Tumgik
#hudzaifah
originalcontent · 1 year
Photo
Tumblr media
My new favorite gaming puzzle is giving my players documents written in fonts that are borderline illegible when printed in small typeface.
5 notes · View notes
rizqunkariim · 4 months
Text
Mari Kita (Perbaiki Kualitas) Shalat (Kita)
Ada alasan mengapa perintah shalat Allah turunkan saat Rasulullah dihadapkan pada selaksa ujian yang begitu memilukan, hingga dalam catatan sejarah tahun itu dinamakan tahun kesedihan (’amul huzni). 
Diantaranya, agar manusia tahu bahwa shalat adalah penentram jiwa kala kesedihan, kekhawatiran, ketakutan, kebingungan, kehilangan, kesendirian, kepahitan, ketakberdayaan dan segala yang menyesakkan jiwa, Allah datangkan sebagai ujian.
Sesungguhnya ketenangan hati manusia Allah karuniakan lewat dzikirnya. Sebagaimana firman-Nya;
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS.13:28).
Dan shalat adalah dzikir yang paling utama.
“Sungguh, Aku ini Allah, Tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.”(QS.20:14).
Saat dihadapkan pada ujian nan berat, carilah ketenangan lewat shalat. Mungkin solusi tak langsung didapati. Tapi dengan shalat, Allah karuniakan ketenangan hati. Kala hati tak lagi gusar, insyaAllah mudah temukan jalan keluar.
Karena shalat adalah pelipur lara. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda; “dan telah dijadikan pelipur hatiku (kebahagiaanku) pada shalat.” (HR. An-Nasai [7/61] no. 3939, 3940, Ahmad [3/128] no. 14069. Dishahihkan Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah [3/98 dan 4/424]).
Dan sebagaimana pula yang Beliau teladankan kepada kita, ummatnya; seba’da peristiwa isra’ mi’raj yang begitu dahsyat, tiap kali ada masalah, shalat adalah hal pertama yang dilakukan Rasulullah.
Dari sahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Bila kedatangan masalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat.” (HR. Ahmad dalam al–Musnad [5/388] dan Abu Dawud [2/35]. Dihasankan al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud).
Saat engkau bingung dari mana engkau harus memperbaiki hidupmu, mulailah dengan memperbaiki shalatmu. Shalatlah, sebagaimana Shalatnya Rasulullah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari, no. 6008).
Lalu bagaimana cara memperbaiki shalat? 
Petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dalam hadits al-Musii’ fii shalatihi (orang yang jelek dalam shalatnya), yang diriwayatkan Rifa’ah bin Rafi’; “...Jika engkau ingin shalat (dengan sempurna), berwudhulah  dan sempurnakan wudhumu....” (HR. An Nasa’i, no.1052. dishahihkan Al Albani).
Ternyata jika kita ingin memperbaiki shalat, kita harus mengawalinya dengan terlebih dahulu menyempurnakan wudhu.
Ada rahasia besar dibalik wudhu yang sempurna. Hati kan bergetar jika benar melakukannya. Janganlah wudhu sekedar wudhu. Tapi berwudhulah dengan ilmu. Pelajari kadar penggunaan airnya, pelajari apa saja yang wajib dibasuh dan apa saja yang membasuhnya termasuk sunnah. karena tidaklah ditetapkan begitu saja oleh Allah kecuali di dalamnya tersimpan mutiara-mutiara hikmah.
contoh sederhananya, do’a sesudah wudhu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam ajarkan pada kita itu redaksinya indah sekali jika benar-benar ditadabburi. Di mana di dalamnya kita meminta pada Allah: 
(...اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ...)
“Ya Allah jadikan hamba termasuk hamba-hamba-Mu yang bertaubat dan jadikanlah hamba termasuk hamba-hamba-Mu yang mensucikan diri”
Setelah wudhu kita sempurnakan, lalu kita panjatkan do’a itu dengan tulus dan ikhlas, perhatikan bagaimana cara Allah membalas:
(إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ...)
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang menyucikan diri.”(QS.2:222).
Indah bukan? baru di tahap persiapan menuju shalat, Allah sudah menyambut kita dengan sambutan yang begitu hangat. 
Maka, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah. Jangan pernah merasa diri sudah tak layak untuk bertaubat. Betapapun telah banyak berbuat maksiat. Karena sesungguhnya kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya tak terbatas dan ampunan Allah itu amatlah luas.
Katakanlah : "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.39:53)
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa" (QS.3:133).
Mari kita (perbaiki kualitas) shalat (kita). Awali dari hal-hal kecil saja dulu, sesederhana memulainya dengan (belajar) menyempurnakan wudhu.
Allahu a’lam bisshawab.
©rizqunkariim
3 notes · View notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Dear Sisters,
Mungkin sisters pernah mengalami, ketika menjadi makmum sholat, sangat terganggu dengan orang di shaf depan yang suka melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu, sehingga terlintas dalam pikiran "Orang ini sholatnya tidak khusyu’."
Tapi katanya kita tidak boleh ngejudge karena tampilan luar, meski kita meyakini apa yang kita lihat. Ternyata anggapan ini tidak sepenuhnya benar, ketika dikaitkan dengan amalan yang tuntunannya sudah jelas dalam Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun ketika melihat seorang mengacak-acak jenggotnya ketika sholat, beliau bersabda, “Sekiranya hati orang ini khusyu’, tentu anggota tubuhnya juga khusyu’.”
Para ulama sepakat, khusyu’ adalah ibadah hati. Apa yang terkandung dalam hati, akan menjadi arah dari tingkah laku. Sehingga kita bisa menilai, kekhusyu’an seseorang itu benar atau hanya sekedar penampakan di luarnya saja, dapat tercermin dari perilaku yang terlihat.
Kekhusyu’an yang dibuat-buat akan terlihat berlebihan dan terasa aneh. Hudzaifah bin Yaman ditanya, “Apakah khusyu’ kemunafikan itu?” Ia menjawab: “Jika engkau melihat tubuh khusyu’, tapi hati tidak khusyu’.”
Fudhail bin Iyadh membenci orang yang menampakkan khusyu’ lebih banyak dari apa yang ada dalam hatinya (hipokrit). Karena orang yang benar-benar khusyu’ tidak akan mau menarik perhatian orang lain dengan menampakkan kekhusyu’an yang berlebihan, kecuali yang memang sudah melekat pada dirinya.
Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’ adalah kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia (kepada Allah ta’ala).” Sehingga khusyu’ tidak hanya terletak dalam ibadah sholat saja, tapi mencakup semua aktivitas manusia yang dilakukan hati, lisan, dan perbuatan.
Suatu hari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merasa bosan (jenuh), lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.” QS. Yusuf: 3. Kemudian mereka merasa jenuh lagi, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik.” QS. Az-Zumar: 23.
Kemudian mereka merasa jenuh lagi, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu’ hati mereka mengingat Allah, dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)?” QS. Al-Hadid: 16.
Hudzaifah berkata, “Yang pertama kali hilang dari agama kalian adalah khusyu’, dan yang terakhir kali hilang dari agama adalah sholat. Berapa banyak orang yang mendirikan sholat namun tidak ada kebaikan di dalamnya. Begitu cepat mereka masuk masjid untuk berjamaah, namun engkau tidak melihat seorangpun di antara mereka yang khusyu’.”
Syeikh Abu Isma’il Abdullah Al-Ansari Al-Hawari membagi derajat kekhusyu’an menjadi tiga:
Tunduk kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, pasrah kepada hukum atau syariat, tidak menentangnya karena perbedaan pendapat atau mengikuti hawa nafsu, dan tunduk kepada kebenaran
Sibuk melihat kekurangan dan aib hati, yang merusak nilai amalnya karena terkotori ketidakikhlasan. Disisi lain melihat kelebihan orang lain, sehingga kita tidak mudah mencela atau membanding-bandingkan kebaikan atau keburukan seseorang
Menjaga keikhlasan saat mencapai tujuan. Sehingga tidak ada kebanggaan ketika berhasil, melainkan hanya kesyukuran penuh kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” HR. Muslim.
Cara mencapai kekhusyu’an adalah dengan belajar terus mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga mendapatkan nilai kekhusyu’an yang makin tinggi. Ilmu menjadi tidak bermanfaat bila tidak menambah kekhusyu’an kita, sehingga berakibat jiwa tidak pernah merasa puas dan sulit terkabulnya doa.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
50 notes · View notes
arifaizin · 1 year
Text
Ringkasan Kitab Nawaqidul Islam - HSI Abdullah Roy
Tumblr media
Penulis kitab ini adalah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman At Tamimi yang lahir pada tahun 1115 H di Uyainah, sebuah daerah di Jazirah Arab.
Nawaqid artinya adalah pembatal-pembatal. Jamak dari Naqidun yang artinya pembatal atau perusak.
Keislaman tersebut bisa batal apabila melakukan satu diantara Nawaqidul Islam. Dan pembatal-pembatal keislaman ada yang berupa ucapan, keyakinan di dalam hati, dan perbuatan anggota badan.
Diantara pembatal keislaman, ada yang berupa keyakinan, seperti:
• Meyakini bahwa ada illah (sesembahan) selain Allah
• Meyakini bahwa hukum selain hukum Allah adalah lebih baik daripada hukum Allah
• Meyakini bahwa shalat lima waktu tidak wajib
• Meyakini kehalalan sesuatu yang jelas diharamkan di dalam agama Islam, seperti zina, homoseks, minuman keras, dan lain-lain.
Pembatal keislaman ada yang berupa perbuatan anggota badan, seperti:
• Bersujud kepada selain Allah
• Menyembah untuk selain Allah
• Dan lain-lain
Mengetahui Nawaqidul Islam (pembatal-pembatal keislaman) merupakan perkara yang sangat penting, karena seseorang harus mengetahui kebaikan untuk diamalkan dan mengetahui kejelekan supaya bisa terhindar dari kejelekan tersebut.
Hudzaifah Ibnu Yaman, seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كان أصحابُ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَسأَلُونَه عن الخَيرِ، وكُنتُ أسأَلُه عن الشَّرِمَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي
“Dahulu, para sahabat Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam, mereka bertanya kepada Beliau tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada Beliau tentang kejelekan, karena aku takut terjerumus ke dalam kejelekan tersebut.” [Muttafaqun’ Alaihi]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
والجهل داء قاتل وشفاؤه أمران في التركيب متفقان نص من القرآن أو من سنة وطبيب ذاك العالم الرباني
“Kebodohan adalah penyakit yang mematikan dan obatnya adalah dua hal yang digabung menjadi satu, yaitu nash dari Al Qur’an atau dari As Sunnah dan dokternya ada seorang ‘alim robbani.”
Allah berkata,
(وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَا تَصِفُ أَلۡسِنَتُكُمُ ٱلۡكَذِبَ هَـٰذَا حَلَـٰلࣱ وَهَـٰذَا حَرَامࣱ لِّتَفۡتَرُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَۚ إِنَّ ٱلَّذِینَ یَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا یُفۡلِحُونَ)
[Surat An-Nahl 116]
“Janganlah kalian mengatakan dengan lisan-lisan kalian, ini adalah halal, ini adalah haram, untuk berdusta atas nama Allah. Orang-orang yang berdusta atas nama Allah, maka dia tidak akan beruntung.”
Di sana ada dua kelompok yang tersesat di dalam masalah ini.
1. Kelompok yang berlebih-lebihan, hingga mengatakan bahwasanya ini adalah sesuatu yang kufur, padahal Allah tidak mengatakan itu adalah sebuah kekufuran. Seperti orang-orang Khawarij yang berkeyakinan bahwa orang yang melakukan dosa besar, dia keluar dari Islam.
2. Orang-orang yang berlebihan, sehingga mengatakan bahwa ini sesuatu yang tidak kufur, padahal Allah telah menjelaskan bahwa itu adalah kekufuran. Seperti orang-orang Murji’ah, yang mereka menganggap bahwasanya keimanan cukup dengan keyakinan di dalam hati. Seandainya seseorang mengucapkan ucapan yang kufur atau melakukan amalan yang kufur, yang penting hatinya mengenal dan meyakini Allah, maka dia tidak keluar dari agama Islam.
Ahlussunnah wal Jama’ah bukan termasuk Khawarij dan juga bukan termasuk Murji’ah. Mereka berada di pertengahan.
Diantara kaidah yang disebutkan oleh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di dalam masalah pembatal keislaman adalah:
• Terkadang seseorang mengucapkan ucapan yang kufur atau melakukan amalan yang kufur akan tetapi tidak dihukumi sebagai orang yang kafir, karena di sana ada syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang dihukumi sebagai orang yang kafir. Diantaranya: Baligh, berakal, tidak dipaksa.
Beliau mengatakan, “Ketahuilah sesungguhnya termasuk Nawaqidhul Islam (pembatal-pembatal keislaman) yang paling besar ada 10″
i’lam (آعلم) artinya adalah ketahuilah.
Dan kalimat ini digunakan oleh orang arab untuk memberi tahu bahwasanya apa yang akan dia katakan adalah sesuatu yang penting.
1. Menyekutukan di dalam beribadah kepada Allah.
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla ketika menyebutkan tentang 10 hak di dalam surat An Nisa, hak yang pertama yang disebutkan adalah hak Allah sebelum hak yang lain.
Allah berfirman,
وَٱعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُوا۟ بِهِۦ شَیۡـࣰٔاۖ وَبِٱلۡوا⁠لِدَیۡنِ إِحۡسَـٰنࣰا وَبِذِی ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡیَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِینِ وَٱلۡجَارِ ذِی ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِیلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَیۡمَـٰنُكُمۡۗ
[Surat An-Nisa’ 36]
“Dan sembahlah Allah, dan janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kalian miliki.”
Ibadah adalah:
اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَفعَالِ الظَّاهِرَةِ وَالبَاطِنَةِ
“Seluruh perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan yang dhohir maupun yang batin.”
Kemudian Syeikh menyebutkan dalil bahwa kesyirikan adalah pembatal keislaman, yaitu firman Allah,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا یَغۡفِرُ أَن یُشۡرَكَ بِهِۦ وَیَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن یَشَاۤءُۚ ⁠
[Surat An-Nisa’ 48 dan 116]
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki.”
2. Barangsiapa yang menjadikan antara dia dan Allah perantara-perantara, berdo’a kepada mereka, meminta kepada mereka syafa’at, dan bertawakal kepada mereka, maka dia telah kufur, dengan kesepakatan para ulama.
Maksudnya adalah di dalam ibadah, menjadikan makhluk, baik itu seorang Nabi, malaikat, atau orang yang shalih, sebagai perantara di dalam ibadahnya kepada Allah agar mendekatkan dia kepada Allah. Atau menjadikan dia sebagai syufa’a (orang-orang yang memberikan syafa’at baginya di sisi Allah) dan bertawakal kepada perantara tersebut, maka ini adalah perbuatan yang diharamkan, termasuk kesyirikan, karena berdo’a dan bertawakal adalah ibadah yang tidak boleh diserahkan kepada selain Allah.
Dalil yang menunjukkan bahwa do’a adalah ibadah, firman Allah,
(وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِیۤ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِینَ یَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِی سَیَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِینَ)
[Surat Ghafir 60]
“Dan Rabb kalian berkata, ‘Berdo’alah kalian kepada-Ku niscaya aku akan mengabulkan untuk kalian.’ Sesungguhnya orang-orang yang sombong dari beribadah kepada-Ku, niscaya mereka akan masuk ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina.”
Ayat ini menunjukkan bahwa do’a adalah ibadah, dari dua sisi:
1. Allah memerintahkan kita untuk berdo’a kepada-Nya. Berarti Allah mencintai do’a. Dan ini menunjukkan bahwa do’a adalah ibadah.
2. Allah menamakan do’a dengan ibadah. Karena setelah Allah mengatakan, ‘Berdo’alah kalian kepada-Ku’ Allah berkata setelahnya, ‘Sesungguhnya orang-orang yang sombong dari beribadah kepada-Ku’.
Orang-orang yang shalih, mereka sudah meninggal dunia. Menolong diri mereka sendiri saja mereka tidak mampu, lalu bagaimana mereka bisa menolong orang lain?
Memohonkan ampun untuk diri sendiri sudah tidak bisa, lalu bagaimana mereka memohonkan ampunan untuk orang lain?
Ternyata Umar radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu meminta do’a dari Abbas yang masih hidup saat itu dan tidak meminta do’a dari Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Apabila seseorang mengatakan, kita memerlukan perantara kepada Allah sebagaimana kita memerlukan perantara ketika akan berbicara dengan presiden, maka dia telah menyamakan Allah dengan makhluk.
Diantara mereka ada yang beralasan bahwa kita adalah hamba yang berdosa dan banyak maksiat. Apabila kita berdo’a sendiri maka Allah tidak mengabulkan dan kita tidak diampuni dosanya sehingga kita harus punya perantara.
Maka kita katakan, selama kita mau berdo’a kepada Allah dan masih mengharap kepada Allah, justru itu adalah sebab kita mendapatkan ampunan dari Allah.
Dalam hadits yang lain ketika Beliau ditanya oleh Abu Huroiroh,
من أسعدُ النَّاسِ بشفاعتِك يومَ القيامة؟
“Siapakah orang yang paling gembira mendapatkan syafa’atmu di hari kiamat?”
Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
مَن قَالَ لا إلهَ إلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِن قَلبِهِ
“Orang yang mengatakan لا إلهَ إلَّا اللَّه ikhlas dari hatinya.” [HR Al Imam Al Bukhari]
3. “Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrikin atau dia ragu tentang kekufuran mereka atau membenarkan madzhab mereka, maka dia telah kafir dengan ijma’ para ulama.”
Tidak boleh ada satupun kabar yang datang dari Allah dan Rasul-Nya didustakan oleh seorang muslim. Barangsiapa yang mendustakan apa yang datang dari Allah dan juga Rasul-Nya berupa kabar dan juga berita, maka dia telah keluar dari agama Islam.
Dan diantara kabar yang datang dari Allah dan juga Rasul-Nya adalah kekafiran orang-orang yang kafir. Di dalam Al Qur’an Allah mengkafirkan orang-orang musyrikin, ahlul kitab baik Yahudi maupun Nasrani, dan orang-orang munafikin. Kewajiban kita adalah meyakini kekafiran mereka.
Ketika Allah mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir, maka tidak boleh seorang muslim mengatakan bahwa ahlul kitab sama dengan kaum muslimin.
Diantara bentuk kekafiran ahlul kitab adalah membeda-bedakan diantara para Rasul Allah. Beriman kepada sebagian Rasul dan mendustakan Rasul yang lain.
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Tidaklah mendengar tentang kedatanganku salah seorang diantara umat ini, baik seorang Yahudi maupun Nasrani kemudian dia meninggal dunia dan tidak beriman dengan apa yang aku bawa, kecuali dia adalah termasuk penduduk neraka.” [HR Muslim]
Allah juga mengabarkan tentang kekafiran orang-orang munafik, di dalam firman-Nya,
وَلَقَدۡ قَالُوا۟ كَلِمَةَ ٱلۡكُفۡرِ وَكَفَرُوا۟ بَعۡدَ إِسۡلَـٰمِهِمۡ
[Surat At-Tawbah 74]
“Dan sungguh mereka (orang-orang munafik) telah mengucapkan ucapan yang kufur, dan mereka kafir setelah keislaman mereka.”
"Barangsiapa yang meragukan kekafiran orang-orang musyrikin”, mengatakan dengan hatinya ‘mungkin mereka kafir dan mungkin mereka muslim. Atau membenarkan madzhab mereka, maka dia telah kafir dengan ijma."
Ada hal yang boleh kita lakukan terkait orang-orang yang kafir dan ada hal yang tidak boleh kita lakukan terkait dengan mereka.
Diantara yang boleh dilakukan:
1. Berbuat baik kepada orang-orang kafir.
2. Berbuat adil kepada mereka.
3. Jual beli dengan mereka.
4. Boleh berhutang.
5. Boleh membuat perjanjian damai.
Allah membolehkan kita untuk berbuat baik kepada mereka selama mereka:
1. Tidak memerangi kita di dalam agama kita
2. Tidak mengeluarkan kita dari daerah kita
Diantara yang tidak boleh kita lakukan adalah:
1. Mendzolimi orang-orang kafir
2. Mewarisi harta mereka
3. Menguburkan mereka di pekuburan kaum muslimin
4. Mendahului mengucapkan salam kepada mereka
5. Mengucapkan selamat atas hari raya mereka
6. Menyerupai mereka
7. Mentaati mereka dalam kekafiran atau kemaksiatan
4. “Barangsiapa yang meyakini bahwa selain petunjuk Nabi lebih sempurna daripada petunjuk Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam, atau meyakini bahwa selain hukum Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam lebih baik daripada hukum Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam, seperti orang-orang yang mengutamakan hukum thaghut di atas hukum Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka dia telah kafir.”
Allah yang lebih mengetahui apa yang maslahat bagi kita dan apa yang mudhorot bagi kita.
Hukum thaghut adalah hukum-hukum yang dibuat oleh manusia. Kalau diyakini itu sama dengan hukum Allah atau lebih baik daripada hukum Allah, maka pelakunya keluar dari agama Islam. Tapi kalau dia berhukum dengan hukum tersebut karena sebab dunia, seperti harta dan jabatan, namun di dalam hatinya meyakini hukum Allah lebih baik, maka dia fasik, tidak keluar dari agama Islam.
5. “Barangsiapa yang membenci sesuatu diantara yang dibawa Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam meskipun dia mengamalkannya, maka dia telah kufur dengan ijma’. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya ‘Yang demikian karena mereka membenci apa yang diturunkan oleh Allah, maka Allah membatalkan amalan-amalan mereka.’”
Ucapan beliau شَيْئًا artinya ‘sesuatu’, tidak harus membenci semuanya.
Orang-orang munafik di zaman Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam terkadang mereka berjihad, sholat lima waktu berjamaah di masjid, berinfak, tetapi mereka membenci semuanya itu di dalam hati mereka. Secara umum mereka membenci syari’at Islam.
Allah mengatakan,
(وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقۡبَلَ مِنۡهُمۡ نَفَقَـٰتُهُمۡ إِلَّاۤ أَنَّهُمۡ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا یَأۡتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمۡ كُسَالَىٰ وَلَا یُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمۡ كَـٰرِهُونَ)
[Surat At-Tawbah 54]
“Dan tidaklah mencegah dari menerima shodaqoh-shodaqoh mereka (orang-orang munafik) kecuali karena mereka kufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka tidak melakukan sholat kecuali dalam keadaan malas dan mereka tidak berinfak/bershodaqoh kecuali dalam keadaan benci dengan shodaqoh tersebut.
Dan dalil yang menunjukkan kekufuran orang yang membenci apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah firman Allah,
(وَٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ فَتَعۡسࣰا لَّهُمۡ وَأَضَلَّ أَعۡمَـٰلَهُمۡ ۝ ذَ ⁠لِكَ بِأَنَّهُمۡ كَرِهُوا۟ مَاۤ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأَحۡبَطَ أَعۡمَـٰلَهُمۡ)
[Surat Muhammad 8 – 9]
“Dan orang-orang kafir, maka kecelakaan bagi mereka dan Allah membatalkan amalan mereka. Yang demikian, karena mereka membenci apa yang Allah turunkan. Maka Allah pun menghapuskan seluruh amalan mereka.”
Dalam sebuah hadits dari Umar bin Khatab radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, ada seorang laki-laki di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bernama Abdullah. Gelarnya Himar (حِمَار). Dahulu sering menghibur Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan Nabi dahulu mencambuk beliau dengan sebab minum minuman keras.
Suatu saat laki-laki tersebut didatangkan dan diperintahkan untuk dicambuk karena minum minuman keras. Kemudian ada seseorang yang berkata, “Ya Allah, laknatlah dia. Betapa sering dia dibawa ke sini.” Maka Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Janganlah kalian melaknat laki-laki ini. Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali dia adalah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.” [HR Bukhari dan Muslim].
Ini menunjukkan bahwa kemaksiatan tidak menunjukkan kebencian kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah berfirman,
( لَاۤ أُقۡسِمُ بِیَوۡمِ ٱلۡقِیَـٰمَةِ ۝ وَلَاۤ أُقۡسِمُ بِٱلنَّفۡسِ ٱللَّوَّامَةِ)
[Surat Al-Qiyamah 1 – 2]
“Aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu mencela (dirinya sendiri).
Maksudnya adalah jiwa yang ketika dia melakukan kemaksiatan, dia mencela dirinya sendiri.
Kita harus membedakan antara الكُرهُ الإِعتِقَادِي, kebencian yang merupakan keyakinan. Dia membenci syari’at Allah baik syari’at tersebut berat atau tidak. Dan inilah yang merupakan kekufuran.
Dan الكُرهُ الطَّبِيعِي kebencian yang merupakan tabiat manusia, seperti kebencian karena beratnya syari’at tersebut bagi dirinya, disertai keyakinan bahwa syari’at Allah itulah yang benar. Di dalamnya ada kebaikan dan harus diikuti, seperti berat bagi seseorang berperang karena harus menahan sakit ketika terluka, berpisah dengan keluarga, dll. Seperti beratnya seseorang ketika berwudhu di waktu yang dingin. Maka kebencian seperti ini adalah tabiat manusia, bukan merupakan kekufuran.
6. “Barangsiapa yang mengejek sesuatu dari agama Allah atau pahala-Nya atau siksaan-Nya, sungguh dia telah kufur.
Dalilnya firman Allah yang artinya: Katakanlah, apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, kalian mengejek? Janganlah minta udzur, sungguh kalian telah kufur setelah keimanan kalian.”
Beliau berkata setelahnya, أَوْ ثَوَابِهِ، أَوْ عِقَابِهِ atau mengejek pahala Allah atau siksaan-Nya, seperti mengejek surga dan kenikmatan di dalamnya, dan mengolok-olok neraka dan berbagai siksaan di dalamnya.
Barangsiapa yang menyifati Allah dengan kekurangan, sungguh dia telah merendahkan Allah. Seperti orang-orang yang meyakini bahwa Allah memiliki anak. Sebagaimana keyakinan orang-orang musyrikin dan ahlul kitab.
“Orang-orang Yahudi mengatakan ‘Uzair adalah anak Allah dan orang-orang Nasrani mengatakan Isa Al Masih adalah anak Allah.” [Surat At-Tawbah 30]
Diantara contoh merendahkan Allah, apa yang diucapkan orang-orang Yahudi ketika mereka menyifati Allah dengan kefakiran. Mereka menyifati bahwa tangan Allah terbelenggu.
Seseorang yang di dalam hatinya ada keimanan, dia akan menghormati ayat-ayat Allah.
Ayat-ayat Allah ada dua:
1. Ayat-ayat kauniyah, yaitu tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di alam semesta ini.
2. Ayat-ayat sam’iyyah. yaitu tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di dalam kitab-Nya, seperti yang ada di dalam Al Qur’an.
Dalil bahwasanya orang yang mengejek agama Allah dan apa yang berkaitan dengannya menjadi kafir adalah firman Allah,
قُلْ أَبِاللهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Katakanlah wahai Muhammad, apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya, kalian mengejek-ejek? Janganlah kalian minta udzur. Sungguh kalian telah kufur setelah keimanan kalian.” [At Taubah 65-66]
Allah mengatakan, كَفَرْتُم (kalian telah kufur).
Padahal saat itu yang mengucapkan ucapan ejekan hanyalah satu orang. Yang demikian karena orang-orang yang mendengar saat itu ridho terhadap ejekan tersebut, meskipun mereka tidak mengucapkan.
“Dan sungguh telah Allah turunkan kepada kalian di dalam Al Qur’an, apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah dikufuri dan diejek, maka janganlah kalian duduk bersama mereka sampai mereka berbicara tentang pembicaraan lain. Sesungguhnya kalau kalian demikian, maka kalian semisal dengan mereka. Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam, semuanya.”
[Surat An-Nisa’ 140]
Dan perlu diketahui bahwa mengejek terkadang dengan lisan, terkadang dengan tulisan, bahkan bisa dengan isyarat, seperti isyarat mata atau tangan.
7. “Yang ke tujuh adalah sihir. Dan diantara macamnya, Ash Shorfu dan Al ‘Athfu. Barangsiapa yang mengerjakannya atau ridho dengan sihir, maka dia telah kufur, keluar dari Islam. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya ‘Dan tidaklah keduanya mengajarkan sihir kepada seseorang sampai keduanya berkata sesungguhnya kami adalah ujian, maka janganlah engkau kufur.’ [Al Baqarah 102]”
السِّحْرُ
di dalam Bahasa Arab adalah segala hal yang samar sebabnya.
Sihir yang dilarang ada dua jenis:
1. Sihir hakiki
Yaitu sihir yang benar-benar, maksudnya sihir yang memudhoroti orang lain, membuat sakit, membunuh, sihir yang menjadikan kecintaan menjadi sebuah kebencian, dan sebaliknya.
2. Sihir takhyili, yaitu sihir yang hanya sekedar hayalan, menjadikan penglihatan orang lain melihat sesuatu yang tidak sebenarnya, seperti yang terjadi di zaman Nabi Musa ‘alaihissalam ketika Fir’aun mengumpulkan tukang sihir-tukang sihir di Mesir untuk melawan Nabi Musa ‘alaihissalam. Mereka menggunakan sihir takhyili, menyihir mata-mata manusia sehingga melihat tali-tali yang mereka lempar seakan-akan itu adalah ular.
Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Musa ‘alaihissalam dimana Allah benar-benar menjadikan tongkat Nabi Musa, ular yang hidup yang bergerak yang memakan tali-tali yang dilempar
Kedua jenis sihir ini diharamkan di dalam agama Islam dan sihir memiliki macam-macam yang banyak, diantaranya kata beliau adalah As Shorfu dan Al ‘Athfu.
Ash Shorfu artinya adalah memalingkan. Maksudnya memalingkan rasa cinta menjadi rasa benci. Misalnya seorang suami yang mencintai istrinya berubah menjadi kebencian dengan sebab sihir ini.
Al ‘Athfu artinya adalah cinta. Sihir ini menjadikan seseorang yang awalnya membenci akhirnya menjadi mencintai.
Orang-orang Yahudi meyakini bahwa Sulaiman bisa menundukkan jin dengan sihir sebagaimana tukang sihir-tukang sihir. Padahal tidak demikian. Allah telah menjadikan jin dan syaithan tunduk kepada Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, sehingga mereka pun menurut ketika diperintah oleh Nabi Sulaiman.
Adapun tukang sihir-tukang sihir, maka mereka menundukkan jin dengan mantra-mantra yang isinya adalah kekufuran kepada Allah. Apabila diucapkan oleh seorang tukang sihir, maka syaithan akan ridho karena syaithan sangat senang dengan kekufuran. Apabila dia ridho, maka dengan senang hati dia dan pasukannya membantu apa yang diinginkan oleh tukang sihir, berupa santet dll.
Hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh, dan yang menegakkan hukuman adalah hak pemerintah yang sah, bukan dilakukan secara individu.
Mereka mempelajari sihir yang tidak memudhoroti mereka & tidak memberikan manfaat kepada mereka. [Surat Al-Baqarah 102]
Menunjukkan kepada kita bahwasanya orang yang melakukan sihir nanti diakherat tidak memiliki bagian artinya tidak memiliki kenikmatan.
8. “Yang ke delapan: menolong orang-orang musyrikin dan membantu mereka di dalam memerangi kaum muslimin. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya ‘Dan barangsiapa yang menolong mereka maka sesungguhnya dia termasuk mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.’ [Al Maidah : 51]”
Adapun orang yang membantu orang-orang musyrikin dan orang-orang kafir dalam memerangi kaum muslimin tetapi bukan karena cinta dengan agama orang-orang kafir tersebut dan bukan karena senang apabila agama orang-orang kafir lebih nampak dari agama kaum muslimin, contohnya dia menolong karena keinginan duniawi seperti jabatan, harta, wanita, dll, maka orang yang demikian telah melakukan dosa besar tetapi tidak sampai keluar dari agama Islam. Ini termasuk kefasikan.
9. “Yang ke sembilan, barangsiapa yang meyakini bahwa sebagian manusia tidak wajib mengikuti Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan bahwa dia boleh keluar dari syari’at Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam sebagaimana Nabi Khadhir keluar dari syari’at Nabi Musa ‘alaihissalam, maka dia kafir.”
Dan ini adalah keistimewaan Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Adapun para Nabi sebelumnya, maka mereka diutus untuk kaumnya saja.
Nabi Musa ‘alaihissalam diutus kepada Bani Israil. Nabi Isa ‘alaihissalam diutus kepada Bani Israil. Nabi Shalih ‘alaihissalam diutus kepada Tsamud. Nabi Hud kepada ‘Aad. Nabi Syu’aib diutus kepada Madyan. Nabi Nuh diutus kepada kaumnya.
Kemudian Rasulullah berkata,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa ‘alaihissalam sekarang ini hidup, niscaya dia tidak boleh kecuali harus mengikuti diriku.” [HR Imam Ahmad dan dihasankan oleh Syeikh Al Albani Rahimahullah]
Risalah Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah umum untuk seluruh manusia dan jin.
Setelah ini semua, apabila ada seseorang di zaman sekarang meyakini bahwa sebagian manusia boleh untuk tidak mengikuti Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, boleh untuk tidak beriman dengan Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam, boleh untuk keluar dari syari’at Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka dia telah keluar dari agama Islam.
Kenapa demikian?
Karena dia telah mendustakan kabar Allah dan karena dia telah mendustakan kabar Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Masuk di dalam golongan ini sebagian manusia yang mengaku telah mencapai derajat tertentu di dalam agama, maka dia sudah tidak terikat dengan perintah dan larangan, boleh baginya tidak sholat lima waktu, tidak puasa Ramadhan, meminum minuman keras, berzina, dll. Dan mereka mengatakan bahwasanya syari’at hanyalah untuk orang-orang yang memiliki derajat yang rendah di dalam agama.
Barangsiapa yang meyakini keyakinan ini, maka dia telah keluar dari agama Islam.
Mereka beralasan “Sebagaimana Nabi Khadhir boleh keluar dari syari’at Nabi Musa.”
Maka kita katakan ini adalah sebuah alasan yang tidak benar dan alasan yang bathil, karena Nabi Khadhir ‘alaihissalam bukan termasuk Bani Israil. Sedangkan Nabi Musa ‘alaihissalam hanya diutus kepada Bani Israil.
10. “Yang ke sepuluh adalah berpaling dari agama Allah. Tidak mau mempelajarinya dan tidak mau mengamalkannya. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya “Dan siapa yang lebih dzalim daripada orang-orang yang diingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya kemudian dia berpaling dari ayat-ayat Allah. Sesungguhnya kami akan mengadzab orang-orang yang mujrimin.” [As Sajdah 22]”
Persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dan diibadahi kecuali Allah.
Maka dia harus mengetahui makna ibadah, macam-macamnya, supaya dia menyerahkan seluruh ibadah tadi hanya kepada Allah.
Dan juga harus mempelajari macam-macam kesyirikan, supaya tidak terjerumus ke dalam kesyirikan yang merupakan perkara yang bertentangan dengan لا إله إلا الله
Dan ilmu yang dimaksud di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah adalah ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang diamalkan oleh orang yang memilikinya. Bukan hanya sekedar pengetahuan.
Orang yang berilmu dan dia tidak mengamalkan ilmunya, maka dia seperti orang-orang Yahudi.
Dan orang yang beramal tanpa berdasarkan ilmu, maka ini seperti orang-orang Nasrani.
---
“Tidak ada bedanya di dalam pembatal-pembatal keislaman yang sepuluh ini antara orang yang bercanda, orang yang bersungguh-sungguh, dan orang yang takut, kecuali orang yang dipaksa.”
Telah berlalu penyebutan kisah orang munafik yang mengejek Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Dan dia menyebutkan bahwa ejekan dia dilakukan karena permainan saja. Namun ternyata yang demikian tidak bermanfaat dan dia tidak diberikan udzur.
Beliau berkata,
وَكُلُّهَا مِنْ أَعْظَمِ مَا يَكُونُ خَطَرًا، وَأَكْثَرِ مَا يَكُونُ وُقُوعًا،
فَيَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَحْذَرَهَا وَيَخَافَ مِنْهَا عَلَى نَفْسِهِ
نَعُوذُ بِاللهِ مِنْ مُوجِبَاتِ غَضَبِهِ، وَأَلِيمِ عِقَابِهِ
“Dan semuanya ini termasuk yang paling berbahaya dan paling banyak terjadi. Maka sepantasnya seorang muslim waspada dan takut terjadi atas dirinya sendiri. Kita berlindung kepada Allah dari perkara-perkara yang menyebabkan kemarahan-Nya dan kita berlindung kepada Allah dari pedihnya siksaan-Nya.”
Ini menunjukkan bahwa di sana masih ada perkara-perkara yang lain yang tidak beliau sebutkan di sini.
Dengan demikian kita sudah menyelesaikan kitab yang mulia ini, kitab yang sangat bermanfaat, yaitu Nawaqidul Islam, yang berisi tentang 10 perkara yang paling besar yang bisa membatalkan keislaman seseorang.
Semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan menjadikan ilmu yang kita dapatkan adalah ilmu yang diamalkan.
9 notes · View notes
ruangteduh · 1 year
Text
Hudzaifah Ibnu Yaman radhiallahu'anhu berkata "Dahulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, adapun aku bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena khawatir terjerumus ke dalamnya"
Kitab Syarhus Sunnah
6 notes · View notes
mutiarafirdaus · 1 year
Text
Prolog 4 Mutiara
Kalo kata Ustadzah,
"Giat beramal shalih dan mendekatkan diri pada Quran dibulan Ramadhan itu hal yang biasa. Luar biasa ketika di bulan-bulan selanjutnya ghirah ibadah dan intensitas bersama Quran masih besar.
Sama halnya, rajin belajar agama dan menjaga diri ketika jadi santri itu biasa tapi ketika sudah jadi alumni masih menjaga betul prinsip prinsip semasa santri dan tak usai belajar agama, justru itu yang utama."
Selesai Ramadhan, apa kabar dengan kequranannya? Kalo aku pribadi tentu saja turun drastis dan menyedihkan 😭
Makanya mau nulisin tentang 4 sosok orang orang yang dijadikan rujukan dalam berquran sebagai langkah #KawalSyawal, biar kalo ada yang kondisinya sama dan kedapetan ngebaca, bisa berjuang lagi buat naikin aksi nyata bareng Qurannya :")
Emang ga gampang belajar Quran, ngajar Quran juga ga gampang, jadi fasilitator Quran juga ga gampang, makanya dibilang sebaik baik kalian adalah orang yang belajar Quran dan mengajarkannya, karena emang buat mengabdikan hidup disana sulit sekali :"
Tapi semoga aja sulitnya cukup di dunia, biar kesulitannya ngga ditemuin lagi di akhirat. Apes betul kalo sampai akhirat masih ketemu kesulitan tersebab lalai sama Quran, lindungi kami ya Rabb :"
Rasulullah bersabda, pelajarilah Al Qur'an dari Abdullah bin Mas'ud, Salim Maula Hudzaifah, Ubay bin Kaab, dan Mu'adz bin Jabal.
Di film Omar sampai jilid 30 tidak kutemukan sosok Ubay dan Mu'adz :") tapi Ibnu Mas'ud dan Salim keren betul!! Apalagi pas syahidnya Salim sama sahabatnya yaitu Hudzaifah, epic!!
2 notes · View notes
risalahmuslim · 2 years
Photo
Tumblr media
▶️ Namimah (Adu Domba) ◀️ ㅤㅤ Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara. ㅤㅤ 📗 Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah mengatakan bahwa namimah tidak khusus itu saja. Namun intinya adalah membeberkan sesuatu yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan. Baik berupa aib ataupun bukan. ㅤㅤ 💡 Namimah hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan haramnya namimah dari Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’. ㅤㅤ Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” — QS. Al Qalam [68] : 10-11 ㅤㅤ ㅤㅤ 📗 Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, “Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba).” — HR. Al Bukhari ㅤㅤ ㅤㅤ 📗 Ibnu Katsir menjelaskan, “Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.” ㅤㅤ ㅤㅤ Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan, “(suatu hari) Rasulullah ﷺ melewati dua kuburan lalu berkata, lalu bersabda: ㅤㅤ “Sesungguhnya penghuni kedua kubur ini sedang diadzab. Dan keduanya bukanlah diadzab karena perkara yang berat untuk ditinggalkan. Yang pertama, tidak membersihkan diri dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan kesana kemari menyebarkan namimah.” — HR. Al-Bukhari ㅤㅤ https://instagr.am/p/CkzhbdmM1FQ/
3 notes · View notes
aliindonesia · 15 hours
Text
Bersikap Lembut ke Istri dan Anak-anak.......
Apa dampak bersikap lembut ke istri dan anak-anak? Tentu sangat banyak. Ambillah satu dampak saja. Suasana rumah jadi teduh karena dirimbuni kata-kata yang baik dan penuh hikmah. Suasana rumah teduh dan penuh hikmah itu efek dari energi kebaikan kata-kata yang ditabur dalam ruang keluarga, ruang makan, ruang dapur, ruang tidur. Kata-kata yang baik akan berimbas pada energi positif.
Energi positif itu secara tak langsung akan menggiring pada rezeki yang kita terima. Rezeki halal dan penuh keberkahan. Rezeki halal dan penuh keberkahan itu, berimbas pada laku lampah anggota keluarga.
Lantas jika kita tak mampu menjaga lisan dengan kelembutan, apa yang harus dikerjakan? Rasulullah memberi opsi, beristighfar.
Seorang sahabat Nabi bernama Hudzaifah datang kepada Rasulullah dan berkata: “Wahai Rasulullah, lidahku agak tajam terhadap keluargaku, aku khawatir bila hal itu akan menyebabkanku masuk neraka.”
Kemudian Rasulullah bersabda, “Mengapa engkau tidak beristighfar? Karena sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah tiap hari seratus kali.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Jangan suka berkata kasar ke istri dan anak-anak. Kata-kata kasar akan menjadi barikade, penghalang keberkahan.
"Hendaklah bersikap lembut", itu anjuran Alquran di surat Al-Kahfi akhir ayat 19, walyatalattaf. Lafadz walyatalaattaf, ditengerai berada di posisi tengah di antara huruf Alquran.
وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ اَحَدًا
"Hendaklah pula dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali memberitahukan keadaanmu kepada siapa pun."
Ada yang menulis jumlah seluruh huruf Alquran adalah 340.740. Sehingga titik tengahnya jatuh pada huruf Ta dalam lafal walyatalattaf di Surat Al Kahfi ayat 19 tersebut.
Sebagian mushaf Alquran menulis lafadz walyatalattaf dengan warna merah 👇. Ada penjelasan bahwa warna merah di lafadz walyatalattaf itu tetesan darah Khalifah Ustman bin Affan ketika dibunuh. Aliran darahnya jatuh pada kata walyatalattaf. Khalifah Ustman ketika dibunuh sedang membaca Alquran.
Riwayat itu menjadi tak benar karena ada catatan lain ketika Sayyidina Ustman dibunuh, tetesan darah itu mengalir pada Surat Albaqarah ayat 137.
فَاِنْ اٰمَنُوْا بِمِثْلِ مَآ اٰمَنْتُمْ بِهٖ فَقَدِ اهْتَدَوْاۚ وَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا هُمْ فِيْ شِقَاقٍۚ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللّٰهُۚ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُۗ 
"Jika mereka telah mengimani apa yang kamu imani, sungguh mereka telah mendapat petunjuk. Akan tetapi, jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu). Maka, Allah akan mencukupkanmu (dengan pelindungan-Nya) dari (kejahatan) mereka. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Tumblr media
Terlepas dari perdebatan warna merah pada lafadz "walyatalattaf" itu, tapi makna yang terkandung dalam "walyatalattaf", hendaklah bersikap lembut, harus dijadikan peranti dalam hidup kita.
Tentu saja yang harus bersikap lemah lembut tak hanya suami ke istri tapi istri pun harus bersikap lembut ke suami. Jangan terlalu cerewet ketika suami tak bisa memberi nafkah lahir dan batin secara memadai.
0 notes
alhidayatkarpet · 12 days
Link
Dari Musa bin Ma’la, dia berkata, Hudzaifah berkata, “Wahai Musa, jika ada tiga sifat dalam dirimu, (maka) tidak ada kebaikan yang turun dari langit kecuali engkau akan mendapatkan bagiannya. Yaitu; melakukan amal hanya untuk Allah, mencintai orang lain seperti mencintai dirimu sendiri, dan berusaha sebaik mungkin untuk mencapai apa yang kamu inginkan”. Shiffatush Shafwah 4/269.
0 notes
lunarjingga · 1 month
Text
“Berangan-anganlah kalian,” kata Umar di waktu lain pada orang-orang di majelisnya.
Maka di antara mereka ada yang berangan-angan berjihad lalu mati syahid, lalu dihidupkan lagi, lalu berjihad lagi, lalu mati syahid, lalu berjihad, begitu seterusnya. Yang lain berangan-angan dikaruniai emas sebesar Gunung Uhud lalu dia menginfakkannya di jalan Allah.
“Adapun aku,” kata Umar, “Mengangankan dunia ini dipenuhi orang-orang seperti Abu Ubaidah ibn Al-Jarrah, Salin Maula Abi Hudzaifah, dan Mu’adz ibn Jabal, yang bersama mereka aku meninggikan kalimat Allah.”
📚Dalam Dekapan Ukhuwah - Ust. Salim A. Fillah
0 notes
xatskee · 4 months
Text
Tumblr media
#QuoteOfTheDay (20240112):
“Tidak sah shalat seorang laki-laki yang tidak meluruskan tulang punggungnya ketika rukuk dan sujud." (Ibnu Majah: 861)
Dengan meluruskan punggung, berarti kita telah tuma’ninah dan menyempurnakan rukuk dan sujud kita, “…kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan thuma'ninah… lalu sujudlah sampai hingga benar-benar thuma’ninah…” (al-Bukhari: 715).
Rasulullah ﷺ bersabda, "Pencuri yang paling jahat adalah orang yang mencuri dalam shalatnya." Abu Hurairah bertanya, "Bagaimana seseorang mencuri dalam shalatnya?" Beliau menjawab, "Orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya." (Ibnu Hibban: 1888). Karena tak sempurna, Hudzaifah ra pernah menegur seseorang, “Kamu belum shalat. Seandainya kamu meninggal dunia, maka kamu mati dalam keadaan di luar fithrah (agama), padahal Allah telah menciptakan Muhammad ﷺ berada di atasnya.” (al-Bukhari: 749)
#Salah #prayer #doesnot #straighten #spine #when #bowing #rukue #prostrating #sujood #invalid #JumuahMubaraka
Telegram channel: https://t.me/x_QoTD
0 notes
sazzlina · 6 months
Text
0 notes
frasa-in · 2 years
Text
Tumblr media
Dia adalah Hindun binti Abu Umayyah Al-Makhzumiyah. Dia merupakan keponakan Khalid bin Al-Walid, Saifullah, dan keponakan Abu Jahal bin Hisyam. Ummu Salamah termasuk wanita yang hijrah pertama kali dan mengikuti dua kali hijrah, yaitu pada saat hijrah ke Habasyah dan ke Madinah. Sebelum menjadi istri Nabi, dia menjadi istri dari saudara sesusuan beliau, yaitu Abu Salamah bin Abdul Asad Al-Makhzumi, seorang pria sholih.
Diriwayatkan dari Yazid bin Abu Maryam, dia berkata, Ummu Salamah berkata kepada Abu Salamah, “Aku mendapat berita bahwa wanita yang memiliki suami yang dijamin masuk surga, kemudian dia tidak menikah lagi, maka Allah akan mengumpulkan mereka kembali di surga. Oleh karena itu, aku memintamu berjanji agar tidak menikah lagi sesudahku dan aku tidak menikah lagi sesudahmu.”
Abu Salamah menjawab, “Apakah kamu akan menaatiku?” Ummu Salamah berkata, “Ya”. Abu Salamah berkata, “Jika aku mati maka menikahlah. Ya Allah, berilah Ummu Salamah orang yang lebih baik dariku, yang tidak membuatnya sedih dan tidak menganiayanya.” Setelah Abu Salamah meninggal Ummu Salamah berkata, “Siapa yang lebih baik dari Abu Salamah? Aku menunggu.”
Diriwayatkan dari Tsabit, bahwa Ibnu Umar bin Abu Salamah menceritakan kepadaku dari ayahnya, bahwa ketika masa iddah Ummu Salamah habis, dia dilamar Umar, namun dia menolak. Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang untuk melamarnya, dan dia berkata, “Selamat datang. Katakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam aku adalah seorang yang pencemburu dan aku mempunyai anak kecil, aku juga tidak mempunyai wali yang menyaksikan.”
Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim utusan kepadanya untuk menyampaikan jawaban mengenai perkataannya, “Mengenai perkataanmu bahwa kamu mempunyai anak kecil, maka Allah akan mencukupi anakmu. Mengenai perkataanmu bahwa kamu seorang pencemburu, maka aku akan berdoa kepada Allah agar menghilangkan kecemburuanmu. Sedangkan para wali, tidak ada seorang pun di antara mereka kecuali akan ridha kepadaku.”
Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Umar, berdirilah dan nikahkan Rasulullah denganku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahinya pada tahun 4 Hijriah dan dia termasuk wanita yang paling cantik serta paling mulia nasabnya.
Ummu Salamah termasuk salah seorang shahabiyat yang fakih, ia juga meriwayatkan sejumlah hadits. Ummu Salamah memiliki beberapa anak, yaitu Umar, Salamah dan Zainab.
Diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada istri-istrinya, “Jika kamu senang menjadi istriku di surga maka janganlah menikah sesudahku, karena wanita yang akan menjadi istri seseorang di surga adalah yang menjadi istri terakhirnya di dunia.”
Ummu Salamah merupakan istri Nabi yang terakhir kali meninggal. Dia diberi umur panjang dan mengetahui pembunuhan Husain Asy-Syahid, sehingga membuatnya pingsan karena sangat bersedih. Tidak berselang lama setelah peristiwa itu, dia meninggal dunia. Ummu Salamah meninggal pada tahun 61 Hijriah pada saat berumur kurang lebih 90 tahun.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
15 notes · View notes
dinaive · 7 months
Text
Hudzaifah Ibnu Yaman: Biodata & Kisah Hidupnya
Siapakah Hudzaifah Ibnu Yaman? Artikel ini akan membincangkan salah seorang sahabat nabi SAW yang anda perlu ketahui.
Siapakah Hufzaifah Ibnu Yaman?
Hudzaifah bin Yaman lahir dari sebuah keluarga muslim pada awal datangnya agama Islam yang dibawakan oleh baginda Rasulullah SAW dan ini bermaksud bahwa beliau sudah terlebih dahulu memeluk agama Islam sebelum bertemu secara fisik dengan Rasulullah SAW. Hudzaifah bin Yaman sangat dikenal dikalangan para sahabat sebagai orang yang dipercaya oleh Rasulullah SAW dalam menyimpan suatu rahasia dan sebagai seorang penyelidik jika terjadinya suatu permasalahan.
Rasulullah SAW memerhatikan serta menilai pribadi yang dimiliki oleh Hudzaifah Ibnul Yaman. Baginda mendapatkan tiga keistimewaan yang sangat terlihat dari pribadi beliau. Pertama, Hudzaifah adalah seorang yang cerdas kerana beliau selalu dapat selesaikan segala suatu perkara yang rumit. Kedua, Hudzaifah cepat dalam mempelajari sesuatu perkara, beliau berfikir cepat dan selalu tepat dalam mempelajari suatu hal yang baru. Ketiga, Hudzaifah adalah orang yang amanah dan selalu berhati-hati dalam memegang rahasia serta sangat disiplin, tidak ada seorang pun dapat menggali apa yang dirahasiakan oleh beliau.
Hudzaifah Ibnu Yaman adalah pahlawan yang berjaya menakluk Nahawand, Dainawar, Hamadzan, dan Rai. Beliau memerdekakan kota-kota tersebut bagi kaum Muslimin dari kekuasaan Persia yang zalim. Beliau juga termasuk tokoh yang mempunyai sumbangan terhadap menyeragamkan mushaf Al-Quran yang pada saat itu berbagai ragam coraknya di tangan kaum Muslimin.
Nama dan Salasilah Keturunan Hudzaifah Ibnu Yaman
Nama lengkap beliau adalah Hudzaifah bin Husail bin Jabir bin Amr bin Rabi’ah bin Jarwah. Nama bapa beliau adalah Husail yang selalunya dipanggil dengan nama al-Yaman dikeranakan beliau adalah penduduk asli Mekah yang berasal dari Bani ‘Abbas. Ibunya bernama Rabab binti Ka’ab yang nasabnya sambung ke nasabnya Rasulullah SAW.
Kisah Hudzaifah Ibnu Yaman Seorang Pemegang Rahsia Besar Madinah dan Pemberani
Sebuah ujian besar yang dihadapi oleh kaum Muslimin di Madinah pada saat itu adalah kaum Yahudi munafik dan sekutu mereka. Mereka selalu membuat konflik dan banyak akan muslihat jahat. Untuk menghadapi mereka ini, Rasulullah SAW mengamanahkan sebuah rahasia besar kepada Hudzaifah Ibnul Yaman. Rahsia tersebut adalah sebuah buku yang berisi daftar nama-nama orang munafik yang berada di Madinah. Rahsia ini merupakan rahasia yang tidak pernah diketahui oleh siapa pun hingga sekarang. Rasulullah SAW juga mengamanahkan beliau untuk memerhatikan segala tingkah dan perbuatan mereka yang berada di dalam daftar tersebut. Oleh sebab ini, Hudzaifah Ibnu Yaman pun diberi gelar oleh para sahabat dengan “Shahibu Sirri Rasulullah” iaitu “pemegang rahasia Rasulullah”.
Pada saat kemuncak di Perang Khandaq, Rasulullah memerintahkan Hudzaifah dengan sebuah tugas yang sangat beresiko. Baginda mengutus Hudzaifah untuk menyusup ke jantung pertahanan musuh dalam kondisi gelap gelita di malam hari lalu beliau disuruh untuk mencuri informasi tentang strategi-strategi perang pihak musuh. Lalu dengan tingginya  ketaatan beliau kepada Rasulullah SAW, Hudzaifah pun bangun dan bergegas dengan perasaan takut serta menggigil menahan sejuknya udara di malam hari. Rasulullah SAW pun berdoa, “Ya Allah, lindungilah dia, dari depan, dari belakang, kanan, kiri, atas, dan dari bawah.” Setelah itu Hudzaifah pun berkata, “Demi Allah, selepas Rasulullah SAW berdoa, ketakutan yang menyelimuti diriku dan kesejukan yang menghantam tubuhku hilang seketika, sehingga aku merasa segar dan berani.” 
Ketika beliau hendak beranjak pergi, Rasulullah pun memanggil namanya, “Wahai Hudzaifah, jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang membuatkan mereka merasa curiga sehingga berakhirnya tugasmu, dan kembalilah dengan selamat kepadaku!”
Hudzaifah pun memulakan tugasnya dengan pergi ke pasukan musuh secara sembunyi-sembunyi dan sangat berhati-hati. Beliau berhasil menyusup ke dalam pertahanan musuh dengan berpura-pura sebagai anggota pasukan mereka. Tidak lama selepas itu, tiba-tiba terdengar suara Abu Sufyan yang sedang memberi arahan.
“Wahai pasukan Quraisy, dengarkan aku. Aku sangat risau dengan keadaan saat ini, arahan aku ini tidak boleh didenga oleh Muhammad dana pasukannya. Oleh kerana itu, periksalah setiap orang yang berada di sebelah kalian masing-masing!”
Mendengar arahan Abu Sufyan itu, Hudzaifah dengan cepat bertindak menepuk orang yang di sampingnya serta bertanya, “Siapa kamu?” dan jawabnya, “Aku si Fulan, anak si Fulan.”
Ketika sudah merasa aman, Abu Sufyan pun berkata, “Wahai pasukan Quraisy. Demi Tuhan, kita tidak dapat bertahan lebih lama lagi di sini. Binatang-binatang yang menjadi kenderaan kita telah banyak yang mati. Selain itu, Bani Quraizhah juga telah berkhianat lalu meninggalkan kita dan ribut taufan telah menyerang kita dengan ganas sehingga merusakkan perlengkapan-perlengkapan kita. Disebabkan itu semua, bersiap-siaplah kalian dan segera tinggalkan tempat ini. Sesungguhnya aku sendiri akan pergi dari sini.”
Selesai memberi arahan tersebut, Abu Sufyan kemudian mendekati untanya dan melepaskan tali penambat, lalu menaikinya dan berganjak dari situ. Seandainya Rasulullah SAW tidak melarangnya melakukan suatu tindakan di luar perintahnya, tentu beliau akan membunuh Abu Sufyan dengan pedangnya pada detik itu juga.
Kewafatan Hudzaifah Ibnu Yaman
Hudzaifah Ibnu Yaman wafat di Kota Madain pada tahun 35 H yang berselisih sekitar 40 hari selepas wafatnya khalifah ke-3 iaitu Utsman bin Affan.
Ketika Hudzaifah sedang sakit keras yang menandakan ajalnya akan tiba, beberapa orang sahabat datang menziarahinya di pertengahan malam. Lalu Hudzaifah pun bertanya kepada mereka,”Pukul berapa sekarang?” Mereka menjawab, “Sudah dekat Subuh.” Hudzaifah berkata, “Aku berlindung kepada Allah SWT dari Subuh yang menyebabkan aku masuk neraka.”
Lalu beliau bertanya lagi, “Adakah diantara kalian yang membawa kain kafan?” Mereka pun menjawab, “Ada.”
Hudzaifah berkata, “Tidak perlu kain yang mahal. Jika Allah SWT menilai diri aku sebagai hamba yang baik, Dia akan menggantikannya untukku dengan kain yang lebih baik. Dan jika pandangan Allah terhadapku tidak baik, Dia akan menanggalkan kain itu dari tubuhku.”
Selepas itu dia berdoa kepada Allah, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui, aku lebih memilih fakir daripada kaya, aku lebih memilih sederhana daripada mewah, aku lebih memilih mati daripada hidup.” Setelah membaca doa tersebut, beliau pun menghembuskan nafas terakhirnya.
0 notes
afiyahmedia · 10 months
Text
1 note · View note
destinkurniawati · 1 year
Text
Ramadhan 1444 H : Day 8
 Kisah Ammar ibn Yasir : Laki-laki penghuni surga
Kisah ini datang dari keluarga Yasir, yaitu anaknya (Ammar), ibunya (Sumayyah), dan ayahnya (Yasir). Yasir ibn Amir, ayah Ammar, meninggalkan negeri Yaman untuk mencari dan menemukan saudaranya hingga ia pun merasa tertarik untuk menetap di Mekah. Sewaktu di Mekah, Yasir bersahabat dengan Abu Hudzaifah ibn Mughirah. Abu Hudzaifah menikahkannya dengan salah seorang budak perempuan miliknya : Sumayyah binti Khayath. Dari pernikahnnya ini, Allah mengaruniai seorang putra bernama Ammar. 
Keluarga itu telah memeluk Islam lebih awal. Dengan begitu, merupakan kewajaran bagi mereka yang masuk Islam sejak dini ini mendapat berbagai siksaan dan kesulitan dari Kaum Quraisy. Kaum Quraisy selalu berharap malapetaka menimpa kaum Muslimin. Jika orang beriman itu termasuk orang yang memiliki kehormatan dan perlindungan dari kaumnya, tekanan yang mereka berikan hanya berupa ancaman dan teror. Adapun jika orang beriman itu berasal dari kelompok yang lemah dan miskin atau budak-budak Mekah, mereka mencambuk dan menimpakan api yang membara terhadapnya. Nah keluarga Yasir termasuk kelompok ini.
Urusan penyiksaan terhadap mereka diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari mereka membawa Yasir, Sumayyah, dan Ammar keluar menuju padang pasir Mekah yang membara. Berbagai macam siksa yang pedih seperti di neraka ditimpakan kepada keluarga itu. Karena mengetahui bahwa Yasir sedang disiksa, Rasulullah s.a.w keluar. Namun, pada saat itu, beliau belum memiliki sedikitpun kekuatan untuk melawan gangguan itu. Pengorbanan - pengorbanan hebat dan luar biasa itu telah menjadi benteng yang memberikan keteguhan sejati dan keabadian yang tidak pernah pudar pada agama dan akidahnya. 
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi ?” (QS. Al-Ankabut” 2)
Jadi ternyata keimanan juga perlu diuji untuk mengetahui apakah benar-benar beriman. Apakah dalam keadaan sulit dan berada di titik nadir akan tetap beriman. Dari ayat tersebut juga memberi pengertian bahwa pengorbanan adalah inti dari iman. Begitu juga dalam menghadapi kezaliman dengan keteguhan, kesabaran, dan ketabahan. 
Setiap hari Rasulullah s.a.w menemui keluarga Yasir untuk menghormati ketabahan dan perjuangan keluarga ini. Hati beliau pun luluh oleh keadaan mereka yang menerima  siksa begitu dahsyat. Suatu hari beliau sedang menjenguknya, Ammar memanggil beliau. “Wahai Rasulullah, siksa ini sungguh berat bagi kami!” Rasulullah s.a.w menjawab, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir karena tempat yang dijanjikan untuk kalian adalah surga.”
Dalam banyak hadis, para sahabat Ammar telah menggambarkan siksaan yang menempa dirinya, ‘Amr ibn Hakam berkata, “Ammar disiksa hingga ia tidak mengerti apa yang ia katakan.” Sementara itu, ‘Amr ibn Maimun berkata, “Orang-orang kafir itu membakar diri Ammar ibn Yasir. Selanjutnya Rasulullah s.a.w menemuinya dan mengusapkan tangan beliau di kepalanya. Beliau bersabda, ‘Wahai api, menjadi dinginlah dan berilah keselamatan pada Ammar sebagaimana kamu menjadi dingin dan menyelamatkan Ibrahim.’
Namun segala teror itu sama sekali tidak melukai jiwa Ammar, tetapi hanya melukai punggung dan melemahkan energi fisiknya saja. Ammar tidak benar-benar merasa dibinasakan, kecuali pada suatu hari algojo itu makin beringas. Penyiksaan itu mulai dari disetrika dengan api, disalib di atas halaman berpasir yang panas, hingga ditindih di bawah batu yang membara. Bahkan, ditenggelamkan di dalam air hingga tidak bisa bernapas. Pada hari itu ia hilang kesadaran, hingga algojo itu berkata “Sebutlah Tuhan kami dengan sebutan yang baik!” Mereka terus menerus mengatakan demikian dan tanpa sadar Ammar mengikuti kata-kata mereka. Pada hari itu pula, setelah Ammar sedikit sadar, Ammar teringat dengan apa yang telah ia katakan dan merasa berdosa. Kemudian Rasulullah menemui sahabatnya yang sedang menagis. Dengan tangannya, beliau usap air mata sahabat itu sambil bertanya, “Apakah orang -orang kafir itu telah menenggelamkanmu dalam air hinga kamu berkata begini dan begitu ?” Sambil menghela napas berat, Ammar menjawab, “Benar wahai Rasulullah”.Selanjutnya beliau membaca ayat Al-Quran : “Kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (ia tidak berdosa)” (QS. An-Nahl :106)
Setelah mendengar itu, Ammar kembali tenang. Keteguhan Ammar telah membuat algojo yang menyiksanya kelelahan sendiri. Mereka menjadi kecil di hadapan keteguhannya.
Setelah Rasulullah s.a.w hijrah ke Madinah, kaum muslimin menetap di sana. Masyarakat Islam terbangun begitu cepat dan menyempurnakan diri. Dalam komunitas muslim ini, Ammar menempati posisi yang luhur. Rasulullah sangat mencintainya dan membanggakan keimanan serta hidayah Ammar di hadapan para sahabat. Beliau bersabda, “Teladanilah mereka sesudahku : Abu Bakar dan Umar. Ikutilah petunjuk Ammar!”
Dalam menggambarkan ciri-ciri Ammar, para perawi mengatakan, “Ammar itu bertubuh tinggi, matanya biru, dan dadanya bidang. Ia adalah salah seorang yang paling banyak diam dan paling sedikit bicara.”
Ketika Rasulullah s.a.w pergi menghadap Allah s.a.w, kepemimpinan Islam dilanjutkan oleh khalifah Abu Bakar dan kemudian Umar. Ketika Umar menyeleksi para sahabat untuk menempati jabatan sebagai wali (setingkat gubernur) dengan teliti dan hati-hati, dengan percaya dan yakin kedua matanya selalu tertuju kepada Ammar ibn Yasir. Karena itu, Umar segera menemui Ammar dan mengangkatnya sebagai wali. Dengan sebagai wali, membuat Ammar menjadi semakin tawadhu, wara’, dan zuhud. 
Didikan Rasulullah kepada para sahabatnya bisa sekeren itu ya. Dikisahkan, jika mereka menjadi khalifah dan penguasa, sang khalifah biasa pergi untuk memerah air susu kambing milik para janda dan membuat adonan roti untuk anak-anak. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar. Jika mereka menjadi wali, mereka pikul makanan di atas punggung sambil diikat dengan sebuah tali seperti yang dilakukan oleh Ammar. Begitu juga mereka tidak mau menerima janji dan lebih memilih untuk duduk lalu menganyam daun-daun kurma menjadikannya sebuah wadah ataupun bejana. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Salman Al-Farisi.
Singkat cerita, saat itu Ammar sudah berusia 93 tahun dan terjadilah perang Shiffin ketika masa kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib (lengkap tentang kisah perang Shiffin cari sendiri ya wkwk). Di usia yang sudah 93 tahun, Ammar ikut terjun perang. Ketika pertempuran masih berlangsung, tersiarlah kabar tentang terbunuhnya Ammar. Kaum Muslimin pun saling berbisik satu sama lain mengabarkan mengenai ramalan Rasulullah s.a.w yang jauh-jauh hari sebelumnya didengar oleh semua sahabat. Sebuah ramalan yang mereka dengar ketika sedang membangun masjid di Madinah. Beliau bersabda, “Aduhai Ibnu Sumayyah (Ammar). Ia akan dibunuh oleh kelompok pemberontak!” Sekarang kaum Muslimin pun tahu siapakan kelompok pemberontak itu. Mereka adalah kelompok yang telah membunuh Ammar dan tidak ada yang membunuhnya selain kelompok Mu’awiyah. Telah tiba baginya untuk memenuhi panggilan. Balasan bagi kebaikan tiada lain adalah kebaikan. 
Dari Kisah keluarga Yasir kita dapat mengambil pelajaran bahwa seseorang yang telah beriman ternyata akan terus diuji untuk menguji apakah orang tersebut benar-benar beriman. Hal ini dapat menjadi nasihat untuk kita bahwa ketika sedang diuji baik dalam kondisi sulit ataupun senang, tetap pertahankan keimanan untuk membuktikan bahwa kita benar-benar orang yang beriman. Kita juga belajar bahwa penting sekali dalam sebuah keluarga saling melindungi dan menguatkan dalam hal keimanan agar dapat kembali berkumpul kembali di surgaNya. aamiiiinnn
Semoga kita dapat meneladani dari kisah keluarga Yasir dan mengambil pelajarannya.
Sumber : Khalid, Muhammad.(2016).Biografi 60 Sahabat Rasulullah.Jakarta: Qisthi Press
Rumahku Surgaku, 30 Maret 2023
0 notes