Tumgik
#spb diaries
metamorphesque · 7 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
looking at people looking at art
896 notes · View notes
lesnovakris · 2 years
Text
Веган-места Санкт-Петербурга #1
Polkilo: кафе где можно найти как боулы, так и сандвичи, оладушки, горячие блюда и десерты
Адрес: Вавилов Лофт, Кадетская лин. ВО, 5, Санкт-Петербург
В городе низкого солнца
Адрес: ул. Глухая Зеленина 2 лит А
Grun: не используется даже глютен;
Адрес: Кожевенная линия 40Д
Панорама моего сердца Безмолвия: шведский стол с ангарскими и вегетарианскими блюдами
Адрес: Большая Зеленина 20
Есть в кубе: авторская кухня и экология в одном месте
Адрес: Санкт-Петербург, улица Рылеева, 12
All Greens wellness-bar: в меню смузи с суперфудами, правильными десертами и снеками.
Адрес: СПб, Пионерская, 16
Кафе Healthy Conscience: первое веган кафе с суши и роллами, а также полезными raw-десертами в СПб.
Адрес: ул. Марата, 35
#ЯвКофе: веган-вафли и кофе
Адрес: Моховая улица, 39
Tumblr media
Источник: https://vegago.ru
1 note · View note
ryutao · 6 years
Photo
Tumblr media Tumblr media
6 notes · View notes
stoyanvassev · 3 years
Photo
Tumblr media
She becomes my muse. #springmood #pointofnoreturn #sculptureart #abstract #notes #emotions #diary #inlove #SaintPetersburg #SPB #sv #s_v #project34 @stoyan_vassev #freedom #nextpage (at Russia, Saint-Petersburg) https://www.instagram.com/p/CNHxFv5hg33/?igshid=qvzcxwmvp2ou
0 notes
mibowhsiang · 6 years
Text
微物日誌 Little things diary【 東京珈琲 】Fuglen Tokyo。咖啡調酒老傢俱 x 來自挪威的精品咖啡
Tumblr media
去年底為了簽證,意外多了一趟東京小炫風,炫風到我都忘記自己有去東京 4天3夜加減跑了些清單,尤其是這人氣強強滾的フグレントウキョウ代代木公園的海外1號店
Tumblr media
進門就發現這裡空間有多舒適,這角度看起來就像自己家的客廳 傢俱擺設看起來亂有質感
Tumblr media
通過這小客廳就可已看到吧台區,前方還有不少麵包 太陽下山後那一瓶瓶的酒就要登場囉!! 晚上這裡可是有販售調酒的
Tumblr media
麵包是和當地店家合作,賣相都大拇哥等級
Tumblr media
menu 有日文和英文,點餐還蠻方便的
Tumblr media
當天的位子就在吧台這,蠻棒的
Tumblr media
近距離的觀察,手沖的產出,沖煮的道具都是kalita系列 過程中有用小湯勺翻一下咖啡粉這樣,在 Goodmans Coffee 也看過伊藤老闆也是這樣翻一下
Tumblr media
肯亞 ► 該有的都有,還不錯
Tumblr media
販售中的豆子們,包裝認真好看
Tumblr media
除了豆子之外還有些生活道具,質感都挺不賴,可以幫餐桌風景加分不少
Tumblr media
離開看看外頭網美打卡區,來這裡的人,10個有8個會在這拍一張 使用空間上也很厲害!! 外頭加個木條椅、小矮桌就能做更多外帶客的生意
Tumblr media
落地窗的功能除了美美的自然採光之外,還是有一排戶外座位區 空間上更有延伸的功能,好厲害!!
Tumblr media
順路飄移到SPBS
Tumblr media
好好逛!!
Tumblr media
心得 ► 親自跑一趟才知道Fuglen Tokyo紅的蠻有道理,外國月亮比較圓迷思有加分作用之外 本身咖啡真的有到水準,而且工作人員都屬於賞心悅目等級!! 聽說晚上的bartender都帥帥的,好想要晚上去一趟 keke 地點接近代代木公園,聽起來好像好方便,但真的要走過去還有一段路 適合不趕行程的旅人,悠晃過去的話附近還有一家書店 SHIBUYA PUBLISHING & BOOKSELLERS  裡面不只有書籍,還有不少日常選物和設計品,超好逛搭!! 這次在這也掃了3個寶回台灣 考慮要不要丟去蝦皮賣,但我覺得會捨不得 ... 先緩緩 對了,最近喝咖啡已經不像以前瘋狂,現在只要剛剛好就是好 完全不侷限哪種程度的烘焙,其實一杯好的咖啡不外乎是豆子本身、沖煮方式,還有環境和人 但我還是無法接受曼特寧 ... 歪腰 希望大家都能用開放的心開放的味覺去享受香噴噴的咖啡 不要單單追精品or冠軍了!! 台灣有好多好厲害的小店,非常值得大家支持 以上感覺剛剛好就好,這個好喝那個也不錯,報告完畢 : ) 交通建議:
 小田急線 代々木八幡駅 徒歩5分
 JR山手線 原宿駅 徒歩10分
 Metro千代田線 代々木公園駅 徒歩4分 p.s 更多寫真 Fuglen Tokyo|喫茶店
 ►►► 
Web: https://www.fuglen.no/ 
FB: https://www.facebook.com/Fuglen.Tokyo/ Tel:  03-3481-0884 
Add: 東京都渋谷区富ケ谷1-16-11
 Hours:  
 Mon - Fri 08:00 - 19:00 
Sat & Sun 10:00 - 19:00 

SPBS|本のある暮らしを提案するセレクトショップ ►►► Web: http://www.shibuyabooks.co.jp/spbs/ 
FB: https://www.facebook.com/shibuya.publihsing.and.booksellers/ Tel: 03-5465-0577 
Add: 東京都渋谷区神山町17-3 テラス神山1F Hours:  
 Mon - Sat 11:00 ‐ 23:00 Sun 11:00 ‐ 22:00 定休日: 不定休
2 notes · View notes
kurangpiknik · 4 years
Text
Hikayat Tiga Dokter di Tengah Pandemi
Kita membaca kabar tentang penderitaan para tenaga kesehatan yang bertarung di garis depan melawan pandemi COVID-19. Mereka berduel dengan virus tanpa peralatan yang memadai, beberapa di antaranya sudah tumbang karena kelelahan, bahkan ada yang terpapar, dan yang tersedih: sudah ada yang gugur.
PB IDI mengonfirmasi nama-nama dokter yang gugur itu. Mereka adalah: dr. Hadio Ali SpS, dr. Djoko Judodjoko SpB, dr. Laurentius P, SpKj, dr. Adi Mirsaputra SpTHT, dr. Ucok Martin SpP, dr. Tony D Silitonga.
Saya teringat beberapa dokter yang lain. Izinkan saya memulai cerita ini dengan kutipan milik salah satu dari mereka yang paling terkenal: “Aku mengalami kontak yang sangat dekat dengan kemiskinan, kelaparan, dan penyakit, dengan ketidakmampuan untuk mengobati anak-anak yang sakit karena kekurangan uang... sampai pada titik [menyaksikan] bagaimana seorang ayah dengan pasrah menerima kematian anaknya seakan sebagai suatu kecelakaan yang tidak penting. Aku mulai menyadari bahwa ada hal yang sama pentingnya dari sekadar menjadi terkenal: Aku ingin membantu banyak orang.” Kalimat-kalimat yang menggugah itu diucapkan oleh Che Guevara pada 19 Agustus 1960 di hadapan para milisi Kuba. Dalam edisi Inggris terjemahan Beth Kurti, pidato itu dijuduli “On Revolutionary Medicine”. Che, kita tahu, pernah melakukan perjalanan mengelilingi Amerika Latin di masa mudanya. Seperti yang bisa kita saksikan dalam film sangat populer, “The Motorcycle Diaries”, Che bukan hanya mengalami petualangan-petualangan seru nan mendebarkan, tapi juga pengalaman-pengalaman pedih berjumpa dengan orang-orang sakit yang tak terurus. Perjumpaan-perjumpaan itu menjadi dasar sangat penting  yang kelak membimbing pilihan hidupnya untuk menjadi seorang revolusioner yang tak bisa diam melihat penindasan.
Di salah satu titik perjalanannya, ia pernah tinggal selama beberapa waktu bersama para penderita lepra di Peru. Mereka diasingkan di sebuah tempat yang menyerupai sebuah koloni. Che berada di tengah para penderita itu tepat saat ia sedang berulang tahun yang ke-24. 
Di koloni lepra itulah ia menulis kalimat ringkas di salah satu halaman catatan hariannya: "Bentuk tertinggi dari solidaritas dan loyalitas kemanusiaan muncul di antara orang-orang yang kesepian dan putus asa."
Bertahun-tahun setelahnya, saat Che sudah matang sebagai seorang revolusioner, ia mencoba membesarkan hati para tenaga kesehatan yang berada di garis belakang. Pidato “On Revolutionary Medicine” pada dasarnya adalah usaha Che untuk memantapkan hati mereka betapa kemenangan dalam perang tak hanya ditentukan para pengokang bedil yang merayap di hutan-hutan, rawa-rawa, paya-paya, atau di lorong-lorong kota. Che menegaskan: perang, atau revolusi, musykil dimenangkan tanpa sumbangsih para perawat, ahli farmasi, petugas laboratorium di rumah sakit, dan terutama para dokter.
Che mengakui bahwa dalam situasi-situasi tertentu boleh jadi akan terlihat  memalukan jika tetap “anteng” berada di sisi orang yang terluka saat rekan-rekannya sedang sibuk bertempur dan bertaruh nyawa. Tapi, Che dengan tegas mengingatkan, dalam perannya sebagai seorang gerilyawan dan seorang revolusioner, dokter harus tetap selalu menjadi dokter.   “Dia harus terus menjadi dokter, yang merupakan salah satu tugas paling indah dan salah satu yang paling penting dalam perang,” tegas Che. Mungkin karena itu pulalah maka Dr. Tjipto Mangonekosoemo dengan mudah menepikan tugas-tugas politiknya sebagai salah satu komisioner Boedi Oetomo demi memanggul tugas “lama” sebagai dokter guna merawat korban-korban penyakit sampar di Malang Selatan. Di tengah kesibukan Tjipto menggeluti kerja-kerja politik pergerakan [r]evolusioner di Boedi Oetomo itu, terdengar kabar mengenai menjalarnya wabah sampar di Jawa pada 1910, khususnya di Jawa Timur. Wabah sampar itu masuk dari pelabuhan Surabaya lewat tikus-tikus yang menyusup di karung-karung beras yang didatangkan dari Burma. Korban pertama yang tercatat muncul di Turen dan sejak itu, sampar menjalar dengan cepat [lihat buku Death and Disease in Southeast Asia, khususnya di bab “Plague in Java” yang ditulis Terrence Hull]. Saat itu sedikit dokter yang mau turun menangani wabah sampar di Malang. Dokter-dokter kulit putih cenderung lebih suka mengurusi orang-orang sebangsanya. Banyak dokter Jawa yang enggan turun ke Malang karena ketakutan bakal terkena sampar. Fasilitas barak bagi orang kulit putih penderita sampar pun jauh lebih baik daripada barak-barak untuk orang bumiputera. Dalam situasi seperti itulah, Tjipto orang pertama yang mendaftarkan diri sebagai sukarelawan yang akan terjun langsung di pusat penyebaran wabah di Malang. Tjipto melakukan penyuluhan, pengobatan, dan menerima konsultasi dari para pengidap sampar dengan tanpa rasa takut. Jika dokter lain melakukan tugasnya saat itu dengan mengenakan sarung tangan dan masker, Tjipto tidak sama sekali. Dia berjalan dari satu desa ke desa lainnya, dari satu barak ke barak lainnya, dari satu rumah ke rumah lainnya. Di tengah rasa takut yang membadai di semua kalangan yang saat itu tinggal di Malang, Tjipto seperti “kunang-kunang” yang berpendaran di tengah udara yang gelap lagi suram oleh duka dan petaka. Maka, selepas menunaikan tugasnya di Malang dengan selamat, apa lagi yang harus dia takutkan jika maut wabah sampar pun bisa dia atasi? Jangan heran jika setelah itu, aktivitas politik Tjipto pun semakin radikal. Dari Boedi Oetomo yang evolusioner, ia bergabung dengan Indische Partij yang lebih revolusioner. Di sana, ia bukan hanya bergabung dengan Douwes Dekker, tapi juga Soewardi Soerjaningrat. Orang yang kelak berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara ini, bukan hanya seorang pangeran dari wangsa Pakualaman, tapi juga pernah duduk di bangku sekolah kedoteran STOVIA walau tidak selesai. Dia juga pernah menggeluti profesi yang terkait dengan kedokteran di sebuah apotik di Jogja. Tapi karena ketahuan banyak menulis artikel, Soewardi pun dipecat. Indische Partij tak berumur panjang. Tapi organisasi ini mewariskan sebuah pamflet legendaris yang ditulis si penjaga apotik Soewardi, “Als Iks Nederlander Was” [Andai Saya Seorang Belanda]. Pamflet yang menyerang perayaan kemerdekaan Belanda dari pendudukan Prancis itu jadi penyebab dibuangnya triumvirat Soewardi-Dekker-Tjipto. Apakah dengan itu Tjipto jadi tunduk. Sekali lagi, apa yang harus ditakutkan jika wabah sampar pun sudah ia datangi? Dan, begitulah, Tjipto tak pernah mau tunduk atau melunakkan garis politiknya. Dia terus melawan dengan caranya sendiri. Tjipto pernah dengan nekat memasuki alun-alun Surakarta sambil menaiki delman. Itu tindakan subversif karena hanya Sunan Pakubuwana saja yang boleh memasuki alun-alun dengan menaiki kereta. Ini perlawanannya yang paling telanjang terhadap feodalisme Jawa. Terhadap politik rasial pemerintah kolonial, Tjipto pernah dengan seenak udelnya memasuki societet [tempat pesta orang-orang kaya kulit putih] dengan mengenakan pakaian Jawa dan lalu selonjoran di lantai sambil menghisap kretek. Pembuangan pertama itu terbukti tak membuatnya kapok. Dia pun dibuang kembali ke beberapa tempat: Bandaneira, Makassar, Sukabumi, dan terakhir Jakarta. Penyakit asma yang dideritanya membuat Belanda mengajukan sebuah tawaran negosiasi: lupakan dan jauhi politik, maka dia akan mendapat kebebasan. Tjipto menolak itu. Dia wafat saat Jepang sudah menduduki Jawa. Pada 8 Maret 1943, Tjipto menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam status luhur: menolak tunduk!
Cukup jelas, bukan, mengapa ada sebuah rumah sakit, salah satu rumah sakit paling penting di negeri ini, dinamai Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo. Sungguh luar biasa jika pengalaman Tjipto di Malang itu, hampir tiga dekade kemudian, menemukan pengejawantahannya secara memukau pada sosok dr. Bernard Rieux, karakter utama novel hebat La Peste karya Albert Camus [edisi Indonesia novel ini diterbitkan oleh YOI di bawah judul Sampar hasil terjemahan NH Dini langsung dari bahasa Prancis]. Novel itu berlatar di kota Oran di Aljazair. Kota itu, seperti di Malang Selatan dalam riwayat Tjipto, juga diserang oleh wabah sampar. Camus mengisahkan bagaimana kota Oran perlahan tapi pasti lumpuh oleh wabah sampar yang menjalar dengan kecepatan yang mengerikan. Kota itu bahkan ditutup sehingga tak ada satu pun yang bisa keluar atau masuk. Seiring makin mematikannya wabah sampar, segenap penduduk kota Oran pun jatuh pada kubangan pesimisme yang mengerikan. Orang kehilangan optimisme. Moralitas jatuh sampai pada titik nadir. Egoisme menjalar. Nyaris tak ada lagi persaudaraan. Masing-masing sibuk mencoba menyelamatkan dirinya sendiri. Kriminalitas meningkat. Dr. Rieux hadir seperti dr. Tjipto di Malang Selatan. Tanpa optimisme yang berlebihan, juga tanpa sikap heroisme yang berapi-api, dia bekerja semampunya nyaris tanpa henti untuk mengorganisir upaya mengatasi wabah sampar. Dia dibantu oleh beberapa orang [seperti Josep Grand dan Jean Tarrou] yang perlahan-lahan berhasil mengikis awan ketakutan yang dijalarkan oleh maut sampar. Dalam situasi yang absurd dan seperti tanpa harapan, lebih karena tidak ada yang tahu kapan wabah sampar ini akan berakhir, dr. Rieux tetap memilih bertahan di Oran. Dia mengabaikan kemungkinan menemui istrinya yang sedang dirawat di luar kota karena sakit sebelum Sampar merajalela. Dia menjalani hari-hari di Oran sebagai sebuah kenyataan hidup yang absurd sekaligus getir. Melalui sosok dr. Rieux, Camus mendedahkan pikirannya mengenai etika absurditas manusia. Manusia “dihukum” turun ke bumi dengan menanggung segala risiko tak terduga. Orang boleh berharap pada Tuhan, tapi bagi Camus jawaban untuk menjalani hidup yang absurd dan tak tertaklukkan adalah “solidaritas umat manusia”. Inilah etik yang jadi nafas utama novel La Peste. Apakah “solidaritas” itu yang mengalahkan sampar di kota Oran? Sama sekali tidak. Sampar itu menghilang begitu saja. Sampar hanya “tertidur”, mungkin satu dekade, mungkin empat dekade. Lalu, seperti dituliskan Camus di paragraf terakhir novelnya itu, “… barangkali pada suatu hari, guna kemalangan ataupun pelajaran bagi manusia, sampar akan membangunkan tikus-tikus, kemudian menyuruh mereka mati di tempat-tempat terbuka di suatu kota yang bahagia.” Ada banyak sampar-sampar lain yang terus mengintai kehidupan dan perabadan kita. Kemajuan ilmu kedokteran dan ilmu farmasi, seperti hanya “menidurkan” satu virus saja untuk kemudian [di]hidup[kan] lagi dalam bentuk baru yang lebih lebih kebal obat dan segala serum, sekaligus juga lebih mematikan. Dan semogalah, dalam kegentingan-kegentingan yang mengerikan karena wabah-wabah penyakit berikutnya yang entah apa nama penyakitnya, peradaban kita masih mempunyai “cadangan” manusia semacam dr. Che Guevara, dr. Bernard Rieux atau setidaknya dr. Tjipto Mangoenkosoemo.
Saya sangat yakin kita — umat manusia — tak kehabisan pribadi-pribadi yang keluhuran budinya justru mencuat di situasi kritis seperti sekarang.
Selamat berjuang, kawan-kawan tenaga medis. Terima kasih. 
Kita semua sedang bertempur; kalian di garis depan, kami di garis belakang. Semoga kita bisa melampaui absurditas ini bersama-sama.
145 notes · View notes
supportblackart · 4 years
Photo
Tumblr media
Sheila Pree Bright @shepreebright 📸 Bright Eyez | SPB I began my career as a self-taught photographer in the 90s shooting promotional photos for Rap-A-Lot- Records (@rapalotrecord) and other independent record companies. . . . On the video set with @rapalotrecord and @jprincerespect shooting stills for the song 'Hand of the Dead Body' for the album 'The Diary.' Rapper Brad Jordan aka Scarface (@brothermob) and Ice Cube (@icecube) feature in the video. . . . 2019 Vikki Tobak (@vikkitobak) published 'Contact High: A Visual History of Hip Hop (@contacthigh) and Scarface is featured in the book and traveling exhibition. . . #SupportBlackArt #SheilaPreeBright #35mmFilm #HipHop #rappers #recordcompanies #HipHopculture #HandoftheDeadBody #TheDiary #womanphotographer #the90s #womenofleica #leicawoman https://www.instagram.com/p/B6-Z631BL2u/?igshid=47l10pd7y7sx
30 notes · View notes
postdaily · 3 years
Text
Universum Diary, Journal, Notes Premium 2.61 SPB Apps APK Download
Universum Diary, Journal, Notes Premium 2.61 SPB Apps APK Download
Tumblr media Tumblr media
Universum Diary, Journal, Notes Premium 2.61
CHARACTERISTICS:
Classic private agenda
Travel magazines
Nutrition diary
Dream Magazine
Mood monitoring
Supported Android
{4.0 and UP} Supported Android version: – Jelly Bean (4.1–4.3.1) – KitKat (4.4–4.4.4) – Lollipop (5.0–5.0.2) – Marshmallow (6.0 – 6.0.1) – Nougat (7.0 – 7.1.1) – Oreo (8.0- 8.1) – Pie (9.0)
Download Universum Diary,…
View On WordPress
0 notes
simondrum-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
#diary #russia #spb (at Saint Petersburg, Russia)
0 notes
2plus1russia-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
Удивительно как искажается перспектива. Если выйти к самому началу Суворовского, то Смольный смотрится невероятным колоссом, величественным сооружением на горизонте будто подпирающим небо, а подходишь ближе к площади Растрелли, он превращается в вполне земное здание, что не умоляет его сказочной красоты (особенно на фоне голубого неба с белыми облаками). Наверное так же со всеми великими людьми. Только издалека они кажутся "огромными" и величественными, а ближе - все вполне себе человеки, со своими, вполне земными заморочками. #санктпетербург #смольный #растрелли #небопитера #деньзаднем #ф40дней #f40days #прогулка #спб #архитектура #весна #saintpetersburg #spb #daybyday #diary #walk #architecture #sky #дневник (at Смольный собор)
0 notes
metamorphesque · 6 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Hermitage Museum, Saint Petersburg (2023)
467 notes · View notes
hceinart · 7 years
Text
diary of dreams give a concert in spb in a week.....
0 notes
ryutao · 6 years
Photo
Tumblr media Tumblr media
2 notes · View notes
katerinabagma · 6 years
Photo
Tumblr media
📎#summer🌞 . . . Ты обречен быть собой. Этот факт оставляет свободу рисовать что угодно, ведь изображаем-то мы только себя. Почерк, походка, выбранный Вами фарфоровый сервиз. Всё выдает. Все твои дела выдают твою руку. Всё — автопортрет. Всё дневник🌱 . . . You are doomed to be yourself. This fact leaves the freedom to draw anything, because we only picture ourselves. Handwriting, gait, your chosen porcelain service. Everything gives out. All your affairs give out your hand. All - a self-portrait. All diary🌱 . . . #spb#primorskiydistrict#good#morning#day#mood#insta#instagramers#instagood#instalike#instaboo#instagram#instafashion#instagirls#photography#photooftheday#photo#russia2018#married#love#loveyou#loveyoutoo#lovemyhasband#lovemymother#lovemyfather#lovemylife#lovespb#lovemoment#loveworld🌎 (at Петропавловской Крепости)
0 notes
rockcult · 6 years
Photo
Tumblr media
Diary of Dreams в Питере | Aurora Concert Hall | 04.02.2018
http://rockcult.ru/event/diary-of-dreams-spb-aurora-concert-hall-04-02-2018/
0 notes
scenepointblank · 7 years
Link
Mark your diaries, book your flights and apply for leave. Australia’s most irreverent and eclectic music and art festival, Mona Foma (Mofo), just announced its dates for January 2018. And in a major surprise it included confirmation of a Mini Mofo in Launceston, an increase in the size of the Hobart event. “This could be our last festival at Mona for a while,” says curator Brian Ritchie, “so we really want to go out with a bang.” SPB hit the event earlier this year. Read our coverage here. Apparently funding discussions are well advanced to relocate Mofo to Launceston from 2019, so this time around Launceston locals will get a taste of Mofos to come. “We’re hoping to put on a bunch of exclusive shows in Launceston: how big we will go, you’ll have to wait and see,” says Ritchie. The Launceston Mini Mofo will run from 12-14 January, including a free festival street party for locals on the Sunday. Mofo then takes over Hobart from 15-22 January, with a host of high profile stand-alone gigs, pop-up events and art inspired club nights around the city, culminating in Mofo at Mona from 19- 21 January. Ritchie hinted the program will embrace an even more radical cross section of artists, genres and agendas.  via Scene Point Blank music news feed
0 notes