Tumgik
destinkurniawati · 3 months
Text
Di setiap fase ternyata selalu ada kekhawatiran-kekhwatiran yang menghantui. Selalu ada peluang untuk membanding-bandingkan. Padahal, kalau dilihat lagi, rezeki setiap orang sudah ada porsinya masing-masing. Kadang sesuatu yang belum itu yang selalu ditanyakan, padahal apakah tidak bisa melihat pencapaian yang lain yang belum tentu orang lain miliki ?
1 note · View note
destinkurniawati · 3 months
Text
There is no Shortcut
There is no shortcut. Bahkan ternyata untuk sekolah (lagi), dibutuhkan persiapan yang bertahun-tahun, setidaknya bagiku. Karena bukan hanya persiapan finansial, Bahasa Inggris, dan persiapan administrasi lainnya. Itu bisa dikebut, kecuali Bahasa ya, mau di luar ataupun di dalam negeri butuh itu dan dibutuhkan waktu yang tidak sebentar kecuali yang sudah jago banget Bahasa Inggris. Persiapan yang jauh lebih mendasar untuk sekolah lagi, yaitu menemukan "strong why". Strong why itulah yang akan menjadi bahan bakar selama menjalani sekolah. Ketika jatuh bangun dan mau menyerah, masih ada sesuatu yang menjadi semangat. Bayangkan di masa depan ingin berperan sebagai apa, apakah peran itu bisa dicapai tanpa sekolah lagi atau harus sekolah lagi. Coba terjun dahulu di peran tersebut, apakah sesuai ekspekasi atau tidak ? Karena jangan sampai, sudah jatuh bangun sekolah, tetapi setelahnya tidak sesuai ekspektasi. Meski semua sekolah itu sangat bermanfaat untuk diri sendiri, namun tanggung jawab moral tetap ada untuk kontribusi ke masyarakat. Jadi lebih baik tersesat di jalan, jangan sampai tersesat di tujuan. jangan sampai setelah lulus sekolah, justru merasa 'tersesat' karena tidak sesuai dengan ekspektasi.
Petualangan ini dimulai sejak lulus kuliah dan bekerja di Rumah Sakit, kemudian merasa tersesat karena ingin mengikuti pencerah Nusantara dan berkarir di bidang primary care. Tiba-tiba 'belok' karena menjadi Ners rawat inap maternitas. Tetapi, Rencana Allah ternyata lebih baik dari manusia. Ternyata meski terjal, ternyata itu jalannya. Yap, keperawatan maternitas. Sesuatu yang tidak pernah ada di dalam rencana, bahkan membayangkannya tidak. Ternyata malah menarik dan membuat penasaran. Sama penasarannya waktu SD medapatkan buku pelajaran baru dan buru-buru ingin membacanya. Karena pengalaman itulah yang mengantarkan peranku saat ini, yap, berperan di bidang maternal and child health. meski masih perlu banyak sekali belajar dan masih jauh jalannya. Jadi, ketika nanti di interview dama interviewer apa alasan sekolah (lagi) alasannya bukan lagi "untuk menjadi bla bla bla", tapi sudah bisa menjawab "to accelerate peran saya sebagai bla bla bla" *ciaat (sok iye lu wkwk)
Kira-kira itu refleksi 4 tahun ke belakang. Perjalanan menemukan diri sendiri yang meskipun jalannya terjal, ternyata itu justru jalan terbaiknya. Can't wait kejutan-kejutan hidup berikutnya!
22 Febuari 2024
1 note · View note
destinkurniawati · 6 months
Text
Tak terasa, tepat di bulan ini sudah 1 tahun pernikahan. Masya Allah, semoga Allah selalu meridhoi pernikahan kami. Aamiiiinnn Ya Rabbal 'Alamin
1 note · View note
destinkurniawati · 11 months
Text
Karena menikah adalah tentang mengubah kebiasaan.
Menikah bukan hanya menyoal menyatukan persepsi. Atau membangun komunikasi.
Bukan pula menyoal maklum-memaklumi. Atau menerima segalanya dengan besar hati.
Menikah adalah perihal nafkah lahir dan batin yang diberikan oleh suami kepada istri. Juga perihal pengabdian dan ketaatan dari istri untuk suami.
Menikah adalah tentang mengubah kebiasaan, mengatur waktu, merencanakan masa depan, mengolah finansial, pun mengambil peran dalam pengasuhan.
Jika segala urusan rumah diberikan sepenuhnya kepada istri, maka bukan penampakan baru lagi. Jika di kemudian hari kita mendapatkan para istri yang hidupnya penuh dengan tekanan, penuh dengan derai air mata, penuh pembangkangan dan penolakan.
Sebab mentalnya rusak, fisiknya lemah akibat dari pekerjaan rumah yang dianggap - oleh hampir keseluruhan manusia - adalah tanggung jawabnya.
Padahal rumah adalah tentang bersama. Pekerjaan yang melingkupi di dalamnya adalah tanggung jawab anggota keluarga.
Pun sama ketika seorang suami hanya memposisikan diri sebagai tulang punggung keluarga, sebagai sumber dana, sebagai pencari nafkah. Sehingga mindset yang tertata hanyalah menyoal uang. Untuk kemudian lahirlah sifat dan sikap yang menggurat luka di dalam diri sang istri.
Tidak ingin berperan dalam urusan rumah dan mendidik anak. Tidak ingin meringankan beban istri, tidak ingin berusaha lebih untuk menyenangkan hati istri.
Karena tidak selalu perihal uang yang membuat seorang istri bahagia.
Adakalanya pelukan hangat, bantuan mengurus rumah dan menjaga anak, waktu-waktu yang dihabiskan berdua, janji-janji yang ditunaikan, perasaan-perasaan yang dihargai; adalah bentuk bahagia yang lain.
Karena menikah adalah upaya mengubah kebiasaan. Mengubah semua hal-hal yang pernah dilakukan seorang diri, menjadi kebiasaan yang harus dilakukan berdua bersama pasangan.
Karena menikah adalah upaya memberikan lebih banyak waktu kepada keluarga. Menomorsatukan mereka, menjadi peka terhadap perasaannya.
Karena menikah adalah perihal saling; saling meringankan beban pekerjaan rumah; saling menghargai dalam setiap keputusan; saling menghormati dalam berbagai keadaan.
Karena menikah adalah tentang mengubah kebiasaan. Menjadi tahu dan paham bahwa begitu banyak kebiasaan yang mesti diubah jika telah hidup berkeluarga.
Bukan malah berlaku seenaknya hanya karena dia adalah kepala rumah tangga. Dan bukan pula bertingkah semaunya hanya karena dia adalah seorang wanita yang mesti dimuliakan oleh suaminya.
Karena sungguh, menikah adalan tentang kesadaran untuk mengubah kebiasaan.
Kesadaran untuk mau memahami bahwa sebaik-baik waktu yang dihabiskan seorang laki-laki adalah bersama keluarga dan istri.
Kesadaran untuk mau mengerti bahwa sebaik-baik ketaatan yang mesti dilakukan oleh seorang perempuan adalah ketaatan kepada suami.
06.13 a.m || 13 Juni 2023
937 notes · View notes
destinkurniawati · 1 year
Text
Kehidupan sudah banyak yang berubah. Aku melihat orang-orang di sekelilingku juga berubah. Entah itu teman, tetangga rumah, dan lingkungan sekitarku. Sudah banyak yang mengemban peran baru, sudah banyak yang berubah dari status pekerjaannya, dan juga banyak yang berubah mungkin dari cara mereka dalam memandang kehidupan ini. Di sisi lain bahagia, di sisi lain jadi mengkritisi diri sendiri kok disini-sini aja, temen-temenku yang lain udah pada berubah lhoh, kok belum juga, hmmmm...
Ternyata, pengkritisan diri yang berlebihan ke diri sendiri efeknya tidak baik, terutama untuk kesehatan mental .Aku jadi lebih sering uring-uringan sampai suamiku bingung aku kok gampang moody. Aku jadi lebih sering insecure sampai suamiku ngomong kamu itu udah cukup lhoh bekalnya, malah overqualified. 
Yha begitulah kehidupan dewasa, sawang sinawang. Harus banyak bersyukur. Sebuah nasihat untuk diri sendiri
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Text
Ada ego yang terus meninggi, berbarengan dengan empati yang terus berteriak. Namun sekarang batasan empati dan ego semakin menipis, atau memang aku yang terlalu berambisi untuk meninggikan ego sehingga tidak punya empati. Pikiranku berperang, apakah kebaikan harus ada batas-batasnya, mengapa selalu mementingkan kepentingan orang lain, selalu ingin terlihat bagus di mata orang lain, dan mengesampingkan kepentingan diri sendiri. entahlah 
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Text
Ada sebuah ketenangan yang tidak pernah ditemukan sebelum menikah. Ada sebuah rasa syukur yang membuncah setelah menikah. Bersyukur memiliki suami yang insha Allah baik, memiliki mertua yang baik dan perhatian, memiliki saudara baru mulai dari mbah dari suami, dan perintilannya yang ternyata baik dan menerima :”) 
1 note · View note
destinkurniawati · 1 year
Text
Di hari liburnya suami, istrinya merepotkannya dengan minta dibantu dibutkan cover letter, mereview resume, dan juga minta ditemani diantar ke sebuah institusi. Di hari itu juga, sang suami dengan senang hati membantu istrinya. Katanya, mendukung istri untuk mewujudkan tujuannya. Terima kasih ya mas, sudah membantu banyak, sudah menjadi reviewer nomor 1, sudah berusaha me alignkan rencana-rencana kita. Meski aku tahu, dengan adanya aku, jalanmu jadi pelan, kamu jadi banyak pikiran. Terima kasih untuk suportnya.
“Semoga mendapat respon positif ya.” “Terima kasih ya, sudah kongkrit berusaha mewujudkan tujuanmu.” “Wiiihhh keren, semoga dilancarkan ya hajat-hajatnya, dimudahkan urusannya” Sebuah apresiasi dari suami di tengah kalutnya perasaan istri yang lebih banyak overthinkingnya.
Istrimu yang lagi terharu dengan kebaikan-kebaikanmu :”))
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Text
RTM : Multi Peran
Memiliki banyak peran membuatku belajar, meski sangat tertatih-taih dan masih banyak kekurangan. Selama ini aku silau dengan pencapaian yang sebatas aku maknai dengan ukuran materi dan jabatan.
Ternyata, definisi orang keren itu tidak hanya sebatas yang kerja di X, status pekerjaanya Y, gajinya sekian, bikin ini itu. Tapi sekarang, dengan menjalani berbagai peran (baru), membuatku sadar bahwa ada peran-peran yang priceless, tidak bisa diukur dengan materi atau jabatan, dan itu bisa jadi surga atau neraka kita. Seperti menjalani peran sebagai seorang anak yang selalu ada untuk orangtua, orangtua yang selalu ada untuk anak, istri yang selalu ada untuk suami, dan peran -peran lain yang dijalankan dengan hadir secara utuh. 
Multiperan itu mengajarkanku bahwa meraih Ridho dalam hidup ini adalah yang utama. Seperti seorang anak yang berusaha berbakti kepada kedua orangtuanya, istri yang berusaha meraih surga dengan berbakti kepada suami, suami yang berusaha meraih surga dengan berbakti kepada ibu dan juga ayahnya. 
Untuk menjalani semua itu, ternyata tidak mudah. Ternyata, untuk bisa ikhlas menjalaninya dibutuhkan hati yang lapaaaaaaang sekali. Hati yang lapang, yang di dalamnya ada ruang-ruang untuk ikhlas, untuk belajar, dan untuk berprasangka baik. Untuk latihannya pun, setiap detik, setiap saat.
Ternyata, dari sekian banyak pelajaran yang selama ini dipelajari, pelajaran tentang menerima dan melapangkan hati adalah yang terbanyak.
Rumah, 30 Mei 2023 | 
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Text
"Hal yang lebih penting dari jalan menuju tujuan itu adalah usaha untuk mewujudkan tujuan itu. Kalo sudah tau tujuannya, pasti akan tau bagaimana jalannya. Jadi yang penting sekarang adalah tentuin tujuan itu. Aku bangga kamu mengusahakan ini itu sebagai jalanmu, tapi aku lebih bangga ketika kamu mewujudkan goalmu. Aku yakin kamu bisa, dengan bekel pengalaman kamu itu udah cukup." - suami
Yha begitulah perempuan, kadang cuma pengen diyakinkan wkwk
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Text
Hanya ingin diberikan kesabaran, hati yang lapang, dan emosi yang stabil.
Ternyata berat ya :")
1 note · View note
destinkurniawati · 1 year
Text
Selalu ada kebaikan-kebaikan dibalik naik turunnya pernikahan. Mengenal kebaikan suami, yang walaupun dulu kami berteman baik, kebaikan-kebaikannya setelah menikah ternyata bertambah dan baru aku tahu. Ada banyak sikap dan sifat yang baru aku ketahui juga setelah menikah. Value dan pandangannya tentang hidup, yang tanpa disadari ternyata hampir sefrekuensi. Aku yang tidak suka hura-hura, suami ternyata juga sama. Aku yang benar-benar kalau pergi itu sangat apa adanya, bahkan sampai saat ini tidak pandai bermake up haha tapi tidak masalah bagi suami, yang penting rapi, enak dipandang, dan menutup aurat. Hal-hal itu ternyata membuat rasa syukur semakin membuncah, yaitu tentang sifat dan karakter yang sudah terbentuk jauh sedari kecil. Katanya, pekerjaan bisa hilang, harta bisa hilang tapi karakter terus melekat.
Rasanya ingin bilang beribu terima kasih kepada suami, sudah sangat sabar membersamai istrinya yang masih banyak kurangnya dan gampang moody huhu (tapi tiap hari belajar menjadi lebih baik kok!). Tapi mari kita doakan saja, semoga kebaikan-kebaikannya senantiasa terus sampai nanti, semoga dia selalu dijaga dari hal-hal buruk, senantiasa berada dalam kebaikan, dan keluarga kami senantiasa diberkahi dan bersama sama sampai ke surga. Aammiiinn
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Text
Ramadhan 1444 H : Day 12
Zaid ibn Haritsah
Zaid ibn Haritsah adalah satu-satunya orang yang mendapatkan julukan ‘kekasih Rasulullah’. Dikisahkan Haritsah, ayah Zaid, telah mempersiapkan kendaraan dan bekal untuk istrinya, Su’da, yang berniat untuk berkunjung ke keluarganya di tengah Bani Ma’n. Haritsah mengantarkan istrinya yang saat itu sedang menggendong bayi kecilnya, Zaid ibn Haritsah. Namun, Haritsah hanya mengantarkan istri dan anaknya yang pulang kampung dengan dititipkan kepada kafilah, kemudian ia kembali lagi untuk meneruskan pekerjaanya. 
Su’da tinggal bersama kaumnya hingga waktu yang sangat lama. Suatu hari desa yang ditinggali oleh Su’da mendapat serangan dari salah satu kabilah yang memusuhinya. Bani Ma’n pun kalah, sedangkan anaknya Zaid ibn Haritsah jatuh menjadi tawanan. Kemudian sang ibu pun langsung pulang, mengabari suaminya. 
Setelah mendapat kabar itu, Haritsah merasa sangat terpukul. Ia bergegas untuk menempuh perjalanan, berjalan menyusuri rumah-rumah, melewati setiap padang pasir, dan bertanya kepada berbagai kabilah dan kafilah tentang anaknya. 
Ketika kabilah penyerang itu telah merenggut kemenangan dari Bani Ma’n, lalu mereka pulang dengan membawa tawanan, mereka pun pergi ke pasar ‘Ukadz yang ramai saat itu untuk menjual para tawanan. Zaid jatuh ke tangan Hakin ibn Hizam yang setelah membelinya, anak kecil itu dihadiahkan kepada bibinya, Khadijah. Saat itu Khadijah telah menjadi istri Muhammad ibn Abdullah yang belum mendapat wahyu. Selanjutnya, Khadijah menghadiahkan pelayannya, Zaid, kepada sang suami, Rasulullah. Beliau menerima hadiah itu dengan senang dan memerdekakannya saat itu juga. 
Dalam sebuah musim haji, sekelompok orang dari desa Haritsah segera pergi ke sana ditemani saudaranya. Setibanya di Mekah, mereka melangkah sambil bertanya tentang Muhammad. Ketika berhasil menemukan Muhammad, mereka bertanya tentang Zaid dan berniat untuk membawanya pulang, jika perlu dengan tebusan. Rasulullah menyadari hubungan Zaid dengan dirinya. Pada saat yang sama, beliau harus menghargai hak ayah dan anaknya. Saat itu, beliau bersabda kepada Haritsah, “Panggilah Zaid dan berilah ia pilihan ! Jika ia memilih kalian, ia akan kembali kepada kalian tanpa tebusan. Namun, jika ia memilih aku, Demi Allah, aku akan menjadi tebusan atas pilihanku terhadap orang yang memilihku.” Kemudian Zaid dipanggil dan ia memilih Rasulullah. Selanjutnya, beliau tuntun Zaid menuju halaman Ka’bah yang ketika itu kaum Quraisy sedang berkumpul. Rasulullah pun bersabda, “Saksikanlah bahwa Zaid adalah putraku yang mewariskan kepadaku dan mewarisi dariku !”
Adapun Haritsah, ia begitu bahagia. Ia tidak menyangka bahwa putranya tidak hanya menjadi merdeka, bahkan menjadi putra seorang laki-laki yang oleh kaum Quraisy disebut dengan ash-shaqiq al amin, keturunan Bani Hasyim, dan kebanggan seluruh Mekah. Ayah dan paman Zaid pun kembali kepada kaumnya dengan hati yang tenang.
Pada suatu hari yang sangat cerah, wahyu Allah turun dan menyeru kepada Muhammad  yaitu :
QS. Al-’Alaq : 1-5, QS. Al-Muddatstsir : 1-3, dan QS. Al-Ma’idah : 67
Begitu Muhammad mengemban tugas risalah, Zaid menjadi orang kedua yang memeluk Islam. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang pertama masuk Islam.
Rasulullah menikahkan Zaid dengan saudari sepupu beliau, Zainab. Tampaknya Zainab mau menjalani pernikahan itu lebih karena didorong oleh rasa malu untuk menolah tawaran Rasulullah. Kehidupan rumah tangga pun mulai retak dan tidak bertahan lama. Pada akhirnya, Zaid berpisah dengan Zainab.
Rasulullah memikul tanggung jawab atas pernikahan yang telah beliau selenggarakan dan berakhir dengan perpisahan. Beliau kemudian mendatangi sepupunya itu dan menikahinya. Di samping itu, Rasulullah juga mencarikan istri baru untuk Zaid, yaitu Ummu Kultsum ibn ‘Uqbah.
Nah setelah itu, muncullah gosip gosip beredar di Madinah, “Bagaimana Muhammad menikahi mantan istri anaknya sendiri ?” Namun Al-Qur’an memberikan jawaban yang tegas dan jelas bahwasanya hal itu dilakukan untuk membedakan antara anak angkat dan anak kandung. Di samping itu, juga untuk menghapus tradisi lama yang berlaku di Arab terkait pengadopsian anak. Dengan demikian, Zaid kembali dipanggil dengan nama pertamanya : Zaid ibn Haritsah.
Pada suatu hari terjadilah perang Mu’tah yaitu perang melawan Rowami. Rasulullah tahu betul pengaruh dan pentingnya perang ini sehingga beliau memilih 3 orang sebagai komandan. Rasulullah memberi komando : “Kalian dipimpin oleh Zaid ibn Haritsah. Jika Zaid terbunuh, sebagai penggantinya Ja’far ibn Abi Thalib, dan jika Ja’far terbunuh, Abdullah ibn Rawahah yang akan menggantikan selanjutnya.”
Meskipun Ja’far ibn Abi Thalib merupakan sepupunya dan meskipun ia memiliki keberanian, keteguhan nasab, dan keturunan yang tinggi, tetapi Rasulullah menunjuknya sebagai pemimpin setelah Zaid dan memosisikan Zaid sebagai pemimpin pertama. Dengan cara seperti ini, Rasulullah s.a.w benar-benar menegaskan bahwa Islam adalah agama baru yang datang untuk menggugurkan segala hubungan/ikatan manusia yang batil, yang didasari oleh diskriminasi batil pula. Islam datang untuk menggantikan semua itu dengan relasi-relasi baru yang benar dan didasarkan atas prinsip humanitas manusia. Singkat cerita, Zaid syahid dalam perang tersebut, kemudian Ja’far melesat cepat dan menyambar bendera yang diperang Zaid lalu mengangkatnya sebelum jatuh ke tanah. 
Semoga kita bisa meneladani dari Kisah Zaid ibn Haritsah, terutama dalam membangun hubungan. 
Sumber : Khalid, Muhammad.(2016).Biografi 60 Sahabat Rasulullah.Jakarta: Qisthi Press
Rumahku Surgaku, 3 April 2023
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Text
Ramadhan 1444 H : Day 9
Kisah Abu Darda’ : Sang Ahli Hikmah
Ketika pasukan Muslim berjalan di atas permukaan bumi dengan riuh gemuruh kemenangan, ada seorang filosof ahli hikmah tinggal di Madinah, ialah Abu Darda’, seorang pedagang Madinah yang sukses, yang telah menghabiskan separuh umurnya untuk berdagang baru kemudian masuk Islam. Ia adalah manusia yang menemukan jiwa yang penuh kehidupan saat menyendiri dan merenung, beranjak ke dalam mihrab hikmahnya, serta memberikan seluruh hidupnya untuk mencari hakikat dan keyakinan. Sehingga iman dan hikmah telah menyatu dalam laki-laki yang selalu bertobat ini. Suatu hari, ibunda Abu Darda’ ditanya tentang amal apakah yang paling disukai Abu Darda’ maka sang ibu menjawab, “Tafakur dan i’tibar (mengambil pelajaran)”. Ia selalu sibuk membina hati demi mengasah dan menjernihkannya hingga hatinya menjadi cermin jernih yang memantulkan hikmah, kebenaran, dan kebaikan yang membuat Abu Darda’ menjadi seorang guru yang agung dan ahli hikmah.
“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang -orang yang mempunyai wawasan.” (QS. Al-Hasyr:2)
Abu Darda’ selalu mendorong saudara-saudaranya untuk bertafakur. Ia berkata, “Berpikir satu jam lebih baik daripada ibadah satu malam.”
Setelah masuk Islam ,Abu Darda’ ingin menggabungkan perdagangan dengan ibadah, tetapi tidak berhasil. Karena itu, ia tinggalkan perdagangan dan memusatkan diri untuk beribadah. Andai ia menghendaki ibadah sekedar sebagai perintah yang harus ditunaikan atau larangan yang mesti ditinggalkan, ia tentu bisa menggabungkannya. dengan perdagangan dan pekerjaan-pekerjaan. Tapi, memang tidak sedikit pedagang yang saleh dan banyak orang saleh yang menajdi pedagang. Banyak di antara sahabat Rasulullah yang tidak lalai untuk beribadah karena berdagang dan jual beli. Bahkan, mereka bekerja keras untuk mengembangkan perdagangan dan meningkatkan kekayaan untuk digunakan dalam mengabdi urusan Islam.
Namun, jalan mereka tidak meremehkan jalan Abu Darda’, sedangkan jalan Abu Darda’ juga tidak meremehkan mereka. Kedua-duanya dimudahkan untuk melakukan tujuan penciptaanya. 
Orang-orang yang berbahagia adalah mereka yang menerima dan mendengarkan Abu Darda’ dengan baik-baik. Abu Darda’ sangat terpengaruh hingga merasuk ke dalam jiwanya oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang mencegah untuk : “Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.” (QS. Al-Humazah: 2-3)
Abu Darda’ juga sangat terpengaruh oleh sabda Rasulullah s.a.w : “Sedikit tapi cukupi itu lebih baik daripada yang banyak, tapi melalaikan.”
Karena itu, Abu Darda’ meratapi orang-orang yang tertawan untuk ambisi kekayaan dunia. Ia berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari terpecah belahnya hati.” Kemudian ditanya : “Apakah terpecah-belahnya hati itu wahai Abu Darda’?” Ia menjawab, “Jika aku memiliki harta di setiap lembah.” Bagi Abu Darda’, harta tidak lain hanyalah sarana untuk mencapai kehidupan yang kanaah dan sedang. Karena itu, manusia harus mengambilnya dari yang halal, bukan dengan rakus dan serakah.
Dalam pandangan Abu Darda’, dunia dan segala isinya hanyalah sesuatu yang dipinjamkan. Ketika Siprus ditaklukan dan harta-harta rampasan perang yang banyak diusung ke Madinah, mereka melihat Abu Darda’ justru menangis. Dengan keheranan, mereka mendekati Abu Darda’ untuk bertanya. Orang yang mendekati Abu Darda’ itu adalah Jubair ibn Nufair. Ia bertanya, “Wahai Abu Darda’, mengapa engkau menangis pada hari ketika Allah memberi kemuliaan terhadap Islam dan para pemeluknya ?” Dengan hikmah dan pemahaman yang sangat dalam, Abu Darda’ menjawab, “Celakalah engkau wahai Jubair. Betapa hina makhluk itu di sisi Allah ketika mereka tinggalkan perintah-Nya. Ketika ia menjadi umat yang kuat dan menang serta memiliki kekuasaan, ia tinggalkan perintah Allah hingga menjadi seperti yang kau lihat.” Begitulah Abu Darda’ menjelaskan kepudaran yang begitu cepat dialami oleh para pasukan mulim di negeri-negeri yang ditaklukan. 
Menurut Abu Darda’, kebahagiaan hakiki adalah jika engkau menguasai dunia, bukan dikuasai dunia. Jika keinginan manusia dalam kehidupan ini berhenti dalam batas-batas kanaah dan sedang (tengah-tengah); mereka pun memahami hakikat dunia sebagai jembatan yang digunakan untuk menyebrang menuju rumah kediaman abadi. Abu Darda’ mengatakan, “kebahagiaan itu bukanlah jika engkau memiliki banyak harta dan anak yang banyak, melainkan kebaikan adalah jika engkau memiliki banyak kearifan dan ilmu sehingga mampu berlomba-lomba dengan manusia dalam beribadah kepada Allah s.w.t”. Begitulah Abu Darda’, hikmahnya begitu mantap, perasaanya begitu wara’, dan logikanya begitu lurus dan benar. Bagi Abu Darda’ ibadah bukanlah sekedar rutinitas ritual, melainkan upaya mencari kebaikan dan mendapat Rahmat. 
Abu Darda’ mengatakan, “Carilah kebaikan sepanjang hayatmu!.” Sang ahli hikmah yang selalu waspada terhadap tipuan ibadah itu selalu mengingatkan manusia terhadap tipuan tersebut. Tipuan ini adalah tipuan yang sering menjebak mereka yang lemah iman, tetapi merasakan kenikmatan dalam ibadah. Pada akhirnya, mereka meremehkan orang lain dan membanggakan diri sendiri. Satu biji zarrah kebaikan dari orang yang takwa dan yakin adalah lebih beart dan lebih mulia dibandingkan dengan ibadah sebesar gunung dari orang yang tertipu.”
Ia juga mengatakan, “Janganlah membebankan kepada manusia yang sebenarnya tidak dibebankan kepada mereka! Janganlah menghisab manusia mendahului Tuhan mereka!”. Ini mengingatkan kita untuk tidak perlu menilai ibadah orang lain dan merendahkan ibadah orang lain.
Jika ini merupakan salah satu sisi ibadah menurut abu Darda’, sisi lainnya adalah ilmu dan makrifat (pengetahuan yang diperoleh melalui akal). Abu Darda’ sangat mengagungkan ilmu. Ia mengatakan, “Tidaklah salah seorang dari kalian menjadi orang yang bertakwa sebelum menjadi orang yang berilmu. Ia tidak akan menjadi indah dengan ilmu sebelum mengamalkannya.” Ilmu bagi Abu Darda’ adalah pemahaman dan laku; makrifat, jalan, pikiran, dan kehidupan.  Orang yang mengajar dan orang yang belajar itu memiliki keutamaan, kedudukan, dan pahala yang sama. Ilmu dalam hikmah Abu Darda’ itu tidak terlepas dari amal. Ia mengatakan, “Sesuatu yang paling aku takutkan atas diriku adalah jika pada hari Kiamat nanti aku ditanya di depan semua makhluk: ‘Wahai ‘Uwaimir, apakah engkau tahu ?’ Aku pun menjawab: ‘Ya’. Selanjutnya aku ditanya lagi : ‘Jika demikian, lantas apa yang kau amalkan dari pengetahuanmu itu’?”
Dari kisah Abu Darda dapat kita ambil pelajarannya antara lain untuk mengambil hikmah atau pelajaran dari apa-apa yang terjadi baik mengambil hikmah dari cerita seperti ini atau dari kehidupan sehari-hari. Merenungi dan berkontemplasi. Abu Darda’ juga mengajarkan kita untuk tidak menilai ibadah dan tidak pula merendahkan ibadah orang lain, karena hanya Allah yang paling tahu niat dan kesungguhan seseorang dalam beribadah. Selain itu, juga saling menghormati tentang jalan hidup yang dipilih. Seperti misalnya Abu Darda’ yang meninggalkan berdagang untuk fokus beribadah sedangkan muslim yang lain bisa melakukan keduanya, karena setiap orang memiliki kemampuan, prioritas, dan juga cara pandang yang berbeda. Asalkan tidak larut dalam bekerja dan jadi melalaikan ibadah atau merasa tidak punya waktu karena kerjaanya ribet. Namun jika ada yang melenceng, ingatkanlah dengan cara yang baik, bukan dengan cara menghakimi. Bahkan menurutku, mencontohkan adalah salah satu cara menasihati. 
Dari Abu Darda’ kita juga belajar bahwa dunia adalah tempat persinggahan dan sama sekali tidak boleh terikat dengannya (dunia). Seperti misalnya kita belajar dari Kaum Muslimin dalam perang Siprus, setelah menang ikatan iman mereka dan hubungan mereka dengan Allah justru melemah. Jadi intinya kalau dapet rezeki yang lebih baik, dapat kerjaan lebih baik, atau sukses meraih impian-impiannya dsb tidak membuat kita menjadi lalai dalam beribadah. Ini juga sama kayak yang dijelasin Yasmin Mogahed dalam buku Reclaim Your Heart, bahwa kita tidak boleh terlalu terikat dengan hal-hal yang sifatnya dunia : ya semuanya, ya harta, ya keluarga, ya pasangan, ya anak, ya jabatan dsb karena semua itu hanyalah titipan yang sewaktu-waktu bisa diambil. Jadi jangan sampai hati kita terlalu terikat dengan itu. Walaupun ya susah banget sih sebagai manusya biasa yah huhu
Abu Darda’ juga sangat mengagungkan ilmu. Penting banget harus tahu ilmunya dulu sebelum mengamalkan, dan jika sudah tahu ilmunya penting untuk diamalkan. Karena ilmu pun akan dipertanggung jawabkan nanti. Abu Darda’ menasihati kita untuk terus belajar sepanjang hayat agar hati dan otak kita ternutrisi sehingga kita bisa melihat kehidupan dalam kecamata hikmah, yang membuat jiwa kita semakin kaya. 
Katanya, setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah sekolah, karena selama hidup kita belajar.
Sumber : Khalid, Muhammad.(2016).Biografi 60 Sahabat Rasulullah.Jakarta: Qisthi Press
Rumahku Surgaku, 31 Maret 2023
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Text
Ramadhan 1444 H : Day 8
 Kisah Ammar ibn Yasir : Laki-laki penghuni surga
Kisah ini datang dari keluarga Yasir, yaitu anaknya (Ammar), ibunya (Sumayyah), dan ayahnya (Yasir). Yasir ibn Amir, ayah Ammar, meninggalkan negeri Yaman untuk mencari dan menemukan saudaranya hingga ia pun merasa tertarik untuk menetap di Mekah. Sewaktu di Mekah, Yasir bersahabat dengan Abu Hudzaifah ibn Mughirah. Abu Hudzaifah menikahkannya dengan salah seorang budak perempuan miliknya : Sumayyah binti Khayath. Dari pernikahnnya ini, Allah mengaruniai seorang putra bernama Ammar. 
Keluarga itu telah memeluk Islam lebih awal. Dengan begitu, merupakan kewajaran bagi mereka yang masuk Islam sejak dini ini mendapat berbagai siksaan dan kesulitan dari Kaum Quraisy. Kaum Quraisy selalu berharap malapetaka menimpa kaum Muslimin. Jika orang beriman itu termasuk orang yang memiliki kehormatan dan perlindungan dari kaumnya, tekanan yang mereka berikan hanya berupa ancaman dan teror. Adapun jika orang beriman itu berasal dari kelompok yang lemah dan miskin atau budak-budak Mekah, mereka mencambuk dan menimpakan api yang membara terhadapnya. Nah keluarga Yasir termasuk kelompok ini.
Urusan penyiksaan terhadap mereka diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari mereka membawa Yasir, Sumayyah, dan Ammar keluar menuju padang pasir Mekah yang membara. Berbagai macam siksa yang pedih seperti di neraka ditimpakan kepada keluarga itu. Karena mengetahui bahwa Yasir sedang disiksa, Rasulullah s.a.w keluar. Namun, pada saat itu, beliau belum memiliki sedikitpun kekuatan untuk melawan gangguan itu. Pengorbanan - pengorbanan hebat dan luar biasa itu telah menjadi benteng yang memberikan keteguhan sejati dan keabadian yang tidak pernah pudar pada agama dan akidahnya. 
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi ?” (QS. Al-Ankabut” 2)
Jadi ternyata keimanan juga perlu diuji untuk mengetahui apakah benar-benar beriman. Apakah dalam keadaan sulit dan berada di titik nadir akan tetap beriman. Dari ayat tersebut juga memberi pengertian bahwa pengorbanan adalah inti dari iman. Begitu juga dalam menghadapi kezaliman dengan keteguhan, kesabaran, dan ketabahan. 
Setiap hari Rasulullah s.a.w menemui keluarga Yasir untuk menghormati ketabahan dan perjuangan keluarga ini. Hati beliau pun luluh oleh keadaan mereka yang menerima  siksa begitu dahsyat. Suatu hari beliau sedang menjenguknya, Ammar memanggil beliau. “Wahai Rasulullah, siksa ini sungguh berat bagi kami!” Rasulullah s.a.w menjawab, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir karena tempat yang dijanjikan untuk kalian adalah surga.”
Dalam banyak hadis, para sahabat Ammar telah menggambarkan siksaan yang menempa dirinya, ‘Amr ibn Hakam berkata, “Ammar disiksa hingga ia tidak mengerti apa yang ia katakan.” Sementara itu, ‘Amr ibn Maimun berkata, “Orang-orang kafir itu membakar diri Ammar ibn Yasir. Selanjutnya Rasulullah s.a.w menemuinya dan mengusapkan tangan beliau di kepalanya. Beliau bersabda, ‘Wahai api, menjadi dinginlah dan berilah keselamatan pada Ammar sebagaimana kamu menjadi dingin dan menyelamatkan Ibrahim.’
Namun segala teror itu sama sekali tidak melukai jiwa Ammar, tetapi hanya melukai punggung dan melemahkan energi fisiknya saja. Ammar tidak benar-benar merasa dibinasakan, kecuali pada suatu hari algojo itu makin beringas. Penyiksaan itu mulai dari disetrika dengan api, disalib di atas halaman berpasir yang panas, hingga ditindih di bawah batu yang membara. Bahkan, ditenggelamkan di dalam air hingga tidak bisa bernapas. Pada hari itu ia hilang kesadaran, hingga algojo itu berkata “Sebutlah Tuhan kami dengan sebutan yang baik!” Mereka terus menerus mengatakan demikian dan tanpa sadar Ammar mengikuti kata-kata mereka. Pada hari itu pula, setelah Ammar sedikit sadar, Ammar teringat dengan apa yang telah ia katakan dan merasa berdosa. Kemudian Rasulullah menemui sahabatnya yang sedang menagis. Dengan tangannya, beliau usap air mata sahabat itu sambil bertanya, “Apakah orang -orang kafir itu telah menenggelamkanmu dalam air hinga kamu berkata begini dan begitu ?” Sambil menghela napas berat, Ammar menjawab, “Benar wahai Rasulullah”.Selanjutnya beliau membaca ayat Al-Quran : “Kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (ia tidak berdosa)” (QS. An-Nahl :106)
Setelah mendengar itu, Ammar kembali tenang. Keteguhan Ammar telah membuat algojo yang menyiksanya kelelahan sendiri. Mereka menjadi kecil di hadapan keteguhannya.
Setelah Rasulullah s.a.w hijrah ke Madinah, kaum muslimin menetap di sana. Masyarakat Islam terbangun begitu cepat dan menyempurnakan diri. Dalam komunitas muslim ini, Ammar menempati posisi yang luhur. Rasulullah sangat mencintainya dan membanggakan keimanan serta hidayah Ammar di hadapan para sahabat. Beliau bersabda, “Teladanilah mereka sesudahku : Abu Bakar dan Umar. Ikutilah petunjuk Ammar!”
Dalam menggambarkan ciri-ciri Ammar, para perawi mengatakan, “Ammar itu bertubuh tinggi, matanya biru, dan dadanya bidang. Ia adalah salah seorang yang paling banyak diam dan paling sedikit bicara.”
Ketika Rasulullah s.a.w pergi menghadap Allah s.a.w, kepemimpinan Islam dilanjutkan oleh khalifah Abu Bakar dan kemudian Umar. Ketika Umar menyeleksi para sahabat untuk menempati jabatan sebagai wali (setingkat gubernur) dengan teliti dan hati-hati, dengan percaya dan yakin kedua matanya selalu tertuju kepada Ammar ibn Yasir. Karena itu, Umar segera menemui Ammar dan mengangkatnya sebagai wali. Dengan sebagai wali, membuat Ammar menjadi semakin tawadhu, wara’, dan zuhud. 
Didikan Rasulullah kepada para sahabatnya bisa sekeren itu ya. Dikisahkan, jika mereka menjadi khalifah dan penguasa, sang khalifah biasa pergi untuk memerah air susu kambing milik para janda dan membuat adonan roti untuk anak-anak. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar. Jika mereka menjadi wali, mereka pikul makanan di atas punggung sambil diikat dengan sebuah tali seperti yang dilakukan oleh Ammar. Begitu juga mereka tidak mau menerima janji dan lebih memilih untuk duduk lalu menganyam daun-daun kurma menjadikannya sebuah wadah ataupun bejana. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Salman Al-Farisi.
Singkat cerita, saat itu Ammar sudah berusia 93 tahun dan terjadilah perang Shiffin ketika masa kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib (lengkap tentang kisah perang Shiffin cari sendiri ya wkwk). Di usia yang sudah 93 tahun, Ammar ikut terjun perang. Ketika pertempuran masih berlangsung, tersiarlah kabar tentang terbunuhnya Ammar. Kaum Muslimin pun saling berbisik satu sama lain mengabarkan mengenai ramalan Rasulullah s.a.w yang jauh-jauh hari sebelumnya didengar oleh semua sahabat. Sebuah ramalan yang mereka dengar ketika sedang membangun masjid di Madinah. Beliau bersabda, “Aduhai Ibnu Sumayyah (Ammar). Ia akan dibunuh oleh kelompok pemberontak!” Sekarang kaum Muslimin pun tahu siapakan kelompok pemberontak itu. Mereka adalah kelompok yang telah membunuh Ammar dan tidak ada yang membunuhnya selain kelompok Mu’awiyah. Telah tiba baginya untuk memenuhi panggilan. Balasan bagi kebaikan tiada lain adalah kebaikan. 
Dari Kisah keluarga Yasir kita dapat mengambil pelajaran bahwa seseorang yang telah beriman ternyata akan terus diuji untuk menguji apakah orang tersebut benar-benar beriman. Hal ini dapat menjadi nasihat untuk kita bahwa ketika sedang diuji baik dalam kondisi sulit ataupun senang, tetap pertahankan keimanan untuk membuktikan bahwa kita benar-benar orang yang beriman. Kita juga belajar bahwa penting sekali dalam sebuah keluarga saling melindungi dan menguatkan dalam hal keimanan agar dapat kembali berkumpul kembali di surgaNya. aamiiiinnn
Semoga kita dapat meneladani dari kisah keluarga Yasir dan mengambil pelajarannya.
Sumber : Khalid, Muhammad.(2016).Biografi 60 Sahabat Rasulullah.Jakarta: Qisthi Press
Rumahku Surgaku, 30 Maret 2023
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Text
Ramadhan 1444 H : Day 7
Kisah Salman Al-Farisi : Sang pencari kebenaran 
Salman adalah seorang lelaki yang berasal dari Ashbahan, di sebuah desa yang bernama Jey (Jayyan), di daerah Persia. Ayahnya adalah seorang penguasa di daerah itu. Salman sangat taat mengabdi pada agama Majusi hingga ia diserahi tugas sebagai penjaga api yang memastikan api itu terus menyala. Ayah Salman memiliki sebuah ladang. Pada suatu hari, Salman diminta untuk ke ladang tersebut. Dalam perjalanan, Salman melewati sebuah gereja milik kaum Nasrani. Ia mendengar mereka sedang sembahyang, maka ia pun masuk untuk melihat apa yang ia kerjakan. Ia merasa kagum dengan cara mereka beribadah karena merasa lebih baik dari agama yang selama ini ia anut. Sehingga Salman tidak kembali lagi ke rumah hingga ayahnya mengirim utusan untuk mencarinya.
Karena tertarik dengan tata cara beribadah kaum Nasrani, ia pun bertanya pada orang-orang Nasrani tentang asal - usul agama mereka. Mereka menjawab : ‘Dari Syam’. Setibanya Salman di rumah, ia bercerita kepada ayahnya tentang agama Nasrani. Namun akhirnya ia berdebat dengan ayahnya dan berakhir ayahnya merantai dan membelenggu kakinya. Tapi Salman tidak kehilangan akal, ia mengirim utusan ke orang-orang Nasrani bahwa ia telah memeluk agama mereka. Kemudian meminta mereka mengirimkan orang dari Syam agar ia ikut bersama mereka ke Syam. Kemudian Salman menghancurkan rantai besi yang mengikat kakinya dan ia keluar meloloskan diri pergi ke Syam bersama mereka.
Setibanya di Syam, ia mencari ulama mereka. Ia diberitahu bahwa orang yang ia maksud adalah uskup, pemilik gereja. ia pun menemuinya dan menceritakan kisahnya. Akhirnya, Salman tinggal bersamanya menjadi pelayan sekaligus melaksanakan ajaran mereka dan belajar. Hanya saja, uskup ini laki-laki yang tidak baik dalam beragama. Ia memungut sedekah dari orang-orang dengan alasan untuk dibagikan, tetapi ternyata ia simpan untuk dirinya sendiri. 
Tak lama kemudian, uskup ini meninggal dunia. Kaum Nasrani mengangkat uskup lain untuk menggantikannya. Kali ini, ia belum pernah menemukan seorang pun yang lebih daripada uskup sebelumnya dalam beragama. Tidak ada orang yang lebih mementingkan akhirat, zuhud terhadap dunia, dan berpakaian lusuh, melebihi uskup baru ini. Ketika uskup baru hendak wafat, Salman bertanya, “Apakah yang kau perintahkan kepadaku dan kepada siapa kau serahkan aku ?”. Ia menjawab, “Wahai anakku, aku tak mengenal seorang manusia yang menyamai diriku, kecuali seorang laki-laki yang berada di Maushil.”
Ketika uskup tersebut wafat, Salman kemudian menemui orang Maushil itu. Ia menceritakan kepadanya pesan dari uskup tadi kemudian tinggal bersamanya. Ketika orang Maushil tersebut menemui ajalnya, Salman bertanya lagi kepada siapa yang harus ia ikuti. Selanjutnya, orang Maushil tersebut menyuruhnya menemui seorang lelaki saleh yang tingga di sebuah wilayah di negeri Romawi. Ia segera pergi kesana dan tinggal bersamanya. 
Ketika orang Romawi tersebut hendak wafat, Salman pun bertanya lagi, “Kepada siapa engkau wasiatkan aku ?”, Orang Romawi tersebut menjawab: ‘Wahai anakku , aku tak mengenal seorangpun yang serupa dengan kita keadaannya hingga kupercayakan engkau kepadanya. Akan tetapi, sekrang telah dekat masanya kedatangan seorang nabi yang mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Ia kelak akan hijrah ke suratu negeri yang banyak ditumbuhi kurma dan terletak di antara harratain (nama sebuah tempat di Madinah). Jika kamu dapat menemuinya di sana, lakukanlah! Ia memiliki tanda-tanda yang jelas, yakni tidak mau makan sedekah, tetapi mau menerima hadiah dan di antara kedua pundaknya terdapat cap kenabian yang jika engkau melihatnya, engkau bisa mengenalinya.’
Suatu hari, ia bertemu dengan sebuah rombongan. Ia pun bertanya darimana asal mereka. Akhirnya ia tahu bahwa mereka berasal dari Jazirah Arab. Maka Salman ikut kepada mereka. Akhirnya Salman ikut kepada mereka dan sampailah di suatu negeri bernama Wadi al-Qura. Namun di sana, mereka berbuat dzalim kepadanya. Mereka menjual Salman kepada orang Yahudi. ia tinggal bersama orang yang telah membelinya hingga pada suatu hari ia didatangi oleh seorang Yahudi dari Bani Quraizhah dan ia membelinya. laki-laki ini pun membawanya hingga ke Madinah. Di sana ia bekerja di perkebunan kurma miliknya.
Pada suatu hari, Salman berada di atas pohon kurma, sedangkan majikannya berada di bawahnya. Tiba-tiba seorang laki-laki yahudi dari kelaurga pamannya datang menghampiri dan berkata kepadanya: ‘Semoga Allah memerangi Bani Qailah! Mereka berkumpul mengerumuni seorang laki-laki di Quba yang datang dari Mekah dan mereka meyakini sebagai nabi.’ Setelah mendengar ucapan itu, Salman tiba-tiba menggigil hingga pohon kurma pun ikut bergetar. Ia segera turun dan bertanya:’ Apa yang kau katakan ? ada berita apakah ?’. Majikannya hanya mengangkat tangannya dan menamparnya dengan sangat keras. Ia berkata: ‘bukan urusanmu! kembalilah bekerja!’. Ia pun kembali bekerja.
Ketika sore hari, ia mengemas seluruh barangnya dan pergi untuk menemui Rasulullah s.a.w di Quba. Ia segera menemui beliau yang sedang ditemani oleh beberapa sahabatnya. Ia memiliki persediaan makanan yang telah diniatkan untuk sedekah. Ia pun memberikan makananya kepada Rasulullah dan para sahabatnya. Kemudian Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya: ‘Makanlah dengan menyebut nama Allah’. Sementara itu, beliau sendiri hanya diam dan tak menjamah makanan tersebut. Salman berkata dalamhati : “Sungguh ini adalah tanda yang pertama, ia tidak mau memakan harta sedekah.”
Salman pun pulang ke rumah dan keesokan harinya ia kembali menemui Rasulullah s.a.w dengan membawa makanan. Ia pun berkata kepada beliau bahwa kemarin beliau tidak ikut makan, maka sekarang ia membawa makanan untuk beliau. Kemudian beliau bersabda kepada para sahabatnya :’Makanlah dengan menyebut nama Allah.’ Kini pun beliau ikut makan bersama mereka. Salma berkata dalam hati: “Ini adalah tanda kedua. Beliau bersedia menerima hadiah.”
Ia kemudian pulang dan diam beberapa lama. Setelah itu, ia kembali mendatangi Rasulullah dan ia menemukan beliau di Baqi’ sedang mengiring jenazah. Beliau mengenakan dua helai kain, yang satu digunakan sebagai sarung, dan yang satu lagi sebagai selendang. ia mengucapkan salam kepada beliau lalu ia berpaling untuk melihat ke atas pundaknya. Ternyata beliau mengetahui bahwa ia sengaja berbuat demikian. Beliau menyingkapkan kain burdahnya dan ada tanda kenabian di kedua pundaknya, yakni cap kenabian sebagaimana dahulu telah disebutkan oleh pendeta. Salman lantas merangkul beliau sambil menangis. Ia kemudian masuk Islam, namun status budak mengahalanginya sehingg ia diminta oleh Rasulullah untuk meminta kepada majikannya untuk memerdekannya dengan uang tebusan. 
Kemudian Salman hidup sebagai seorang Muslim yang merdeka. Ia hidup bersama khalifah Rasulullah, Abu Bakar ash-Shiddiq, lalu Umar ibn Kthaththab hingga masa khalifah Utsman. 
Salman pernah ikut dalam perang Khandaq, tahun 5 H. Pada tahun tersebut, beberapa tokoh Yahudi menuju ke Mekah untuk menghimpun kaum musyrikin dan membentuk pasukan gabungan untuk menyerang Rasulullah dan kaum muslimin. Siasat perang pun dibuat sedemikian rupa secara licik. Merake merencanakan agar pasukan Quraisy dan Bani Ghathfan menyerang Madinahdari luar sementara Bani Quraizh menyerangnya dari dalam, yaitu dari barisan belakang kaum Muslimin. Suatu hari, Rasululah dan kaum Muslimin melihat pasukan besar mendekati Madinah dengan membawa perbekalan yang banyak disertai persenjataan lengkap yaitu sebanyak 24.000 prajurit yang dipimpin oleh Abu Sufyan dan ‘Uyainah ibn Hishn. Kaum muslimin pun menyadari mereka sedang berada di situasi yang genting.
Pada saat itulah, Salman dari atas bukit meninjau sekitar Madinah. Ia baru menyadari bahwa Madinah dibentengi oleh pegunungan dan bebatuan yang mengelilingi kota. Namun, ada celah luas yang membentang. Kemudian Salman mengusulkan agar Kaum Muslimin menggali sebuah parit sebagai perlindungan mereka di sepanjang daerah terbuka di Madinah. Saat kaum Quraisy melihat parit besar itu, mereka merasa terpukul dan putus asa. Akibatnya, sebulan lamanya pasukan Quraisy hanya berdiam diri di tenda-tenda mereka tanpa mampu menyerang Madinah. Akhirnya pada suatu malam datanglah angin yang meluluh lantahkan tenda-tenda mereka. Akhirnya Abu Sufyan meminta pasukannya untuk mundur.
Pada saat penggalian parit, Salman ikut serta bersama Rasulullah juga. Hingga ia menemui batu besar dan tidak bisa ia pecahkan. Lalu ia meminta izin ke Rasulullah untuk mengubah arah penggalian untuk menghindari batu tersebut. Kemudian Rasulullah menghantam batu besar tersebut sebanyak 3x, dari masing-masing hantaman keluarlah api. Dari api tersebut Rasulullah bisa melihat rahasia gaib, beliau melihat istana-istana Suriah, Shana’a dan kota-kota lain di bumi pada suatu hari nanti bendera Allah akan berkibar di sana. Salampun masih hidup dan menjadi saksi ketika kabar gembira itu menjadi kenyataan. Salman menyaksikan penaklukan kota-kota di Romawi dan Persia; Istana di Shana’a, Suriah, Mesir, dan Irak.
Kemudian, Islam terus berjaya. Harta benda yang tidak sedikit jumlahnya dibawa ke Madinah. Selanjutnya harta-harta tersebut diatur pembagiannya kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan Islam hingga negara mampu memberikan gaji dan tunjangan tetap. Karena hal itu, pemerintah kewalahan untuk mengurusnya sendiri sehingga banyak lowongan pekerjaan dan jabatan yang bisa ditempati. Nah tapi Salman tidak mau menawarkan diri. Ia malah berdagang dengan menganyam daun kurma untuk dijadikan wadah dan keranjang. Padahal tunjangan yang diperolehnya sekitar 4.000-6.000 dirham per tahun. Namun semua itu ia bagi-bagikan habis dan ia tidak mau mengambilnya meski 1 dirham. Ia berkata, “Aku akan membeli daun kurma dengan 1 dirham lalu aku anyam dan kujual seharga 3 dirham; 1 dirham untuk beli daun kurma lagi, 1 dirham untuk menafkahi keluarga, dan 1 dirham sisanya untuk sedekah.” 
Salman juga orang yang menjauhi jabatan, kecuali jika mengepalai pasukan untuk perang yang sekiranya ga ada orang lain yang bisa menanggung. Singkat cerita, Salman kahirnya jadi wali (setingkat Gubernur) di Madain, gaji yang diperoleh 5000 dirham per tahun. Namun setiap ia menerima gaji ia bagi-bagikan hingga habis dan untuk makan mengandalkan hasil keringatnya sendiri. Hingga pada suatu kesempatan, Sa’ad ibn Abi Waqqash menjenguknya dan bertanya mengapa ia menangis. Kemudian Salman menjawab, “Demi Allah aku menangis bukan takut maut ataupun berambisi pada dunia, melainkan karena Rasulullah telah berpesan kepada kita : ‘Hendaklah bagianmu dari kekayaan dunia adalah seperti bekal seorang pengendara’. Namun, kini aku dikelilingi oleh harta begini banyak. Kemudian Sa’ad memperhatikan sekitar dan keheranan sendiri, “ Sebegitu banyak ?” karena yang Sa’ad lihat hanyalah sebuah mangkuk untuk makan dan sebuah bejana untuk bersuci. Pakainnya yang telah usang itu juga menggambarkan kesederhanaan dan kesahajaannya. Hingga walaupun ia wali, tapi tidak keliahatan sebagai wali penampilannya.
Ada kisah tambahan, Salman pun pernah tinggal bersama Abu Darda’ dalam satu rumah. Abu Darda’ r.a selalu bangun pada malam hari dan berpuasa pada siang hari. Salam tidak sepakat dengan cara Abu Darda’beribadah yang berlebihan seperti itu. Suatu hari Salman mencoba menguji keteguhan Abu Darda’ untuk berpuasa sunnah. Abu Darda’ justru menjawab, “Akankah engkau melerangku berpuasa dan shalat karena Allah ?” Salman menjawab, “Sungguh kedua matamu memiliki hak atas dirimu begitu pula keluargamu memiliki hak atas dirimu. Berpuasalah dan berbukalah, shalatlah dan tidurlah.”Kejadian itu terdengar oleh Rasulullah s.a.w dan beliau bersabda, “Sungguh Salman telah dipenuhi dengan ilmu.”
Tak ada satupun kesenangan dalam dunia ini yang digemari atau menarik hati Salman, kecuali suatu barang yang ia anggap penting sehingga ia percayakan kepada istrinya untuk menyimpannya. Ketika sakit yang berujung pada ajalnya, yakni pada pagi hari kewafatannya, Salman memanggil istrinya dan meminta membawakan barang yang dulu pernah ia titipkan. Ternyata benda itu berupa seikat kesturi. Kesturi itu sengaja ia simpan dan dipersiapkan untuk menjadi wangi-wangian pada harikepergiannya. Ia lalu meminta kepada istrinya untuk dibawakan segelas air. Selanjutnya Salman mencampurkan bubuk kesturi itu ke dalam gelas dan mengaduknya dengan tangan lalu berkata ke istrinya, “Percikanlah air ini ke sekelilingku karena saat ini telah datang kepadaku makhluk Allah yang tidak suka makan makanan, tapi suka wangi-wangian.” Ketika sang istri telah selesai melaksanakan perintahnya, Salman berkata, “Tutuplah pintu dan turunlah kamu.” Istrinya pun menuruti perintahnya. Beberapa saat istrinya kembali naik. Ternyata Salman telah wafat.
Semoga kita bisa meneladani dan mengambil pelajaran dari kisah Salman Al Farisi. Bahawa penting sekali untuk terus mencari kebenaran dan juga lagi-lagi untuk bersikap zuhud dan secukupnya. 
Sumber : Khalid, Muhammad.(2016).Biografi 60 Sahabat Rasulullah.Jakarta: Qisthi Press
Rumahku Surgaku, 29 Maret 2023
0 notes
destinkurniawati · 1 year
Conversation
KESIAPAN
Di suatu pagi yang cerah, tiba-tiba ada seorang teman yang bertanya begini :
*D : Destin
*Y : Yoga
Y : Des, tanda kesiapan seorang laki-laki untuk meniqa itu apa ? in your oponion
D : Wah, kamu mau meniqa ?
Y : Yaelah, iya mau tapi nggak sore ini juga.
D : Kesiapan kan cuma dirinya yang tau.
But I think, seorang laki-laki yang sudah siap kayagini :
- Sudah menyelesaikan dirinya sendiri
-Siap lahir dan batin
Y : Udah itu doang ?
D : Ya itu kalo dijabarin banyak banget. Mau aku jabarin
Y : Iya sih wkwkwk
D : *ngecipris njabarin itu*
Y : Jadi gitu ya wkwkw
D : Iyalah makanya jangan hahahihi doang.
Y : *ngirimin file yang berisi kesiapan laki-laki untuk meniqa*
D : Banyak juga ye listnya
Y : Iya, terus abis bikin nyesel sendiri kenapa sebanyak itu wkwkw
D : gapapa sih biar hidupmu serius dikit
Y : Anak indie emang suka main. Tetapi ga suka main-main
D : Hilih
Y : Ada tambahan ga ?
D : Aku no comment sih, udah realisasiin aja, jangan banyak wacana, KONGKRIT
Y : Tenang aja, dia juga sedang menuju itu kok.
D : Menuju siapa dulu ?
Y : Ya gatau wkwkw
D : Belum ngebayangin sih
Y : Ye anda terlanjur udah milih nahkodanya dulu bukan milih kapal yang akan mengantarkanmu ke tujuan
D : Nah ini nih, salah satu hal yang harus kubenahi juga
Y : Udah realisasiin aja, jangan banyak wacana, KONGKRIT
D : Yha kena omongan sendiri wkwk
Y : Begitulah hidup ya haha
Obrolan pagi yang cukup serius tetapi membuat kepala nut nutan karena dari list itu kok baru dikit yang terceklist.
Semangat ! semangat !D
Obrolan dengan seorang teman 3 tahun lalu, yang ternyata jadi suami sendiri wkwk
1 note · View note