Tumgik
#Muktazilah
kayyishwr · 4 months
Text
Seorang Pria di Telaga Kautsar (1)
"Apabila beliau gembira" kata Ka'ab bin Malik, "wajahnya bercahaya sehingga terlihat seperti potongan bulan"
Jabir bin Samurah menambahkan "Kedua betisnya indah serasi, dan beliau tidak pernah tertawa kecuali tersenyum, apabila aku melihatnya aku akan berkata "Matanya bercelak, padahal beliau tidak memakai celak"
Selanjutnya mari kita simak lebih khusyuk lagi pengakuan dari menantunya, Khalifah Keempat, Ali bin Abi Thalib "Perawakan beliau sedang, tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu pendek, berbadan lebar, rambutnya ikal, tidak keriting, tidak juga lurus, badanya tidak kurus juga tidak gemuk, wajahnya bulat, kulitnya putih bersih"
Suami dari Sayyidah Fatimah Az Zahra ini menambahkan "Kedua matanya lebar, tajam, dan hitam, bulu matanya lentik, tulang persendiannya besar, punggungnya kekar, bulu dadanya lembut dan halus dan telapak kakinya keras"
Iya betul sekali, pria itu adalah teladan bagi kita semua sampai kapanpun, Rasulullah Muhammad Shallahu 'Alaihi Wa salam. Tapi, sebentar, sedang apa beliau di samping telaga itu? Bukankah itu Telaga Kautsar -- atau dalam riwayat lain disebutkan sebuah sungai. Telaga yang dijelaskan memiliki luas bagai antara Eliya (Baitul Maqdis) dan Ka‘bah. Atau perawi mengatakan: antara Eliya dan Shana‘a (Yaman). Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Di sana banyak wadah sebanyak bintang di langit. Membentang kepadanya dua aliran dari surga. Yang satu aliran dari perak. Yang satu dari emas. Siapa pun yang meminum airnya tidak akan haus lagi selamanya
Rupanya beliau sedang bersedih, sebab ada seorang hamba yang ditarik untuk tidak mendekatinya, bahkan beliau sendiri sudah berkata "Ya Rabbi sesungguhnya ia termasuk umatku", tapi Allah berfirman "Engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu"
Ya, kelak ada sebagian orang yang diizinkan Allah untuk meminumnya, namun sebagian lagi bahkan tidak diizinkan untuk mendekatinya. Orang-orang yang tidak diizinkan mendekatinya sudah disebutkan salah satunya yang membuat bidah yang tidak diridhoi Allah, kemudian disebutkan lagi karena dia keluar dari agama Islam, juga yang tersesat dalam aqidahnya (seperti Syiah dan Muktazilah)
Adapaun Rasulullah sangat bahagia ketika, umatnya bisa mendapatkan air dari Telaga Kautsar ini, air yang disebutkan jika diminum tidak akan pernah haus selamanya; lalu siapa yang akan dijanjikan untuk dapat menikmati air dari Telaga Kautsar tersebut, 1) orang-orang fakir dari kalangan umat Nabi Muhammad, 2) gemar memberi makan sampai kenyang kepada orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, dan 3) yang mampu menjaga lisannya; dan semoga kita termasuk dari orang-orang yang diizinkan untuk meminum air dari Telaga Kautsar tersebut.
bersambung...
57 notes · View notes
mohnadi · 24 days
Text
Benarkah Imam Asy’ari Rujuk ke Akidah “Salaf”?
Syubhat yang tidak jemu diulang-ulangi oleh kelompok Salafi-Wahabi adalah klaim bahwa Imam Asy’ari telah rujuk kepada akidah “salaf” versi mereka. Mereka mengatakan, Imam Asy’ari selama masa hidupnya melalui tiga fase. Pertama, hidup dalam fase muktazilah hingga hampir berusia empat puluh tahun. Kedua, fase mengikuti Imam Abdullah bin Sa’id bin Kullab. Ketiga, fase kembali (rujuk) kepada akidah…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
hidayatuna · 4 months
Text
Tantangan bagi Orang Awam untuk Masuk Surga
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Setiap zaman pasti mempunyai tantangannya masing-masing dalam aspek keagamaan contohnya pada zaman tiga abad pertama dalam Islam yang mana tantangannya adalah maraknya Mazhab Muktazilah. Pada zaman itu sampai menguasai pemerintahaan dan bidang lain dalam kehidupan sosial agama masyarakat. Maka pada saat itu sangat susah untuk menjadi Ahli Sunnah karena tekanan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
marzukamartillo · 1 year
Text
Tumblr media
Al-Imām al-Bukẖōriyy tidak faqih?
Tidak mengejutkan pun daripada mereka. Cuma, yang sekadar mengejutkan adalah ia bersumberkan daripada petikan yang tidak ada asas. Rupanya, mereka yang suka mengutuk orang lain sebagai bermazhab asal ada dalam kitab dan petik semberono pun mengamal yang sama.
Apapun, ini bukan kes baru. Sebenarnya ada beberapa yang sekelompok dengannya yang suka canang beradab dengan ulama dan iltizam dengan jalan para ulama pun pernah menghina beberapa imam hadis.
Sebelum ini ada yang dari mereka berkata Abū Bakr al-Kẖollāl ini bapa kepada mujassimah. Kemudian, nukil secara dusta kalam al-Imām Ibn al-ʿImād al-Ḥanbaliyy kononnya beliau menuduh al-Kẖollāl sebegini.
Padahal, apabila disemak, rupanya salin dan tampal dari suatu laman web secara membabi buta dan laman web asal pun tidak pun berkata ia adalah al-Imām Ibn al-ʿImād al-Ḥanbaliyy.
Cakap orang lain suka belajar daripada Google dan tidak semak. Rupanya, dia pun ambil maklumat daripada laman web entah mana secara terburu-buru.
Sebelum ini juga ada yang menghina al-Imām Aḥmad tidak mampu berhujah dengan Muktazilah sehingga khalifah terpengaruh dan berkata: "Untuk melawan Muktazilah, Qōlallah dan Qōla Rosūl tidak jalan. Kalau jalan, sudah tentu al-Imām Aḥmad sudah selesai. Bungkus!". Malah, sampai berkata: "Mana pergi ulama salaf ketika itu?".
Beberapa minggu lepas ini pun ada yang menuduh dakwaan ijmak Ḥarb al-Kirmāniyy adalah propaganda Ḥanābilah yang bersulam fitnah dan dusta atas nama seluruh salaf dan menjual nama mereka semata-mata untuk memenangkan mazhab sendiri, di samping menaburkan lagi garam celaan dengan bahawa ini adalah suatu amalan yang hina dan meloyakan!
Untuk di luar negara pula, ada juga yang mendakwa bahawa Ibn ʿAbdul Barr bergoncang dalam bab akidah. Ibn Qudāmah pula mendekati mujassimah. Itu belum lagi ada yang memasukkan satu bab bagi suatu buku untuk menyenaraikan ahli hadis mujassimah. Ya! Tinggal imam dia sahaja yang paling suci akidahnya!
Walaupun penghinaan dari sudut akidah, tetapi sudut pandang kedua-duanya sama sahaja, iaitu walaupun mereka adalah imam hadis yang terbilang, mereka tidak faqih dalam akidah!
Bayangkan mereka ini mengamuk yang langit pun boleh pecah untuk menanggung berang mereka apabila dapat tahu al-Imām an-Nawawiyy dan al-Ḥāfiẓ Ibn Ḥajar al-ʿAsqolāniyy dikeluarkan daripada ahli sunnah oleh sebahagian pelampau.
Sekarang, mereka tidak ada masalah pula menghinjak imam yang mulia tanpa rasa segan pun dan rasa itulah perbuatan yang paling betul. Apa beza kedua-dua kelompok ini?
Kadang, boleh nampak semua pendidikan tentang adab tertelanjang serta-merta apabila masuk dalam perseteruan. 
0 notes
dzikra-yuhasyra · 1 year
Photo
Tumblr media
[Part III Day 19] Day 19 #22HBB Vol. 2 (9 April 2023) 5 - 64 – Dzikra Yuhasyra ⚽ 📚 FILSAFAT ISLAM: Dari Klasik Hingga Kontemporer - Dr. H. A. Khudori Soleh M.Ag. – hlm. 53-68 / 296 Insight/rangkuman/catatan: Selanjutnya, mencemati gagasan Hanafi, ada ada cacatan yang perlu disampaikan. Pertama, pemikiran Hanafi masih diwarnai aroma romantisme, meski dalam kadar yang relatif kecil, yakni gagasan rekonstruksi yang berbasis pada rasionalitas Muktazilah. Keberpihakan Hanafi pada rasionalitas Muktazilah menyebabkan ia mengabaikan cacat yang ada pada Muktazilah, yaitu bahwa mereka pernah melakukan intrik politik dan ideologis (mihnah). Kedua, kritik Hanafi bahwa teologi Asy’ariyah adalah penyebab kemunduran Islam terasa terlalu menyederhakan masalah di samping tidak didasarkan investigasi historis yang memadai dan konkret. Kenyataannya, seperti ditulis Shimogaki, Asy’ariyah telah berjasa dalam menemukan keharmonisan mistik antara ukhrawi dan duniawi, meski tidak bisa dimungkiri bahwa kebanyakan masyarakat Muslim yang Asy’ariyah sangat terbelakang dibanding Barat (Selesai) @salmanreadingcorner @fimbandung @fimtangerangraya @22haribacabuku (at Kota Bandung) https://www.instagram.com/p/Cq0ZIlevgbS/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
ishamie-com · 2 years
Photo
Tumblr media
Dimensi Sejarah Muwahidun
Pernah pada satu kepala Empat aliran Islam mendapat porsi yang sama Hal yang mustahil bisa diterima Namun Ibnu Tumart menjadikan itu nyata Entah bagaimana terjadi Muwahidun berdiri hasil kolaborasi Berbagai aliran Islam saling mengisi Mulai Khawarij, Muktazilah, Syiah dan Sunni Ibnu Tumart mendirikan negara Campuran empat pemikiran di Afrika Utara Pertama Aghlabiyah menyumbang pemikiran Ahlussunnah Seperti Murabithun dan Dinasti Az Zairiyah Khawarij masuk dalam pondasi yang kedua Midrariyah dan Rustumiyah menjadi pengaruhnya Aliran yang besar di Kota Sijilmasa Tempat dimana Ibnu Tumart kumpulkan massa Pemikiran ketiga Syiah tentunya Yang di kota Mahdiyah, Dinasti Fathimiyyah pernah berkuasa Yang menjadi kekuatan terbesar di Afrika dahulu kala Yang dimana Ibnu Tumart pernah menimba ilmu darinya Terakhir aliran Al Muktazilah Yang dikembangkan Dinasti Idrisiyyah Sedikit berbeda dengan pandangan Syiah Namun mirip mirip ajaran Ismailiyah Itulah Empat aliran Islam kala itu Yang pernah menjadi pondasi daulah daulah yang tak mau bersatu Setiap masa mereka berperang dan berseteru Hingga Muwahidun berdiri dari pemikiran yang rancu
Tumblr media
0 notes
sharekajianilmu · 2 years
Text
Ringkasan Syarh Aqidah Thahawiyah (2)--Oleh Syekh Said Faudah
Yang saya ingat....
Seorang yang mensyarah (menjelaskan lebih terperinci lagi) suatu kitab haruslah dari yang satu madzhab (yakni dalam madzhab Aqidah bukan yang berbeda madzhab lAqidahnya seperti Ahlussunnah wal Jamaah dengan Syiah atau dengan Wahabi)
Jika berbeda Aqidahnya maka bagaimana mau mensyarah(menjelaskan lebih terperinci lagi), maka hendaknya jelas. Jika mau mengkritik maka boleh boleh saja asalkan jelas anda bagian dari golonganl mana.
Bukan seperti Ibnu Abil Izz Al Hanafi yang memang Beliau menganut Fiqih Imam Hanafi namun menganut Aqidah Tajsim Ibnu Taymiyah. Sehingga Beliau mensyarah kitab Aqidah Thahawiyah berdasarkan pemahamannya padahal Aqidah Thahawiyah tidak seperti itu. Dalam menafsirkan Alquran kita tidak mentakwil kecuali ada dalil yang mendorong untuk mentakwil. Bagaimana jika itu menjelaskan suatu kitab tertentu. Tentu manhaj/metode demikian yang harus digunakan.
Para Ulama' tidaklah takut untuk menyatakan keyakinannya sebenarnya. Oleh karena itu hendaknya jelas anda di golongan mana sebenarnya (Ahlussunnah atau Wahabiyah Mujassimah atau Muktazilah atau Syiah dan lain sebagainya).
Aqidah adalah keyakinan yang tetap tidak mungkin berpindah karena tidak bercampur dengan kemungkinan yang diyakininya adalah salah. Aqidah berbeda dengan Amal Perbuatan. Aqidah adalah keyakinan.
Metodologi Imam Ahmad bin Hanbal adalah tidak keluar dari nash Aquran dalam beristinbath. Baik dalam Aqidah ataupun Fiqih. Sehingga disebut dengan Ahlul Atsar (Yakni Tafwidh).
Hal ini disalahpahami sebagiannya oleh Imam Abu Ya'la sehingga Beliau terjatuh dalam Tajsim namun Tajsimnya tidak seperti Imam Ibnu Taimiyah yang lebih parah lagi.
Bahkan Imam Ibnu Taimiyah menyalahkan Asy'ariyah dan Maturidiyah serta menjelaskan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal dalam Aqidah tidak sebagaimana mestinya(Seharusnya Tafwidh namun dijelaskan bahwa itu Tajsim). Serta menisbatkan yang demikian kepada Salaf. Bahkan Ibnu Taimiyah mempunyai masalah dengan Asy'ariyah dan Maturidiyah.
Demikian Penilaian Imam Ibnu Taimiyah berpengaruh kepada muridnya Imam Dzahabi. Sehingga Dalam penilaian terhadap sesuatu utamanya adalah terhadap orang orang Asy'ariyah dan Maturidiyah (Terkhusus Imam Dzahabi ahli dalam ilmu periwayatan dan sejarah) maka kurang kredibel. Namun penilaian terhadap Syiah dan Muktazilah maka kredibel.
Imam Dzahabi setelah bertemu dengan banyak Ulama' maka pengaruh Ibnu Taimiyah pun banyak berkurang dan penilaiannya lebih moderat dan lebih adil serta objektif.
Kitab Aqidah Thahawiyah adalah kitab yang didasarkan pada Fuqoha' umat Islam demikian kata Imam Thahawi (termasuk didalamnya 4 madzhab dan lain sebagainya juga tentu saja madzhab Aqidah Imam Abu Hanifah dan murid muridnya). Tidak seperti yang dikatakan oleh Syekh Hasan Al Saqqaf yang berkata bahwa Aqidah Thahawiyah adalah merepsentasikan Imam Thahawi sendiri.
Sebagian orang tidak suka terhadap Imam Abu Hanifah karena Beliau adalah Ahlu Ra'yu (yang dominan dalam penggunaan nalar). Sebenarnya Imam Abu Hanifah banyak mebahas tentang Ilmu Aqidah yang juga menggunakan penalaran yang kuat sehingga corak tersebut berpengaruh pada madzhab Fiqih Beliau..
youtube
0 notes
jumalahmad · 2 years
Link
Tradisi pemikiran Muktazilah tentang Al-Quran tidak sama dengan ide-ide dekonstruksi konsep-konsep dasar Islam oleh Islam Liberal
0 notes
saladinsofyan · 4 years
Text
Sejarah Ujaran Membid'ahkan (2)
Sejarah Ujaran Membid’ahkan (2)
Tumblr media Tumblr media
Namun sebenarnya tentang bid’ah, ada ulama melihatnya dengan dua sisi. Ada bid’ah dalam tekstual (manthuq) dan ada dalam kontekstual (mafhum). Bid’ah tekstual seperti perkataan dan kesimpulan yang dibikin oleh Jahmiyah, Qadariyah, Muktazilah, dan Rafidah, atau mengharamkan yang sebenarnya mubah (dibolehkan).
Sementara bid’ah kontekstual yaitu dengan mengacu pada kaidah fiqh bahwa bid’ah dapat…
View On WordPress
0 notes
miring · 5 years
Text
Dungu
Tulisan dari mas juman rofarif yang mubasir kalau ga dibagikan.
ROCKY GERUNG DAN ORANG-ORANG DUNGU
Entah, sejak sering diucapkan oleh Rocky Gerung, kata “dungu” jadi terdengar amelioratif. Malah jadi terdengar unyu. Kedengarannya saja sih. Kalau dikatain “dungu”, orang tetap bakal tersinggung juga.
Kata “dungu” kesukaan Rocky Gerung mengingatkan saya pada kitab klasik karya Ibnu al-Jauzi (abad ke-6 Hijriah) berjudul “Akhbar al-Hamqa wa al-Mughaffalin”—jadi kitab itu ditulis sekitar 900 tahun sebelum Rocky Gerung pertama kali mengucapkan kata “dungu” dan 900 tahun lebih sedikit lagi sebelum pilpres 2019.
Judul “Akhbar al-Hamqa wa al-Mughaffalin” itu kira-kira artinya “Kabar Tentang Orang-orang Dungu”.
Kitab itu berisi tentang … ya tentang kedunguan dan orang-orang dungu. Menurut kitab itu, kedunguan itu tabiat. Namanya juga tabiat; susah dicarikan obat.
Menurut saya, “Akhbar al-Hamqa wa al-Mughaffalin” ini salah satu kitab klasik yang isinya cukup kocak. Beberapa isinya bikin ngikik penuh hikmah. Apa itu ngikik penuh hikmah? Gak tau juga. Pokoknya gitulah.
Jika Anda pernah mendengar ungkapan “dungu tidak mengenal batas” atau yang mirip seperti itu, jangan-jangan ungkapan tersebut berasal dari kitab ini. Artinya, ungkapan itu telah berusia 900 tahunan. Dalam kitab itu disebutkan, seorang Muktazilah ditanya apa batas kedunguan. Dia menjawab, “Saaltani ‘an ma laisa lahu haddun.” Dalam mode Rocky Gerung, kalimat Arab itu artinya: “Ente nanya tentang sesuatu yang gak ada batasnya tuh.”
Ibnu al-Jauzi mencatat, ada 40 sinonim dari kata “dungu” dalam bahasa Arab. Nah ini kocak juga. Menurutnya, kalaupun orang dungu tidak punya keutamaan [yang bisa dibanggakan], dia bisa merasa cukup [bangga] dengan banyaknya istilah dungu untuknya.
Selain kalimat-kalimat yang bikin ngikik penuh hikmah, dalam kitab ini Ibnu al-Jauzi juga memuat kata-kata eksplisit yang kadang bikin ingin ketawa tanpa takut dosa. Semisal ungkapan ini: “Jangan berteman dengan orang dungu. Orang dungu itu kadang bersungguh-sungguh ingin menolongmu, tapi salah; kadang dia ingin bermanfaat buatmu, tapi malah bikin celaka. Dia lebih baik diam daripada bicara. Lebih baik jauh darinya. Dan … orang dungu lebih baik mati.” Ngakak!
“Jangan marah kepada orang dungu. Percuma; marah kepada orang dungu malah bikin sengsara sendiri.” Ngakak lagi.
“Menjauhi orang dungu itu mendekatkan kepada Allah.” Astaghfirullah. Ngakak lagi.
“Ada empat orang: tiga, silakan ajak bicara; yang satu, jangan. Tiga orang itu: pertama, orang tahu dan dia tahu bahwa dia tahu; silakan ajak bicara. Kedua, orang yang tahu tapi dia melihat dirinya tidak tahu; silakan ajak bicara juga. Ketiga, orang yang tidak tahu dan dia melihat dirinya memang tidak tahu; silakan ajak bicara juga. Satu orang itu: orang yang tidak tahu tapi sok tahu; jangan ajak bicara—dia orang dungu.” O, begitu.
Tentu saja, kutipan eksplisit berikut ini bikin orang-orang jenggotan kebakaran jenggot:
الحمق سماد اللحية فمن طالت لحيته كثر حمقه
“Kedunguan itu pupuk untuk jenggot. Orang yang makin panjang jenggotnya berarti kedunguannya makin banyak.” Setelah menulis kalimat ini, saya langsung elus-elus jenggot sendiri.
Familiar dengan kalimat itu?
Iya, betul. Setelah sekitar 900 tahun ungkapan itu berlalu, Anda baru mendengarnya dari Kiai Said Aqil Siroj di abad ke-21 ini. “Semakin panjang jenggot, semakin goblok!” Begitu kan kira-kira.
Jadi, sebenarnya, bukan Kiai Said yang mencetuskan ungkapan itu. Bisa jadi beliau pernah membaca kitab “Akhbar al-Hamqa wa al-Mughaffalin”—saya yakin itu.
Bahkan, mundur puluhan sebelum Ibnu al-Jauzi mengutip ungkapan “panjang jenggot makin goblok” itu, Imam al-Ghazali sudah menulis kutipan serupa dalam “al-Ihya”:
كلما طالت اللحية تشمر العقل
“Saat jenggot panjang, otak jadi berkurang.”
Bahkan, lagi, mundur sekitar tiga abad sebelum Imam al-Ghazali menulis, konon, Imam al-Syafii juga mengatakan,
كلّما طالت اللحية، تكوسج العقل
“Saat jenggot panjang, otak jadi pendek.”
Disebut “konon”, sebab, sejauh ini, kutipan tersebut bukan bersumber karya-karya Imam al-Syafii sendiri, melainkan dari kitab “al-Wafi bi al-Wafayat” karya al-Safadi.
Apa artinya? Jadi, perkara kutipan “jenggot dan kedunguan” itu semestinya populer di kalangan kaum Sunni seperti mayoritas Anda-Anda sekalian. Ngikik. Sunni semua tuh yang mengutip ungkapan tersebut. Dikutip para ulama besar Sunni yang dapat diduga jenggotan semua, begitu Kiai Said Aqil yang mengutip, pada kebarakan jenggot, yang kebakaran jenggot orang-orang Sunni juga. Bisa gitu?! Ngikik. Apa perlu dibikin akun SunniGarisLucu untuk menampung kelucuan kesunnian yang tercecer? Biar orang Sunni sendiri kenal khazanah Sunni kaffatan wa guyonan.
Oke, perkara jenggot ini kita cukupkan.
Intinya adalah, jika belakangan ini Anda mendengar kata “dungu” dari Rocky Gerung dan para pengagumnya dengan contoh-contoh kedunguan yang “sekuler” dan “politis”, cobalah perkaya pengetahuan Anda perihal kedunguan dengan membaca kitab klasik dari khazanah Islam karya Ibnu al-Jauzi, “Akhbar al-Hamqa wa al-Mughaffalin” tadi, agar Anda dapat melihat kedunguan dengan tatapan penuh hikmah dan kebijaksanaan d̶a̶l̶a̶m̶ ̶p̶e̶r̶m̶u̶s̶y̶a̶w̶a̶r̶a̶t̶a̶n̶ ̶p̶e̶r̶w̶a̶k̶i̶l̶a̶n̶, bukan melihat dan melontarkan “dungu” secara dungu sebagai makian—biar gak jadi keliatan dungu juga kan ya
File pdf bukunya bisa didownload.
61 notes · View notes
diodewananda-blog · 6 years
Photo
Tumblr media
Sejarah penamaan dan munculnya Mu'tazilah, kelompok sesat pemuja akal. . . 🎓 Disampaikan oleh: Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ُحَفِظَهُ اللهُ . . Transkrip Terjemahan dalam Bahasa Indonesia . Penanya berkata: "Siapakah Mu'tazilah itu, Kenapa mereka disebut demikian?" . . 📌 Asy-Syaikh menjawab: "Mu'tazilah adalah pengikut Washil bin Atho', murid Hasan Al-Bashri. (Siyar A’lam an-Nubala, 5/464-465). Dia dahulunya murid Hasan Al-Bashri ُرَحِمَهُ اللهُ, imamnya para Tabi'in. . . Ketika Hasan Al-Bashri ditanya (di majelisnya) tentang pelaku dosa besar, "Apakah ia mukmin atau kafir?" . . Beliau ُرَحِمَهُ اللهُ menjawab: "Pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) adalah fasiq dan tidak kafir, Mukmin namun kurang kadar keimanannya, bukan kafir." (Lamhah ‘Anil-Firaq adh-Dhallah, 42). . . Washil bin Atho' yang ia (saat itu) murid beliau berkata (menyela): "Adapun aku, maka aku katakan, tidak muslim dan tidak kafir. Dia berada pada satu kedudukan, di antara dua kedudukan". (Al-Milal wan-Nihal, 47-48). . . Maka ia membuat madzhab ini: "Suatu kedudukan di antara dua kedudukan" (yaitu bukan mukmin dan bukan kafir). . . Apakah ada satu makhluk yang ia bukan muslim dan bukan kafir? Suatu kemestian seseorang itu muslim atau kafir. Adapun seorang muslim terkadang kurang keimanannya dan terkadang sempurna. . . Kemudian ia melakukan i'tizal (menyepi) dari majelis Hasan Al-Bashri. Dan pengikutnya ikut bergabung bersamanya. Mereka kemudian disebut Mu'tazilah, sebab mereka menyepi dari majelis Hasan Al-Bashri. Demikian. (Al-Milal wan-Nihal, 47-48)" . . -Zispratomo Chanel http://youtube.com/azispratomo . . #Islam #sunnah #kajian #muslim #firqoh #sesat #muktazilah
0 notes
hazumio · 5 years
Text
garis besar Qadha & Qadar
Di abad ke 4 Hijriyah ada banyak ulama yang mulai menerjemahkan buku-buku filsafat yunani kedalam bahasa arab, pada abad ini juga umat Muslim tersibukkan dengan pembahasan yang dikalangan orang-orang non muslim saat itu belum terselesaikan yaitu persoalan Free Will.
Apakah manusia berbuat sesuatu itu atas kehendak dia atau kehendak Tuhan? ini menjadi pembahasan dikalangan orang-orang nonmuslim yang mendalami filsafat yunani saat itu, menelisik dari situ umat Muslim menjadi terpacu untuk juga membahas persoalan yang dizaman para sahabat tidak pernah dijadikan suatu pembahasan yang perlu diperdebatkan.
Hingga munculah dua kelompok utama dalam tubuh umat Muslim yaitu orang-orang dengan paham jabariyah dan qadariyah/muktazilah. Mereka berdebat dengan persoalan yang sama mengenai Free Will, apakah manusia itu berbuat sesuatu atas kehendak dia atau atas kehendak Allah? muktazilah berpendapat manusia berbuat atas kehendak dirinya sendiri sehingga Allah tidak ada ikut campur dengan kehidupan manusia, bertolak belakang dengan muktazilah, jabariyah berpendapat semua perbuatan manusia diciptakan oleh Allah dan sudah tercatat di lauhul mahfudz jadi kalau manusia malas-malasan itu kehendak Allah. Subhanallah dua pemahaman ini benar-benar keliru.
Sehingga dari dua pertikaian ini terjadi pengkaburan mengenai Qadha dan Qadar didalam tubuh umat Islam yang sejatinya gak pernah terjadi dizaman para sahabat.
Akibatnya orang jadi bingung dengan kehidupan ini, dan bingung apa yang harus mereka lakukan ketika mereka punya impian, haruskah mereka berusaha saja dengan minim doa, atau berdoa saja tapi tak berusaha, sehingga mental mereka pun kacau balau.
Meluruskan pemahaman dan perdebatan salah seorang Ulama Lulusan Al-Ahzar University Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani  رَحِمَهُ اللهُ, beliau memetakan permasalah yang dibahas oleh para ahli kalam tersebut yaitu mereka membahas mengenai persoalan perbuatan Allah, iradah Allah, dan lauhul mahfudz.
3 pembahasan ini menjadi kekeliruan, ibarat orang hidup di suatu negara masyarakat berdebat mengenai presidennya makan pecel hari kamis dan sudah tercatat diperaturan presiden atau tidak, sementara yang ditanya mengenai masyarakat adalah apakah mereka taat pada aturan negara atau tidak, kan enggak nyambung. Soal ujiannya apa yang dijawab apa.
Akhirnya beliau memberikan gambaran yang clear mengenai persoalan Qadha & Qadar.
Syeikh Taqiyuddin membahas bahwasannya persoalan Qadha & Qadar tidak ada hubungannya dengan perbuatan Allah, iradah Allah ataupun Lauhul Mahfudz, melainkan persoalan Qadha & Qadar harus dibahas dari fakta perbuatan manusia serta pada pembahasan yang menyangkut pada pahala & dosa, surga & neraka.
Jika kita menelisik fakta perbuatan manusia, maka manusia sejatinya memiliki dua wilayah dalam kehidupann, yaitu wilayah dimana manusia dengan kebesaran Allah, Allah kehendaki manusia memiliki wilayah yang dimana manusia bisa bebas memilih, dan wilayah dimana manusia juga memiliki wilayah dimana manusia dipaksa untuk menerima wilayah itu.
Dalam wilayah manusia yang manusia dipaksa untuk hidup dalam wilayah itu, manusia tidak akan ditanyai pertanggung jawaban, dan tidak ada dosa maupun pahala pada wilayah tersebut, semisal manusia lahir dikeluarga A, Allah tidak akan tanya mengapa kamu lahir dikeluarga A, manusia lahir dengan hidung yang mancung/pesek, kulit yang cerah/gelap, tubuh yang kurus/gemuk, manusia tidak akan ditanyai pada wilayah-wilayah yang manusia tidak punya kebebasan untuk memilih.
Namun pada wilayah dimana manusia diberi kebebasan memilih perbuatan Allah akan menanyai pertanggung jawaban, karena pada wilayah ini syariat itu berlaku agar manusia mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. 
Didalam wilayah ini ada kehendak Allah yang sudah Allah tetapkan pada segala hal dengan segala khasiatnya, misalnya Api Allah beri khasiat yang sudah Allah tetapkan yaitu khasiat membakar, barang tajam untuk memotong atau melubangi, ada khasiyat dari naluri berkasih sayang semisal menyayangi sesama manusia, kalau ditinggal orang yang disayang merasakan kesedihan dlsbg, namun Allah juga kadang kala mencabut khasiat-khasiat dari wilayah tersebut, semisal api yang dicabut khasiyatnya disaat nabi Ibrahim dibakar.
Diwilayah ini Allah memberikan ketetapan mengenai sunnatullah dialam semesta ini, namun juga memberikan manusia kebebasan untuk memilih perbuatan terhadap khasiyat-khasiyat itu, manusia bisa memilih mau menggunakan api untuk memasak atau membakar rumah orang, manusia bisa memilih mau menggunakan pisau sebagai alat pemotong makanan atau malah motong orang.
Diwilayah manusia dibebasin memilih ini, Allah akan menanyai pertanggung jawaban jika kita hidup sesuai syariat maka pahala yang kita dapat jika kita memilih perbuatan tidak sesuai syariat maka dosa yang kita dapatkan.
Sayangnya Allah sama manusia, Allah gak mau manusia hidup luntang lantung gak jelas untuk apa dia ada didunia ini, maka masuk akalah para Nabi & rasul itu diutus, agar tak ada manusia yang bilang didzalimi oleh Allah, padahal disatu sisi Allah tidak menanyai pertanggung jawaban pada wilayah yang manusia tidak bisa memilih, juga disisi lain Allah memberikan petunjuk pada wilayah manusia bisa bebas memilih perbuatan.
Allah bilang manusia jangan dekati zina, kalau mau menyalurkan berkasih sayang silahkan menikah, tapi apa yang dilakukan manusia? dideketin lah zina itu, akhirnya sakit hati putus galau-galau, Allah gak bakal tanya kenapa kamu galau karena galau itu udah khasiyat dari sunnatullah yang namanya naluri jika tidak terpenuhi, tapi Allah tanya kenapa kita memilih menyalurkan kasih sayang itu dijalan yang tidak dia Ridhoi.
Allah kasih aturan agar manusia hidup sesuai aturan-Nya agar Allah ridha dan manusia mendapatkan surga, eh malah lain yang dibuat, abis itu ngerasa Allah gak adil bilang Allah macem-macem ini dan itu, gila kurang adil apa Allah sama kita ini manusia? bahkan Allah kasih kita akal untuk berfikir, dan dari akal itu Allah kasih berbagai khasiyat yang darisana kita bisa menemukan ilmu-ilmu yang sudah Allah sebar didunia ini semisal farmasi, geologi, dan lain sebagainya, tinggal kita gunain akal kita secara semestinya atau gak.
Dari Ilmu science kita bisa tau ternyata di Indonesia ada 3 lempeng aktif yang sewaktu-waktu bisa menyebabkan gempa yang dahsyat, dan adanya lempeng itu di Indonesia merupakan wilayah dimana manusia tidak bisa memilih, maka jelas adanya lempeng itu manusia tidak akan ditanyai pertanggung jawaban, yang bakal ditanyai apa yang manusia lakukan, apakah mereka mulai mempersiapkan diri untuk sewaktu-waktu gempa itu terjadi, atau mereka malah santai-santai.
Dan faktanya, dari keilmuan ternyata pembangunan wilayah dan tata kota sangat tidak ramah terhadap gempa bangun bangun asal jadi, ditambah rakyatnya sombong suka bermaksiat dikira lempeng itu tidak punya sesuatu yang menggerakkan dia, bahkan teknologi sampai sekarang belum mampu memprediksi kapan terjadinya gempa.
Darisini pembahasan Qadha dan Qadar ini ternyata masih menjadi sesuatu yang kabur ditengah-tengah masyarakat. Sehingga tawakallnya keliru, sabarnya keliru. 
Akan saya lanjutkan lebih detail pembahasan ini dikesempatan lain.
8 notes · View notes
fawazsidiqi · 5 years
Text
Komitmen
Ada sebuah pelajaran besar dari perjalanan hidup para tokoh peradaban. Kekuatan memegang komitmen atau prinsip, yang bahkan pilihan untuk memegang komitmen itu harus dibayar nyawa.
Nampaknya tidak akan cukup jika dituliskan semua disini, tapi ada 2 tokoh yg keduanya memperlihatkan sikap memegang komitmen yang kuat. Yaitu : Bilal bin Rabah Radhiallahu'anhu dan Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah.
Keduanya lahir pada zaman berbeda dan dengan musuh yang berbeda juga. Bilal harus merasakan beratnya siksa sang majikan seorang kafir Quraisy, karena keteguhannya memegang kalimat : Ahad, sebagai pengejawantahan dari keimanan yang kuat di dalam hati-nya.
Sementara itu, imam Ahmad harus merasakan ancaman luar biasa bahkan sampai dipenjara oleh seorang pemimpin bergelar raja bahkan Khalifah yang berhaulan muktazilah, akibat tetap berpegang teguh pada keyakinan bahwa Al-Qur'an merupakan Kalamullah bukan makhluk.
Sebenarnya ada satu lagi kisah yang mungkin juga sudah sangat masyhur kita dengar. Sosok yang termasuk mufasir mutaakhirin -jika boleh dikatakan demikian, pejuang syari'at Islam Sayyid Qutub rahimahullah ketika mempertahankan syahadah-nya untuk hanya bersedia menjadi hamba Allah, bukan thagut. Hanya saja, saya sendiri masih belum menemukan sumber pasti detil kisah tersebut, sehingga belum mampu mempertanggungjawabkan argumentasi dari penyiritan kisah tersebut apabila ditanyakan kelak.
Keduanya -kalau tidak dikatakan ketiganya, memberikan teladan besar dalam memegang prinsip yang sejatinya berlawanan dengan trend masyarakat pada waktu itu.
Tentu ada banyak kisah semisal yang bahkan bisa jadi lebih heroik, misalnya kisah tentang ashabul kahfi diabadikan dalam Al-Qur'an sebagai sekelompok pemuda yang teguh memegang prinsip keimanan di tengah penguasa zhalim.
Maka tentu penting bagi kita mengambil pelajaran dari kisah mereka semua rahimahumullah. Sebuah keberanian memegang prinsip (keimanan) bahkan ditengah penguasa dan masyarakat yang rusak.
Sebuah i'tikad yang tidak hanya di-ikrarkan dalam lisan, tetapi juga diejawantahkan dalam perbuatan, sekalipun berbuah resiko besar.
Semua itu dapat dilakukan sejatinya karena mereka percaya bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya yang beriman.
Wallahua'lam
5 notes · View notes
amirkazuma · 2 years
Text
At-Ta*līq *Alā Al-Ārō^ 151 : Perhubungan Rapat Lagi Mesra Bersama Musuh Aliran?
Tumblr media
*Abdullah bin Muḥammad bin aṣ-Ṣiddīq al-Ġumāriyy, tokoh ilmuwan berketurunan Rasulullah -ṣollallahu *alayhi wasallam- berkata :
العالمان المختلفان في الرأي لا تنفصم صداقته كالمحاميين يختلفان في ساحة المحكمة ويجتمعان خارجها صديقين. لكن بعض الجهلة مثل ذلك الحافد -أسخن الله عينه - اتخذوا هذا الخلاف العلمي سببا لإشغال نار العداوة فخيب الله وردهم خاسئين. رحم الله شقيقنا والكوثري. عالمي عصرهما بدون مزاحم. وجمعنا وإياهما في دار رحمته
"Dua orang ilmuwan yang saling berselisih dalam pandangan itu tidak terurai persahaatannya seperti dua peguam yang berselisih dalam medan majisteret dan berkumpul kedua-duanya di luarnya sebagai sahabat. Akan tetapi, sebahagian orang jahil seperti pelayan itu -semoga Allah menurunkan kepadanya sesuatu yang menyebabkan dia menangis- menjadikan perselisihan ilmu ini sebagai sebab untuk menyalakan api permusuhan di antara kami -semoga Allah mematahkan usaha mereka- dan membalas mereka sebagai orang yang lesu. Semoga Allah merahmati abang kami dan al-Kawṯariyy, dua orang ilmuwan yang tiada saingan. Semoga Dia mengumpulkan kita dan kedua-dua mereka dalam negeri rahmat-Nya". [Bida* at-Tafāsīr, m/s 180, keluaran Dār ar-Rošād al-Ḥadīṯah].
Konteks ucapan *Abdullah al-Ġumāriyy pada ini adalah ketika dia mendapat tahu bahawa abangnya, Aḥmad al-Ġumāriyy menghasilkan suatu kitab yang mendedahkan kebejatan Muḥammad Zāhid al-Kawṯariyy dan memaparkan percanggahan pada karyanya Ta^nīb al-H̱oṭīb yang tercetus daripada ketaksubannya yang yang gusar.
Sebelum itu juga, dia juga mendedahkan kebobrokan al-Kawṯariyy yang bersikap sangat taksub terhadap mazhab Ḥanafiyy yang bersangatan yang melangkaui ketaksuban az-Zamaẖšariyy terhadap Muktazilah sehingga merendahkan kemampuan hafalan Ibn Ḥajar al-*Asqolāniyy, bahkan memfitnahnya dengan cerita yang buruk, menistakan nasab Muḥammad bin Idrīs aš-Šāfi*iyy, mencela Anas bin Mālik sebagai tua renta kerana meriwayatkan hadis yang menyalahi mazhab Abū Ḥanīfah dan berusaha mensahihkan hadis palsu tentang berita gembira tentang Abū Ḥanīfah.
Timbul satu persoalan. Mengapa *Abdullah al-Ġumāriyy terus ingin bersahabat dan menjalinkan perhubungan dengannya, manakala abangnya pula mengambil langkah berseteru dengannya sehingga abangnya menyifatkan al-Kawṯariyy sebagai musuh sunnah, salaf yang soleh dan para imam kecuali golongan Ḥanafiyy kerana ketaksubannya padanya sepertimana yang terdapat dalam al-Jawāb al-Mufīd Li as-Sā^il al-Mustafīd?
Apakah kerana sama-sama berkongsi sentimen dan objektif dalam penentangannya terhadap wahabi? Adakah dia tidak menyedari sebab abangnya menulis karya bantahannya adalah kerana dia telah mencela Mālik, aš-Šāfi*iyy, Aḥmad bin Ḥanbal, *Abdul Roḥmān bin Mahdiyy, al-Buẖōriyy dan sebahagian sahabat Rasulullah -ṣollallahu *alayhi wasallam- seperti Anas dan Abū Huroyroh, bahkan banyak lagi kepincangan yang didedahkan? Atau dia mengetahui tentangnya, tetapi masih menganggapnya ia masih isu kecil untuk menjadi pemutus kepentingan bersama dalam persahabatan untuk satu objektif?
Adakah abangnya menghasilkan Bayān Talbīs al-Muftarī Muḥammad Zāhid al-Kawṯariyy sekadar untuk perbincangan ilmiah dan menzahirkan perbezaan pendapat dalam ruang lingkup perselisihan yang muktabar dan perseteruannya dengannya adalah kerana dihasut oleh pengikut bawahannya?
Mungkin sahaja  *Abdullah al-Ġumāriyy tidak tahu bahawa *Abdul Roḥmān bin Yaḥyā al-Mu*allimiyy juga melakukan perkara yang sama seperti abangnya melalui karyanya at-Tankīl Bi Mā Fī Ta^nīb al-Kawṯariyy Min al-Abāṭīl. Dengan itu, jika dikumpulkan kedua-dua karya ini bersama, maka betapa banyaknya kebejatan yang ada sosok seorang yang diangkat tinggi sebagai ilmuwan jika disenaraikan satu persatu!
Atau sebenarnya dia menyedarinya dan telah membacanya, tetapi masih menganggap itu dalam kesalahan ringan dan demi menjaga air mukanya bersama al-Kawṯariyy agar terus bersahabat dalam suatu kepentingan? Patutkah seseorang terus berdampingan dengan orang yang terlalu taksub terhadap mazhabnya sehingga mencela tokoh kenamaan dengan tidak sepatutnya? Perangai ini mungkin sahaja sama teruk atau lebih dahsyat lagi daripada wahabi yang selalu dimomokkan dan ditentang habis-habisan.
Kita tidak tahu mengapa *Abdullah al-Ġumāriyy masih bertoleransi dan memberikan ruang untuk terus setia bersamanya sekalipun keterukan al-Kawṯariyy ini di luar kemaafan dan tidak patut didiamkan daripada umum. Tidakkah dia tahu kenyataan al-Kawṯariyy ini juga melukakan pengikut mazhab aš-Šāfi*iyy, Mālikiyy dan Ḥanbaliyy, bahkan seluruh umat dari kalangan ahli sunnah sama ada ilmuwan atau para pelajar yang celik tentang ulama disebabkan ketaksubannya yang telah melampaui batas?
Bagi yang mengenali aliran pemikiran mereka, kedua-duanya sememangnya lantang menentang wahabi dan sememangnya tegar dengan aliran al-Aš*ariyy. Boleh jadi dia masih menjalinkan perhubungan rapat bersama al-Kawṯariyy untuk kepentingan ini atau mungkin sahaja ia lebih daripada itu.
Sebegitu juga kita tertanya-tanya mengapa ada sebahagian al-Aš*ariyy atau sufi atau kedua-duanya saling bergandingan dengan golongan wahabi sekalipun adanya perbezaan yang paling mendasar dan ia mampu membawa kepada persengketaan yang hangat antara kedua-duanya. Bahkan, sehingga golongan al-Aš*ariyy atau sufi atau kedua-duanya dituduh sebagai musang berbulu wahabi kerana kerapatannya bersama wahabi dalam menentang sebahagian sufi atau aliran al-Aš*ariyy yang dianggap menyimpang atau mereka ini seakan-akan menjadi jurucakap bagi pihak wahabi dalam menentang sesama kelompoknya.
Akan tetapi, bagaimana pihak al-Aš*ariyy atau sufi atau kedua-duanya itu berkata sepertimana *Abdullah al-Ġumāriyy ketika menjustifikasikan persahabatan, kerapatan dan hubungan mesra bersama golongan yang seringkali dituduh wahabi? Apakah mereka ini tidak tahu tentang bahaya wahabi sepertimana yang selalu diperingatkan dan ditekan-tekan dari semasa ke semasa? Atau mereka ada objektif yang lebih besar untuk mengetepikan dan bertoleransi keparahan itu sebentar?
Kemudian, kita ingin bertanya kepada mereka yang menentang kerjasama antara pihak al-Aš*ariyy atau sufi atau kedua-duanya dengan golongan yang dilabel sebagai wahabi. Kalaulah Muḥammad Zāhid al-Kawṯariyy masih hidup pada hari ini, apakah mereka akan bekerjasama dengannya dalam misi bersama untuk membanteras wahabi sepertimana yang dilakukan *Abdullah al-Ġumāriyy sekalipun sudah pun didedahkan kebejatannya yang cukup banyak sekali?
Kemudian, mengapa mereka ini sibuk mempertikaikan pihak  al-Aš*ariyy atau sufi atau kedua-duanya bergabung dengan pihak yang dikatakan wahabi untuk satu misi yang sama, sedangkan mereka langsung tidak mempertikaikan kerjasama *Abdullah al-Ġumāriyy dengan penghina para Sahabat -semoga Allah meredhai mereka- dan para ulama untuk suatu matlamat bersama?
Ambilan : https://www.wattpad.com/1218693484-at-ta-l%C4%ABq-al%C4%81-al-%C4%81r%C5%8D%5E-151-perhubungan-rapat-lagi
0 notes
marzukamartillo · 1 year
Photo
Tumblr media
Ini (mungkin) yang terakhir untuk kes mawla yang didakwa cicit berketurunan Rasulullah صلى الله عليه وسلم ke-38. Bagi sesiapa yang terlepas, boleh baca penulisan saya yang sebelum ini dalam merespons isu ini. (a) https://www.facebook.com/photo.php?fbid=857511618950875&set=pb.100040761337193.-2207520000.&type=3 (b) https://www.facebook.com/photo.php?fbid=859081675460536&set=pb.100040761337193.-2207520000.&type=3 (c) https://www.facebook.com/photo.php?fbid=861974601837910&set=pb.100040761337193.-2207520000.&type=3 (d) https://www.facebook.com/photo/?fbid=862721445096559&set=pb.100040761337193.-2207520000 (e) https://www.facebook.com/photo.php?fbid=863407348361302&set=pb.100040761337193.-2207520000.&type=3 Apapun, sebagai pengajaran penting adalah : a) Akui kepelbagaian ahli bait. Jangan hanya tersepit dalam satu naratif sahaja. Syeikh Maḥmūd Saʿīd Mamdūḥ pun akui bahawa ahli bait pun ada yang Imamiah, Isma'iliah, Rafidhah dan Muktazilah. Malah, Zaydiah juga antara yang paling ramai ulamanya dari kalangan ahli bait. b) Ahli bait ada penghormatan, tetapi bukan semua disanjung setinggi-tingginya dan diikuti atas sentimen zuriat. Akidah dan manhaj adalah penentu penting untuk mengukur kedudukan seseorang ahli bait sebagai panduan dan ikutan. Mereka yang menjunjung mawla pun pastinya tidak akan menjunjung as-Sayyid Ḥasan as-Saqqōf kerana berakidah zaydiah, apatah lagi ingin tolong mengopekkan udangnya, malah mungkin sahaja akan meragui nasab keturunannya. Sekarang, jelaslah bahawa bukan semua ahli bait layak diberikan penghormatan dan junjungan secara kultus, apatah lagi menjadikan ikutan dalam beragama. c) Yang mendedahkan isu ini yang paling awal adalah ustaz Aswaja yang dikenali berdebat dengan wahabi, giat aktif lawan wahabi, hentam wahabi dengan teruk-teruk dan membela golongan al-Habib. Malah, mufti negeri sembilan selamba cakap bahawa orang yang mendakwa itu mahu cari nama sahaja. Kalau asatizah dan mufti yang menjadi tonggak kepada rujukan dalam isu agama ini pun dibelakangkan demi seorang mawla, jelaslah bahawa ada pembodohan dalam masyarakat kita.
0 notes
dzikra-yuhasyra · 1 year
Photo
Tumblr media
[Part II Day 19] Day 19 #22HBB Vol. 2 (9 April 2023) 5 - 64 – Dzikra Yuhasyra ⚽ 📚 FILSAFAT ISLAM: Dari Klasik Hingga Kontemporer - Dr. H. A. Khudori Soleh M.Ag. – hlm. 53-68 / 296 Insight/rangkuman/catatan: Juga, jika dalam perjuangan ala Marxis bisa dengan menghalalkan segala cara, rekonstruksi teologi Hanafi memakai prinsip kesejahteraan, bahwa perjuangan mesti memerhatikan kebaikan umum, bukan brutal, hingga pemikiran Hanafi bisa disebut marxisme tetapi tidak marxis, Barat tetapi tidak sekuler. Artinya, di sini ada metode-metode orisinal yang dikembangkan oleh Hanafi sendiri. Kedua, dari sisi gagasan. Jika ditelusuri dari kritik dan gagasan para tokoh sebelumnya, apa yang disampaikan Hanafi dari proyek rekonstruksi teologi ini sesungguhnya bukan sesuatu yang baru dalam makna yang sebenarnya. Pernyataannya bahwa zat dan sifat Tuhan adalah deskripsi tentang manusia ideal telah disampaikan kaum Muktazilah dan kaum sufi , konsepnya tentang tauhid yang “membumi” juga telah disampaikan Murtadha Muthahhari (1920–1979 M). Kelebihan Hanafi adalah bahwa ia mampu mengemas konsep-konsepnya tersebut secara lebih utuh, jelas, dan up to date sehingga terasa baru. Di sinilah orisinalitas pemikiran Hanafi dalam proyek rekonstruksi teologisnya. Ketiga, lepas apakah pemikiran besar Hanafi bisa direalisasikan atau tidak seperti diragukan Boullata, jelas gagasan Hanafi adalah langkah berani dan maju dalam upaya untuk meningkatkan kualitas umat Islam dalam mengejar ketertinggalannya di hadapan Barat. Hanya saja, rekonstruksi yang dilakukan dengan cara mengubah term-term teologi yang bersifat spiritual-religius menjadi sekadar material-duniawi akan bisa menggiring pada pemahaman agama menjadi hanya sebagai agenda sosial, praktis, dan fungsional, lepas dari muatan-muatan spiritual dan transenden. (Lanjut Part III) @salmanreadingcorner @fimbandung @fimtangerangraya @22haribacabuku (at Kota Bandung) https://www.instagram.com/p/Cq0YvIoP86_/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes