Tumgik
belajarnulisku · 18 days
Text
Tumblr media
Hari ini adalah perayaan 5 tahun saya di Tumblr 🥳
0 notes
belajarnulisku · 18 days
Text
Transportasi Idaman, Cuma dalam Islam
by: Imtinana Nafilah
Sebuah hadits menyatakan: kebahagiaan seorang muslim itu ada dalam tiga hal: Hunian yang luas, tetangga yang shalih dan kendaraan yang nyaman. Siapa sih, yang ngga mengidamkan kendaraan yang nyaman? Kayaknya ngga ada deh. Mau pergi deketan ngga perlu risau, traveling jauh juga aman siap sedia, apalagi kalo moda transportasinya murah meriah dan mudah diakses. Itu nilai plus banget.
Jaman sekarang segala macam transportasi ada banyak macamnya. Mulai dari transportasi umum sampai pribadi, yang bisa mengangkut banyak manusia sampai khusus mode privasi juga ada. Ngga heran, jalanan saat ini penuh sesak dengan kerumunan kuda besi berbagai jenis. Begitu pun dengan kehidupan jalanan. Ada banyak peristiwa mengejutkan yang terjadi di dalamnya. Jika ingin berharap, tentu kenangan indah yang tersimpan, sayangnya lebih banyak kenangan menyakitkan tersimpan di sana. Survei menyebutkan, kecelakaan lalu lintas menempati peringkat kedua penyebab kematian tertinggi di dunia dan ketiga di Indonesia (dephub.go.id). Tiap hari suguhan layar kaca dipenuhi dengan berita laka maut. Sebut saja Kecelakaan Bus di Ciater, Insiden KA di Cicalengka, Laka Tol Jombang, dan masih banyak lagi—yang mungkin hampir menjadi keseharian masyarakat lihat di area tempat tinggal atau perjalanan dari rumah menuju kantor atau sekolah.
Berbagai asumsi penyebab laka maut digali. Bila dianalisis, peristiwa ini menyisakan beberapa catatan. Hal ini nyatanya terkait buruknya tata kelola transportasi. Sungguh, kelalaian berulang dari pemerintah dalam mengupayakan keselamatan transportasi telah membawa mudarat bagi publik. Sekian banyak insiden terdahulu, ternyata masih belum menjadi pelajaran berharga yang mestinya menjadikan pemerintah melakukan berbagai perbaikan agar kecelakaan tidak terulang, apalagi hingga menelan korban jiwa. Apa yang telah terjadi memanglah kuasa Allah, namun meminimalisasi akibat tentu bisa diusahakan.
Banyak diantara penyebab kecelakaan berasal dari lalai; kendaraan yang kurang memadai, jalanan yang kurang layak, hingga kondisi pengemudi yang kurang fit. Penentuan penyebab kecelakaan secara cepat seyogianya dapat menjadi evaluasi dan mitigasi pada masa yang akan datang agar tidak terjadi lagi kecelakaan. Kelayakan fasilitas publik seperti kondisi jalan, kualitas kendaraan, uji kelayakan kendaraan hingga kebijakan administrasi membutuhkan peran negara sebagai penanggung jawab utama melindungi keselamatan rakyat selama melakukan perjalanan.
Sayangnya, banyak sarana keselamatan hanya berbentuk imbauan dan saran agar tidak terjadi kecelakaan. Seperti halnya tulisan peringatan yang biasa kita lihat di jalan raya, “Hati-hati jalan bergelombang, kurangi kecepatan.” Pengguna jalannya diminta hati-hati menyesuaikan kondisi jalan, bukan jalannya yang diperbaiki agar pengguna aman dan nyaman berkendara. Terbalik, bukan?
Jika ditelusuri secara mendasar, pangkal penyebab berulangnya kecelakaan terletak pada tata kelola transportasi yang berlandaskan pada sistem kapitalisme neoliberalisme. Terjadinya beberapa kelalaian pemerintah sebagaimana yang disebutkan di atas merupakan hal yang dianggap wajar dalam sistem batil kapitalisme.
Sistem kapitalisme menjadikan sistem transportasi sebagai lahan komersial (pasar) yang akan mendatangkan materi. Neoliberalisme menjadikan hajat hidup publik tidak lebih sebagai komoditas (barang dagangan).
Dalam sudut pandang neoliberalisme, sangat penting untuk memisahkan fungsi regulator dan operator (pelaksana). Negara hanya berperan sebagai regulator, peran negara di bidang ekonomi hanya pada aspek pengaturan (regulasi), pengawasan (monitoring), dan penegakan hukum (law enforcement).
Pengelolaan transportasi diserahkan sepenuhnya kepada operator, yaitu korporasi. Sedangkan tujuan utama berdirinya operator adalah meraih keuntungan, bukan melayani masyarakat. Alhasil, masalah keselamatan bukan prioritas utama.
Sungguh, sistem kapitalisme neoliberalisme adalah sistem batil dan zalim dalam pengelolaan transportasi darat. Jaminan keselamatan bagi masyarakat saat bertransportasi dalam sistem ini adalah hal yang nihil, tidak mungkin terwujud secara hakiki. Inilah bahaya politik transportasi kapitalistik.
Oleh karenanya, negara ini harus berpaling dari pengelolaan transportasi sistem batil kapitalisme neoliberalisme kepada pengelolaan sahih yang menjamin keselamatan masyarakat dalam bertransportasi secara hakiki.
Hanya Islam yang memiliki prinsip pengelolaan transportasi publik yang shahih karena dilandasi syariat Islam yang berasal dari Sang Pencipta. Transportasi faktanya tidak saja sebagai urat nadi perekonomian, tetapi lebih dari itu, yakni urat nadi kehidupan masyarakat sehingga merupakan kebutuhan dasar publik. Sehingga negara bertanggung jawab penuh dalam memenuhi hajat publik, salah satunya transportasi nyaman dan infrastruktur publik yang aman bagi pengguna jalan. Negara berkewajiban memberikan rasa aman dan nyaman bagi setiap warga yang melakukan perjalanan baik dalam kota, antarkota, antarprovinsi, bahkan antarnegara. Inilah yang semestinya negara lakukan untuk menjamin keselamatan rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Pemerintah adalah raa’in dan penanggung jawab urusan rakyatnya.” (HR Bukhari).
Negara juga bertanggungjawab atas ketersediaan transportasi publik yang memadai. Tidak boleh terjadi dharar (bahaya seperti kesulitan, penderitaan, kesengsaraan) yang menimpa masyarakat pengguna transportasi. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada dharar (bahaya) dan tidak ada membahayakan/memudaratkan (baik diri sendiri maupun orang lain).” (HR Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Daraquthni).
Pertama, membangun dan memperbaiki sarana publik seperti jalan raya secara totalitas. Artinya, perbaikan jalan harus dilakukan secara menyeluruh. Mulai dari pemilihan bahan untuk mengaspalnya dan proses pengerjaannya. Begitu pula dengan sarana lainnya seperti lampu penerang jalan yang harus ditempatkan di semua jalan raya yang dilalui rakyat. Jangan sampai ada jalan raya tetapi tidak ada lampunya.
Begitu pun dengan ruas-ruas jalan yang berpotensi atau rawan terjadi kecelakaan. Negara harus melakukan mitigasi lebih dini. Hal ini bisa dilakukan dengan rekayasa lalu lintas, perbaikan struktur jalan, menghilangkan atau mengurangi unsur hazard (kondisi berbahaya), semisal rambu lalu lintas yang jelas, memasang penerangan atau marka jalan yang menyala apabila tersorot cahaya lampu kendaraan, dan sebagainya yang dapat mengurangi risiko kecelakaan.
Kedua, pemerintah menyediakan moda transportasi dengan teknologi terbaru dan tingkat keselamatan yang tinggi sehingga kelaikan moda transportasi jenis apa pun terjamin kualitasnya. Negara tidak boleh menyerahkan penyediaan moda transportasi ini kepada operator swasta ataupun asing. Negara harus mempermudah rakyat mengakses moda transportasi jenis apa pun secara murah, aman, nyaman, dan berkualitas.
Ketiga, membangun industri strategis, yakni industri IT dengan segala risetnya yang dapat membantu menghindarkan rakyat dari hal-hal yang mengganggu perjalanan sehingga dapat terhindar dari kecelakaan.
Keempat, menegakkan sistem sanksi tegas bagi siapa pun yang melanggar aturan yang sudah negara tetapkan.
Agar transportasi nyaman dan penumpang aman selama perjalanan, negara mewujudkannya dengan pembiayaannya melalui anggaran baitulmal. Salah satu sumber pemasukan baitulmal, yaitu pengelolaan kekayaan alam harus ditangani dengan benar (sesuai syariat Islam) sehingga memiliki kemampuan finansial yang memadai agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari sumber daya alam yang mereka miliki. Di antara manfaat itu ialah transportasi dan infrastruktur publik yang memadai, aman, dan menyenangkan.
Anggaran yang digunakan untuk semua hal di atas bersifat mutlak, artinya ada atau tidak ada dana kas negara yang diperuntukkan pembiayaan transportasi publik, yang ketiadaannya berdampak bahaya bagi masyarakat, wajib diadakan oleh negara.
Beberapa prinsip pengelolaan transportasi di atas menunjukkan bahwa hanya Islam yang dapat merealisasikan terwujudnya keselamatan transportasi darat secara hakiki. Mari kita beralih dari sistem kapitalisme menuju sistem Islam anugerah dari Sang Pencipta Alam.
Allah Taala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya apabila menyeru kalian kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepada kalian.” (QS Al-Anfal [8]: 24).
0 notes
belajarnulisku · 2 months
Text
Pajak Kapitalisme VS Pajak Islam
Oleh : Imtinana
Gejolak pajak terus membayangi masyarakat tiada henti. Kehidupan semakin sempit, namun penghidupan kian sulit dicari. Saat ini rakyat bertanya-tanya dalam benak, akankah kebijakan ini terus dilancarkan? Sanggupkah menopang beban ini sekian waktu ke depan? Mengapa pajak kian membengkak? Dengan jalan inikah tingkat kesejahteraan akan meningkat?
Mari kupas secuil persoalan ini agar sedikit terang dan kian terbuka keruwetan pikiran yang mendera.
Pajak ialah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa imbalan kembali yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum terkait tugas negara dalam penyelenggaraan pemerintahan (PJA Adriani).
Menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro, SH tahun 1990, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Dapat kita simpulkan bahwa pungutan pajak merupakan pendapatan dari masyarakat yang dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pengeluaran-pengeluaran pembangunan yang digunakan untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Namun, benarkah ekonomi negara hanya memiliki harapan dari sektor pajak?
Menurut UU No. 17 Tahun 2003, pendapatan negara yaitu hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai dari kekayaan bersih yang bersumber dari penerimaan negara, baik yang bersumber dari penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, maupun hibah.
Di Indonesia, pendapatan negara dirancang serta dikelola dalam rancangan APBN. APBN ini menjadi dasar mengalokasikan penerimaan negara untuk membiayai kegiatan pembangunan negara termasuk kepentingan umum yang juga mencakup kepentingan individu seperti kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya.
Kebijakan menaikkan pajak tentu membebani rakyat, tetapi menutupi defisit anggaran negara. Menurunkan tarif pajak akan mengurang beban rakyat, tetapi negara mengalami defisit keuangan.
Kalaulah tidak naik, kenaikannya akan beralih pada sektor lain yang sekiranya bisa menambah pendapatan negara. Ini karena dalam sistem kapitalisme, pajak merupakan sumber pendapatan negara. Setiap negara yang menganut ideologi kapitalisme pasti memungut pajak dari rakyat. Bahkan, rakyat akan dikejar pajak hingga pemasukan negara bertambah. Hal ini juga berlaku bagi Indonesia yang menerapkan sistem kapitalisme.
Negara yang memiliki utang hingga ribuan triliun seperti Indonesia sulit untuk tidak berutang. Menurut cara pandang kapitalisme, cara terbaik mengurangi utang yang sudah segunung itu adalah dengan menaikkan tarif pajak atau mencari apa saja yang bisa dikenai tarif pajak. Alhasil, kenaikan tarif pajak adalah kebijakan yang pasti terjadi, siapa pun pemimpinnya.
Oleh karena itu, langkah logis yang diambil oleh negara pengemban kapitalisme adalah dengan berutang. Negara juga melakukan pengurangan dan penghapusan subsidi, pengurangan anggaran untuk rakyat, serta privatisasi BUMN dalam rangka liberalisasi ekonomi.
Negeri ini kaya dengan sumber daya alam, tetapi tersia-siakan lantaran tidak dimanfaatkan dengan benar dan malah dikapitalisasi sesuai kepentingan pemilik modal. Saat negara kehilangan pendapatan, pajak pun diberlakukan meski harus menambah beban rakyat.
Dalam sistem Islam, sumber penerimaan negara yang masuk ke baitulmal (kas negara) diperoleh dari (1) fai (anfal, ganimah, khumus), (2) jizyah, (3) kharaj, (4) ‘usyur, (5) harta milik umum yang dilindungi negara, (6) harta haram pejabat dan pegawai negara, (7) khumus rikaz dan tambang, (8) harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan (9) harta orang murtad.
Pajak yang diberlakukan dalam baitulmal sangat berbeda dengan sistem pajak hari ini, baik ditinjau dari aspek subjek pajak, objek pajak, maupun tata cara pemungutannya. Kalaupun ada kesamaan penggunaan istilah pajak, ini karena sama-sama dipungut dari negara semata.
Pajak dalam sistem Islam dikenal dengan istilah dharibah. Ia adalah jalan terakhir yang diambil apabila baitulmal benar-benar kosong dan sudah tidak mampu memenuhi kewajibannya. Dalam kondisi ini, pajak diberlakukan atas kaum muslim saja. Pengenaan pajak dilakukan dari sisa nafkah (setelah dikurangi kebutuhan hidup), dan harta orang-orang kaya, yaitu dari sisa pemenuhan kebutuhan primer dan sekundernya yang makruf.
Pajak dipungut berdasarkan kebutuhan baitulmal dalam memenuhi kewajibannya. Pajak tidak boleh dipungut melebihi kebutuhan sebagaimana mestinya. Apabila kebutuhan baitulmal sudah terpenuhi dan sudah mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya dari sumber-sumber penerimaan rutin, pungutan pajak harus dihentikan.
Dalam Islam, pajak diterapkan atas individu (jizyah dan pajak atas kaum muslim), tanah kharaj, dan cukai atas barang impor dari negara yang mengenakan cukai terhadap pedagang kaum muslim. Alhasil, tidak memberikan beban ekonomi yang berat bagi masyarakat.
Artinya, pajak dalam Islam hanya diterapkan secara temporal, bukan menjadi agenda rutin sebagaimana yang kita rasakan hari ini. Dalam sistem ekonomi Islam, masih ada dua sumber penerimaan negara, yaitu bagian kepemilikan umum dan sedekah. Syekh An-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kepemilikan umum itu adalah sebagai berikut.
Pertama, fasilitas/sarana umum yang jika tidak ada pada suatu negeri/komunitas akan menyebabkan banyak orang bersengketa untuk mencarinya, seperti air, padang rumput, dan jalan-jalan umum.
Kedua, barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas (sangat besar), seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah, besi, uranium, batu bara, dan lain-lainnya.
Ketiga, sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai, dan danau.
Sumber penerimaan dari kepemilikan umum inilah yang berpotensi besar memberikan pendapatan terbesar bagi negara. Negara mengelola kepemilikan ini secara mandiri. Menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pemasukan negara hanya akan memperburuk kondisi ekonomi negara. Berpotensi pula terhadap peningkatan angka kemiskinan.
Nah, mulai terbuka ya, pertanyaan benak rakyat tadi. Ternyata sebenarnya ada jalan keluar yang lebih melegakan, meski berarti perlu sedikit pembenahan dalam pengaturan ekonomi-politik. Dan ini tentu perlu perubahan mendasar, karena berkaitan dengan mindset pengaturan negara yang tidak bisa dibenahi di satu sisi saja namun komprehensif.
Oleh karena itu, sudah saatnya negeri ini berbenah secara sistemis. Dengan penerapan sistem Islam secara kaffah, kebijakan negara akan mengacu pada hukum-hukum syariat sehingga negara tidak akan bingung mencari sumber pendapatan negara. Negara juga tidak akan mudah menjerat rakyat dengan pajak. Wallahu a’lam. Disunting dari berbagai sumber.
1 note · View note
belajarnulisku · 2 years
Text
Sekedar curcol
Kemarin saya masih isi Pertalite di SPBU dan tentu saja antre. Bahkan sebelum mengisi di SPBU dengan antrean mengular, saya mampir di salah satu SPBU di kota, si BBM subsidi terfavorit ini masih dalam perjalanan, belum dimuat alias kosong! Bukan hal yang aneh, sudah biasa dan kita tahu ujungnya, kita hapal polanya. Permintaan melonjak, stok menipis, kelangkaan, dan merangkak naiklah harganya. Duar! BBM naik lagi. Ga usah panik, ga perlu protes. Udah capek hati ini. Berkali-kali dikasih janji sejahtera aman sentosa, tapi kenyataannya jauh dari harapan. Masih sama pula alasan yang didengungkan, “subsidi membebani APBN”, “subsidi tidak tepat sasaran”, “harga internasional lebih tinggi dari harga pasaran lokal”, dan lain sebagainya yang senada. Bukan kali pertama ini terjadi. BBM naik pasti menghasilkan efek domino. Segala biaya produksi, distribusi bahkan ranah konsumsi juga pake BBM. Mau olah lahan pakai traktor pasti beli BBM, nyelip gabah beli BBM, angkut beras butuh BBM, mau beli sayur, antar sayur semua butuh BBM. Apesnya, BBM naik segala kebutuhan dasar, pokok, bahkan tambahan akan ikut naik. Luar biasa! Ngga cuma itu aja, dengan melambungnya harga-harga maka daya beli masyarakat akan turun, ini akan membuat perekonomian negara lesu, lalu apa yang akan terpikir sebagai solusi? Mari kita bagi-bagi BLT. Waddaw! Apakah solusi ini solutif? Mari kita telusuri bersama. Dengan alasan meningkatkan daya beli masyarakat, pemerintah akan mengucurkan dana BLT, dengan beredarnya uang ‘berlebih’ di masyarakat tentu roda perputaran ekonomi akan terus bergerak, tapi ingatkan kembali dengan inflasi. Salah satu penyebab inflasi adalah banyaknya uang yang beredar dan naiknya harga-harga tidak akan bisa dicegah lagi. Ditambah lagi dengan mindset ‘uang gratisan’ yang menambah konsumerisme gaya hidup, jelas uang tersebut akan ‘lari’ ke tempat yang bukan seharusnya. Mari kita berpikir! Mengapa ini semua terjadi? Kapan semuanya berhenti dan tenang menjalani kehidupan tanpa kesempitan dada?!
Soon, to be continued~
10 notes · View notes
belajarnulisku · 2 years
Text
BENARKAH BLT MAMPU ATASI KEMISKINAN ?
Nana ft. Wono
Pemerintah memutuskan untuk mempercepat pemberian beberapa jenis bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat menjadi sebelum lebaran Idul Fitri. Hal ini dilakukan agar golongan masyarakat penerima bisa membeli dan mempersiapkan kebutuhan hari raya. Beberapa target golongan penerima bansos yaitu karyawan atau pekerja, pelaku usaha atau usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pelajar (SD-SMA), pedagang kaki lima (PKL) hingga nelayan.
Program bansos ini merupakan bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022 di tengah pandemi COVID-19 dan kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat. Ada beberapa bentuk bantuan yang ditambahkan pemerintah sejak April 2022 seperti BLT minyak goreng hingga BLT untuk pelaku UMKM. Berikut ini merupakan enam jenis bantuan yang akan diberikan pemerintah menjelang Lebaran Idul Fitri 1443 H:
1. Kartu Prakerja
Program Kartu Prakerja sudah memasuki gelombang 26. Penerima Kartu Prakerja nantinya akan mendapatkan mendapatkan total bantuan senilai Rp3,55 juta yang terdiri atas bantuan pelatihan Rp1 juta, insentif setelah pelatihan Rp2,4 juta, dan insentif survei Rp150 ribu.
2. Program Keluarga Karapan (PKH)
PKH merupakan program bantuan reguler yang diberikan Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) untuk masyarakat rentan dan kurang mampu. Besarannya berbeda- beda tergantung golongan.
3. Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) , diberikan setiap bulan dengan nominal Rp200 ribu. Menjelang Lebaran, pemerintah akan memberikan sekaligus BPNT untuk April, Mei, dan Juni dengan total Rp600 ribu untuk tiap penerima.
4. BLT Minyak Goreng
Bantuan ini baru diumumkan pemerintah mulai April 2022 dengan besaran Rp100 ribu tiap bulan. Namun, BLT minyak goreng yang akan cair sebelum Lebaran bernilai Rp300 ribu untuk tiga bulan berturut-turut, yaitu April, Mei, dan Juni. Ada tiga syarat penerima BLT minyak goreng yang ditentukan Presiden Jokowi, yaitu para penerima BPNT, penerima PKH, dan Pedagang Kaki Lima (PKL).
5. Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima, Warung, dan Nelayan (BPTKLWN)
Bantuan ini menyasar PKL, UMKM berbentuk warung kecil, dan nelayan sebagai targetnya. Besaran nominal yang akan diberikan yaitu Rp600 ribu. Nantinya bantuan ini akan diberikan dalam bentuk tunai oleh TNI dan Polri.
6. BLT Dana Desa
Bantuan Dana Desa merupakan bantuan dibawah naungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. BLT Dana Desa yang akan cair sebesar RP300 ribu per bulan. Sekitar 40 persen dari BLT ini akan diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan dan sisa 60 persennya dianggarkan untuk pemberdayaan desa tersebut . (IDN TIMES)
FAKTA KEMISKINAN
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka kemiskinan yang ada di Indonesia pada Maret 2021. Hasilnya, terdapat 27,54 juta penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan hingga kuartal I 2021. Adapun tolak ukur penduduk miskin ini mengacu pada masyarakat yang hidup di bawah angka garis kemiskinan per Maret 2021, dengan batas pendapatan Rp472.525 per kapita per bulan. (Merdeka.com)
Persentase penduduk miskin pada September 2021 sebesar 9,71 persen, menurun 0,43 persen poin terhadap Maret 2021 dan menurun 0,48 persen poin terhadap September 2020.
Jumlah penduduk miskin pada September 2021 sebesar 26,50 juta orang, menurun 1,04 juta orang terhadap Maret 2021 dan menurun 1,05 juta orang terhadap September 2020.
Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2021 sebesar 7,89 persen, turun menjadi 7,60 persen pada September 2021. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2021 sebesar 13,10 persen, turun menjadi 12,53 persen pada September 2021.
Dibanding Maret 2021, jumlah penduduk miskin September 2021 perkotaan turun sebanyak 0,32 juta orang (dari 12,18 juta orang pada Maret 2021 menjadi 11,86 juta orang pada September 2021). Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 0,73 juta orang (dari 15,37 juta orang pada Maret 2021 menjadi 14,64 juta orang pada September 2021).
Garis Kemiskinan pada September 2021 tercatat sebesar Rp486.168,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp360.007,- (74,05 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp126.161,- (25,95 persen).
Pada September 2021, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,50 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp2.187.756,-/rumah tangga miskin/bulan. (bps.go.id)
Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin menilai kenaikan harga pangan dan energi seperti BBM dan LPG telah menjadi pukulan bagi daya beli mayoritas masyarakat negara ini. Hal ini diduga telah menaikkan angka kemiskinan. “Saya meyakini kenaikan harga komoditas strategis seperti pangan dan energi ini telah berdampak luas pada rakyat Indonesia terutama terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah,” kata Akmal di Jakarta, Senin (4/4).
Menurut Akmal, ada sekitar 115 juta kelas menengah dan masih ada ratusan juta rakyat menengah ke bawah yang terguncang dengan persoalan kenaikan harga ini. Legislator asal Sulawesi Selatan II ini mengatakan kini masyarakat telah terpukul dengan sejumlah harga pangan masih bertahan di harga tinggi, mulai dari minyak goreng hingga cabai rawit merah. Di sisi lain, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 Persen dan kenaikan harga Pertamax serta Solar nonsubsidi pun terjadi. Bahkan solar subsidi terjadi kelangkaan padahal BBM ini menjadi andalan transportasi logistik untuk mendistribusi pangan dari sentra produksi ke konsumen.
Akmal mengatakan persoalan minyak goreng yang merupakan janji pemerintah untuk menyediakan subsidi dengan harga 14 ribu rupiah hanya isapan jempol belaka.(jppn.com)
Direktur Eksekutif Core Indonesia Muhammad Faisal memprediksi inflasi RI bakal melonjak di level 5 persen, jauh lebih tinggi dari prediksi pemerintah. Lonjakan tersebut ia proyeksi terjadi jika pemerintah jadi menaikkan harga bensin Pertalite dan gas LPG 3 kg. Bila kedua komponen tersebut yang notabene merupakan barang konsumsi mayoritas masyarakat menengah ke bawah naik, maka tak ditutup kemungkinan inflasi melesat ke level 5 persen.
"Kalau Pertalite dan gas LPG 3 kg naik, bisa jadi (inflasi) setinggi 5 persen dan yang kita tidak bisa prediksi adalah expected inflation. Ekspetasi inflasi yang bisa melebihi riil inflasinya sendiri," jelas dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/4).
Namun, ia menilai inflasi RI dalam waktu dekat belum akan setinggi AS di level 8,5 persen atau Uni Eropa di kisaran 6 persen. Di sisi lain, Faisal mewanti-wanti soal dampak domino yang bisa menimpa Indonesia jika inflasi tak terkendali di saat daya beli belum pulih. Peringatan dampak itu terutama untuk kalangan menengah ke bawah. Ia menuturkan isu kesenjangan akan kian mengemuka. Dan itu katanya, tak hanya menimpa sektor ekonomi saja. Kalau dibiarkan, itu bisa memicu ketidakstabilan politik dan social.
SIMPULAN
Setelah melihat fakta berdasarkan data-data diatas terkait banyaknya jumlah orang miskin dan potensi golongan kelas menengah yang akan menjadi miskin juga, akibat dari ketidakstabilan harga harga kebutuhan masyarakat. Maka perlu kiranya kita melihat, adakah solusi yang diberikan pemerintah –berupa pemberian BLT yang dipercepat sebelum lebaran ini– dapat menurunkan atau bahkan menghilangkan angka kemiskinan di negeri ini?
Faktanya, bahwa penerima BLT ini tidak semuanya tepat sasaran adalah sudah menjadi rahasia umum, banyak keluarga perangkat maupun pejabat yang tergolong mampu justru mendapat BLT sedangkan yang asli miskin justru terlewat. Lebih parah lagi, sumber dana BLT sudah mafhum bahwa itu merupakan dana hutang luar negri, bukan hasil dari kekayaan alam yang dimiliki oleh negri ini. Jadi alih-alih menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat , malah pemerintah menambah masalah menjadi semakin rumit.
Mungkin bagi sebagian penerima BLT, apa yang mereka terima mampu meringankan beban ekonomi mereka, tapi bagaimana dengan orang miskin yang tidak menerima? Ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial dan dampaknya tidaklah bagus.
Inilah gambaran kehidupan rumit dalam sistem kapitalisme, senantiasa menambah masalah dengan masalah baru, tanpa mau menengok kepada agama yang mereka jauhkan dari kehidupan .
Padahal jikalau mereka mau menengok kepada Islam, sebagai agama yang tidak pernah punya masalah dengan kehidupan sosial, politik, ekonomi, dll, yang artinya Islam senantiasa sesuai dengan segala aspek kehidupan dan relevan untuk semua zaman. Maka dapat ditemukan adanya solusi jitu yang Islam tawarkan dalam mengatasi masalah kehidupan termasuk di antaranya kemiskinan.
Dengan sistem ekonomi Islam, kemiskinan akan dapat diatasi dengan tepat dan cepat. Proses pengadaan APBN hingga distribusi yang sesuai syariah akan menjadikan negara mampu dan sigap ketika terjadi krisis ekonomi. Sehingga masyarakat akan terlayani dengan baik karena negara adalah pelayan masyarakat. Akan tetapi, sistem ekonomi Islam yang baik tersebut tidak bisa berdiri sendiri tanpa penopang dari negara yang akan menerapkannya yakni, Negara Khilafah Islamiyah, negara yang mengikuti metode kenabian yang senantiasa kita nanti-nantikan kelahirannya melebihi kelahiran anak kita sendiri.
Wallahu a’lam bishawab
2 notes · View notes
belajarnulisku · 3 years
Text
Tumblr media
UKT Mencekik Masa Pandemi; Mahasiswa Putus Kuliah
Oleh: Imtinana Nafilah
Asyik, tahun ajaran baru datang! Banyak mahasiswa baru (maba) dengan segudang impiannya harap-harap cemas memulai tapak jenjang perkuliahan. Huhu, apa kabar mahasiswa lawas? Masih berkutat dengan tugas yang bikin spaneng ditemani kuliah daring dan berbagai dramanya? Sibuk nungguin kabar skripsi atau skripsi yang nungguin kabar para mahasiswa? Hihi, yah pokoknya nano-nano banget lah kehidupan kampus.
Eits, tapi yang biasanya bikin ketar-ketir ya UKT (uang kuliah tunggal) bin SPP alias biaya kuliah. Ngga naik sih, tapi susah turunnya! Dengan berbagai faktor penipisan dompet, himpitan ekonomi dan penurunan pemasukan, UKT kejar-kejaran dengan deadline pembayaran. Ditambah lagi pandemi yang belom rampung dan berbagai dampaknya, sepertinya tanggal merah deadline UKT makin menghantui. Tak pelak, banyak sekali mahasiswa terancam punah, eh maksudnya terancam putus kuliah akibat tidak mampu membayar biaya kuliah. Dilansir dari jawapos.com berdasarkan data Kemendikbudristek angka putus kuliah mencapai 602.208 orang. Berarti, ada lebih dari setengah juta mahasiswa yang putus kuliah di Indonesia.
Sedih bin miris, generasi penerus negeri ini kian menipis, padahal begitu sulitnya membentuk intelektual di tengah mahalnya biaya pendidikan utamanya pendidikan tinggi, sehingga tak semua siswa bisa mencicip bangku kuliah atau sekedar mencicip tanpa menyeesaikannya, alias kandas di tengah jalan. Menurut survei yang dilakukan oleh BEM Universitas Indonesia, 72% dari 3.321 mahasiswa mengaku kesulitan membayar biaya kuliah (jabodetabek.com, 20/08/2021).
Kok bisa sih, perkara ekonomi masih jadi penghambat masyarakat kita mengecap pendidikan? Bukankah salah satu tujuan negeri ini masihlah “mencerdaskan kehidupan bangsa”? Ataukah itu sekedar termaktub dalam alinea undang-undang dan buku pelajaran tanpa upaya maksimal dalam realisasi?!
Apakah kebijakan UKT yang saat ini jadi opsi bukanlah solusi? Bukankah itu salahsatu tanda kebaikan hati pemangku kebijakan? Big NO! yang dibutuhkan rakyat bukanlah tetesan air di tengah pdang pasir, tapi oase yang menyegarkan kehidupan ‘panas’ melawan kesengsaraan. Tentu dibutuhkan pembebasan biaya pendidikan tanpa syarat bagi semua rakyat, ini merupakan tanggung jawab berat negara, karena pendidikan merupakan kebutuhan primer rakyat. Dan hal ini adalah mustahil dalam sistem kapitalisme.
Tentulah pendidikan layak dan merata merupakan angan semua bangsa, memiliki generasi intelektual pun juga impian peradaban manusia. Namun, bisa dikatakan panjang angan adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan ala kapitalisme. Peradaban manusia akan stuck di level berpikir jasmaniyah semata. Sebuah bangsa senantiasa berkubang dalam intelektual semu. Fasilitas negara menjadi barang mahal yang akan terus diperdagangkan, tetap jadi komoditas menggiurkan para “pengusaha” yang duduk di kursi pemerintahan. Modal untuk duduk di kursi kebesaran itu sangatlah banyak, hingga menjadi hal yang wajar bila dalam demokrasi-kapitalis kehidupan rakyat digadaikan.
Hal ini tentu jauh beda dengan Islam, dalam Islam ada tuntutan besar yang beriringan dengan tanggung jawab sebagai pemimpin. Kekuasaan adalah amanah. Sebagaimana sabda Rasul “Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari). Dalam Islam, mindset kepemimpinan adalah ri’ayah syu`unil ummah (mengurusi urusan umat) bukan politik jual beli layaknya dalam demokrasi-kapitalisme.
Pendidikan sebagai kebutuhan primer rakyat, yang juga penentu kemajuan sebuah peradaban tentu menjadi prioritas yang patut diperjuangkan baik dari sisi pengadaan, pembiayaan, bahkan pemerataannya. Selain itu, penyelesaian penyelesaian pandemi dilaksanakan berdasarkan konsekuensi hukum syariat dan kesehatan, bukannya pertimbangan ekonomi. Inilah yang akan menghasilkan kehidupan kondusif bagi tumbuhnya generasi intelektual peradaban emas. Telah ditekankan dalam Al Qur’an, bahwa keberkahan akan turun seandainya umat manusia menjalankan syariat Allah, yakni diinul Islam. Insya Allah.
Wallahu a’lam bish shawwab.
3 notes · View notes
belajarnulisku · 3 years
Text
Lonjakan Kasus Covid Luar Jawa, Mengapa Tak Ada Antisipasi?
oleh Imtinana Nafilah
Lagi-lagi Indonesia dihantam dengan lonjakan pandemi Covid-19. Kali ini semakin meluas hingga ke luar Jawa. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ada lima provinsi di luar Pulau Jawa-Bali yang mengalami kenaikan kasus Covid-19 cukup tinggi yaitu Kalimantan Timur (Kaltim), Sumatera Utara (Sumut) Papua, Sumatera Barat (Sumbar) dan Kepulauan Riau (nasional.sindonews.com).
Belum rampung puncak gelombang kedua Covid-19, bahkan semakin merambah wilayah pelosok. Ahli Epidemiologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dr. Yudhi Wibowo mengkhawatirkan potensi lonjakan pandemi Covid-19 di luar Jawa. Jika terjadi lonjakan kasus Covid-19 pada daerah-daerah di luar Jawa, dia meragukan ketangguhan pemerintah daerah merespons hal tersebut (liputan6.com).
Jelas ini meresahkan bin menghawatirkan. Masih ingat lonjakan kasus Jawa-Bali lalu? Daerah yang notabene memiliki fasilitas dan tenaga kesehatan lebih menunjang saja begitu kewalahan menghadapi overloadpasien. Bagaimana dengan wilayah luar Jawa yang kita ketahui sarana dan prasarana di sana masih minim?
Sungguh sangat disesalkan bahwa pemerintah kurang gercep mengantisipasi ledakan kasus pandemi ini. Padahal angan-angan kehidupan normal masih menghiasi mimpi rakyat Indonesia. Sepertinya angan tetaplah angan, mimpi tetap jadi mimpi. Alih-alih me-lockdown Jawa, perjalanan antar pulau masih dibuka lebar, bahkan pemberlakuan PPKM dengan berbagai level masih berbau prioritas ekonomi dibandingkan nyawa rakyatnya. Tentu hal ini menjadi gerbang besar penyebaran virus.
Sangat kentara corak kapitalisme dalam kebijakan rezim dalam menangani wabah ini. Tentu membuka mata kita betapa buruknya sistem sekuler-kapitalis dalam me-ri’ayah rakyat. Kelalaian yang niscaya merupakan buah dari mindset kapitalisme yang mengagungkan nominal di atas segalanya. Nyawa manusia melayang seakan hanyalah hitungan angka saja. Padahal, para pemangku kekuasaan itu dipilih oleh rakyat untuk mengayomi dan menyejahterakannya, bukannya menjadi pembeli fasilitas dan pelayanan negara.
Inilah wajah asli kapitalisme. Di balik jargon indahnya. Sebenarnya merupakan pengaturan yang rusak dan merusak. Jelas jauh beda dari Islam. Sistem yang meniscayakan rahmatan lil ‘alamin ini menjadikan ri’ayah syu`unil ummah sebagai tanggung jawabnya sebagaimana sabda Rasul, “Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Bukhari).
Dalam Islam, nyawa seorang muslim lebih berharga dari dunia dan seisinya, hal ini menjadikan penjagaan terhadap nyawa rakyat menjadi prioritas negara. Sehingga negara akan berupaya menemukan solusi peningkatan layanan kesehatan. Menghadirkan dokter dan tenaga kesehatan yang mumpuni, fasilitas kesehatan yang memadai dan kontrol pemerintah terhadap masyarakat, sehingga antisipasi dapat lebih mudah dilakukan.
Di sisi lain, kewajiban memisahkan orang yang sakit dari orang yang sehat menjadi hukum syara’ yang tidak bisa diganggu gugat. Tentu kebijakan lockdown dan isolasi wilayah terkena wabah akan jadi keharusan. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan 3T (testing, tracing dan treatment) di tengah masyarakat.
Masya Allah, benarlah bahwa Islam satu-satunya solusi. Pedoman dan ‘sangu urip’ manusia. Insya Allah akan membawa keberkahan dan rahmat di muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan” (al A'raf ayat 96). Wallahu a’lam bish shawwab.
2 notes · View notes
belajarnulisku · 3 years
Text
Aku
Aku berbicara tentangku Tentang apa yang aku mampu Terkait apa yang aku mau Hidup bukan milikku Kanan ke kiri Kiri ke kanan Banting setir Rem mendadak Mundur teratur Semua hanya tentang perjalanan dan waktu Aku tau harus kemana Tapi aku alpa Bukan lalai, hanya lupa Atau mungkin tersandung batu hingga jatuh? Mengobati luka sendiri, sendirian Aku tak pernah mengerti mengapa sesakit ini Katanya memberi lebih baik dari menerima Tapi diri sedang dalam keadaan tak sanggup mengulurkan tangan Hanya saja ego meliputi kepala bayangan-bayangan buruk tentang menerima Mendapat bantuan juga uluran tangan Apakah tangan itu benar akan menarik dan membantu? Atau malah menarik untuk kemudian menjatuhkanku?
2 notes · View notes
belajarnulisku · 3 years
Audio
masih suka banget sama yang versi covernya :”
3 notes · View notes
belajarnulisku · 3 years
Text
4414
Wahai burung Qotho,, adakah di antara kalian yang meminjamkan sayapnya untuk aku terbang kepada orang yang mencintaiku? Adakah sepotong hatimu yang hilang? Aku merasakannya lebih Kekosongan itu,, Lebih dari hilangnya cahaya ditelan malam dari banyaknya jumlah mol bilangan Avogadro,, Dari berharganya mutiara di lautan dalam Dari debu yang diterbangkan setitik air hujan Dari jauhnya tahun cahaya bimasakti dan andromeda Getaran itu.. Terasa di setiap mikrometer epidermisku Lebih dari skala richter tektonisme belaka Mengguncang hati dan jiwa Meruntuhkan ego yang asa Namun, tak membuatku lumpuh Hilang rasa dan cita Aku masih ada,, UTUH Terpekur dalam khayalan tak berharga Tersungkur dalam sujud tak sia Menghadap Sang Illahi dengan kata Wahai Sang Perkasa.. Yang punya waktu dan jiwa Lapangkan dadaku Mudahkan urusanku.. Tolonglah, lepaskan ikatan ini Ikatan antara mulut dan hati Ikatan yang tak sudi merajaiku Kepada ciptaan elokmu.. 09.05
1 note · View note
belajarnulisku · 3 years
Quote
Hidup begitu berwarna.. Warna-warni hidupku.. Akan maupun juga lalu.. Kan membekas Suka cita dan juga duka..
2014
1 note · View note
belajarnulisku · 3 years
Text
Learning Loss: Output Otomatis Sistem Kapitalis
Sudah hampir setahun berlalu, virus Corona masih menghantui Indonesia. Belum habis kekhawatiran masyarakat, kasus positif senantiasa bertambah dan masih diperjuangkan penanggulangannya. Update terakhir dari situs Satgas Penanganan Covid-19, per tanggal 13 Februari 2021 data pasien positif Corona mencapai 1.210.703 orang (covid19.go.id).
Mengiringi perjalanan Corona, berbagai kebijakan ditelurkan oleh pemerintah Indonesia demi menekan dampak negatif Covid-19 yang mengancam berbagai sektor kehidupan rakyat. Kehidupan tetap berputar, kewajiban memenuhi kebutuhan sehari-hari harus terus dipenuhi. Pun dengan kewajiban belajar yang tak boleh terlewat, menuntut ilmu harus senantiasa berjalan meski harus dilaksanakan tanpa bertatap muka.
Pemerintah mengambil keputusan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan meluncurkan kurikulum darurat yang diharapkan mampu menjadi solusi opsi terbatasnya akses pendidikan dalam kondisi khusus. Dalam kurikulum darurat, Kemendikbud menyiapkan penyederhanaan kurikulum nasional dan pengurangan capaian kompetensi yang harus dipenuhi siswa (kemdikbud.go.id). Sangat disayangkan, kurang matangnya perencanaan yang dilakukan dan ketidakjelasan acuan kurikulum yang dicanangkan malah semakin memberi efek samping di masa pandemi ini.
Melansir laman Kemendikbud, Minggu (31/1/2021), learning loss berpotensi terjadi akibat kurangnya intensitas interaksi guru dan siswa saat proses pembelajaran. Tidak terpenuhinya kompetensi pengetahuan maupun keterampilan secara akademis otomatis menjadi akibat pembelajaran jarak jauh yang berkepanjangan.
"Ada 20 persen sekolah mengatakan sebagian siswa tidak memenuhi standar kompetensi. 20 persen inilah yang diduga mengalami learning loss yang paling besar hanya 20 persen," ujar Plt. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbud, Totok Suprayitno dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X DPR yang digelar daring, Kamis, 21 Januari 2021 (jawapos.com).
Senada dengan Kemendikbud, peraturan kurikulum madrasah pun mengikuti langkah pelaksanaan kurikulum darurat. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Nomor 2791 tahun 2020, tertanggal 18 Mei 2020, kurikulum darurat menekankan pada pengembangan karakter, akhlak mulia, ubudiyah dan kemandirian siswa. Sedangkan untuk pemenuhan aspek kompetensi, baik dasar maupun inti, masih tetap diperhatikan dengan skala tertentu (m.republika.co.id).
Baik guru, siswa maupun orang tua banyak menemui kendala dan kesulitan selama pembelajaran jarak jauh dijalankan. Sulitnya akses media pembelajaran, penyerapan materi dan konsentrasi siswa yang kurang maksimal, kecanggihan teknologi yang tak mampu dirasa sebagian masyarakat, hingga ancaman learning loss menjadi pil pahit yang harus ditelan masyarakat. 
Kaum muslimin pun terancam kehilangan sebagian besar dari agamanya. Dengan pemahaman Islam berkisar pada aspek individu dan ubudiyah, Islam akan dipandang sebagai agama ritual semata bukannya sebuah ideologi yang mengatur kehidupan manusia.
Dengan solusi pemerintah yang senantiasa bersandar pada mindset sekuler-kapitalistik, keprihatinan ini tidak akan berhenti hingga akar permasalahannya dicabut. Terang sekali bahwa pendidikan berasas sekuler-kapitalis telah gagal mewujudkan tujuan pendidikan. Visi misi yang sarat akan pemisahan agama dari kehidupan menjadi jalan terciptanya generasi yang hanya berorientasi pada profit dan materi. Implementasi kurikulum yang tidak pasti membuahkan kekaburan sehingga melenceng dari cita-cita pendidikan Indonesia.
Hal ini semakin diperparah dengan peran negara yang berlaku sekedar menjadi fasilitator dan regulator yang jelas mengurangi porsinya sebagai pe-
riayah
umat. Betapa jelas dihadapan kita bahwa kebijakan dan pengaturan yang beraroma sekuler-kapitalis menjadikan negara terkesan setengah-setengah saat amanah mengayomi rakyat dipikul. Saat bertanggung jawab sebagai pelayan rakyat.
Padahal jelas sekali persoalan
learning loss
ini kian memperburuk masa depan Indonesia yang kekuatan negrinya berada pada generasi
anyar
. Generasi yang saat ini menjadi para pembelajar, tentu diharap-harap menjadi penerus tonggak kepemimpinan dan pemerintahan. 
Bukankah ini merupakan kekhawatiran kita semua? Bertolak belakang dari pola pikir sekuler-kapitalistik, dalam Islam tentu keberadaan pendidikan salah satu hal terpenting yang diprioritaskan. Ada banyak sekali ayat serta hadits yang kita ketahui bahkan kita hapalkan sedari kecil, menekankan kewajiban menuntut ilmu sejak lahir hingga akhir hayat.
Selain itu, Islam tidak hanya membebani tanpa memberi solusi. Islam disertai kelengkapan pengaturan pendidikan yang jelas, utuh dan tahan krisis. Pendidikan bukanlah hal yang bisa diubah-ubah dengan mudahnya. Visi misi yang berlandaskan aqidah Islam dan ilmu pengetahuan yang berguna untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan akan diintegrasikan secara komprehensif pada tujuan, kurikulum serta metode penerapannya. Hal ini tentu menghasilkan generasi emas yang memiliki kepribadian Islam dan mampu berdaya bagi umat dan negara.
Masyarakatpun tak perlu khawatir dengan pemenuhan kebutuhan pendidikan. Negara sebagai pelaku politik bertugas me-riayah umat, dalam hal ini pemerintah tentu bertanggung jawab penuh akan terselenggaranya pendidikan dan terpenuhinya kebutuhan rakyat akan pendidikan. Rasulullah saw. bersabda, “Imam adalah seorang pemimpin dan ia akan dimintai  pertanggungjawaban atas kepemimpinannya,“ HR. Bukhari.
Solusinya tentu bukanlah sekedar kurikulum darurat. Islam-lah solusi fundamental bagi seluruh problem pendidikan. Harapan satu-satunya hanyalah Islam, yang dengannya potensi learning loss dapat diminimalisasi bahkan dieliminasi. Wallahu a’lam.
Oleh: Imtinana Nafilah
1 note · View note
belajarnulisku · 5 years
Text
Mimpi, katanya
Mimpi, ambisi, target.
Jadi zombie kehidupan yang kejam.
Diam seperti batu
Iya kalo batu, kalo daun yang dibawa air kemana aja?
Disuruh cari ruhnya.
Dimana dia hilang?
5 notes · View notes
belajarnulisku · 5 years
Text
Jadi, apa maksud pesan pamitan?
0 notes
belajarnulisku · 5 years
Text
Memang, bersabar senantiasa disandingkan dengan tawakkal. Karena hanya orang yg bersabar dalam perjuangan itulah yg disebut pemenang. Bukannya sabar dalam keterdiaman.
Semoga bisa menjadi pemantik, cambuk, dan juga batu asah yang baik
1 note · View note
belajarnulisku · 5 years
Text
Meyakinkan
Bukannya apa-apa sih, cuma pengen rehat bentar. Kadang ngerasa bersalah juga kalo kaya gini. Selalu berada di pihak yg ngerasa bersalah. Apa ga nyebelin banget. Contoh rencana yang tidak realistis: tidak dapat mengetahui tujuan serta langkah yang harus ditempuh untuk menemui tujuan tersebut
1 note · View note
belajarnulisku · 5 years
Text
Lihatlah, bahkan langitpun menangis kehilangan salah satu bidadarinya yang turun mendampingiku
- Salim A Fillah
1 note · View note