Tumgik
temusukma · 1 month
Text
Memaknai Bahagia
Mentafakkuri nafsi; di bulan ramadhan yang suci
Pada dasarnya, manusia hanya menanti dari satu kebahagiaan menuju kebahagiaan yang lain. Setelah itu apa? Hampa. Sebab dia sadar, jika rasa bahagia itu hanya memberikan efek hormon dophamin saja—euforia sesaat. Bahwa bahagia itu mempunyai durasi dan tidak akan bertahan selamanya. Pagi hari mungkin dia bergembira, namun di sore hari ia kembali berduka. Oleh sebab itu, manusia terus mencari, mengejar sesuatu yang sekiranya dapat memuaskan hasrat duniawinya terus menerus. Menunggu pengumuman kelulusan kuliah, atau menunggu info diterima dari pekerjaan misalnya.
Hal ini terus berlarian di kepala dan terus membuatku bertanya, "sampai kapan siklus ini akan terus berlanjut? Jujur saja ini cukup melelahkan, tapi terkadang aku tidak tau bagaimana caranya berhenti." Sebab saat aku berhenti, aku akan merasa diriku tiada berarti. Namun saat terus mengejar, aku merasa bahwa diriku terlalu ambisius, sesekali merasa bosan, namun ada sesuatu yang kurasa masih kurang.
Hidup tak ubahnya hanyalah wujud sebuah pelarian, dari rasa ketidakbahagiaan untuk kemudian mencari bahagia lain yang kuinginkan. Sampai lupa, jika ada yang perlu dibenahi dari diriku sendiri. Barangkali bukan aku yang tidak beruntung, hanya saja aku yang kurang meluaskan syukur. Bahwasanya, ada banyak sekali hal-hal sederhana yang perlu untuk dinikmati dengan sedemikian rupa. Sebab siapa yang tau? Jika di lain waktu, bahkan sedetik pun atau setitik kesempatan saja tak bisa kudapatkan dengan begitu mudahnya seperti saat sekarang, apalagi sampai menikmatinya.
Barangkali, sebenarnya aku hanya perlu menikmati hari ini tanpa perlu mengkhawatirkan hari esok. Dengan catatan, jalani setiap hari-hari yang dilalui dengan pembelajaran dan kegiatan positif. Entah memaknai hal-hal sederhana sekali pun. Seperti betapa beruntungnya diri, kala shubuh ini masih dapat bernafas menghirup udara sejuk dari surga, lalu melaksanakan shalat shubuh beserta sunnah qobliyahnya. Mungkin bagi orang lain hal itu hanya sesuatu yang biasa saja. Tapi bagiku, hal itu sungguh membuat batinku tentram luar biasa. Bahkan melebihi kebahagiaan-kebahagiaan yang pernah ada. Kau tidak akan tau sudah sejauh mana dunia merubahku. Aku yang dulu dapat melaksanakan sholat shubuh tepat waktu di setiap harinya, namun kini hanya dapat melaksanakannya kadang-kadang saja. Syukur-syukur ada bulan suci ramadhan, yang mengharuskanku terpaksa untuk membuka mata lebar-lebar, menahan kantuk yang sudah tak tertahan hingga menjelang waktu shubuh tiba.
Dan pada akhirnya, diriku menyadari jika kebahagiaan itu dapat kutemukan setiap saat, bahkan di setiap tempat. Sebab ia terletak di hati, dan diri sendiri yang menciptakan. Maka jika rasa bahagia itu sudah bersemayam di hati, kurasa ia tidak akan mungkin pergi kemana pun raga ini berlari. Dan tentu akan lebih baik jika hati sebagai tempat bersemayamnya kebahagiaan, juga dirias dengan hubungan yang indah dengan Tuhan pemilik semesta alam.
Semoga kita senantiasa selalu dalam lindungan dan Ridho Allah. Swt. Semoga kita tidak menyiakan Ramadhan kali ini dengan kesia-siaan yang merugikan kita, lalu membiarkannya berlalu begitu saja.
Salam hangat, selamat berpuasa :)
—Temusukma
10 notes · View notes
temusukma · 2 months
Text
Jadi teringat kakak perempuan, yang diapit oleh dua pangeran yang banyak diam :')
SI TENGAH YANG KEHILANGAN ARAH
Mah, aku masih ingat hari dimana aku merasa lelah datang dan mendekap di pangkuanmu yang ramah..
Mah, aku masih ingat kala itu aku pernah mengutarakan keinginanku yang paling dalam keinginan yang telah lama bersarang dalam sudut pikiranku yang malang..
Saat itu engkau membalasnya dengan senyuman sambil menyematkan beberapa pesan..
Engkau membalasnya "boleh" dengan harapan suatu saat nanti aku bisa menjadi anak yang sholeh.. Anak yang baik dan selalu berbakti kepada orang tua..
Bathin ku menyela "seakan-akan ingin mengata" apakah yang selama ini aku lakukan hanya sia-sia, seperti halnya sydrom anak tengah yang selalu dianggap tidak ada..
Namun perkataanmu itulah yang ku jadikan sebagai obat dengan harapan kelak bisa menjadi penguat ketika aku terhanyut ombak..
Mah, sekarang aku merasa bersalah atas apa yang pernah kutarakan padamu dahulu kala..
Mah, perjalanan ku kini dipenuhi oleh kabut yang membuat isi pikiran ku ribut, ditambah lagi diriku yang penakut karna telah telah jauh dari pangkuanmu..
Aku hilang arah.. aku ingin kembali.. namun diri ini masih seperti kemarin.. aku ingin pulang.. namun aku belum berkembang.. seperti yang engkau inginkan..
~aboutsecond
#anaktengah #anakkedua #dewasa #menjadidewasa #arahpulang #rumah #mamah #buku #aboutsecond
7 notes · View notes
temusukma · 2 months
Text
instagram
4 notes · View notes
temusukma · 2 months
Text
Novel "Mendekap Ingatan"
OPEN PRE-ORDER NOW !
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Anak pertama saya sudah bisa dipesan hari ini melalui nomor yang tertera. Terima kasih untuk seluruh kawan-kawan jejaring biru yang selama ini selalu mengikuti postingan saya yang tiada berarti 🙏😇
4 notes · View notes
temusukma · 2 months
Text
Final Cover untuk anak pertama berjudul "Mendekap Ingatan".
6 notes · View notes
temusukma · 2 months
Text
Tidak akan berhenti aku menebarkan cinta. Meski harus bertubi-tubi kudapati luka, meski harus menelan banyak sekali kecewa. Aku belum kenyang. Aku masih haus akan rasa cinta, tentu saja bukan karena rasa iba. Aku menyukai pertemuan dari arah mana saja, aku merindukan perbincangan yang tidak biasa, dan aku menghargai setiap momen yang pernah tercipta. Sampai detik ini pun aku masih menikmatinya.
—Temusukma
6 notes · View notes
temusukma · 2 months
Text
Alhamdulillah
Ucap syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan YME. karena atas limpahan rahmat serta taufiq inayah-Nya, pada akhirnya anak pertama saya akan segera terbit juga.
Tumblr media
Menulis, merupakan bentuk dari caraku untuk melupakan. Menuangkan perasaan dan emosi yang tak pernah berlibur menguasai pikiran. Maka dengan ini, aku ingin merelakanmu dengan cara paling elegan. Senyap, tak peduli apakah kau akan pedulikan diriku yang menyedihkan.
Tunggu dan nantikan, ya kawan-kawan.
—Temusukma
10 notes · View notes
temusukma · 2 months
Text
Hak Menuntut
Tidak ada alasan bagiku untuk membencimu. Tak akan mungkin kau kubuat merasa bersalah atas kecewaku. Karena sedari awal, memang bukan kau yang menginginkan, tapi aku saja yang terlalu dini menaruh harap. Aku tidak berhak menuntut tanggung jawab, tak cukup pantas meminta apa yang dengan sukarela kuberikan. Seharusnya aku tidak boleh berlebihan. Kesadaranku ini muncul, saat dengan perlahan kau mulai meredup bersama cahaya yang datang dari arah berlawanan dengan keyakinan yang selama ini selalu kupegang. Hilang menyisakan kenang.
—Temusukma
6 notes · View notes
temusukma · 2 months
Text
Nikmatilah apa yang kau jalani di waktu ini. Syukuri apa yang kau miliki saat ini. Jangan sampai ambisimu perihal masa depan menjadikanmu tak mendapatkan kesemuanya. Sebab kau hidup bukan untuk masa depan, tapi untuk hari sekarang. Maka jangan pernah kau sia-siakan kesempatan yang barangkali tidak semua orang mampu memilikinya. Lagipula kita tidak akan pernah tau, apakah lusa kita masih akan tetap menapak tanah dan masih kuasa untuk mengejar ambisi yang tiada habisnya itu.
—Temusukma
11 notes · View notes
temusukma · 3 months
Text
Mematangkan Pilihan
Pada beberapa kesempatan, barangkali kita perlu untuk tidak harus menggebu memilikinya. Merefleksi apa-apa yang sebelumnya pernah terjadi. Sebab kita tidak pernah tau, pada pilihan mana kita akan dengan cepat sampai kepada apa yang kita tuju. Tapi keyakinan yang kita percaya, bisa saja akan membawa kita pada kesempatan yang tidak pernah kita duga. Di sana, barangkali kau temukan sesuatu yang itu bukanlah inginmu. Tapi, setidaknya kau tidak menyesali sebab di sana kau temukan bahagia yang sebenarnya.
—Temusukma
2 notes · View notes
temusukma · 3 months
Text
Menjadi biasa-biasa saja, ambil secukupnya, tanpa harus mengikuti kalkukasi sukses manusia.
—Temusukma
10 notes · View notes
temusukma · 4 months
Text
Anakmu Sudah Besar
Abah, ibuk, setelah ini barangkali aku akan mulai memilih apa yang sudah menjadi keyakinanku. Bukan berarti aku melawan atas apa yang kalian inginkan dan harapkan, bah, buk. Mungkin abah dan ibuk mengira bahwa aku mulai berani untuk membangkang perintah kalian berdua. Namun aku sudah dewasa. Yang dimana harus mulai berani dan mandiri untuk menentukan jalan hidupnya. Bukan lagi anak kecil yang alur hidupnya masih selalu harus kalian putuskan dan kalian tentukan. Akupun juga terus bertumbuh, dan entah kapan waktunya akan mulai berniat untuk membangun sebuah keluarga kecilnya. Akupun menyadari bagaimana keputusan dan tanggung jawab keluarga tentu saja berada di tanganku sebagai pemimpin di dalamnya.
Tapi bukan berarti setiap pilihanku akan lepas dari restu kalian berdua. Tentu saja aku masih sangat perlu, masih benar-benar butuh atas do'a restu kalian berdua. Mungkin abah dan ibuk akan kecewa sebab pendidikanku tidak kulanjutkan seperti apa yang kalian inginkan. Tapi aku sadar betul bagaimana kondisi ekonomi keluarga kita. Akupun mulai malu dan sungkan untuk meminta uang kiriman kala uang sakuku mulai menipis. Tapi ibu tenang saja, pada saatnya nanti kuliahku akan kulanjutkan. Aku juga akan mengajar. Sebab aku takut bila mati tanpa meninggalkan kemanfaatan. Terutama bagi agama, nusa dan bangsa.
Abah, Ibuk, anakmu masih sama seperti dulu. Yang selalu mengingat tentang petuah-petuah baik yang selalu abah dan ibuk tanamkan. Yang selalu takut bila saatnya mati ia pergi tanpa memberi kemanfaatan. Pada beberapa kesempatan mungkin dia terkesan bebal dan tidak mendengarkan. Terkesan keras kepala dan tidak melaksanakan. Namun dalam kesendirian dan diam, dia mulai berpikir, mengintropeksi dirinya, mengutuk dirinya yang sampai kini belum bisa menjadi seperti apa yang abah dan ibu harapkan. Tapi ia terus mengupayakan yang terbaik agar dapat membahagiakan kalian berdua di hari kemudian.
Abah, ibuk, semoga kalian bisa mengerti pada apa yang sudah kuputuskan. Bahwa kali ini dia harus sudah mulai berani mengambil langkah dan keputusan demi masa depan yang dia impikan. Demi bisa mengangkat derajat keluarga.
—Temusukma
9 notes · View notes
temusukma · 4 months
Text
Tumblr media
Mengejar hujan
Pengembaraanku kali ini adalah tentang mengejar hujan. Sebab di ujung timur, hujan seakan malu2 untuk mengintip kehidupan di bawah atap langit. Untuk tiba di atas manusia yang kepalanya tengah penuh oleh rasa sia-sia. Hanya sesak oleh isak deras air mata. Nyaris putus asa bersamaan sengat mentari yang menyala-nyala.
Sedangkan di ujung barat, hujan berjatuhan dengan cuma-cuma tanpa sesiapa yang menyeka. Berdatangan dengan riang berkawankan duka dan kenang yang enggan untuk dilupa. Berteriak lepas, melengking tersedu-sedu senada pada tanah yang tak berkutik apa-apa.
Maka tatkala pandanganku menyisir jalanan dan kulihat lalu lalangnya manusia, lantas seketika kututup dengan do'a, "Semoga tak ada kesia-siaan atas apa yang sedang manusia usahakan, atas apa yang sudah menjadi pilihan, dan semoga selalu dalam keberkahan."
—Temusukma
12 notes · View notes
temusukma · 4 months
Text
Hari ini saya temui orang-orang yang pergi dengan maksud dan tujuannya sendiri. Terkadang membuat saya berpikir, sebenarnya apa yang ada di kepala mereka dan apa yang sedang mereka cari. Ambisi? mimpi? Arghhh
Namun sungguh mengasyikan, kala di tengah keramaian lalu saya temui sebuah obrolan. Bertemu dengan orang tak saya kenal, lalu memulai sebuah obrolan. Tak peduli berapapun usia mereka. Yang saya ingin hanyalah sebuah pelajaran dan hal-hal hebat yang terkadang sesekali membuat saya tercengang. Tentang pengalaman dan jatuh bangunnya menghadapi kehidupan. Tentang bagaimana mereka dapat bertahan dan memilih tetap hidup hingga sekarang. Terlepas dari takdir Tuhan, sebab hidup dan matipun juga pilihan
Di sana saya menemukan berbagai sudut pandang. Bahwa cahaya yang terang sekalipun, tidak menjamin kita dapat senang kala sedang ingin rasakan tenang. Terkadang gelap tak buruk juga, kala yang kita inginkan adalah kedamaian dan lelap saat lelah tengah menghujam.
—Temusukma
9 notes · View notes
temusukma · 4 months
Text
Saat Kupikir Hanya aku Satu-satunya
Seringkali manusia menanam banyak sekali bunga-bunga harapan, sampai lupa dengan adanya kenyataan. Bahwasanya bunga yang bermekaran sempurna tidak hanya terbentuk oleh air yang memuaskan dahaganya, namun juga oleh pupuk yang juga menemani tumbuh kembangnya. Dan Tuhan sudah menakdirkan, bahwa ia memang tercipta untuk menjadi pemandangan yang begitu indahnya. Manusiapun tersadar bahwa sesuatu yang mereka harap tak selamanya dapat didekap, namun hanya sebatas indah untuk ditatap. Tak peduli bunga indah itu siapa yang akan memetik, semoga bunga itu bersama pemetik yang benar-benar baik. Dan ketetapan itu sudah takdir dari Sang Maha Baik.
Untukmu,
terima kasih karena sempat menjadikanku berbunga-bunga dan merasa istimewa, meski ternyata aku hanyalah salah satunya.
—Temusukma
18 notes · View notes
temusukma · 5 months
Text
Di jalur sepi jalan setapak itu, ada sisa bayang seseorang yang samar untuk nampak, namun harumnya masih terasa begitu semerbak.
Ada yang berprasangka bahwa ia tak pernah sisakan ruang untuk peduli, padahal sedang begitu gigihnya memperjuangkan mimpi. Merawat cinta, melestarikan cita-cita.
Seseorang itu yang memiliki tatapan teduh, barangkali yang paling banyak menahan keluh. Ia dengan mata sendu itu, mungkin juga yang paling sesak menahan haru.
Satu persatu ia sedang merajut bahagia meski dengan jahitan luka yang menganga. Berusaha untuk tetap tersenyum, meski bunga yang ia genggam sudah mengering tak lagi harum.
Tak boleh ada penghakiman sepihak bagi sesiapa yang sedang berproses untuk sesuatu yang dianggapnya layak. Sebab kelak di ujung sebuah penantiannya, barangkali ia yang paling riuh menggemakan sorak.
—Temusukma
3 notes · View notes
temusukma · 5 months
Text
Saat seseorang merasa mampu memiliki segalanya, maka ia akan berlaku semaunya. Begitu juga perihal perasaan yang ia dapatkan. Tatkala kasih sayang dan cinta begitu mudahnya ia miliki, maka ia akan memperlakukannya sesuka hati. Entah membuangnya atau justru merawatnya.
Namun memang begitulah dunia. Setiap hal terkecilpun pasti ada seleksi dan konsekuensinya.
—Temusukma
11 notes · View notes