Tumgik
#cendikiawan
hidayatuna · 7 days
Text
Selayang Pandang Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary
HIDAYATUNA.COM – Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, seorang ulama besar dari Nusantara, lahir pada tahun 1710 di Tanah Banjar, sebuah wilayah yang kini terletak di Kalimantan Selatan, Indonesia. Namun, meskipun lahir di sana, dampak pemikiran dan ajarannya meluas ke seluruh kepulauan Nusantara dan bahkan ke berbagai penjuru dunia Islam. Kehidupan beliau dipenuhi dengan perjalanan intelektual,…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
generasbir · 1 year
Text
Apakah orang muslim yang menemukan peta pertama Dunia
Sejarah Peta Dunia dibuat oleh pengembara muslim pada Abad ke-7, yang sampai sekarang masih digunakan
Pengembara ini berjalan mengikuti laluan yang ada dan pada masa yang sama mereka Mengumpulkan data seperti lokasi jarak, bidang tempat-tempat yang telah dilewati dan tempat-tempat yang baru. “Kebanyakan pengetahuan ini diceritakan dari mulut ke mulut.
Selengkapnya klik disini.
Tumblr media
Pengembara ini berjalan mengikuti laluan yang ada dan pada masa yang sama mereka Mengumpulkan data seperti lokasi jarak, bidang tempat-tempat yang telah dilewati dan tempat-tempat yang baru. “Kebanyakan pengetahuan ini diceritakan dari mulut ke mulut.Namun setelah lepas dari pengenalan kertas pada abad ke-8 Peta pertama panduan berjalan mulai diperkenalkan di seluruh wilayah termaksud Yunani.
0 notes
ulfarodia · 1 year
Text
Al-Ghazzali mencermati permasalahan psikologis yang masih melanda dunia Islam hingga hari ini, yaitu bahwa orang-orang yang meniru (taqlid) aqidah asing yang bertentangan dengan Islam menganggap dirinya termasuk golongan elit cendikiawan.
Dr. Majid 'Irsan al-Kilani dalam Model Kebangkitan Umat Islam
13 notes · View notes
cnandini · 10 months
Text
Posting Di Sosial Media Boleh Aja Asal...
tujuannya bukan buat sombong, demi mendapat pujian karena kita haus akan eksistensi, dan atau membuat perpecahan bagi yang melihatnya.
Udah itu aja sih sebenernya..
Agak-agak kurang setuju dengan pernyataan untuk tidak memposting di sosial media karena takut penyakit 'ain', ketika para cendikiawan agamanya sendiri juga melakukan postingan sosial media.
"Kan bedaaaa, mereka tujuannya buat dakwah!"
Terus kenapa kita gak boleh melakukannya untuk tujuan yang sama?
Misal kita posting untuk:
Ngiklanin barang dagangan sendiri atau jadi affiliate online shop (tujuannya buat nyari rezeki)
Memberi informasi, misal jenis makanan yang bisa didapatkan kalau kita pergi kesuatu tempat wisata yang susah makanan halalnya atau tempat wisata murah meriah di suatu tempat
Menghibur, misal kita bikin sketsa sama keluarga atau kebanyolan kucing kita
Memberi semangat atau bahkan renungan biar hidup orang lebih baik
dst, pokoknya tujuannya bukan buat sombong dan membongkar aib orang
Memang tujuan kita jelas nih bukan buat nyombongin diri, tapi pasti ada aja orang di luar sana entah yang kita kenal atau enggak bakal komentar "Sombong lu!" atau "Maaf hanya mengingatkan, takutnya kena penyakit ain".
Balik lagi, yang tau tentang alasen kita posting itu hanya kita dan Allah.. dan cukuplah Allah yang menghargai tujuan kita dengan pahala yang tercatat disisi-Nya buat kita. Orang lain yang berkomentar? Ya terserah aja.. kayak mereka punya six sense aja buat baca pikiran orang dengan benar.
Oleh karenanya, baiknya kita juga belajar untuk bisa membuat postingan di sosial media dengan baik. Gimana ya sudut foto yang baik, tanpa menimpulkan pikiran macem-macem dari orang yang melihat. Gimana ya cara menyampaikan pemikiran kita dengan tepat, agar tidak jadi pedang bermata dua, dan lain sebagainya. Dimana itu semua dapat kita lakukan dengan metode ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). Coba amati postingan yang kira-kira cocok dengan apa yang mau kita sampaikan. Coba tiru konsepnya dan modifikasi sesuai dengan style kita.
Makanya kita tuh gak boleh menyepelekan pelajaran Bahasa Indonesia atau Seni ketika kita sekolah dulu. Ilmunya sedikit banyak pasti berguna loh buat kehidupan sehari-hari. Pembelajaran juga buat kita, buat mau menghargai semua ilmu yang ada di sekolah anak kita nantinya. Yakin, ilmu yang dipelajari pasti akan berguna sedikit atau banyak di masa depan nantinya.
4 notes · View notes
abubuaa · 1 year
Text
Saifuddin Quthuz Sang Ksatria Perang 'Ain Jalut
Dia adalah seorang pahlawan besar dari Dinasti Mamalik. Beliau hidup di zaman runtuhnya Khalifah Abbassiyah karena serangan pasukan Tartar (Mongol).
Saifuddin Quthuz adalah pahlawan yang telah meruntuhkan dominasi Tartar di negeri Syam. Dia membalas luka akibat kekalahan kaum Muslimin di tangan Tartar, dan sekaligus membuka jalan bagi runtuhnya invansi Tartar di negeri-negeri Muslim.
Tetapi ironisnya, Saifuddin Quthuz wafat terbunuh justru oleh penguasa Muslim lain yang haus kekuasaan yaitu Baibars. Dia menjadi pemimpin Muslim sebagai Sultan Mamamik di Mesir, namun kisah perjuangan beliau sangat membekas bagi sejarah Islam
Bisa dikatakan, Saifuddin Quthuz rahimahullah adalah pahlawan Islam dan Penguasa Muslim yang terzhalimi.
Perjalan Hidup Saifuddin Quthuz
Mengenal sedikit perjalanan hidup beliau; bernama asli Mahmud bin Mahmud bin Khawarizmi. Di kenal dengan nama Saifuddin Quthuz karena semasa kecil pernah dijual sebagai budak ketika Kakeknya Khawarizmi Syah mengalami kekalahan perang atas pasukan Tartar.
Kakeknya Mahmud bin Mahmud, Khawarizmi khan, seorang raja di wilayah Khawarizmi.
Kakeknya, Khawarizmi syah dari memang dari dulu telah memiliki sejarah pertempuran dengan pasukan Jengsi Khan atau Tartar. Dimana saat Khawarizmi jatuh ke tangan Tartar, anak-anak bangsawan tangkap, termasuk Mahmud bin Mahmud atau Saifuddin Quthuz. Mereka lalu di jual sebagai budak di pasar Damaskus. Dipasar itulah dia mendapatkan panggilan Quthuz.
Kisah menarik terjadi semasa ia menjadi budak, ia di siksa oleh tuannya dan bapak serta kakeknya di maki-maki dengan perkataan yang membuatbia menangis dan mogok makan.
Ketika ditanya tentang ras sakit karena pukulan dari tuannya? Dia menjawab tidak. Dia menangis karena ayah dan kakeknya dimaki, padahal ayah dan kakeknya lebih mulia dari dirinya dan apalagi tuannya.
Ditanya kembali tentang ayahnya apakah seoarang kafir? Dia menjawab, "Tidak, aku adalah seorang Muslim dsn anak seorang Muslim. Aku adalah Mahmud bin Mahmud. Aku adalah anak anak laki-laki dari saudara perempuan Khawarizmi Syah. Aku adalah anak raja".
Orang-orang disekitar yang mendengar berubah sikap terhadap Quthuz. Di kemudian hari dia menjadi pejabat pemimpin Dinasti Ayyubiah, Izzudin Aibak.
Dalam cerita lain, Saifuddin Quthuz semasa kecil bermimpi bertemu Rasulullah. Dalam mimpi itu Nabi berpesan bahwa dia akan menjadi penguasa Mesir dan menghancurkan bangsa Tartar. Mimpi itu seperti menjadi sebuah pelita yang menuntun Saifuddin Quthuz untuk mewujudkan misi besar yaitu Meruntuhkan Tartar.
Dan hal itu benar-benar terwujud, dengan pertolongan dan Barakah Allah Al Karim.
Dengan proses yang panjang penuh liku, Saifuddin Quthuz berhasil menjadi Sultan Dinasti Mamalik di Mesir. Setelah berkuasa, dia segera mengumpulkan para amir, panglima, pemuka agama, dan para cendikiawan.
Ia berbicara dengan lantang dan penuh keberanian tentang misi yang diembannya : "Aku tidak punya maksud apapun, kecuali agar kita bersatu untuk memerangi Tartar. Hal itu tidak akan terlaksana jika tidak ada seorang pemimpin Ketika kita telah keluar dan berhasil menghancurkan musuh, maka masalah kekuasaan aku serahkan kepada kalian. Pilihlah orang yang kalian kehendaki sebagai pemimpin kalian. "Kata-kata ini menunjukkan bahwa Saifuddin Quthuz tidak berambisi kekuasaan dan kata-katanya berhasil menaril simpati para pejabat dan penguasa Muslim
Pada masa itu sebelum misi Jihad dilaksanakan, Saifuddin Quthuz meminta pertimbangan ulama di masa itu, Izuddin Bin Abdussalam. Dia bertanya tentang ide menarik pajak dari rakyat untuk membiayai jihad. Untuk melakukan sesuatu yang besar maka perlu banyak pertimbangan untuk melangkah dan pengorbanan yang tidak membuat rakyatnya menjadi lemah.
Pada masa itu rakyat tidak dipungut pajak apapun, selain Zakat. Izzudin menjelaskan, kalau negara diserang musuh, sementara Baitul Maal tak punya sedikitpun; boleh mengambil pajak dari rakyat. Tetapi lebih baik jika para panglima menjual peralatan atau barang yang mereka miliki, hanya disisakan muda dan senjata. Dengan demikian, biaya Jihad tetap terpenuhi, sedang harta rakyat tidak terganggu. Jika apra pejabat masih memilik harta atau peralatan, maka mengambil pajak dsri rakyat tidak diperbolehkan. Pendapat ini diterima dan dijalankan oleh Saifuddin Quthuz, sekaligus menunjukkan sikap hormatnya terhadap ulama.
Ketika Saifuddin Quthuz sedang mempersiapkan pasukan dan senjata, datang utusan Hulagu Khan menghadapnya dengan membawa surat yang berisikan ancaman agar Quthuz dan pasukannya menyerah, sehignga Mesir dapat dikuasai Tartar. Pejabat mesir yang mendengar isi surat menjadi ketakutan. Ada yang menyarankan agar Quthuz menyerahkan diri.
Dengan lantang Quthuz berkata : "Aku akan menghadapi Tartar sendirian, wahai para pemimpin kaum Muslimin. Kalian makan dari harta Baitul Maal, tapi kalian taku berperang. Aku akan mengahadapi mereka sendirian. Siapa yang memilih berjihad, dia bisa menemaniku dan siapa yang tidak mau, silahkan kembali ke rumahnya, sesungguhnya Allah melihatnya."
Kemudian Quthuz berdiri sambil berseru, "Wahai pemimpin kaum Muslimin, siapakah yang akan membela Islam, kalau bukan kita? " Dia berkata sambil menangis, sehingga membakar semangat para komandan dan pejabat Muslim. Mereka bertekad mengalahkan Tartar, berapapun harga yang mesti dibayar. Sebagai simbol keberanian dan tekad, Saifuddin membunuh para utusan Tartar dan menyisakan satu orang untuk menyampaikan pesan kepada pemimpin mereka. Seoalh mengatakan "Kami tidak takut dengan ancamanmu! Bahkan kami akan menghinakanmi seperti nasib para tawanan ini! "
Perang di Mulai
Tepat pada tanggal 25 Ramadhan 658 H bertemulah dua pasukan pesar ini di wilayah Ain Jalut, Palestina. Saifuddin Quthuz rahimahullah ausa'a rahmah, memimpin sendiri pasukan mujahidin Islam menghadapi kaum paganis Tartar.
Pertempuran Dahsyat terjadi, ribuan kaum muslimin gugur begitu juga Tartar. Setelah Tartar merajalela di negeri-negeri Muslim, mereka tidak pernah menyangka akan menghadapi barisan manusia-manusia Tauhid yang bermental baja, bersemangat tinggi dan berambisi meruntuhkan dominasi mereka.
Pada mulanya Pasukan Islam Terdesak disisi sebelau kiri, salah satu bidikan musuh berhasil mengenak kuda Quthuz hingga mati. Iapun melompat dari kuda dan berperang dengan jalan kaki.
Seorang amir datang dan menawarkan kuda kepadanya, sebagai ganti kuda yang telah terbunuh. Tapi Quthuz menolak. Dia tetap memilih jalan kaki. Sebagai komandan pasukan mencela sikap Quthuz itu dan mengatakan bahwa Ia akan terbunuh dan Islam akan binasa.
Dengan hati tegar Saifuddin Quthuz berkata "Jika aku mati, maka aku akan pergi ke surga, sedangkan Islam ini memiliki Rabb yang tidak akan menyia-nyiakannya.
Seperti terbunuhnya orang ini dan itu... Bahkan para pemimpin seperti Umar, Ustman dsn Ali. Lalu Allah kirimkan orang-orang selainn mereka untuk menjaga Islam ini, dan orang itu tidak akan menyia-nyiakan Islam"
Hasil Perang Ain Jalut
Saifuddin Quthuz berhasil menumpas kaum Tartar dari bumi Syam, sehingga seluruh wilayah terbebaskan dari mereka. Dia berhasil menyatukan Syam dan Mesir dibawah Dinasti Mamalik, setelah keduanya terpisahkan sejak wafatnya Sultan Shalih Najmuddin Ayyub. Bagi kaum Muslimim kemenangan di Ain Jalut meninggikan moral mereka, bahwa kaum Muslimin bisa meruntuhkan kekuatan Tartar secara telak.
Dari mata kaum Tartar, kekalahan di Ain Jalut menimbulkan trauma sejarah dan kekalahan moral sangat dahsyat. Mereka tak pernah mengira, bahwa ada bangsa lain yang sanggup memporak-porandakan kekuatannya.
Sejak saat itu bangsa Tartar terpecah belah ada sebagai masuk Islam, sebagian mundur ke India dan mendirikan kerajaan Islam Moghul, sebagian lagi pulang ke kampung halamannya.
Ain Jalut mengobati luka Kaum Muslimin akibatkan runtuhnya Khalifah Abbassiyah di Baghdad. Dan pahlawan besar di balik kemenangan ini adalah Saifuddin Quthuz.
Setelah kemenangan di Ain Jalut, Kaum Muslim berbangga dengan saifuddin Quthuz dan memuliakan Sultan yang pemberani ini.
Kematian Saifuddin Quthuz
Saat hendak pulang ke Mesir, Saifuddin Quthuz dibunuh oleh penguasa Muslim lainnya. Padahal dia sudah bertekad untuk mundur dari kekuasaannya dan menempuh jalan Zuhud.
"Sekali berarti, sesudah itu mati", ungkap seorsng penyair tentang Kisah Hidut Saifuddin Quthuz. Masa kekuasaannya pendek, hanya satu tahun, tetapi artinya sangat besar bagi kaum Muslimin.
--------------------------
Bila dicermati, kisah Hidup Mahmud bin Mahmud Al Khawarizmk atau Saifuddin Quthuz, seperti kisah Nabi Yusuf. Pada awalnya dia hidup terhormat sebagai anak raja, kemudian dijual-belikan sebagai budak, lalu dibeli seorang penguasa. Penguasa itu mendidiknya sehingga menjadi manusia besar.
Jika Yusuf bin Ya'qub berjasa membebaskan rakyat Mesir dari ancaman Kelaparan, Maka Mahmud bin Mahmud membawa pasukan Islam di Mesir untuk meruntuhkan dominasi Tartar. Dan kedua-duanya terinspirasi oleh mimpi unik di masa kecil.
Benar kata seorang dai besar asal Mesir, Syaikh Hasan Al Banna "Impian hari ini adalah kenyataan di hari esok"
-Abubua
5 notes · View notes
bukanben · 14 days
Text
klo cendikiawan sudah mulai komentar soal konoha.... kita tau ada sesuatu ..... 😂😂
0 notes
karanganyarkota · 20 days
Text
Tumblr media
KARANGANYAR — Komandan Kodim 0727/Karanganyar Letkol Inf Andri Army Yudha Ardhitama, S.I.P., diwakili oleh Kepala Staf Kodim Mayor Chb Sutaryanta menghadiri silaturahmi tahunan dan halal bihalal keluarga besar ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) Orda Kabupaten Karanganyar.
Dengan mengusung tema, "Memperkuat Silaturohmi Ukhuwah Islamiyah Dalam Mewujudkan Umat Yang Berdaya Saing Dan Bermartabat" bertmpat di Ruang Anthurium Rumah Dinas Bupati Karanganyar, Selasa (07/05/2024).
0 notes
Text
KARANGANYAR — Komandan Kodim 0727/Karanganyar Letkol Inf Andri Army Yudha Ardhitama, S.I.P., diwakili oleh Kepala Staf Kodim Mayor Chb Sutaryanta menghadiri silaturahmi tahunan dan halal bihalal keluarga besar ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) Orda Kabupaten Karanganyar.
Dengan mengusung tema, "Memperkuat Silaturohmi Ukhuwah Islamiyah Dalam Mewujudkan Umat Yang Berdaya Saing Dan Bermartabat" bertmpat di Ruang Anthurium Rumah Dinas Bupati Karanganyar, Selasa (07/05/2024).
Tumblr media
0 notes
bantennewscoid-blog · 3 months
Text
MPW ICMI Banten Bakal Dorong Pertumbuhan Industri Otomotif di Banten
SERANG – Majelis Pengurus Wilayah (MPW) Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia atau ICMI Orwil Provinsi Banten berupaya mendorong masuknya investasi industri otomotif ke Banten. Hal itu terungkap dalam pelantikan MPW ICMI Orwil Banten periode 2024-2029 di Aula Inspektorat Provinsi Bangten, KP3B, Curug, Kota Serang, Rabu (6/3/2024). Ketua MPW ICMI Banten Eden Gunawan mengungkapkan, dirinya beserta…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
fikramlolahi15 · 3 months
Text
Perahu Penjagaa Laut ✍️
Bukankah sudah ku ingatkan engkau beribu kali bahwa sifat dari common sense itu tak butuh pembuktian? Apapun itu hal yang tak dapat kita hindari sebelumnya akan sehasta mendekati terjadi.
Sudah ku peringatkan di setiap kali ada kesempatan perihal maritim kita yang telah lama diincar, bahkan hijrahnya mereka ke laut sebelum separuh kekayaan darat kita dikuras habis, tapi kau menuduhku dengan dakwa yang tak berdasar. Ini, itu dan rupa-rupa.
Kini, ketika China berkali-kali bukan lagi mengusik tapi telah mengancam kedaulatan bangsa kita, kau masih menggangap itu sebuah kelakar. Jenaka, bahkan dengan santun kau mempersilahkan mereka mengikuti transmigrasi antar negara, seketika Indonesia rasa China.
Indeks kerawanan mulai nyata. Tragedi ini telah mewacana ditingkal global, hanya saja reaksi lokal gagal menjadi pemicu. Kuatnya hanya dalam maya.
Sejujurnya, tak ada guna meyakinkan mahkamah internasional tentang kepemilikan kita, apalagi mendulang simpati mereka. Bangsa kita telah lama dianggap kecil, bahkan telah purba jadi alas kaki.
Haruskah kau ku ajarkan ilmu tentang cilok dan kecap? Mustahil itu, sebab kau adalah cendikiawan, yang segalanya dalam pustaka kau tahu, sedang aku hanyalah hamba yang fakir akan ilmu.
Ini sekedar anjuran sebelum ramai jadi petisi. Saya percaya akan tetap ada gelap jika tak kau hadirkan setitik pijar ☯
Pulau Bisa, 26 Pebruari 2024
#Coretantetelawas
FB : Fikram Lolahi
IG : @fikramlolahi_
Twitter : @fikramlolahi15
Tumblr : @fikramlolahi15
Picture by Google
Tumblr media
0 notes
hidayatuna · 8 days
Text
Abu Zaid Al-Balkhi: Ilmuan Muslim Ahli Kesehatan Mental
HIDAYATUNA.COM – Abu Zaid Al-Balkhi, seorang cendekiawan terkemuka dari zaman keemasan Islam, adalah salah satu tokoh yang memainkan peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat di dunia Muslim pada abad ke-9 Masehi. Perjalanan hidup Al-Balkhi mencerminkan perjalanan intelektual yang luar biasa. Abu Zaid Al-Balkhi berkontribusi besar pada berbagai bidang ilmu pengetahuan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
beritaterkinisiantar · 4 months
Text
PMS Menilai Ada Kekeliruan dan Kesalahan yang Fatal Pada Pembangunan Rumah Tradisional Etnis Simalungun di Anjungan TMII Jakarta
PMS Menilai  Ada Kekeliruan dan  Kesalahan yang Fatal Pada Pembangunan Rumah Tradisional Etnis Simalungun di Anjungan TMII Jakarta https://ift.tt/OoD8bIm Via DUTAMEDAN.COM (DM/01) Siantar, DUTAMEDAN.COM – Dinilai tidak sesuai dengan ornamen Suku Simalungun, para pemangku adat dan cendikiawan dari  Partuha Maujana Simalungun (PMS) melihat ada kekeliruan dan kesalahan yang fatal atas pembangunan Rumah Tradisional  Etnis Simalungun di anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Pembangunan  rumah tradisional Simalungun  itu juga dinilai menyalahi dan jauh dari harapan karena tidak menggambarkan  adat budaya Simalungun sesungguhnya. Demikian disampakan Ketua Umum DPP PMS, Dr Sarmedi Purba SpOG kepada sejumlah jurnalis di Siantar Hotel, Senin (5/2/2024). Dr Sarmedi Purba SpOG turut didampingi sejumlah tokoh adat Simalungun dan Arsitek serta tim advokasi, seperti, Hotman Damanik, Rohdian Purba, Djapaten Poerba, Pdt Benyamin Sinaga dan  Agus Purba sebagai  Tim Advokasi . Dijelaskan Sarmedi, saat pelaksana melakukan pembangunan, tidak diberitahu kepada PMS sebagai pemangku adat. Sehingga, terkesan tertutup. Dalam hal ini, PMS melihat pembangunannya tampak tanda-tanda tidak menggambarkan etnis Simalungun. Karena itu, PMS melakukan peninjauan langsung dan melakukan pertemuan yang difasilitasi Badan Penghubung dari Sumatera Utara, tertanggal 28 Agustus 2023 dan turut  dihadiri para tokoh dari Simalungun dan pejabat maupun arsitek dari Simalungun sebagai Tim Ahli Cagar Budaya yang bersertifikat. Dilanjurkan Sarmedi, saat itu, PMS bersama tim sudah memberi berbagai masukan. Namun, apa yang disampaikan malah diabaikan.Terbukti,  setelah pembangunan yang dananya bersumber dari APBD Sumatera Utara tahun 2023 itu hampir selesai atau telah 95%, malah banyak menyalahi. “Kita bukan mau cari masalah. Karena, kalau menyalahi, itu sama saja dengan penghinaan terhadap etnis suku Simalungun ,” ujar Dr Sarmedi. Ditegaskannya, PMS siap berjuang agar bangunan rumah tradisional itu ditinjau kembali atau dibongkar untuk diubah  sesuai dengan ketentuan. Untuk soal anggaran diharap dapat ditampung dalam Perubahan (P)APBD Sumatera Tahun 2024 mendatang. “Bila perlu melakukan aksi unjuk rasa. Namun, dalam waktu dekat, ada juga upaya kita menemui  PjGubernur Sumut dan tidak tertutup kemungkinan melakukan lobby dengan tokoh-tokoh  Simalungun di DPR RI,” tutup Sarmedi Purba. Sementara itu, Hotman Damanik sebagai Ahli Cagar Budaya dan Arsitektur Ragam Hias mengatakan, hal yang tidak sesuai ketentuan terkait rumah tradisional Simalungun itu sangat fatal dan tidak sesuai tipe Piner Horbou. Kekeliruan itu ada pada bangunan struktur, aristektur dan lainnya seperti ornamen ragam hias, bentuk bentuk sakral dan bentuk pendukung lainnya. Ia menyesalkan  sejumlah data mengenai rumah tradisional yang disampaikan kepada pihak terkait tidak dijadikan petunjuk pelaksanaan perencanaan maupun pelaksanaan kontruksi di lapangan. Ditambahkannya,  rumah tradisional Suku Simalungun itu terkait dengan nilai-nilai luhur adat budaya suku Simalungun yang berjati diri dan beridentitas sebagai salah satu suku di nusantara. Dan bangunan itu juga akan menjadi warisan suku Simalungun kelak secara adat, budaya dan akan tetap terwariskan kepada generasi mendatang. (FS) Artikel PMS Menilai  Ada Kekeliruan dan  Kesalahan yang Fatal Pada Pembangunan Rumah Tradisional Etnis Simalungun di Anjungan TMII Jakarta pertama kali tampil pada DUTA MEDAN. The post PMS Menilai  Ada Kekeliruan dan  Kesalahan yang Fatal Pada Pembangunan Rumah Tradisional Etnis Simalungun di Anjungan TMII Jakarta first appeared on DUTA MEDAN - Media Informasi Terkini Sumatera 2024.
0 notes
baliportalnews · 4 months
Text
Menjaga Kondusifitas Pemilu 2024, Ormas Hindu Nasional Deklarasi Pemilu Damai
Tumblr media
BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR - Menyambut pesta demokrasi pada tanggal 14 Februari 2024, Sepuluh Pimpinan Organisasi Masyarakat Hindu Nasional menggelar diskusi publik dan deklarasi untuk menyerukan pemilu damai. Para pimpinan ormas Hindu berkumpul diantaranya Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), Prajaniti Hindu Indonesia (PRAJAN ITI), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (PERADAH), Ikatan Cendikiawan Hindu Indonesia (ICHI), Ikatan Dosen Hindu Indonesia (IDHI), Perkumpulan Acarya Hindu Nusantara (PANDU NUSA) dan Persatuan Pengajar Pasraman Indonesia (PPPI) serta Pinandita Sangraha Nusantara (PSN) Sabtu, 27 Januari 2024 “Menjelang pemilu, segenap komponen bangsa harus merawat dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ditengah perbedaan pilihan. Jadikan pemilu ini damai dan senantiasa menciptakan demokrasi yang bermatabat,” Kata Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya sebagai Ketua PHDI.
Tumblr media
Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya sebagai Ketua PHDI saat diwawancara awak media. sumber foto : istimewa Dalam kesempatan yang sama, ketua Prajaniti Hindu KS Arsana menyampaikan bahwa nilai persatuan dan kesatuan harus dijunjung diatas kepentingan lain untuk tetap menjaga kondusifitas menjelan puncak pemilu tahun 2024 “Untuk menjaga kondusifitas pesta demokrasi nanti, maka nilai persatuan dan kesatuan harus diutamakan diatas kepentingan lain. Hal ini harus dipegang teguh oleh seluruh komponan bangsa, pimpinan umat dan tokoh Masyarakat,” Ujar KS Arsana Ketua WHDI, Rataya Kentjanawati Suwisma juga menyerukan bahwa segala situasi yang akan terjadi saat pemilu harus disikapi dengan bijaksana dan mengedepankan musyawarah dan mufakat “Menyikapi tahun politik dengan segala potensi konflik kepentingan yang ada, ini harus disikapi secara bijaksana dengan tetap membangun narasi politik yang positif, menciptakan ruang musyawarah yang baik serta pengambilan keputusan secara mufakat,” terang Rataya Kentjanawati Suwisma Selanjutnya, ketua ICHI Nyoman Widia menambahkan dalam proses pemilu nanti untuk menghormati dan menghargai segala bentuk perbedaan pilihan dan dukungan. “Kita harus menghargai dan menghormati apa yang menjadi pilihan dan dukungan politik setiap individu, karna itu merupakan kebebasan dan hak setiap warga negara yang dijamin oleh undang-undang,” terangnya Ketua Umum KMHDI I Wayan Darmawan dan Ketua Umum PERADAH I Gede Ariawan bersepakat bahwa pentingnya partisipatif umat Hindu dalam menjaga kondusifitas menjelang pemilu “Pemilu 2024 adalah ajang untuk memilih pemimpin yang akan menahkodai kapal besar Indonesia menuju dermaga kejayaan, oleh karena itu umat Hindu harus menggunakan hak suaranya dalam menentukan pilihan berdasarkan hati nuraninya dan ikut serta dalam menjaga kondusifitas pelaksanaan pemilu yang damai, ” Pungkas Wayan Darmawan Atas pandangan-pandangan tersebut, Ormas Hindu Nasional mendeklarasikan 7 poin yang menjadi sikap dalam menghadapi Pemilu Tahun 2024. Pembacaan Deklarasi Pemilu Damai Ormas Hindu berlangsung di Pura Widya Dharma Cibubur, Jakarta. Berikut adalah 7 sikap Ormas Hindu pada Pemilu 2024 : 1. Menyerukan kepada seluruh komponen dan anak bangsa untuk senantiasa merawat, menjaga dan memperjuangkan KEBHINEKAAN dan PERSATUAN Indonesia yang menjadi KEKAYAAN dan KEKUATAN bangsa sebagaimana dimaksud dalam sesanti “Bhinneka Tunggal Ika” yang merupakan karunia luhur dan indah dari Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Seluruh komponen dan anak bangsa harus mengeluarkan segenap upaya efektif untuk mewujudkan substansi dari sesanti tersebut agar hidup dan menjadi nafas dalam keseharian masyarakat. 2. Menyerukan kepada para Pemimpin Bangsa, Pemimpin Umat, dan Tokoh-Tokoh Masyarakat, agar senantiasa mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan yang lain. Tekad tersebut harus diwujudkan dalam keseluruhan pikiran, ucapan dan tindakan tanpa dinegosiasikan, sehingga menjadi komitmen yang utuh dan konsisten. 3. Menyerukan kepada segenap anak bangsa agar menyikapi tahun politik dan segala implikasinya dengan bijaksana, diantaranya dengan senantiasa membangun narasi positif baik secara langsung maupun melalui berbagai saluran media sosial, dan kemudian pada akhirnya menggunakan hak pilih secara cerdas dan merdeka sesuai hati nurani. 4. Menyerukan kepada seluruh komponen Penyelenggara Negara agar memberikan contoh dan teladan kepemipinan yang arif dan bijaksana selaras dengan nilai Guru Wisesa, serta mencegah narasi-narasi perpecahan dan konfrontatif. 5. Menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk menolak dengan tegas Adharma (ketidakbenaran) dalam segala bentuknya: kecurangan, ketidakadilan, fitnah, caci maki, hoax dan lain sebagainya yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebaliknya kami mendorong seluruh komponen bangsa agar senantiasa memperjuangkan dan menegakkan Dharma (kebenaran) dengan menjunjung tinggi etika, moral, dan hukum/konstitusi. 6. Menghormati dan menghargai perbedaan pilihan dalam berbagai bentuknya sebagai penghargaan atas kemerdekaan individu dan implementasi dari sesanti “Bhinneka Tunggal Ika”, baik dalam menjalankan Dharma Agama maupun Dharma Negara. 7. Menyadari bahwa konflik adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya kami mengajak seluruh komponen bangsa untuk mengelola setiap konflik secara efektif, solutif dan produktif agar bangsa Indonesia dapat melalui semua tantangan dan mengambil peluang untuk menjadi bangsa yang kuat, maju, dan sejahtera. (*/bpn) Read the full article
0 notes
buyaprofdrhasmaarifma · 5 months
Text
Mestika Zed: ASM & ”TEORI BELAH BAMBU”
Tumblr media
©MTZ-II-13-08
ASM & ”TEORI BELAH BAMBU”
Oleh Mestika Zed
Kenapa meneer X, sesoedah promosi di negeri Belanda tak pernah membikin publikasi (penjelidikan wetenschappelijk) seoemoer hidoepnja lagi? Lantaran soedah berpangkat, tidak ada tempoh, banjak kerdja, banjak anak, besar tanggoengan, digoda oleh chef, selaloe dipindahkan oleh papa gouvernement, dipergantoengi oleh kaoem famili segerobak...? Amboi, kenapa orang Barat sesoedah ia berpromosi dan berdiploma baroe moelai hidoep, madjoe, menjelidiki, mengeloearkan publikasi tiap tahoen dan lain-lain, walaupoen banjak poela rintangan dari loear jang diderita mereka. Apakah kaoem kita oemoemnja beloem dihinggapi oleh djin (demon) penjelidikan, beloem bernafsoe membikin (scheppen), baroe toekang tiroe mengamin sadja? Atau nafsoe ini bangkit apabila ia hidoep dalam masjarakat sendiri jang tidak biasa structuurnja? Wallahoealam. [cetak miring dai penulis, MTZ].
K
UTIPAN di atas agaknya membingungkan pembaca yang budiman. Tetapi mohon jangan salah faham. Saya mengutipnya sekedar pembuka wacana untuk memahami sekedarnya tentang tempat Pak Ahamd Syafii Maarif  (ASM)  di  antara kaum akademisi Indonesia. Inilah “angle” yang akan saya gunakan untuk berbincang tentang siapa ASM dalam kaca-mata saya. Meskipun saya dapat memastikan sudah mengenal namanya lebih dari dua puluh tahun lalu, tetapi tentu sangat sedikit yang dapat saya ketahui tentang ASM. Terlebih lagi karena perkenalan saya yang agak dekat dengannya baru terjadi belakangan. Rasanya baru sejak pertengahan 1990-an, ketika kami sering bertemu dalam seminar-seminar, forum diskusi Kompas atau sesekali bersua saat beliau “mudik”, pulang kampung ke Sumatera Barat. Kadang beliau juga mengirim “souvenir” kepada saya, yakni berupa buku karya beliau sendiri yang baru diterbitkan. Saya pun demikian, sekali-sekali mengirimkannya juga buku saya. Paling tidak untuk menutup malu agar jangan dicap hanya suka “menerima” melulu, tetapi jarang memberi.
Salah satu buku beliau yang paling berkesan bagi saya ialah berjudul Islam dan Politik. Teori Belah Bambu. Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965 (1996). Buku itu berasal dari “tesis MA”-nya (1975-1977) di Ohio State University, AS di bawah bimbingan Prof. Dr. William Frederick, yang sekali waktu juga pernah menjadi guru saya saat kuliah di Kampus Bulaksumur, Yogyakarta. Bedanya, beliau berguru dengannya di Amerika, sementara saya cukup di tanah air saja. Kebetulan Dr. William Frederick menjadi guru besar tamu di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Gadjahmada, tempat di mana saya kuliah di akhir 1970-an. Meskipun kampus kami bertangga -- saya di Bulaksumur dan  ASM di Kampus IKIP Karang Malang, di mana ia mengajar -- kami tak pernah bertemu satu sama lain. Soalnya saya mahasiswa dan beliau sudah menjadi dosen. Meskipun begitu waktu itu saya sudah mengenal namanya. Lain tidak. Tetapi alasan mengapa kami tak pernah berjumpa sebenarnya ialah karena saat itu beliau masih melanjutkan studi ke negera Paman Sam, seperti halnya dengan kolega ASM yang lain: Dr. Amin Rais dan Dr. Kuntowijoyo; yang terakhir ini juga dosen saya di Jurusan Sejarah. Ketiganya kemudian menjadi tokoh yang dikenal luas di kalangan aktivis kampus Yogya. Pada umumnya mahasiswa generasi saya di akhir 1970-an dan sesudahnya mengenal ketiga tokoh ini sebagai sosok yang dihormati. Barangkali karena ketiganya bukanlah termasuk golongan ilmuwan seperti “Meneer X” yang diceritakan dalam kutipan di atas.
* * *
Kutipan di atas aslinya berasal kumpulan karangan Dr. Amir (1900-1949), seorang cendikiawan Minang yang menamatkan studinya di bidang kedokteran di Belanda. Kumpulan karangan itu -- yang ditulis untuk berbagai media antara tahun 1923 sampai 1939, diberi judul Boenga Rampai (terbit tahun 1940). Dengan kutipan di atas, Dr. Amir sebenarnya sedang mengutarakan keprihatinannya terhadap kiprah ilmuwan Indonesia yang menamatkan studinya di luar negeri. Waktu itu jumlah tentu masih amat sedikit. Apalagi yang menamatkan degree doktor masih dapat dihitung dengan bilangan jari sebelah saja. Meskipun demikian gejala yang diamati Dr. Amir pada zaman sebelum perang itu rupanya masih amat kental pada kita masa sekarang. Sebagai salah seorang aktivis nasionalis, Dr. Amir sangat mendambakan agar bangsanya bergiat mengejar ilmu yang saat itu berkembang di Barat (khususnya di Eropa). Ini dikesan pada pembicaraan Amir tentang proefschrift (disertasi) Latumeten dan Todung Sutan Gunung Mulia. Atau apa yang dilakukannya sewaktu ia tinggal di Eropa. Diceritakannya tentang refereeavond ketika mahasiswa dan dosen terbiasa memperdebatkan isi majalah dan buku. Ia juga mendambakan kehidupan kaum ilmuwan Indonesia juga demikian. Ia tak puas dengan hanya melakukan peminjaman ilmu yang intinya sama dengan peminjaman teknologi.
Maka bertanyalah Dr. Amir dalam salah satu tulisannya (bab XXIV: h.215): Kenapa meneer X, sesoedah promosi di negeri Belanda tak pernah membikin publikasi (penjelidikan wetenschappelijk) seoemoer hidoepnja lagi? Lantaran soedah berpangkat, tidak ada tempoh, banjak kerdja, banjak anak, besar tanggoengan, digoda oleh chef[alias mengejar jabatan, MTZ] selaloe dipindahkan oleh papa gouvernement, dipergantoengi oleh kaoem famili segerobak ....?
Pernyataan dan pertanyaan Amir ini ternyata memiliki  implikasi yang luas sebagaimana sudah dikatakan di atas, bahwa gejala itu bukan hanya melulu di masa hidup Amir saja, melainkan juga di masa masa kita kini. Menurutnya gejala itu terjadi karena sejumlah sebab. Tetapi ia percaya akibat lebih dulu daripada sebab. Ini logika yang biasa dikenal di kalangan mereka yang belajar sejarah. Artinya suatu peristiwa menjadi historis [bersejarah] karena akibat yang ditimbulkannya. Jadi sejarah mulai dari akibat. Tanpa mempersoalkan kebenaran sebab yang ditemuinya, sejarawan biasanya mengembangkan semacam hipotesis. Dr Amir menyatakan bahwa sikap kita yang "menimba" ilmu dari Barat ialah menelannya tanpa menggalinya dan mengkritisinya. Ini tentu erat kaitan dengan cara kita berguru dari Barat dan akibatnya kita menjadikan Barat "guru" yang menurut Dr. Amir dapat berarti “bapa rohani” — Amir melekatkan ini untuk Gandhi, tetapi ini juga sikap kita terhadap "guru Barat". Kita mengenal dunia, bahkan diri dan budaya sendiri melalui ajaran "guru Barat". Akibatnya, kita tidak berani menyimpang dari guru dan selalu menanti lampu hijau guru. Kita akan selalu meniru. Jadi “Pak Tiru”. Ini ditambah dengan sikap guru Barat yang menggurui, yang ada kalanya berkeliling menemui para cantriknya dan sekaligus menambah pengetahuan mereka. Ini bisa terjadi karena bagi kebanyakan kita membaca hanya perlu semasa belajar. Kita berhenti membaca begitu tamat, dapat ijazah, juga ijazah doktor. Apalagi bacaan kita batasi kepada yang disarankan guru. Kita jaga tidak perlu membaca sesuatu yang memungkinkan kita berbeda dari guru, apalagi akan berlawanan. Sebagai akibatnya, ilmuwan kita berperan sebagai ”juru bicara” ilmu Barat.
* * *
Dr. Amir menginginkan agar ilmuwan atau kaum akademisi tetap bergerak dalam dunia ilmu, menyumbangkan sesuatu kepada perkembangan teori. Akan tetapi ini tidak mungkin dilakukan dengan hanya meminjam dan memamahbiak apa yang diterima dari sang guru. Perlu keberanian pencarian sendiri. Tetapi itu hanya mungkin dilakukan dengan mempertanyakan apa saja. Dan kalau sarjana Barat merumuskan suatu teori berdasarkan pemikiran budaya mereka, kita dapat melakukan hal yang sama. Merumuskan sesuatu (teori) berdasarkan pemikiran budaya kita. Tapi perlu diingat, sarjana Barat, selalu mengubah teori mereka, antara lain akibat perkenalan dengan dunia luar. Ini terutama di bidang ilmu sosial, termasuk ekonomi. Mereka akan mengubahnya bila dunia berubah. Kehilangan jajahan memaksa mereka mengembangkan teori baru. Sekarang teori pascakolonialisme sedang lagi ”in” di dunia sana dan mulai marak pula dikutip-kutip di sini. Begitulah seterusnya dengan teori-teori yang lain. Dalam hal ini Umar Junus (2000) agaknya benar. Menurutnya ada dua faktor utama: penggalian dan keterbukaan kepada dunia luar. Mungkin kita bisa mulai dengan penggalian sendiri. Tapi kita tidak mungkin menggali lebih dalam tanpa perkenalan dengan dunia luar, yang memperkenalkan kita kepada alat-alat yang menolong kita menggali lebih dalam. Ini termasuk perkenalan dengan teori baru yang berkembang di Barat, yang memungkinkan kita ”memperbarui” pemahaman kita. Bahkan perkenalan dengan teori baru memungkinkan seorang ilmuwan menemukan sesuatu yang dapat menyumbangkan sesuatu kepada perkembangan teori ilmu. Paling tidak, perkenalan itu membuat ia berani menyatakan sesuatu yang berlainan dari dan bertentangan dengan kebiasaan dan ini memungkinkan penemuan (baru). Sesungguhnya di sinilah, hemat saya, letak arti penting buku ASM tentang ”teori belah bambu” itu.
* * *
ASM sedikit banyak berhasil menggunakan metafora ”belah bambu” untuk teorinya tentang kebijakan rejim penguasa terhadap Islam di masa ”Demokrasi terpimpin” (1959-1965). Ia mengambil sebuah metafora dari budaya petani yang bekerja di sawah ladang, di mana mereka akrab dengan bambu. Karena semua dikerja dengan manual maka untuk membelahnya, sisi yang satu diinjak dan yang satu lagi diangkat untuk mencapai tujuan; yakni untuk tujuan yang berguna bagi yang empunya kerja. Misalnya bagi petani untuk membuat pondok atau pagar sawah ladang mereka. Toeretisi Barat mungkin bingung menangkapnya karena gagasan teoretisnya diambilkan dari budaya Indonesia. Dengan kata lain ia sangat dekat dengan lingkungan emperik kita dan mudah dimengerti.
Meskipun ASM dalam bukunya itu tidak menjelaskan lebih jauh bagaimana konstruksi teorinya dibangun, terutama kerangka konseptual yang melandasinya kebenaran empirik dari temuannya itu memang didukung oleh bukti-bukti empirik, bahwa telah terjadi sikap berat-sebelah rejim terhadap partai-partai Islam yang berkembang pada masa itu. Partai-partai Islam (seperti PSII, NU dan Masyumi) yang telah memberikan andil dalam merintis perjuangan kemerdekaan jauh sebelum proklamasi 1945, seakan-akan dikucilkan setelah merdeka. Sejumlah pemimpin mereka ditangkapi, partai dihapuskan dan medianya dibrangus. Sebaliknya partai komunis (PKI) semakin berkibar dan menjadi ”anak emas” yang mesra dengan rejim.
Namun jika dikaji lebih jauh, teori itu tidak hanya cocok untuk menjelaskan hubungan negara dan partai pada masa demokrasi terpimpin; ia tentu juga relevan untuk rejim ”Demokrasi Pancasila” Orde Baru kemudian. Orang akan ingat bagaimana, misalnya, Golkar (waktu itu enggan disebut partai)  menjadi besar dan sangat berkuasa, seperti halnya PKI di zaman Orde Lama. Orang akan ingat betapa tak terlindungnya – kalau bukannya teraniaya -- kelompok umat Islam di masa lalu. Anak-anak muda, terutama kaum perempuan yang ingin melamar bekerja sebagai calon pegawai atau karyawan suatu lembaga bisnis suasta tidak diizinkan memakai ”jilbab” dalam wawancara dan dokumen foto lamaran mereka. Tetapi kebanyakan pemimpin Islam waktu diam saja, kecuali beberapa orang kelompok kritis yang tidak mau ”tiarap” begitu saja. ASM  jelas salah seorang dari sedikit tokoh yang tidak mudah “tiarap”.
Di era reformasi dewasa ini, di kala usianya sudah berangkat sore (73), ia masih tetap ASM yang dulu, tokoh yang kritis dan tetap lantang, tetapi ”tanpa kemarahan dan sikap berat sebelah” – Sine Ira et Studio – meminjam semboyan sejarawan Romawi, Tacitus. Baru-baru ini ia mengeluarkan pernyataan ”buka kulit tampak isi”. Katanya ”peradaban politik kita masih rendah dan kumuh. Kotor. Ya politik uang, ya moral.” Setelah reformasi, kendati dipuji-puji dunia, kualitas demokrasi kita sebenarnya di bawah stándar karena berada di tangan mereka yang tidak bertanggung jawab dan berwawasan picik. Bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan karena, menurutnya, politik gandrung menjadi ajang kompetisi kepentingan-kepentingan sempit kelompok, bukan untuk mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan seluruh rakyat, seperti dicita-citakan para pendiri negeri ini. Komitmen ini pula yang memperkokoh dirinya sebagai salah seorang dari sedikit kaum intelektual Indonesia yang konsisten dengan perjuangan menegakkan “perdamaian” dalam kebhinekaan. Istilah kerennya  moderasi, inklusivitas dan pluralisme. Saya tak begitu paham dengan jargon ini. Tetapi untunglah dalam keterangan persnya ia pernah menyatakan philosopi hidupnya yang sangat sederhana, “bahwa tidak hanya orang beriman (believers) saja yang berhak hidup di muka bumi ini tapi juga orang yang tidak beriman (non-believers) bahkan ateis sekalipun. Tentu dengan satu syarat bahwa semuanya sepakat untuk hidup berdampingan dengan saling menghargai dan menghormati secara damai.
Tak syak lagi bahwa komitmen perjuangan ini pula yang membawa reputasinya sebagai tokoh Indonesia kedua yang dianugerahi penghargaan internasional “Magsaysay Award” untuk kategori Perdamaian dan Pemahaman Internasional tangal 31 Juli 2008 lalu. Sebelumnya, tahun 1978 penghargaan yang sama pernah diterima oleh Soedjatmoko (1922-1989), tokoh intelektual dengan reputasi dunia.
ASM hemat saya bukan hanya seorang ilmuwan yang menekuni ilmu dan melahirkan teori ilmiah bagi dunia ilmu pengetahuan yang digelutinya, tetapi sekaligus juga seorang tokoh intelektual Indonesia yang menyadari nasib bangsanya. Sebagai ilmuwan ia tidak seperti pohon pisang yang berbuah sekali. Begitulah metafora yang digunakan Prof. Sartono Kartodirdjo untuk mereka yang setelah menulis disertasi, seperti ”Menerer X”  dalam kutipan di atas, lalu tergoda mengejar jabatan, sehingga tak ada lagi karya keluar dari tangannya. Tetapi dari tangan ASM, banyak karyanya diterbitkan dan ia juga menulis dalam media publik. Dalam dunia ilmu pengetahuan berlaku semacam adagium berikut: The more one doing research the more one is able to deviate himself from the discipline. Teori “belah bambu” ASM, saya kira, juga mangkus untuk menjelaskan fenomena kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) berdasarkan silogisme post hoc proter hoc. Artinya harga minyak ”terpaksa” dinaikkan pemerintah guna menutup defisit anggaran negara akibat naiknya harga minyak dunia. Bila pemerintah menaikkan harga minyak karena alasan kenaikan harga BBM dunia, tetapi mengapa ketika harga minyak dunia sekarang sudah turun lebih 50% dari harga dunia sebelumnya harga BBM dalam negeri lantas tidak turun-turun? Barangkali teori belah bambu bisa menjawabnya.  Sebagai intelektual ASM  sedikit banyak mewarisi tradisi berfikir “the founding fathers”.
Memang semua tokoh “the founding fathers”. (Bapak Bangsa), tanpa kecuali, adalah unik pada dirinya, tetapi sekaligus memiliki kesamaan. Persamaan di antara para Bapak Bangsa terutama ialah: (i). intelektualisme dan (iii) keteguhan dalam memegang prinsip altruisme.Dengan intelektualisme maksudnya ialah mereka yang memiliki kelebihan sebagai insan pemikir visioner, dalam arti memiliki kemampuan dan visi untuk ‘membaca’ tanda-tanda zaman. Fikiran-fikrian mereka menjadi suluh yang menerangi kondisi sezaman dan menawarkan jalan keluar yang harus ditempuh ke depan.  Julukan “Buya” untuk dirinya juga mengidikasikan peran ini. Intelektualisme pastilah menuntut setidaknya dua hal: kecerdasan dan berfikir kritis di satu pihak dan keterlibatan di lain phak.
Sebagai kaum literasi yang berada di pusaran sejarah yang menentukan, para Bapak Bangsa di masa lalu mengasah fikiran mereka dengan kebiasaan membaca dan menulis. Membaca bagi mereka tidak hanya dalam arti membaca teks (buku dan sejenisnya), melainkan membaca dunia di sekitarnya sebagai teks; dalam istilah Minangkabau dikenal ungkapan “alam terkembang jadi guru”. Dalam istilah mufasir ”ayat-ayat ”kauniyah”. Dalam hal ini para Bapak Bangsa umumnya pemimpin yang mampu menulis. Intelektualisme selanjutnya menuntut keterlibatan. Mereka tidak hanya kritis dan gigih mengatakan ini dan itu, tetapi juga membuktikannya. Kata kuncinya ialah sesuai kata dengan perbuatan. Pada gilirannya ini melahirkan sikap ketauladanan sang pemimpin. Di sini kita lalu berjumpa dengan aspek kedua, yaitu keyakinan altruistik, melakukan perbuatan terpuji demi kebajikan orang lain. Ini hanya mungkin jika setelah seseorang mampu memenangkan pertempuran melawan egonya demi kebajikan orang banyak atau mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri dan golongannya. Bingkai ideologis yang mengikat pandangan hidup altruisme mereka – meminjam istilah Moh. Hatta – ialah “nasionalisme kerakyatan”.
Rumah kaum intelektual”, kata Jaques Barzun dalam bukunya The House of Intellect (1959) “ialah seluas jagad semesta”, tetapi tetap berurat berakar dalam tradisi dan sejarahnya sendiri. Ia adalah telaga yang tak pernah kering mengalirkan gagasan-gagasan bening, orisinil dan keterlibatan mereka yang intens dalam mendobrak sejarah zamannya. Di masa lalu para “bapak bangsa” telah melahirklan Republik ini, tetapi kiprah mereka mereka seharusnya sumber inspirasi generasi masa kini tentang bagaimana negeri ini harus dikelola. Dan tak syak lagi ASM adalah salah seorang dari sedikit kaum intelektual Indonesia yang telah mewarisi tradisi yang telah dibangun oleh the founding fathers lebih setengah abad lalu itu. * * *
Mestika Zed, menamatkan M.A. dan Ph.D-nya di Vrije Universiteit, Amsteram, Belanda (1991)   
dan sekarang di samping mengajar ia juga menjadi Direktur Pusat Kajian Sosial-Budaya & Ekonomi (PKSBE), Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial (FIS), Universitas Negeri Padang.
Tulisan ini berdasarkan Seminar tentang ASM 30 April 2008 di Padang oleh PWM Sumbar-UMSB.
0 notes
kbanews · 7 months
Text
Berbicara di Silatnas ICMI, Anies Tegaskan Perubahan Paradigma Kunci Pemerataan Pembangunan di Indonesia Timur
MAKASSAR | KBA– Bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan menjadi salah satu narasumber dalam Silaturahmi Kerja Nasional Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) 2023 yang mengusung tema Membangun Indonesia dari Timur. Tema ini menurut Anies amat relevan dengan kondisi kekinian dimana perlu dilakukan pemerataan pembangunan khususnya untuk wilayah Timur Indonesia. “Sangat…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
realisticbao · 9 months
Text
“Cari Tempat Singgah yang Benar”
Selalu begitu kata teman-temanku saat aku tuturkan nama seorang lelaki lain lagi. Heran, tak lelah mereka ucapkan ribuan kemungkinan buruk yang ada pada lelaki baru itu, dan lebih heran lagi aku saat tau rupanya mereka benar.
Benar, bahwa mencari tempat singgah itu harus yang benar, yang buat hati nyaman dan aman, bukan yang buat merasa tertantang.
Sebelum merantau mama hanya pernah pesan untuk pandai bawa diri, tapi belum pernah mama sebut untuk cari tempat singgah yang benar.
Jadi, apakah boleh aku cari tempat singgah yang benar, yang aman, yang nyaman, yang melindungi dari segala kurangnya dunia ini?
Pada akhirnya mungkin aku masih butuh waktu. Aku masih perlu mengesampingkan khayalan di atas realitas pahit. Aku masih bukan seorang cendikiawan jawa kuno yang bijaksana. Tapi, aku akan tetap berusaha cari tempat singgah yang ‘benar’ itu.
Sampai pada waktunya, tolong jangan tinggalkan aku di bawah badai ketidaktahuan ini.
0 notes