Tumgik
wahyuode-blog · 5 years
Text
Maksud Tanyamu
Tak usah tanya kenapa aku mencintaimu
Kujawab sekalipun kau tetap berlalu
Lalu apa maksud tanyamu
Puan; jika kau hanya ingin memastikan, silahkan, tapi jangan buat aku tenggelam dengan masa lalu, susah payah-ku puan untuk balik kepermukaan
0 notes
wahyuode-blog · 5 years
Text
undefined
youtube
The beauty of south borneo
0 notes
wahyuode-blog · 5 years
Photo
Tumblr media
Jujur ini adalah titik terendah saya, pengen berhenti rasanya, saya itu tidak berbakat. Lalu Kunto Aji mengupload video klip barunya "REHAT" dan disana ada text "Terimakasih sudah berjuang" seolah ada yang beneran ngucapin itu kesaya, saya merasa tenang, namun tidak sampai disitu. ketika diakhir klip ada footage yang saya kasih ke Kunto dan dipakai, hati saya langsung bilang "jangan berhenti" ini petanda, lalu saya dengar kutipan bukunya John Paulo "The Winner Stands Alone" dikatakan; 'aku tidak tau caranya jadi pemenang, tapi kalau jadi pecundang aku tau, cukup dengerin kata orang'.. Ah anjing!!!
0 notes
wahyuode-blog · 6 years
Photo
Tumblr media
hateful 8 -
137 notes · View notes
wahyuode-blog · 7 years
Text
Bising
Dalam rintikan hujan. Kepalaku begitu gaduh. Ini sangat menggangguku. Bukan percikan hujan. Bukan pula gelegar yang seketika menyabar. Apakah itu kamu. Aku tidak yakin. Yang pasti kepalaku begitu bising.
0 notes
wahyuode-blog · 8 years
Text
berkarya
ada sebuah cerita yang membekas sekali meskipun saya baca berbulan-bulan yang lalu. cerita ini adalah pembuka buku Indiepreneur karya Pandji Pragiwaksono. kurang lebih, kisahnya begini.
suatu hari, Ayah Pandji bertemu koleganya yang adalah warga negara asing–di sebuah restauran dengan nuansa ukir-ukiran jawa. kebetulan, si bule ini kontraktor sekaligus orang properti. dalam percakapan mereka, tersebutlah obrolan tentang ukir-ukiran yang menghiasi sekeliling.
“Kus,” kata si bule, “orang Indonesia itu aneh ya.” “kenapa anehnya Sir?” “iya. kalau disuruh bikin ukir-ukiran, bisa rapi sekali, presisi sekali. nggak ada orang lain di belahan dunia lain yang bisa bikin kayak gini. tapi…” “tapi?” “tapi kalau disuruh bikin tangga, pasti acak-acakan. anak tangga pertama 20 cm, anak tangga kedua 21 cm, beda-beda ukurannya.”
Ayah Pandji pun menyimpulkan. perbedaan ketepatan dan keindahan ukir-ukiran serta tangga tadi bukanlah karena yang satu orang Jepara dan yang lainnya bukan–melainkan karena yang satu berkarya, dan yang satunya hanya bekerja.
kisah ini (dan seluruh isi buku) menjadi aha momen bagi saya. ternyata, inilah mengapa hasil pekerjaan banyak orang berbeda-beda. bahkan, inilah mengapa hasil pekerjaan saya sendiri masih sering berubah-ubah. kadang masakan saya enak, kadang tidak. kadang menyapu dan mengepel saya bersih, kadang tidak. kadang setrikaan saya rapi, kadang masih lungset.
waktu kecil, Ayah dan Ibu mengajarkan saya untuk tidak pernah minimalis dalam bekerja. kalau kita bisa memberikan pelayanan sesuai dengan yang orang lain minta dan harapkan, pekerjaan kita barulah nol nilainya. kalau kita bisa memberikan yang lebih, yang tidak terduga-duga, barulah itu menjadi sebuah nilai plus. dulu saya mengira bahwa memberikan yang “lebih” tidak ada gunanya bagi saya. padahal ternyata, dengan selalu memberikan yang “lebih”, saya belajar untuk bertumbuh.
sayangnya, banyak orang–terutama anak-anak muda jaman sekarang–yang justru bekerjanya minimalis, alias minus. yang parah, semuanya dibalut dengan alasan tidak sesuai passion. “ini bukan passion saya, jadi wajar aja kalau saya kerjanya hanya ala-ala.”
alhasil, kehadiran orang-orang yang hanya bekerja (dengan ala-ala) ini malah menyusahkan orang lain. saat hasil pekerjaannya diestafetkan, yang ada orang lain menjadi kesal sebab yang diterimanya belum tuntas. kadang-kadang, yang sudah dikerjakan orang sebelumnya tidak bernilai apa-apa, sehingga orang yang menerima harus kembali mengulang dari awal. kalau masalahnya hanya bekerja ulang sih, masih tidak seberapa. yang paling amit-amit, adalah kalau orang yang menerima tadi merasa terdzolimi, lalu mendoakan yang tidak-tidak.
tentu saja ketidakikhlasan itu jadi penghalang bagi orang yang hanya bekerja (dengan ala-ala) untuk menjemput rezekinya. tentu saja kekesalan itu menjadi penghalang baginya untuk berkembang. ternyata orang yang bekerjanya minimalis, tidak hanya merugikan orang lain, tetapi justru merugikan diri sendiri. pantas saja dia tidak maju-maju(?).
kalaulah kita memang tidak menyukai suatu pekerjaan, janganlah kita bekerja ala kadar dengan alasan “ini bukan passion saya”. setidaknya, niatkanlah melakukannya untuk membantu orang lain, memudahkan orang lain, sehingga niscaya hidup kita pun akan dipenuhi dengan kemudahan. apapun pekerjaannya–tidak melulu berkarya adalah milik seniman saja–selalu ada perbedaan antara orang-orang yang bekerja dengan orang-orang yang berkarya. maka, berkaryalah!
banyak anak muda yang tidak sadar bahwa dalam lima tahun pertama dia bekerja, sebenarnya dia sedang belajar tetapi dibayar. mereka kok sebentar-sebentar berhitung, sebentar-sebentar lelah. padahal masa muda adalah masanya belajar, berkarya, bertumbuh–bukan masanya mengeluh.
kita sangat boleh menginsyafi bahwa apa yang kita lakukan tidaklah sesuai dengan passion kita, juga sangat boleh jika kita mencari alternatif bidang pekerjaan yang lebih cocok dengan panggilan jiwa. tapi, kita tidak pernah boleh bekerja hanya ala-ala, apapun yang kita lakukan.
bekerja berarti menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas. tetapi berkarya, berarti menyelesaikan pekerjaan sekaligus membuat perubahan. bagi diri sendiri, bekerja berarti mengugurkan kewajiban semata, mengisi waktu (dan kantong) semata. tetapi berkarya, berarti bertumbuh dan berkembang, berarti menjadi makna.
586 notes · View notes
wahyuode-blog · 8 years
Photo
Tumblr media
0 notes