Tumgik
#ahmadsyakir
abbasalharik · 2 years
Text
Penyakit Materialisme di Mimbar-Mimbar Masjid
Tumblr media
Khatib jumat di dekat asrama adalah khatib terbaik menurut saya setelah Syekh Makki di Masjid Sahabah, Bawwabat. Selain teknik (intonasi, gerakan tangan, mimik wajah), materi khutbahnya juga bernas. Dari khutbahnya nampak kalau dia adalah orang yang banyak baca.
Dan khutbah hari ini adalah salah satu khutbah terbaik. khatib bicara 3 bahaya yang mengancam umat hari ini dan di masa depan. Tiga hal itu adalah: ateisme, penyimpangan seksual dan narkoba. Materi yang esensial dan menyentuh problematika umat.
Tapi, saya punya sedikit kritik terkait khutbah jumat hari ini. Sedikit sekali. Sakin sedikitnya mungkin yang baca tulisan ini agak kesulitan menangkap bagian mana yang dikritik.
Khatib jumat mengisahkan satu kisah yang dirawayatkan oleh Ahmad Syakir (w. 1958 M) dalam bukunya Kalimah Al-Haq. Begini cerita ringkasnya:
Seorang alim dan khatib di Mesir berkhutbah. Kebetulan di antara jamaat waktu itu ada Raja Husein dan Sastrawan Mesir Taha Husein.
Alim tadi melontarkan sebuah syair yang menyanjung Raja Husein dan terkesan merendahkan nabi. Muhammad Syakir (ayah Ahmad Syakir) yang kebetulan hadir waktu itu langsung menyanggah khutbah tersebut. Berita ini sampai ke telinga Raja Husein. Akibatnya, si khatib langsung dicopot dari jabatannya dan dilarang khutbah di berbagai tempat.
Ahmad Syakir sebagai perawi kisah bertutur kalau si khatib ini akhirnya jatuh miskin dan ditemukan gelandangan di pintu-pintu masjid. Kemudian Ahmad Syakir bilang kalau inilah akibat dari merendahkan nabi.
Khatib jumat hari ini sebenarnya mendengar kisah ini dari syekhnya di majelis Muwattho. Khatib bercerita, setelah syekh menceritakan kisah itu, syekh meminta tanggapan murid-muridnya. Maka salah satu yang hadir saat itu angkat tangan dan berkomentar,
"Masalahnya si alim ini kenapa ia tak berbisnis atau membuka usaha saja dan tak hanya bergantung dengan gajinya sebagai khatib.!?"
Syekh yang mendengar itu langsung berseloroh,
"Sungguh Barat telah menjajah bahkan sampai ke majelis ilmu kita".
Khatib jumat melalui kisah di majelis muwattho ingin mengingatkan penyakit materialisme yang menjangkit umat. Buktinya jawaban yang terlontar di majelis tadi.
Tapi kalau kita perhatikan lagi, sebenarnya yang mengajarkan materialisme terlebih dahulu adalah syekh itu sendiri melalui kisahnya. Jelas sekali di kisah itu dampak materi (jatuh miskin) digaris bawahi dengan spidol merah. Syekh, Ahmad Syakir, dan Khatib jumat seolah ingin mengatakan, "lihatlah azab orang-orang yang menghina nabi, mereka jatuh miskin!".
Model berpikir inilah yang memenuhi mimbar-mimbar masjid, diajarkan guru agama dan orang tua sejak dahulu. Nilai dan ajaran agama selalu dipromosikan dengan dampak materi.
Misal, kena longsor gara-gara banyak perzinaan, anak durhaka nanti matinya jadi ikan pari, orang yang makan harta haram nanti matinya dengan perut buncit penuh nanah atau baca surat tertentu buat kaya, rajin salat malam buat tubuh sehat dan bugar. Gaya ceramah model ini yang mengisi mimbar masjid umat dan indonesia (terkhususnya). Dan saya menyaksikannya sendiri waktu pulang ke Indonesia kemaren.
Padahal, Al-Quran ketika mensyariatkan salat, puasa, zakat dan haji selalu menjelaskan hikmah nya secara maknawi.
Salat:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَاۤءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ
[Al-Ankabut 45]
Puasa:
لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
[Al-Baqarah 183]
Zakat:
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَ ٰ⁠لِهِمۡ صَدَقَةࣰ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّیهِم بِهَا
[At-Taubah 103]
Haji:
لِّیَشۡهَدُوا۟ مَنَـٰفِعَ لَهُمۡ وَیَذۡكُرُوا۟ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِیۤ أَیَّامࣲ مَّعۡلُومَـٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِیمَةِ ٱلۡأَنۡعَـٰمِۖ
[Al-Hajj 28]
Agar jiwa bersih. Bukan badan sehat. Agar mengingat Allah. Bukan biar kaya.
Respon yang terlontar di majelis Muwatto adalah respon yang wajar. Sekaligus kritis. Ya, agar tak jatuh miskin caranya belajar perencanaan finansial, bisnis, investasi, kerja. Kalau ingin dapat nilai bagus adalah dengan belajar. Rasanya tak ada orang berakal yang menolak kaedah ini.
Trus Allah kamu kamu letakkan dimana?
Allah selalu kita ingat selama kita terus melaksanakan salat lima kali sehari semalam. Selama dua kalimat syahadat terus kita pegang erat.
Kita ingat Allah dengan cara memperhatikan aturan-aturan-Nya. Ketika bekerja, bekerja dengan jujur dan tak zalim. Ketika berbisnis, berbisnis dengan yang halal. Ketika ujian tak curang. Ketika sudah mengerahkan seluruh usaha tapi tetap gagal, maka ingat qadha dan qadar Allah. Beginilah makna hakiki dari mengingat Allah. Itulah mengapa disyariatkan salat lima kali sehari semalam. Agar hati manusia terus terpaut dengan Sang Pencipta. Ketika hati terpaut dengan-Nya, ia akan terdorong untuk meninggalkan larangan-Nya dan bersegera melakukan perintahnya-Nya.
Itulah beda orang yang ingat Allah dan tidak. Antara beriman dan yang tidak beriman. Mereka yang tidak ingat Allah mungkin dalam bekerja bisa saja menghalalkan segala cara. Ketika mereka gagal dalam usaha, mereka akan putus asa. Pikiran mereka terbatas pada materi. Karena bagi mereka hidup itu cuma satu kali. Dan kebaikan itu cuma materi. Mereka tak mengenal istilah pahala, berkah, rahmat, dan ampunan Allah.
Setiap manusia berkesempatan menjadi kaya raya. Setiap manusia berkesempatan jadi orang sukses. Tapi yang membedakan seorang muslim adalah mereka punya prinsip-prinsip yang tak terima kompromi (tsawabit). Selain itu mereka punya pandangan jauh melampaui hal-hal materi. Karena mereka beriman pada Allah dan hari akhir serta mereka memiliki syariat yang mengatur kehidupan mereka. Oleh sebab itu dalam Al-Quran orang yang tak beriman memiliki hidup yang sempit,
وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِی فَإِنَّ لَهُۥ مَعِیشَةࣰ ضَنكࣰا وَنَحۡشُرُهُۥ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِ أَعۡمَىٰ
[Tha-Ha 124]
Hal-hal maknawi mengambil porsi besar dalam agama. Agama ada agar mendidik sisi ruhiyyah dan mengikis kotoran-kotoran materialisme dari jiwa manusia. Dalam Al Quran sediri dikatakan,
قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ۝ وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا
[Asy-Syams 9 - 10]
Dua ayat ini kata para ulama menjadi salah satu tujuan utama penciptaan manusia. Yaitu mensucikan diri. Dan agama ada untuk merealisasikan tujuan-tujuan penciptaan manusia.
Masalahnya, kebanyakan orang adalah hamba oportunis. Mengingat Allah ketika susah saja. Berdoa ketika ada maunya saja. Allah baginya hanya di masjid dan di tikar sajadah. Baginya agama adalah jembatannya meraih dunia. Agama malah menyuburkan benih-benih materialisme dalam dirinya.
Kalau kita resah dengan penyakit materialisme yang menjangkiti umat, mungkin salah satu yang berkontribusi menebar penyakit ini secara tak sadar adalah para penceramah yang banyak tahu tapi kurang hikmah.
Kairo, 30 September 2022
7 notes · View notes