Tumgik
#nalang menulis
nalangrangkulbumi · 6 months
Text
Tumblr media
Bena
Peracik: Karmawiyata
Bena, aku datang kepadamu atas ego konflik memandu. Kali ini bukan karena panggilan atas napas yang kau bagi untuk keberlangsungan hidupku; bukan pula utang kayu ara. Aku datang untuk memupus angkara.
Bena, benar berita tentang bilah hatiku pergi selamanya. Pergi hanya tinggalkan utas gema dan bayangan. Suram lampu kuning dan aromanya mengendap di sudut ruangan. Udara rumah yang sering kurindukan kini berubah menyilukan. Tak ayal aku nyaris kehilangan moral. Aku takut berubah buas. Hingga aku berani membisukan, menikam, dan membunuh diriku agar tidak ada yang kecewa. Walau hewan itu sebenarnya terjebak di sangkarnya sendiri.
Bena, langkahku semakin berat. Aku kerap menemui terjal dan tanjakan curam. Mimpi-mimpiku adalah beban terberat dari semua yang kubawa. Sedangkan perjalananku masih lebih berupa aral melintangnya. Jika kupikul ia lebih jauh, ia akan menyakitiku.
Bena, mimpiku adalah satu-satunya bintang di langit yang aku ketahui nama dan rasinya. Pendar cahaya di rembang tengah hari dan petangnya. Bertahta tinggi menyundul langit tanpa apa pun yang mencapainya. Ia membuatku mendongak, berlari mengejar. Naif tangan si kecil meraup bias sia-sia. Barang pemberian mendiang kakek pun tersisihkan.
Bena, tolong bawa mimpi-mimpi ini tenggelam sedalam-dalamnya palung yang bisa kau sembunyikan. Jangan biarkan bulan sekalipun dapat menggapai keadaannya barang secercah sebesar zarah. Aku tidak mau lagi melanjutkan mimpi.
Bena, aku tahu pengorbananku tidak sebesar keberlimpahan alam yang kau berikan kepadaku. Ia hanya sekedar mimpi. Sekedar barang kebetulan berpendar. Aku tidak akan lebih payah membuang mimpi ketimbang ditinggal separuh hatiku. Harapanku telah pupus seperti jejak yang hilang dilimbur pasang. Biarlah aku linglung tanpa haluan. Biarlah lindungan angin membawaku entah ke mana. Pokoknya, aku harus terus berjalan.
2 notes · View notes
timemachineeees · 4 years
Text
Seni Rasa
Hari ini sepulang dari sebuah cafe untuk keperluan menulis aku memasak sayur sop. Dengan ayam, jamur, wortel atau dalam bahasa inggris carrot dan juga bumbu rahasia. Setelah sop matang, aku makan bersama kawan-kawan ku. Yang dimaksud kawan-kawan adalah kharis-zuhdi. Sedangkan jika ada ilyas akan menjadi kawan-kawan-kawan. Bertambah jika ada kawan ku yang lain.
Ternyata, sayur sop yang kumasak tidak habis dalam satu ronde. Karena memang aku masak lebih. Bakda subuh aku turun ke bawah untuk makan lagi, aku hangatkan dan aku nikmati sambil menonton film fury. Entah untuk keberapa kali.
Entah disuapan keberapa, sayur sop ini membawa aku kembali ke Garut di masa kecilku dulu. Kalau kamu tahu, nenek dan kakek dari ayahku yang biasa aku sebut abu dan apa memiliki rumah makan bernama Seni Rasa. Letaknya di jayaraga, atau jalan cimanuk no 144 atau 114 aku lupa. Tepat di depan musadadiyah, bukan muhammadiyah. İtu berbeda dan kamu harus mewajarkannya. Karena perbedaan itu fitrah, seperti yang kamu tahu.
Seni Rasa adalah rumah makan sekaligus tempat aku bermain. Berlari berkeliling meja-meja yang disusun rapi. mengambil kerupuk dan teh botol. Minta uang uang beli mainan atau main ps. Dan juga "dipaksa" makan oleh abu. "Keluarga punya rumah makan tapi anaknya kurus begini" selalu begitu yang abu ucapkan padaku. Lalu diambilkannya sayur sop dan ayam goreng dengan serundeng kelapa di dalam mangkuk bergambar ayam jago. Aku makan. Bukan namaku makan, tapi kegiatan yang sedang aku lakukan saat itu. Mengerti?
Selain sayur sop, terkadang aku juga makan sayur kacang. İtu adalah menu-menu favorit ku di seni rasa. Seni rasa adalah rumah makan yang secara tak langsung abu dan apa hibahkan untuk masyarakat sekitarnya, karena tak jarang warga sekitar, tukang angkot, mahasiswa, pelajar dan bahkan orang kurang waras makan di seni rasa tanpa dipungut biaya.
Yang bekerja disana semuanya keluarga besar ayahku. Yang berarti juga keluargaku. Juga keluarga kamu, kalau kamu keluarga dammy atau kuda.
Mungkin cerita pendek ini tak menceritakan keseleruhan memori ku tentang seni rasa yang kini berganti menjadi vertikal jayaraga. Tapi, ketika aku menulis ini, ada rasa hangat mengalir di dalam dadaku. Aku serius, kalau kamu tahu, terkadang kekuatan kenangan bisa sangat kuat. Hingga terkadang kamu senyum atau tertawa sendiri, bahkan menangis.
Sebagai penutup, Seni Rasa sebuah rumah makan sunda biasa itu menjadi identitas bagi warga sekitarnya. Jika ada yang bertanya kepada warga sekitar, "kamu orang mana?" Mereka akan menjawab "orang seni rasa", bahkan ketika rumah makan itu sudah tidak ada. Kamu tahu kenapa bisa begitu? Aku rasa itu karena Apa dan Abu mengerti tentang hakikat hidup.
Nulung kanu butuh, nalang kanu susah.
Sudah dulu ya, dadah🤺
1 note · View note
nalangrangkulbumi · 2 months
Text
When Both of Us Collapse and You become the Stars to My Universe
Written by: Karmawiyata
I drove the longest road in the middle of importances.
Ripping off my breath
Blood stained on my jacket
Just to see that you are alright
Once a week, I live on the road to wonder
What seems like to adore
Cosmic where my pennies gone
Devoured over your shadow.
Then I drove for another mile
Holding back my worries to make you smile
Love is indeed shredding my chest while
"I am okay" is my white lie
We are made to destroy
A vivid tapestry of physical intact decoy
The colors glashed
I might blast.
Both of us are on the opposite road.
I am facing you, and you are ready for a force
Then we track our way to a point
We're ready to collide.
And that is why
Pieces of you ring on the universe
My universe
Although you are not a complete matter,
I can define among those stars
You are one the brightest.
1 note · View note
nalangrangkulbumi · 3 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Lepas
Peracik: karmawiyata
Kita mengerti bahwa kita sudah tenggelam.
Tolong berhenti. Apapun yang sedang kamu coba lakukan.
Semakin tersara bara, semakin lesap berdua dari permukaan.
Ambil apa yang perlu kamu simpan.
Untukku, tidak perlu kau sisakan.
Maafkan aku yang telah membuat kita berdua tidak bisa bertahan.
0 notes
nalangrangkulbumi · 6 months
Text
Seri Perkamen: Kertas.
Peracik: Karmawiyata
Kamu tidak pernah salah. Dari awal, kertas ini memang kosong sebersih mulanya. Akadku dengan kertas dan pulpen semula adalah ingin menulis sesuatu tentangmu. Setelah menghabiskan waktu banyak memikirkannya, tidak ada kata-kata yang bisa mewakili keindahan eksistensimu.
0 notes
nalangrangkulbumi · 6 months
Text
Seri Perkamen: Jurnal.
Peracik: Karmawiyata
Perihal bilah matamu dan konstelasinya, aku tidak berdusta. Bisa kulihat kesamaannya antara kamu dengan gemintang di atas sana. Kilau netra bak gemintang yang tertutup sabit saat kamu tertawa adalah potongan semesta yang hanya aku seorang yang memilikinya.
Entitas semestaku, sayangku.
0 notes
nalangrangkulbumi · 6 months
Text
Seri Perkamen: Dansa.
Peracik: Karmawiyata
Aku adalah seorang penari yang baik. Namun, jika kamu ada di antara sejumlah entitas rasa ingin mencuri sorot pekat matamu bergemuruh mendecit-decit, melumpuhkan rasa sakit dan nalar.
Coba lihat kemari! Aku ingin kamu memuji molek menariku.
0 notes
nalangrangkulbumi · 6 months
Text
Seri Perkamen: Cincin.
Peracik: karmawiyata
Tidakkah kesekian kalinya aku bilang, bahkan ketika ia remuk terhantam atau hilang tenggelam, ia akan tetap berjiwa? Itu hanyalah simbol untuk mata sang pembenar. Hanya kita yang tahu detil aroma, suara, dan warna ruang rindu kita. Hanya kita berdua.
0 notes
nalangrangkulbumi · 11 months
Text
Tumblr media
Dua Tiga Limanya Sekitar Kita
Peracik: Karmawiyata
Suatu hari, aku dan 3 orang lain menyambangi satu rumah dengan 2 pintu 4 jendela. Semuanya ada di muka kecuali satu pintu berada di atas atap. Fungsinya adalah mengeluarkan udara panas dari dalam rumah. Pemilik rumah itu bilang, “kami hanya akan membuka pintu atap. Pintu depan, kami buang kunci.” Nyaring beliau melolong bahwa kami semua, tamu-tamunya, sebodoh keledai milik pak Herkus. Suguhannya dilempar ke muka kami.
Suatu hari, salah satu dari kami dan 2 orang lain menyambangi satu rumah dengan 1 pintu 3 jendela. Semua jendelanya ada di belakang rumah. Pintu masuknya berada di muka. Fungsinya adalah memberikan sirkulasi udara di dalam rumah. Pemilik rumah itu bilang, “saya membuatnya fungsional. Semua jendela dan pintu kami buka.” Dengan suguhan es sirop manis dan kukis gosong sedikit, kami dijamu dengan hormat.
Suatu hari, salah satu teman kami, temannya dan seorang lain menyambangi satu rumah dengan 1 pintu dengan 8 jendela. 1 pintu diapit 2 jendela, 4 di sisi kanan dan kiri, dan 2 lainnya di belakang. Fungsinya adalah menciptakan pendingin alami di dalam rumah. Pemilik rumah itu bilang, “Aku bikin, ya, bikin aja. Soalnya emang aku, tuh, sukanya yang minimalis.” Belum lama kami bertamu, kami sudah diminta pulang. Ingin segera membereskan urusan dan sendirian. Walaupun malamnya terdengar beliau menangis kesepian. Setidaknya kami sudah disuguhi makanan barat dan minuman manis.
Suatu hari, temannya teman kami mengajak keponakannya menyambangi satu rumah dengan 1 pintu geser dan 4 jendela. 2 di depan, 2 di samping. Pintunya menghadap utara. Fungsinya adalah menciptakan kedamaian dan ketenangan di dalam rumah. Pemilik rumah itu bilang, “perawatannya lebih mudah. Mudah dibersihkan pula. Walaupun tanpa lampu, rumah ini cukup terang di malam hari.” Beliau bertanya hendak minum apa dan meminta kami untuk membuat sendiri. Suguhannya komplit, hanya tinggal menunggu air panas.
Suatu hari, keponakan teman kami, punya teman. Temannya itu mengajak teman-temannya yang lain menyambangi satu rumah tanpa pintu dan jendela. Gelap dan pengap. Fungsinya adalah menutup yang ada di dalam rumah. Keponakan teman kami, temannya, dan teman-teman lain tidak masuk ke dalam rumah tersebut. Mereka berdiri di pinggir atas atap. Mereka berbicara kepada sesuatu yang hanya mereka percaya ada dan mendengar. Satu diantaranya membawa suguhan. Suguhan itu disebar di atas atap. Tanpa diminta atau diusir, mereka pergi sendiri. Suguhannya untuk si tuan rumah.
0 notes