Dear, My Future Husband
Aku menuliskan ini dalam keadaan tidak memikirkan siapa pun. Teruntuk seseorang yang bahkan belum aku ketahui sosoknya seperti apa. Hai, perkenalkan, aku anak pertama dari dua orang bersaudara. Aku tumbuh dan besar dari keluarga yang utuh dan sepertinya normal layaknya keluarga lainnya. Saat menuliskan ini, usiaku 26 tahun 4 bulan 4 hari. Orang-orang mengenalku sebagai sesosok yang ceria, hangat, dan pendengar yang baik. Tapi mungkin nantinya, semakin kau mengenalku, justru kau menemukan aku berbeda dari apa yang orang-orang sampaikan.
Impian terbesarku dalam pernikahan hanya satu. Kita bisa “saling”. Aku selalu memimpikan pernikahan yang di dalamnya terdapat kerja sama. Kita adalah dua orang yang sedang berjuang untuk mendapatkan tujuan yang sama, bukan dua orang yang sedang bersaing untuk mendapatkan pemenang.
Aku adalah orang yang memiliki banyak trauma. Salah satu trauma yang aku punya adalah soal rasa percaya. Mungkin toxic yang aku punya adalah; aku tau bagaimana caranya mencintai, tapi aku gak tau gimana bisa percaya kalau orang lain mencintaiku. Aku tau, trauma ini adalah tanggung jawabku untuk mnyembuhkannya. Tapi kalau boleh aku minta bantuan, tolong yakinkan aku setiap harinya bahwa kau mencintaiku. Aku butuh kalimat yang tersampaikan.
Aku bukan wanita yang senang mengekang. Kau boleh bertemu dengan teman-temanmu. Bahkan mungkin aku juga bukan wanita yang pencemburu. Kau boleh memiliki rekan kerja perempuan. Aku menghargai apa pun yang kau lakukan, selama kau tidak menutupi apa pun yang memang seharusnya aku ketahui dan kau tau batasan.
Aku senang mempelajari hal baru, aku senang bertanya tentang banyak hal. Aku harap kau adalah orang yang bisa aku ajak berdiskusi tentang banyak hal di dunia ini. Tidak perlu berdebat, cukup sampaikan apa yang ingin kau sampaikan atau hal yang kau ketahui, dan aku akan melakukan hal yang sama. Di akhir diskusi, mari kita tutup dengan pelukan yang hangat dan tertawa bersama.
Aku menyukai hal-hal sederhana, sesederhana menikmati teh hangat di kala hujan, menertawakan hal-hal konyol, atau bahkan bernyanyi di atas motor. Kau boleh untuk ikut serta, akan aku kenalkan kau pada hal-hal indah nan sederhana yang ada di dunia ini.
Terakhir, aku ingin mengucapkan banyak terima kasih. Dari banyaknya wanita di dunia ini, terima kasih sudah memilih aku dan membuat aku yakin untuk memilihmu. Mari sama-sama kita wujudkan hubungan sehat dan terus bertumbuh menjadi manusia yang lebih baik lagi kedepannya. Mari kita saling berbahagia hingga ke syugra, suamiku..
- Pekanbaru, 17 Desember 2022
162 notes
·
View notes
Tentang Pergi.
@cawanrasa x @penaalmujahidah
Katakan padaku siapa yang sudi ditinggal pergi? Bisa kupastikan, jauh di dalam hati tidak ada satu pun manusia di bumi yang sudi ditinggal pergi. Kepergian yang disengaja maupun tidak, pasti meninggalkan luka walau dengan kadar yang berbeda. Terkadang manusia berlomba menutup luka dengan senyum paling lebar yang mereka bisa. Bertarung melawan rasa sakit dibaluri ikhlas di dada. Mencoba tetap berjalan kendati tertekan. Biarlah, relakan saja. Sebab kepergian bagian dari proses kehidupan yang harus ditaklukkan.
Kau benar, ada kalanya ditinggal pergi semenyesakkan itu. Namun, ada kepergian yang bisa kita syukuri. Kau tahu apa itu? Yaitu perginya mereka yang sering menyakiti. Dengan begitu, bukankah kita merdeka? Kita bisa tersenyum bahagia. Kita bisa bebas dari nasib nahas karena tertindas. Tak ada lagi luka basah yang harus kita balut dengan kesabaran yang terkesan dipaksakan.
@calonmanusia × @yurikoprastiyo
Sekuat apapun ku menolak, waktu tetap saja berlalu, membawa semuanya pergi, menyisakan diri ini sendiri.
Mungkin, jika waktu berhenti, rasa takut akan kepergian tak lagi menghantui.
Bisakah kau membantuku tuk menghentikan waktu? Tak apa walau hanya beberapa saat.
Jika aku bisa, sudah kulakukan sedari dulu. Tapi yang kusadari selain waktu seringkali jahat, ia juga seringkali baik. Selain semakin cepat menghampiri kesedihan. Tapi juga semakin cepat juga mengobati kepedihan.
Tapi mengapa engkau takut sendiri? Apa semua begitu berat dilalui seorang diri?
Bukan sendiri yang ku takuti. Bukan juga ada ataupun siapa. Tak apa aku tak ada apa-apa . Tak apa juga aku tak ada siapa-siapa. Yang ku takuti adalah kepergian rasa. Rasa peduli, rasa bahagia, rasa sayang yang hadir sebentar. Namun, rasa dendam, rasa sedih, rasa sakit yang tak berkesudahan.
Jika begitu bukan waktu yang jahat sebab meminjamkan sedikit kesempatan bersama orang lain. Tapi pikiran kita yang jahat karna ingin memiliki seutuhnya orang lain. Dengan melepaskan mungkin membuat kita sedikit tenang. Melihat ia hidup dengan kebahagiannya sendiri.
Baiklah, jika dengan melepaskan bisa membuatku sedikit lebih tenang, akan ku lepaskan semua kekangan. Akan ku usahakan juga tuk mendamaikan pikiranku dengan waktu, agar tak ada lagi ketakutan lagi dalam diriku.
Semoga waktu menjadi guru yang terbaik untuk melepaskan.
@padangboelan x @yhharahap
dalam relung paling sepi
kutulis ini untuk satu-satunya lelaki
yang bayangnya muncul di setiap pagi
terkadang rasanya aku ingin pergi
menjauh dan mengasingkan diri dari engkau yang terkasih
berulang kali aku berpikir mengapa kau yang harus peduli
padahal pertemuan kita bisa dibilang sebuah tragedi
katanya, mencintai adalah perihal memberi
tapi sampai saat ini, aku tak tahu apa kiranya yang bisa aku bagi
separuh hati aku takut terlalu berlebih
aku ingin pergi, namun cinta ini tak bisa berhenti
pada sore yang nyalang
aku ingin berterus terang
teruntuk kawan yang ingin menghilang
oleh rasa yang tak mampu diberi selamat datang
lihatlah tanda semesta kenapa cinta kini bertandang
mengetuk dada, memulas perut, mengisi ruang
bukankah ia doa yang kau langitkan berulang-ulang
untuk mengembalikan malammu yang pernah siang
tidaklah cinta hanya memberi tapi juga tentang berjuang
membunuh ragu, menciptakan berani yang benderang
melalui waktu yang sering sirna di batas petang
menerima cinta dengan hati yang lapang
@manusiafajar x @sohibatusobah
Kamu tahu? sebelum bertumbuh, aku kira ‘pergi’ adalah kata paling mengerikan, kata paling menakutkan. Ialah penyebab tawa termusnahkan, dengannya air mata bertahtakan.
Kamu pernah terluka karena hilang dan kepergian?
Ya, ditinggal dan meninggalkan. Dua hal yang tidak mungkin terpisah dalam putaran kehidupan. Pergi tanpa sebab, menghilang dari hadapan, kemudian runtuhlah bangunan harapan, pupuslah impian serta angan menjadi angin kenangan yang menyakitkan.
Tapi ternyata, seiring berjalannya waktu, kita akan semakin paham bahwa justru 'pergi dan meninggalkan' adalah pilihan terbaik untuk seluruh tujuan dan mimpimu, ia tidak selamanya terlekat dengan ratap dan tangis sendu, dan mengisi malam dengan menghabiskan lembar - lembar tisu.
Ada banyak keburukan dalam hidup yang harus pergi, layaknya benalu pada batang pohon di hutan asri, Jangan sampai kau tak punya kendali untuk mengusir segala yang menghambat langkah kaki, menahanmu meraih mimpi.
Mari melupakan kesedihan, memberantas kemalasan, mengusir keraguan.
Mari pergi,
Mengangkat kaki, menyusuri bukit tinggi, menjajaki hutan sepi, melawan panasnya siang hari. Untuk meraih mimpi.
Mari pergi,
Dari rasa-rasa yang kerap kali membuat ragu untuk terus maju. Pergi! pergilah wahai ketakutan.
Aku disini, tetap berdiri, kemudian berlari dengan jiwa suci dan ketenangan hati.
@kalahibernasi x @tuanpoetry
Diruangan ini, mengamati sekelilingnya, merasakan udaranya dan menyadari tempat ini semakin hari semakin asing. Padahal, aku adalah orang pertama yang menjadi tuannya, lalu kau yang datang untuk bergabung menjadi bagian yang baru kala itu. Tapi, kenapa sejak kau menemukan jalanmu yang baru dan memilih untuk pergi, semua ini terasa asing? Seharusnya tidak ada yang boleh berubah.
Ah, bodohnya aku. Kenapa juga aku harus berharap padanya? Ini salahku, terlalu besar pucuk harapan kusandingkan bersamanya. Yang “aku pikir” selama ini rumah justru menjadi yang “dia kikir” menjadi sampah. Harusnya aku bahagia jika orang yang mampu menyia-nyiakanku pergi. Harusnya aku tak rugi sama sekali.
@menteritikustanah x @menteritikustanah
Jika memang hakikatnya tak pernah memiliki, di saat kepergian itu terjadi, maka mengapa harus merasa kehilangan?
Lucu sekali bagaimana kita, selama ini, memupuk asumsi. Berhalusinasi, soal apa-apa saja yang menjadi kepemilikan di sepanjang kehidupan. Karena toh, saat mereka pergi dan hilang, sekuat apa pun kita mencoba, jika ia bukan takdir yang hakiki, maka ia tidak akan pernah kembali.
Lantas bagaimana dengan jejak rasa sakitnya? Yang kutahu, itu bukanlah ilusi sama sekali. Kepergian mereka, meninggalkan lubang yang menganga.
Itu hanya karena kau mengikatnya terlalu erat. Bersikaplah dengan adil. Air mata yang jatuh pergi untuk mengundang tawa yang baru. Kenangan lama yang menyesakkan pergi untuk menyisakan tempat bagi kenangan indah untuk bertumbuh. Kamu yang memutuskan.
Karena.. Kau tahu? Kepergian tidak selalu seburuk itu. Ia pergi untuk memberi ruang bagi hal-hal baru yang menanti untuk kau raih.
Bagi hati yang luas dan lapang, seharusnya kepergian tidak akan terasa semenyakitkan itu.
@hardkryptoniteheart x @midnight-thought-and-daydreaming
Aku selalu berpikir: kalau saat itu aku tidak pergi, mungkinkah aku akan berjumpa denganmu hari itu? Satu perjumpaan yang tidak pernah bisa kulupakan, hingga detik ini.
Adakah yang akan berbeda berjumpa denganmu atau tidak berjumpa denganmu? Lewat tatap mata semua makna yang aku ungkapkan tersirat.
Apakah semua yang terjadi padaku atas kehendak takdir yang tidak akan pernah bisa kutolak. Entah itu orang-orang yang telah pergi dari hidupku, dan orang-orang yang dikirimkan hadir ke dalam hidupku?
Lalu-lalang pertemuan demi pertemuan, dan kadang perpisahan ku tempuh tanpa pamrih setiap harinya. Apakah hanya akan dipenuhi ucapan selamat tinggal?
Ketibaanmu dalam hidupku menjadi salah satu hal yang tidak pernah kuduga. Namun, ketika kini aku sering berjumpa denganmu, aku selalu berharap bahwa tidak akan ada perpisahan lain. Sebab, aku menginginkanmu. Dapatkah kita melangkah secara beriringan?
Aku me-reset kembali pemikiran awalku, bagaimana ini bermula hingga begini jadinya. Terlalu banyak kata mungkin dalam cerita kita, aku pun tak pernah menduga. Ternyata cerita kita harus usai disini, mari akhiri dengan indah.
@shofiyah-anisa x @alqaani
Sepertinya kalimat "besok jangan pergi dari peradaban ya" itu lebih cocok disampaikan kepadaku. Tanpa di sadari akulah orang yang menghindar, dengan alasan mereka sudah tidak menerimaku sebab keadaan yang berbeda, atau sebab status yang berbeda. Entahlah.
Karena sejak saat itulah, pertanyaan ini menari-nari di kepalaku.
Bukankah menjadi lebih baik adalah hak setiap orang? Lalu jika di sana tidak lagi aku temukan kebaikan, haruskah aku mempertahankan?
Sampai lembut suara menguatkanku..
Untuk hidup yang lebih baik..
Terkadang kita tidak bisa hanya dengan mengubah mindset, tetapi juga orang-orang yang ada di sekitar kita.
Its time to look for you new people to be around who can give you positive support.
Itulah alasan kemudian aku memilih.. Pergi.
@gndrg x @synanymore
Tolong, bawa aku pergi
Melarikan diri dari penjara ketakutan yang membelengguku disini
Dari rasa sakit oleh luka yang sengaja kubuat untuk menyakiti diriku sendiri
Dari mimpi buruk yang membuatku terjaga sepanjang malam
Bawa saja aku pergi kemanapun kau mau
Rasa tenangmu seolah menggenggamku
Membuat semua ancaman terasa begitu aman
Sekarang aku mengerti,
Bahwa kepergian tak selalu menyakitkan
Terkadang kita memang harus pergi
Meninggalkan yang buruk dan menjemput hal-hal baik yang sudah dipersiapkan semesta
Mari dan cepatlah beranjak, lembayung senja sebentar lagi akan merubah warnanya. Rasanya cukup bahagia meski sekadar duduk dan menikmati jingganya, kuharap kau juga menyukainya.
Maaf, aku tak bisa menyuguhkan hal-hal indah, aku hanya bisa memberitahumu bahwa hidup bisa dinikmati dengan mudah. Lalu saat bersamamu, itu lebih mempermudah dan memperindah, hidup.
Tataplah aku dan ulurkan tanganmu, akan kubawa kau ke duniaku yang biasa dan sederhana. Namun perlu kau tahu, aku hanyalah penikmat kesunyian. Aku tak bisa menjanjikan ketenangan dan kenyamanan. Tapi akan kupastikan saat kau bersamaku, kau takkan merasa dirugikan.
234 notes
·
View notes