Tumgik
selepasjeda · 4 years
Text
‪Ilmu percuma jika hanya dihafal, tak merasuk dalam caramu berpikir secara keseluruhan dan menyikapi keadaan.
Ilmu percuma jika hanya ditanam dalam kepala, tapi tak jadi sari-sari yang larut dalam aliran darah dan meresap dalam kelakuan‬.
Ilmu tinggal hanya debu, yang bisa dengan mudah bersih tertiup angin sewaktu-waktu.
1 note · View note
selepasjeda · 5 years
Text
Kamu tentu tau, beberapa cita-cita kecil kadang memang mustahil diwujudkan, bukan?
Termasuk mengajakmu makan.
0 notes
selepasjeda · 6 years
Text
Mereka, teman-temanku, pada sibuk memamerkan keadaannya di kota tempat mereka magang masing-masing. Nampaknya menyenangkan sekali. Andai saja aku bisa seperti mereka, magang di tempat idamanku di kota Bandung. Namun andai-andai tetaplah andai-andai, nasi sudah menjadi tai. Kenyataannya aku sekarang berada di sini, tetap di kota lamaku, kontrakanku, kampusku, di Surabaya.
Aku selalu berkata pada diriku sendiri, dalam hati, “Mungkin belum saatnya kau menikmati gembira di kota lain, nasibmu masih ada di sini, di Surabaya. Sudahlah lakukan saja apa yang bisa dan harus dilakukan. Mereka di luar sana juga nasibnya belum tentu lebih baik darimu yang nggak bosen-bosennya hidup di Surabaya. Cuihhh!! Kalau kau tetap bekerja dan terus berusaha, mungkin suatu waktu kau bisa seperti mereka, atau bahkan lebih baik. Untuk sekarang, terima saja nasibmu, yang menurutmu mengenaskan tapi kadang juga orang lain idam-idamkan. Ngapain kecewa? Toh kau dan mereka sama-sama bekerja.”
Diriku selalu berpikir bahwa teman-temanku hidup lebih baik dari aku. Keluarga yang bahagia, lengkap, juga berada. Jauh tak seperti apa yang aku rasakan sekarang. Jauh beda. Aku selalu berusaha mengirit-irit uang yang ada dalam dompet, sembari memikirkan bagaimana keluargaku yang aku tinggal merantau ke Surabaya? Bagaimana nasib mereka di kampung halaman? Masihkah punya sesuatu untuk dimakan? Masihkah ada uang untuk menghidupiku di perantauan? Semua selalu menjelma kekhawatiran di pikiranku.
Kalo boleh jujur, tentu saja boleh jujur, aku iri pada mereka. Membeli apa yang mereka ingin makan dan beli, tanpa peduli kantong apakah masih punya isi. Senyumi saja, manusia sudah punya takdir masing-masing. Namun nasib masa depan yang harus kita tentukan sendiri.
Sekian curhatan hati kali ini. Terima kasih.
6 notes · View notes
selepasjeda · 6 years
Photo
Tumblr media
Mungkin terkadang benar kita yang hari ini adalah kebalikan dari diri kita yang kemarin. Bukan kehendak kita, tapi kita tidak lagi bisa merasa menjadi diri kita sendiri. Mengesalkan memang, waktu berjalan dan perlahan telah merubah seluruh keadaan.
0 notes
selepasjeda · 6 years
Photo
Tumblr media
Tanpa basa-basi, sudah, mari kita nikmati Tanpa banyak kata, biarkan saja, mengalir apa adanya
Jingga yang abadi, ada disetiap pagi ada disetiap sore ada setiap hari
Lantas cukupkah kata, untuk memuja untuk mendeskripsikannya?
Sedang kita sendiri tak bisa menggurui Kapan saja bisa mati Tidak tau kata apa, kalimat yang mana Setiap perkataan, bisa menjadi tanda perpisahan
0 notes
selepasjeda · 6 years
Text
Quantum of Writing - Bag 2 : Menulis Diri Sendiri
Aku Syahrul, seorang remaja berusia 20 tahun. Sekarang sedang menempuh kuliah di salah satu Institut yang berada di Surabaya, semester 6. Malam ini aku akan menuliskan tentang diriku sendiri, sebagai bagian dari seri Quantum of Writing yaitu sebuah metode dalam rangka membangkitkan insting, minat, dan meningkatkan kemampuan kita dalam menulis. Dalam tulisan ini mungkin ada beberapa kata yang itu sepertinya pendapatku pribadi, dan seakan aku menyombongkan diri. Tapi sebenarnya tidak ada niatan sedikitpun dariku untuk sombong, karena sejatinya ini memang merupakan sebuah tahapan yang ada dalam Quantum of Writing, yaitu menulis tentang diri sendiri, dan menuliskan keistimewaan apa saja yang ada pada diriku.
Mari kita mulai dari sejarah kehidupanku semasa kecil. Aku lahir dan dibesarkan oleh sebuah keluarga besar yang juga menurutku terpandang di lingkungan tempat tinggalku. Aku bangga dengan beberapa anggota keluargaku karena mereka adalah tokoh masyarakat di desaku. Bahkan, nama buyutku pun diangkat menjadi nama sebuah jalan di desaku dan aku bangga akan itu. Ya, aku memang adalah seorang anak desa, di mana dulu hal-hal sederhana sudah cukup membuatku bahagia. Aku pernah mencari rumput untuk ternak, menunggangi sapi dan kambing, mencuri rambutan atau pepaya, mandi di kali, mencari ikan, bermain layang-layang di tanah lapang, ikut lomba adu merpati, bermain sepak bola hingga maghrib, atau bahkan mencari barang rongsokan bersama kawan-kawanku untuk nanti bisa aku jual untuk membeli uang jajan.
Sewaktu kecil dulu aku termasuk anak yang cengeng, seringkali menangis. Ya, menangis memang menjadi salah satu cara untuk meluapkan emosi masa kecilku. Namun perlahan tempaan-tempaan hidup membuatku lebih tegar dan kuat untuk meredam emosiku. Tempaan-tempaan hidup itulah yang membentukku saat ini.
Aku dulu adalah merupakan anak yang pandai. Di SD, aku hampir selalu masuk dalam ranking 3 besar. Aku juga sering ikut lomba mewakili sekolahku. Beberapa juara pernah aku raih, diantaranya juara 1 lomba siswa berprestasi tingkat kecamatan, juara 1 lomba MIPA tingkat kecamatan, juara 3 lomba siswa berprestasi tingkat kabupaten, dan juga juara 2 lomba pidato tingkat kabupaten. Aku juga pernah menjadi juara 2 di tempat kursus bahasa inggris kecamatanku. Tentu orang tua dan sekolahku sangat bangga padaku saat itu.
Kemudian, SMP aku pindah ke kota. Alhamdulillah hanya aku dari kecamatanku yang diterima di SMP itu karena SMP itu juga merupakan salah satu yang terbaik di kotaku. Tidak disangka, aku juga ternyata terpilih masuk kelas akselerasi sehingga masa-masa SMP aku tempuh cuma 2 tahun. Yah meskipun di SMP kemampuanku semakin menurun, aku tidak pernah lagi masuk ranking 3 besar seperti SD dulu, bahkan 10 besar.
Setelah itu aku SMA, alhamdulillah diterima di SMA terbaik di kotaku. Di SMA pun seperti itu, aku tidak pernah masuk 10 besar, bahkan 20 besar. Tapi tidak mengapa, SMA aku masih bisa merasa bahagia. Aku banyak bertemu teman-teman yang menyenangkan di sana. Di SMA aku juga lumayan dikenal, bukan karena akademik tentunya, tapi hal yang lain. Aku terkenal jadi salah satu anak yang paling jago futsal, sehingga setiap anak laki-laki di SMA ku tahu aku dan segan padaku. Kemudian aku juga pernah bergabung dengan geng penguasa sekolahku, tapi percayalah aku tidak pernah melakukan hal yang tidak-tidak. Aku juga bergabung dengan organisasi Remaja Mushola juga lho. Selain itu aku juga ikut organisasi pecinta alam sekolahku generasi pertama. Aku sangat multi talent bukan?! Anak futsal, ikut geng, ikut remush, ikut pula organisasi pecinta alam.
Tidak lupa, aku dulu di SMA juga termasuk anak yang sangat supel. Aku pandai merangkai kata atau humor saat berbicara dengan orang lain, apalagi lawan jenis. Aku pandai memberikan kalimat-kalimat atau sesuatu yang romantis. Tentunya beda dari yang lain. Hanya sebagai hiburan, aku tidak pernah benar-benar berpacaran.
Aku tidak tahu, dulu SD aku begitu pandai dalam hal akademik, tapi semakin tinggi jenjang pendidikanku, aku semakin tidak kompeten dalam hal itu. Mungkin kondisi lingkungan dan pergaulan sekitarku yang membuatku menjadi seperti ini. Aku semakin malas dan muak dengan pelajaran-pelajaran sekolah.
Tidak disangka aku beruntung diterima disalah satu kampus di Surabaya lewat jalur undangan, yaitu dengan mengirim portofolio. Aku diterima di jurusan desain. Aku sungguh tidak menyangka, banyak teman-temanku yang sudah terkenal pandai menggambar sewaktu SMA, tapi tiba-tiba hanya aku yang diterima. Padahal notabene, menggambar juga bukan hobiku yang utama, bukan berarti aku tidak suka menggambar, aku suka dan jika dibandingkan dengan teman-temanku di kelas, nilai menggambarku salah satu yang terbaik di kelas. Aku merasa ada peralihan dalam diriku, dari yang sebelumnya dominan otak kiri sekarang menjadi dominan otak kanan. Namun aku tidak ingin berpikir seperti itu, aku menganggap semua berarti kemampuan otak kanan dan kiriku seimbang. Dan itu merupakan nilai plus dariku.
Meskipun di kampus aku juga bukan anak yang mempunyai skill menonjol, namun aku punya tekad dan pemikiran yang menurutku lebih dari teman-teman. Aku tidak malu untuk belajar, aku tidak malu untuk berproses. Di kampus juga aku jadi lumayan dikenal karena kemampuanku bermain futsal. Bahkan aku menjadi kapten tim jurusanku. Aku juga tergabung dengan organisasi suporter bola di kampusku, posisiku sebagai ketua divisi kreatifitas, disesuaikan dengan bidang kuliahku. Sehingga tidak ada lagi yang perlu aku khawatirkan, aku merasa punya teman yang bisa dimintai bantuan ketika aku ada masalah. Tahu sendiri kan? Surabaya itu keras.
Aku suka sastra, aku suka kata-kata indah, aku suka merangkai kata, aku selalu ingin lebih, aku perfeksionis dan aku suka sesuatu yang beda. Dan itu juga yang membedakanku dari teman-temanku yang lain. Dengan mereka yang itu-itu saja, dengan mereka yang selalu ingin tinggal di zona nyamannya tanpa mau berontak keluar, mencari sesuatu yang lebih segar.
Sudah tengah malam, pikiranku juga semakin tidak karuan. Kalimat dan kata-kataku juga semakin tidak tertata, berantakan. Maka aku sudahi saja tulisan ini. Aku juga tidak tahu nanti tulisan ini akan aku hapus atau tidak, karena sejatinya aku menulis ini bukan untuk dibaca orang lain, melainkan hanya untuk diriku sendiri. Terima kasih.
1 note · View note
selepasjeda · 6 years
Text
Sesekali
Sesekali pergilah ke pantai, lalu lihatlah ombak yang beradu itu,dan kamu akan paham–rasanya mengejar seseorang, tapi sekeras apapun kamu berusaha, dia tak bisa digapai.
Sesekali pesanlah secangkir kopi panas, lalu perhatikanlah uap asap yang meliuk-liuk itu,dan kamu akan paham–rasanya dibiarkan pergi tanpa dicegah sama sekali.
Sesekali duduklah di ruang tunggu bandara, lalu lihatlah pesawat-pesawat sibuk itu,dan kamu akan paham–rasanya didatangi untuk kemudian ditinggal pergi lagi.
Sesekali pergilah ke stasiun terdekat, lalu lihatlah sepasang rel sedih itu,dan kamu akan paham–rasanya bersisian namun pada ujungnya tak pernah bisa bersama.
Sesekali pergilah ke persimpangan, lalu amatilah lampu lalu lintas itu, dan kamu akan paham–rasanya sudah menunggu lama, lalu dibiarkan pergi begitu saja
Sesekali berdirilah di bawah pohon, lalu lihatlah daun yang jatuh itu, dan kamu akan paham–rasanya bertahan sejak lama, lalu dilepaskan juga pada akhirnya. 
4K notes · View notes
selepasjeda · 6 years
Photo
Tumblr media
Kau adalah sebaik-baiknya rahasia, Yang selalu berhasil aku sembunyikan, Dalam sajak-sajak doa.
- dalam, AMOR FATI
91 notes · View notes
selepasjeda · 6 years
Text
Mau.
Malam ini aku mau menulis. Tapi aku tidak tau apa yang mau aku tulis. Nonton youtube sudah hari ini, baca buku juga sudah, main handphone juga sudah, main laptop juga sudah. Apalagi yang bisa kulakukan? Aku mau menulis, sungguh aku mau menulis. Tapi aku tetap tak tahu apa yang mau aku tulis. Aku hanya menulis apa yang ada dan terlintas dipikiranku. Aku mau menulis kamu, tapi aku merasa sia-sia karena kamu tak mungkin tahu, kamu juga sudah jadi milik orang lain. Aku mau menulis aku, tapi aku tak tahu bagian mana dari diriku yang bisa untuk aku tuliskan. Dan ini, malam ini aku sedang dipenuhi dengan ketidakjelasan.
0 notes
selepasjeda · 6 years
Quote
Ada yang tidak jadi berpendapat hanya karena takut dibilang sok tahu. Ada yang malas berbuat kebaikan hanya karena takut dibilang pencitraan. Dan ada yang tidak mau berkarya hanya karena takut dihina. Banyak dari kita yang terkadang kurang memperhatikan diri sendiri dan terlalu banyak memikirkan orang lain.
Syahrul Hidayatullah
0 notes
selepasjeda · 6 years
Photo
Tumblr media
MELANGLANG BUANA KE BALI
Kali ini saya akan sedikit menceritakan tentang sebagian pengalaman saya saat ke Bali tahun lalu. Sudah lama sih, tapi mood untuk menuliskannya baru muncul saat ini. Tidak apa-apa kan? tujuan saya menulis ini hanya sebagai catatan untuk suatu saat bisa saya baca kembali, juga untuk memenuhi hasrat menulis saya mumpung lagi semangat-semangatnya, mumpung masih lumayan ingat tentang pengalaman saya ini, dan juga untuk sharing pada yang lain.
Sebenarnya sudah banyak kali saya ke Bali, ada yang cuma lewat, ada yang sewaktu Study Tour SMA dulu. Namun perjalanan ke Bali yang inilah menurut saya yang paling berkesan. Kenapa? karena saya bersama teman-teman saya, tentunya, ke Bali kami cuma naik motor dari kota kami di Lumajang menuju kontrakan teman kami di Jimbaran, Bali. Jadi kami lebih bebas untuk kemana saja, karena bawa motor sendiri.
Kami ke Bali pada libur semester 4, tahun 2017. Saya berboncengan dengan Akhbar atau yang kerap di panggil Joni, menggunakan motor Beat hitam milik Joni. Sementara Gusti berboncengan dengan Zainur, dan Kevin dengan Firdi alias Krupuk. Dengan uang saku yang bisa dibilang seadanya, saya dan teman-teman pun dengan tekad pergi ke Bali.
Sebelum berangkat, kami semua kumpul di rumah Gusti, sekitar jam 8 pagi. Jam 10 kita berangkat dan singgah di Jember, kontrakan Krupuk untuk sholat Dhuhur dan istirahat sebentar. Selepas itu baru kita berangkat menuju pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Kami sengaja mengatur waktu, agar kami bisa pas saat menyebrang laut ke Bali, kami bisa menikmati senja dari kapal. Angin sepoi-sepoi, pemandangan pulau Jawa dan Bali dari atas kapal, serta goresan warna jingga langit senja juga ikut mengisi pengalaman kita waktu itu.
Sekitar jam 11 malam kami sampai di rumah kontrakan teman kami sewaktu SMA, Indra namanya. Di situ cuma ada Indra dan satu temannya, yang juga bernama Indra tapi dipanggil Unyil. Teman-teman sekontrakan mereka sedang pulang kampung karena memang sedang libur semester. Alhamdulillah perjalanan kami lancar. Setelah ngobrol-ngobrol sedikit, kami pun langsung tidur karena sudah sangat capek menempuh setidaknya 9 jam perjalanan dari Lumajang ke Bali.
Hari pertama kita diajak Indra jalan-jalan ke pantai, banyak pantai, sudah lupa apa aja. Ternyata harga tiket masuk wisata di sana tidak mahal, syukur. Meski perjalanan kita sedikit terhambat karena ban sepeda motor Joni bocor di dekat GWK, hal itu tidak terlalu jadi masalah. Kami puas menikmati pantai-pantai Bali beserta pemandangannya, pemandangan alam dan manusianya, hahaha.
Hari berikutnya kami jalan-jalan sendiri, mengeksplor Bali. Kami berniat menikmati sunrise di Sanur. Selepas Shubuh kami berangkat, namun sayang kami sedikit telat tiba di Sanur, karena kami kurang tepat memperhitungkan waktunya. Tapi tidak apa-apa, kami tetap senang tiba di Sanur dengan pemandangan sunrise yang tersisa. Setelah itu kami sempat tersesat saat melalui tol laut, untung saja tidak lama, kemudian kami menuju sebuah Pura terkenal tapi kami lupa namanya. Sebelum masuk ke sana kami harus menggunakan kain penutup. Di sana banyak turis dan warga lokal, ada yang berdoa dan ada yang mandi air suci. Kemudian setelah itu kami pergi ke pantai Kuta untuk menikmati senja, sayang lagi-lagi kami terlambat. Hari sudah petang, sehingga kita habiskan waktu jalan-jalan di Kuta untuk membeli oleh-oleh.
Hari ke tiga, saya sudah tidak ingat kemana saja saat itu, banyak. Yang saya ingat kami kembali berusaha ke Kuta untuk menikmati senja. Sebentar kami sempatkan berhenti di Krisna untuk membeli oleh-oleh. Lalu alhamdulillah kali ini kami sukses tiba di Kuta dengan tepat waktu. Senja dan peristiwa, desir angin, debur ombak, dan warna jingga yang membius mata, semua terasa menjadi catatan abadi di memori ingatan kami, bahwa kami pernah di sini, Bali, menikmati senja yang begitu merona, bersama-sama.
Hari terakhir kami bersama Unyil, menjadi teman baru kami di Bali, asalnya dari Banyuwangi. Ia adalah orang yang sangat supel dan mudah bergaul dengan orang-orang baru, termasuk kami. Kami diajak menikmati beberapa pantai, termasuk pantai Pandawa. Kemudian saat perjalanan pulang ke Lumajang, kami juga sempatkan ke Tanah Lot.
Sedikit saja, ke Bali saya cuma bermodal sekitar 300 ribu, tapi itu sudah cukup untuk 5 hari di Bali. Rinciannya bensin dari Lumajang ke Ketapang, Banyuwangi, 40 ribu rupiah. Penyebrangan 24 ribu, kemudian bensin dari pelabuhan bali ke Jimbaran 40 ribu. Total untuk keberangkatan anggaplah 100 ribu, untuk pulangnya giliran Joni yang tanggung. Kemudian bensin saat jalan-jalan di Bali, saya 30 ribu dan Joni 30 ribu, 60 ribu sudah cukup untuk keliling Bali. Tempat tinggal gratis, kemudian ongkos makan 5 hari, sehari 2 kali, hari pertama dan terakhir cuma sekali makan. Ongkos makan di Bali sama saja, sekitar 10 ribuan, tapi tergantung kita makan apa. Jadi total ongkos untuk makan adalah 80 ribu, anggap saja 100 ribu. Total seluruhnya, bensin 130 ribu, makan 100 ribu, tiket masuk wisata dan lainnya anggaplah 70 ribu, karena memang di Bali yang kami kunjungi harga tiket masuknya murah-murah. Sudah cukup bukan 300 ribu untuk ke Bali selama 5 hari? hehehe.
Tapi jangan ditiru, siapa tau ada kendala-kendala yang tidak diinginkan, jadi silahkan bawa uang lebih. Seperti kami, kami menemui kendala saat perjalanan pulang. Ban sepeda motor Kevin sempat bocor, padahal itu sudah pukul 1 dinihari, dan lokasinya lumayan jauh dari tukang tambal ban. Akhirnya kami bergantian mendorong motor Kevin. Ah tapi tidak mengapa, kalo tidak begitu kan nggak ada yang bisa diingat, iya kan?
0 notes
selepasjeda · 6 years
Text
"Yang kubisa hanya menunggu dan berharap, semoga waktu itu datang, kau pulang dan kembali dalam pelukan."
0 notes
selepasjeda · 7 years
Text
Jika
Jika aku jadi kumbang, kamu jangan malah jadi bunga
Jika aku jadi sore, kamu jangan berubah jadi senja
Jika aku jadi malam, kamu gausah repot-repot jadi pagi
Jika aku jadi bulan, kamu gausah ikut-ikutan jadi bintang
Jadilah dirimu saat ini, entah aku nanti jadi apa, biarlah Yang jelas aku tetap mencintaimu
0 notes
selepasjeda · 7 years
Quote
Seumpama hujan, engkau adalah rintik paling kurindukan, gerimis paling mendamaikan.
1 note · View note
selepasjeda · 7 years
Text
Percuma
Kamu itu percuma
Kamu itu cantik Tapi percuma Kamu itu manis Tapi percuma Kamu itu baik Tapi percuma Kamu itu cerdas Tapi percuma Kamu itu sholeha Tapi percuma
Kamu itu percuma Percuma bila tak bisa kumiliki
0 notes
selepasjeda · 7 years
Photo
Tumblr media
Jika alam merupakan tempat segala inspirasi bermuara Pena adalah pelukis kata-kata Dan puisi ialah penggores makna-makna
0 notes