Tumgik
randieka · 4 years
Text
Peluang Sinergi Pemerintah dan Startup, Gali Potensi Energi untuk Indonesia
Menurut data yang dirangkum Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan yang cukup besar. Beberapa di antaranya:
Mini/mikro hidro sebesar 450 MW,
Biomasa sebesar50 GW,
Energi surya sebesar 4,80 kWh/m2/hari,
Energi angin 3-6 m/det,
Energi nuklir 3 GW, dll.
Pemerintah terus bergotong-royong dengan berbagai pihak untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensinya. Termasuk membuka kesempatan bagi para inovator dari Indonesia untuk turut serta dalam memanfaatkan Sumber Daya Alam tersebut dalam rangka menyejahterakan rakyat Indonesia. Secara regulasi, pengembangan energi baru terbarukan mengacu pada Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM atau mitra strategis yang ditunjuk, banyak upaya yang telah dilakukan dan membuahkan hasil. Misalnya agenda menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik mikro hidro yang ditargetkan mencapai MW pada tahun 2025, kapasitas terpasang biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas terpasang angin sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, kapasitas terpasang surya 0,87 GW pada tahun 2024, dan kapasitas terpasang nuklir 4,2 GW pada tahun 2024.
Inovasi pun terus digalakkan termasuk yang terfokus pada lingkungan, seperti pemanfaatan limbah industri pertanian dan kehutanan untuk pengembangan energi biomasa; dan lain sebagainya. Namun sekali lagi, pemerintah tambah serius membuka peluang bagi inovator negeri untuk turut andil dalam memajukan pemanfaatan energi untuk Indonesia. Tak terkecuali bagi startup-startup di bidang teknologi.
Startup dan Dukungan Pemerintah
Dalam kehidupan sehari-hari, di masa sekarang ini, listrik menjadi kebutuhan yang sangat mendasar. Sejauh ini banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, memanfaatkan energi fosil sebagai penunjang utama pemenuhan kebutuhan listrik. Sayangnya, pilihan tersebut tidak bisa bertahan lama, energi fosil cepat atau lambat akan habis dan tidak diperbarui. Untuk itu eksplorasi ke energi alternatif menjadi pilihan.
Kementerian ESDM memproyeksikan konsumsi listrik di 2020 mencapai 1.142 kWh/kapita. Dinilai akan terus meningkat seiring penggunaan alat-alat berbasis listrik untuk menggantikan model yang ada sebelumnya – misalnya banyak kendaraan baru yang bertenaga listrik, alat-alat dapur menggunakan listrik, dan lain sebagainya.
Selain upaya yang dilakukan pemerintah seperti yang disebut di atas, beberapa inovator lokal (startup) mulai sajikan inovasi di bidang energi baru terbarukan. Sebut saja yang dilakukan Xurya, sejak tahun 2018 mereka mengembangkan produk panel surya atap. Pendirinya yakin, letak geografis Indonesia di garis khatulistiwa memungkinkan siapa saja memanen energi sinar matahari. 
Tumblr media
Selain itu ada Warung Energi, yang fokus menjangkau daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) di Indonesia dengan inovasi energi baru terbarukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di sana.
Masih pemanfaatan energi surya, ada beberapa startup yang juga berinovasi di sana, seperti Weston Energy, Forbetric, Erenesia, Khaira Energy, dan Syalendra Power.
Kendati masih di tahap awal, kehadiran para inovator ini menjadi indikasi baik adanya kepedulian publik untuk mengeksplorasi potensi energi di Indonesia. Langkah ini tentu akan menghasilkan dampak yang lebih baik dengan adanya sinergi bersama pemangku kepentingan, dalam hal ini Kementerian ESDM. Isu-isu seperti permodalan dan edukasi publik menjadi kendala fundamental yang dihadapi pelaku startup.
Tumblr media
Keseriusan Kementerian ESDM untuk berkolaborasi juga cukup terlihat. Misalnya pada Juni 2020 lalu, mereka mengadakan sesi bersama bertajuk "Diskusi Interaktif Milenial: Startup Energi Bersih Jadi Disrupsi Bisnis Masa Depan". Beberapa pelaku startup dan pemangku kebijakan hadir berdiskusi dan berbagai insight.
Menteri ESDM pun di beberapa kesempatan juga mengatakan keseriusannya mengajak inovator dan mendorong lahirnya startup di bidang energi. "Kita sekarang ini sedang menggodok kebijakan baru mengenai tarif EBT small scale sehingga bisa jadi daya tarik. Tujuannya nanti yang berpartisipasi bisa terbagi masyarakat kecil dan menengah," jelas Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam acara Millenial Summit 2020 di Jakarta seperti dikutip IDXChannel. "Cobalah inovasi apapun yang kecil selama itu bermanfaat bagi diri sendiri ataupun bermanfaat untuk masyarakat luas."
Kesempatan
Peningkatan konsumsi listrik dan energi lain adalah sebuah keniscayaan. Terlebih di era teknologi seperti saat ini – berbagai unsur dalam kehidupan dan perekonomian memiliki ketergantungan yang tinggi. Keterbukaan pemerintah dengan startup yang menggarap potensi energi baru terbarukan telah menjadi komitmen. Beberapa startup pun telah mulai unjuk gigi. Bagi milenial dengan sejuta ide dan gagasan, ini adalah kesempatan sekaligus tantangan untuk turut serta memajukan bangsa, dengan menawarkan solusi jitu memaksimalkan potensi energi untuk Indonesia.
0 notes
randieka · 4 years
Text
Pengalaman Memulai dan Mengembangkan Startup dengan Layanan CloudKilat
Pada suatu malam di bulan Desember, saya bertemu dengan adik kandung saya. Dua cangkir kopi yang sukses habis mengantarkan kami pada sebuah kesepakatan, yakni mencoba mengelaborasi kemampuan dari hasil studi kami yang berbeda. Saya adalah lulusan TI di sebuah universitas swasta di Yogyakarta, sementara kala itu adik saya adalah mahasiswa agribisnis salah satu universitas terbaik di Indonesia. Ya, kami ingin membuat sebuah terobosan di bidang pertanian melalui pendekatan teknologi.
Singkat cerita kami sepakat mulai merealisasikan ide dengan mengembangkan sebuah situs web yang berisi insights tentang dunia pertanian dan perikanan. Di fase awal tersebut kami bagi pekerjaan utama jadi dua, si adik fokus untuk mencari relawan penulis dari komunitas dan kampusnya; sementara saya menyiapkan infrastruktur teknologi pendukungnya, termasuk memilih domain dan mendesain laman situs.
Dimulai dari program Kilat Start
Banyak kebetulan dalam proses pengembangan, salah satunya program Kilat Start yang diinisiasi oleh CloudKilat. Program tersebut memberikan kesempatan kepada startup pemula untuk mendapatkan dukungan teknologi dari CloudKilat secara gratis – kala itu saya berinisiatif mendaftarkan diri dan puji syukur kami jadi startup ketiga yang berhasil lolos ke program tersebut. Alhasil di tahap awal infrastruktur hosting kami didukung penuh oleh CloudKilat, ditambah dukungan domain dot id yang membuat situs kami jadi makin mentereng: farming.id.
Walaupun mendapatkan voucher gratis, saat itu kami tetap harus melakukan pendaftaran layanan domain secara mandiri – layaknya orang membeli. Ternyata prosesnya sangat mudah, setelah mengisi formulir, untuk domain dot id pengguna perlu mengunggah identitas nasional (KTP/SIM/Paspor) untuk data kepemilikan. Selanjutnya tidak perlu lama menunggu, dalam waktu yang kilat domain sudah siap digunakan. Terlebih CloudKilat juga punya layanan hosting berbasis komputasi awan yang sangat cocok digunakan untuk situs web pemula – bisa langsung terintegrasi tanpa konfigurasi ribet.
Tumblr media
Tampilan awal situs Farming.id di perangkat dekstop dan mobile
Selain dukungan infrastruktur, kami juga berkesempatan untuk berkolaborasi dengan tim CloudKilat untuk membuat video profil dari startup yang kami dirikan. Waktu itu perwakilan tim CloudKilat datang langsung ke Yogyakarta untuk melakukan pembinaan dan pengambilan gambar. Ini juga jadi salah satu modal yang cukup berarti bagi kami untuk memulai mempromosikan bisnis.
Tumblr media
Tim CloudKilat saat memberikan pengarahan kepada adik saya selaku co-founder Farming.id
Layanan pelanggan yang dapat diandalkan
Beberapa bulan beroperasi, dengan kemampuan pemasaran yang pas-pasan, situs kami berhasil catatkan kunjungan bulanan hingga lebih dari 50 ribu pageviews. Fitur pun terus kami kembangkan, salah satunya dengan menghadirkan kanal social yang memungkinkan pembaca berinteraksi, khususnya dengan tim penulis – waktu itu Farming.id berhasil merekrut sekitar 10 penulis dari komunitas agribisnis dan perikanan. Interaksi di media sosial juga memberikan trafik yang berarti.
Peningkatan teknologi pun menjadi salah satu konsentrasi kami. Dimulai dengan penambahan SSL untuk domain kami sehingga menjadi HTTPS. Ini pun jadi pengalaman saya untuk melakukan konfigurasi terkait. Beberapa kali percobaan sendiri (bermodal Googling) menghasilkan kegagalan, bahkan sampai situs sempat tidak bisa diakses. Setelah mentok, akhirnya mencoba menanyakan permasalahan ini kepada customer support melalui kanal pelanggan.
Responsnya sangat cepat, tanpa menunggu berjam-jam saya langsung mendapatkan asistensi. Ternyata waktu itu ada setelah yang harus dilakukan di CMS – mengikuti saran tim support saya menggunakan plugin yang mempermudah prosesnya. Dan ternyata semudah itu melakukan konfigurasi SSL. Benar-benar bantuan yang memberikan solusi, tentu selain jawaban kilat sesuai brand yang dibawa.
Makin mantap dengan traksi yang didapat, fitur baru pun terus bermunculan. Salah satu yang kami kembangkan adalah sistem crowdfunding untuk membantu petani yang mengalami gagal panen. Sederhananya, para pembaca kami bisa memberikan sumbangan dana agar para petani di pelosok dapat melanjutkan bercocok tanam walaupun harus mengalami rugi karena wabah hama maupun bencana alam.
Tumblr media
Fitur crowdfunding yang dikembangkan di kanal Farming.id
Di masa trial-nya, kami juga sempat menggunakan layanan platform as a services KilatIron untuk mendukung pengembangan aplikasi. Karena ada kebutuhan pengembangan aplikasi dengan Java (untuk platform Android). Layanan PaaS ini ternyata sangat lengkap, bisa mengakomodasi berbagai framework dari bahasa pemrograman. Dan dasbor yang diberikan memungkinkan pengembang untuk mengelola seluruh stack dalam satu platform terpusat – sangat membantu juga karena bisa terintegrasi dengan GIT.
Aplikasi Farming.id dikembangkan untuk menjadi asisten virtual yang membantu pengguna untuk melakukan urban farming, alias bercocok tanam di rumah. Sistem dikembangkan memanfaatkan beberapa pendekatan kecerdasan buatan untuk melakukan beberapa hal, seperti memberikan rekomendasi tanaman yang tepat sesuai dengan daerah dan cuaca terkini. Aplikasi ini didesain untuk mendampingi proses penanaman sampai pengguna bisa benar-benar memanen tanaman atau buah di sekitar rumahnya – menggunakan pendekatan seperti hidroponik atau vertikultur.
Tumblr media
Purwarupa aplikasi asisten virtual Farming.id
Kesempatan untuk terus berkembang
Untuk memvalidasi ide bisnis, saya dan adik saya waktu itu memutuskan untuk mengikutsertakan Farming.id ke dalam sebuah kompetisi. Di akhir 2017 kami menjadi peserta Hackathon yang diadakan oleh Bank BNI. Tantangannya, selain integrasi dengan API yang mereka miliki, adalah membuat solusi digital yang bermanfaat untuk sektor riil di masyarakat. Sistem crowdfunding kami suguhkan ke dewan juri. Dan sangat bersyukur waktu itu kami mendapatkan juara kedua.
Tumblr media
Adik saya Arinda Dwi Yonida (kiri) dan saya (kanan) saat menjuarai hackathon yang diadakan BNI
Dari awal tujuan kami benar-benar ingin mendapatkan masukan dari para mentor dan juri untuk memastikan konsep yang kami terapkan sudah sesuai. Selepas dari acara tersebut, kami berkesempatan untuk bergabung dalam Bekraf for Pre-Startup, dan menjadi 10 besar startup dari seluruh Indonesia yang berkesempatan untuk melakukan pitching di hadapan investor di Jakarta. Ini juga jadi pengalaman yang menyenangkan, karena kami melakukan presentasi dari sebuah yacht di kawasan pantai Ancol. Seorang angel investor akhirnya terpikat untuk mendanai pengembangan bisnis, tertarik juga dengan konsep aplikasi Farming.id.
Aplikasi kami juga sempat menjadi top 20 dalam ajang The Next Dev yang diselenggarakan oleh Telkomsel di tahun 2018. Dan menjadi modal penting (portofolio) saya untuk mendapatkan beasiswa belajar bisnis di Australia pada tahun 2019. Tidak menyangka juga, dari situs sederhana yang kami kembangkan dengan domain dan hosting CloudKilat bisa mengantarkan banyak pembelajaran dan prestasi penting buat kami.
Pelajaran penting yang kami dapat: “ide itu harus cepat dieksekusi, kalau gagal biarlah berlalu, kalau sukses tetaplah dipangku. Pilih mitra yang tepat (termasuk penyedia teknologi), karena mereka juga berpengaruh penting pada setiap perjalanan ide kita.”
0 notes
randieka · 6 years
Text
Being the most challenging action in 21st century (Part 1)
Term of “Kids jaman now” is trending at our society. It used to compare what people do in nowadays and in the past (it’s about 80-90’s). For me personally, there’s not to be a something wrong, but most be like something that we need to face better. And yes, it doesn’t easy, moreover it was being the most challenging action for most of us.
RPUL’s Generation vs Google’s Generation
Maybe you don’t remember about this awesomeness. Here’s the clue, even you still can collect it by online order. I put the link here, as attribution of the pict and my respect to the copyright: click here to buy.
Tumblr media
We have different approach, between the era and what people said with “millennials”. And the significant this is about access to information –manually and click to find. It gives us plus-minus on each way. For example, the advantage on the manual knowledge search by RPUL, all of content curated by editorial. It printed, so that why it needs to process by a procedure. But we can’t find an information as fast as talk to Google Apps.
Meanwhile, Google makes our life faster. Just ask it to get everything we need. But, robot can’t make curation as well as human thinking –some engineer is still developing AI to replace a human intelligence to computer system.
The second thing is about sensitivity. Easy to prove. Spend your weekend to take a city tour by a public transportation like bus or passenger car. You’ll find so many “surprises” about social concerns. Today personal needs are being main priority, and thanks smartphone, you make it deeper. Nothing wrong, but please accept the impact.
To be continued, I have to prepare my fasting tomorrow.
0 notes
randieka · 6 years
Text
Why do some people dramatize their lives? (Part 1)
Drama is cool, and I think you agree with me. And yes, drama in movies or serials. It makes the story better, and we flow it in. Meanwhile, how about drama in a real life? Sucks, isn’t it?
So, we’re going to start with Narcissistic Personality Disorder (NPD), thanks Mbak Dede Wahab who explained it well. Simply, it’s about unstable emotion, like feel less attention, afraid to be abandoned, or definitely “drama queen” (personally for me drama always be queen, there’s no drama king, drama was whiny. People with Narcissistic Personality Disorder feels their life special and he can only be understood by "high profile" people. They're always thinking that they should always be on top. They always expect (or at least believe) that life of others axis is in him. They feel they are important.
Unfortunately, it's a mental illness.
Why NPD, and why drama?
People with NPD are very sensitive to what others say to him, even if it is only a small opinion. In terms of young people in Indonesia called a "baper level akut". Why this is a problem, because basically he/she believes that he was never wrong. In fact, he/she is willing to manipulate everything to provoke or convince others. It all aims to get the attention of others, narcissistic.
Although always wanted to be noticed, he/she is a person who has indifference. His/her empathy is very low, as long as his/her needs are met he/she does not care about others. He/she will come and worship others on the basis of the desire to be fulfilled.
It’s always about them.
When in a chat, he/she will always want the topic of conversation to be related to him/her. It is also manipulative, full of imagery. When looking at them alone will be much different from when they are in public.
And the important point, we can’t change the personality of others.
--
To be continued, I have to finish my first weekend project.
0 notes
randieka · 6 years
Text
Keyakinan Kami untuk Kemajuan Sektor Pertanian Indonesia Melalui Digital
Tumblr media
Ada sebuah kondisi yang membuat kami tergelitik kesal, saat membaca sebuah data yang menunjukkan bahwa sekitar 70% masyarakat Indonesia masih berprofesi menjadi petani. Namun mayoritas tidak mendapatkan kesejahteraan yang layak dan tidak memiliki tingkat produksi yang tinggi. Data BPS mengemukakan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2015 - 2016 sebanyak 60 persennya dari golongan petani.  Sementara kita tahu betul, Tuhan telah menganugerahkan Indonesia sebagai negara agraris, sampai-sampai Koes Plus mengumpamakan dengan lirik yang sangat menakjubkan “…orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman…”.
Dari kegelisahan itu ide untuk mencetuskan sebuah startup teknologi di bidang pertanian muncul. Bernama Farming ID, visi kami sederhana, yakni membuat Indonesia hijau kembali. Dalam artian petani kembali makmur dan semua orang di sini bisa bertani, memanfaatkan suburnya tanah dan alam Indonesia. Kami sadar betul, untuk mendisrupsi sektor ini membutuhkan pemikiran yang sangat kompleks, karena yang dihadapi lebih dari sekedar “pangsa pasar”, namun di dalamnya terdapat sebuah kultur yang harus ditumbuhkembangkan.
Realisasi ide bersama startup Farming ID
Kompleksitas sektor pertanian membuat Farming ID memutuskan untuk menghadirkan produk yang menyasar sektor pertanian secara keseluruhan, saat ini tengah dimulai dengan tiga layanan mendasar, yakni:
Farming ID; merupakan sebuah media terpadu yang menyajikan konten edukasi, analisis, opini, data, dan berita seputar pertanian dan perikanan. Disajikan dalam bentuk tulisan, infografis, video, dan data. (Media)
Farming Apps; merupakan aplikasi asisten virtual untuk membantu masyarakat umum bercocok tanam buah dan sayuran untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan sehatnya sehari-hari. (Mobile Apps)
Farming Donasi; merupakan sebuah platform crowdfunding yang didesain untuk membantu petani yang membutuhkan dana mendesak guna memperbaiki atau menyelamatkan hasil taninya. (Platform)
Kami telah memulai pematangan konsep Farming ID sejak awal tahun 2017. Sejak Februari 2017, roadmap pengembangan sudah terdefinisi dengan baik, dan kami tahu pasti untuk tiap target capaian yang harus dipenuhi. Karena #StartupLyfe atau berkehidupan di startup bagi kami adalah sebuah komitmen dan konsistensi.
Tumblr media
Lalu pertanyaannya, mengapa harus tiga produk tadi di awal? Kami memiliki penjelasan yang solid terkait hal tersebut, yakni tentang strategi distribusi, monetisasi, dan visi. Pertama, seputar pengembangan media. Awalnya kami memang akan mengembangkan aplikasi mobile untuk asisten virtual, namun menurut perhitungan –dengan waktu dan sumber daya yang ada—kami menargetkan versi beta dari aplikasi baru bisa diselesaikan dalam waktu 14 bulan. Berhubung tim yang kami miliki masih kecil, kami tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Sembari proses pengembangan berjalan, tim non-developer menyiapkan Farming ID sebagai media.
Tujuannya membangun awareness sedini mungkin, sembari menyusun sebuah cara agar ke depan pemasaran aplikasi kami menjadi lebih mudah. Di samping itu portal ini kami buat dengan kualitas terbaik, yakni menyajikan data atau teori terbaik di setiap tulisan. Kami mengajak rekan-rekan di Fakultas Pertanian dan Perikanan UGM untuk berkontribusi di sini. Dalam rencana bisnis, pendekatan media ini ke depan juga akan menjadi salah satu kanal monetisasi dari Farming ID. Hingga akhir November –pasca 3 bulan soft-launching—kami telah membukukan statistik pembaca bulanan 50 ribu lebih, dan terus bertumbuh.
Tumblr media
Lalu seputar aplikasi. Ini juga berawal dari kegelisahan kami, tentang protes masyarakat terhadap harga bahan pangan –misalnya cabai—yang tiap tahun fluktuatif naik. Padahal cabai atau banyak jenis tanaman lain bisa ditanam secara mandiri. Dari situ muncul untuk membuat Farming Apps, yang berbentuk asisten virtual untuk membantu dan menemani masyarakat dalam bercocok tanam khusus untuk tanaman sayuran dan buah konsumsi harian.
Cara kerjanya aplikasi tersebut akan mendeteksi lokasi pengguna, dan memprediksikan rata-rata dalam 3 bulan ke depan cuaca yang ada di wilayah tersebut. Dari data itu, akan disimpulkan tanaman apa saja yang bisa dibudidayakan di rumah dengan konsep urban farming. Pengguna dapat memilih jenis tanaman, lalu memulai bercocok tanam. Farming Apps akan memberikan langkah-langkah mulai dari penyiapan sampai panen. Termasuk memberikan notifikasi harian memberitahu pengguna kapan harus menyiram, memupuk, dan seterusnya.
Aplikasi ini paling lambat akan diluncurkan pertengahan tahun 2018 nanti. Dan bisa diunduh secara gratis oleh pengguna melalui apps.farming.id.
Tumblr media
Kemudian ada Farming Donasi, yakni sebuah platform crowdfunding untuk menghubungkan donatur dari kalangan masyarakat umum kepada petani yang membutuhkan dana secara mendesak. Misalnya karena terjadi gagal panen, serangan hama mendadak, bencana alam, dan lain sebagainya. Termasuk membantu petani miskin di daerah untuk mendapatkan suntikan modal guna mengakselerasi proses tani. Sistem berbasis crowdfunding kami rasa cocok, karena kebutuhan petani umumnya mendesak, misalnya serangan hama, harus cepat diselesaikan sebelum menjalar atau masa panen hangus.
Di sini kami memberdayakan komunitas yang tengah kami bentuk bersama layanan media Farming ID. Kebetulan untuk ide produk ketiga ini juga sudah tervalidasi melalui ajang Hackathon yang diadakan oleh Bank BNI. Kami berhasil menjadi runner up dalam kompetisi tersebut. Secara otomatis membuat kami pun lebih percaya diri, bahwa ide dan solusi tersebut akan bisa berjalan baik nantinya. Saat ini juga tengah dalam proses pengembangan dan pematangan produk.
Tumblr media
Kami adalah kakak beradik yang memiliki mimpi besar
Lahir di Purworejo, Jawa Tengah kami adalah dua bersaudara, Randi Eka Yonida dan Arinda Dwi Yonida. Saya, Randi, adalah seorang lulusan sarjana TI yang saat ini bekerja sebagai business editor di DailySocial dan researcher di Microsoft Innovation Center. Saya mempelajari banyak hal tentang startup dan #StartupLyfe melalui pelaku, mentor, dan juga rekan-rekan di kantor. Di Farming ID, saya bertanggung jawab dalam pengembangan produk. Sedangkan adik saya, Arinda, adalah seorang mahasiswa tingkat akhir jurusan Agrobisnis di UGM. Kecintaannya terhadap dunia pertanian dan tulis-menulis membawanya untuk memimpin pengembangan konten, riset dan bisnis di Farming ID.
Tumblr media
Melalui dua pengetahuan yang kami miliki, yakni seputar pertanian dan teknologi, kami merasa bahwa mimpi besar tersebut bukan hanya sebuah angan-angan belaka. Namun sesuatu yang bisa kami realisasikan dengan baik –kendati saat ini baru sebatas menjadi #WeekendProject, lantaran masih disibukkan dengan kegiatan bekerja dan kuliah. Hasil akhir yang kami harapkan adalah kebergunaan, sebagai media edukasi, membantu petani, dan membantu masyarakat secara umum. Karena sudah selayaknya Indonesia dapat merdesa dengan potensi pertanian dan kesuburan yang dimiliki.
Tantangan dalam #StartupLyfe bersama Farming ID
Pada dasarnya kami berdua masih sangat baru dalam dunia startup, sehingga sampai saat ini masih terus berproses dalam belajar, baik dalam unsur teknis maupun non-teknis. Yang tak lupa masuk dalam agenda belajar kami ialah untuk menyelam lebih dalam ke dunia pertanian itu sendiri, dengan mencoba melihat langsung kondisi yang ada di lapangan dan apa yang sebenarnya dibutuhkan. Dari situ validasi visi kami dapat terjawab. Sampai saat ini kami masih berjalan dengan bootstrapping, karena kami pikir ini akan menjadi cara yang baik –untuk memecut semangat juang kami menyelesaikan apa yang sudah dimulai.
0 notes
randieka · 7 years
Text
It's about readiness, not deadlines.
Disclosure: This article isn’t a justification, but an opinion from me as a judged. And this isn’t to be aimed in general. I’ll share only when I find the right people described.
There is a unique trend among Indonesians (especially around me), that married was being a trend for a young couple. Of course, it’s not a mistake –good indeed—but some people make it whimsical. Let me explain one by one.
They see unmarried having severe religious literacy.
Well, you may have done one of the sunnah. But it doesn’t necessarily allow you to judge the quality of other people’s religions, like by demotivation under the guise of religion.
“Kamu terlalu duniawi, tidak memikirkan akhirat,” said someone to me when I explained that I am currently fighting for my career. Then he went on with the sermon. He thinks that with unmarried I have never carried out my duties as a religious person. First justification. I would appreciate if what he said was be the reflection of his excellent life. But, unfortunately NOT. Yes, I will not write in detail about his daily, a necessity. And because this is my diary hahaha
This may be connected. Personally, I do never believe in any motivators –from happiness live motivators, financial success motivators etc. As simple as I need a proof. So, show me your goodness, then I’ll try to learn from you.
Judge by giving a time limit. Fuck, man.
See the table below. What do you think?
Click here to show.
Then watch this explanation, till end.
youtube
Thanks, Afu’s opinion already represents my opinion.
May be your life better.
Elon Musk, Nadiem Makarim or William Tanuwijaya are my inspiration. As an Indonesian, I also want to bring good impact to this country. An ambition that you might find impossible, or at least a waste of time. Currently, with my little brother, I’m developing an agricultural portal (presented as web and mobile apps soon) to help people to farm their own fruits and vegetables. You can find our vision at https://farming.id. Many things still need to be matured as my ambitions.
Wedding is a big plan, and what I need is meaning, not recognition from some people. It means I got what I dreamed of. Marriage is sacred, for a next step in life. I don’t want the sanctity to be disturbed because of unpreparedness, whether from the mental or material side. Then you will say that it can be complemented as we live it. For me preparation and execution are two different things.
But it doesn’t mean I have no plan for married. Cause, do I always have to show off my life plan to you? So, you aren’t entitled to give me deadlines, even though marriage has made your life more luxurious. Deal with it, enjoy your life. I’m enjoying my journey.
0 notes
randieka · 7 years
Text
Five tips to becoming a productive remote worker
Disclaimer: Yes, this is a personal tips based on my daily-productive. Posted as an original version (Indonesian) on DailySocial. And the English version was translated and edited by The Jakarta Post.
***
In this digital era, remote work has become a way of life. Attendance is no longer compulsory in some companies as they have turned to key performance indicators (KPI) to evaluate employees' productivity.
However, remote work is not as easy as it sounds. Although workers are given the opportunity to choose the most comfortable way to work, they still need to accomplish the company's goals and expectations.
Build a fixed work schedule
Remote working is synonymous with time and place flexibility. Self-discipline is crucial to get the work done. Therefore, it is suggested to draw up a fixed work schedule. It is even better if the working schedule follows the company's office hours as it ensures the employee's availability during a time of urgency. Most importantly, create a mindset that you need to work within the allocated time.
Find a place that suits your preferences and working habits
Each person has their own working habits. Some may prefer to work at home, while others find it more comfortable to work in a coffee shop. Understanding your personal preferences and working habits will help you find the best way to work productively.  Find a place that can accommodate all of your needs. If you want to work from home, make sure to tell your friends or family that you are at home to work, not for leisure.
Communicate with your team
Communication plays a crucial role in a team’s success. Therefore, while working away from the office, make sure you frequently communicate with your team. Messaging applications, task management and online workspace are some tools you need to have while working remotely, as they allow you to be easily contactable at any time and anywhere.
Be attentive and ready any time
Generally, the companies that allow working remotely are offices with flexible production systems, such as software companies, creative agencies and design firms. The tasks do not necessarily need to be done at the office.
However, this flexibility requires the employees to be attentive and ready at any time, especially in a time of crisis. It's strongly suggested to bring electronic gadgets like mobile phones or laptops while working remotely.
Produce consistent results
At the end of the day, results are the benchmark of evaluating employees' productivity. Use the flexible time to hone your skills. Try to produce consistent results to strengthen the company's faith in your working ability, even if you are not physically present at the office.
0 notes
randieka · 7 years
Text
Why I never care in passion.
All motivators are talking about passion, finding passion, working based on passion or another fucking statement like that. And now, you’re lecturing me about passion? Come on guys, I really really don’t care. It was so klise, much of justification to be a spoiled.
Ok, before you start each section, feel free to open your Spotify and play this song:
Work-hard is a must –skills need to be honed
To begin this part, let’s start with a question “why people are talking about passion?”: first as a defense; second as an alibi; third, again, klise.
A: Ahh... I’m feeling so hard to do all of my task in office. I think this isn’t my passion. I don’t like this activities, to make a procedural quote for marketing research. B: Oh, by the way, what’s your passion? A: Emm… 
You’re going to find so many peoples like this. To easy for me to find it around me here.
Trust me, if you get an adversity, it doesn’t mean you have no passion on that. The problem is about your capabilities to do a problem solving. So, how to solve it all? Learning. If necessary, learning by fighting. And then, you will get the most creative and easiest steps to solve it all, so you’re going to say: “Yeah.. I’ve found my passion. I like this activity. Easy for me, and makes me feel so good”. Deal with it. 
So the key is about work-hard, to find your own expertise on something that you work on. 
Finding passion is wasting time
As a millennial, we’re facing with a fast-dynamic business process. Competition is getting no limit. We need to take more speed for standing balanced or even better. Success story says, the best business is a running business. Run it as fast as you can, cause if you’ll failed, the failed is staying on your beginning, there’re something to learn. But if you do nothing, yup, another peoples get it first. And they’ll say bye-bye to you.
Passion is not to be found, but they will find us.
Inline with conversation above, why finding passion is wasting time, because you never know detail what is your passion. You should try one-by-one so many things to find it well. Passion is different with destiny. So never expect it will come by itself. Work… work… work… you’ll learn on it, include about your beloved passion. 
Passion schema on my mind:
Tumblr media
I believe in an evidence. In DailySocial, as an editor, I love to do an interview with a startup Founder or CEO, squeeze their knowledge and best practices, for example you can read this story, or this story. I have more "faith" in people like them –not on people who are just giving motivation-speech on a stage (I mean motivators hahahaha). Easy to talk, but difficult to implement it in a real life.
When you’re reading a success story from a great people, anything explained is about their workhard. Just like an answer that I’ve got from all my interview with a success founder. Good strategy was born on experiences. Good skill was born on learning hard. And your passion is only sticking when you’ve felt success finding your best strategy.
0 notes
randieka · 8 years
Text
They need more than a worksheet
Tumblr media
I was telling them about the mechanisms for creating a digital game. After a student asked me about “How to make Angry Bird?” in my digital literacy class. A question that blew my spirit and optimism.
I just believe that every student needs more than a worksheet or paper-book to take them to a “future-bridge”. More than it, a lot of inspiring things are going to change their live.
Tumblr media
For me teaching is not just about how to share them a math theory or grammar. More than it, it’s about to ask the student to have more dreams. Build their confidence that what they learn will be significantly beneficial to their lives.
Tumblr media
Success stories always start from limitations. Unfortunately the dream should not be restricted. And we have to agree.
Tumblr media
As an Education Manager in a world-wide research lab, educational-sphere is not a new thing for me. I talked to many teachers about teaching with technology for an efficiency, and encourage teachers to improve their personal competency. And I felt their sorrow to the facility, but they are always excited to learn. My conclusion, what we do should be continued. It’s not about the facilities, but on how they adapt. Adapt to the sophistication and circumstances.
Tumblr media
The reason why I was so excited to join this class. And this is also being my personal testimony in Kelas Inspirasi:
Beberapa waktu lalu, saya duduk bersama seorang Co-Founder sebuah perusahaan rintisan yang sedang naik daun, bernama SaleStock. Diskusi kami mengerucut pada susahnya industri dalam mendapatkan talenta untuk menjadi pekerja baik di perusahaan. Di hari berikutnya saya berdiskusi bersama tiga orang dosen dari tiga universitas ternama di Indonesia dalam sebuah kegiatan kantor, ketiganya memaparkan tentang sulitnya lulusan sekarang dalam mendapatkan pekerjaan. Sebuah hal yang aneh menurut saya. Ada yang sedang butuh, stoknya banyak, tapi kok tidak saling ketemu.
Selama dua weekend, saya coba melakukan analisis mendalam dari dua sisi. Saya mencoba menelisik, apakah ada yang salah dengan kurikulum di sekolah/kampus? Apakah ada yang salah dengan cara belajar siswa/mahasiswa? Ternyata tidak. Lebih banyak saya menemukan sebuah kebimbangan yang dimiliki oleh siswa/mahasiswa, tentang sebuah pertanyaan besar “kamu mau jadi apa?”. Esensi cita-cita sudah sangat melebur, bukan menjadi sebuah tujuan, melainkan hanya formalitas, supaya ketika ditanya atau mengisi biodata, ada yang dijawab atau dituliskan.
Dari situ saya berkeinginan, bahwa ini tidak boleh berlanjut, setiap orang harus memiliki banyak pilihan, dan mengetahui detil masing-masing pilihan yang tersaji.
Tumblr media
And we are the agents of change. Do not hesitate to tell them what we have. They need it. Who ever you are.
Tumblr media
0 notes
randieka · 8 years
Text
My First Surabaya Visit (+VLOG)
Last (long) weekend was being my first time for exploring "Kota Pahlawan" or Surabaya. After postponed for a week, because I was getting a health issue, I decided to do it at the week. Very lucky I have an awesome friend there, named Nia Wibiyana. She helped me to plan my exploration in Surabaya.
And this is my journey's story in Day #1.
Departing from Yogyakarta in the morning (7 AM), hope to touch down in Surabaya can directly check-in at the hotel. As estimated, I arrived in Surabaya at 2 PM (on train station), and went to the hotel by taxi in one hour. A fortune for me, the traffic was so smooth. Nia said that in the long weekend people in Surabaya traveled outside the city (in Malang).
At 3 PM, I was staying at the hotel, and 30 mins later, Nia and I started the trip. And here's our first destination.
youtube
For going to the venue, from my hotel takes 45 minutes.
To be continued.
1 note · View note
randieka · 8 years
Text
Education is still being our fundamental of life (Part 2)
On my first article, I've explained two points about how to upgrade the educational model in our mind. First point talked about resources, and the second one described about getting a mentor for studying. In this part 2, I'm going to continue my duty with this scene, to share you the next point.
(3) Starting with your passion
After we found the most effective resources and good mentor, the next thing is about how to begin our way. And the best starter kit for doing a learning is about passion. Passion is about whatever you like, love and enjoy to do. For example, I do love with astronomy, I like to read anything about galaxy, planet, meteor, comet and earth, so that why I do love to collect so many encyclopaedia about astronomy. From this collection I love to stay in my room to do reading.
Moving to the most factual sample. Studying math for junior high school. We can begin with a fun problem, for the example when we need to know about Aljabar's formula, at first we need to know the reality problem which has problem solver with the formula. Students can imagine easier, and the mentor gets the efficient scheme to take a case study.
Do what you love, and find what you love from anything in front of you. There're so many loves that can be yours.
(4) Taking your time
Study smart is much, much, much better than study hard. Study hard wasted your energy (and may be also wasted time), and study smart charging your brain properly. For doing a study smart, we need to spare our best time to do that. Time management is the key. We choose the most fresh time to start our study. It can be in the morning, late night, or anytime in your best (fresh) condition. So that why I don't agree with a fix time schedule for studying. I think it should be a flexible, conducted by our condition.
(5) Implementing the result
Personally I have a problem with my process of study. When I read a book/paper/journal or anything about the lesson, I got so fast to forget the insight. That's freak! I need to read again, again and again. Excepted reading something that I love in, like astronomy encyclopaedia. 
The best way to not be easily forgotten by implementing what we learned. And the sample (back to the sample in 3rd point).
So.
Education is a process of study/learning. And the process should be fun, and also right (I mean efficient and effective). That's all my fun way, if you're thinking it can be yours, please take it away. Thanks for reading. I hope our educational culture can be better for a great future.
0 notes
randieka · 8 years
Text
Education is still being our fundamental of life (Part 1)
I do agree that education is being the most important fundamental of life. So many things crafted by the power of knowledge, and it come from educational-sphere. I don't care about the education gulf, between formal and informal education approach. The main purpose of education is to make people doing right and better. So I think education is about a process, not about the "where are you staying to learn?". 
Here we need to agree, that definition of education is learning, not to school. If you do agree, please continue to read this article. Otherwise, it looks like your someone is already waiting to receive a call from you.
At first, I'm not a teacher, or someone who worked for educational institution. In fact, I'm just a student, no more. So that why, in this opportunity, I will share my opinion about a future approach for a better education in Indonesia.
(1) Rocking with a good resources
To learn something, we need to have something. Yup, we need some resources to make our process of study running perfect. And how to get a good resources for it? The most visible answer is by using the power of technology. Using technology is not just about using a PDF reader to read a copy of slide from Google. Technology should be used to facilitate the process of learning goes easier.
Nah the point is to make it easier. Noted ya.
For example, use the academic search engine to find a great resources. Google Scholar or Microsoft Academic Search did it well. Ok, moving on to the easier sample. To memorize something we can use the appropriate technology. Microsoft Research has a free software called SongSmith. Songsmith generates musical accompaniment to match a singer’s voice. It’s as simple as clicking “record”. By this awesome software I imagine that we can sing our song freely. And we can make a difficult thing to be remembered as a lyric. Got it? Ya, I thing it's an easy approach.
Please tell me your own awesome approach ya... :) 
(2) Finding a right mentor
In this digital era, your mentor can be a robot. Yes, I'm serious, robot. So I say mentor, not a teacher. But if you can find a human for being your mentor, it's going to be better (and I’m still learning with human teachers at the day). But again, technology was making the process easy. I would like to thank to Facebook that has connected me with so many wonderful people around world. With a good communication skill (I mean with a politeness), in a second we can make a conversation with our mentor to discuss our problems.
I did it well. This article became one of the proofs.
I collaborated with a Teachers from Temanggung (Central Java) to discuss so many things about educational science in Indonesia. Absorbed wonderful insights from her to open up my mind about the concept of education, via chatting feature. We're starting from a friendship through Facebook. Thank you Mrs. Penni.
So I think the limitations are not being a hindrance to implementing education as a necessity. 
To be continue on part 2.
0 notes