Tumgik
#eksplore alor
nacotayeshida · 7 years
Text
Alunan Desa Takpala
Perempuan dan laki-laki suku Abui larut dalam alunan musik dan gerakan tari Lego-lego di desa Takpala, Alor. Saling bergandeng tangan sebagai simbol persatuan, mereka berdiri berputar mengelilingi mesbah yang terbuat dari batu. Mesbah dianggap sakral hingga kini, sebagai peninggalan leluhur dan digunakan setiap ritual adat oleh suku Abui.
Tumblr media
Ada tiga moko berwarna hitam dengan ukuran yang berbeda diletakkan ditengah mesbah. Pulau Alor disebut sebagai pulau dengan sejuta moko. Moko bagi orang Alor terutama suku Abui dianggap sebagai benda yang memiliki makna tinggi. Selain simbol mengukur status sosial, moko juga digunakan sebagai mahar saat seorang pria melamar gadis untuk dijadikan istri. Semakin tinggi pendikan seorang perempuan Alor, semakin tinggi pula mahar yang harus diberikan oleh sang pria.
Tumblr media Tumblr media
Tidak setiap hari mata bisa menikmati pemandangan tari lego-lego dan ragam ritual lain di desa Takpala. Hanya di waktu tertentu, saat musim pembukaan lahan atau kunjungan tamu peting datang. Beruntung, jika datang bertepatan dengan kunjungan oleh tamu penting. Tari Lego-lego dan ragam interaksi suku Abui akan menjadi pemandangan yang berharga.
Tumblr media Tumblr media
Ada 14 rumah suku Abui atau disebut sebagai Rumah Gudang di desa Takpala. Rumah-rumah yang terbuat dari bahan sederhana berjejer rapi hingga sekarang. Sejak tahun 1983 desa Takpala ditetapkan sebagai kampung tradisional oleh Dinas Pariwisata Alor saat itu. Masyarakat desa Takpala juga masih menjaga keselarasan hidup dengan alam, termasuk menolak fasilitas listrik masuk di desa mereka.
Alor memiliki banyak suku, salah satunya suku Abui dengan jumlah terbesar di Alor. Seorang teman asli Alor mengatakan, lebih dari 20 suku ada di Pulau Alor. Bisa dibilang antara satu desa dengan desa lain akan berbeda suku, bahkan desa yang saling bersebelahan sekalipun. Beda pula bahasa dan adat istiadatnya. Mereka yang tinggal di dataran tinggi juga akan berbeda suku dengan mereka yang tinggal di pesisir laut.
by Nacota Yeshida Sapahuma 
Alor, 29 April 2017
IG: @nacotayeshida
0 notes
Text
MUSIM BARAT
Semenjak akun tumblr ini dibuat dengan judul Geologist Strory, bellum pernah saya post tentang geologist story-nya. Oke lah, malam ini saya cerita sedikit soal pengalam saya eksplorasi di Indonesia Timur. Pengalaman yang sebenarnya saya tidak pernah bosan menceritakannya (semoga yang mendengar dan membacanya juga gak bosan ya).
  Ceritanya dimulai darimana keajaiban itu terjadi. Awalnya saya dapat telepon dari senior saya di Kalimantan, “Rif, mau kerjaan gak? Mineral ini, aku gak ngerti mineral sama sekali e. Kalau kamu mau coba Tanya sama Erwin ngelamarnya kemana”, begitu lah cerita itu dimulai. Singkat cerita, saya sampai pada wawancara dan ternyata user saya adalah orang yang melatih saya tentang eksplorasi mineral. Jadi wawancara itu seperti diskusi biasa saja. Pada akhirnya saya diminta menunggu pengumuman sekitar satu minggu. Sembari menunggu, proses melamar di perusahaan lain juga saya jalani. Masih menunggu juga.
 Seminggu kemudian informasi tak kunjung datang. Akhirnya saya putuskan untuk berangka ke Pare untuk belajar bahasa Inggris selama satu bulan. Kawan, sekali lagi takdir Allah begitu indah. Sehari di sana, kelas kedua yang saya ikuti, panggilan kerja itu datang. Saya harus mempersiapkan segalanya dari Jogja. Itu menyebabkan saya harus meninggalkan Pare.
 Sehari di Jogja, panggilan dari perusahaan lain datang, Masya Allah. Kali ini saya harus memilih, Kalimantan atau Maluku. Sebelum saya lulus, sering sekali mendengar, melihat dan membaca mengenai keindahan kondisi geologi di Indonesia Timur. Singkat cerita, saya persiapkan diri untuk berangkat ke Indonesia Timur dan dengan rendah hati memohon maaf pada perusahaan yang satunya.
  Perjalanan super itu dimulai, satu travel bag (koper) dan ransel saya bawa, cerita konyol akan muncul dengan travel bag itu nantinya.  Keberangkatan dimulai dari Jogja, penerbangan pagi bersama satu geologist dari jogja juga. Menginap di Surabaya satu malam untuk bertemu direksi dan menejement besoknya, dag dig dug tentunya. Meskipun ini bukan yang pertama, tapi nervous itu manusiawi bukan.
Perjalanan kami dimulai esoknya, terbang dari Surabaya menuju Kupang kemudian menuju Alor dan dari Alor kami mulai cerita gilanya. Dari Alor kami harus menempuh jalur transportasi laut, sebab di Pulau Wetar, pulau yang kami tuju tidak memiliki bandara. Mungkin kalian juga belum pernah mendengar nama pulau itu. Padalah itu adalah pulau yang istimewa bagi para eksplorer mineral. Pulau satu-satunya di Indonesia yang memiliki system mineralisasi VMS (Volcanogenic Massive Sulfide).Bandara terdekat adalah di Alor ini.
 Coba mencari jadwal kapal perintis, tidak ada, kapal very juga tidak ada. “Ombak sedang besar pak, sedang musim barat, ombak besar jadi Syahbandar ada tahan kapal-kapal. Tidak boleh berlayar”, tutur seseorang yang kami temui di hotel tempat kami menginap. Senior geologist kami mulai putar otak, karena target kami adalah sesegera mungkin tiba di pulau itu.
 Paman, begitu kami menyebutnya, seorang yang ternyata marcopolonya Alor Kecil, sebuah desa di pesisir Teluk Muiara yang terkenal itu. Beliau menawarkan, “bapak-bapak berani kah? Kalau katong ni sudah biasa, bapak-bapak dong tahan ka tidak dengan ombak? Ini ombak musim barat lo”. Namanya jiwa-jiwa muda, oke pak (sebenarnya dalam hati ketar-ketir juga). Karena sudah hampir satu minggu kami tidak produktif, kami putuskan untuk berangkat.
 Malam itu adalah tidur kami yang paling nikmat untuk empat hari berikutnya. Ya, kami menyewa jasa kapal itu untuk memberangkatkan kami menuju Pulau Wetar. Esok harinya kami mulai naik motor laut (sebutan kapal yang memiliki kapasitas 25-30 ton itu) menuju Pulau Wetar. Perhitungan normal adalah satu hari satu malam perjalanan laut.
 Siang kami mulai keluar dari teluk Alor, bersama kelompok lumba-lumba hidung botol yang mengantar kami keluar. Indah kawan, laut yang tenang cuaca yang cerah, lumba-lumba yang ceria. Sempurna sekali, seakan semesta mendukung. Ingat, ini masih di dalam teluk mutiara.
 Sekitar dua jam kami telah keluar dari teluk mutiara, laut lepas kawan, kini lumba-lumba seakan melambaikan sapu tangan member isyarat perpisahan dengan pandangan iba kepada kami. Mungkin dalam benak mereka, semoga kalian selamat. Kapal mulai bergoyang seakan mendengar music-musik underground.
 “Huek….. heeeeuuuuueegggg……” begitu kiranya yang saya dengar dari seorang ayah muda, juru masak kami, Mas Pur, begitu kami memanggilnya. Satu orang tumbang kawan, Mas Pur yang pertama. Kemudian saya coba duduk di anjungan untuk melihat ombak, Subhannallah. Tak sampai dua menit saya kembali masuk kedalam,karena nyali saya rontok melihat ombak yang lebih tinggi dari kapal kami. Tidak sampai satu jam, empat geologist, satu pemilik lahan, ditambah orang logistic dan koki kami tumbang, MABUK LAUT. Tersisa Senior geologis kami, memang pengalaman itu tidak pernah berbohong, ia membuktikan semuanya. Habislah tim kami,tersisa kapten kapal, ABK dan senior geologist kami yang masih waras.
 Dengan kondisi ombak seperti itu, hancur sudah perhitungan satu hari satu malam perjalan kami. Terpaksa setiap mentari berada di ufuk barat, kami harus menepi di Tanjung atau pulau terdekat yang kami lewati, untuk menghindari ganasnya ombak dimalam hari. Dua hari kami hanya mampu berbaring, hancur sudah gambaran keindahan Cristopher Colombus dan Amerigo ves Puci yang seolah kami bayangkan sebelum berangkat. Tenggelam bersama hantaman ombak musim barat, lenyap.
 Dua hari, kami merasa teraniyaya oleh ombak musim barat. Sampai pada Sore ketiga kami di kapal itu, seperti biasanya kami harus berlabuh sebelum malam tiba. Pulau Liran(g) adalah pulau terdekat saat itu. Pulau yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste. “Berenang aja pak, supaya mabuknya hilang” bigitu beberapa ABK member saran kepada kami. “Byur”, senior geologis dan Mas Pur memulainya, mereka berusaha mencapai daratan mendahului kapal. Padahal jaraknya sekitar 200 meter mereka harus berenang. Kerena dua hari mabuk dan belum menyentuh daratan, membuat saya kehilangan sedikit logika, tanpa pikir panjang, saya bersama orang logistic itu tadi menyusul mereka. “Hahhhh hehhh, kok gak sampai-sampai ya, ternyata jauh juga ya” begitu kami menggerutu.  
 Berkat azam yang kuat, sampai juga kami di pantai pulau itu. Pasir putih dengan batuan granodiorit yang menghiasi nya, indah kawan. Kemudian kapal berhasil menepi, cukup sulit karena nahkoda berusaha menghindari karang, terlebih tak ada dermaga di pulau itu. Kelapa muda adalah buah yang pertama kami cari, syukurlah warga lokal di pulau itu menyambut kami. Selain kelapa muda, mereka menyuguhkan jagung muda dan teh panas pada kami. Sebagai gantinya, bahan bakar kami sedikit kami tinggalkan di pulau itu.
 Malam itu kami sama sekali tidak merasakan ayunan ombak, kami berusaha mengiisi perut kosong kami dan lanjut tidur nyenyak kawan. Matahari muncul dan suara mesin kapal telah berderung, berangkat lagi. Ombak lagi, kembali kami ke pembaringan, pasrah. Namun benar ABK itu berkata, hilanglah kutukan MABUK LAUT itu. Ayunan ombak ini sudah menyatu dengan degub jantung, frekuensinya sudah sama, WARAS. Dua hari berikutnya, kami bisa menikmati pemandangan laut yang bergejolak. Melihat betapa lihainya nahkoda memanjat ombak-ombak musim barat yang kami arungi. Ajaib kawan.
 Setelah selesai empat hari perjalanan, kami sampai di Desa Uhak, desa tujuan kami di Pulau Wetar. Berkerumun warga di pinggir pantai, “orang gila dari mana ini?” mungkin ini yang ada di kepala mereka melihat kami berlayar di musim barat, sementara mereka menaikkan perahumereka di darat sampai musim barat selesai.
 Pemilik lahan lah yang pertama turun dengan perahu kecil, karena kapal tak bisa mendarat (terlalu bahaya ombaknya). Akhirnya kami semua turun setelah terjadi kesepakatan. Oh ya, satu hal yang saya lupa beri tau. Semenjak keluar dari Teluk mutiara tadi, terputuslah hubungan kami dengan dunia luar. Jika terjadi sesuatu dengan kami, kami pun tak tau bagaimana kabar itu akan sampai ke asal kami. Layaknya Colombus yang menemukan dunia baru bukan?
 Begitulah bagaimana kami sampai di Pulau Wetar dengan ombak musim barat yang senantiasa mendekatkan kami pada Tuhan. Bagaimana tidak? Sangat mungkin bagi kami saat itu untuk tergulung ombak dan hilang di kedalaman sleeping with fish for ever. Alhamdulillah, Tuhan selalu membuat cerita itu menjadi indah untuk di ceritakan. Sebuah kisah perjalanan.
 Percayalah, akan lebih menarik jika kau mendengarnya sendiri dariku sembari menghabiskan kopi dan pisang goren di beranda saat mentari di ufuk barat. Ingatkan saya saat kita bertemu.
 Esok akan kuceritakan bagaimana eksplorasi juga menjadikanmu seorang yang menyukai sastra.
 S_A
 #jejak2015 di #jejak2017
1 note · View note
ghostzali2011 · 6 years
Link
SPORTOURISM-Enam hari menjadi momen tak terlupakan bagi peserta Indonesia Adventure Festival (IAF) 2017. Sebanyak 60 peserta diajak berpetualang menelusuri alam dan budaya Pulau Sumba, 14-19 November 2017.
"Kami berikan ke mereka paket wisata dengan tagline Jelajah Tanahumba," ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Sumba Timur Maramba Meha.
Kata Maramba, dalam agenda tersebut wisatawan dan peserta diajak berkeliling ke pantai, air terjun, padang sabana, melihat upacara adat, pembuatan kain tenun tradisional, bersantap hidangan khas Sumba, camping di pandang sabana satu hari dan menginap di hotel malam terakhir.
"Dan ada yang spesial adalah dan para peserta dan wisatawan diajak tinggal bersama penduduk di rumah adat selama tiga hari," ujar Maramba Meha.
Peserta dibagi dalam tiga tim yakni adventure, culture dan fotografi. Terdiri dari blogger, fotografer, media dan pelaku pariwisata lainnya.
Mereka berpetualang menjelajahi empat kabupaten yang ada di Sumba, mulai dari Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Barat hingga Sumba Timur.
"Setiap hari mereka ada yang berpencar, ada yang menikmati bersama. Tapi malamnya akan kembali kumpul dalam satu titik, semuanya akan mengexplore Sumba," katanya.
Dijelaskan Yudi Umbu T.T.Rawambaku, Kepala seksi Analisi Data Pasar Pariwisata Sumba Timur, dengan mengambil tema Jelajah Tanahumba, pada hari pertama peserta langsung menuju rumah budaya di Sumba Barat Daya.
Kemudian bersama-sama melakukan visit ke Sumba Hospitality School. Kemudian sorenya, mereka bersama menikmati Sunset di Pantai Menangah Aba dan malamnya menikmati Wellcome Ceremony yang disambut langsung Kadispar Sumba Barat Daya, Christofel Horo. "Hari kedua, seluruh peserta hunting ke Situs Kampung Wainyapu," ujar Yudi.
Ini adalah sebuah kampung dengan rumah adat (Uma Kalada) yang masih asli berjumlah 60 unit rumah dan terpelihara dengan baik.
Kampung adat ini memiliki daya tarik karena keaslian rumah adat dan batu-batu kubur megalit yang unik sebanyak 1.058 buah, serta prilaku hidup masyarakat yang terus mempertahankan adat istiadat kuno dan tradisi Marapu.
Setelah itu tim adventure dan fotografi melanjutkan ke Bawana. Sorenya, titik kumpul di Kampung Weetabar.
"Di kampung ini sedang dibangun beberapa rumah kampung tarung dalam menghadapi ritual podu. Peserta menginap disini, kami yakin mereka akan terpesona semua," katanya.
Keesokan harinya, peserta adventure akan hunting ke air terjun lapopu, air terjun tertinggi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Tapi tim culture dan fotografer tetap di kampung tarung untuk lihat ritual kampung tarung marapu," ujarnya.
Malamnya, wisatawan akan kemping di Padang Savana Mamboro, tepatnya di kecamatan mamboro. "Mereka mengelilingi api unggun dan diiringi lagu ethnic dengan musik jungga dan beberapa tarian, seperti tari kataga," ujarnya
Dihari keempat peserta akan menikmati matahari terbit di pantai Sunrise. "Setelah itu ada atraksi pacuan kuda di pantai dan kemudian menuju Sumba Timur melewati pantai utara," katanya.
Dari tengah ke Timur lebih petualangan, tim adventure menyusuri Air terjun Tanggedu, yang layaknya Grand Canyon. Tim fotohgrafer eksplore di Puru Kambera, berburu foto di pemandangan pegunungan savana dengan puluhan kuda liar maupun hewan lainnya.
Sedangkan tim culture mengunjungi Kampung Adat Wunga, kampung pertama dan tertua di Sumba Timur yang didirikan oleh nenek moyang orang sumba yang berasal dari Malaka Tanabara. Disini dapat ditemukan rumah-rumah adat Sumba, tenun ikat dan kuburan batu
"Sorenya, seluruh tim bergabung menikmati sunset di pantai walakiri dan berangkat ke kampung Pau Umabara untuk bermalam di sana," ujarnya.
Di Kampung Pau Umabara ini, tim culture akan belajar tenun ikat. Tim fotografer sendiri, sejak jam 3 pagi telah menuju Pantai Watu Parunu untuk mengabadikan momen sunrise dan tim adventure menuju air terjun Waimarang.
"Usai kegiatan itu, mereka kembali berkumpul di kampung ini menikmati Fashion ciontemporer," katanya.
Kemudian balik ke Kota Waingapu dan menuju bukit wairinding. Ada satu spot yang sangat memukau dengan pemandangan hamparan bukit-bukit hijau kecil yang sangat luas. Mereka Bersantai di rumput sambil menikmati momen sunset.
"Ini menjadi spot terakhir dari petualangan mereka. Malamnya, ditutup dengan farewell dinner, dimana semua peserta mengenakan pakaian Adat Sumba," katanya.
Dalam acara farewell party, Pemerintah Kapubaten Sumba Timur menyampaikan apresiasinya. "Terimakasih atas dukungannya sehingga acara ini sukses digelar. Bantu kami memviralkan dan mempromosikan Sumba dengan segala kelebihan dan kekurangannya," kata Bupati Sumba Timur Gidion Mbliyora saat memberikan sambutan dalam farewell party di Rumah Jabatan.
Baginya, alam Sumba yang istimewa ini dikemas dengan gaya nama 4E. Extreme, exotic, explore dan expose. Selain alam ada budaya. Sumba itu memiliki karakteristik budaya yang berbeda tiap kabupaten, baharinya juga. Apalagi sekarang ada resort terbaik Nihiwatu.
"Bantu viralkan dan datang kembali. Kami akan menyambut dengan bahagia," kata Bupati Sumba Timur Gidion Mbliyora saat memberikan sambutan dalam farewell party di Rumah Jabatan.
"Kemenpar sendiri melihat ada yang fenomenal dalam kegiatan ini. Bersama dengan Way2East sebagai penyelenggara, kita melihat bersatunya pemda dan DPRD empat kabupaten Sumba. Ini membanggakan kami," kata Kabid Promosi Wisata Bahari Ibu Florida Pardosi yang bersama Kabid Promosi Wisata Alam Hendry Noviardi turun langsung mengawal even ini.
Florida mengambil contoh Kawasan Danau Toba, dimana tujuh kabupaten yang berada disekitar Danau vulkanik ini bersatu untuk mengembangkan pariwisata.
"Ini menjadi modal penting dan penyemangat kami untuk mengekplore dan mempromosikan Pulau Sumba agar semakin mendunia," ujarnya.
Acara Indonesia Adventure Festival sebelumnya pernah diselenggarakan di Lembata tahun 2014 dan Alor tahun 2016.
Menteri Pariwisata Arief Yahya ikut tersenyum dengan suksesnya kegiatan ini. Dari 3A, Amenitas, Atraksi dan aksebilitas di Pulau Sumba ini sudah sangat lengkap.
Tinggal mengemasnya agar menjadi atraksi yang memikat dunia. "Ayo, kita bersama bangun pariwisata Sumba. Bersama kita bisa," kata Menpar Arief Yahya. (*)
via SPORTOURISM.ID
0 notes