Tumgik
nantaridwan · 5 years
Quote
Kelapangan hati ada dalam puncak tertinggi tatkala kebaikan telah menjadi hal yang biasa. Tentu saja tanpa harap balas, karena ikhlas tak pernah mensyaratkannya
Aku angkat tangan jika dia memintaku menyelesaikan teka-teki mekanisme fisiologi tanaman akibat glifosat. Karena terlalu kaku dan tak multitafsir bagiku.
4 notes · View notes
nantaridwan · 5 years
Quote
Serupa nafas, Cinta kuhirup. Tiada kulepas s'lama hidup
Candra Malik
0 notes
nantaridwan · 5 years
Photo
Tumblr media
Barangkali dia tak terlalu cinta pada kata-kata
Dan tak perlu juga menggerutu menafsirkan sesuatu
Apa yang kubaca tak pernah menggairahkan baginya
Apa yang ku damba jarang sekali nampak di muka
Jika aku merambah sebongkol ubi, ia memilih memanjat kelapa
Jika ia mengidamkan mawar yang wangi, aku hanya terbayang kenanga yang sederhana
Kalimat-kalimat di atas seringkali menjadi tempat bersembunyi dari pertanyaan “mengapa”
Saat itu juga perlu mereka tau bahwa alasan akan menghilangkan kemurnian
2 notes · View notes
nantaridwan · 5 years
Text
Iman, Percaya, Bukti, dan Syukur mana yang lebih dulu?
Seringkali manusia jujur dengan dirinya sendiri karena terlalu percaya pada apa yang dilihat, didengar, namun tidak dialaminya sendiri
Kejujuran itu selanjutnya menjelma menjadi sebuah tolak ukur bagi dirinya sendiri yang jelas-jelas semu karena hanya didapat dari melihat dan mendengar
Tentu saja batasan dari melihat dan mendengar adalah sebuah bukti, yang artinya baru bisa percaya ketika ada bukti
Lalu dalam mengambil keputusan, bukankah harus mendahulukan percaya?
Bukankah bukti adalah hasil dari kepercayaan?
Dari bukti lah akan muncul syukur
Lalu kapan akan bersyukur jika mau percaya saja harus menunggu bukti?
Itulah mengapa kita butuh IMAN
2 notes · View notes
nantaridwan · 6 years
Quote
Ada kalanya suatu masalah diselesaikan tidak dengan berhadapan dengan masalah itu. Bisa juga dengan berpindah konsentrasi, memikirkan atau melakukan sesuatu yang lain sama sekali dan tak ada kaitannya dengan masalah itu. Semakin engkau berkenalan dengan sifat-sifat kehidupan yang hampir tak terbatas keluasannya dan tak terukur kedalamannya, semakin engkau lincah dan kreatif untuk tidak berhenti mengurung diri atau dikurung oleh ruang sempit masalah yang sedang merundungmu.
Emha Ainun Nadjib
19 notes · View notes
nantaridwan · 6 years
Text
Murka yang semakin Lama semakin Bias
Satu bulan yang lalu sempat saya mendapat wejangan dari Orang yang saya anggap Bapak sendiri di kampus. Entah kenapa beliau memberi wejangan, saat semalam saya marah kepada teman hanya gara-gara beda selera musik. Pagi itu di atas meja melingkar, begini nasihat beliau,
 “Anak jaman sekarang memang suka membesarkan hal kecil, ya. Sampai-sampai lupa bahwa tenaga dan pikiran mereka dibutuhkan untuk hal-hal besar.”
Sentak muka saya seolah ada yang menampar pakai bangkiak, sakit sekali. Belum selesai membayangkan kejadian malam itu, beliau menambahkan lagi,
“Misalnya saja, ada anak yang pacaran dan seringkali berkelahi gara-gara pasangannya suka belanja. Laki-lakinya memang seorang pendaki gunung, trus haknya apa untuk wanita itu? Harus selalu belanja di Pasar Bubrah Gn. Merapi? Sudah gak punya hak, berlagak benar pula.”
Seolah bisu, tak satu katapun muncul dari mulut saya.
Seharian saya memikirkan hal itu, karena memang seringkali kejadian kecil sering membuat saya meledak-ledak.
Saya pikir memang jaman modern seperti saat ini  seseorang cenderung sentimen. Entah mungkin karena keadaan yang dimana-mana permusuhanlah yang menjadi arus utama, isu agama digodog menjadi sentimen negatif, isu ideologi digoreng, bahkan urusan ranjang seseorangpun dicampurin. Keadaan saat ini banyak yang menganggap bahwa sosok diri sendirilah sebagai sosok yang ideal dan patut menjadi idealisme bagi orang lain. Tak jarang pula, orang-orang rajin menularkan sentimen tersebut kepada banyak orang. Relasi terdekatnya ialah akan banyak intoleran terhadap suatu perbedaan.
Karena anggapan ideal ini pula seseorang selalu berpikir keras untuk menukarkan segala keterampilannya, pengetahuannya, bahkan kekuatannya untuk mendapatkan hal yang setimpal. Dengan kata lain, timbal balik antar manusia, dengan alam, bahkan bisa saja dengan Tuhannya diabaikan. Asal apa yang harus didapat olehnya setimpal tanpa memikirkan keseimbangan hidup.
Kutipan dari Erich Fromm dalam buku Seni Mencintai, mungkin benar (bukunya belum terbeli).
“Manusia modern telah mengubah dirinya menjadi komoditi; dia merasakan energi hidupnya sebagai investasi yang dengan itu dia harus menghasilkan laba.”
Bahwa kodrat manusia adalah murka dan serakah itu benar, tidak masalah. Masalahnya adalah margin antara murka dan murah hati itu semakin bias.
1 note · View note
nantaridwan · 6 years
Text
Biarkan alam memperbaharui dirinya. Jangan salahkan hujan. Salahkan sungai salahkan pemerintah apalagi salahkan dirisendiri. Lebih baik menyalakan lilin dari pada mengumpat kegelapan... Mulailah dari dirikita sendiri agar selaras dengan alam. Banyak hikmah di balik bencana. Bayangkan kalau petani sdh begitu maship memaksa bumi untuk menderita. Dipacu untuk produksi . Diberi asupan kimia dan racun secara terus menerus. Sementara makanan inti sari pati sang dewi pertiwi sama sekali tidak ada . Unsur hara makro mikro organik tidak di berikan.. Kesedihan sang Wukir ndak bisa melindungi mata air dan wana lestari. Mana kala air suci langit di turunkan sudah tidak bisa terserap pori bumi dan pohon rindang di hutan lindung atas. NIKMAT TUHAN KAMU YG MANAKAH YANG HENDAK KAU DUSTAKAN???? Berpikir nalar berbudi narimo... Biarkan air mencuci pestisida lahan pertanian Biarkan sang latri sari pati bumi pertiwi memberikan pupuk alami. Biarkan sa erdi slamet mendekatkan matrial pasir dan batu untuk kita. Biarkan sang tirta kencana menghantarkan wangi kembang dan membagi benih benih biji yang di atas untuk di bagi di bawah. Biarkan sang akresi menutupi lahan abrasi untuk pesisir. Biarkan sang sedimen menyiapkan dirinya untuk tumbuh dan kembangnya mangrove Biarkan ekosistem payau bergembira dengan terbelahnya laut asin dan laut tawar di muara....... Duh sanghyang akaryo jagad.... Nyuwun ngapunten kalih bagus ing ati gusti ALLAH ta alla.... Semoga kita selalu dalam lindunganNya..... Tulisan Pak Mashadi, Petani Brebes
0 notes
nantaridwan · 6 years
Text
Gagah-Gagah Terjajah, ELANG
Tumblr media
Mengepak sayap yang tercelup keruhnya perjuangan memang berat
Lebih berat pula saat bendera putih berkibar di atas kaki yang bengkak tak karuan
Lebih-lebih, menutup keadaan memang hal yang tak wajar
Karena seringkali keadaan berbuah seperti perjuangan makna yang ditanam
  Merangkak maju, Elang merenggut sayap bangau sembari mata membiru
Diambillah sehelai bulu pada sayap putih bludru
Tak jauh beda, ternyata terselip pula sisa luka sebuah usaha
Kali pertama Elang menaruh maklum pada dia
  Merengkuh langkah ke kiri, Elang meminta seutas bulu Si Nuri
Lagi-lagi dan tak lain lagi
Ada tanda bernama sangka yang tak kalah ganasnya
Akhirnya, maklum itu lenyap tak tersisa
  Menengok ke bawah menembus percaya, Elang meneropong burung gereja
Bergegaslah elang pergi menghampiri
Dan tanpa Panjang lebar, Elang segera bertanya apa sebab dadanya memar
“Tak lain dan tak bukan ini adalah hasil dari lelahnya mendulang nyaman” Kata Burung Gereja
  Sengaja Elang menyisakan pandangannya ke kanan
Ia merasa perlu pembuktian dari semua sangkaan
Bahwa sebenarnya berjuang itu candu
Dan sembunyi dibalik nama besar itu terlalu gusar
  Lantas bagaimana dengan elang yang orang bilang tak pernah terjajah?
Sungguh itu dusta dengan garis merah
Maka berhentilah memanggilku elang, karena sebenarnya di sisi kanan tengokan tetap ada perasaan yang terjajah atas perjuangan
0 notes
nantaridwan · 7 years
Quote
Ojo wedi diarani! Atau sama sekali tak akan melakukan apa-apa.
Pak Widodo
2 notes · View notes
nantaridwan · 7 years
Photo
Tumblr media Tumblr media
Ituloh jawabannya dari Mbak Dewi Candraningrum, mbler tumblr. Hmm Wanita
1 note · View note
nantaridwan · 7 years
Photo
Tumblr media
Oalah, gitu.
1 note · View note
nantaridwan · 7 years
Text
Lebaran Besar ala Wong Indonesia
Meja kamar pagi itu tak seperti biasa, lipatan baju muslim putih rapi, sarung kotak ala betawi, dan peci hitam andalan kami sudah tertumpuk rapi.
Bergegas melangkah sembari ngobrol bersama sanak saudara, masjid pun mendengungkan suara takbir bak suasana di mekah.
Lalu ibadah itu berjalan dengan khusu'nya dan tak lupa atas lantunan beribu doa Naiklah Pak kyai di atas mimbar yang dari jauh pesonanya terasa mengumbar.
Risih, karena di awal bahasa yang digunakan ialah Bahasa Madura yang mungkin memang sesuai dengan latar belakang pondok Pak Kyai
Tak terlampau lama, aksen medok keluar yang tak lain adalah Bahasa Jawa. Terminologi yang dipakai pun sempurna Menyebut Allah dengan kata ‘Panjenengan’ Dan menyebut jamaah dengan kata’ sampean’
Lalu Pak Kyai juga mengambil sisi lain dari makna qurban yang merujuk pada kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Bahwa terdapat proses demokrasi dalam kisah tersebut. Dimana seorang ayah yang taat akan mengorbankan anaknya yang patuh. Tak serta merta memenggal, sebelumnya telah ada musyawarah yang tentu saja sangat mufakat karena latar belakang taat pada Tuhan dan patuh pada orang tua.
Hanya di Indonesia, Khutbah dengan 4 bahasa (Arab, Indonesia, Jawa, dan Madura)
Selalu ada pelajaran untuk Indonesia sendiri yang merdeka berkat rahmat dari Tuhan.
Lebaran Besar ala Wong Indonesia Clumprit, Malang 1 September 2017
3 notes · View notes
nantaridwan · 7 years
Quote
Tahukah kamu orang yang paling tak berperasaan? Dia yang jauh dari kekasih di saat hujan, tapi tak menghasilkan puisi
Sujiwo Tejo
2 notes · View notes
nantaridwan · 7 years
Photo
Tumblr media
"Jangan kau penjarakan ucapanmu jika kita menghamba pada ketakutan kita akan memperpanjang barisan perbudakan" Selamat ulang tahun Wiji Thukul, kau akan selalu hidup bersama puisi perjuangan rakyat. (26 Agustus 1963 - SELAMANYA!)
1 note · View note
nantaridwan · 7 years
Audio
Pada suatu siang Di ujung pematang Terduduk dengan bimbang Sang caping usang Datang menghampiri Sesosok bocah kecil Tangan dengan kendi Dan juga baki "Wahai, nak. Sang bocah kecil Duduklah dekat kakekmu Mari makan bersama Kakekmu ingin Menatap bening Cahaya matamu" "Jika suatu nanti Kakekmu 'tlah pergi Siapa yang akan menanam padi? " "Jika suatu nantu Engkau telah dewasa Hijaukah tanah ini? Suburkah tanah ini? Masihkah tanah ini?"
1 note · View note
nantaridwan · 7 years
Quote
Kemaren udah makan, hari sebelumnya jugak, tapi ini perut masih aja lapar! Dasar perut pascakolonial, ckckck!
Saut Situmorang Lapar di Desa romantis, Buanajaya
0 notes
nantaridwan · 7 years
Quote
Mencintai dengan sederhana itu mustahil. Justru mencintai dengan sederhana ialah mencintai yang paling tidak sederhana
Joko Pinurbo terhadap puisi Sapardi Djoko Damono "Aku Ingin"
2 notes · View notes