Tumgik
ruanguntukku · 13 days
Text
Dalam hidup terkadang ada permasalahan yang tidak terselesaikan melalui diri kita, meskipun apa yang terjadi telah merugikan lahir dan batin kita dan itu berdampak pula kepada cara kita memandang kehidupan.
Sekelumit rasa kecewa yang seolah tidak tuntas kini menemukan jawabannya, bahwa tidak ada keburukan yang tidak dibalas meskipun itu hanya sebesar biji sawi. Pun tidak ada kebaikan yang tidak dibalas, meskipun kebaikan itu hanya sebesar biji sawi pula.
Itulah bukti akan Maha Adil dan Maha Sempurna Allah. Allah tidak pernah menzalimi hamba-Nya sedikitpun. Tidak ada sesuatu hal yang terluput dari-Nya.
Maka, dari jalan kehidupan inilah aku menyadari, bahwa apa-apa yang belum terselesaikan di masa lalu, pada hakikatnya akan menemukan penyelesaiannya sendiri, meskipun kesudahan itu terjadi melalui wasilah orang lain.
Ya, karena tidak bisa dimungkiri setiap jiwa yang bermasalah dengan sesama manusia, akan tetap melahirkan masalah mau sesempurna apapun ia berusaha memoles dirinya. Selama polesan itu hanyalah topeng, maka kebaikan yang coba ditunjukkan hanyalah sebuah kedustaan.
Ketika niat kita berbuat baik hanya sebatas agar dipandang baik oleh sesama manusia, maka itu tidaklah cukup. Kita perlu merendahkan diri kita dengan sejujur-jujurnya di hadapan Allah, taubatan nasuha dan meminta penghalalan kepada orang yang pernah kita zalimi. Jangankan memoles diri agar dipandang baik, taubat kepada Allah pun tidak cukup jika itu menyangkut hak sesama manusia.
Dari perjalanan ini aku menjadi lebih tenang, bahwa kezaliman yang seakan tidak terbalas itu sebenarnya pasti akan mendapat balasan yang setimpal, melalui keagungan-Nya. Mungkin sebagai pihak yang dirugikan kita tidak mengetahui balasan tersebut, tapi keadilan Allah pasti akan terlaksana.
Bukan alasan mendendam, namun guncangan kehidupan dari orang yang dipercaya atau dari orang yang dipandang shalih itu bisa mengguncang iman dan melemahkannya. Terkadang sebagai orang yang merasa kecil dan tidak berdaya, kita sering kali meragukan balasan atas apa yang terjadi pada diri kita, karena sering kali secara zhahir orang yang berbuat kezaliman justru terlihat semakin diberikan kenikmatan duniawi. Padahal balasan itu adalah janji Allah dan Dia pasti akan menepati janji-Nya.
Sebuah koreksi besar untuk diriku pribadi, bahwa bukanlah fokus kita untuk mengetahui apakah mereka dibalas atau tidak, fokus kita seharusnya adalah yakin akan keadilan-Nya. Fokus kita seharusnya adalah terus melesat di dalam perjalanan iman dan taqwa. Fokus kita seharusnya adalah bagaimana memperbaiki tauhid kita yang mulai porak-poranda. Fokus kita seharusnya adalah berusaha meminta tolong keselamatan atas hati kita.
Sungguh, tidak ada kezaliman yang terluput dari keadilan-Nya, sebagaimana janji-Nya yang tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang berbuat baik.
Bukan urusan kita terkait kapan, di mana dan dengan cara apa kezaliman itu dibalas, karena Dia berkehendak sesuai dengan Hikmah dan Keagungan-Nya.
Tugas kita adalah terus berserah diri, memperbaiki diri, mendekat terus kepada-Nya. Keselamatan agama kita lebih utama, karena kebanyakan orang yang berbuat zalim itu tidak hanya melakukan kepada satu orang, melainkan hal itu sudah menjadi tabiat dan semakin dia seolah didiamkan oleh Allah, maka itulah balasan dari tipu dayanya selama ini, yakni hatinya dibuat merasa aman dari hukuman Allah.
Tidak perlu risau oleh balasan atas keburukan mereka, yang perlu kita risaukan adalah diri kita sendiri. Apakah ujian yang mengguncang tersebut membuat kita berbalik arah ataukah iman kita tetap teguh dan tak goyah.
Semoga Allah memberikan hati yang Istiqomah di atas jalan iman dan taqwa, seberat apapun ujian yang menerpa. Aamiin Allahumma aamiin.
—SNA, Ruang Untukku #134
Selasa, 16-04-2024 | 14.37
Venetie Van Java,
Semoga ketenangan ini bisa terus ada.
1 note · View note
ruanguntukku · 3 months
Text
Ketika kita merasa guncang, seakan kebenaran itu menjadi kabur, lalu kita mulai meragukan diri sendiri, maka dada akan terasa sesak.
Namun, tatkala kita bertemu dengan orang pilihan-Nya yang telah terpilih untuk meneguhkan kita, maka kita pun merasa bisa bernafas lega dan beban besar yang menyesakkan dada terasa sirna.
Kegelapan dan kesuraman itu seakan kembali menemukan titik terang. Kita seolah dikuatkan bahwa lorong terjal, gelap dan dingin ini akan berlalu, bahwa sejauh apapun kita berjuang, ujung yang cerah itu akan kita raih.
Ketika kita kembali dikuatkan dan diyakinkan bahwa apa yang kita yakini adalah benar dan apa yang berusaha mereka lakukan adalah kesalahan, maka asa itu kembali ada. Bahwa kita tidak sendirian, bahwa ada orang lain yang masih menggenggam teguh kebenaran. Bahwa masih ada harapan menjadi orang baik di dunia ini.
Maka sering kali aku menangis karena telah kehilangan seseorang tersebut. Aku sangat bersyukur kepada Allah telah mempertemukan aku dengannya.
Semoga beliau Rahimahallah dilapangkan dan diterangi kuburnya. Aku rindu, tapi Allah sangat menyayanginya, dan hanyalah doa yang bisa aku langitkan untuk meredam kerinduan. Semoga kelak kami kembali bertemu dalam keadaan hati dan jiwa yang selamat.
—SNA, Ruang Untukku #133
Sabtu, 27-01-2024 | 13.35
Venetie Van Java.
2 notes · View notes
ruanguntukku · 3 months
Text
Ada sebuah taufiq yang besar dan sangat berharga dari-Nya, yakni ketika hati kita dimudahkan untuk menjadi lapang tatkala ujian menerpa.
Ya, mungkin kita merasa lelah, tapi entah kenapa ketenangan dan keridhoan itu hadir menghiasi diri.
Tanpa banyak keluh, hanya ada yakin bahwa kesulitan yang menerpa pasti akan berlalu dan berganti dengan kemudahan.
Ketika keyakinan kita terpatri bahwa kesedihan, kesulitan dan kesempitan itu tidak selamanya, lantas sangat mudah bagi Allah memberi kita ketenangan, kelapangan dan kemudahan berkali-kali sehingga kita pun merasa bahagia dan cukup.
Namun, perlu diingat, terkadang yang mematahkan iman kita dan membuat kita kufur nikmat itu berasal dari ucapan manusia.
Terkadang seseorang dimudahkan untuk bersabar serta ridho di dalam menghadapi ujian, lalu tiba-tiba ada suara-suara sumbang yang mempertanyakan lapangnya hati kita. Mereka justru merasa aneh dan menganggap kita tidak normal dan tidak cerdas ketika bisa melewati semuanya dengan tenang.
Tidak jarang, nada sumbang itu bersarang dalam akal. Hingga kita pun mengiyakan apa yang kita dengar,
"Oh iya harusnya aku tuh kecewa."
"Oh iya harusnya aku tuh sengsara."
Dan berbagai pikiran lain yang sejenis.
Padahal untuk bisa menjadi lapang itu sulit. Menjadi ikhlas dan sabar pada hentakan pertama ujian itu sulit. Bisa ridho dengan takdir yang buruk itu sulit.
Kita terkadang merasa harus mempertanyakan semua hal yang kita alami, dengan pembenaran bahwa semua hal harus dikritisi. Dengan tameng bahwa kecerdasan itu berbanding lurus dengan jiwa yang kritis.
Padahal, bisa memiliki hati yang lapang, punya kesabaran dan keikhlasan itu adalah hal yang sangat mahal.
Ketika kita memilih tunduk dengan ketetapan-Nya, memilih untuk ridho dengan segala takdir yang menimpa kita, justru di sanalah letak kecerdasan sebagai seorang hamba.
Ketika iman kita begitu kuat, kita yakin bahwa segala hal yang terenggut atau hilang dari kita akan Allah ganti, setiap kesempitan akan menemukan jalan keluar dan menjadi lapang, setiap kesulitan kita akan menjadi penggugur dosa dan kita berharap pahala kepada-Nya.
Maka bukanlah sebuah kelemahan dan kebodohan ketika kita bisa menjadi orang yang ridho kepada setiap takdir dari-Nya.
Ketahuilah, tidak semua manusia bisa mendapat nikmat demikian. Banyak hati yang menyimpan dendam dan benci seumur hidup mereka. Banyak jiwa yang merasa tidak ridho dengan setiap ujian yang mereka terima. Banyak lisan yang begitu lancang mencela-Nya bahkan mengutuk takdir-Nya.
Jadi, jika ada momen ujian dan kita diberi hati yang lapang, bersyukurlah banyak-banyak. Pujilah Allah Rabb semesta alam, karena Dia telah memilihmu untuk bisa menjadi orang yang Dia ridhoi.
Biarkan mereka berbicara sesuka hati mereka. Ini hidupmu, dan kamu sedang disayang oleh Rabbmu. Sama sekali tidak ada urusannya dengan pendapat dari akal mereka.
—SNA, Ruang Untukku #132
Jum'at, 26-01-2024 | 23.40
Venetie Van Java,
Ketika hati yang lapang itu datang, maka langitkanlah doa dan pujilah Dia banyak-banyak.
Alhamdulillahilladzi bini'matihi Tatimmush sholihat ❤️
0 notes
ruanguntukku · 3 months
Text
Ada sebuah kehangatan dari pertanyaan-pertanyaan sederhana.
Sesederhana menanyakan kabar, menanyakan apakah kondisi kita baik-baik saja melewati kehidupan.
Ya, kadang usaha yang kuat untuk berusaha terlihat kuat menjadi lebur tatkala muncul pertanyaan tulus dan sederhana dari orang yang menyayangi kita.
Seakan rasa lelah, takut dan asingnya dunia ini kembali menjadi hangat.
Seakan tiba saatnya kita untuk beristirahat dari sikap berpura-pura kuat, berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja.
Ketika mengalami momen itu aku jadi tersadar, bahwa aku harus lebih lapang dan berprasangka baik di dalam berkasih sayang.
Ada kalanya seseorang itu butuh waktu untuk meregulasi permasalahannya sendiri. Mungkin dia tidak mau membebani orang yang dia sayangi, mungkin keengganannya bercerita untuk melindungi hati orang yang dia sayang.
Ketika saat yang tepat itu datang, maka kita harus menyiapkan hati yang lapang. Mencoba memahami sudut pandangnya dan mencoba mengerti alasan kenapa selama ini dia berubah.
Jangan menjadi pihak yang selalu memburu dengan berbagai prasangka. Merasa dilupakan dan diremehkan karena tidak menjadi ruang pertama dan utama sebagai sandaran. Seharusnya kita bangga pada proses juang dari orang yang kita sayangi.
Ketika mereka memilih untuk menghadapi permasalahannya sendiri, bukan artinya mereka melupakan kita, melainkan mereka betul-betul sadar bahwa bukan kepada makhluklah tempat berkeluh kesah. Mereka butuh waktu untuk merenungi, menghadapi dan melewati badainya sendiri, karena mereka sadar bahwa masing-masing manusia memiliki ujian dan perjuangannya masing-masing.
Ketika kisah itu sampai dengan berbagai macam kekurangannya, maka rangkullah.
Terkadang seseorang mungkin mengambil langkah dan keputusan yang keliru, akan tetapi bisa jadi kekeliruan itu adalah sebuah guru yang akan terus menjadi pelajaran sepanjang masa untuknya.
Karena memang sebagai seorang pendengar kita terkadang merasa lebih tau mana jalan yang harus dipilih, kita merasa lebih paham harus bersikap seperti apa di dalam menghadapinya.
Padahal kita bukanlah pelaku utama dalam hidup orang lain. Setiap situasi dan kondisi mereka pun tidak kita alami secara nyata. Maka lebih baik kita merangkul seseorang yang mengamanahkan kisahnya kepada kita. Jangan langsung dihakimi apalagi dijadikan tempat pembuangan atas prasangka-prasangka yang memenuhi kepala kita.
—SNA, Ruang Untukku #131
Kamis, 25-01-2024 | 00.54
Venetie Van Java,
Ketika momen munculnya impostor baru terasa menggelikan dan sudah tidak begitu mengagetkan lagi.
4 notes · View notes
ruanguntukku · 4 months
Text
(Jum'at, 05-01-2024)
Pagi ini, tiba-tiba saja aku tertegun pada sebuah hikmah luar biasa.
Kehamilan ke-3 ini ternyata mengandung hikmah, pesan dan hujjah yang dalam tentang Kebesaran Allah dan Maha Adilnya Allah.
Ia Allah titipkan membawa pesan untukku agar aku tidak goyah, tidak mudah berputus asa dan agar keimananku terus terpatri bahwa setiap hal yang terjadi Allah selalu melihat, mendengar dan mengetahuinya. Meskipun ketika kezaliman itu terjadi seolah tidak ada apa-apa. Seolah-olah aku sendirian berjalan melewati semuanya, namun nyatanya tidak demikian. Allah selalu ada, menilai dan menjadi saksi atas semuanya.
Ia Allah titipkan sebagai sebuah hujjah yang menyakitkan bagi pihak yang telah berbuat makar di dalam ilmu, bagi pihak yang telah berdusta dengan dusta yang keji, bagi pihak yang selama ini telah menyelewengkan amanah ilmu, gemar menebar kebohongan dan fitnah untuk menjatuhkan banyak orang. Hujjah yang menyakitkan bagi si pembuat dusta, ketika dia mencoba menjadikan anak yang tidak bersalah sebagai korban dan ketika dia hendak menjadikan seorang kepala rumah tangga sebagai pelaku. Padahal tidak ada hal tersebut sama sekali. Kebencian yang menguasainya telah membutakan mata hatinya. Rasa aman yang selama ini ia rasakan karena merasa berhasil dan berjaya di atas jabatan dan kuasanya yang telah menumbangkan banyak orang tidak bersalah, seakan dibalas dengan telak oleh Allah lewat cara yang lembut.
Ya, bagaimana tidak, seumur hidup anakku, ketika dia melihatnya, maka dia tidak sekadar melihat seorang anak. Melainkan ia melihat sebuah hujjah dan teguran dari Allah. Dia telah tertipu dengan keberhasilan-keberhasilan makarnya dan merasa aman karena selama ini tidak pernah sekalipun ia disalahkan dan diketahui perilakunya.
Ketika dia membuat laporan dusta ini, sejatinya dia menyadari bahwa itu tidak pernah terjadi. Ketika dia berani mengetik, melaporkannya ke forum di hadapan banyak pasang mata dan telinga, sejatinya dia sedang berjalan menuju jurang kebinasaan.
Maka, hadirnya anak ini adalah sebuah teguran keras baginya. Ketika diapun adalah seorang ibu, semoga dia bisa terus mengingat dosanya yang berusaha menjadikan puteri orang lain sebagai tameng demi memuluskan rencana. Namun kembali lagi, apakah dengan ini semua ia mau berpikir dan bertaubat? Karena nyatanya tidak semua kesalahan bisa diselesaikan dengan sebaris permintaan maaf. Semoga Allah memberinya taufiq untuk bisa betul-betul bertaubat, menyesali semua perbuatannya dengan penuh kesadaran dan rasa takut kepada-Nya.
Anak ini juga sebuah teguran kepada seorang teman yang telah aku percaya, ketika dia mengkhianatiku, mengatakan aku telah berbohong dan pihak pendustalah yang benar, maka anakku adalah teguran baginya yang telah berkhianat. Bahwa nyatanya apa yang aku alami tidak sekonyong-konyong faktor personal. Bahwa keburukan yang terjadi bukan sekadar merugikan pribadi-pribadi, tapi soal mencederai amanah ilmu yang seharusnya dimuliakan dan ditegakkan dengan benar. Semoga Allah menjadikannya sadar bahwa sebenarnya yang telah dia lakukan adalah menikam teman yang setia padanya, hanya demi orang yang tidak menganggapnya teman.
Ketika Allah membukakan hal ini kepadaku, aku tertegun dan mencoba melihat ke dalam diriku sendiri. Apakah setelah ini aku akan bersungguh-sungguh memperbaiki diriku, ataukah malah menyia-nyiakan hikmah sebesar ini?
Anak ini merupakan salah satu bentuk keadilan-Nya, merupakan salah satu bentuk pembelaan-Nya, yang secara logika tidak mungkin bisa dibuat-buat hanya demi memperjuangkan reputasi.
Tepat pada saat ambisi di dalam makar dusta itu mencuat, anak ini hadir dalam rahimku. Maka seumur hidup anakku, kelak ia harus mengingat bahwa tidaklah dia diciptakan oleh Rabbnya dengan main-main. Dan pengingat bagi kita semua bahwa tidak ada satupun dari kita yang diciptakan dengan main-main. Maka takutlah kepada Allah dan jangan pernah merasa aman dari azab Allah.
Tumblr media
Ada sebuah karunia yang kembali Allah titipkan kepadaku, di tengah badai fitnah itu berkobar.
Ada hal indah yang Allah titipkan pada keluarga kecilku, di saat pemimpinku dituduh telah melakukan perbuatan yang tidak pantas kepada lawan jenis yang masih berusia belasan tahun.
Ya, hadirnya dia seakan menjadi pelipur lara, menjadi hadiah yang menguatkan dan menjadikan lapang.
Aku telah mengenal pemimpinku selama 15 tahun. Aku yang mengetahui betapa ia menjaga komitmen dan kesetiaannya padaku.
Dia ramah pada siapapun bukan untuk tebar pesona. Ia ramah, menebar senyum karena itulah jiwanya. Tidak pernah dia memilih orang dari kalangan tertentu untuk beramah tamah.
Semua kalangan dari pedagang pasar, langganan jasa kurir kami dahulu, tetangga, anak-anak bahkan orang yang baru papasan di jalan juga diperlakukan dengan ramah.
Namun itulah kejamnya hasad, orang yang jiwa dan hatinya ternoda oleh hasad akan melakukan banyak cara untuk menjatuhkan orang yang dibenci dan dia tidak peduli dengan kebenaran yang hakiki. Karena apa yang dia percaya hanyalah keyakinan yang dia senangi dan ucapan yang mendukung prasangkanya semata.
Aku bersyukur kepada Allah atas titipan ketiga pada rahimku saat ini. Aku percaya bahwa ia Allah titipkan dengan penuh hikmah dan kasih sayang.
Dia mengetahui segalanya, Dia mengetahui perjuangan kami, kesakitan kami, tipu daya mereka dan upaya penindasan mereka terhadap kami.
Hanya kepada Rabbku, aku mengadu, merengek dan menumpahkan segala rasa kecewa, sedih, marah, takut, gelisah dan resahku.
Aku meyakini bahwa titipan kali ini mengandung pesan berharga. Pesan tentang keteguhan di dalam iman dan taqwa serta kekuatan akan kasih sayang yang besar dari-Nya. Maka tidak selayaknya aku menjadi lemah apalagi berputus asa, karena Allah selalu ada dan pertolongannya tak akan sirna.
Nak, Allah menitipkanmu kepada Ayah dan Bunda di waktu yang istimewa. Ketika kami diterpa badai yang cukup keras dari lisannya manusia yang dipandang berilmu dan shalihah.
Maka, jadilah kelak hamba Allah yang jujur dan senantiasa takut kepada-Nya. Atribut keagamaan yang kamu kenakan adalah sebuah jihad di jalan Allah. Bukan sebagai penanda bahwa kunci surga telah kamu dapatkan.
Kamu perlu berusaha dan berjuang untuk tetap Istiqomah. Kamu harus jadi hamba Allah yang terus belajar, memperbaiki dirimu dan membersihkan hati dari segala bentuk penyakit yang menggerogotinya.
Kamu harus bisa mendidik dirimu dan menundukkannya di hadapan Allah, di dalam perintah dan larangan-Nya. Kamu harus menghinakan dirimu di hadapan ilmu dan berkhidmat di dalam jalan ilmu. Bukan menjadi pembelajar yang menginjak-injak ilmu untuk dijadikan alat di dalam mencari perbendaharaan duniawi dan penghormatan manusia.
Jadilah hamba yang jujur kepada-Nya, maka Dia pun akan jujur kepadamu.
Jadilah hamba yang memegang teguh prinsip iman dan taqwa, karena itulah sebaik-baik perbekalan untuk mengarungi jalan panjang menuju negeri akhirat.
Dunia ini adalah tempat persinggahan yang kelak akan kita tinggalkan dan berganti dengan fase-fase perjalanan yang sulit dan panjang.
Bunda bersyukur kepada Allah yang dengan Rahmat serta karunia-Nya menitipkanmu kepada kami.
Semoga Allah menjaga kita semua dan mengumpulkan kita sebagai keluarga yang utuh di surga-Nya kelak.
Aamiin Allahumma aamiin ❤️
—SNA, Ruang Untukku #128
Selasa, 12-12-2023 | 22.17
Venetie Van Java,
Tepat pada salah satu tanggal istimewa di dalam perjalananku dan dia ❤️
4 notes · View notes
ruanguntukku · 4 months
Text
Kembali kukatakan bahwa ranah pertemanan adalah ranah yang paling rapuh dalam hidupku.
Tidak mudah untuk menemukan seseorang yang diberikan taufiq oleh Allah untuk bisa melihat sisi kebaikan diriku, terus percaya bahwasanya aku teman yang baik, terus memberi udzur, terus bertahan berteman denganku dan terus menggenggam erat aku walaupun selain diriku, banyak teman-temannya yang lain.
Menjadi seseorang yang sering disalahpahami itu tidak mudah.
Menjadi seseorang yang sering dihakimi oleh prasangka dan berita bohong itu tidak mudah.
Ditemukan dan digenggam erat oleh teman yang tulus menerima dan membersamai itu tidak mudah.
Maka, aku akan selalu mengingat mereka.
Dan sedihnya dua perempuan yang seperti itu wafat di bulan Januari, bulan kelahiranku. Bahkan salah satunya meninggal tepat pada tanggal kelahiranku.
Aku ingat kedua teman baikku ini adalah jiwa-jiwa yang baik. Jiwa-jiwa yang lembut. Jiwa-jiwa yang aku akui mereka lebih baik daripada diriku.
Ketika mereka tiada, kesepian itu kembali menyeruak. Seakan aku kehilangan sebuah rumah yang hangat.
Orang yang mau bertahan menjadi teman baikku hanyalah sedikit. Bahkan tiap jenjang pendidikan tidak sampai 3 orang.
Begitupun di hari ini.
Sebuah kesedihan ketika kita merasa bahwa sahabat lama kita sedang baik-baik saja, namun nyatanya tidak demikian. Dan kita baru sadari setelah mereka tiada.
Setiap orang yang berperan dan membantu kita, mereka adalah orang-orang yang dipilih dan dimudahkan oleh Allah.
Maka terasa sesak, ketika aku menyadari di saat-saat terakhir hidup mereka, aku tidak terpilih menjadi salah satunya.
Semoga Allah menjaga setiap teman baik yang begitu tulus kepadaku, menggenggam erat aku, dan tidak pergi walaupun mereka punya banyak teman lainnya.
Meskipun pada akhirnya kita terpisah oleh jarak, waktu, situasi dan kondisi kehidupan, namun kebaikan-kebaikan mereka semua terus aku ingat sampai hari ini.
Semoga Allah membalas kebaikan mereka dan mempertemukan mereka dengan orang-orang yang lebih baik dari aku.
Dan semoga teman baikku yang telah wafat, bisa ditemani oleh amal shalih yang indah dan mereka dijauhkan dari siksa kubur dan siksa neraka. Semoga Allah memberi mereka hadiah berupa surga yang kekal abadi. Aamiin Allahumma aamiin.
—SNA, Ruang Untukku #130
Kamis, 04-01-2024 | 03.19
Venetie Van Java,
Masih berusaha untuk bisa beristirahat dan berhenti menangis.
4 notes · View notes
ruanguntukku · 4 months
Text
Hari ini, aku kembali harus merelakan seorang sahabatku pergi. Bedanya, perpisahan kali ini bukan sekadar berbeda kota atau pulau, melainkan berbeda fase kehidupan.
Aku mungkin hanyalah sebuah titik dari banyaknya orang yang telah kehilangan. Ya, beliau Rahimahallah adalah jiwa yang baik, saking baiknya beliau, orang yang telah menyakitiku bersikap sangat baik kepadanya.
Aku menyadari banyak luka dari sisi pertemanan yang aku punya, maka di awal aku bergabung pada kelas Bahasa Arab, aku hanya fokus belajar. Terlebih aku menyadari bahwa akulah murid termuda di kelas, jadi agak sungkan rasanya untuk berkenalan duluan dengan Ummahat lain yang usianya bisa lebih tua 12 tahun dariku.
Tapi, beliau berbeda. Beliau yang pertama kali mendekatiku, mengajak belajar bersama dan berteman denganku.
Dari sanalah aku mengenalnya. Sosok single parent yang tangguh. Berusaha mendidik putri kandung satu-satunya di saat beliau juga harus pulih dan kuat dari luka perceraian terdahulu.
Ya, perpisahan itulah salah satu harga yang harus beliau bayar demi sebuah kebahagiaan yang sejati, yakni hidayah di atas Sunnah.
Ketika jalan kebenaran itu tidak bisa dan tidak mau dilalui oleh sang nahkoda, maka memilih untuk berlayar pada bahtera yang berbeda adalah jalan yang dipilihnya.
Meski berat dan penuh perjuangan, beliau lebih memilih keselamatan agamanya ketimbang sebuah ikatan cinta dengan makhluk.
Meski harus berjuang sendirian bersama putri kecilnya, semua beliau lewati hingga kemudian sama-sama tinggal satu kota perantauan denganku.
Dari kelas Ummahat itulah, Allah perkenankan aku mengenalnya. Dari sanalah aku banyak belajar dan mencerna perjuangan yang beliau lalui.
Aku banyak mengenal single parent mom, tapi tidak semua diberi hadiah berupa hidayah pada jalan yang lurus.
Dari kisah masa lalu beliau, aku pun menyadari bahwa hidup kita bukanlah seperti di film-film, yang mana setiap kemenangan selalu dikaitkan dengan kesuksesan duniawi bagi orang yang terzalimi.
Justru kisah beliau adalah salah satu kenyataan yang bertolakbelakang dengan angan-angan semu yang selalu tertanam di alam bawah sadar kita.
Setelah bercerai, berjuang sendirian kurang lebih 9 tahun, beliau kembali diuji Allah dengan penyakit kanker serviks.
Alhamdulillah, dengan Rahmat Allah yang begitu luas banyak orang-orang baik pilihan-Nya yang ikut membantu semua proses pengobatan dan membantu menjaga putri beliau, ketika beliau harus bolak-balik ke rumah sakit.
Sebuah pesan yang ditanamkan oleh beliau adalah nasihat untuk,
Menempuh sebab tanpa bergantung kepada sebab.
Ya, beliau menempuh sebab kesembuhan, tapi selalu menggantungkan harapan kepada Dzat yang Maha Menyembuhkan.
Beliau menjalani semua rangkaian proses kemoterapi dan sinar, tapi hatinya sepenuhnya bertauhid kepada Allah.
Yang aku begitu terharu, sesakit apapun beliau, rutinitasnya adalah memuroja'ah pelajaran bahasa Arab. Tak lama sebelum vonis kanker itu diterima, beliau pindah ke kelas reguler sehingga pelajaran diulang dari awal dan kami pisah kelas. Namun semangat belajarnya tidak pernah luntur walaupun beliau sakit. Sering kali ketika aku menjenguk beliau, kitab bahasa arab sedang dimurajaah olehnya.
Di kelas reguler inilah beliau ditemukan oleh banyak Ummahat lain yang mereka lebih baik dan lebih banyak membantu proses kehidupan beliau selama sakit.
Sampai akhirnya di hari Rabu, 3 Januari 2024 ini usia beliau dicukupkan sampai 42 tahun.
Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah di malam tepat sebelum aku jatuh sakit karena ujian yang aku terima.
Aku selalu menyadari bahwa diriku tidak bisa leluasa berinteraksi jika aku menjenguk beliau berbarengan dengan Ummahat lain, oleh sebab itu aku selalu punya waktu tersendiri untuk main ke rumah beliau.
Malam itu, aku menumpahkan semua kesedihanku. Lagi, aku kembali merepotkan beliau dan lagi beliau membantuku untuk bisa lebih tenang. Di malam itu pula kami berbincang dan pertama kalinya pertahanan beliau runtuh. Di malam itulah beliau menangis dan merasa takut dengan sakitnya.
Itu kali pertama aku melihat beliau benar-benar membuka diri akan perasaan yang beliau rasakan, karena selama ini beliau selalu berusaha kuat di hadapan orang lain dan enggan menangis di depan orang lain.
Kami saling menguatkan dan tak lama akupun pamit untuk pulang karena waktu sudah lewat dari isya. Aku pun harus bekerja lagi besok pagi. Namun qadarullah ternyata hari itulah hari terakhir aku bisa bekerja. Karena setelahnya aku jatuh sakit karena faktor psikis.
Dan qadarullah tidak lama setelah itupun beliau kondisinya menurun dan memiliki gejala sakit yang sama denganku, yaitu sesak nafas.
Qadarullah metastasis di paru-paru beliau semakin membesar, hingga menyebabkan komplikasi pada sistem pernafasan.
Di situasi yang semakin kritis, beliau berusaha untuk tidak mau membuat gaduh atau merepotkan banyak orang. Beliau sangat menjaga muruahnya sebagai seorang muslimah. Sisi kuat beliau masih ada dan itu adalah sebuah contoh yang sangat aku syukuri bisa belajar darinya.
Aku tau, aku hanyalah seorang yang berpapasan dalam hidup beliau. Aku tidak memberikan banyak manfaat untuk beliau, tapi tetap saja, ketika beliau berpulang, hatiku terasa sangat kehilangan.
Salah satu nasihat beliau bi'idznillah telah membantuku pulih dari luka pengasuhan. Beliau memberikan pencerahan yang bi'idznillah membuatku bisa berdamai dengan luka inner child-ku.
Ada banyak kebaikan dan kenyamanan yang aku rasakan di dalam berteman dengan beliau Rahimahallah. Walaupun mungkin aku hanyalah seorang yang tidak berarti dalam hidupnya, tapi beliau sangat berarti bagiku.
Beliau adalah seorang teman yang baik, hatinya selamat dari berbagai ujian hati yang kerap dimiliki wanita pada umumnya.
Dan dari perjalanan beliau inilah aku menyadari, bahwa kemenangan itu bukanlah seperti apa yang digambarkan di skenario dusta pada film-film.
Terkadang secara zahir orang yang terzalimi diuji terus menerus, seolah kemenangan itu tidak diraihnya. Padahal sesungguhnya setiap ujian yang dilalui adalah sebuah anak tangga yang terus menaikkan derajatnya dan menggugurkan dosa-dosanya.
Hingga akhirnya kemenangan yang sejati itu bisa diraih, yakni ketika seorang hamba bertemu dengan Rabbnya dalam keadaan bersih dari dosa, dan Rabbnya menjauhkan dia dari siksa kubur dan siksa api neraka, lalu kemenangan itu diberikan berupa kehidupan yang kekal abadi di dalam surga.
Aku harus kembali menyadari bahwa proses kemenangan itu bisa jadi harus dilewati dengan penuh liku, rasa sakit dan perjuangan. Karena kemenangan itu bukan sekadar kita melihat orang yang menyakiti kita hidup tersiksa, melainkan lebih mulia dari itu.
Karena memang kita hidup selalu di dalam perjalanan menuju Allah dan negeri Akhirat. Bukan sekonyong-konyong soal pribadi kita Vs orang yang menzalimi kita.
Karena pada kenyataannya semua kehidupan kita selalu bermuara kepada hubungan kita kepada Allah.
Allah selalu punya cara tersendiri untuk menegakkan keadilan-Nya. Dan keadilan-Nya itu pasti akan terlaksana, entah kita menyaksikannya atau tidak. Entah kita mengetahuinya atau tidak. Entah kita merasakannya atau tidak. Allah selalu menegakkan janji-Nya. Dan Dia tidak pernah menzalimi siapapun, bahkan kepada orang kafir sekalipun.
Jadi, kembali lagi, kemenangan seperti apa yang mau kita raih? Rasanya terlalu murah jika setelah dizalimi kita hanya berharap karma (kafarat) kepada orang yang menzalimi kita.
Kembali harus menata diri, menata hati. Sepatutnya kita meminta ganti dengan hal-hal yang mahal, semahal keselamatan hati dan keselamatan di dunia dan di akhirat.
Inilah kehidupan yang nyata, tidak sedramatis skenario dusta di film-film.
Jadi jangan berekspektasi semua kezaliman orang yang telah menzalimimu akan kamu lihat balasannya dengan kedua matamu.
Hidupmu terlalu berharga untuk dihabiskan menoleh kepada hal yang remeh.
Semoga kita selalu menjadi hamba yang memegang erat tauhid, memiliki kesabaran dan keikhlasan pada hentakan pertama ujian dan semoga keyakinan kita kepada Allah lebih kuat daripada ego yang kita punya.
—SNA, Ruang Untukku #129
Kamis, 04-01-2024 | 00.44
Venetie Van Java,
Teman perjuanganku berkurang 1. Tersisa 9 orang termasuk aku. Semoga kami tetap Istiqomah belajar hingga ajal menjemput. Aku bersedih tapi aku bangga memiliki teman yang tidak pernah menyerah untuk menempuh jalan ilmu bagaimanapun kondisinya.
Semoga Allah menerangi kuburmu selalu ya, Umm. Semoga kelak Allah pertemukan kita di surga-Nya. Aamiin Allahumma aamiin 🌧️
2 notes · View notes
ruanguntukku · 5 months
Text
Ada sebuah karunia yang kembali Allah titipkan kepadaku, di tengah badai fitnah itu berkobar.
Ada hal indah yang Allah titipkan pada keluarga kecilku, di saat pemimpinku dituduh telah melakukan perbuatan yang tidak pantas kepada lawan jenis yang masih berusia belasan tahun.
Ya, hadirnya dia seakan menjadi pelipur lara, menjadi hadiah yang menguatkan dan menjadikan lapang.
Aku telah mengenal pemimpinku selama 15 tahun. Aku yang mengetahui betapa ia menjaga komitmen dan kesetiaannya padaku.
Dia ramah pada siapapun bukan untuk tebar pesona. Ia ramah, menebar senyum karena itulah jiwanya. Tidak pernah dia memilih orang dari kalangan tertentu untuk beramah tamah.
Semua kalangan dari pedagang pasar, langganan jasa kurir kami dahulu, tetangga, anak-anak bahkan orang yang baru papasan di jalan juga diperlakukan dengan ramah.
Namun itulah kejamnya hasad, orang yang jiwa dan hatinya ternoda oleh hasad akan melakukan banyak cara untuk menjatuhkan orang yang dibenci dan dia tidak peduli dengan kebenaran yang hakiki. Karena apa yang dia percaya hanyalah keyakinan yang dia senangi dan ucapan yang mendukung prasangkanya semata.
Aku bersyukur kepada Allah atas titipan ketiga pada rahimku saat ini. Aku percaya bahwa ia Allah titipkan dengan penuh hikmah dan kasih sayang.
Dia mengetahui segalanya, Dia mengetahui perjuangan kami, kesakitan kami, tipu daya mereka dan upaya penindasan mereka terhadap kami.
Hanya kepada Rabbku, aku mengadu, merengek dan menumpahkan segala rasa kecewa, sedih, marah, takut, gelisah dan resahku.
Aku meyakini bahwa titipan kali ini mengandung pesan berharga. Pesan tentang keteguhan di dalam iman dan taqwa serta kekuatan akan kasih sayang yang besar dari-Nya. Maka tidak selayaknya aku menjadi lemah apalagi berputus asa, karena Allah selalu ada dan pertolongannya tak akan sirna.
Nak, Allah menitipkanmu kepada Ayah dan Bunda di waktu yang istimewa. Ketika kami diterpa badai yang cukup keras dari lisannya manusia yang dipandang berilmu dan shalihah.
Maka, jadilah kelak hamba Allah yang jujur dan senantiasa takut kepada-Nya. Atribut keagamaan yang kamu kenakan adalah sebuah jihad di jalan Allah. Bukan sebagai penanda bahwa kunci surga telah kamu dapatkan.
Kamu perlu berusaha dan berjuang untuk tetap Istiqomah. Kamu harus jadi hamba Allah yang terus belajar, memperbaiki dirimu dan membersihkan hati dari segala bentuk penyakit yang menggerogotinya.
Kamu harus bisa mendidik dirimu dan menundukkannya di hadapan Allah, di dalam perintah dan larangan-Nya. Kamu harus menghinakan dirimu di hadapan ilmu dan berkhidmat di dalam jalan ilmu. Bukan menjadi pembelajar yang menginjak-injak ilmu untuk dijadikan alat di dalam mencari perbendaharaan duniawi dan penghormatan manusia.
Jadilah hamba yang jujur kepada-Nya, maka Dia pun akan jujur kepadamu.
Jadilah hamba yang memegang teguh prinsip iman dan taqwa, karena itulah sebaik-baik perbekalan untuk mengarungi jalan panjang menuju negeri akhirat.
Dunia ini adalah tempat persinggahan yang kelak akan kita tinggalkan dan berganti dengan fase-fase perjalanan yang sulit dan panjang.
Bunda bersyukur kepada Allah yang dengan Rahmat serta karunia-Nya menitipkanmu kepada kami.
Semoga Allah menjaga kita semua dan mengumpulkan kita sebagai keluarga yang utuh di surga-Nya kelak.
Aamiin Allahumma aamiin ❤️
—SNA, Ruang Untukku #128
Selasa, 12-12-2023 | 22.17
Venetie Van Java,
Tepat pada salah satu tanggal istimewa di dalam perjalananku dan dia ❤️
4 notes · View notes
ruanguntukku · 5 months
Text
Hari ini ada sebuah pesan yang disampaikan oleh guruku yang telah menua bersama ilmu. Sebuah pesan yang dengan izin-Nya selaras dengan hikmah yang telah sampai kepadaku di waktu yang lalu.
Yakni tentang sebuah kebenaran yang akan terus terpatri di dalam jiwa seseorang. Kebenaran yang akan tetap pada nilainya, meskipun orang yang bersangkutan berusaha mengubah kebenaran itu dengan lisan dan perbuatannya.
Ya, apapun cara yang digunakan untuk mengubah hakikat dari kebenaran yang sejati, tetap saja hati kecilnya mengetahui hakikat dari kebenaran tersebut. Meskipun lisannya berulang kali mengumbar dusta dan perilakunya berkhianat hanya demi menjatuhkan orang yang tidak dia senangi.
Itulah ironis dan azab yang pedih yang akan dirasakan setiap pembuat makar terhadap orang-orang yang jujur. Sebanyak apapun manusia yang terpedaya dengan lisannya, sebanyak apapun hati manusia yang memihak dan percaya padanya, tetap saja dia menyadari hakikat dirinya yang hanyalah seorang pecundang.
Dukungan dan kepercayaan yang diberikan oleh orang-orang yang mempercayai ucapan dustanya itu akan melahirkan banyak kehampaan dan kekosongan pada batinnya.
Kenapa? Karena dirinya mengetahui, bahwa apa yang dia utarakan hanyalah kedustaan yang sangat hina. Hati kecilnya mengetahui kebenaran yang terjadi berkebalikan dari apa yang dia sebarkan kepada banyak pasang mata dan telinga.
Itulah azab yang pedih dan menghinakan, bagi orang-orang yang berani membuat makar terhadap orang-orang yang benar.
Kejayaan dari tipu daya yang dia buat, hanya akan membuat jiwanya semakin gersang dan hatinya semakin sekarat.
Sebanyak apapun pujian dan dukungan manusia kepadanya, batinnya tidak akan pernah puas.
Setiap dia menemukan orang yang menghalangi jalannya, maka hasad dan kebencian akan merajai jiwanya hingga dia pun kembali terobsesi untuk menghancurkan orang tersebut dengan berbagai cara.
Aduhai malang sekali jiwa yang tergadaikan dengan ambisi jahannam. Hidupnya penuh dengan kepalsuan dan hiasan-hiasan atribut keimanan, padahal dirinya tak ayal bagaikan mayat hidup yang bergerak tanpa tujuan.
Dia merasa menang setelah berhasil menumbangkan orang-orang yang dibencinya, padahal sejatinya yang dia bunuh berkali-kali adalah hati dan jiwanya sendiri.
Dia merasa lega dan puas tatkala lawannya dihinakan, diusir dan dijauhkan banyak manusia, dan dia tertawa girang tatkala fitnah-fitnah keji semakin meliar dan memangsa lawannya tanpa ampun. Padahal hakikatnya dirinyalah yang sedang tercabik-cabik dengan dosa jariyah yang terus mengalir.
Ironis memang. Dan sungguh menggelikan melihat manusia yang merasa aman di tengah kehancuran dirinya sendiri.
Merasa berjaya di atas kekalahan imannya sendiri. Hanya karena merasa bangga dengan lautan pujian dan penghormatan.
Camkanlah pada nurani kalian, bahwa kerugian demi kerugian sejatinya sedang ditelan bulat-bulat oleh orang yang durhaka di hadapan Rabbnya.
Dia merasa aman dan suci hanya karena kebenaran itu tidak terkuak. Padahal di dalam dirinya sendiri dia mengetahui bahwa dirinya telah berdusta dan kemenangan itu diraih dengan cara yang hina.
Maka tunggulah! Akan ada orang yang ditolong oleh Allah untuk membungkam segala tipu muslihat yang selama ini dirasa berhasil menumbangkan lawan.
Dan fitnah-fitnah itu akan hancur, bagaikan daun kering yang gugur dan jatuh dari tangkainya.
Semudah itu Allah bisa menumbangkan kedustaan yang tidak masuk akal. Dan semudah itu Allah membalikkan keadaan.
Kejayaan yang diraih dengan cara kotor, sejatinya hanya kejayaan kosong yang merupakan istidraj. Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui akan menurunkan keadilan-Nya di waktu yang tepat dengan cara yang tepat pula.
Jangan pernah merasa aman di tengah tipu daya yang direncanakan dengan kebatilan dirimu sendiri. Takutlah kepada Allah yang sangat keras siksa-Nya. Bertaubatlah sebelum ruhmu tersengal di kerongkongan.
Semakin banyak jiwa yang kamu rusak, semakin besar hutang yang kamu tanggung. Semakin banyak pihak yang kamu jatuhkan, maka semakin banyak pula kejatuhan dan kehinaan yang menunggumu.
Sungguh, kasihan sekali dirimu. Tertipu dengan label dan atribut-atribut agama di tengah manusia yang termakan tipu muslihat.
Lihat dan saksikan bagaimana kesudahannya jika kamu tidak lekas bertaubat. Sesungguhnya aku pun menunggu bersamamu. Kelak keadilan Rabbku akan sampai dan kebenaran itu akan selalu tegak pada nilainya.
—SNA, Ruang Untukku #127
Sabtu, 09-12-2023 | 23.36
Venetie Van Java,
Ketika Allah tunjukkan betapa lemahnya fitnah itu, seakan bola api dalam sekejap menjadi hilang dengan kasih sayang-Nya.
Alhamdulillahilladzi bini'matihi Tatimmush sholihat...
Semoga kamu segera bertaubat dan berhenti merusak hidup orang lain ya, Mba. Aamiin.
1 note · View note
ruanguntukku · 5 months
Text
Aku sedang merasa kehilangan jati diri. Ombak keras yang telah menerpa kehidupanku di masa itu, ternyata membawa perubahan padaku.
Aku yang merasa asing dengan banyak teman.
Aku yang mulai menyadari bahwa orang-orang di dekatku ternyata mereka bisa menghunuskan belati yang tajam kepada hatiku.
Orang-orang yang aku percaya ternyata tidak sepenuhnya setia dengan kepercayaan yang sama. Mereka bisa mengkhianatiku kapan saja.
Ketika kenyataan pahit yang aku rasakan dirasa tidak realistis bagi mereka, maka dengan mudahnya mereka menyematkan label pendusta kepadaku.
Ya, inilah risiko yang harus dihadapi ketika kita mempercayakan potongan kisah krusial kita kepada manusia.
Mau seterang apapun fakta yang ada, mereka akan tetap dibutakan dengan rasa. Dan percikan hasad yang selama ini diredam atau tersembunyi bisa menjadi bara api yang gampang tersulut prasangka hingga akhirnya api khianat pun membara.
Akhirnya aku harus menyadari. Bahwa kesepianku di dalam ranah pertemanan dengan sesama wanita adalah lebih baik, daripada aku harus merasa nyaman dengan rasa percaya yang ternyata telah tercabik-cabik di belakangku.
Aku mulai merindukan masa-masa sepi itu. Sepi dari pesan-pesan masuk yang datang dari sesamaku.
Rindu dengan kesendirian dengan buku atau anak-anakku.
Rindu dengan segala ketidaktahuanku tentang potongan-potongan kisah hidup orang lain yang memang tidak perlu aku ketahui.
Ternyata rasa kesepian yang dahulu aku benci, menjadi momen yang bisa aku dambakan lagi.
Tak apa merasa sepi di tengah kerumunan manusia yang asing di kota perantauan ini.
Daripada aku mengenal banyak orang, yang dengan mudahnya mengkhianatiku di belakang.
Lagi, hanyalah kepada Allah tempat yang paling mulia untuk menaruh rasa yakin akan cinta, harapan dan rasa takut. Bukan mempercayakan kepada makhluk yang sibuk dengan kepenatan hidupnya masing-masing.
Lagi, aku merindukan diriku yang tidak haus akan validasi dan semangat dari orang lain.
Mungkin memang sebaiknya untuk tidak punya opsi ruang bercerita kepada sesama wanita. Karena kebengkokan wanita itu pasti. Menemukan yang tetap setia kawan itu sulit.
Kembali lagi teringat bahwa teman seperjuangan yang terbaik di dalam perjalanan menuju Allah adalah suami dan anak-anak. Semoga keluarga kecilku bisa menjadi Rofiq yang baik dan selalu dalam penjagaan Allah. Aamiin Allahumma aamiin.
—SNA, Ruang Untukku #126
Rabu, 06-12-2023 | 23.34
Venetie Van Java,
Dengan terus belajar untuk bisa berdamai dengan keadaan yang tidak bisa aku ubah sesuai apa yang aku mau.
5 notes · View notes
ruanguntukku · 6 months
Text
Setelah sekian lama aku mengarungi kehidupan di dunia nyata, akhirnya aku kembali pulang ke sini.
Perjalanan yang terjadi selama ini bukanlah masa kosong yang tidak memiliki hikmah, justru apa yang terjadi selama masa senyap ini begitu riuh dengan berbagai nilai kehidupan yang mengajarkanku untuk lebih tangguh.
Ya, ada 2 pekan yang Allah takdirkan dalam hidupku untuk menjadi bagian perjalanan yang begitu dinamis. Berawal dari sebuah langkah untuk berkontribusi dalam jalan ilmu, hingga aku sadari bahwa perjalanan di dalamnya tidaklah seindah yang aku bayangkan.
Ketika aku harus tertampar dengan realita pahit tentang dunia pendidikan agama yang begitu menyayat hati.
Bukan, bukan karena minimnya fasilitas yang ada, melainkan karena rusaknya hati orang-orang yang bermain dengan amanah yang diembannya.
Ketika akhirnya aku harus rela patah hati dan dipatahkan dengan kecurangan dari orang-orang yang dinilai mulia di hadapan orang banyak.
Ketika Allah kembali menitipkan sisi kelam dari seseorang yang dikenal dan dipandang mulia karena kesehariannya terlihat bak orang berilmu.
Aku sadari setiap orang memiliki sisi buruk dalam dirinya, tapi yang paling tidak bisa aku tolerir ketika sisi buruk itu mencederai kebenaran dan kejujuran.
Ketika mereka bermain-main dengan ilmunya Allah dan mereka merasa aman dengan tipu daya mereka selama ini.
Ketika aku merasa asing pada sebuah lembaga pendidikan yang lebih mirip dengan hutan belantara karena begitu banyak intrik dan dusta.
Ketika segelintir murid yang sudah senior berbuat durhaka pada gurunya yang sudah tidak lagi muda, juga pada Rabbnya dan mereka bersatu padu untuk saling mendukung perbuatan mereka itu tanpa rasa bersalah.
Ketika aku harus tertegun berkali-kali bahwa bukanlah anak-anak santri putri itu yang rusak, melainkan orang-orang dewasa yang bertugas mengurus proses ilmu mereka.
Ketika syahwat akan harta dunia membutakan segalanya, lantas begitu mudah membelokkan niat yang mungkin awalnya lillah, menjadi salah arah.
Ketika manusia yang pandai beretorika memainkan peran di hadapan para petinggi agar terlihat bersih, dan ketika lisan-lisan lainnya mudah sekali mengubah ucapan mereka menjadi ucapan yang lain, demi menjatuhkan orang yang dianggap sebagai saingan dan ancaman.
Ketika amanah uang begitu mudah disia-siakan dan diselewengkan demi kepentingan pribadi, padahal uang itu adalah hasil jerih payah setiap orang tua yang sedang berjuang untuk anak-anaknya di sana.
Bahkan hingga aku undur diri dari sana pun, lisan-lisan yang rusak itu tidak berhenti menebar fitnah dan kedustaan dengan topeng keshalihan mereka.
Aku sudah berupaya sekuat tenaga, dan aku banyak merengek serta mengadukan mereka kepada Rabbku. Hingga akhirnya pertolongan itu datang dalam bentuk rasa sakit yang aku alami hingga hari di mana tulisan ini aku bagikan di sini.
Karena permainan psikis yang dilakukan oleh salah satu pihak di sana, aku mengalami sakit yang berkepanjangan. Berawal di suatu pagi, ada rasa sakit di ulu hati yang disertai sesak nafas. Dan sesak itu terus berlanjut hingga hari ini.
Semua sudah takdir Allah. Aku yakin ada hikmah di balik ini semua.
Aku paham situasiku saat ini sangat mudah untuk ditertawakan dan diremehkan, bahkan bisa menjadi penguat atas desas-desus yang mereka gaungkan. Itulah bagian dari pembalasan Allah atas makar Mereka.
Mereka masih tetap berjaya di atas jabatan yang mereka pegang, seakan Allah tidak menghukum mereka. Padahal semua itu hanyalah istidraj dan balasan atas setiap kedustaan mereka.
Ketidakadilan, ketidakjujuran dan permainan-permainan mereka seakan dibiarkan begitu saja. Padahal lisan-lisan dan perbuatan mereka terus dikotori oleh benih-benih dosa, dan mereka terus melukai orang-orang yang tidak bersalah.
Ketika urat malu mereka sudah putus demi mencapai tujuan yang mereka harapkan, maka nasihat seperti apapun tidak bisa memperbaiki mereka, bahkan nasihat dari guru mereka sendiri yang semakin menua dan telah banyak menghabiskan umurnya berjihad di jalan ilmu pun tidak bisa menyadarkan mereka.
Dan aku telah memutuskan untuk menyerahkan ini semua kepada Rabbku yang Maha Adil lagi Maha Mengetahui. Dialah al-Hakim, al-'Alim, al-Bashir, as-Sami', al-Qowiyy, al-Halim, al-Mu'min, al-Muhaimin.
Yang mereka cederai adalah ilmu kepunyaan Allah, ilmu yang mulia dan hanya Allah-lah yang dapat memberikan mereka hidayah dan membalas setiap tipu daya yang mereka lakukan.
Dan hanya kepada Rabbku lah aku bertawakal.
Allah telah melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam sana, dari sejak madrasah itu berdiri hingga hari di mana aku dipermainkan. Aku masuk ke sana tidak untuk main-main, tapi aku telah dipermainkan oleh mereka. Biarlah Allah yang membalas permainan itu semoga dengan balasan itu mereka tersadar dan bisa taubatan nasuha.
Saatnya aku berbenah. Berdamai dengan hidupku sendiri, merangkul diriku sendiri dan berupaya untuk bangkit dari segala hal yang telah menimpaku.
Saatnya aku menyelamatkan hatiku, kembali fokus di jalan ilmu dan kembali memperjuangkan agamaku dan keluarga kecilku.
Saatnya aku harus kembali sadar, bahwa inilah akhir zaman, ketika orang yang berdusta dipandang sebagai orang yang jujur, ketika orang yang berkhianat dipandang paling menjaga amanah dan ketika orang yang mengingkari janji dengan mudahnya menyalahkan orang lain agar dirinya terlihat tidak bersalah.
Saatnya aku harus bergegas, lebih menguatkan diriku untuk akhir kehidupan yang semakin dekat. Aku harus semakin menguatkan langkahku, karena sisa waktuku semakin dekat.
Dua pekan yang Allah amanahkan kepadaku adalah dua pekan yang berkesan. Hari-hari itu tetaplah dipenuhi hikmah yang indah, meskipun di dalam melewatinya air mataku harus terus tumpah.
Dari sana pulalah aku akhirnya bisa menemukan puzzle kehidupan yang selama ini aku cari. Ya, membersamai keseharian santriwati menjadikan aku banyak belajar dan luka batinku banyak terpulihkan dari sana, bi'idznillah.
Aku tetap mencintai mereka, anak-anak yang pada hakikatnya adalah anak-anak yang baik. Sedari awal aku tidak pernah menaruh prasangka buruk pada siapapun. Aku tidak ingin mencari tahu aib-aib mereka. Karena bagiku, di usia seperti itu adalah fase di mana kita seringkali salah arah dan tersesat, tapi bukan berarti kita tidak ingin menjadi manusia yang baik di sisi Allah.
Usia-usia mereka adalah usia-usia yang penuh tanda tanya, penuh pertanyaan dan rasa penasaran. Bertujuan menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat, tapi sering ceroboh dan salah langkah di dalam mengarungi kehidupan dan membuat keputusan.
Oleh karenanya, aku sudah memaafkan setiap anak yang menaruh kebencian kepadaku. Baik kebencian itu karena mereka tidak menyukaiku, maupun kebencian yang timbul karena syubhat yang bersarang di hati mereka.
Hal yang selalu aku yakini, setiap kebenaran itu akan tetap pada nilainya meskipun seluruh manusia berusaha menutupi dan memanipulasinya.
Aku yakin, kebenaran itu akan terungkap dengan sendirinya, karena memang sejatinya seorang pendusta tidak akan pernah bisa bertahan dengan kedustaannya.
Sebuah keniscayaan bahwa kedustaan itu akan memunculkan sisi kecacatan dan kehinaannya. Karena kembali lagi, kebenaran dan kejujuran itu murni, sedangkan kedustaan hanyalah ilusi.
Siapapun orang yang mereka berani mendurhakai Allah, maka Allah pasti akan membalas kedurhakaan mereka. Dan Allah sekalipun tidak akan pernah menyalahi janji-Nya.
—SNA, Ruang Untukku #125
Rabu, 15-11-2023 | 00.35
Venetie Van Java,
Dengan segala rasa dan doa.
0 notes
ruanguntukku · 7 months
Text
Hal yang harus selalu aku ingat adalah sedalam apapun kamu menyelami dunia maya, maka kamu tidak akan pernah bisa mencapai dasarnya.
Karena semakin kamu menyelam, semakin kamu terombang-ambing dengan berbagai persepsi, sudut pandang dan opini.
Mungkin kamu merasa butuh untuk mencari kekuatan di sana atau sekadar mencari orang-orang yang sedang berada di posisi yang sama agar kamu tidak merasa sendiri di tengah badai ujian.
Namun ketahuilah, informasi-informasi yang kamu dapatkan tidak akan pernah bisa menjadi solusi konkrit.
Semakin kamu menyelaminya, semakin kamu akan merasa haus. Ketenangan dan kelegaan yang terasa sejatinya hanyalah sementara. Dalam sekejap rasa lapang dan nyaman itu akan kembali menemukan kebuntuan, kekosongan dan kehampaan.
Itulah hakikat dari sebuah pencarian yang dilakukan dari luasnya samudra perkataan makhluk.
Sejuknya perkataan mereka tidak akan bisa menandingi sejuknya Kalamullah.
Ketenangan yang bersumber dari makhluk tidak akan bisa menandingi ketenangan yang datang dari Allah.
Efek dopamine yang kamu rasa itu terasa instan, begitu pula kehampaan dan kekosongan yang kembali mencuat.
Maka jangan sampai kamu tenggelam di dalamnya. Jangan sampai disibukkan apalagi sampai kecanduan.
Batasi dirimu dari banjirnya informasi yang kamu terima. Secukupnya saja. Buatlah aktualisasi nyata dan lebih mendekatkan diri kepada Allah, karena self healing terbaik adalah dengan kembali menundukkan diri kita di hadapan-Nya.
—SNA, Ruang Untukku #124
Jum'at, 29-09-2023 | 19.55
Venetie Van Java,
Kembali merasa bersalah karena terpancing oleh luka lama dan menyesali pembicaraan yang kembali berlebihan dari porsi yang seharusnya :')
1 note · View note
ruanguntukku · 8 months
Text
Melawan orang yang punya hal lebih dariku? Pernah.
Ya. Mereka punya lebih banyak power. Lebih terkenal. Lebih tersohor. Lebih terpandang. Lebih berkecukupan. Lebih masyhur. Lebih segala-galanya.
Lalu, kenapa? Apa yang salah?
Ketika kita berada di atas kebenaran, maka tidak ada yang perlu kita takutkan. Mereka mungkin orang-orang yang punya kuasa. Tapi sehebat apapun kuasa mereka tidak akan ada yang bisa menandingi kuasa Allah.
Kita itu sama. Sama-sama makhluk ciptaan Allah. Sama-sama akan menemui ajal. Dan kelak akan berada di dalam pengadilan Allah al-Hakim.
Lalu, kenapa? Apa yang perlu ditakutkan? Aku tidak ada urusan dengan kecondongan hati manusia, ke arah mana mereka akan memberi dukungan dan seburuk apa mereka akan mencelaku.
Aku tidak peduli sama sekali.
Negeri kita tidak kekurangan orang pintar, akan tetapi kekurangan orang yang jujur.
Jadi, mau sampai kapan kita menimbang sebuah kebenaran dilihat dari seberapa terkenalnya seseorang? Dilihat dari seberapa berpengaruhnya dia? Dilihat dari seberapa bagusnya retorika yang dia punya?
Setiap pendusta adalah penyakit. Mau sebaik apapun dia memoles dirinya di hadapan orang banyak. Mau semanis apapun mulutnya berbicara, tetap saja apa yang dia keluarkan adalah dusta. Kotoran yang tidak ada harganya.
Melihat orang yang gemar berdusta saja tentu membuat kita jengkel. Apalagi jika kedustaannya itu dibalut oleh syari'at Allah.
Aku memerangi kedustaan yang menunggangi amal shalih.
Aku memerangi kedustaan yang dibalut kesan agamis demi meraih keuntungan pribadi.
Aku memerangi kedustaan, tidak peduli siapapun orang yang melontarkannya.
Cukup dengan menjadi hamba Allah aku mengikrarkan diriku untuk berada di jalur yang berseberangan dengan dia.
Menjaga jarak adalah jalanku untuk bisa menjaga hati dan diriku. Memilih sikap tidak mau mendekat adalah jalanku untuk menjaga diriku sendiri.
Aku tidak membenci pelakunya. Aku membenci perilakunya.
Aku tidak memvonis dengan neraka, karena aku paham hidayah itu adalah milik-Nya semata.
Namun, aku berprinsip, selama pendusta itu masih gemar berdusta dan belum terang benderang perubahan dari dirinya ke arah yang lebih baik, maka aku akan tetap menjaga jarak.
Kenapa? Apakah karena hasad? Oh, jelas bukan. Ketahuilah bahwa kedustaan yang dibalut dengan tameng agama, adalah kedustaan yang bisa merusak keselamatan agama bagi orang banyak. Manusia tipe ini gemar bermain peran, gemar menyebarkan fitnah, gemar mencari muka, gemar memanipulasi orang lain dan sangat sulit menemukan keaslian, ketulusan dan kejujuran dalam dirinya.
Sikap ini bisa menjadi virus berbahaya bagi orang-orang yang sedang belajar ilmu syar'i. Merusak hati, akal dan jiwa seseorang.
Jadi menjaga jarak adalah jalanku untuk tetap mawas diri. Bahwa aku tidak bisa mempercayainya apalagi mendekat padanya.
Allah adalah al-'Alim. Kelak akan Allah bongkar makar-makar dari manusia yang hendak menodai agama-Nya.
Jangan pernah bermain-main dengan agama Allah. Pembalasan itu pasti ada, kekalahan itu akan terjadi, meskipun saat ini seakan-akan kedustaan itu yang dimenangkan, ketahuilah hakikatnya Allah sedang membalas kedustaan mereka dengan fatamorgana yang sebentar lagi akan sirna.
Tunggulah! Sesungguhnya akupun sedang menunggu.
Jika bukan di dunia ini, maka di akhirat kelak.
—SNA, Ruang Untukku #123
Kamis, 14-09-2023 | 01.13
Venetie Van Java,
Sebuah ikrar yang akan terus tertanam, sembari melangkah maju dan terus bertumbuh.
1 note · View note
ruanguntukku · 8 months
Text
Berkata Syaikh Mahmud Al Basyir Al Ibrahimiy rahimahullah:
“Apabila seorang wanita tidak mengetahui ilmu-ilmu agama, niscaya ia akan menyusahkan suami, merusak anak anak dan membinasakan umat” (Atsar Al- Ibrahimiy, 4/ 49).
Betapa sering aku dapati rusaknya anak-anak dikarenakan oleh rusaknya agama ibunya.
Betapa sering aku dapati dampak yang nyata bahwa peradaban sebuah keluarga itu bisa rusak karena rusaknya agama seorang ibu.
Betapa sering aku dapati baiknya sebuah peradaban itu karena baiknya agama seorang ibu, meskipun ibu tersebut tidak bersuami, baik karena ditinggal cerai maupun ditinggal mati.
Peradaban yang "baik" bukan sekadar melahirkan peradaban yang memiliki sopan santun, akan tetapi juga merupakan peradaban yang memiliki ketundukan kepada aturan Allah.
Ketika seorang wanita itu rusak agamanya, maka rusak pula rasa malunya, rusak pula akhlaknya, rusak pula hatinya.
Kerusakan di sini bukan sekadar berakhlak buruk di dalam bersikap kepada orang lain, melainkan kerusakan di sini adalah kerusakan di dalam menunaikan hak-hak Allah.
Wanita itu bengkok, maka harus terus belajar ilmu syar'i, harus terus diingatkan agar terus berada di dalam koridor yang benar.
Karena kebengkokan wanita itu sangat mudah sekali membuatnya melenceng dari kebenaran.
—SNA, Ruang Untukku #122
Rabu, 13-09-2023 | 06.23
Venetie Van Java,
Dengan penuh kesadaran sebagai seorang wanita muslimah.
1 note · View note
ruanguntukku · 8 months
Text
Jangan pernah jadi orang yang
Ngeyelan; Ndableg
Ketika kita berurusan dengan syari'at Allah.
Carilah sumber kebenaran Islam dari sumber yang paling asli yakni Al-qur'an dan hadist Rasulullah ﷺ.
Pahamilah kandungan di dalamnya berdasarkan pemahaman para sahabat Radhiyallahu 'Anhum. Kenapa? Karena merekalah generasi terbaik yang secara langsung diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.
Beribadah bukanlah sekadar mengikuti arahan kiyai.
Beribadah bukan hanya sekadar mengikuti perasaan, akal apalagi firasat kita yang kita yakini bahwa itulah yang baik dan benar.
Kita beribadah itu untuk menyembah Allah, bukan untuk menyembah hawa nafsu, akal, perasaan apalagi khayalan kita.
Aturan tentang tata cara, rukun, syarat, apa-apa yang bisa membatalkan suatu ibadah itu sudah jelas dan terang benderang.
Tugas kita adalah tunduk kepada aturan Allah dan mengikuti apa yang sudah Rasulullah ﷺ ajarkan.
Sikap tunduk dan berserah diri kepada Rabbnya adalah inti dari sikap seorang muslim.
Tapi di zaman ini ketika kebodohan merajalela, syubhat terasa benar, maka ada saja golongan manusia yang menertawakan kaidah tunduk dan berserah diri ini.
Padahal iman itu bukan hanya sekadar ucapan yang kita ikrarkan dengan kalimat syahadat. Melainkan harus ada ketundukan hati dan amal ibadah yang kita lakukan.
Setiap kita itu sudah divonis akan mati. Maka apa yang perlu kita sombongkan?
Ketika kita bersujud di dalam rumah-Nya, kita ini mengikuti aturan siapa? Sungguh mengherankan tatkala ada sekelompok wanita yang usianya sudah tidak lagi muda, merasa begitu sombong di hadapan Rabbnya.
Beribadah di rumah Allah lantas seenaknya saja membuat aturan sendiri. Merasa enggan merapatkan shof shalat, bahkan sajadahnya pun harus diberi jarak.
Bukankah sudah begitu masyhur diketahui oleh orang-orang yang berakal bahwa salah satu syarat sahnya shalat berjamaah adalah dengan merapatkan shof? Bukankah Allah sudah memberikan kita kemudahan di hari ini ketika pandemi COVID sudah berlalu.
Lantas aturan siapa lagi yang hendak diada-adakan? Tak perlu lah jauh membahas ranah aqidah dan manhaj, bukankah rapatnya shof itu sudah diketahui bersama sebagai hal wajib yang harus ada selama tidak dalam kondisi khusus yang darurat?
Ketika kita telah merasa berjasa di dalam amal, maka ketahuilah amal itu akan habis terbakar. Sungguh mudah bagi-Nya mendatangkan kaum yang lain, yang hati mereka lebih tunduk, yang ibadah mereka sesuai dengan apa yang Rasulullah ﷺ contohkan, sesuai dengan apa yang Allah perintahkan.
Wanita tidaklah wajib shalat fardhu di masjid, karena sholat yang paling utama bagi wanita adalah di rumahnya sendiri.
Ketika kita sudah berniat memakmurkan masjid, maka pahamilah tata caranya, pahamilah aturan yang telah Allah tetapkan.
Kelak kita akan mati, ditanya di alam kubur, menemui hakikat dari kehidupan kita di dalam kubur. Sampai akhirnya kita akan di hadapkan di hadapan Allah.
Apakah kesombongan kita itu akan menyelamatkan kita?
Apakah amal-amal yang kita kumpulkan itu layak untuk dibanggakan?
Ada sebuah pepatah yang mengatakan,
"Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung."
Ini adalah sebuah pepatah yang indah yang seharusnya diterapkan oleh setiap muslim. Bumi ini milik Allah, langitpun milik Allah. Maka di manapun kita berada di dalam alam semesta ini khususnya di atas bumi Allah yang luas, maka ingatlah bahwa kita hanyalah ciptaan yang kelak akan menemui Penciptanya.
Sungguh mengherankan ketika kutipan seindah itu justru dijadikan sebagai ajang menyombongkan diri demi meraih penghormatan, penghargaan dan adab yang baik dari manusia. Padahal dirinya sendiri tidak menghormati, menghargai dan beradab kepada Allah.
Manusia hanya sibuk mengejar apa-apa yang nampak. Manusia hanya sibuk tentang bagaimana caranya untuk terlihat baik. Tapi lupa mengejar bagaimana caranya untuk betul-betul jujur, ikhlas dan benar di hadapan Rabbnya.
Aku berharap kepada Allah yang menciptakan seluruh alam semesta, apa yang aku temui di waktu Maghrib itu akan Allah berikan ganti yang lebih baik.
Entah Allah jadikan mereka bisa rujuk dengan kebenaran, atau Allah gantikan mereka dengan orang-orang yang betul-betul memurnikan agama-Nya dan melakukan ibadah sesuai dengan perintah-Nya.
Ketika menemukan orang-orang yang begitu Ngeyel/Ndableg, enggan dinasehati, enggan berkaca diri, enggan menerima kesalahan diri, menolak kebenaran, adalah saat-saat di mana dada ini sesak menahan tangis.
Apakah sesak karena sakit hati? Bukan. Melainkan sesak karena kesedihan.
Mereka tidak tau sedang menggadaikan jiwa mereka ke dalam kebinasaan.
Mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang menzalimi diri mereka sendiri.
Mereka tidak menyadari bahwa Allah sekalipun tidak membutuhkan amal mereka.
Mereka tidak sadar bahwa merekalah yang sangat butuh beramal, tapi sangat disayangkan mereka melakukan amalan sesuai dengan hawa nafsu mereka semata. Enggan tunduk, enggan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Merasa benar karena usia mereka yang semakin besar.
Camkanlah apa yang selalu kamu rasakan ketika melihat kesesatan itu terjadi di depan matamu! Camkan betapa mahalnya nilai hidayah yang sudah Allah berikan untukmu! Allah memilihmu bukan karena kamu pantas, melainkan Allah memilihmu karena hikmah-Nya, Allah ingin menghendaki kebaikan untuk dirimu.
Doakan, doakan selalu mereka yang masih begitu angkuh di atas ketidaktahuan mereka.
Jangan pernah sekalipun kamu merasa tersakiti dengan segala ucapan dan perbuatan-perbuatan mereka yang menyakiti hatimu. Kembalikan semua rasa itu kepada Allah. Nasihatilah orang lain karena Allah, cintailah sesuatu karena Allah dan bencilah sesuatu karena Allah. Bukan untuk meninggikan egomu sendiri.
Semoga Allah jadikan kita Istiqomah di atas al-Haq sampai akhir hayat. Aamiin Allahumma aamiin.
—SNA, Ruang Untukku #121
Rabu, 13-09-2023 | 00.56
Venetie Van Java,
Sembari terus menata hati dan mendidik diri sendiri.
Lurusnya shaf adalah sebab terikatnya hati orang-orang yang shalat. Dan bengkoknya shaf dapat menyebabkan berselisihnya hati mereka. Dari Abu Mas’ud radhiallahu’anhu, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاةِ وَيَقُولُ : ( اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memegang pundak-pundak kami sebelum shalat, dan beliau bersabda: luruskan (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian nantinya akan bengkok (berselisih) pula” (HR. Muslim, no. 432).
4 notes · View notes
ruanguntukku · 8 months
Text
Hari ini aku dan anakku belajar akan betapa mengerikannya dampak dari hasad yang ada pada jiwa seseorang.
Ketika seorang yang gemar melakukan manipulasi demi mencapai keuntungan pribadi kedustaannya dititipkan kepada kami, maka kami harus bersiap dengan serangan balik dari pihak yang merasa terusik dan terancam.
Apapun akan dilakukan yang penting namanya kembali bersih dan bebas dari kecurigaan.
Ketakutan selalu menyelimutinya, sehingga merasa harus menghancurkan orang yang mengetahui kedoknya sehancur-hancurnya.
Tak peduli jika pihak yang harus dia fitnah adalah seorang anak kecil yang bahkan belum genap berusia 7 tahun.
Betapa mengerikannya pemandangan sebuah peradaban yang dibangun oleh seorang ibu yang mendidik dan membesarkan buah hatinya dengan banyak kedustaan.
Kerusakan demi kerusakan jelas tak dapat terelakkan. Meskipun dia mencoba menunjukkan sisi kehormatan dan kemuliaan.
Sebuah kotoran tetap kotor meskipun dipoles sedemikian rupa. Kebenaran tetap akan bernilai sama, meskipun kebenaran itu tersembunyi atau disembunyikan di tempat yang paling jauh dan gelap sekalipun.
Ketika seseorang memiliki tujuan yang tidak lillah, maka dipastikan apa-apa yang dilakukannya menjadi tidak berkah.
Kebohongan demi kebohongan dan kepalsuan demi kepalsuan terus dia tanam berharap bisa memanen hasil buah kemuliaan. Maka hanyalah sebuah kegilaan dan kehinaan yang akan mereka dapat.
Sekeras apapun seseorang mencoba mengambil hati orang-orang yang Allah berikan ilmu, sejatinya ilmu itu akan membentengi mereka. Tipuan itu akan terpental keluar, meskipun ada yang berhasil diracuni olehnya.
Sungguh ironi melihat betapa hinanya cara yang ditempuh hanya demi eksistensi, validasi, apresiasi dan keuntungan duniawi.
Secara dzhahir mereka terlihat seperti orang-orang yang beriman, tapi hati-hati mereka rusak dengan berbagai kebohongan.
Sungguh, tidak akan merugi orang-orang yang dijatuhkan dengan dusta, justru inilah wasilah agar semakin kokoh di dalam iman dan taqwa.
Bahwa kembali diingatkan, yang berhak menilai hanyalah Allah semata. Kita berbuat baik, beramal, belajar ilmu syar'i hanya untuk menjadi yang dipilih sebagai golongan manusia yang dicintai oleh Allah, bukan untuk menjadi manusia yang paling tersohor dan dicintai oleh makhluk.
Tugasku saat ini adalah kembali menata diri, fokus pada proses perbaikan diri, perihal ucapan-ucapan di luar sana itu urusannya Allah al-Aziz yang akan menyelesaikan semuanya.
—SNA, Ruang Untukku #120
Jum'at, 08-09-2023 | 23.57
Venetie Van Java,
Dengan segala ketenangan dan kelapangan yang Allah beri.
0 notes
ruanguntukku · 8 months
Text
Ada masa-masa di mana aku merindukan setiap permulaan dari sebuah kebaikan.
Entah itu awal mula ketika masa-masa menapaki jalan hidayah, ataupun permulaan dari sebuah muhasabah dan pertaubatan.
Ketika jiwa kita menyadari kesalahan diri sendiri, kemudian banyak menyesali segala kekhilafan yang telah lalu, maka di situlah hati kita menjadi kuat untuk meninggalkan maksiat.
Betapa mudahnya kita hempaskan segala hal yang membuat lalai akan akhirat, karena jiwa kita dipenuhi oleh rasa cinta, harap dan takut kepada Allah.
Begitu mudahnya kita menerima kebenaran dan mudahnya mengamalkan hidayah ilmu yang didapat, tidak peduli celaan manusia dan tidak butuh validasi apalagi pujian dari pihak lain. Seakan kematian sudah di depan mata sedangkan diri masih kotor dan hina berlumuran dosa.
Kenapa masa-masa itu sering kali aku rindukan? Karena itulah masa-masa keemasan yang terkadang sulit untuk diraih bahkan ketika kita sedang menapaki jalan hidayah.
Ketika fitnah syubhat dan fitnah syahwat begitu tertancap kuat di hati, maka sering kali hawa nafsu seakan mengecilkan hujjah yang telah dipelajari.
Ada ajakan untuk menormalisasi kesalahan karena menganggap bahwa itu manusiawi. Wajar ketika sebagai manusia kita berbuat dosa. Ya, sebuah alasan yang pada akhirnya malah membuat kita meninggikan akal, mengedepankan hawa nafsu lantas tanpa sadar mengecilkan aturan Allah.
Lalu, rutinitas ibadah pun mulai terasa berat dan hambar. Sering kali kita menjadi terhalang untuk melakukan amal kebaikan.
Hal-hal yang melalaikan semakin melekat dan terus memperdayakan. Seolah menghipnotis kita agar terus saja terpaku dan disibukkan di sana.
Hati yang semakin kotor oleh dosa pun merasa gelisah, resah dan seakan kehilangan arah. Pekatnya dosa membuat ibadah yang dilakukan seakan menjadi tambalan atas maksiat yang bertebaran.
Ibaratnya kita sedang membawa air dengan ember yang bocor di atas tanah yang tandus dan kering. Perlu berjalan jauh untuk menemukan mata air, tapi tanpa kita sadari ember yang kita bawa itu berlubang sehingga air yang dibawa pun habis tak tersisa.
Seperti itulah perumpamaan jiwa-jiwa yang telah tercemar dengan maksiat dan menyepelekan hujjah-hujjah atas perintah dan larangan Allah.
Meninggalkan kemaksiatan begitu terasa berat. Hawa nafsu seakan terus haus dan menuntut untuk selalu dituruti. Jiwa kita pun tak kuasa untuk melawannya dan akhirnya semakin terjerembab dalam kubangan dosa.
Itulah realita yang dijalani orang-orang yang sedang futur di dalam iman. Ketika menjadi sami'na wa atho'na tidak semudah dahulu ketika pertama kali mendapat hidayah.
Maka hendaklah kita bersyukur ketika kita masih ditolong oleh Allah dengan dijadikannya hati kita gelisah dan sesak di tengah kemaksiatan yang semakin merekah.
Sakitnya jiwa kita dan kedua mata yang masih diberi taufik untuk menangisi dosa, sejatinya adalah sebuah anugerah yang besar, karena jika kita tidak bisa lagi merasakannya maka hakikatnya jiwa kita telah mati, betul-betul tenggelam di dalam palung kehinaan diri.
Cobalah untuk sering memiliki waktu berkhalwat dengan Allah, waktu yang kita gunakan untuk mengoreksi aib-aib kita sendiri, bermuhasabah dan berintrospeksi atas perjalanan yang sudah ditempuh.
Apakah niat kita sudah benar-benar lillah?
Apakah ilmu kita sudah menjadi ilmu yang bermanfaat?
Sudah sejauh mana perbaikan kita di dalam akhlak dan adab?
Waktu kita selama ini habis digunakan untuk apa?
Sudahkah kita bisa menjaga lisan dari suka mencela dan ghibah, menundukkan pandangan dari kehidupan orang lain dan menata hati kita agar tidak penuh dengan buruknya prasangka?
Apakah rasa syukur dan qana'ah itu sudah terwujud?
Siapakah yang pertama kali kita ingat pada hentakan pertama ujian itu datang?
Masihkah kita mengutuk dan marah dengan ketetapan-Nya?
Apakah hati dan pikiran masih didominasi dengan memikirkan makhluk ataukah sudah betul-betul fokus kepada Allah?
Sudah sejauh apa kita mengenal-Nya dan yakin akan janji-Nya?
Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya yang harus kita tujukan kepada diri kita, sebagai lecutan agar terus mawas diri dan tetap pada koridor yang seharusnya.
Terkadang di saat jiwa kita merasa gersang dan merasa kurang di tengah kemudahan mempelajari agama-Nya, kita justru disibukkan dengan hal-hal yang tidak berguna.
Kita begitu kuat mendengarkan ucapan-ucapan atau obrolan-obrolan yang sia-sia, tapi begitu suntuk ketika mendengarkan kajian tentang ilmu syar'i.
Kita begitu mudah terbawa perasaan di dalam menyelami skenario-skenario dusta karangan manusia, lantas jiwa kita seakan mati rasa di dalam mengingat dosa-dosa yang ditanam sekian lama.
Ketika benih dosa itu terus tumbuh dan masa panen dosa itu pun tiba, tanyakanlah pada dirimu apakah kamu berbahagia di dalam mendapatkannya?
Bukankah kita selalu menuntut hasil panen yang penuh kebaikan dan kemuliaan, tapi tidak menyadari seperti apa benih-benih yang kita tanam?
Ketika musibah akibat kemaksiatan itu datang, kita merasa Allah sudah menzalimi kita dan telah berbuat tidak adil kepada kita.
Sebuah kebodohan yang sangat menggelikan, bukan?
—SNA, Ruang Untukku #119
Senin, 21-08-2023 | 23.38
Venetie Van Java
3 notes · View notes