Tumgik
desyilmi · 3 months
Text
Meminta Keberkahan
Dulu menjelang proses menikah, salah satu hal yang aku takutkan setelah menikah ialah tidak bisa membantu keluargaku secara materi, mengingat aku anak pertama, yang tentunya menjadi harapan besar bagi orang tua. Sebab aku sadar betul, bahwa ketika seorang perempuan menikah, sebagian besar hidup dan tanggungjawabnya akan beralih ke keluarga barunya
Aku istikharah, bahkan setiap hari, meminta pada Allah mana jalan yang terbaik. Berdoa secara jujur dan sungguh-sungguh, meniatkan menikah untuk ibadah, juga menjaga kehormatan diri
Entah mengapa saat itu aku menjadi yakin sekali, tidak mungkin Allah membiarkan keluargaku sengsara hanya karena ketakutan atas pikiranku. Namun siapa sangka, setelah menikah, Allah justru memberi rezeki sendiri pada keluargaku yang lebih dari cukup (yang sebelumnya sempat sulit secara finansial). Ditambah bonus kedua orang tuaku yang semakin terlihat dekat, harmonis, dan kompak. Sungguh itu merupakan nikmat dan syukur yang luar biasa
Menikah memang bukanlah satu-satunya faktor yang bisa mengubah hidup kita. Jangan terlalu berekspektasi, bahwa menikah akan jauh lebih bahagia. Bisa-bisa nanti kita lupa, bahwa bahagianya kita kemarin atau hari ini, bukan karena manusia, melainkan karena hati kita yang terus percaya pada Ia
Kitalah yang harus meminta pada Allah; bertekad untuk memperbaiki apa-apa yang kurang dalam diri kita; meminta apa itu ketenangan hati, keberkahan hidup, rasa syukur yang berlimpah. Setiap hari, setiap waktu, sampai mungkin kita merasa bosan, hingga tak luput airmata yang tentu saja mewarnai hari-hari kita :'))
Teruslah percaya dan meminta pada-Nya, sampai saat kita menemukan orang yang tepat dalam hidup kita nanti, kita seolah-olah lupa, bagaimana rasanya sakit hati karena cerita-cerita kemarin. Seakan hal itu tidak pernah terjadi. MasyaAllah.. sungguh kebesaran Allah tiada duanya. Semoga Ia senantiasa menguatkan langkah kita, bahwa kebahagiaan yang hakiki datangnya dari kedekatan kita pada Sang Pencipta
Kebaikan pasangan hanyalah bonus. Mintalah ketenangan dan keberkahan, hingga saat menemui masa sulitpun, kita tidak lupa kemana seharusnya kembali
(Tulisan yang tersimpan di dalam draft)
Surabaya, 11 Januari 2024 | Pena Imaji
285 notes · View notes
desyilmi · 3 months
Text
Bila engkau ingin melupakan manusia, maka perbanyaklah mengingat Allah. Karena tidaklah seseorang banyak mengingat manusia, kecuali kalbunya sering lupa akan Allah.
©Fajar Sidiq Bahari (@fajarsbahh)
314 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Menulis Buku Kehidupan
Hidup adalah buku yang Allah amanahkan kepada kita untuk diisi dengan tulisan-tulisan kebaikan. Ia juga adalah kanvas yang Allah hadirkan untuk dilukis dengan warna-warni cerita. Dalam buku kehidupan, entah sudah berapa banyak tulisan yang kita pijaki maknanya. Dalam kanvas kehidupan, entah sudah berapa banyak lukisan yang kita eja keindahannya.
Beberapa memuat perjuangan, warna cerah kebahagiaan, terkadang juga kesedihan. Kalau kertas dan kanvas kita yang telah lalu, bagaimana?
Semua tentu tahu, bahwa Allah telah menuliskan takdir mungkin jauh hari sebelum hadirnya diri di dunia. Jangankan mengintip apa takdir itu, menebak-nebaknya saja kita tak mampu. Namun, Allah juga memberikan hak kepada kita untuk melukis kanvas itu. Akan menjadi manusia bahagia kah kita? Atau manusia yang diliputi gundah gulana? Menangis dan tersenyum, itu pilihan kita juga kan? 
Saya ingin mengisi buku itu dengan tinta-tinta kebaikan. Entah lewat mimpi-mimpi yang ingin diwujudkan, atau keinginan-keinginan random yang jumlahnya banyak :D. Mereka seringkali tiba-tiba lewat di kepala, dapat datang dan pergi secara tak pasti. Yang pasti, mimpi dan keinginan itu harus dimulai dari aktivitas-aktivitas “baik”. 
Namun, “yang baik” saja ternyata tak cukup. Beberapa waktu lalu saya diingatkan, sesuatu yang baik akan nol jika tak kita hidupkan dengan nyawa. Maksudnya, tidak mengalir saja seperti air disungai, dapat kita arahkan arusnya. MINDFUL. Mungkin teman-teman lebih sering mendengar kata itu.
/mind•ful/
berhati-hati; sadar; yang memperhatikan.
Mindful masih menjadi PR besar bagi saya. Living the moment, menghidupi masa kini (sesuatu yang sedang dilakukan). Terdengar mudah, namun manusia sering tanpa sedar tak memberikan nyawa pada aktivitasnya. Kak Fathimah Shobrina suatu hari menyampaikan...
We are human (Be)ing. Not human (Do)ing. Kalau beraktivitas lalu, “Yang penting terkerjakan. Yang penting nyuci piring, yang penting sholat dhuha, yang penting target baca Quran dan buku tercapai. Yang penting done..” Then we are started to be human doing, mulai kehilangan makna dengan apa-apa yang sedang dikerjakan. Karena tadi, kita tidak menjiwainya, tidak hadir, tidak sadar.
Semoga Allah pekakan hati kita, all senses kita, agar bisa lebih hadir, menikmati, memaknai, mensyukuri, tiap apa yang dikerjakan, tiap apa-apa yang terjadi dalam kehidupan. Aamiin.
Mimpi dan keinginan yang ingin kita tulis itu, pasti Allah sudah tahu. Namun satu, “Ya Allah... Apapun itu yang tertulis di sana, mampukan kami untuk lebih sadar menjalani dan menujunya. Selipkan hikmah dan pelajaran dari apapun yang menjadi ridlo-Mu untuk kehidupan kami. Aamiin.”
----------------------------- DIY, 14/01/2023 | 23:39 WIB
40 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Yang Tak Mau Menunggumu
Setelah hening sejenak untuk refleksi, selanjutnya akan melangkah ke mana kita? Kalau saya, ingin melangkah menatap harapan selanjutnya *cie. Harapan tersebut dipengaruhi satu kalimat yang menurut saya cukup powerful, begini...
Hari-hari kita di dunia, akan menentukan bagaimana posisi kita di akhirat kelak.
Bukankah kita harus berikhtiar untuk mendapatkan posisi kita? Dan untuk itu, siapa sih yang tidak ingin menjadi “sebaik-baik manusia”? Mungkin ini terdengar cukup klise. Namun berharap menjadi “orang yang bermanfaat”, itu tak pernah salah kan? Hehe. “Bermanfaat” menjadi salah satu nilai hidup yang diajarkan Bapak, dan saya teringat pernah menulis tentang itu di tahun 2019. 
Saat itu saya sedang jengah dengan standard dunia yang selalu mengukur orang dari uang, jabatan, pekerjaan, dan sejenisnya. Terlibatlah diri ini dalam suatu diskusi dengan Bapak. Dan beliau hanya bilang, “yang penting manfaatnya...” (Oh ya, tulisan berjudul  “Harga Sebuah Manfaat” tersebut dapat dibaca lebih lengkap di: https://desyilmi.tumblr.com/post/189533394291/harga-sebuah-manfaat . Hiya promosi :D)
Jadi, jika ditanya: apa yang ingin dilakukan setelah refleksi diri dan menutup buku yang lalu? Yaitu membuka buku baru dengan harapan dapat menjadi pribadi yang lebih bermanfaat. Keinginan untuk selalu menebar manfaat tentu tak bisa kita dapatkan dari diri yang pasif. Peluang manfaat itu harus kita siapkan.
Terkadang kepikiran, apa yang sekiranya dapat diberikan oleh diri yang biasa-biasa saja ini? Pernah kepikiran begitu juga tidak? Wajar sih. Insecurity sudah menjadi makanan populer di kalangan pemuda zaman sekarang :D. Padahal (kalau kata salah satu guru), impact itu tidak harus sesuatu yang sangat besar. Kita selalu dapat membantu dengan cara yang dapat kita lakukan, sekecil apa pun. 
“Manfaat” terbuat dari bata-bata kebaikan yang disusun sesuai porsinya. Dan tahu tidak? Ada yang tak mau menunggu kita di dunia ini. Apa itu? KEBAIKAN. Tanpa kita pun, kebaikan akan menemukan tuannya. Mana mungkin dia menunggu, padahal ada ribuan manusia lain yang sedang antre menyambutnya. Maka pilihannya ada di tangan kita: jemput kebaikan itu sekarang, entah kapan lagi, atau tidak sama sekali :)
Jika berbicara cap cip cup kesempatan untuk berbuat kebaikan, sebenarnya peluangnya pasti ada banyak tersirat. Masalahnya, kita terlalu banyak beralasan. Kang Yazid Fatih dalam blognya, menyebut alasan-alasan itu sebagai “berhala berbuat kebaikan”. 
Takut jika kebaikannya tak berdampak lah, perencanaan yang belum sempurna lah, butuh waktu yang lama lah, dan lain-lain. Padahal kunci berkebaikan hanya: SEGERA. Jika kita tunda, belum tentu lima menit kemudian kita masih berniat melakukan kebaikan itu. Sayang banget, kan? :(
Oleh karenanya, Mba Birrul (lagi-lagi) berpesan agar kita selalu bersiap-siap. Jadikan semua momen yang kita lalui sebagai tempat belajar, kapan pun dan di mana pun. Kenapa? Karena kita tak pernah tahu kapan peluang kebaikan itu akan hadir. Jadi saat itu datang, kita sudah siap menyambutnya dengan ilmu.
Saya pernah mendengar tentang a high level goodness: kebaikan yang kita lakukan karena kita mencintai kebaikan itu. Ia tak selalu harus mengguncang dunia, tapi pastikan kita tulus melakukannya. Bukankah seperti itu kebaikan bekerja?
Esensi bermanfaat yang harus dimiliki manusia, ternyata ditentukan dari seberapa giat kita menyambut peluang kebaikan. Kuncinya? Mulai saja dulu :) Kalau tidak dari sekarang, mau kapan lagi? Kalau bukan kita, ya sayang aja :D
------------------------ Sunyi di Jogja, 12/01/2023 | 23:55 WIB
21 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Melangkah Lebih Jauh
Apakah kamu tim “hidup mah mengalir aja kaya air”? Membiarkan yang sudah berlalu, biarlah berlalu? Betul sih, yang sudah lewat tak dapat kita perbaiki lagi. Namun dengan melihat yang telah lalu, bukankah kita dapat memperbaiki yang ada di depan? Jadi, mari coba tengok sejenak hari yang telah lalu.
Akhir-akhir ini, circle saya sedang banyak membahas tentang “memaafkan”. Selain manis-manisnya nikmat Allah, pasti ada saja pahit getir kehidupan. Hal itu tentu Allah hadirkan sebagai pelajaran, termasuk: memaafkan. Sudahkah kita memaafkan segala kepahitan itu? Orang-orang yang menyakiti, skenario yang tak sesuai keinginan, apa lagi kira-kira? Hehe. 
Semua yang Allah beri itu selalu positif. Negatif hanyalah cara pandang kita.
Kalimat mutiara di atas juga meyakinkan kita untuk menebar maaf. Karena seyogyanya, yang dari Allah, itu pasti yang terbaik. PR kita saja untuk lebih husnudzon dengan segala takdir. Saya jadi teringat pesan menenangkan dari Ustadz Syatori Abdurrauf (semoga Allah merahmati beliau).
“Takdir yang terjadi, adalah rambu yang membimbing kita meraih ridlo Allah. Namun, ia hanya akan menjadi rambu, ketika kita mampu menerima semuanya dengan hati yang lapang.”
“Takdir itu undangan dari Allah agar kita memiliki kesempatan untuk mengenakan pakaian hidup bernama: KEBAIKAN.”
Ustadz Syatori selalu berpesan. Untuk segala hal yang menguji kita, tanyailah diri, “amal baik apa yang bisa kulakukan dengan ujian ini, ya?” Setelah segala maaf dan penerimaan tadi, baru kita melangkah dalam penyelaman selanjutnya: refleksi diri.
Sebenarnya tak ada waktu khusus untuk kita melakukan refleksi diri. Dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja (namun beberapa orang juga butuh momentum). Mungkin ada yang berpendapat bahwa melihat masa lalu, adalah suatu hal yang tak perlu. Namun hei, kata siapa? Bukankah itu adalah kebutuhan kita untuk bertumbuh?
Mundur satu langkah, untuk maju dua langkah.
Sepertinya itu adalah kalimat yang tepat. Mundur dan melihat yang telah lalu, mungkin terlihat tak berguna. Namun itu diperlukan untuk menyiapkan langkah yang lebih mantap kan? Mungkin refleksi berisi diamnya diri. Namun sebenarnya itu adalah momentum untuk recharge dan develop kan?
Sekarang, mari kita simak salah satu materi kuliah Mba Birrul di Edinburgh University. Reflective Thinking: consiously thinking about and analyzing. Wah, yang begini ada mata kuliahnya juga ya, ternyata :D Nah, kita perlu diam sejenak untuk memikirkan beberapa hal berikut: 1) Apa saja yang sudah kita lakukan? Sudah benarkah? 2) Apa pengalaman yang sudah kita dapatkan?  3) Apa pelajaran yang kita dapatkan dari sana? 4) Dan bagaimana kita belajar dari semua itu?
Kehidupan selalu membutuhkan check point. Gunanya? Untuk kalibrasi bagaimana ia telah berjalan. Apakah bekal kita masih cukup? Kalau kurang, kita bisa isi bahan bakar terlebih dulu. Lalu apakah kita bergerak di jalan yang benar? Jika memang mulai melenceng, kita bisa segera membenarkan langkah. Dan begitulah refleksi diri bekerja dalam hidup.
Bagaimana nih, diri? Sudah sejenak hening untuk melejit lebih jauh? Yuk ambil jedamu! Berdiam, merenungi apa yang telah terjadi, dan mengencangkan sabuk untuk masa depan yang lebih indah. Namun saya tak pernah bosan mengingatkan (diri sendiri). Kita boleh membuat rencana terbaik versi kita. Tapi versi Allah, itu yang paaling baik. Karena Allah pencipta kita, jadi pasti Allah yang paling tahu kita. Ya kan?
Selamat hening!
------------------------- Jogja Istimewa, 12/01/2023 | 9:02 WIB
31 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Be A Changemaker!
Ini merupakan lanjutan dari tulisan kemarin. Here we go, catatan dari sharing bersama Ara di Ahlan Ramadhan 2021. 
Berbicara perubahan, ada banyak sekali elemen yang menjadi bagiannya, sebut saja: niat, lingkungan, keteguhan, dan lain sebagainya. Namun sebenarnya, bagaimana sih konsep changemaker itu? Apa yang akan dibawa oleh changemaker dan mau dibawa kemana?
Tumblr media
Ara menggambarkan perubahan akan dibawa dari titik C ke S. Apa itu? “C” merupakan current situation, kondisi terkini yang terjadi di lingkungan terdekat kita (bisa jadi pengalaman pribadi atau keluarga, tetangga, dsb). Sedangkan “S” merupakan something better for the good of all, apa sih titik yang lebih baik untuk kemaslahatan masyarakat?
Untuk membawa C menuju S, hal yang paling penting adalah: collective action. Bukan hanya cukup tahu apa masalahnya, namun mencukupkan aksi nyata juga. Berbicara aksi, kita mungkin bertanya, harus mulai dari mana? Yuk sama-sama simak rumus dari Ara!
Tumblr media
IDEA ─ Ide muncul dari hadirnya pertanyaan-pertanyaan. Secara sederhana, kita mengenal 5W+1H sebagai inti dari pertanyaan. Lalu tambahkan 1 lagi kata tanya, ‘bagaimana jika?’, yang akan berguna untuk melihat berbagai macam kemungkinan yang dapat terjadi melalui berbagai macam perspektif. Mulai ngide dari mana nih? 1. What is the problem we are addressing currently? ─ sedang ada masalah apa yang bisa diselesaikan saat ini? 2. Why do we care about it? ─ ‘WHY’ sangatlah penting untuk menguatkan motivasi intrinsik kita. 3. What is our idea? ─ mulailah dengan membuat list keterampilan kita, lalu koneksikan menjadi ide nyata. 4. Some of initial solutions for implementation ─ Jangan takut ngide dan bermimpi besar, akan mudah jika kita breakdown setiap langkahnya. 5. My next step ─ jangan berhenti di ide. Tentukan langkah konkrit selanjutnya!
TEAM ─ Membangun tim adalah PR yang dinamis, berubah sepanjang waktu. Biasanya, tim akan ditemukan ketika kita mulai ngobrol dengan orang lain. Nah, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebelum meramu tim. 1. Visi yang sama; 2. Pahami kekuatan anggota; 3. Bangun chemistry tim.
TAKE ACTION ─ Ide dan tim tidak akan menjadi perubahan tanpa aksi nyata. Setelah berempati dan membuka pandangan, jangan lupa mentransfernya menjadi aksi, ya! Biar kita tidak jadi simpatisan belaka :)
Setiap orang dapat membawa perubahannya masing-masing. Asalkan memiliki kemampuan untuk PEKA dengan apa yang terjadi di lingkungan, dan PAHAM apa yang bisa dilakukan. Mengutip visi hidup Ara...
Mulya sesarengan. Sejahtera itu bersama-sama, bukan sendirian. Dan perubahan adalah jalan menuju itu. 
Pertanyaannya, maukah kita menjadi pembawa perubahan itu? Yuk bawa secercah perubahan positif untuk lingkungan kita. Karena, kalau bukan kita siapa lagi? Kalau bukan dari sekarang, mau kapan lagi?
-----------------------
Masih di depan laptop, 11/01/2023 | 6:53 WIB
9 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Changemaker: Bagaimana Awalnya?
Dalam sebuah kesempatan memandu sesi berjudul “Build Impactful Movement: Be Changemaker!”, ada pelajaran menarik yang disampaikan. Pembicaranya merupakan seorang perempuan seumuran saya, dengan kiprah yang luar biasa: Ara Kusuma. Ara adalah seorang changemaker yang sudah mulai debut dengan berbagai project sejak usia 10 tahun. Dan berikut kristalisasi sharing-nya.
Siapa sih yang tidak ingin menjadi pembawa perubahan? Yang memiliki dampak dan luas manfaatnya. Kata Ara, perjalanan membawa perubahan bukanlah proses yang mendadak. Itu membutuhkan latihan yang sebenarnya bisa kita mulai sedini mungkin. 
“Changemaking itu seperti menyanyi, sebenarnya semua orang bisa. Namun jika semakin diasah, akan semakin bagus dan merdu, orang-orang juga semakin merasakan dampaknya. Tentu ada naik turunnya, ada gagalnya. Tapi itulah seni membawa perubahan.”  - Ara Kusuma
Karena bukanlah proses yang instan, tentu ada peran penting orang tua di dalamnya, kan? Ara menyebutkan dua insights utama yang dapat kita pelajari dari Pak Dodik dan Bu Septi, kedua orang tua Ara. 
Pertama. Orang tua harus menghargai semua pendapat dan ide-ide yang anak utarakan, bahkan imajinasi mustahil sekalipun. Kemerdekaan berpikir anak tidak boleh dimatikan, karena hal itulah yang akan menjadi bekal mereka lebih mengeksplorasi pola pikir.
Kedua, prinsip ‘ketimbang belajar menjawab pertanyaan, bagaimana kalau kita belajar membuat pertanyaan itu?’.  Pertanyaan lah yang akan membuat empati anak muncul dan imajinasinya berkembang. Ketika duduk merenung dalam perjalanan, mengajak anak membuat sebanyak mungkin pertanyaan ternyata penting. Kalau orang tua tidak bisa menjawab, akui saja, kemudian cari tahu bersama anak.
Ada yang menarik lagi dari bagaimana Bu Septi dan Pak Dodik mendidik anak-anak. Berupaya mewujudkan rumah sebagai tempat pembelajaran utama, terciptalah project based learning kecil-kecilan yang dikelola di rumah. Sebagai contoh, kesukaan Ara dalam aktivitas membersihkan diri, membuatnya diangkat menjadi manajer toilet di rumah, dan kakaknya menjadi manajer sarapan. Project ini akan berjalan seminggu sebelum akhirnya berganti lagi dengan project yang lain.
Orang tua harus mengidentifikasi celah mana yang dapat dimanfaatkan untuk berbagi kebahagiaan bersama anak. Ingat! Konsepnya berbagi ‘kebahagiaan’, bukan ‘beban’, ya! 😊. Nah, dari sinilah akhirnya muncul proyek-proyek yang lebih serius. Bagaimana? Tertarik mencobanya di keluarga masing-masing?
Anyway, tulisan ini akan berlanjut ke part penjelasan Ara mengenai langkah membawa perubahan. Gimana tuh? Ditunggu saja hehe.
--------------------------
Di depan laptop, 10/01/2023 | 7:53 WIB
12 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Menciptakan Titik Balik
Judul tulisan ini, merupakan judul sebuah sesi materi yang saya moderatori hampir tiga tahun yang lalu. Narasumbernya, sosok yang saya kagumi sejak zaman mahasiswa sampai kini, Mba Birrul Qodriyyah. Di bawah ini, sedikit banyak mengulas pesan beliau di kelas Ahlan Ramadhan saat itu. 
Pernah tidak ada momen dalam hidup, dimana kita merasa sangat kesulitan? Rasa-rasanya ingin menyerah, tapi tetap kita usahakan melaluinya. Sampai beberapa waktu berjalan, kita menyadari... Momen itu telah banyak mengubah diri kita. Pasti ada kan titik-titik tertentu yang membuat kita jadi move up? Sebut saja momen itu sebagai: TITIK BALIK.
Sebenarnya kalau ditilik lagi, titik balik tak melulu bicara tentang kesulitan dan perjuangan. Namun, sebagian besar manusia yang saya kenal, memang menyebut “momen sulit” sebagai titik balik mereka. See? Bukankah dari sini terlihat, kesulitan juga merupakan bagian dari kasih sayang Allah.
Kalau kata Mba Birrul, "What challenge you the most, itulah cara Allah membuat kita berkembang.”  Justru kalau tidak ada challenge, akan gitu-gitu saja kan? Kalau kita selalu berpikir positif dan husnudzon dengan tantangan-tangan itu, kemudahan Allah akan selalu menyertai. Allah juga menyebutkan di Al-Insyiroh...
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا Karena sesungguhnya, bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
“Kita bisa menciptakan titik balik, dan membuat timeline-nya,” begitu tutur Mba Birrul. Betul juga, ya. Tantangan kan bisa diciptakan sendiri di waktu yang diinginkan. Dan di setiap crucible time (begitu Mba Birrul menyebutnya), akan ada banyak hal yang membuat kita belajar. 
Kalau terbentur dalam prosesnya, pasti itu cara Allah agar hamba-Nya terbentuk kan? Allah pasti sedang menyiapkan kita untuk menghadapi hal yang jauuuh lebih sulit. Jika menghadapi suatu kesulitan, yakin saja akan ada dua kemudahan setelahnya. Hadapi dengan positivity, lalu sisanya? Kembalikan ke Pemberi tantangan. 
------------------------
Di Jogja,  09/01/2023 | 7:53 WIB
14 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Pasti Terbit Kembali
Kemarin galau. Hari ini resah. Besok pening. Kira-kira, apa lagi antigen asing yang dapat meracuni ketenangan hati? Saya yakin banyak jenisnya. Dari semuanya, mana yang berhasil ditangkas efeknya? Atau jangan-jangan, kita lebih sering kalah?
Untuk semua gundah gulana yang dirasa, sejatinya... Ada yang sudah sedari awal memahami, bahkan jauh sebelum diri merasakannya. Allah, pasti tahu setumpuk masalah dan tantangan yang akan hamba-Nya hadapi di dunia. Allah juga yang paling tahu seberat apa beban yang kita pikul saat ini. Dan Allah sering menyeru, “Sabar...”
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 96)
Kita diingatkan. Terlepas semua penderitaan yang sedang kita lalui, semua itu sementara. Dan jika kita cukup bersabar atasnya, hadiah Allah yang berlipat sedang menunggu kita. Disampaikan Mizi Wahid dalam bukunya, You Are Loved...
“Today’s endurance will led to tomorrow’s harvest and abundance, inshaa Allaah.” 
Akan ada fajar yang menyingsing setelah malam panjang. Akan ada semburat cahaya yang mewarnai kepekatan yang sebelumnya membayang. 
Tenang, akan ada masa panen dari kesabaran yang kita pupuk di hari ini. Jika merasa terseok, mari berdo’a agar Allah kuatkan untuk bersabar dalam prosesnya. Dan ada hal yang perlu kita ingat: Allah mencintai kita lebih dari yang kita pikirkan, lebih dari yang kita rasakan. Ketika masa kelam datang, kata Ustadz Mizi Wahid, “Firstly, seek God’s guidance”. 
Terbitnya cahaya setelah kegelapan, juga bagian dari pertolongan-Nya, kan?
-----------------------
Hujan malam-malam, 07/01/23 | 23:56 WIB
36 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Jika Kita Terhentikan Waktu
Ada masa... Sudut ruang favorit di rumah, tak lagi disapa tuannya. Halaman yang sering dipandang, tak lagi punya pendatang. Buku-buku yang biasa kita jamah, tak lagi menjadi tempat singgah.
Ada masa... Teman minum teh, tak lagi dapat banyak berceloteh. Anak-anak yang disayang, hanya dapat menatap semunya bayang. Lingkungan baik kita, sejenak menitihkan air mata. Mungkin itu yang akan terjadi ketika diri t’lah tiada?
Kehilangan adalah suatu niscaya. Dan kita, suatu saat akan menjadi alasan dari kehilangan itu. Setelahnya, kehidupan akan tetap berjalan. Manusia baik di sekeliling, akan beradaptasi dengan perasaan sedihnya. Kemudian melanjutkan aktivitas seperti biasa.
Namun kita... Saat ketiadaan menjemput, sudah siapkah? Bekal apa yang sudah digenggam? Sangkala waktu telah menghentikan langkah... Ada yang tak boleh terhenti, ialah amal baik kita. Mungkin karena itu, jadi ada istilah “amal jariyah”, yang tak terputus pahalanya meski raga t’lah tiada. 
Kemarin saya menemukan sebait pesan sahabat. Dulu ia kirim saat sedang menguatkan teman-teman dalam amanah. Dia berujar di kertas,
“Bahwa amalan kita sendiri, sesungguhnya tak akan cukup menembus surga Allah. Maka orientasi amal jariyah harus selalu ada. Entah dengan harta, pengetahuan, maupun waktu-waktu kita.”
Tulisan tersebut juga mengingatkan saya pada pesan Ustadz Riyadh. “Bangunlah monumen kebaikan di dunia. Agar ada yang tertinggal meskipun kita telah tiada,” begitu tutur beliau sambil bercerita tentang pesantren yang sedang dibangun. 
Kala itu terpikir, monumen kebaikan apa yang bisa kubangun di dunia? Sampai sekarang pun, jawabannya baru dikatakan harapan. Namun, harap harus tetap dilangitkan, bukan? Hadirnya monumen kebaikan itu, semoga Allah izinkan. Aamiin.
--------------------- Yogyakarta, 06/01/2023 | 23:54 WIB
36 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Connected
Judul “Reconnecting” di tulisan kemarin, mengingatkan saya pada suatu momen. Segala hal tentang saat itu, membuat saya membubuhkan judul “Connected” pada tulisan kali ini: TERHUBUNG.
Saat itu, kami sedang menjadi panitia sebuah agenda kaderisasi. Terpilihlah alam sebagai tempat menempa diri, sebut saja Hutan Pinus Nglimut di Kendal. Untuk acara ini, kami sudah bersiap beberapa bulan sebelumnya. Tentu saja, banyak tantangan dijumpai. Saking banyaknya, saya pernah temukan seorang yang ceria menyendiri menangis karena lelah. Hanya tepukan-tepukan kecil yang mampir di pundaknya, entah dapat membantu atau tidak :D
Saat itu para lelaki sudah meluncur ke Hutan Pinus. Saya dan Mba @bardiatulazkia yang menyusul, harus berangkat berboncengan berdua, tanpa iringan laki-laki (maklum Fakultas Kekurangan Mas-mas hehe). Saat hari mulai gelap, tiba-tiba hujan mengguyur sangat deras. Kami memutuskan berhenti di pos kosong di pojok tikungan. Setelah hujan cukup reda, kami melanjutkan perjalanan menerjang gelap. 
“Il.. Muroja’ah apapun yang Iil hafal..”. Kami mulai sedikit takut, motor yang dinaiki benar-benar sendirian di tengah kegelapan. Jika ada cahaya kendaraan lain, antara bahagia dan takut juga tak dapat dijelaskan. Bisa jadi orang baik, bisa jadi bahaya juga, ya kan? 
Alhamdulillah. Allah sampaikan kami ke lokasi panitia, walau sempat tersesat di jalan yang gelap dan menanjak. Bahkan ada juga kawan kami, yang harus terpeleset motornya saat berangkat. Keesokan malamnya, beberapa juga harus terjaga. Terkadang sesaat mengistirahatkan diri di karpet yang beratapkan langit saja. Sungguh penuh drama kepanitiaan ini wkwk :”)
Apakah cukup sampai di situ? Oh tentu tidak. Puncaknya adalah saat pembicara utama yang kami undang dari luar kota, tiba-tiba H-1 menyampaikan tak dapat hadir karena suatu kendala. Kami panik. Tapi seorang senior (non panitia), bersegera meminta kami membaca Qur’an. Sedangkan mereka berikhtar mencari alternatif pembicara. 
Acara tetap berjalan sesuai rundown. Beberapa panitia tetap bertugas sebagaimana mestinya, dan sisanya menyibukkan diri dengan Qur’an masing-masing. Seyakin itu kami, bahwa kemujaraban Qur’an akan menjadi obat ketidaktenangan. Sekaligus merayu, “Yaa Allah, bantu kami...”
Indah. Hingga jawaban Allah pun seindah itu. Seorang mantan Presiden BEM dari provinsi sebelah, alhamdulillah menyambut undangan kami. Beliau berkenan segera berangkat naik bus, kemudian menuju lokasi dengan motor panitia, yang jaraknya juga cukup jauh. Tak hanya itu, beliau berkenan menginap di tenda kecil bersama panitia. Undangan macam apa yang disampaikan H-1 dengan fasilitas seperti itu. Namun beliau hanya berucap kurang lebih, “Saya tahu rasanya jadi kalian, jadi saya coba memosisikan diri. Selagi bisa, kenapa tidak?” 
Sejak pertama mendengar kabar kesanggupan pembicara, hati saya terhujani. Saya menepi sambil menangis. Sangat membara beliau menyampaikan materi di barak, dan peserta menyambut dengan sautan sorai semangat. Saya menyaksikannya dari jauh, tetap sambil menangis. “Allah baik banget... Baiiiik banget...” (Sepertinya di momen seperti itu, @ansefast selalu ada di sana menjadi saksi :D)
Bohong jika kami tak lelah. Panik-paniknya juga ada, tapi tetap saja menenangkan. Di dalam lelah itu, saya masih menangkap aura bahagia dari teman-teman panitia. Saya tangkap juga sabarnya teman-teman yang terkena musibah. Dengan segala drama, kira-kira apa yang masih menyatukan kita? 
We're connected for reasons we didn't really know. And that connection, it turns out, was a gift from Allah.
Setelah saya pikir-pikir sekarang... Ternyata bukan hanya acaranya yang kami ikhtiarkan, tapi juga frekuensi iman. Saat itu, kami diminta tak jauh dari Qur’an, juga tetap kencangkan sabuk amal ruhiyah. Selalu begitu sejak zaman persiapan.
Drama-dramanya tetap saja ada. Namun apa yang terbayarkan setelahnya, selalu dapat membuat tersenyum bahagia. Indah sekali dikenang walau berbilang tahun sudah berjalan. Memang mustahil jika nostalgia tak akan berujung panjang :)
------------------------------
Dari Jogja, 06/01/2023 | 7:57 WIB
12 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
If there was a verse of Quran that could be your life motto, which would it be?
1K notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Reconnecting
Kita hidup sebagai makhluk sosial. Selama hidup, Entah ada berapa banyak manusia yang hadir untuk menjadi warna. Beberapa hanya lewat sepintas, mampir memberi kesan. Beberapa yang lain bertahan dalam jangka waktu yang lama. Tak peduli berapa banyak kekurangan diri yang dikantongi. Tak peduli berapa kesalahan diri yang telah menyakiti.
Sebagian besar hadir melalui himpunan aktivitas yang sama, atau organisasi yang berjalan di atas satu tujuan. Dalam kelompok itu, ada kalanya interaksi kita compang-camping, terkoyak urusan-urusan kecil. Ada kalanya, interaksi kita terasa hampa tanpa kita tahu apa penyebabnya.
Kita kemudian mulai mencari cara. Bagaimana ya agar muncul harmoni lagi dalam hubungan kita? Bagaimana ya agar solidaritas hadir kembali di kelompok kita? Kemudian mulailah diadakan upgrading, healing, dan sejenisnya. Saya rasa beberapa efektif untuk menyatukan kembali yang sempat renggang. Terkadang juga ada jarak yang terasa semakin dekat. Tapi setelah saya coba flashback, biasanya efek sampingnya tak bertahan lama. Lalu kenapa? 
Kemarin di kelas tadabbur Ahlan, Teh Fitri menyampaikan tentang kalam Allah yang disebutnya sebagai AYAT SOLIDARITAS. 
“Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.” (Q.S. Al-Anfal : 63)
Dari ayat tersebut, kita jadi tahu bahwa tak sedikitpun kita memiliki hak untuk mempersatukan hati manusia. Walau tentu kita dapat berikhtiar dengan bertukar hadiah atau jalan-jalan bersama, tapi di tangan Allah lah hak prerogatif itu. Pada ujungnya, hasilnya betul-betul di tangan Allah. Kemarin disampaikan juga,
“Solidarity is given. And the strongest bonding is from Allah.”
Dan sebaik-sebaik frekuensi pemersatu hati kita adalah: keimanan. Maka jika hari ini kita merasa ada hubungan-hubungan yang renggang tanpa alasan, mari coba cek diri kita. Sedang baik-baik saja kah hati kita dan hati teman kita? Apa kabar ruhiyah kita? Mungkinkah kita sedang disconnecting hubungan dengan Allah? 
Mari rayu sang pemilik hati, perbaiki hubungan kita dengan-Nya. Jika kita merasa disconnected, bukankah jalan reconnecting dengan-Nya selalu terbuka lebar? Semoga Allah jaga hubungan horizontal kita dengan iman, aamiin :)
----------------- Sudut kos, 05/01/2023 | 07:54 waktu Jogja
24 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Ekspektasi
Ekspektasi, nampaknya sudah menjadi makanan sehari-hari manusia. Jika sebagian besar kita makan tiga kali dalam sehari, lebih lagi untuk yang satu ini. Seluruh ruang waktu dalam hidup kita, nampaknya dipenuhi dengan ekspektasi.
Selama hidup, sudah seberapa sering kita tersakiti karenanya? Kecewa, resah, gundah, gulana. Namun, bukankah hidup tidak melulu berputar sesuai orbit kemauan kita? Kalau dipikir-pikir juga, akan terasa membosankan kan jika realita selalu berbanding lurus dengan ekspektasi? Hehe. Kita yang butuh sering-sering latihan untuk merelakan.
Jika yang sering mengecewakan kita adalah manusia, pernah tidak kita berpikir untuk belajar “tidak kecewa” terhadap respon mereka? Respon yang menurut kita tidak sesuai dengan ekspektasi yang sudah dikirim itu. Bagaimanapun, mereka kan manusia juga. Pernah dengar juga bahwa,
Berharap kepada makhluk adalah kecewa yang kita rencanakan sendiri. 
Jadi sebenarnya, respon mereka yang terlalu pahit, atau ekspektasi kita yang terlalu manis sih? Hehe.
So how? Untuk bahagia, apakah kita tak perlu menyediakan ruang ekspektasi dalam hidup? Saya pernah membaca, begini bunyinya: “Bahagia itu perihal ekspektasi. Makin rendah ekspektasimu, makin mudah bahagiamu.” Saya setuju sih, dan itu terbukti dalam kehidupan pribadi. Tapi sebenarnya, ekspektasi tidak boleh selalu disalahkan, kasihan wkwk. Karena...
Bukan tinggi ekspektasi yang membuat kita kecewa, tapi salah tempat menaruh ekspektasi. Maka berharaplah ke Yang Satu saja..
Normal saja bila terkadang realita tak semanis ekspektasi. Namun jika kita tak salah tempat menggantungkan ekspektasi, ketenangan akan tetap dirasa. Rasa syukur dan rajutan sabar yang akan membuat realita semanis ekspektasi kita. 
Kita percaya: Yang didapat mungkin tak sesuai yang kita mau. Tapi inshaa Allah, itu sesuai yang Allah mau.
---------------------------
Jogja, 04/01/2023 | 7:54 WIB
44 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Menghidupkan Wudhu
Saya tidak ingin membahas fiqih karena tak berkapasitas. Bukan juga membahas manfaat wudhu untuk kesehatan. Namun tentang wudhu, ada sebuah pesan membekas dari dosen agama di semester satu dulu. Semoga Allah senantiasa merahmati Pak Syamsul. Aamiin.
“Coba dimaknai sambil berdo’a di setiap basuhannya..”
Selain (tentu saja) harus memperbaiki bagaimana berwudhu dengan benar, “memaknai” ternyata memberi efek berbeda di setiap wudhu kita. Ternyata wudhu juga harus kita siram dengan nyawa spiritual, agar tak hanya berakhir sebagai ritual. 
Pernahkah kita berkumur seraya berdo’a, “Yaa Allah.. Hiasi lisan hamba dengan kebaikan, lembutkan ia. Jadikan yang keluar darinya adalah kebaikan bagi orang lain. Hindarkan lisan hamba dari mengeluh, mencela, dan perkataan buruk lainnya. Dan ampuni hamba jika selama ini sering lalai dalam berucap, Yaa Allah.”
Pernahkah kita membasuh wajah seraya berdo’a, “Yaa Allah.. Sinarilah wajah hamba dengan cahaya-Mu. Jadikan ia ketenangan bagi orang lain, bukan sebaliknya. Mampukan ia menebarkan senyum kebahagiaan pada lingkungan. Dan izinkan ia menatap wajah-Mu di surga kelak, Yaa Allah..”
Pernahkan kita membasuh tangan seraya berdo’a, “Yaa Allah.. Tak ada kebaikan melainkan yang Engkau izinkan. Perkenankanlah tangan ini untuk berbuat kebaikan. Jangan biarkan ia melakukan kemaksiatan. Jika selama ini tak pandai hamba memanfaatkannya.. Jika selama ini ia banyak melakukan yang sia-sia, ampunilah Yaa Allah..”
Pernahkah kita mengusap kepala seraya berdo’a, “Yaa Allah.. Telah Engkau karuniakan nikmat akal di dalamnya. Maka izinkanlah hamba menjadi hamba yang berpikir. Muliakanlah ia dengan ilmu.”
Pernahkah kita mengusap telinga seraya berdo’a, “Yaa Allah.. Jagalah apa yang masuk dalam pendengaran hamba. Perdengarkan ia dengan kebaikan. Mudahkan ia untuk mendengar ayat-Mu yang menyejukkan. Mudahkan ia untuk mendengar ilmu-Mu yang luasnya tanpa batas. Jika selama ini ada hal kurang baik yang terdengar, ampuni hamba, Yaa Allah..”
Pernahkah kita membasuh kaki seraya berdo’a, “Yaa Allah.. Ringankanlah langkahnya di atas jalan kebaikan. Mudahkan ia ke majelis ilmu, ke ruang diskusi, kemanapun kebaikan dan ridho-Mu berada. Yaa Allah.. Jika selama ini banyak kesia-siaan langkah yang ditempuh, ampuni hamba, Yaa Allah..”
Kita buka dengan kebaikan do’a sebelum berwudhu, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air yang suci dan menyucikan..”
Kita tutup dengan kebaikan do’a seusai berwudhu, “Ya Allah, jadikanlah aku bagian dari orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku golongan orang-orang yang suci, dan jadikanlah aku termasuk hamba-Mu yang sholih..” Aamiin Yaa Rabb :”)
-----------------------------
Sudut Jogja, 03/01/23 | 7:53 WIB
42 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Lembaran Baru
Saya bukan jenis manusia yang merayakan tahun baru. Biarpun tak ada yang spesial, tapi it does matter for me. Berubahnya angka dalam tahun, tetaplah sesuatu yang monumental. Bukan untuk menyalakan kembang api, namun untuk mengobarkan nyala harapan. 
Bagaimanapun, selalu ada titik waktu, kita tiba-tiba bersemangat kalibrasi kehidupan. Mengevaluasi yang telah lalu dan menata langkah ke depan. Salah satunya, ya momen bergantinya tahun. Mari mengucapkan terima kasih pada 2022 yang telah mengajarkan banyak hal. Dan selamat datang 2023 dengan segala harapan dan optimisme di dalamnya. 
Untuk diriku sendiri...
2022 penuh dengan kejutan, kan? Kau memulainya tanpa sibuk berpikir “apa yang akan terjadi selanjutnya”. Tak benar-benar merencanakan ini dan itu, namun Allah hadirkan semua untukmu. Sudah kau berterima kasih? Tahun ini, mari kita lebih menata diri, ya. Coba ingat kembali sepenggal mahfudzat yang berkesan untukmu itu.
Man 'arofa bu'das safari, ista'adda. Barang siapa tahu jauhnya perjalanan, bersiap-siaplah ia.
Kau mungkin tak benar-benar tahu “akan sejauh apa” perjalananmu. Namun, tetap ada bilang jarak yang harus ditempuh kan? Ada harapan yang butuh diikhtiarkan. Ada mimpi yang harus diperjuangkan. Surga juga mahal. Apa iya ingin kau dapat tanpa persiapan?
Pagi ini kau diingatkan, kau diberikan hati, penglihatan, dan pendengaran. Kau pakai untuk apa itu? Apa sudah kau gunakan untuk memikirkan tanda keagungan Yang Maha Kuasa? Dengan nikmat itu, ayo kita lukis hal-hal baik di lembaran yang baru, ya. Isi kertas putihnya dengan warna-warni yang menyejukkan. Biarkan lembaran itu hidup dengan makna dan pelajaran. Namun ada yang perlu kau ingat..
“...Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok...” (Q.S. Luqman: 34)
Serapi apapun kau merencanakan, sekeras apapun kau mengusahakan, hidupmu itu bukanlah milikmu. Kita bahkan tak benar-benar tahu, apa yang akan dikerjakan di esok hari. Tetap kehendak Allah yang akan mengizinkan semesta bekerja sama. Jadi, jangan pernah tuhankan rencana dan ikhtiarmu. Sering-seringlah minta tolong pada Allah. Libatkan Dia dalam sekecil apapun aktivitas kita. 
Kalau nanti ada rencana Allah yang tak sesuai inginmu, yakin saja, Allah tahu yang terbaik untuk kita. Jangan lupa ya, selalu sediakan ruang untuk kejutan-kejutan sejenis itu. Ke depan, jika ada masa hidupmu terseok-seok, atau porak poranda. Tolong, tetap jaga prasangka baikmu pada Allah. Itu yang paling penting dalam hidup kan?
Sekarang, mari kita sambut 2023 dengan tatapan optimisme. Tenang aja, kan ada Allah :)
----------------------------
Kos, 02/01/23 | 7:52 WIB
14 notes · View notes
desyilmi · 1 year
Text
Ujian (di) Akhir
Hidup adalah pembelajaran. Dan bukankah dalam proses belajar, biasanya selalu di akhiri dengan masa ujian? Dalam hidup pun, pasti Allah akan sisipkan ujian. Semoga tak lain untuk menempa kita agar lebih kuat, dan menyentil kita agar lebih dekat.
Pasti kita sering dengar, "Segala sesuatu itu ditentukan oleh bagaimana akhirnya." Nah di penghujung 2022 ini, mari kita bertanya, bagaimana akhir kita? Apakah kita mengakhiri tahun ini dengan kebaikan?
Pernah dengar konsep 1/3 yang paling baik? 1/3 malam terakhir adalah yang paling baik di antara bagian lainnya. 10 hari (1/3) terakhir Ramadhan merupakan penentu paling mulia. 1/3 akhir kehidupan kita, katanya juga adalah masa paling emas. Dan kata kunci semuanya adalah: DI AKHIR.
Jika semakin akhir maka semakin banyak pula ujian kita, bukankah ini wajar? Hehe. Selanjutnya, kan ada Allah :) Kita dapat meminta pertolongan Allah untuk menyelesaikannya. Jika akhir 2022-mu penuh dengan nikmat, barangkali ada ujian kesyukuran yang harus kita selesaikan. Kalau akhir 2022-mu terseok-seok karena sesuatu, mari bersabar lalu tuntaskan.
2022-ku dengan segala dinamikanya, indah. Terkadang terkoyak perasaan gelisah. Terkadang dilanda bimbang dan kebingungan. Terkadang berjalan ala kadarnya. But see? T'lah Allah tuntun kita sampai ke titik ini. Alhamdulillah.
Ia juga penuh dengan suka cita. Ada tawa atas rajutan bahagia dari Yang Kuasa. Senyum-senyum merekah karena hal sederhana. Atas semua itu, sudah tuntaskah ujian syukur kita?
Mungkin kita sering alpa menghamba. Entah atas segala nikmat 2022 yang luput kita syukuri.. Entah atas segala kesah 2022 yang luput kita sabari.. Oleh karenanya, ada hal yang patut kita pinta kan? Akhirkan 2022 kami dengan husnul khotimah, Ya Allah..
Ya Allah. Ampuni kami atas segala keterbatasan menghadapi ujian-Mu di 2022. Kami mungkin lulus, mungkin juga belum lulus. Namun Ya Allah, kami memohon limpahan keberkahan dan rahmat-Mu pada apa yang telah kami lalui dan ikhtiarkan.
Ya Allah. Terima kasih banyak untuk segala nikmat. Hanya Engkau pemilik segala puji, yang telah membawa kami melewati 2022, sampai di titik ini. Tak ada yang mampu kami lalui melainkan Engkau yang mampukan.
Semoga Allah berikan kita akhir yang baik. Dalam kondisi cinta dan dicintai-Nya. Aamiin.
-‐----------------
Ulil Albab, 31/12/22 | 23:53 WIB
11 notes · View notes