta Kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa tidak efisien akibat ketentuan regulasi yang tumpang tindih.
Sedari awal pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut yang sudah berpotensi untuk terjadi penyalahgunaan dana desa, sistem pengawasan yang dibuat oleh pemerintah pun belum berjalan secara efektif dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Terdapat tiga persoalan yang dikemukakan oleh KPK yakni efektivitas Inspektorat Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah; saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah; dan ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang diresmikan oleh Presiden Jokowi setelah di periode pemerintahan sebelum-sebelumnya memiliki nomenklatur yang berbeda, harus berupaya keras menepati janjinya yang tercantum dalam Nawacita nomor 3 yakni “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah dan Desa”. Pasalnya dugaan kasus korupsi dana desa di Pamekasan kali ini merupakan satu di antara dugaan kasus-kasus lainnya di daerah lain. Korupsi dana desa kali ini tentunya akan membuat pembangunan di desa terancam tidak akan berjalan dengan efektif dan menyejahterakan rakyat desa sesuai dengan tujuan dari pembangunan desa yang tercantum dalam UU Desa.
Terlebih dengan dugaan terlibatnya aparat penegak hukum yakni jaksa dalam kasus korupsi di Pamekasan membuat pemerintah harus melakukan evaluasi dan tindakan yang serius. Aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi penjaga dan pengawas dari peraturan perundang-undangan Negara ternyata kembali lagi mengecewakan rakyat Indonesia. Pembangunan desa selama ini yang dilakukan oleh pemerintah harus tercoreng karena nila setitik yang diteteskan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab. Pembenahan secara sistemik seluruh stakeholder terkait untuk membuat sistem pembangunan desa yang kuat tentunya harus dilakukan oleh pemerintah saat ini di samping penguatan sistem pengawasan oleh masyarakat baik dari kaum intelektual maupun warga desa agar ketimpangan antara hukum dan pelaksanaannya yang dalam hal ini UU Desa tidak terjadi lagi.
Referensi:
http://nasional.kompas.com/read/2017/08/07/19021631/kpk-analisis-hasil-geledah-kasus-suap-penangan-korupsi-dana-desa-pamekasan
https://news.detik.com/berita/d-3584184/kpk-soroti-4-kelemahan-dana-desa-yang-buka-peluang-korupsi
https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/2731-kpk-
https://www.tempo.co/read/fokus/2017/08/04/3538/korupsi-dana-desa-362-laporan-masuk-ke-kpk
sumber gambar: kompas.com
1 note · View note
Text
Sikap yang Menjadi Pembeda
Bedah buku “The Difference Maker: Making Your Attitude Your Greatest Asset” karya John C. Maxwell oleh Akbar Tafsili Buana, mahasiswa Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Tumblr media
Apakah arti dari attitude? Dalam bukunya, The Difference Maker John C. Maxwell menjelaskan secara rinci mengenai definisi dari attitude, pengaruhnya pada diri kita dan faktor-faktor yang dapat menghambatnya. Dalam bahasa Indonesia attitude berarti sikap.
John C. Maxwell mengatakan bahwa attitude adalah perasaan yang ada dalam diri seseorang yang tampak dalam perilaku sehari-hari. Karena perilaku seseorang tercermin dari apa yang ada dalam dirinya.
Beberapa orang mencoba menipu oranglain dengan attitude-nya. Dengan topeng-topeng atau make up-make up yang ia kenakan untuk dirinya. Mungkin ia berhasil menipu seseorang untuk beberapa saat. Namun tidak akan bertahan lama. Karena sikap asli seseorang akan selalu tertampak keluar.
Sikap kita akan mewarnai setiap aspek dalam hidup kita. Seperti kata John C. Maxwell, Your attitude colors every aspect of your life. It is like the minds paintbrush.
Ya, sikap kita seperti Kuas yang dapat menggoreskan warna-warna indah ke dalam setiap aspek di hidup kita. Membuat karya-karya mengagumkan. Dilain sisi dapat melakukan hal yang sebaliknya. Membuat segala aspek dalam hidup kita menjadi gelap dan suram.
Tidak ada sisi kehidupan yang tidak dipengaruhi oleh sikap kita. Dan masa depan kita tercermin dari sikap yang kita miliki sekarang.
Walau sikap baik tidak mampu membuat kita melakukan segalanya, namun ia akan membantu kita untuk melakukan segalanya dengan lebih baik.
Karena sikap yang baik memberikan kita kemampuan untuk dapat berpikiran positif dalam memandang kehidupan,The happiest people in life don’t necessarily have the best of everything. They just try to make the best of everything. They’re like the person in a remote village going to a well every day to get water who says, “Every time I come to this well, I come away this with my bucket full! instead of, i can’t believe I have to keep coming back to this well to fill up my bucket!” begitu tulis John C. Maxwell dalam bukunya.
Karena sikap yang baik memberikan kita kemampuan untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain. Seperti yang dikatan oleh Theodore Roosevelt, Presiden Amerika Serikat ke-26 yang mendapat Hadiah Nobel Perdamaian, The most important single ingredient in the formula for success in knowing how to get along with people.
Karena sikap yang baik memberikan kita kemampuan untuk menghadapi suatu tantangan. Seperti saat Angkatan Laut Amerika Serikat Chesty Puller harus menerima kenyataan bahwa pasukannya telah dikepung oleh delapan divisi angkatan perang musuh yang siap kapanpun menghancurkan Angkatan Laut Amerika Serikat saat Perang Korea berlangsung.
Sang Jenderal, Lt. Gen. Lewis berkata, “All right, they are on our left. They are on our right. They’re in front of us. They are behind us. They can’t get away from us this time!” perkataannya ini menjadi quotes yang sangat terkenal bagi pasukan perang Amerika Serikat sampai saat ini.
Bagaimana sikap kita adalah hal yang sangat penting. Apakah sikap kita baik? Atau malah sebaliknya. Sikap kita menjadi suatu faktor pembeda.
Walau sikap bukanlah segalanya, namun sikap adalah sesuatu yang dapat membuat perbedaan dalam hidup kita. Yang mana perbedaan itu akan memberikan pengaruh besar bagi diri kita dan lingkungan sekitar kita.
8 notes · View notes
Text
Kebijakan Pangan Ugal-Ugalan
Opini Izzudin Al Farras Adha, alumni Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
Tumblr media
Kebijakan pangan rezim Presiden Jokowi terkesan ugal-ugalan. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan dalam bidang pangan banyak menuai pro kontra di masyarakat. Beberapa diantaranya adalah kebijakan impor bawang putih yang sangat bergantung dengan China, peningkatan impor sapi jelang lebaran sebagai jalan pintas pengendalian harga, dan pemberlakuan pajak gula sebesar 10% yang memberatkan petani.
Belum tuntas dengan kebijakan pangan, baru-baru Menteri Pertanian Amran Sulaiman, membuat pernyataan kontroversial terkait dengan kondisi pangan di Indonesia saat ini. Beliau menyatakan bahwa capaian peringkat 21 dalam Food Sustainability Index yang diraih Indonesia merupakan hal baik karena sebelumnya berada pada peringkat 71. Padahal indeks tersebut hanya berisi 25 negara dunia. Bahkan, capaian tersebut berada di bawah negara-negara Afrika seperti Nigeria dan Ethiopia.
Peringkat 71 yang beliau maksud adalah capaian Indonesia dalam Food Security Index yang berisi 133 negara dunia pada tahun 2016. Peringkat tersebut hanya naik 3 peringkat dari posisi 74 pada tahun 2015. Jelas tidak relevan membandingkan capaian peringkat dari dua indeks yang berbeda.
Selain itu, masalah terkait pangan lainnya juga terjadi belum lama ini. Lebaran telah usai dan BPS merilis inflasi selama bulan Juni 2017 sebesar 0,69%, lebih tinggi dari capaian inflasi Juni 2016 sebesar 0,66%. Sumbangan harga bahan makanan dalam inflasi yang hanya berada pada angka 0,14 relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah mengklaim hal ini sebagai sebuah keberhasilan karena harga pangan relatif terkendali. Satuan tugas (Satgas) pangan bentukan pemerintah dari berbagai instansi dianggap berhasil meredam gejolak inflasi pangan yang biasanya terjadi di sekitar bulan Ramadhan.
Namun, anggapan tersebut merupakan sesat pikir yang disebarkan oleh pemerintah. Padahal, penurunan sumbangan inflasi tersebut merupakan dampak dari adanya penurunan daya beli yang dirasakan oleh masyarakat. Penurunan tersebut merupakan dampak dari adanya pencabutan subsidi listrik bagi rumah tangga pengguna 900 VA serta kenaikan tarif transportasi udara dan angkutan antarkota. Hal tersebut juga dapat dilihat dari sumbangan inflasi harga yang diatur pemerintah yang memiliki andil sebesar 0,42% dalam inflasi Juni 2017. Penurunan daya beli masyarakat tersebut pun sudah diamini oleh pemerintah melalui Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan. Jadi ke depan seharusnya pemerintah berupaya mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, bukan mengklaim keberhasilan yang sebenarnya sebuah pertanda buruk bagi perekonomian.
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah kedepan adalah membuat kebijakan pangan yang tidak bersifat temporer dan sporadis. Kebijakan pangan harus melalui koordinasi dari berbagai instansi serta memikirkan perbaikan kebijakan pangan yang beriorientasi tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka menengah dan panjang.
sumber: http://www.neraca.co.id/article/87079/kebijakan-pangan-ugal-ugalan 
1 note · View note
Text
Utang untuk Pembiayaan Pembangunan
Opini Dwi Hadya Jayani, mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.
Tumblr media
Secara umum, utang diperlukan di negara berkembang sebagai modal untuk tujuan pembangunan dan sebagai alat antiinflasi bagi negara maju. Dengan pengertian dan fungsi utang di atas, dapat disimpulkan bahwa utang diperlukan di setiap negara, terutama negara berkembang, sebagai salah satu instrumen pembiayaan negara dengan tujuan pembangunan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal itu karena dampak dari pembangunan dapat memperluas kesempatan kerja, pendidikan, serta kesejahteraan masyarakatnya.
Hal tersebut tercermin pada rezim Soeharto, di mana pemerintahan Orde Baru melakukan pengelolaan utang luar negeri. Dalam buku Pengalaman Pembangunan Indonesia, disebutkan bahwa pada tahun 1966, Indonesia mempunyai utang yang disebut utang lama dan utang baru yang diadakan setelah 30 Juni 1966. Pinjaman lama mencakup utang kompensasi nasionalisasi perusahaan Hindia Belanda kepada pemerintah Belanda dan utang kepada 30 negara dari Eropa Timur (Uni Soviet).
Dengan pengelolaan utang tersebut, Soeharto berhasil membangun ekonomi Indonesia untuk melaju ke dalam kerangka tinggal landas yang berhasil pula meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari -2,25% pada masa Orde Lama menjadi 12% pada tahun 1969. Selain itu, terjadi pula peningkatan produktivitas padi sehingga dapat mengimpor beras sebesar 28 juta ton. Hal itu membuat Indonesia dijadikan sebagai negara swasembada beras.
Ditambah lagi, pembangunan dengan rencana pembangunan lima tahun yang bertujuan pembangunan dibidang pertanian, pemerataan pembangunan infrastruktur di Indonesia, serta ekspor maupun kesejahteraan masyarakat. Prestasi yang ditorehkan rezim Orde Baru melalui pengelolaan utangnya dapat menjadi penguat bahwa utang dapat menjadi pembiayaan yang bertujuan untuk pembangunan negara sehingga dapat menyejahterakan masyarakat.
Namun, apabila utang tidak berhasil dikelola dengan baik, maka adanya utang dapat menjadi beban yang tidak hanya dialami oleh negara berkembang, tetapi juga dapat mengancam perekonomian negara maju. Sebagai contoh, Brazil, Meksiko, dan Venezuela memiliki pinjaman kepada tiga bank Amerika Serikat (Citibank, Chase Manhattan, dan Manufacturer Hanover) yang melampaui dua kali lipat kekayaan dari lembaga-lembaga keuangan tersebut.
Saat resesi terjadi di negara-negara maju pada awal 1980, pertumbuhan ekspor negara debitur melambat dan banyak yang memprediksi bahwa negara berkembang yang melakukan pinjaman tersebut tidak dapat lagi membayar utang mereka atau menolak membayar utang mereka. Hal tersebut membuat default (kegagalan membayar) akan menghasilkan penolakan akses kefasilitas perbankan negara maju dan ke pasar negara industri yang memberi hambatan dalam upaya pembangunan lebih lanjut.
Di Indonesia, tahun 1998 merupakan awal kehancuran rezim Orde Baru. Kehancuran tersebut diakibatkan oleh krisis ekonomi dengan salah satu penyebabnya, yaitu utang Indonesia yang jatuh tempo pada tahun 1998. Utang luar negeri Indonesia tidak hanya merupakan utang negara, utang swasta pun turut menjadi beban yang harus dibayarkan oleh Indonesia.
Hingga 6 Februari 1998, utang Indonesia mencapai 73,962 miliar dolar Amerika Serikat. Penyebab krisis ekonomi tersebut adalah buruknya manajemen pengelolaan utang dan tidak sehatnya keadaan perbankan di Indonesia karena adanya penyimpangan pengelolaan anggaran, praktik KKN, serta tingginya kredit macet.
Pembelajaran yang dapat disimpulkan melalui fakta di atas adalah bahwa utang dapat menjadi instrumen penting dalam rangka mencapai tujuan pembangunan jika dikelola dengan baik sehingga dalam jangka panjang, manfaat pembangunan dapat dirasakan oleh negara yang melakukan pinjaman serta tidak menjadi beban dalam negara tersebut. Hal itu sesuai dengan yang termuat dalam Nota Keuangan RAPBN 2016.
Isi nota itu, utang dapat menjadi pengembangan instrumen dan perluasan basis investor agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih sumber utang yang lebih sesuai kebutuhan dengan biaya yang minimal dan risiko terkendali, pemanfaatan fleksibilitas pembiayaan utang untuk menjamin terpenuhinya pembiayaan APBN dengan biaya dan risiko yang optimal, pemanfaatan pinjaman untuk pembangunan infrastruktur, pengelolaan utang secara aktif dalam kerangka ALM Negara, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas.
Berdasarkan pengertian, tujuan, fakta masa lalu mengenai utang, serta rencana pengelolaan utang yang ditulis dalam NKRAPBN 2016, dapat disimpulkan bahwa utang dapat dijadikan sebagai pembiayaan pembangunan. Penulis kurang setuju dengan pernyataan tersebut karena pernyataan itu tidak melihat sisi yang lain, yaitu pembangunan itu sendiri. Tujuan dari pembangunan adalah menciptakan nation building, dimana hal tersebut dicapai untuk semakin memperkuat fondasi dan semakin mantap keberadaannya sehingga menjadi negara bangsa yang sejajar dengan bangsa lainnya di dunia karena mampu menciptakan situasi yang membuatnya berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan negara bangsa lainnya (Siagian, 2003).
Presiden Soekarno, dalam pidato Proklamasi 17 Agustus 1950, menyatakan bahwa pembangunan bangsa dan pembangunan karakter bangsa merupakan upaya dalam mempertahankan kemerdekaan dengan konsep kebangsaan yang menjadi tujuan dan pokok dari strategi besar pembangunan. Berdasarkan konsep yang dipaparkan oleh Sondang Siagian dan pidato proklamasi Soekarno, maka yang ditekankan adalah “bangsa” yang artinya untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan tanpa harus melakukan pinjaman, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri, sehingga dalam proses pembangunan wajib melibatkan masyarakat sebagai aktor pembangunan. Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soetomo: dalam proses pembangunan, masyarakat tidak semata-mata diperlakukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek dan aktor dari pembangunan itu sendiri.
Pada tahun 1960, PBB mengeluarkan strategi global pembangunan kepada negara yang baru merdeka atau berkembang, yaitu strategi besar pembangunan nasional (national development). Hal tersebut bertentangan dengan cita-cita Soekarno atau konsep pembangunan yang dikemukakan, yaitu bahwa yang menjadi sasaran penting bukan bangsa, tetapi pembangunan. Dari nation menjadi national, dari katabenda menjadi kata sifat yang dipahami sebagai pembangunan bersifat nasional dan konsep nasional direduksi sebagai tingkat untuk membedakan dengan tingkat daerah. Bukan pembangunan untuk manusia, tetapi manusia untuk pembangunan.
Pergeseran paradigma pembangunan membawa pergeseran pada posisi pembangunan dalam governance. Masyarakat semakin bergantung kepada pemerintah atau negara sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah akan terus membangun pembangunan fisik sementara kesadaran partisipasi dalam masyarakat masih rendah. Sebagai contoh, banyak perusahaan yang merekayasa teknologi untuk menghindari pajak (m.liputan6.com) sehingga penerimaan negara dari pajak untuk pembangunan berkurang.
Selain itu, negara harus melakukan pinjaman untuk membiayai pembangunan tersebut. Ketergantungan masyarakat serta tuntutan untuk memperbaiki pembangunan infrastruktur banyak terjadi di kota-kota besar di mana masyarakat sadar akan haknya sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat desa untuk tinggal di kota yang sampai seterusnya akan memperbaiki infrastrukturnya secara berkelanjutan. Hal itu dapat menyebabkan ketimpangan pembangunan infrastruktur di kota-desa.
Oleh karena itu, meskipun setiap negara memerlukan utang terutama negara berkembang untuk melaksanakan tujuan pembangunan, tetapi utang bukan sebagai sumber pembiayaan untuk pembangunan dalam jangka panjang karena akan mengakibatkan ketergantungan. Selain itu, negara dapat terjerumus pada debt trap apabila tidak berhasil mengelola dengan baik. Pemaksimalan pembangunan dan partisipasi masyarakat dalam tujuan nation building menjadi yang utama dalam rangka mencapai tujuan pembangunan meskipun akan berdampak kepada keadaan ekonomi pribadi dalam masyarakat, khususnya dalam pemaksimalan pembayaran pajak.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Soekarno, Build to tomorrow, pull down yesterday, pembangunan ibarat sebagai dua sisi mata uang di mana setiap pembangunan harus ada pengorbanan yang dikeluarkan. Dalam setiap pembangunan terdapat pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Oleh karena itu, perlu diterapkan prinsip demokrasi dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat dalam pembiayaan yang bertujuan untuk pembangunan. Semua pembangungan harus dimulai dari masyarakat itu sendiri.
Masyarakat dibina untuk mengelola sumber daya yang ada dan daerahnya sehingga dapat menarik investor serta wisatawan asing yang nantinya dapat menambah devisa negara. Partisipasi masyarakat dalam membayar pajak untuk tujuan pembangunan mungkin dapat menganggu perekonomian individu, tetapi jauh lebih baik daripada melakukan pinjaman kepada luar negeri ataupun pihak dalam negeri yang lebih berisiko sehingga pengorbanan yang dilakukan masyarakat akan dinikmati oleh masyarakat itu sendiri.
sumber: https://www.selasar.com/jurnal/36446/Utang-untuk-Pembiayaan-Pembangunan
0 notes
Text
Pemilu Serentak dan Stabilitas Pemerintahan
Opini Catur Alfath Satriya, alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Tumblr media
Pembahasan RUU Pemilu sepertinya akan berlangsung dengan alot. Pemerintah melalui Mendagri masih bersikeras untuk tetap memasukan pengaturan mengenai Presidential Threshold di dalam RUU Pemilu. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah yang dilakukan oleh Pemerintah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan secara serentak. Setidaknya ada dua pertimbangan mengapa Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pemilu harus dilakukan secara serentak. Pertama, terkait dengan Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Menurut Mahkamah Konstitusi pasal tersebut menjelaskan bahwa Pemilihan Umum DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD tidak boleh dilaksanakan secara terpisah. Hal ini dikarenakan secara gramatikal pasal tersebut diucapkan dalam satu tarikan napas. Kedua, terkait dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Menurut Mahkamah Konstitusi pasal tersebut menjelaskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu. Pemilu yangt dimaksud adalah sebagaimana yang dijelaskan di Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD. Oleh sebab itu, apabila ditafsirkan secara sistematis maka Pemilu yang dilaksanakan di Indonesia seharusnya hanyalah satu kali yaitu Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD yang dilakukan secara serentak. 
Pemilu Serentak dan Stabilitas Pemerintahan Menurut Fitra Arsil (2015) salah satu cara yang dapat digunakan agar terciptanya stabilitas pemerintahan di dalam sistem pemerintahan presidensial adalah dengan menerapkan pemilu serentak antara legislatif dan eksekutif. Hal ini didasarkan pada dua alasan yaitu pertama pemilu serentak antara legislatif dan eksekutif dapat menghasilkan apa yang disebut sebagai coattail effect. Coattail effect yaitu efek yang timbul yang mana preferensi pemilih akan dipengaruhi oleh kandidat presiden. Dengan adanya coattail effect ini diharapkan partai pendukung Presiden yang terpilih juga merupakan mayoritas di parlemen sehingga tercipta komposisi politik yang kongruen antara eksekutif dengan legislatif. Kedua, dengan adanya pemilu serentak diharapkan tidak terjadi fenomena multipartism atau fragmentasi politik yang terlalu tinggi karena diharapkan partai pendukung Presiden menjadi mayoritas atau mendekati mayoritas. Oleh sebab itu, agar pemilu serentak dapat terlaksana dengan baik dan demokratis pengaturan mengenaiPresidential Threshold harus dihapuskan. Hal ini dikarenakan adanya pengaturan Presidential Threshold tidak sesuai dengan semangat pelaksanaan pemilu serentak. Pemilu serentak memberikan kesempatan kepada partai politik baik yang lama maupun yang baru untuk berkontestasi dalam kedudukan yang sama (same level of playing field). Selain itu, adanya pengaturan mengenai Presidential Threshold membuat coattail effect tidak akan terjadi dan semakin memicu terjadinya multipartism atau fragmentasi politik di parlemen. Fragmentasi politik yang semakin banyak di parlemen akan membuat terciptanya minority government yang justru akan memperlemah bargaining position eksekutif terhadap legislatif. Hal ini dapat dilihat bagaimana di awal periode pemerintahan Jokowi-JK harus menambah anggota Koalisi Indonesia Hebat yang awalnya secara jumlah kalah dengan Koalisi Merah Putih. Hal ini bertujuan agar hubungan eksekutif dan legislatif bisa berjalan dengan baik dan tidak terjadi deadlock dalam pengambilan keputusan politik. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa keinginan pemerintah untuk memasukan lagi pengaturan mengenai Presidential Threshold tidak lain dan tidak bukan bahwa pemerintah ingin status quo dan mengamankan kursi di tahun 2019.
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/07/05/osme7q396-pemilu-serentak-dan-stabilitas-pemerintahan 
0 notes
Text
Jerman sebagai Negara Industri yang Pro Pertanian: The Lesson Learned
Opini Muthmainnah, alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan mahasiswa pascasarjana studi Globalization and Labor Policies Universitat Kassel Jerman.
Tumblr media
Dalam tulisan ini saya ingin berbagi tentang salah satu diskusi menarik yang pernah saya ikuti di Berlin dengan tema yang menurut saya sangat relevan dengan klaim Indonesia sebagai Negara Agraris. Pembicara yang menurut saya luar biasa Ron Soesman ,telah membuat saya mampu merefleksikan kembali konsep-konsep hukum pertanahan dan penelitian saya tentang kesejahteraan petani yang pernah saya lakukan.
Dalam diskusi ini, pembicara membahas bagaimana Jerman yang merupakan Negara industri yang kuat bisa mengoptimalkan sektor pertanian. Hal ini tentu tidak terlepas dari bagaimana bahasan konsep Tata Ruang Jerman, Deutsche Raumplanung.
Jerman dan Jepang telah mencatatkan diri sebagai Negara yang bertahan dan konsisten sebagai Negara industri. Menariknya, sektor pertanian di Jerman memiliki kontribusi yang cukup signifikan bagi perekenomian Negara.
Setelah terjadi penyatuan Jerman, hak properti pribadi dan hak property badan hukum diakui kembali. Jerman menngenal konsep bahwa menata ruang lahan berarti menata tanah. Rencana tata ruang/ tata wilayah di Jerman termasuk dalam hal izin lingkungan mengenal konsep desentralisasi. Namun, di sisi lain, sistem perencanaan tata ruang Jerman terintegrasi ke dalam sistem Uni Eropa.
Di jerman, berlaku otonomi penuh yang berbeda dari sistem di Indonesia. Di Indonesia, perencanaan tata ruang harus merujuk kepada standar dan guideline secara nasional. Di Jerman, tidak mengenal sistem participatory planning, sedangkan di Indonesia mengenal adanya Musrembang yang menunjukkan sebenarnya Indonesia memiliki potensi untuk lebih mapan dalam hal tata ruang walaupun di Indonesia tidak ada suatu keharusan untuk integrasi seperti Jerman yang harus terintegrasi dengan Uni Eropa. 
Proses perencanaan di Jerman dimulai dari level kota dan rinci hingga ke bahasan bagaimana sistem drainase. Sedangkan, di Indonesia, konsep tata ruang kerap kali berubah. Di Indonesia, sistem tata ruang yang digunakan lebih cenderung hanya memplot zona di tingkay kabupaten untuk sektor-sektor strategis, seperti kehutanan, industri, dan beberapa zona lainnya. Sedangkan di Jerman, neara bagian sampai ke level jalan. Untuk Negara Jerman, revisi tata ruang dan tata wilayah dilakukan setiap 25 tahun sekali, sedangkan di Indonesia dilakukan setiap 5 tahun sekali.
Mengapa sektor pertanian bisa berkembang pesat di Jerman yang merupakan Negara industri dan juga Negara 4 musim?
Tidak bisa dipungkiri bahwa Jerman merupakan Negara dengan tradisi industri yang sangat kuat. Jerman merupakan bagian dari emperor tangguh, yang memiliki kekuatan dalam bidang persenjataan yang membawa Jerman mampu menaklukkan Kaukasia. Pioneer industry besar di Jerman dipelopori oleh Siemens dan BOSCH. Di Jerman, kereta api juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Jerman di satu sisi memperkuat industry, tetapi Jerman juga memperkuat sektor pertanian.
Secara historis, Jerman pernah kehilangan sentra pertanian yang menjadi punggung makanannya saat dalam kekuasaan Prusia dimana Jerman dan Austria terpisah yang akhirnya membuat Jerman berpikir untuk memperkuat pertanian yang menjadi tonggak pertanian mulai dikembangkan di Jerman. Terjadi industrialisasi pertanian/shifting tenaga kerja pertanian secara besar-besaran saat Perang Dunia I. Jerman tidak memiliki banyak Negara koloni seperti Negara Eropa yang lain hanya Ghabon dan Namibia yang akhirnya pun Namibia dijajah oleh Perancis. Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi isu utama ditenah Republik Wilmar pernah mengalami kegagalan pangan.
Dalam 100 tahun perjalanan industry, Jerman menempatkan dirinya sebagai 3 besar Negara utama pengekspor alat berteknologi tinggi dengan kekuatan advanced technology Jerman. Nilai ekspor tahunan produk Made in Germany mencapai 1300 miliar Euro atau setara ekuivalen empat kali APBN murni Indonesia. 
Jerman sangat produktif dalam pertanian. Salah satu kekuatan pertanian Jerman adalah dengan membuat sustainable agriculture landscape. Jerman juga mengintegrasikan on farming dengan off farming. Kebijakan ini juga didukung dengan kebijakan bahwa setiap produk pertanian lokal di Jerman akan diserap oleh pasar. Pemerintah juga membuat kerja sama antara bank dengan petani dalam hal memberikan jaminan modal. Petani tidak perlu pusing dalam memikirkan modal untuk memiliki bibit unggul.
Dalam hal perlindungan sosial, pemerintah pun melakukan afirmasi dengan salah satunya membangun sistem asuransi khusus untuk petani. Asosiai petani di Jerman juga memiliki bank yang spesifik yaitu salah satu bank yang mengsupport adalah Sparkasse. Petani juga mendapatkan subsidi logistic dengan adanya jaminan produk lokal petani diserap oleh retail. Selain itu, petani juga mendapat jatah gerbong pemasaran dimana setiap kota di Jerman dapat diakses dengan mudah dengan transportasi Jerman yang sangat maju. Di sisi lain, bank seperti Volks Bank memberikan jaminan pengadaan alat kepada petani-petani di Jerman.
Siapkah Indonesia untuk menerapkan pelajaran berharga dari sistem kebijakan pertanian di Jerman untuk menjadi Negara agraris yang sesungguhnya?
2 notes · View notes