Tumgik
badriloka · 2 years
Text
Tumblr media
Dunia Esensi : semua yang tersembunyi dibalik yang tampak.
Sebagai seorang yang pernah belajar di jurusan Seni dan Desain, saya relatif sering melakukan pembicaraan dengan beberapa teman tentang makna dibalik sebuah lukisan, baik itu dalam pameran langsung, maupun yang bisa kami lihat di Internet. Kami sering menebak-nebak apa pesan yang ingin disampaikan melalui karya seni seorang seniman, bahkan jika ada kesempatan, kami akan tanyakan langsung ke orangnya, walaupun ya di sisi lain, seorang guru saya juga pernah berkata kurang lebih begini :
“Tafsirkan semaumu, karena saat karya seni sudah dipamerkan ke publik, maka setiap orang berhak memberikan makna sesuai penghayatannya masing-masing”.
Pola mencari - bahkan mengulik makna dari benda-benda seni ini kemudian mempengaruhi saya dalam memandang banyak hal dalam hidup, bahkan diluar lingkup seni. Secara bertahap tapi pasti, hal ini membiasakan saya untuk secara bawaan jadi otomatis “curiga” - bahwa selalu ada nilai dan makna dari apa yang saya temui di dunia, entah itu benda, manusia, peristiwa, maupun semua hal yang bisa indra saya terima. Lebih jauh lagi, saya percaya bahwa kita semua – termasuk kamu yang sedang baca tulisan ini sekarang, sedang hidup di dunia simbolis, dunia perlambang, dunia yang dipenuhi oleh makna dibalik sesuatu yang tampak nyata. Hal-hal inilah yang sering disebut dengan Esensi.
KBBI : esensi/esen·si/ /ésénsi/ n hakikat; inti; hal yang pokok: -- pertikaian antara kedua tokoh itu ialah pertentangan ideologi
Perihal esensi ini, saya kira sering luput kita sadari padahal kalau dipikirkan, masyaAllah, seru sekali sebenarnya. Momen berpikir dan menemukan esensi dari suatu hal bagi saya ibarat menemukan harta karun, sama gembiranya dengan berhasil meluruskan kembali gumpalan benang yang sebelumnya kusut tidak beraturan.
“Orang bekerja sebenarnya tidak sedang mencari uang, tapi kita bekerja untuk mendapatkan barang, keuntungan dan jasa yang bisa kita peroleh melalui uang.”
Lihatlah betapa kalimat di atas begitu sederhana dan mendasar, tapi yang sederhana dan mendasar itupun jadi begitu romantis karena membicarakan kenyataan, lagi-lagi, esensi.
Saat tulisan ini ditulis, saya adalah seorang Freelancer Photo Editor (Baca : Tukang Edit Foto), saya bertugas memperbaiki foto lama yang sudah rusak hingga menjadi tampak baru, berkeja di sebuah akun Instagram bernama Laci Ingatan (@laciingatan). Cukup lama saya berfikir bahwa yang saya jual adalah jasa perbaikan atau restorasi foto, tapi ternyata esensinya gak gitu. Pelanggan Laci Ingatan tidak membayar untuk layanan perbaikan fotonya, tapi mereka menukarkan uang untuk memori yang saya kembalikan kejernihannya melalui proses edit foto. Yang dibeli adalah kenangan. Jadi esensinya, Badri jualan kenangan. Haha, lucu yah kalau dipikir-pikir.
Betapa banyak hal yang bisa berubah drastis jika kita mau sejenak melihat dalam perspektif esensi ini. Semua transaksi yang terjadi di dunia saat ini, bukan transaksi antar uang dengan barang atau antar uang dengan jasa belaka, tapi selalu transaksi hal bernilai dengan hal bernilai lainnya. Proses membeli makan adalah transaksi menukarkan uang dengan energi, rasa dan nutrisi yang kita peroleh dari makanan. Proses menabung di bank adalah salah satu upaya untuk mengamankan harta kita. Proses belajar adalah transaksi menukarkan waktu, tenaga, harta dan perhatian kita dengan kemungkinan bahwa kita bisa memahami sesuatu dengan lebih baik. Tak terbilang jumlahnya transaksi lain yang bisa saya jadikan contoh betapa serunya perihal esensi ini. Yang ingin saya sampaikan bahwa menemukan esensi selalu asyik, ibarat secara tidak terduga, menemukan Mutiara dibalik cangkang kerang tiram.
Kepekaan terhadap esensi seperti mata tambahan yang tidak dimiliki semua orang, bahkan termasuk saya yang masih baru belajar mendefinisikan ulang semua hal yang saya temui berdasar esensinya. Mungkin yah, ini sekedar kecurigaan saya pribadi, bahwa mereka yang pandai berbisnis sejatinya adalah orang-orang dengan talenta kepekaan esensi ini, mereka yang bisa melihat inti dari sebuah permasalahan di masyarakat, lalu menawarkan solusinya berdasar esensi yang mereka lihat.
Dunia ini yang dalam sudut pandang saya dulunya begitu materil, tapi ternyata tidak semateril itu, bahkan semua yang bisa dilihat, dihitung dan diindra selalu punya potensi untuk menjadi berharga jika sudah ada turut andil hati yang memberi nilai dan makna. Hati manusia adalah pemberi label nilai dari apa yang ada di sekitar hidupnya. Kita adalah pencari sekaligus penangkap esensi.
Termasuk hidup ini, apakah esensinya? Entah, setiap hati mungkin punya definisinya masing-masing. Tapi apapun itu kawan, semoga dalam perjalanan hidup kita yang sementara ini, kita bisa menemukan esensi indah sebanyak-banyaknya.
4 notes · View notes
badriloka · 2 years
Text
Setidaknya, aku pernah ada.
Tumblr media
Sudah sejak lama rasanya, aku memikirkan tentang sebuah rasa kesepian akut, ini bukan tentang asmara, pertemanan, keluarga, ataupun pekerjaan, tapi lebih jauh lagi - tentang ''berapa lama aku akan dikenang setelah kematianku kelak?''. Oke, aku paham ini terdengar sangat berat di awal sebuah tulisan dan mungkin "ngapain juga dipikirkan?", tapi setiap menjelang tidur, terutama di hari-hari yang melelahkan, pikiran ini begitu saja muncul, berulang, menolak aku abaikan begitu saja.
Bayangkan 100 tahun dari sekarang, media sosial yang kita pakai hari ini, baik orang-orang biasa maupun yang terkenal, baik akun-akun asli ataupun yang alter, semua akan ditinggalkan karena mayoritas pemiliknya sudah meninggal di dunia nyata, sebut saja IG, Youtube, Tiktok dan apapun, termasuk Tumblr ini, hanya akan jadi platform "Kuburan" dari miliaran akun mati tersebut. Tapi belum cukup sampai di sana, seperti halnya cara kerja logaritma sosial media, walau tidak secara instan, tapi akan tiba waktunya di mana akun-akun yang bahkan dulunya terkenal, tidak akan lagi direkomendasikan karena lumrahnya logaritma berpihak pada akun yang membuat interaksi penonton, sedang itu tidak lagi terjadi pada akun-akun yang pemiliknya sudah meninggal, atau dengan kata lain, di momen itulah kita benar-benar dilupakan sepenuhnya.
Saat kita dan orang-orang sebaya dengan kita kebanyakan sudah dikubur, saat tidak ada lagi teman, penggemar, atau siapapun yang akan menyebut nama atau menghargai penginggalan kita, saat keturunan kita terlalu lelah untuk merunut silsilah buyut mereka dari pihak bapak atau ibu, lantas, apakah itu berarti "Saya sudah sepenuhnya hilang dan tidak berarti?", ijinkan saya menjawab pertanyaan ini secara perlahan.
Jadi, menurut artikel di pencarian Google, sampai tahun 2020 Masehi ada sekitar 7,753 miliar manusia yang hidup di Bumi, dan diperkirakan ada sekitar 108 miliar manusia yang pernah lahir sejak Bumi bisa menampung kita, para Homo sapiens. itu berarti, ada begitu banyak pendahulu kita yang kita lupakan silsilahnya, para Almarhum-almarhumah yang dengan beragam kisahnya, berantai pada hari kelahiran kita ke Bumi.
Masing-masing dari kita lahir, lalu kita diajarkan banyak hal oleh orang tua, keluarga dan lingkungan kita. Mulai dari merangkak hingga fasih membaca, dari disuapi makanan hingga kelak bekerja. Kita menjalani hari-hari secara maju, berkutat mempersiapkan masa depan, menerima bahwa hidup memang berjalan dengan cara tersebut dan sangat jarang menoleh pada sejarah.
Hal yang sering tidak kita sadari adalah kenyataan bahwa hidup kita saat ini berhutang banyak pada semua deretan masa lalu - yang mengantarkan kita hingga terlahir di Bumi. Silahkan lihat satu barang, apa saja yang sekarang ada di dekatmu, contoh di dekatku ada pulpen, dan lihatlah betapa istimewanya itu. Bukan sekedar alat tulis, pulpen adalah perwujudan semangat orang-orang di masa lalu yang ingin mencatatkan buah pikir dan hal-hal penting lainnya. Untuk bisa ada pulpen ini di sampingku sekarang dibutuhkan jasa begitu banyak orang, dari mereka yang memproduksi tintanya, orang-orang di pabrik pulpen, bahkan si kurir yang mengantarkan ke pasar dan orang yang warungnya aku beli kemudian. Belum lagi betapa banyak orang yang sudah meninggal, mereka yang pernah berkontribusi dalam proses penciptaan sebuah pulpen. Pulpen sederhana yang biasa ku pakai saat ini, ternyata tidak sesederhana itu.
Begitu pula pada hal lainnya kawan, mulai dari baju, makanan, dan semua hal materi yang bis kita lihat, pegang dan rasakan sekarang, termasuk gadget yang kamu pakai ketika membaca tulisan ini, semua hal itu sejatinya adalah "museum" kesabaran manusia dalam mempertahankan dan mempermudah hidupnya. Itu juga sebentuk warisan dari para pendahulu kita.
Dan bukan hanya perihal benda-benda, apa yang keluarga dan lingkungan kita ajarkan, secara kolektif juga adalah warisan. Cara memperlakukan orang, memperlakukan uang dan makanan, apapun nilai dan prinsip yang kita pegang serta yakini sekarang, semua terhubung pada orang-orang dari masa lalu. Bahkan kemerdekaan Negara yang kita jalani saat ini, juga merupakan warisan, wujud perjuangan dari para kakek-nenek kita, buyut-buyut kita bersama.
Jadi, yang ingin aku katakan adalah, ya, umumnya kita memang akan dilupakan namanya pada generasi kesekian setelah kita meninggal kelak, tapi itu bukan berarti keberadaan kita hilang dan tidak berarti sama sekali. Lebih dari itu, apapun yang kita lakukan saat ini, sekecil apapun itu, punya porsinya untuk mempengaruhi masa depan, bahkan jauh setelah kematian kita. Karya, harta, ucapan, semangat, apapun. Semua itu bisa menular dan diwariskan.
Setiap kebaikan adalah cahaya bagi orang lain, cahaya yang memantul dari satu hati ke hati lainnya. Bahkan jika namaku tidak dikenang panjang, jika nanti aku bergabung dangan 108 Miliar orang yang sudah "dilupakan'' sekarang, setidaknya aku akan tetap ada sebagai nilai-nilai yang pernah ku tularkan pada teman-teman dan keturunanku kelak, aku tetap ada sebagai bagian dari Bumi sekalipun tubuhku sudah lama dikebumikan. Semua yang telah dan sedang aku lakukan, semua yang nanti aku wariskan. Mengingat itu semua, kesepianku tentang dilupakan reda seketika.
Semoga nanti kita semua berpulang dengan meninggalkan kesan hangat di hati orang-orang yang pernah mengenal kita, semoga kita tidak pernah lupa lagi, bahwa sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan hari ini, akan berguna dan menjalar panjang manfaatnya ke masa depan, ya, seperti apa yang sudah dilakukan oleh para pendahulu kita. Mari ucapkan terima kasih pada para leluhur, Al-fatihah.
Dari seorang manusia yang pernah ada, Badri Loka.
6 notes · View notes