Rindu itu datang pada saat itu,, Saat hati ingin bertemu tapi waktu yang tak mau..⏳🙊 - - #hatihatidenganrindu #hatihatipadawaktu (at SMA Labschool Bandung)
Aku, wanita mencoba segala.
Berjalan maju menghadapi setiap masalah.
“Hidup kok penuh masalah ya?” batinku.
Tapi tetap melangkah saja, kadang terpaksa, kadang memang penuh persiapan menghadapinya.
Sampai di suatu ketika masalah itu sirna.
“Oh hidup ini penuh dengan hikmah ya!” terkagum - kagum mata batin dibuatnya.
“Alangkah indahnya cara-Mu mengajariku..” batinku tersenyum.
Ya, baru ku pahami, mengapa sesorang guru berkata bersyukur memiliki masalah. Sebab jika ridho, hadapi, dan percaya, masalah akan berubah menjadi hikmah.
Hikmah yang menempa diri lebih baik dari sebelumnya.
___
“Sebab kemenangan sejati bukan menjadi lebih baik dari orang lain.
Tapi lebih baik dari diri kita yang kemarin.”
.
“Man shabara zhafira, siapa yang bersabar ia akan beruntung.”
.
Wallahua'lam,
Semangat Senin!
With love,
@rizka.mawaddah
#duniajilbab
#MWnote #kbmo #kelasbelajarmenulisonline #ukhtifillah #semangat #senin
Pict by IG explorer
(Mengenang minimnya hari bertemu yang kita ciptakan dan rasa gengsimu yang semakin merajalela. Sibuk jangan dijadikan alasan, sebab dalam tiap inci langkah hidupmu pasti ada kegiatan. Semua tergantung mana yang kamu prioritaskan.
Salam dari yang tidak pernah diprioritaskan tapi selalu memprioritaskan,
Bercerminlah
Maka kau akan tahu yang ia butuhkan adalah semangat, bukan paksaan
Kau akan tahu yang ia butuhkan adalah sebuah kedewasaan, bukan kekanak-kanakan
Kau akan tahu yang ia butuhkan adalah kasih sayang tulus, bukan kasihan
Bercerminlah
Maka kau akan sadar betapa kau selalu membuatnya serba salah
Kau akan sadar betapa berat hari demi hari yang ia lalui
Kau akan sadar bahwa ia berjuang dengan sisa-sisa semangatnya
Tak selamanya ia akan berada disisimu
Tak selamanya ia akan mencintaimu
Mungkin suatu hari ia menemukan seseorang yang lebih mampu mengerti segala tentang dirinya, kau tak akan pernah tahu akan hal itu
Belajarlah
Belajar untuk mengerti apa yang sungguh-sungguh ia butuhkan
Belajar untuk memahami lebih jauh tentang dirinya
Belajar untuk menjadi lebih dewasa
Belajar lebih untuk menahan segala emosimu
Belajar mengurangi sedikir demi sedikit sifat egoismu
Kau tak akan pernah tahu
Betapa ia berusaha namun selalu kau anggap remeh
Betapa ia tersiksa ketika kau membuatnya serba salah
Betapa ia tak tahu harus berbuat apa ketika semua hal yang ia lakukan selalu salah dimatamu
Hari-harinya tak melulu tentang dirimu
Waktunya tak melulu harus memikirkanmu
Otaknya tak melulu harus memikirkan bagaimana cara untuk membuatmu bahagia
Kumohon sadarlah
Sadarlah bahwa kau bukan satu-satunya yang harus ia pikirkan
Sadarlah bahwa hidupnya tak sepenuhnya untuk melayani sikap manjamu
Sadarlah bahwa mungkin ia jauh lebih bahagia sebelum bertemu denganmu
Sadarlah bahwa ada orang lain yang harus ia bahagiakan terlebih dahulu sebelum dirimu
Sadarlah bahwa kau masih memiliki banyak kekurangan
Minta maaflah padanya
Peluk dengan tulus
Genggam tangannya
Dan buatlah ia kembali tersenyum
Rapihkan rumah mungilnya
Buat ia nyaman berada dirumah
Dan berjanjilan bahwa kau akan belajar untuk berubah, bukan demi dirinya melainkan untuk dirimu sendiri
“Seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi”
Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.
Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman Ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya, “Masya Allah,” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!” Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.
”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya, “Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!” Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.
”Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai ‘Utsman!” ’Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema memenuhi lembah dan bukit di sekalian padang.
“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“
“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”
Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar di baliknya dan bergumam, ”Demi Allah, benarlah Dia dan Rasul-Nya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”
‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki. ‘Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah Bani Makhzum nan keras dan Bani Adi nan jantan, kini memimpin kaum mukminin. Sifat-sifat itu –keras, jantan, tegas, tanggungjawabdan ringan tangan turun gelanggang – dibawa ‘Umar, menjadi ciri khas kepemimpinannya.“ ‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki”
‘Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga Bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman senantiasa. ’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman.
Rasa malulah yang menjadi akhlak cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah dan dibekalinya bertimbun dinar.
Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.
Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai khalifah misalnya.
“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas. “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”
Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.
Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasihat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat, tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasihat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan, tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu, teapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.
Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.
“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar,” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai, dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaannya begini kacau dan rusak?”
“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku. Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”
Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Namun caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali. Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, pahamilah dalam-dalam tiap pribadi.
Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.
Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.
Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.
Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi, tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.
Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.
Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya. Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah.
“Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, tetapi bisa jadi mengandung kebenaran.”
Suatu hari nanti, kita akan dipertemukan dengan seseorang yang benar-benar mencintai kita tanpa alasan. Tanpa dusta dan kepalsuan.
Suatu hari nanti, kita akan dipertemukan dengan seseorang yang membiarkan kita menjadi diri sendiri. Tanpa topeng, dan tanpa kepura-puraan.
Suatu hari nanti, akan ada seseorang yang akan membuat kita yakin, bahwa ternyata, dia adalah sebaik-baik pilihan. Yang mampu membuat kita menetap, tanpa sempat berpikir untuk berpindah tempat.
الأنثى كالقهوة؛ إذا أهملتها أصبحت باردة حتى في مشاعرها
Perempuan itu seperti kopi. Jika engkau abaikan, ia menjadi dingin sampai dalam hal cita rasanya.
عندما تصمت الأنثى أمام من تحب، تأتى الكلمات على هيئة دموع
Saat perempuan diam di depan orang yang ia cintai, maka muncullah banyak kata dalam bentuk air mata.
الأنثى في البداية تخاف أن تقترب منك، و في النهاية تبكي حين تبتعد عنها، قليل من يفهمها …
Perempuan pada mulanya takut untuk mendekatimu. Namun pada akhirnya ia menangis saat engkau menjauh. Sedikit sekali yang memahami ini.
الأنثى تداوي و هي محمومة، وتواسي و هي مهمومة، و تسهر و هي متعبة، و تخزن مع من لا تعرف …
Perempuan itu mengobati padahal ia demam, menghibur meski ia bersedih, bangun malam di tengah lelahnya, dan menangis (bersedih) bersama siapa walau tak dikenalnya …
لا تطرق باب قلب الأنثى و أنت لا تحمل معك حقائب الاهتمام
Jangan kau mengetuk hati perempuan bila tidak membawa sekantung perhatian.
الأنثى الهادئة الناعمة أكثر ضجيجا بقلب الرجل
Perempuan yang tenang dan lembut, ternyata pembuat kebisingan terbesar di hati lelaki.
الأنثى؛ تخشى الخيانة و الفقدان و الغياب و لا تستطيع بسهولة نسيان غائب أحبته، تظل تراقبه من بعد
Perempuan sangat takut pengkhianatan, permusuhan, kehilangan, dan tak mudah melupakan perginya seseorang yang dicintainya, ia rela mengawasinya dari jauh …
الأنثى أن تربي طفلا بلا أب، لكن لا يمكن للرجل أن يربي طفلا بلا أم هنا روعه الأنثى
Perempuan, mampu mendidik anak tanpa seorang ayah. Tapi tak memungkinkan bagi laki-laki mendidik anak tanpa Ibu. Di sinilah keutamaan perempuan.
متى ما كنت رجل تكن لك امرأة
متى ما كنت ذكر تكن لك أنثى
متى ما كنت ملك تكن لك أميرة
متى ما كنت عاشق تكن لك متيمة
فلا تكن لا شيء و تريدها أن تكون كل شيء
Maka janganlah kamu tanpa suatu apa, sedang menginginkannya (perempuan) memiliki segalanya …
عندما تنفخ فيك الروح تكون في بطن امرأة
عندما تبكي تكون في حضن امرأة
عندما تعشق تكون في قلب امرأة
Ketika ditiupkan ruh kepadamu, kamu berada di dalam perut perempuan. Ketika kamu menangis, kamu berada di pelukan perempuan. Dan ketika kamu merasa cinta, kamu berada di hati perempuan.
فالأنثى أمانة ما خلقت للاهانة
فلتحيا كل أنثى، متزوجة أو عازبة أو مطلقة أو كانت أرملة …
Kini ku mulai tau kau berbohong.. Dan ku mengetahui siapa dirinya.. Ku harap kau tahu apa yang harus kau lakukan kepadaku tanpa menyakiti hatiku!.. Aku cmn butuh kejelasan itu saja..