Tumgik
whitemypaper · 3 years
Text
Rekam Sebuah Cerita
Chapter 4
Pertemuan setelah sekian kalinya, Nath semakin sering bergabung dalam permainan detektif bersama yang lainnya.Aku dan Nath semakin dekat untuk beberapa saat.Terkadang aku ragu untuk memulai topik dengannya terlebih dulu.Namun sekarang, aku berniat tidak bicara lagi dengannya.Bagaimana tidak, aku kepikiran perkataan Dapy tadi pagi.Dengan polosnya, dia memberi tau Nath bahwa aku sungguh mencintainya.What??Aku tidak sedekat itu untuk berbagi cerita tentang perasaan, aku hanya mengatakan bahwa Nath nyaman untuk diajak bicara.Garis bawahi, nyaman.Mengapa Dapy bisa mengambil keputusan dari kata nyaman menjadi cinta?Itu berlebihan.
Dapy berkata, ia sudah confess hal itu sekitar 2 hari lalu.Dan 2 hari lalu Nath lebih sering menghubungiku dari biasanya.Argh, rupanya karena Dapy.Mengetahui hal ini membuatku tak tenang.
“Wey, bengong aja.Jadi menurut lo siapa impostornya?”
“Dapy.”
Ria diam mendengar jawabanku.Aku yang masih sibuk dalam pikiran sendiri sambil menatap lurus kedepan, kini mencoba melihat kearah Ria yang berada disampingku.Wajah bulat manis dengan kulit putih bersih, serta matanya yang sipit sedang melihat kebingungan kearah kumpulan kertas dimeja.
“Tapi ga ada tersangka yang namanya Dapy, cuy.” Ria melotot kearahku dengan nadanya yang nyolot.
“Boro-boro tersangka, karakter yang namanya Dapy aja gak ada.” Lanjutnya setelah kembali mengecek barisan tulisan dibanyak kertas.
Meja panjang yang biasanya terisi 10 orang, kini tinggal aku dan Ria yang masih berada disini.Yang lainnya sedang memesan makan siang bersama-sama.Sampai beberapa menit, tidak ada tanda-tanda salah satu dari mereka akan segera kembali.Akhirnya aku memilih meletakkan kepala diatas silangan tanganku di meja.Memejamkan mata untuk beristirahat, toh Ria akan membangunkanku ketika yang lain datang.
“Tapi gue setuju, kalau Dapy impos.” Ujar Ria lantang.
“Tapi ga ada karakter namanya Dapy dikasus kali ini, Riaa.” Sahutku dengan suara yang terpendam karena masih dalam posisi siap tidur sambil duduk.
“Ya, maksud gue, Dapy.Lah lo bayangin, lemes banget tu mulut.Lebay pula dikata nyaman malah disampaiinnya cinta, iyuuh.” Ciri khas Ria, wajah cantik namun perkataannya bagai cabe rawit.Meski terkesan nyolot, tapi dia benar-benar orang baik.Bahkan meski kami kenal online, dia sangat memperhatikanku seperti teman pada umumnya.
“My,” Ria menarik tanganku cepat, membuat tubuhku duduk tegak dengan kondidi mata masih terpejam. “Gw laper, mikirin ni kasus sama Dapy.Gw pesen makan juga deh, lo mau ga?” Dengan mata menutup, aku menggeleng.Kesadaranku sudah hilang setengahnya, meski suara Ria masih menyaring keras di kepala.
Ria melepaskan tangannya dan membiarkan aku merebahkan kepala lagi.Tapi tak lama, tempat duduk disampingku berdecit.Si Ria tampaknya kembali lagi.Aku akan mengabaikannya dan kembali tidur.
“Lo ga makan?” Aku terperanjat.Ya, heeey itu bukan suara Ria.Suara yang berasala tepat disampingku, bukan Ria.Suara khas itu,... Nath.Sial, aku tak mau bicara dengannya.
Aku duduk rapih dan mengumpulkan kesadaran yang setengah hilang, “Ngga deh.” Jawabku memanyunkan bibir.Sial, reflek sok imut didepan Ria kebawa.
Karena memang menghindari berbicara dengannya, aku tidak menyiapkan topik.Namun rasanya aneh jika hanya diam dalam keheningan.Ah sial, otakku sedang tak bisa diajak berpikir.Sudahlah, ngobrol seadanya.
“Gue udah diceritain Dapy, ternyata lo udah tau ya Nath.” Mulut bodoh, mau nangis rasanya.Kan bisa nanya dia makan apa, kenapa harus ngomong kayak gitu??, tentu saja, batinku meronta.
Tidak ada sahutan.Hening, satu, dua, tiga.Tiga detik hening, aku langsung melihat kearahnya.Dia menghalangi pandanganku dengan tangan kirinya.Lucu banget, batinku.Ya, dia malu.Reaksinya sangat menggemaskan.
“Emangnya perkataan Dapy beneran?” Akhirnya Nath membuka suara, terdengar suaranya patah-patah penuh keraguan.
“Iya.”
Polos, diriku yang polos.Mengapa mulut ini begitu lancar bicara tanpa diskusi dengan otak, hah?!Ah sial, rasanya ingin segera pergi dan mengubur diri.Setidaknya aku berharap Ria segera kembali, atau siapapun itu datanglah.
“Homy.”
“Ya?”
“Itu beneran?”
Aku hanya mengunci mulutku.Tidak mau membiarkan kata-kata bodoh yang akan membuatku benar-benar mengubur diri setelahnya.Aku hanya tersenyum paksa, sebisa mungkin membiarkan ia menganggap ini lelucon.
“Kamu paham kan?”
Deg!
Aku tidak berpikir ini kalimat baik.Eum, aku memang tidak berniat confess perasaanku untuk mendapat perasaan balik lalu pacaran, tidak!Tapi rasanya, ditolak tetap lah ditolak, sakit.
Aku mencoba tersenyum setulus mungkin.Menengok pelan kearah Nathaniel lagi.Bersiap mendengar kalimat selanjutnya.Sembari memaksa berpikir apa respon terbaik yang harus kuberikan.Kumohon, otak bekerjalah.
“Suka boleh, tapi jangan sayang.”
Sudah kuduga.Lega karena aku memang tidak mengharapkan perasaan ini dibalas, tapi...
Ah baiklah.Meski rasanya, bukankah sangat terlambat untuk mengatakannya?
Hey, aku masih anak SMP yang sedang menunggu kelulusan.Sepertinya perasaan semacam ini hanya rasa yang lewat sekejap.Bukan perasaan yang patut di linglungi.
“Sudahlah, lupakan dalam-dalam.
Pria yang 2 tahun lebih tua darimu ini tidak tertarik padamu.”
.
.
Aku hanya memandangi punggung Nath yang semakin menjauh pergi.Setelah pembicaraan yang sebenarnya selalu aku hindari, kini aku tidak tau bagaimana reaksi yang harus kutunjukkan saat bertemu Nath lagi.Aku melirik ke arah jam tanganku.Hanya berlalu 20 menit sejak aku masuk ke kafe, rasanya waktu berjalan begitu lama.Pertemuan singkat yang terasa lama untukku.
“Tehnya, bund.” Nico mencairkan pikiranku dengan candaannya.Ia meletakkan teh hanget didepanku, lalu duduk dikursi yang sebelumnya diduduki Nath.
“Berantem?” aku menaikkan sebelah alis sambil tersenyum.Meja yang kududuki tidak jauh dari tempat Nico berdiri di kasir sebelumnya.Aku yakin Nico mendengar sedikit percakapannya meski samar.
“Persahabatan lawan jenis pasti tidak mungkin jika salah satunya tidak memiliki perasaan.” Lanjut Nico lagi.
“Ada.” Aku menjawab cepat.Tanpa perlu dipikir dua kali, aku pernah menjalin persahabatan dengan lawan jenis tanpa melibatkan satu sama lain. “Aku dan Fadiel.” Lanjutku tersenyum puas. “Meski awalnya aku suka sama dia, tapi kami tetap menjadi sahabat sampai dua tahun kemudian tanpa melibatkan perasaan.” Aku membentuk peace dengan jari telunjuk dan jari tengah.
“Yah, mau bagaimana lagi.” Aku membenahi jaketku, bersiap meninggalkan kafe. “Mungkin aku akan jarang datang kesini.” Kataku sambil pamit.
“Oh ya, kamu udah kenal dengan pacarnya Fadiel?” ucapan Nico seakan mencegah langkahku.Aku menggeleng sambil menaikkan bahu, memaklumi ketidaktahuanku. “Pacarnya sering kesini, kukira kalian bakal sering berpas-pasan.” Aku hanya tersenyum dan akhirnya pergi.Aku rindu kasur, rasanya sangat melelahkan.
0 notes
whitemypaper · 3 years
Text
Rekam Sebuah Cerita
Tumblr media
Chapter 3
Aku menatap buku tulis kecil yang kini kugenggam diatas meja.Buku note biasa yang biasa ditemukan banyak orang di toko buku manapun.Tulisan Note Book tertera diantara hitamnya cover buku.Ya, buku se-simpel itu yang kujadikan sarana untuk menuangkan tulisanku.Saat aku membuka buku itu, halaman pertama yang kulihat melampirkan puisi pertama yang pernah kutulis.Puisi dengan pilihan diksi yang sebenarnya menurutku kurang tepat.Siapa sangka dengan polosnya saat itu aku mengirimkan puisi tersebut untuk sebuah lomba, yang bahkan kini aku yakin itu tak akan memenangkan lomba manapun.
Lembar-lembar selanjutnya masih berisi puisi dan tidak ada perkembanga dari puisi yang sebelumnya.Beragam tema puisi yang kutulis untuk beragam lomba.Puisi itu tidak begitu menarik jika dilihat dari pilihan kata yang sederhana, tapi setiap coretan kata-nya mengingatkanku tentang perasaan yang menghantuiku kala itu.
Tanganku terhenti ketika tidak sengaja membaca satu kalimat, Kini yang terlanjur asing.Judul yang menarik sehingga membuatku membaca tiap kata di tiap baitnya.Ah, rupanya sebuah puisi dengan tema kehilangan.Dari kata pertama yang tertulis, aku segera tau bahwa aku yang saat itu menulis puisi ini sedang menceritakanmu.Faktanya, aku tidak seterpuruk itu saat kita mendadak asing, namun di sisi hati yang paling dalam sangat menyayangkan pertemanan kita yang semudah itu terhapuskan.
Tanganku terus membalikkan lembaran yang ada, satu persatu judul kubaca dengan khidmat.Sesekali aku tersenyum pilu, antara rindu dan senang saat sadar sebagian besar puisiku ternyata menceritakan tentangmu.Aku rindu mengingat sebetapa dekatnya kita di beberapa tahun lalu.Sekilas kebersamaan kita terputar lagi dikepalaku.Pernah sekali komunikasi kita hampir terputus karena sibuk di masing-masing kegiatan, tapi tiba-tiba kita dipertemukan lagi untuk bekerjasama ketika guru di sekolah membuat tim lomba film.Saat itu aku berpikir, takdir memang membiarkan kita bersama dengan kebetulan.
Tanganku berhenti membalikkan lembaran dibuku itu.Aku tersenyum ketika membaca puisi yang membahas tentang seseorang yang kini bersamaku, Nathaniel.Meski tidak terlalu banyak komunikasi, tapi dia benar-benar sosok sahabat sekaligus kakak laki-laki yang sangat baik untukku.Meski hanya 1 puisi tentangnya diantara sekian puisi yang kucoba tulis, tapi ini salah satu puisi yang bagus menurutku.Puisi yang menceritakan pertemuanku dengannya dengan bumbu ketakutan jika aku kehilangan Nath juga.Ya, aku takut kehilangan Nath sama saat aku kehilanganmu.
“Fadiel lagi?”
Aku menoleh cepat, mendapati Nathaniel yang sudah berdiri tepat disampingku.Suaranya pelan seperti hanya aku yang mendengarnya, namun dengan tegas menggambarkan kekecewaan,... atau kesedihan?Matanya yang terpaku menatap tulisanku perlahan beralih menatap kedua mataku.Tatapannya sendu.
Nath tersenyum tipis, namun tetap menggambarkan kesedihan.Dia berjalan untuk duduk didepanku dengan perlahan.Mataku membesar dengan tanda tanya besar, memangnya ada apa dengan Fadiel? Nathaniel mengacak-acak rambutnya kasar dengan sebelah tangan.Nath yang biasanya berprilaku lembut, kini terlihat seakan sedang menahan emosi.
“Menurutku nih ya,” Nath menatapku serius sambil menyentuh buku kecil milikku dengan jari telunjukknya, “Buka matamu deh, banyak orang disekeliling kamu yang bisa dijadiin puisi.Jangan Fadiel terus.” Protesnya dengan nada seperti biasanya, seakan suara kabur yang penuh kekecewaan tadi hilang entah kemana.
“Aku kira Kak Nath kenapa, tadi kesannya kayak baru aja mengalami kejadian sial yang bikin Kakak emosi gitu.”
“Emang.” Kelegaanku seketika hilang saat mendapat jawaban cepat dari Nathaniel.Dia mengalami hal buruk? Dia sedang dalam mode badmood? Bukan, diantara semua pertanyaan itu sebenarnya yang paling kutakutkan adalah, akulah sebagai penyebabnya.
Aku menatap Nathaniel dengan perasaan tak enak.Sebaliknya, Nath hanya mengarahkan pandangannya melihat pemandangan diluar kafe.Ia mengacuhkanku yang kebingungan. “Nath, kenapa...?” cicitku pelan sambil menarik pakaian diujung lengannya, takut-takut ia marah padaku.Nath hanya melirikku sebentar, mendengus ksara sambil melepaskan tarikan tanganku.
“Sejak awal kenal Homy, aku sadar kamu orangnya emang kejam.” Nath membuka suaranya, ia menatapku dengan tatapan dalam membuatku mau tak mau juga menatap kedua matanya.Jika diperhatikan, Nath adalah sosok lelaki yang sangat tampan.Kulitnya tidak terlalu putih, wajahnya manis dengan senyum yang selalu menyertainya.Orangnya juga ramah dan friendly.
“Kejam? Ngga terlalu berlebihan tuh?” kembali ke topik, aku tidak terima dibilang kejam secara aku tidak pernah berbuat jahat, terutama padanya.
“Kurang pas malah, kamu kejam banget, My.” Senyumnya terlihat jahat dengan wajahnya yang masih serius, oh bukan, dia masih menatapku intens. “Kamu ramah, ramah banget malah.Selalu ngga pernah kehabisan topik kalau bicara sama seseorang.Membuat banyak orang kumpul disekelilingmu, dan banyak lelaki yang berpikir kamu ramah cuman ke dia.”
“Loh, geer banget mereka.Bisa-bisanya mikir aku ramah ke mereka doang.” Aku menggebrak meja, berpura-pura emosi karena tidak terima.Tingkahku membuahkan hasil, Nath tertawa pelan melihatku. “Terus kejam nya aku dimana coba, ha?!” Aku melotot kearahnya agar terkesan garang.
“Kamu tau mereka suka sama kamu, tapi kamunya selalu pura-pura ngga tau.Setiap ada yang nanya hubungan kalian itu apa, pasti kamu jawab dengan tegas kalau kalian cuma temenan.Kamu mudah dekat sama orang lain, dan mudah membuat orang lain jatuh cinta sama kamu.Tapi entah kamu pura-pura gatau, atau memang menangkis fakta kamu sadar seseorang suka sama kamu.”
Prok!Prok!
“Reflek, sumpah, Kak.” Dengan cepat aku membela diri saat tanganku reflek bertepuk tangan mendengar ocehan Nathaniel yang bagaikan sedang nge-rapp.Namun kuakui, penilaian Nath benar.Banyak orang yang mengatakan seramah apa aku ini, dan pintarnya aku mencari topik.Dan yang paling tepat, aku sering menangkis fakta ketika sadar seseorang menyukaiku.
“Kamu, random banget, astaga Homy.” Nathaniel mengusah air matanya yang keluar karena menahan tawa.Keseriusan yang sempat ada cair seketika.
“Yah, kamu ngga perlu tepuk tangan juga aku tau analisisku benar.” Nathaniel dengan bangganya mengacungkan jari bangga. “dan seharusnya aku tau itu juga bakal terjadi sama aku.Kamu bakal berpura-pura tidak sadar dengan perhatian lebih yang aku berikan.”
Deg!
“Kenapa?Kaget? Kamu sebenarnya tau aku suka sama kamu, disini harusnya aku yang bertanya-tanya.Kamu juga ada perasaan untukku, atau tidak?”
“Sejak kapan?” Aku mencicit lagi, menundukkan kepala.Aku tak suka suasana ini, canggung. “Satu tahun lalu, saat kita main TOD dengan anak-anak lain di hari keterimanya kamu di asrama.”
Faktanya, selama ini perasaanku terbalas.Mirisnya, aku baru mengetahuinya sekarang.
.
.
“Hey, My.Akhirnya lo ikut ngumpul lagi.” Sapa Rachel saat melihatku datang dan duduk disampingnya.Sudah ada beberapa anak yang datang lebih dulu dariku.Kami duduk mengelilingi meja panjang yang diatasnya sudah tertata data-data penyelidikan layaknya di  film-film detektif.
“Hari ini gue bawa kasus baru, ini baru gue beli kemarin.” Lanjut Rachel yang tentunya disambut antusias oleh yang lain, termasuk aku. “Kita nunggu yang lain dulu ga?” Tanyaku.
“Iya, Dapy sama Benca lagi dijalan.” Jawab Rachel sembari menata sisa dokumen berisi clue untuk permainan detektif yang akan kita mainkan.
Mereka adalah teman-teman online, dimana akhirnya kita memutuskan bertemu dan bermain teka teki pembunuhan setiap bertemu.Karena memang kita bertemu karena chanel criminal case, sehingga permainan ini tidak bosen dimainkan.Terutama Rache, si pemilik chanel yang selalu menyediakan kasus baru setiap pertemuan.
“Gue pesen minum dulu deh ya.” Jhoel, pria berumur 28 tahun keturunan Chindo itu beranjak pergi ke arah kasir untuk memesan minuman.Selain Jhoel dan Rachel yang berumur 24 tahun, ada beberapa anak remaja perempuan dan laki-laki, namun akulah yang paling muda.
“Eyyo, kenalin nih.Temen gue, Nathaniel.” Dapy datang bersama Benca, serta satu pria dengan kacamata bulat dibelakangnya.Pria tampan dengan wajah manis meski kulitnya tidak terlalu putih.
“Hey, yok gabung-gabung.El lagi pesen minum, kita duluan aja.”
Terbiasa dengan kasus-kasus dipermainan sebelumnya, kami berdiskusi dengan tenang.Namanya anak remaja, tidak jarang ditengah diskusi terjadi adu mulut dan gombalan-gombalan tengil.Meski termuda, aku terkenal galak dan jago membalas gombalan diantara mereka.
“Homy, suka cokelat?” Aku mengangguk sambil membuang pandangan, tau kalau Nathaniel akan melontarkan ucapan buaya. “Tapi, aku sukanya kamu.” Sorak sorai yang lain memeriahkan diskusi yang terganggu, aku hanya tersenyum kecut. “Palamu kejedot, belom aja ususnya aku jambak.”
Meski kugertak, tentu tak ada yang menganggapnya serius.Nathaniel semakin asyik melontarkan kata-kata halus kepadaku, hingga akhirnya kuputuskan untuk mengabaikannya.Tidak jarang ada cinlok diantara pertemanan ini, contohnya Jhoel dan Rachel.Meski Jhoel memiliki pacar, tapi ia tetap menanggapi Rachel yang memiliki rasa terhadapnya.Yah, aku tak mau ikut campur urusan orang tua, hihihi.
2 jam berlalu, kami memutuskan pulang sebelum langit benar-benar gelap.Satu persatu teman-teman yang lain telah pergi.Tersisa aku, Nath, dan Ria.Aku dan Ria cukup dekat, sehingga kami memang janji ingin ngobrol beberapa saat sebelum pulang.Tapi sayangnya Nath masih duduk diantara kami.
“Tumben My, biasanya kamu paling sibuk.” Lontar Ria dengan nadanya yang judes, meski begitu ia sebenarnya sangat ramah.
“Biasanya aku main sama temen, sekarang lagi berantem.Jadi, ya gitu deh.” Jawabku.
Ya, ini kegiatan yang biasa kamu sebut sibuk.Kegiatan yang kulakukan saat lowong setelah bertengkar denganmu.
Diluar dugaan, sebenarnya Nathaniel orangnya asik.Tanpa sadar dipertemuan pertama itu, aku mulai menykainya.Karena cenderung terlalu jujur, setiap kali aku mengucap bahwa aku menyukainya, ia tak percaya.Dan lagi, Rachel memang menegaskan no hard feeling agar pertemanan diantara semuanya tidak rusak, sehingga wajar saja Nath menganggap aku bercanda.
.
.
“Loh, Homy?” Suara asing menyapaku ditengah fokusnya membaca deretan judul buku, mencari buku yang akan kugunakan untuk belajar.Pria bertubuh lebih tinggi dariku dengan wajah yang tidak terlalu putih tersenyum padaku.Wajahnya terasa familiar.
“Ini gue, Nathaniel, temennya Dapy.” Rupanya pria tukang gombal beberapa hari lalu yang ikut bermain detektif.Sebuah kebetulan bertemu lagi di perpustakaan nasional, secara asal kota kami lumayan jauh.
Dia yang ramah membuatku nyaman untuk mengobrol banyak dengannya.Namun tidak kusangka, dia memberikan sebuah gelang couple untukku.Ia menggunakan salah satunya, dan satunya lagi kugunakan.Ini gelang yang mirip dengan gelang Dapy dan Benca.Hanya saja, ikon digelangku merupakan bentuk bumi, sedangkan Dapy dan Benca bentuk bulan sabit.
“Inget ya, ga ada baper-baper.” Suara Nath yang lembut namun tetap menggambarkan ketegasan.
Telat, nyatanya aku udah ada perasaan sebelum dia menegaskannya.
“Iyalah ish, ngapain baper-baper.”
Hanya perasaan suka, kami juga jarang bertemu.Aku bisa membuat ia tetap menganggap perasaanku ini hanya candaan.Aku bisa menahannya, pasti.
1 note · View note
whitemypaper · 3 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
[MANFAAT BERPUASA BAGI KESEHATAN]
Marhaban yaa Ramadhan! Satu tahun berjalan begitu cepat dan akhirnya kita bertemu lagi nih dengan bulan suci Ramadhan, yang berarti bahwa semua umat muslim di dunia diwajibkan untuk berpuasa. Nah ngomong-ngomong soal puasa nih, 13 jam lamanya menahan lapar dan dahaga ternyata banyak memberikan manfaat untuk tubuh loh! Salah satunya, berpuasa sangat cocok bagi kalian yang ingin menjaga berat badan. Eits, tapi ada banyak manfaat lainnya loh. Mari simak di link dibawah ini
https://www.instagram.com/p/CNpAZ0vM6Ez/?igshid=1ojhj9jiu6fed
#MenebarManfaat
#pahlawanpenebarmanfaat
#relawanbermanfaat
#tinggalkanjejakbaik
#menjadibermanfaat
#untukkitasemua
0 notes
whitemypaper · 3 years
Text
Rekam Sebuah Cerita
Tumblr media
Chapter 2
Aku terbangun saat mendengar suara keramaian yang bergema disertai suara air yang terus-menerus tak kunjung berhenti.Kulihat kesekeliling kamarku dengan mata yang masih mengantuk.Rupanya dua teman sekamarku sudah bangun dan tidak berada didalam kamar.Kasur mereka sudah tertata rapih, membuatku berasumsi mereka sedang pergi keluar asrama.Terdengar kembali suara gema itu yang kuyakini berasal dari kolam renang sekolah yang berada tepat didepan asrama putri.Suaranya cukup terdengar jelas karena asrama putri dan kolam renang hanya berjarak sekitar 10 meter.
Jarum jam dikamar menunjukkan pukul 8 pagi.Aku juga tidak mau kelewatan waktu bebas untuk berenang bersama yang lain.Sebenarnya penghuni asrama bisa menggunakan kolam renang kapan saja selama diluar jadwal wajib.Aku salah satu siswi yang sering menggunakan kolam renang meski hanya berdua atau bertiga dengan siswi lainnya.Siswi lainnya tampak begitu malas berenang dipagi hari.Mungkin pagi ini mereka sedang ingin berenang, jadi memutuskan berenang bersama-sama.
Saat aku ingin membuka pintu kamar mandi di kamarku untuk mencuci muka, pintu kamarku terbuka lebih dulu.Hasya yang sudah rapih dengan handuk mandi sebagai luaran dan hijab renang yang sudah melekat dikepalanya muncul dari balik pintu.Dia terkejut saat mendapatiku sudah berada didepan pintu kamar mandi yang tidak berjauhan dengan tempatnya berdiri sekarang.
“Aduh, Ya Allah kirain siapa.Baru saja ingin aku bangunin.” Hasya berjalan ketempat tidurku lalu duduk diatasnya, “Yuk aku tungguin, kita ikut renang.Yang lain  baru aja mulai renang.” Aku mengangguk cepat dan langsung masuk ke kamar mandi untuk bersiap.
Hasya adalah sahabatku sejak sekolah dasar.Dua tahun lalu, dialah yang mengajakku untuk mendaftarkan diri ke sekolah ini melalu jalur asrama.Kami berdua cukup ragu apakah akan keterima atau tidak.Hari-hari menunggu pengumuman benar-benar membuat jantungku deg-degan.Sebelumnya aku tak melirik jalur asrama karena saingannya yang luar biasa hebat, karena memang ditunjukkan untuk anak-anak yang meminati olimpiade.Namun setelah mendapat pertentanagn dari orangtua untuk ikut jalur reguler, akhirnya aku tertarik ikut jalur asrama.
Dipikir-pikir, jika aku ikut jalur reguler yang tidak disediakan asrama pasti merepotkan.Tidak mungkin aku sewa kos yang pasti pengeluarannya lebih besar, karena jalur lain tidak menyediakan asrama.Lagipula tidak mungkin aku pulang-pergi, karena jarak dari rumah kesini lumayan menghabiskan waktu.Yah, intinya aku benar-benar bersyukur.
.
.
Satu hal yang tidak kusuka setelah berenang.Jika berada dikamar bawaanya ngantuk terus.Padahal ada materi yang harus kupelajari dan beberapa tugas yang masih belum selesai, tapi kantuk selalu menyerangku.
“Gini nih, mangkanya aku jarang berenang, pasti bawaannya ngantuk.” Celoteh Syifa merasakan hal yang sama denganku, disambut anggukan Zahra.Aku hanya tersenyum melihat tingkah kedua teman sekamarku.
[Temenin ke toko buku yuk]
Layar ponselku menampilkan pesan yang baru masuk dari Hasya.Jam menunjukkan pukul 1 siang.Sepertinya cuaca diluar masih terik, dan lagi lebih enak berpergian setelah waktu isya karena setelah jam segitu sudah tidak ada acara.Dibandingkan siang hari yang dimana acara dadakan lebih sering terjadi.
[Abis isya aja, Sya.]
Sedetik kemudian Hasya hanya membalas emoticon jempol yang berarti dia menyetujui.Kulirik lagi kearah Zahra dan Syifa yang kini telah terlelap.Aku menbuang nafas kasar, tidak ada yang bisa kuajak bicara.Kalau begini malah membuatku semakin mengantuk.
Aku menatap lurus kearah rak bukuku.Terlampir 5 buku yang memuat karyaku.Tiga diantaranya adalah buku antologi, dan sisanya buku soloku.Aku cukup bangga bisa menerbitkan karyaku sebelum masuk asrama dan setelah masuk asrama.Aku bisa menyeimbangi waktu menulis dengan jadwal wajib sekolah.Sampai sekarangpun, aku masih mengikuti sebuah event menulis yang akan menjanjikan terbitnya karya peserta dalam bentuk buku antologi, maupun solo.
Disamping buku yang berjejer itu, terlihat juga kartu tanda diterimanya siswa disekolah yang kini kutempati.Kartu itu kujaga sampai saat ini, mengingat betapa terharunya aku berhasil masuk disini.Teringat dikepalaku, sebenarnya banyak orang yang menentang aku berada diasrama.Ayah dan Ibu, Kakak juga adikku, teman lelaki yang sedari kecil satu sekolah denganku kecuali saat ini, dan keuangan keluargaku juga, hahaha.Ya, mengingat pengeluaran untuk asrama  yang menurutku besar untuk diriku sendiri.Tapi syukurlah, hati kecil mereka juga mendukungku.
.
.
Aku berjalan dengan santainya.Matahari sudah lumayan menampakkan dirinya.Aku menggendong tas yang terlihat lebih besar dari badanku sendiri.Mobil dan motor yang berlalu-lalang mulai sedikit karena ini sudah jam masuk kelas.Aku? Yah aku berjalan santai karena tau gerbang sudah ditutup dan akan dibuka 1 jam lagi saat acara shalat dhuha selesai.Jadi percuma berlari pun aku akan tetap menunggu diluar gerbang sampai acara selesai.
Pagi ini rupanya aku gagal bangun hanya dengan alarm, padahal ini hari pertamadi tahun ajaran baru.Sekaligus hari pertamaku dikelas 8 serta sebagai kakak kelasmu.Aku berniat tidak telat seperti hari biasanya untuk menyapamu pagi-pagi, tapi yah begitulah.Rupanya telat memang benar-benar melekat di kebiasaanku.
Ketika sampai, sudah kuduga ada beberapa anak yang juga telat sedang menunggu didepan gerbang.Ada beberapa yang kukenal karena memang partner telatku sejak dikelas 7.Satpam yang menjaga gerbang hanya tertawa kecil melihatku telat.Dia hafal sekali bahwa aku sering telat.Huft, bahkan dihari pertama tahun ajaran baru.Kali ini aku benar-benar kesiangan ketimbang biasanya yang memang sengaja telat agar melewati kegiatan shalat dhuha.
Ya, aku kurang mencerminkan siswi madrasah pada umumnya.Meski telat, anak-anak yang telat tetap disuruh shalat dhuha.Bedanya jika tidak telat, kami harus mendengar celotehan guru BK yang menurutku kurang menarik.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya gerbang dibuka ketika anak-anak rajin yang tidak telat sudah bubar dari masjid.Kami, anak-anak yang telat berjalan kelapangan disamping masjid.Aku duduk dikursi yang ada untuk istirahat sebentar.
Puk!
“Parah si, hari pertama ko telat.”
Aku hanya tersenyum kecut mendengar celotehanmu yang baru saja keluar dari masjid dan kebetulan melewatiku.Kamu berjalan membelakangiku dan menuju kelasmu.Dalam hati aku sebenarnya takut.Takut, iya, takut kamu akan memiliki teman baru yang lebih dekat denganmu ketimbang aku.
.
.
“Homyy!” aku terkejut karena kamu tiba-tiba muncul dari jendela kelas saat aku sendang mengerjakan tugas disekolah pada jam istirahat.Kurakan pandangan teman-temanku yang berada dikelas menatap dengan iri.Aku sering dengar membicarakan hubunganku yang sangat dekat denganmu.
“Kira-kira, kalau gue daftar OSIS bisa ngga ya?” aku diam sejenak.Jelas tanpa perlu dipikirkan pasti kamu bisa diterima dengan mudahnya.Aku tau kamu aktif, kreatif dan pintar.Apalagi kamu sudah berhasil membawa nama sekolah untuk juara baca puisi padahal masih belum genap berada disini.Hanya saja, jika kamu berada di organisasi itu, artinya kamu akan lebih sibuk.Kamu akan lebih sering berkumpul dengan mereka.
“Bisa, kok.Pasti!” Aku memberimu semangat sebisaku.Secercah senyum bahagia terlukis diwajahmu.
“Kelas 8 juga bisa daftar kan?Ayo, biar kita bareng.” Aku hanya menggeleng.Bagiku kelas 8 sudah saatnya fokus untuk ujian.Lagipula aku sudah kecewa saat ditolak pada pendaftaran tahun lalu.
“Bisa, tapi gue  ngga mau.Tenang, kalau nanti lo kesusahan gue bisa bantu kok.Toh, atasan lo nanti juga teman seangkatan gue.” Ujarku sambil tersenyum.Aku akan menjadi orang yang selalu mendukungmu.
.
.
“Sudah dengar, katanya Fadiel jadi calon ketua OSIS tahun depan.Keliatan sih, kinerjanya bagus.” Suara bisik dari teman angkatanku ke teman lainnya menarik perhatianku.Aku menghentikan fokusku dari ponsel.
“Iya, keren sih.Dia juga deket sama ketua MPK, si Ranti.”
Aku memutuskan pergi menjauh dari dua orang yang sedang membicarakanmu.Sebenarnya tidak ada alasan jelas mengapa kini aku selalu menghindari setiap topik yang membahasmu.Akuu selalu pergi dan mengalihkan topik tiap teman sekelasku menanyakan tentangmu.Oh, bukan tidak ada alsan yang jelas.Tapi aku tidak mau mengakuinya.
Aku tidak mau mengakui bahwa bukan aku lagi yang paling dekat denganmu sehingga aku tak pernah bisa lagi menjawab jika seseorang bertanya tentangmu padaku.Aku tidak mau mengakui bahwa kini kamu jauh lebih dekat dengan Ranti.Sudah kuduga, aku akan kehilanganmu pada akhirnya.
“Lo sibuk sih.” Katamu pada suatu hari.
Sebenarnya siapa yang sibuk? Aku hanya mengisi waktu lowong yang biasanya kuhabiskan bersamamu.Aku menghabiskan waktu dengan teman-temanmu yang kini selalu ada untukku.Tapi setiap saatnya, aku selalu berandai.Berandai mengingat padahal dulu kita menghabiskan waktu bersama.Namun kini, kita jarang bertemu bahkan berkomunikasi karena aku yang sibuk.
.
.
Yogyakarta, Malioboro Outing Class hari terakhir Waktu untuk membeli oleh-oleh
“Homy, kamu beli oleh-oleh apa untuk orang-orang di Jakarta?” aku berpikir keras memilih benda apa yang bagus untuk kujadikan oleh-oleh.
Tanpa pikir panjang, aku memang sudah memasukkanmu di daftar nama orang yang akan kubawakan oleh-oleh.Kuakhiri keputusanku dengan membelikan 3 tas model untuk lelaki.Satu untuk adik kelas lelaki yang dekat denganku, satu untuk Halim, adik kelas yang dekat denganku saat ujian semester beberapa hari sebelum Outing Class, dan satu lagi untukmu.
“Kak, adek mau ini yah?” sesampainya dirumah, ternyata adik lelakiku menginginkan tas juga meski aku sudah membawakan oleh-oleh lain untuknya.Dia adik kesayangku.Aku tidak berani menolak keinginannya.Aku hanya mengangguk ikhlas.
Kini tas itu tinggal dua.Salah satu dari tiga orang tidak jadi mendapatkannya.Kuputuskan Halim yang tidak jadi kuberikan, toh aku memang tidak janji kepadanya.Lagipula dia primadona, pasti banyak gadis lain yang mengaguminya diam-diam dan membelikannya oleh-oleh.
Esoknya...
Aku melangkahkan kaki dengan semangat menuju masjid.Meski jam bebas, tapi aku tetap datang ke sekolah karena akan ada absensi.Setelah absensi berlangsung, aku langsung membagikan oleh-oleh dariku agar tasku lebih ringan.Kini tersisa tas yang akan kuberikan padamu.
Kamu sibuk.Seharian disekolah aku tidak bisa bertemu denganmu.Tampaknya anak-anak OSIS memiliki tugas di hari ini sehingga mereka tidak kelihatan.Sekolah mulai sepi, dan kamu masih belum menampakkan batang hidung sekalipun.Aku yang hanya duduk dimasjid sambil bercanda ria dengan teman-teman yang lain.Disisi lain masjid, kulihat ada Halim yang juga sedang bercanda dengan temannya.
Rasa lapar tiba-tiba muncul.Aku mengajak beberapa teman untuk membeli makanan, tapi rupanya mereka sedang menghemat uang saku dan juga sedang tidak lapar.Akhirnya aku memutuskan untuk pergi sendirian kearah kantin.Ditengah jalan, Ranti keluar dari ruangan yang akan kulewati untuk pergi kekantin.Ia berjalan kearah kantin juga.Jarakku dan Ranti hanya sekitar satu sampai dua meter.Entah mengapa aku sedikit enggan menyapa Ranti.
Tiba-tiba dari arah berlawanan, kamu berjalan sambil tersenyum senang.Kamu masih menggunakan jas OSIS.Aku tersenyum karena akhirnya menemukanmu.
“Ran, oleh-oleh buat gue mana?” Pertanyaan itu terlontar untuk Ranti.Gaya bahasa yang sama saat aku berbicara denganmu.Kamu memanggil Ranti tanpa embel-embel ‘Kak’.Tapi aku paham, siapa saja bisa dekat denganmu.Itu tidak membuatku sedih.
Namun senyumku sirna saat itu juga.Kamu mengabaikanku.Melewatiku begitu saja.Padahal aku tidak jauh dibelakang Ranti, seharusnya kamu melihatku.Bahkan kamu tidak melihat kearahku sedikit pun.Rasanya aneh.Rasanya seperti tidak ada kedekatan yang ada diantara kita hingga bisa saling menyapa.
“Eh, hai Homy.” Aku hanya tersenyum pada Ranti saat ia menyapaku.Setelah membeli makanan ringan, aku langsung kembali ke masjid.Lagi, aku tidak melihatmu dimanapun.Entah ada apa denganku, wajar atau tidak, tapi aku marah.
Aku kembali ke masjid.Beberapa temanku sudah pulang.Rasa kesal masih ada dihatiku.Aku mendekat kearah tas, mengambil oleh-oleh yang seharusnya untukmu.Aku berjalan ke arah Halim yang sedang sendirian.Dia melihatku bingung.Memang aku tidak sedekat itu dengan Halim untuk memberikan oleh-oleh.Aku menyerahkan barang itu ke tangan Halim.Tentu saja dia kebingungan.
“Oleh-oleh, Lim.Buat kamu.” Senyum manis dari bibir Halim muncul.Senyumnya benar-benar manis.Beberapa adik kelas seangkatan Halim melirik kesal kearahku.Aku mengabaikannya.Aku pergi, mengambil tasku lalu meninggalkan sekolah yang sudah sangat sepi.Hanya ada anak-anak OSIS dan beberapa anak yang masih belum dijemput.
Setelah itu? Esoknya tampak berbeda.Kamu dan aku asing.Aku yang sebenarnya hanya kesal saat itu saja, kini merasa benar-benar kamu abaikan.Saat jelas-jelas aku menyapamu, kamu melewatiku seakan aku hanya sebuah angan.Kamu marah padaku, entah apa alasannya.Ini bukan kali pertamanya.Aku akan membiarkanmu untuk beberapa saat sampai amarahmu hilang.
.
.
“Homy!!” Aku terbangun mendengar suara Hasya yang bak alarm kebakaran, nyaringnya luar biasa.Anehnya Zahra dan Syifa masih terlelap setelah teriakan nyaring Hasya.Tampaknya mereka sangat kelelahan.
“Aku udah tanya kek Mbak Zizi, hari ini ngga ada kegiatan dadakan kok.Sekarang aja yuk?” Hasya memelankan suaranya dan duduk diatas kasurku.Pintu yang tadi terbuka lebar sudah Hasya tutup.Aku melirik sebentar kearah jam yang sudah menunjukkan pukul 4 sore.
“Udah izin, Sya?” Tanyaku memastikkan. “Aman, Mbak Zizi juga nitip bahan makanan.” Hasya mengucungkan jempolnya sambil tersenyum sumringah.
“Bedua doang nih?” Aku memastikan lagi yang juga dibalas anggukan oleh Hasya.Akhirnya aku beranjak dari kasur dan memasuki kamar mandi.Aku mencuci muka dan gosok gigi, setidaknya agar tidak terlihat kusut.
Aku sudah rapih dengan pakaian dan hijab.Aku menggunakan rok mekar warna hitam dengan baju oversize bewarna krem.Tidak lupa handsock untuk berjaga-jaga apabila lengan bajuku terkibas dan tidak menunjukkan aurat.Aku mengenakan khimar hitam panjang.Karena akan pergi ke toko buku, tak lupa aku menggunakan kacamata bulatku.Meski jarang digunakan kecuali diwaktu-waktu tertentu, tapi benda ini salah satu aksesoris penting untuk membaca.
“Yuk.” Kataku pada akhirnya.Aku dan Hasya jalan berdampingan keluar asrama menuju gerbang sekolah.Sebelum keluar kami berpamitan dengan Mbak Zizi selaku penanggung jawab asrama putri.Mbak Zizi mengingatkan agar kami tidak lupa akan titipannya.Meski sebenarnya bahan makanan adalah tanggung jawab sekolah untuk anak asrama, tapi Mbak Zizi sering mengajak anak asrama putri berbincang sambil makan jajanan atau belajar memasak.Tujuannya agar kami tidak merasa stres akan kegiatan sekolah.Sebab, sebenarnya jarang kesempatan untuk kami keluar asrama seperti sekarang ini kecuali memang waktunya pulang ke rumah tiap sebulan sekali.
“Kita ke toko buku dulu atau belanja dulu?” Tanyaku.
“Toko buku, ngga enak kan kita bawa belanjaan banyak ke toko buku.”
.
.
Rak-rak tinggi memaparkan novel-novel dengan cover dan judulnya yang sangat menarik.Beberapa novel itu merupakan karya penulis favoritku.Hampir semua karya mereka kubeli karena cukup bermanfaat.Bukan cerita romansa anak remaja, namun juga menceritakan hikmah tentang suatu kejadian.Novel mereka banyak yang membuat pikiranku menjadi lebih positif.Kelak, aku berharap bisa menjadi seperti mereka.
Kulirik Hasya yang sedang memilih buku di sampingku.Ditangannya sudah menampung sekitar 7 buku tebal.Aku menggeleng pelan.Padahal ia tak bawa uang banyak untuk membeli buku sebanyak itu.Kurasa aku akan lama menunggu ia menimbang-nimbang buku mana yang akhirnya akan ia beli.Buku-buku itu akan berkompetisi menjadi finalis yang akhirnya akan berakhir dimeja kasir dan debut di rak buku milik Hasya serta bergabung dengan finalis-finalis sebelumnya.
Tak lama akhirnya Hasya duduk dipinggi ruangan untuk melaksanakan seleksi yang cukup berat.Alisnya mengerut sambil menatapi cover buku satu persatu.Matanya fokus sambil membaca sinopsis novel dengan perlahan.Aku memutuskan melihat-lihat buku bagian puisi.
Suatu yang mengejutkan, aku melihat dua buku yang memuat karyaku dijajarkan bersama penulis puisi lainnya.Meski keduanya buku antologi, tapi ini membuatku merasa spesial.Aku memang pernah dengar ada salah satu pemuisi yang mempromosikan kedua buku itu.Aku tidak tau siapa, tapi setelah itu uang hasil penjualan masuk terus-menerus.
Aku terus melihat-lihat buku disekitar hingga 30 menit berlalu.Hasya akhirnya selesai menjalankan seleksi bukunya dan pergi kekasir.Tampak hatinya begitu berat mengembalikan sisa buku yang tak jadi ia beli.Yah mau bagaimana lagi, ia tak mungkin menghabiskan semua tabungannya hanya untuk novel.Hal itu juga akan memancing Mbak Zizi berceramah panjang mengingat novel yang dibeli Hasya mengisahkan kehidupan romansa remaja yang sedang sukanya berpacaran.
Aku dan Hasya keluar dari toko buku.Langit mulai gelap.Jam sudah menunjukkan waktu maghrib.Kami bersinggah dimasjid sekitar untuk shalat maghrib.Tidak jauh dari masjid ada mall besar yang didalamnya menjual bahan makanan yang lumayan lengkap.
Selesai menjalankan shalat maghrib, aku dan Hasya langsung menuju ke mall.Aku dan Hasya berpencar untuk mencari titipan Mbak Zizi.Aku tersenyum haru melihat titipan Mbak Zizi yang menunjukkan seberapa dia perhatian terhadap kami.Ia bahkan membelikan makanan kecil untukku, dan beberapa makanan kecil yang juga kutau makanan kesukaan anak-anak yang lain.Setelah berkali-kali diperiksa agar tidak ada titipan yang terlupa, akhirnya kami pergi kekasir untuk membayar.
Tiba-tiba ponsel disaku bajuku bergetar singkat sebanyak 3 kali.Sepertinya seseorang mengirimiku pesan.
[Homy] [Masih bisa keluar asrama?] [Ke tempat kemarin bagaimana?]
Isi pesan dari Nathanael membuatku mengerutkan mata.Kenapa dia selalu mengajakku pergi saat langit sudah gelap?Sebenarnya tidak salah, namun aneh saja.Padahal ada siang hari yang lebih leluasa, namun mengapa memilih malam hari?
[Ya, duluan] [Aku otw]
“Sya, aku pesenin ojek yah buat anter ke asrama?” Tawarku pada Hasya.Hasya menatapku penuh pertanyaan. “Aku mau ketemu Kak Nath sebentar.” Hasya mengangguk mengerti dan mengiyakan tawanku untuk diantar oleh ojek langgananku.
Aku berpisah dengan Hasya setelah keluar dari mall.Aku lanjut berjalan kaki ke tempat kafe.Lagi, angin malam terasa begitu dingin.Mungkin memang aku yang tidak biasa keluar dimalam hari setelah berada di asrama.
Ditengah kesunyian malam dengan gelapnya jalan yang hanya dibantu penerangan dari perumahan dan toko.Malam ini tidak terlalu ramai seperti malam sebelumnya.Suara dari papan videotron memecahkan keheningan.Videotron itu menampilkan minuman segar untuk diiklankan.Namun, tayangan iklan selanjutnya membuat kakiku terpaku.Mataku terpatung menatap sosokmu lurus.
.
.
Ditengah ramainya info karantina akibat pandemic, ramai sosial media sekolah membanggakan prestasimu.Kamu memenangkan lomba baca puisi nasional.Menurutku itu adalah hal hebat.Dari lubuk paling dalam, aku ingin mengucapkan selamat untukmu.Tapi bahkan kini kontakmu di ponselku sudah tidak aktif.Mungkin lain kali akan kuucapkan.
[Homy, jangan lupa belajar untuk olimpiade ya]
Notifikasi yang muncul di layar ponselku seketika membuatku teringat bahwa aku masih belum selesai belajar.Materi kelas 8 sudah kukuasai, tinggal materi kelas 7.Dikepalaku hanya terlintas untuk meminjam buku pelajaran milikmu.Kuputuskan segera mengirimimu pesan.Tidak terkirim.Wah aku lupa, nomormu tidak aktif.
Satu-satunya orang yang bisa kutanyai soal kontakmu hanya Ranti.Aku mengirimi pesan kepada Ranti agar memberitauku kontakmu.Syukurnya Ranti fast respon.Tanpa lama ia mengirimiku kontak WhatsApp mu.Lucu, bukan?Aku bahkan mengetahui kontakmu dari Ranti.Hah, sudahlah.
.
.
Itu kamu.Kamu ada disana.Videotron itu mengapresiasikan prestasimu.Senyummu mengembang disana.Kamu baik-baik saja, fakta itu memancing senyumku.Senang, juga sedih.Miris, kita yang dulu sangat dekat, namun berbeda sekarang.Bahkan tentangmu pun aku mengetahui dari papan videotron itu.Aku mecoba mengalihkan pandangan dari videotron itu.
Diujung penglihatanku, ada gadis berdiri disampingku.Matanya juga tertuju kearah videotron itu.Gadis manis yang sopan, orang yang sama saat menabrakku di malam sebelumnya.Lihat?Gadis manis itu terbengong melihat sosokmu di videotron.Diapun kagum.Hey, meskipun aku bukan lagi orang terdekatmu.Tapi aku tetaplah orang yang paling mendukungmu.Anggaplah aku penggemarmu.Kamu punya penggemar yang pernah dekat denganmu, dan pernah diam diam menyukaimu.
“Aku suka cara kakak dipapan videotron itu menyampaikan puisi yang ia baca.” Gadis kecil itu mengeluarkan suaranya yang lucu.Sepertinya ia sosok yang selalu mengikuti update tentangmu sejak lama.Cara ia memujimu seakan sudah mengenalmu dalam waktu yang panjang.Dia penggemarmu, mungkin.
“Oh, ya? By the way, kamu mau kemana malam-malam begini?” Tanyaku basa-basi.Sebenarnya sedikit penasaran apa yang dia lakukan di malam hari ini dan malam sebelumnya di tempat seperti ini.
“Oh aku habis dari kafe diujung jalan sana, Kak.” Jawabnya dengan aksen yang sangat lucu.Lesung pipinya muncul dibarengin dengan senyum yang manis.Jari telunjuk mungil itu menunjuk kearah kafe dengan warna dominan merah muda, kafe milik temannya Kak Nico. “Sekali-kali kakak bisa coba berkunjung, enak loh tempatnya.” Ujarnya mengacungkan kedua jempol tangannya.
“Setiap hari kamu kesana?” Tanyaku lagi.
“Ngga setiap hari sih, tapi sering aja kesana sama teman-teman sepulang sekolah.Kadang ngobrol. Kadang kerja kelompok.Pokoknya udah jadi tempat tongkrongan gitu.” Ceritanya sambil memainkan jarinya. “Mungkin dari luar kurang menarik, Kak.Awalnya aku juga berpikir kayak gitu.Sampai akhirnya aku diajak Mas pacar kesana, eh malah nyaman.” Dia asik bercerita seakan sedang mempromosikan kafe itu.Cara berceritanya sangat asik, mungkin ia pantas menjadi promoter kafe tersebut.
“Ohh gitu, Kakak langsung kesana ah!” Ucapku semangat untuk berkunjung ke kafe itu, seakan ia berhasil mempromosikan dengan baik.Walau memang sejak awal tujuanku untuk datang kesana.
“Jangan lupa ajak pacar Kakak yah.” Gadis itu melambaikan tangannya sambil menjauh.Aku hanya tersenyum dan berjalan kearah kafe.
Ah, aku lupa menanyakan namanya.Mungkin kedepannya aku akan sering bertemu dengannya saat datang kesini.Toh, aku bisa bertanya tentang namanya lain kali.Atau bertanya ke Kak Nico, dia orang yang akan hafal nama pelanggan yang sering berkunjung, apalagi gadis itu sangat menonjol dengan penampilannya yang cantik.
Aku memasuki kafe yang keadaannya tidak jauh berbeda, hanya ada beberapa pengunjung.Senyum Kak Nico menyambutku, namun ia sibuk membuat minuman yang sudah dipesan oleh pengunjung lain.Aku menyapu ruangan mencari sosok Nathaniel.Nihil.Dia masih belum datang.Akhirnya aku memilih duduk dikuris yang sama dengan malam sebelumnya.
Aku melepaskan jaket tebal yang kugunakan, meletakkannya disandaran kursi.Kuletakkan buku kecil milikku diatas meja serta alat tulis lainnya.Udara tiba-tiba terasa dingin.Tampak angin mulai bertiup kencang diluar kafe.Ranting-ranting pohon bergoyang mengikuti alunan arah mata angin.Rintik hujan mulai turun.Hujan lagi.
Aku datang ke arah kasir untuk memesan minuman hangat dan makanan ringan untuk menunggu Nathaniel datang.Kak Nico menerima pesananku dengan anggukan dan mempersilakan aku duduk kembali.Ia berkata akan mengantar pesananku ke meja tempatku duduk.Akhirnya aku kembali duduk dikursi tadi.
.
.
“Homy, kok lu sedih?”
Perawakanmu yang biasanya kasar langsung melembut saat aku berwajah murung.Aku hanya menggeleng lemah karena faktanya, tidak ada yang membuatku sedih.Namun sepertinya kamu tak percaya.
“Daripada sedih, lebih baik lu doain gue.” Aku mengerutkan alis, bertanya-tanya apa yang perlu aku doakan untukmu.Kamu tidak dalam musibah, dan tidak ada ujian yang akan kamu jalani sebentar lagi.
“Gue ikut lomba puisi lagi, doain gue bisa terus sampai ke tingkat nasional.” Ucapmu percaya diri dan tentu aku bangga.
“Pokoknya My, kalau gue muncul di baliho dijalanan, gue bakal sebut nama lu sebagai supporter gue yang paling gue sayang.” Ucapmu lagi semangat. “Baliho? Kenapa baliho?” Tanyaku lagi. “Yaiya keren kan, lu lagi jalan, tiba-tiba ada muka gw di tipi-tipi yang dijalanan itu.” Aku tebahak mendengar jawabanmu. “Videotron maksudnya?” Kamu menunduk malu, tapi tetap berusaha membela diri tentunya.Ya, kamu yang tak pernah mau kalah.
.
.
“....Namanya Ranti, kakak kelas saya di sekolah dan supporter saya yang paling  depan saat mendukung saya.” Suara menggema yang dikeluarkan speaker videotron.
Tentu saja, bagaimana bisa aku berharap masih namakulah yang akan disebutkan.Bodoh, jangan berharap, Homy.
1 note · View note
whitemypaper · 3 years
Text
Rekam Sebuah Cerita
Tumblr media
Chapter 1
Mataku terpaku pada satu situs yang menampilkan sekolah impianku.Sekolah yang dikenal elite.Rasanya dengan diriku yang sekarang mustahil untuk bisa masuk kesana.Namun, tidak ada salahnya mencoba.Pandemi ini membuat ambisi belajarku hilang, namun aku akan berusaha semaksimal mungkin jika mendapat kesempatan lolos seleksi tahap pertama.Dengan tangan gemetar aku memasukkan data diriku sebaga pendaftar.Aku berdoa dalam hati setidaknya bisa lolos seleksi tahap pertama.
Dengan hati yang masih dag-dig-dug, aku mengisi pertanyaan yang ada di surat pendaftaran satu demi satu.Tanganku terasa berkeringat dingin.Dalam hati benar-benar berdoa semoga aku mendapatkan yang terbaik.Setelah keperiksa ulang semua data, akhirnya aku meng-klik- tombol submit.Kugenggam mouse laptop dengan keras, berharap tidak ada kesalahan data yang kumasukkan.
[Aku sudah mendaftar]
Aku mengirim pesan pada sahabatku yang juga mendaftar ke sekolah yang sama dengan jalur yang sama denganku.Kurasakan tanganku masih kaku karena rasa takut yang masih menyerang.Setiap saat dan detik, kurasakan jantung berdetak lebih cepat mengingat apakah aku akan lolos tahap pertama atau tidak.
Sebenarnya banyak pertimbangan juga.Mulai dari biaya asrama sampai lokasi sekolah yang jauh.Namun itulah aku.Aku sudah berubah.Aku menjadi sosok yang keukeuh mengejar apa yang kumau.Hanya berdoa, jika rejeki ku disana, maka akan ada jalannya.
.
Aku melangkahkan kakiku melewati genangan-genangan air yang masih tersisa selekas hujan turun.Angin yang masih meninggalkan udara sejuk ditambah udara malam yang juga tak kalah dingin.Aku mengeratkan jaket yang kugunakan, memeluk diriku sendiri untuk setidaknya aku tidak terlalu merasa kedinginan.Lampu dari perumahan dan toko-toko yang masih ramai membuatku tenang meski berjalan sendirian.Baru 1 tahun aku jarang berkunjung, tapi tempat ini sudah banyak berubah.Taman yang hijau dan banyak rumah warga, kini tergantikan menjadi toko kue dan toko lainnya.
Bruk! Seorang gadis menabrak bahu kananku dari belakang.Ia tampak terburu-buru.Meski begitu, ia tetap membalikkan badannya dan meminta maaf.Gadis itu tampak lebih muda dariku, mungkin 1 tahun dibawahku.Ia kembali lagi berjalan dengan cepat dan menghilang dikejauhan.
Aku terpaku ketika mataku menangkap kafe yang tidak berubah sejak terakhir kali aku berkunjung.Kafe bewarna merah muda dengan kaca lebar disekelilingnya.Tanpa disadari, aku tersenyum tipis.Hanya dengan melihat saja, aku teringat tentangmu.Bagaimana kabarmu sekarang? Mungkin canggung apabila kini kita bertemu setelah 2 tahun tidak bicara sama sekali.Kita mulai asing sejak 1 tahun sebelum kelulusanku.Kini aku banyak berubah, mungkin kau pun juga.
Kafe.Dominan merah muda.Aku menyapu sekelilingku, mencari kafe lain dengan warna merah muda.Nihil.Hanya kafe dihadapanku yang memiliki warna merah muda.Kafe tempat aku memiliki janji bertemu dengan seseorang, ternyata kafe yang sama dengan yang ada diingatanku.
Aku memasuki kafe dengan masih terbayang-bayang tentang masa lalu.Tentang dimana kita sering berkunjung bersama  untuk belajar, kerja kelompok atau hanya sekedar mengobrol berdua.Aku merindukan masa-masa itu.Setidaknya, masa-masa sebelum kita menjadi asing.
Sejuk, namun hangat.Suasana dalam kafe membuatku merasa lebih baik.Aku berjalan menghampiri seseorang yang sudah melambaikan tangannya kearahku.Pria yang umurnya 2 tahun diatasku itu tersenyum sumringah menyambutku.Kulitnya putih, matanya sipit, senyumnya manis.Style dan postur tubuhnya bisa dibilang sempurna.Saat pertamakali melihatnya, aku berpikir ia adalah artis Korea.
Aku melepas jaket dan duduk didepannya.Tiba-tiba, dia terkekeh kecil sambil memperhatikanku.Aku memeriksa apakah ada yang salah dengan pakaianku sehingga Nathaniel, pria itu terkekeh cukup lama.Melihat tingkahku, dia malah tertawa semakin keras sambil memegangi perutnya.Aku hanya pasrah dan duduk sambil memanyunka bibir.
“Kenapa sih, Nath?!” Tanyaku tak terima karena ditertawakan tanpa tau sebabnya.
“Kamu tadi ngapain didepan pintu sambil bengong gitu?Padahal aku udah jelas bilang kafe warna merah muda.” Nathaniel kembali tertawa cekikikan, “Terus pakaian kamu rapih kok.” Lanjutnya setelah puas tertawa geli.
Aku hanya menyeruput teh hangat yang sudah tersedia sebelum aku datang, malas menanggapi sosok didepanku yang sangat suka berbuat iseng.Melihat aku yang cemberut, Nathaniel memasang ekspresi bebek seakan sedang menahan tawa lagi.
“Mangkanya, banyak banyakin izin keluar asrama.Jangan didalam terus, sampai-sampai warna merah muda aja harus dibengongin dulu.” Katanya sambil tersenyum iseng.Aku memutar bola mataku malas.
“Mohon maaf nih boss, situ juga anak asrama.Cuman hobinya aja bolos.” Balasku  sambil menatapnya tajam.
“Yaa aku asrama biasa.Kapan aja boleh keluar masuk.Lagian kamu pilih Madrasah, jadi gak bebas kan.” Belanya tak terima.
“Niatku emang lanjut ke MAN, Kak.Asrama itu bonus aja.” Aku balik membela diri, sekaligus mengoreksi kalimatnya yang mengatakan Madrasah itu tidak bebas.
“Iya deh, Ukhti.”
Perbincangan kami terhenti ketika seorang barista meletakkan minuman dan makanan yang sudah dipesankan Nathaniel sebelum aku datang.Aku hendak berterima kasih pada barista itu.Tapi aku terpaku.Kami sama-sama diam beberapa detik saat mata kami berpandangan.
“Heh, heh, bukan adegan film pandangan pertama ya.Mohon ga usah liat-liatan begitu.” Nada jengkel Nathaniel membuatku tersadar.Barista itupun langsung pergi begitu saja setelah tersenyum padaku.
“Cielah pandang-pandangan.Ganteng yah?” Nathaniel seakan mengejekku.
“Yah, kalau dibandingin dengan Kak Nath gantengan dia.” Aku balik mengejeknya.Dia diam.Nathaniel selalu diam kalau dibanding-bandingkan dengan pria lain.
“Astagfirullah, becanda atuh, Kak.” Aku panik ketika wajah Nathaniel murung.Namun nyatanya, dia malah tertawa puas lagi melihat reaksiku yang merasa bersalah.
“Jadi gantengan aku nih?” Aku memutar bola mataku lagi.Aku menyendok nasi goreng yang dihidangkan.Begitulah, walau sedang diajak makan di kafe, tapi pesananku selalu nasi goreng dan teh manis hangat.
“Kenal barista tadi?” Nathaniel melontarkan pertanyaan lagi.
Kenal, jawabku dalam hati.Aku hanya melempar pandanganku keluar kaca.Nathaniel sudah 2 tahun mengenalku, ia paham arti dari reaksiku.Walau kami jarang bertemu langsung dan lebih sering komunikasi lewat aplikasi, tapi dia cukup paham tipe orang seperti apa aku ini.
“Dia orang yang kamu tulis dipuisi antologimu itu!?” Nathaniel terkejut dengan tebakannya sendiri, padahal belum ku-iyakan.Dia menutup mulutnya dengan sebelah tangan seperti orang terkejut pada umumnya.
“Hush, sok tau.” Aku memukul pelan meja bagiannya, “Dulu aku sering kesini, jadi lumayan kenal dengan dia.” Jelasku.
Nathaniel hanya ber’oh’ lalu kembali melanjutkan makanannya.Aku juga mempercepat makanku karena jarum jam ditanganku sudah menunjukkan angka 8, karena aku sudah harus kembali di asrama sebelum jam 9 malam.
Buku antologiku.Buku antologi pertama yang memuat karyaku didalamnya.Buku itu berjudul The Reason Why I Meet U.Kuakui, saat pertamakali mendengar judulnya aku langsung teringat tentangmu.Dibuku itu kutuliskan asal-usul aku mulai menulis, dalam arti aku menceritakanmu.Tentang mungkin saja alasan kita dipertemukan, agar kamu memperkenalkan aku tentang puisi.Walau dulu aku terkesan tak tertarik dengan menulis maupun puisi, tapi kini aku menekuni hoby itu.Sayangnya, kita sudah asing saat itu.Mungkin jika kita masih dekat, kamu yang selalu mendapat juara 1 lomba baca puisi akan mendukungku yang sedang menulis puisi.
“Hei, ayo segera pulang.Kamu sudah harus berada di asrama sebelum jam 9, kan?” Nathaniel mengingatkanku.Aku mengangguk cepat.
Nathaniel pergi kekasir untuk meminta bil dan membayar.Aku kembali mengenakan jaketku dan membenahi hijab yang kurasa sedikit berantakan.Nathaniel pamit pergi duluan setelah membayar pesanan kami.Aku mengiyakannya, karena asrama Nathaniel mewajibkan penghuninya sudah disana sebelum jam setengah sembilan.
Ditengah kesibukkanku merapihkan jaket, aku melirik kearah barista tadi yang juga sedang menjaga kasir.Tiba-tiba ia menoleh kearahku.Sedetik.Dua detik.Aku mengedipkan mataku berkali-kali lalu tersenyum geli.Barista itu juga tersenyum geli melihat tingkahku.Aku memutuskan menghampirinya sebentar untuk sekadar menyapa.
Langkahku terhenti ketika melihat sebuah buku kecil yang dipajang di kafe.Buku itu diletakkan tepat dibelakang meja kasir.Mataku terbelalak kaget.Barista yang tadinya tersenyum kearahku menoleh kebelakang melihat apa yang membuatku segitu terkejutnya.
“Hahaha, kamu benar.Itu buku antologimu.” Barista dengan nametag Nico itu tertawa melihat ekspresiku.Tentu saja, penulis mana yang tidak senang jika karyanya dijadikan pajangan ditempat umum.Aku bertepuk tangan kecil sambil mendekati meja kasir, berusaha melihat lebih jelas buku dengan judul The Reason Why I Meet U itu.
“keren sih keren, tapi kenapa hanya dipajang?” Tanyaku pada akhirnya masih dengan mata berbinar.
“Bosku menyukai isinya, dan lagi dibuku itu ada karya pelanggan setia kami yang sekarang sedang sekolah berasrama.” Jawabnya sambil menunjuk namaku di buku itu.
“Bos? Sejak SMP, ketika aku kesini hanya Mas yang setia di kafe ini.” Ujarku.
“Bos ini sahabatku, namun dia jarang kesini.” Aku hanya ber’oh’.
Aku berpamitan kepada barista Nico karena takut tidak bisa datang tepat waktu di asrama.Aku mengatakan besok pagi aku akan datang kesini lagi.
“Datanglah sebelum jam 8 kalau ingin berbincang banyak.” Ujarnya.Aku hanya mengangguk dan lekas pergi.
Langit tampak semakin gelap, namun kerumunan orang-orang semakin ramai.Aku menelepon ojek yang biasanya mengantarku ke asrama.Kebetulan dia ada didaerah sekitar tempatku menunggu, alhasil aku tak perlu menunggu lama.Dia datang beberapa menit kemudian dan siap mengantarku.
Aku sampai tepat waktu.Gerbang Madrasah tempatku bersekolah yang kelihatan begitu megah.Meski sudah jalan 2 tahun, aku masih sangat ingat betapa gelisahnya diriku saat mendaftarkan diri dengan jalur unggul berasrama yang tampak sulit saingannya.Setiap bertemu dengan orang, aku selalu meminta doa agar aku lolos seleksi setidaknya tahap 1.
Angin semakin kencang, tampaknya hujan akan turun.Aku langsung segera melangkahkan kaki kedalam asrama.Lampu kamar sudah banyak yang padam.Aku melangkah dengan hati-hati karena takut mengganggu orang yang sedang tidur.
.
.
Setiap harinya aku masih gelisah.Tentu saja, H-7 pengumuman seleksi tahap satu membuatku semakin deg-degan.Bahkan aku juga meminta doa darimu agar aku mendapat yang terbaik.Aku hanya merasa ada yang kurang jika tidak memberi taumu bahwa aku mendaftar ke MAN X impianku.Sejak dulu kamulah yang menyemangatiku dan membuatku berpikir positif.Yah, walau itu dulu.
Tiba-tiba bunyi notif dari ponselku mengalihkan pikiranku.Ada tiga pesan masuk yang belum dibaca, dan itu darimu.
[Homy, Homy] [Bagaimana] [Udah pengumuman? lo keterima?]
Kaget.Aku tak berpikir kamu akan memperhatikanku sejauh itu sekarang.Senyumku terukir.Aku merasa berada di keadaan dulu, ketika kita masih dekat.
[Belom] [Pengumumannya minggu depan] [Sumpah, degdegan bangeeet]
[lo bisa hey, ayolah] [Dulu juga, lo merasa ga bisa masuk MTs Y, tapi nyatanya malah masuk kelas unggulan] [gw yakin kali ini lo juga bisa]
Aku tersenyum.Mengaminkan kata-katamu dalam hati.Semoga kali ini aku bisa.
[Tapi kenapa ngga ke MAN T?] [Lebih dekat dr rumah, bagus pula]
[Hmm... pengen coba yang baru aja] [kalau lo?Nanti lulus ingin kemana?]
[Smk? Ga tau sih, belom tau] [Tapi ga mau MAN] [Pengen lingkungan baru aja]
Sejak dulu kita memang banyak kesamaan.Dari cara sosialisasi dan lainnya.Mungkin itu yang sejak dulu selalu membuat topik pembicaraan kita seru.Kita mirip.
Pembicaraan berlangsung panjang.Ini pertamakalinya kami bicara banyak setelah 1 tahun tidak komunikasi, walau hanya lewat pesan.Pola pesan berkepanjangan lagi-lagi membuatku teringat kita dimasa lalu.Tapi yasudahlah.Aku tak bisa terus terpuruk karena kehilanganmu.
[Makasih, Homy.Tadinya gw mau nyemangatin lo, tapi malah gw yang lu semangatin.]
Aku tersenyum.Pembicaraan kita terputus.Ya, tidak ada lagi yang bisa dibicarakan.Setidaknya aku sangat berterimakasih dengan kata-katamu.
.
.
Aku berjalan kaki sendirian menuju kafe.Ojek yang biasa mengantarku menurunkanku diujung jalan.Jalan masih sepi.Toko-toko juga sedang bersiap untuk menerita pembeli.Ketika aku sampai didepan kafe, masih terpasang papan bertulisan close menggantung di gagang pintu.Aku tetap memasuki kafe dan mengabaikan tulisan itu.Didalam, ada barista Nico yang sedang merapikan cangkir-cangkir bersama satuu orang lagi yang sedang membantunya.
Orang itu tidak menggunakan pakaian barista atau nametag.Saat melihat pertamakali aku sadar dia ada keturunan darah China.Ia menggunakan sweater merah muda yang terlihat cocok untuknya, meski ia seorang pria.
“Hai Hom Hom, ternyata kamu datang dengan tepat waktu.” Nico tersenyum padaku sambil melayangkan love hand sebagai apresiasi, ciri-ciri cowo yang suka menggoda teman perempuan di film-film, hahaha.
“Apa itu Hom Hom, hih.” Aku menaikkan sebelah alis mendengar nama panggilanku yang tiba-tiba.Aku duduk dimeja yang berhadapan langsung dengan meja barista.Karena sedari tadi aku mengenggam ponsek, kini kuletakkan ponsel itu di meja.
Nico dan pria itu menyudahi kesibukannya.Nico langsung duduk didepanku, sedangkan pria bersweater pink itu membuat 3 cangkir teh hangat untuk dihidangkan.Tangannya tampak mahir dalam menghidangkan teh.Mungkin dia juga barista disini yang sedang libur.
“Bagaimana?” Aku bingung dengan pertanyaan dari Nico.
“Apanya?”
“Pacarmu, yang kemarin.” Nico melanjutkan pertanyaannya.
“Ngga ada.Yang kemarin teman aja.” Jawabku menggeleng cepat.
“Tahun lalu, saat kamu baru lulus, beberapa anak dari MTs mu sering berkunjung kesini.” Katanya, “Maksudku, selain Fadiel.” Aku hanya tersenyum tipis.Menatap sendu kearah cangkir teh.
“Sekarang Fadiel apa kabar?” Tanyaku kepada Nico.
“Kenapa baru bertanya sekarang?Aku pikir kamu lupa dengannya.” Jawaban Nico membuatku tertegun.Mana mungkin, batinku.Namanya masih melekat diingatanku, begitu juga dengan ingatan bersamanya.
“Dia punya pacar, loh.Bagaimana dengan mu?” Nico dengan nada mengejeknya sengaja membuatku kesal.
“Aku mungkin emang ngga mencerminkan siswi Madrasah lainnya yang menjaga diri banget.Tapi aku tetap ngga pacaran.” Aku memutar bola mataku, malas.
“Demi? Kamu ngga pacaran?” Pria bersweater pink itu menyahut cepat.Matanya yang sipit terlihat lebih besar.
“Demi-kian dan terimakasih.” Aku tersenyum layaknya mba-mba minimarket.
“Padahal, masa-masa SMA biasanya pada demen pacaran.” Komentarnya lagi.Pria itu memilih duduk dikursi yang terletak disebelahku.
“Ya beda, Kak.Aku Madrasah loh.” Belaku.
“Sean, panggil aja Sean.” Ia menyebutkan namanya.Cocok, wajahnya manis menggambarkan semanis kata sean disebutkan.
“Sebenarnya aku menyuruhmu datang untuk membantuku merapikan cangkir dan yang lainnya.Tapi kamu telat.” Nico tampak kecewa denganku, seakan aku pegawai magang yang telat pada hari pertama.Tak disangka, Sean menjitak kepala Nico. “Kamu berani minta bantuan ke pelanggan, ha?Mau kupecat?!” Aku hanya tertawa melihat mereka bertengkar.Tubuh Sean lebih kecil dari Nico, tapi tampaknya Sean lebih kuat.
“Wait, jadi Kak Sean bosnya Kak Nico?” Nico tersenyum bangga sambil mengelus kepalanya, “Ya kan?! Perawakan kayak dia ga keliatan sebagai bos.” Lagi, Sean mendaratkan tangannya di kepala Nico.Aku tertawa terbahak-bahak melihat tingkah mereka.
“Hei, sepertinya udah mulai terik deh.Aku pulang aja.” Aku melirik kearah jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
“Kamu pergi sendirian?”
“Ngga, aku dijemput sama ojek diujung jalan sana.” Aku menjawab pertanyaan Sean disambili membenahi pakaian, bersiap pamit.
“Aku antar sampai sana.” Nada Sean yang tadinya terdengar akrab, kini terdengar seperti tak terima penolakan.Aku hanya mengangguk takut.
Aku pergi keluar kafe bersama Sean.Nico melambaikan tangannya dari meja kasir sambil melontarkan kalimat-kalimat yang merujuk seperti menjodohkan kami.Hening setelahnya.Matahri mulai terasa panas.Kurasakan panas dikedua pipiku.
“Aku pernah mendengar sedikit cerita adik kelasmu tentang kamu di kafe.” Sean menahan kalimatnya.Aku menatapnya terus menunggu ia melanjutkan kalimat yang menunjukkan bahwa adik kelasku membicarakanku.
“Pendapatku saja sih, tapi kamu terlalu abai terhadap orang yang selalu ada untukmu.” Lanjutnya.Kami sampai ditempat aku menunggu ojek yang akan menjemputku.Sebenarnya aku belum mengirimi pesan untuk dijemput.
“Maksud Kak Sean bagaimana?” Tanyaku memastikan.Sebab aku merasa tidak pernah melakukannya.
“Seperti, sebenarnya kamu merasa diperlakukan istimewa oleh seseorang.Tapi kamu selalu menangkis kemungkinan bahwa seseorang itu tertarik padamu.” Jelasnya, “Itu berdasarkan cerita yang kudengar...” Imbuhnya lagi.
“Mungkin saja, pria yang kemarin bersamamu.Atau ada orang yang tidak kamu sadari memperlakukanmu dengan spesial.Jadi, lebih peka aja.” Aku mencerna dan mencoba mengingat-ingat perkataan Sean. “Jangan dipikirkan, aku pergi dulu.” Katanya lalu pergi kearah kafe lagi.Meninggalkan aku yang masih mencerna perkataannya.
Nath? Menyukaiku? Atau orang lain yang tidak kusadari?
Ah, masa bodoh.Panas matahari semakin menjadi-jadi.Aku meraih ponselku untuk menghubungi ojek.Saat melihat layar ponse, terdapat 5 pesan belum dibaca dari Nathaniel.Aku mengabaikan pesan itu karena sudah tidak kuat dengan panasnya matahari.Rasanya ingin segera sampai di asrama.
.
.
2 notes · View notes
whitemypaper · 3 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
[MEMPERINGATI HARI TUBERCOLOSIS SEDUNIA]
Tahukah kamu, kalau pada tanggal 24 Maret lalu baru saja diperingati sebagai Hari TBC Sedunia loh! yap, TBC sendiri merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycobacterium tuberculosis . Fakta menariknya, ternyata seseorang yang mengidap TBC , meskipun itu termasuk penyakit kronis, bisa sembuh lho! Namun, tetap saja, mencegah lebih baik daripada mengobati. Yuk langsung kepoin bagaimana seluk-beluk TBC dan bagaimana cara kita mencegahnya! di link dibawah ini!
https://www.instagram.com/p/CNFDT3lMeC_/?igshid=ercxkwtayw24
#MenebarManfaat
#pahlawanpenebarmanfaat
#relawanbermanfaat
#tinggalkanjejakbaik
#menjadibermanfaat
#untukkitasemua
1 note · View note