Tumgik
#ruanguntukku129
ruanguntukku · 4 months
Text
Hari ini, aku kembali harus merelakan seorang sahabatku pergi. Bedanya, perpisahan kali ini bukan sekadar berbeda kota atau pulau, melainkan berbeda fase kehidupan.
Aku mungkin hanyalah sebuah titik dari banyaknya orang yang telah kehilangan. Ya, beliau Rahimahallah adalah jiwa yang baik, saking baiknya beliau, orang yang telah menyakitiku bersikap sangat baik kepadanya.
Aku menyadari banyak luka dari sisi pertemanan yang aku punya, maka di awal aku bergabung pada kelas Bahasa Arab, aku hanya fokus belajar. Terlebih aku menyadari bahwa akulah murid termuda di kelas, jadi agak sungkan rasanya untuk berkenalan duluan dengan Ummahat lain yang usianya bisa lebih tua 12 tahun dariku.
Tapi, beliau berbeda. Beliau yang pertama kali mendekatiku, mengajak belajar bersama dan berteman denganku.
Dari sanalah aku mengenalnya. Sosok single parent yang tangguh. Berusaha mendidik putri kandung satu-satunya di saat beliau juga harus pulih dan kuat dari luka perceraian terdahulu.
Ya, perpisahan itulah salah satu harga yang harus beliau bayar demi sebuah kebahagiaan yang sejati, yakni hidayah di atas Sunnah.
Ketika jalan kebenaran itu tidak bisa dan tidak mau dilalui oleh sang nahkoda, maka memilih untuk berlayar pada bahtera yang berbeda adalah jalan yang dipilihnya.
Meski berat dan penuh perjuangan, beliau lebih memilih keselamatan agamanya ketimbang sebuah ikatan cinta dengan makhluk.
Meski harus berjuang sendirian bersama putri kecilnya, semua beliau lewati hingga kemudian sama-sama tinggal satu kota perantauan denganku.
Dari kelas Ummahat itulah, Allah perkenankan aku mengenalnya. Dari sanalah aku banyak belajar dan mencerna perjuangan yang beliau lalui.
Aku banyak mengenal single parent mom, tapi tidak semua diberi hadiah berupa hidayah pada jalan yang lurus.
Dari kisah masa lalu beliau, aku pun menyadari bahwa hidup kita bukanlah seperti di film-film, yang mana setiap kemenangan selalu dikaitkan dengan kesuksesan duniawi bagi orang yang terzalimi.
Justru kisah beliau adalah salah satu kenyataan yang bertolakbelakang dengan angan-angan semu yang selalu tertanam di alam bawah sadar kita.
Setelah bercerai, berjuang sendirian kurang lebih 9 tahun, beliau kembali diuji Allah dengan penyakit kanker serviks.
Alhamdulillah, dengan Rahmat Allah yang begitu luas banyak orang-orang baik pilihan-Nya yang ikut membantu semua proses pengobatan dan membantu menjaga putri beliau, ketika beliau harus bolak-balik ke rumah sakit.
Sebuah pesan yang ditanamkan oleh beliau adalah nasihat untuk,
Menempuh sebab tanpa bergantung kepada sebab.
Ya, beliau menempuh sebab kesembuhan, tapi selalu menggantungkan harapan kepada Dzat yang Maha Menyembuhkan.
Beliau menjalani semua rangkaian proses kemoterapi dan sinar, tapi hatinya sepenuhnya bertauhid kepada Allah.
Yang aku begitu terharu, sesakit apapun beliau, rutinitasnya adalah memuroja'ah pelajaran bahasa Arab. Tak lama sebelum vonis kanker itu diterima, beliau pindah ke kelas reguler sehingga pelajaran diulang dari awal dan kami pisah kelas. Namun semangat belajarnya tidak pernah luntur walaupun beliau sakit. Sering kali ketika aku menjenguk beliau, kitab bahasa arab sedang dimurajaah olehnya.
Di kelas reguler inilah beliau ditemukan oleh banyak Ummahat lain yang mereka lebih baik dan lebih banyak membantu proses kehidupan beliau selama sakit.
Sampai akhirnya di hari Rabu, 3 Januari 2024 ini usia beliau dicukupkan sampai 42 tahun.
Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah di malam tepat sebelum aku jatuh sakit karena ujian yang aku terima.
Aku selalu menyadari bahwa diriku tidak bisa leluasa berinteraksi jika aku menjenguk beliau berbarengan dengan Ummahat lain, oleh sebab itu aku selalu punya waktu tersendiri untuk main ke rumah beliau.
Malam itu, aku menumpahkan semua kesedihanku. Lagi, aku kembali merepotkan beliau dan lagi beliau membantuku untuk bisa lebih tenang. Di malam itu pula kami berbincang dan pertama kalinya pertahanan beliau runtuh. Di malam itulah beliau menangis dan merasa takut dengan sakitnya.
Itu kali pertama aku melihat beliau benar-benar membuka diri akan perasaan yang beliau rasakan, karena selama ini beliau selalu berusaha kuat di hadapan orang lain dan enggan menangis di depan orang lain.
Kami saling menguatkan dan tak lama akupun pamit untuk pulang karena waktu sudah lewat dari isya. Aku pun harus bekerja lagi besok pagi. Namun qadarullah ternyata hari itulah hari terakhir aku bisa bekerja. Karena setelahnya aku jatuh sakit karena faktor psikis.
Dan qadarullah tidak lama setelah itupun beliau kondisinya menurun dan memiliki gejala sakit yang sama denganku, yaitu sesak nafas.
Qadarullah metastasis di paru-paru beliau semakin membesar, hingga menyebabkan komplikasi pada sistem pernafasan.
Di situasi yang semakin kritis, beliau berusaha untuk tidak mau membuat gaduh atau merepotkan banyak orang. Beliau sangat menjaga muruahnya sebagai seorang muslimah. Sisi kuat beliau masih ada dan itu adalah sebuah contoh yang sangat aku syukuri bisa belajar darinya.
Aku tau, aku hanyalah seorang yang berpapasan dalam hidup beliau. Aku tidak memberikan banyak manfaat untuk beliau, tapi tetap saja, ketika beliau berpulang, hatiku terasa sangat kehilangan.
Salah satu nasihat beliau bi'idznillah telah membantuku pulih dari luka pengasuhan. Beliau memberikan pencerahan yang bi'idznillah membuatku bisa berdamai dengan luka inner child-ku.
Ada banyak kebaikan dan kenyamanan yang aku rasakan di dalam berteman dengan beliau Rahimahallah. Walaupun mungkin aku hanyalah seorang yang tidak berarti dalam hidupnya, tapi beliau sangat berarti bagiku.
Beliau adalah seorang teman yang baik, hatinya selamat dari berbagai ujian hati yang kerap dimiliki wanita pada umumnya.
Dan dari perjalanan beliau inilah aku menyadari, bahwa kemenangan itu bukanlah seperti apa yang digambarkan di skenario dusta pada film-film.
Terkadang secara zahir orang yang terzalimi diuji terus menerus, seolah kemenangan itu tidak diraihnya. Padahal sesungguhnya setiap ujian yang dilalui adalah sebuah anak tangga yang terus menaikkan derajatnya dan menggugurkan dosa-dosanya.
Hingga akhirnya kemenangan yang sejati itu bisa diraih, yakni ketika seorang hamba bertemu dengan Rabbnya dalam keadaan bersih dari dosa, dan Rabbnya menjauhkan dia dari siksa kubur dan siksa api neraka, lalu kemenangan itu diberikan berupa kehidupan yang kekal abadi di dalam surga.
Aku harus kembali menyadari bahwa proses kemenangan itu bisa jadi harus dilewati dengan penuh liku, rasa sakit dan perjuangan. Karena kemenangan itu bukan sekadar kita melihat orang yang menyakiti kita hidup tersiksa, melainkan lebih mulia dari itu.
Karena memang kita hidup selalu di dalam perjalanan menuju Allah dan negeri Akhirat. Bukan sekonyong-konyong soal pribadi kita Vs orang yang menzalimi kita.
Karena pada kenyataannya semua kehidupan kita selalu bermuara kepada hubungan kita kepada Allah.
Allah selalu punya cara tersendiri untuk menegakkan keadilan-Nya. Dan keadilan-Nya itu pasti akan terlaksana, entah kita menyaksikannya atau tidak. Entah kita mengetahuinya atau tidak. Entah kita merasakannya atau tidak. Allah selalu menegakkan janji-Nya. Dan Dia tidak pernah menzalimi siapapun, bahkan kepada orang kafir sekalipun.
Jadi, kembali lagi, kemenangan seperti apa yang mau kita raih? Rasanya terlalu murah jika setelah dizalimi kita hanya berharap karma (kafarat) kepada orang yang menzalimi kita.
Kembali harus menata diri, menata hati. Sepatutnya kita meminta ganti dengan hal-hal yang mahal, semahal keselamatan hati dan keselamatan di dunia dan di akhirat.
Inilah kehidupan yang nyata, tidak sedramatis skenario dusta di film-film.
Jadi jangan berekspektasi semua kezaliman orang yang telah menzalimimu akan kamu lihat balasannya dengan kedua matamu.
Hidupmu terlalu berharga untuk dihabiskan menoleh kepada hal yang remeh.
Semoga kita selalu menjadi hamba yang memegang erat tauhid, memiliki kesabaran dan keikhlasan pada hentakan pertama ujian dan semoga keyakinan kita kepada Allah lebih kuat daripada ego yang kita punya.
—SNA, Ruang Untukku #129
Kamis, 04-01-2024 | 00.44
Venetie Van Java,
Teman perjuanganku berkurang 1. Tersisa 9 orang termasuk aku. Semoga kami tetap Istiqomah belajar hingga ajal menjemput. Aku bersedih tapi aku bangga memiliki teman yang tidak pernah menyerah untuk menempuh jalan ilmu bagaimanapun kondisinya.
Semoga Allah menerangi kuburmu selalu ya, Umm. Semoga kelak Allah pertemukan kita di surga-Nya. Aamiin Allahumma aamiin 🌧️
2 notes · View notes