Tumgik
sangmochilero · 7 years
Text
JALAN-JALAN KERINGETAN
Tumblr media
Berkeringat saat traveling merupakan sebuah kewajaran, bahkan keringat bisa dikatakan sebagai indikator kalau metabolisme tubuhmu berjalan sempurna.
Namun mungkin ada diantara kamu yang tidak suka dengan aktivitas yang akan membuatmu mengeluarkan banyak keringat. Alasannya macam-macam, ada karena takut bau badan atau memang tak suka saja berkeringat, apapun jenis kegiatannya.
Kalian yang benci berkeringat bisa jadi suka membatin jika melihat teman, sahabat, saudara, pacar, mantan, atau pacar mantan yang hobi traveling dan suka posting foto-foto di sosmed saat mereka berada di pantai atau di gunung.
Coba siapa yang tidak tergoda dengan pantai berpasir putih dengan air bewarna toska atau hijaunya pepohonan serta eksotisme padang rumput di gunung-gunung.
Namun, ayo kawan! betul kata orang, dunia ini terlalu indah untuk kita sia-siakan. Sayang sekali kalau kita melewatkan hidup begitu saja tanpa “bertafakur” dan mensyukuri nikmat Tuhan berupa alam yang luar biasa sempurna.
Ya, pada kesempatan kali ini (macam pidato kelurahan) saya akan kembali berbagi tips bagaimana meminimalisir keringat juga bau badan saat kamu beraktivitas traveling.
1. Mindset
Tumblr media
Mindset atau pola pikir merupakan hal paling pertama yang harus diluruskan. Keringat yang keluar saat kita berkegiatan di luar ruangan termasuk traveling merupakan hal yang normal dan sehat.  
Jadi mengapa harus takut berkeringat? padahal berkeringat memiliki sejuta manfaat. Menurut artikel lifestyle.kompas.com keringat dapat meredakan nyeri, menyembuhkan jerawat karena melepaskan kotoran lewat pori-pori, mengendalikan suasana hati, mencegah infeksi, hingga menurunkan resiko batu ginjal.
Banyak kan yang bisa didapat hanya dengan berkeringat. Jadi mulai sekarang, ayo dong jalan-jalan tanpa harus mikirin takut keringetan. Asal jangan dijilat aja, asin tau, oops.
2. Baju Adem
Tumblr media
Aturan penting saat traveling adalah jangan pernah pake baju yang ribet. Pakai saja kaos berbahan adem yang dapat meminimalisir atau bahkan menyerap keringat. 
Tumblr media
kalau sedang di pantai bagi yang perempuan bebaskan ekspresimu dengan berbikini dijamin keringatmu tidak akan keluar, mungkin yang akan berkeringat adalah cowok-cowok yang melihatmu.
Beda Pantai, beda pula di gunung. Suhu di gunung rata-rata dingin, justru kamu perlu memakai baju hangat, tapi kalau kamu pecicilan keringetan juga sih. Sedangkan kalau hanya berjalan-jalan kota, cukuplah T-shirt, celana pendek, ransel, sandal atau sepatu yang ringan.
3. Topi Dan Kaca Mata Hitam
Tumblr media
Dua benda ini jangan sampai kamu lewatkan ketika kamu jalan-jalan ke pantai. Topi dan kaca mata hitam berguna untuk melindungi wajahmu dari sengatan matahari, sehingga keringat tidak akan terlalu bercucuran. Selain itu kamu kan bisa bergaya dan langsung di posting di instagram dengan tagar(#)OOTD,  gaya bukaan?
Tumblr media
bagi kamu yang punya koleksi kaca mata hitam dan topi yang unik juga bisa dipakai ketika kmau jalan-jalan di kota-kota yang lumayan panas seperti di Cirebon, Jogja atau di Kuta (yaiyalah pinggir pantai).
4. Deodoran dan Tisu Basah
Tumblr media
Nah, kalau ini bagi kalian yang gak mau keringetan karena takut bau badan. Tentunya jangan lupa untuk membawa deodoran kemana-mana. Apalagi sekarang deodoran sudah banyak variannya. Kalau gak mau pake yang bedak karena takut “burket” kalian bisa pake yang gel, spray, atau lotion. kalian pun tak perlu ribet karena deodoran zaman now ukurannya kecil-kecil.
Ketika berkeringat tinggal keluarkan, oles atau semprotkan. beres perkara.
Tapi kalau kalian lupa bawa deodoran dan lupa (sengaja) gak mandi. Kalian bisa pakai tisu basah, untuk mengantisipasi bau bawang yang keluar dari ketek kamu (iyuuh).
5. Facial Spray & Body Spray
Tumblr media
Bayangkan ditengah udara panas, wajahmu becururan keringat dan seketika kamu di semprot air mineral dingin ke wajahmu. Segar bukan? nah untuk merasakan sensasi ini kamu bisa membawa facial spray, yang populer sih merknya Evi*n tapi harganya emang kurang ramah. Kamu bisa coba facial spray lainnya yang tersedia di supermarket. Atau kalau ingin berhemat kamu isi botol spray dengan air aqua atau air zam-zam biar terkesan syariah. (#eh)
Sedangkan Body spray bisa kamu bawa agar menjaga badanmu tetap wangi. Tapi jangan disemprot terlalu banyak nanti kamu dikira habis mandi kembang.
6. Banyak Minum Air Putih
Tumblr media
Loh? bukannya banyak minum nanti keringatnya semakin banyak keluar? jawabannya bisa iya bisa tidak. Tergantung seberapa “maceuh” kamu saat traveling. Tapi paling tidak dengan minum banyak air putih, keringat yang keluar tidaklah bau, karena dapat menghilangkan racun. Bawa selalu sebotol air mineral saat kamu jalan. Hindari minuman bersoda, berwarna dan berasa (apalagi ada manis-manisnya)
7. Hindari Makanan Berlemak
Tumblr media
Makanan berlemak seperti jeroan dan tetelan memang nikmat luar biasa. Tapi sebisa mungkin dihindari bagi kamu yang tidak ingin berkeringat bau ketika jalan-jalan. Tapi gak maslah jika kamu tidak peduli dengan keringat berlebih atau bau sekalipun.
Makanan berlemak ini selain bisa meningkatkan kolesterol dalam tubuh juga dapat menyebabkan bau badan. Gak mau kan pas jalan-jalan tapi bau ketek menganggumu dan orang-orang disekitarmu.
Tips-tips diatas berdasarkan pengalaman pribadi saya ketika traveling. Mungkin kamu punya pengalaman atau solusi lainnya?
Semoga bermanfaat. Jangan takut berkeringat. Keep kesana kemari ya kawan-kawan.
1 note · View note
sangmochilero · 7 years
Text
Jalan-jalan Tapi Hujan
Tumblr media
Musim hujan telah tiba. Jalanan mulai basah, sungai meluap, dan debit air… Eh bukan, saya bukan mau melaporkan banjir yang kerap melanda Jakarta.
Nah kali ini saya ingin kembali berbagi tips yang mudah-mudahan sedikit ada faedahnya.
Musim hujan mungkin jadi dilema bagi kalian yang suka jalan-jalan. Pengen kesana kemari tapi takut kebasahan. Kan gak asiik.  tenaang masih banyak tempat yang tetap seru untuk dikunjungi meski lagi musim hujan.
Gunung dan pantai sudah pasti bukan tempat yang ideal dijejaki di musim hujan. Yaa kecuali kalau kalian memang suka tantangan “bebelokan” sepatu penuh tanah dan lumpur atau bermain pasir dan air ditengah hujan.
Lalu jalan-jalan kemana dong? Ini dia :
1. Wisata Kota
Ya, jalan-jalan kota masih tetap asik dilakukan meski tengah hujan. Alasannya sederhana, kalau hujan mulai turun banyak tempat untuk berteduh. Entah itu mall, cafe, atau tempat nongkrong asik lainnya. 
Namun setiap kota memiliki karakter yang berbeda-beda. Bandung misalnya,kita akan disuguhi beragam rumah-rumah mode yang memanjakan pecinta belanja ataupun cafe-cafe modern dan farm house yang bikin kita betah berlama-lama.
Tumblr media
Loc. Farm House Susu Lembang
Lain Bandung lain Jogja, di kota pelajar ini menawarkan wisata belanja khas seperti Malioboro yang sarat akan budaya ataupun beragam Candi dan tempat bersejarah yang dapat memperluas wawasan kita.
Tumblr media
Loc.Taman Sari
Sedangkan di Ibu Kota ada beragam pilihan, seperti Kota Tua, Dufan, Taman Mini dll. Atau kalau ada sedikit kelebihan uang kalian bisa jalan-jalan  ke luar negeri.
Tumblr media
Loc. Canton Road 
2. Wisata Kuliner
Ini sih mau musim hujan atau bahkan badai sekalipun tetap membuat saya antusias untuk menjalaninya (elah). Kenapa? Karena makan merupakan salah satu kenikmatan dunia yang paling ajib. 
Biasanya saya tak akan melewatkan makanan khas apabila saya datang ke tempat tertentu. menikmati semangkuk soto Kudus panas, atau semangkuk kecil wedang ronde sambil memandang hujan deras diluar sana..hmm nikmat sekali.
Tumblr media
Loc. Kudus
3. Museum
Banyak yang bilang kalau jalan ke museum itu cupu, ya orang yang ngomong itu anak alay sih tepatnya. Selain memberikan banyak pengetahuan, jalan ke museum memberikan sensasi sendiri.
Kita akan sering mengucap “ooohhh…” Karena ternyata banyak hal yang tidak kita ketahui di dunia ini dan museum memberi tahu kita banyak hal. Selain itu saat ini museum juga tidak melulu memperlihatkan benda-benda bernilai dalam kotak kaca.
Tumblr media
Loc. Museum Malang Tempo Doeloe, Malang
Museum Angkut di Batu misalnya. Kita bisa melihat berbagai macam moda transportasi darat, laut, dan udara. Semuanya memiliki konsep yang seru dan tak membosankan. Mengunjungi museum angkut sangatlah menyenangkan, disamping tiket masuk yang lumayan mahal dan anda harus membayar lebih jika membawa kamera. Cukup bikin senewen, tapi sebanding dengan apa yang kita dapatkan didalamnya.
Tumblr media
Loc. Museum Angkut, Batu
4. Kebun Binatang
Popularitas kebun binatang rasanya tak akan habis dimakan waktu. Dari anak kecil sampe kakek nenek, kebun binatang selalu menjadi tempat favorit untuk berwisata.
Masih ingat dua panda lucu yang langsung dikirim dari China sebagi bentuk diplomasi. Nah kedua mahluk bulat menggemaskan ini bisa kita tengok di Taman Safari. Atau kalau kalian ingin yang lebih murah, mengunjungi kebun binatang seperti ragunan bisa menghemat pengeluaran tapi tetap mengasyikan.
Tumblr media
Doc. Kompas
5. Books, Cofee or Tea
Pernahkan kalian berpikir untuk menepi dari kebisingan kota dan ingin menjumpai ketenangan. Carilah hotel atau resort yang mnyajikan pemandangan indah.
Dengan diam di teras, atau cukup berada di dalam kamar, buka jendela, pandangi pepohonan hijau yang kebasahan diluar sana. Baca buku, nikmati kopi atau teh panas, dengarkan musik klasik yang sendu. Ohhh nikmatnya.
Tumblr media
Loc. Omah Kayu, Malang
Tumblr media
Loc. Alea Coffee Shop, Magelang
Yaa itulah lima pilihan bagi kalian yang ingin “kekeuh” jalan-jalan di musim hujan ini. Atau mungkin kalian punya opsi lain? Oya jangan lupa untuk selalu membawa payung kecil atau jas hujan di ransel kalian. Obat flu dan minyak kayu putih juga tak boleh absen.
Semoga bermanfaat. Tetaplah kesana kemari.
3 notes · View notes
sangmochilero · 7 years
Text
JANGAN TAKUT HITAM, AYO KELUAR!!!
“Aduuuh aku pengen jalan-jalan ke pantai, tapi gimana ya nanti kulitku item”
Mungkin bagi sebagian besar orang yang hobi traveling, pernyataan diatas hanya akan keluar dari mulut manusia-manusia yang menyebalkan.
“ya kalau gak mau kulit item, terus aja diem di rumah seumur hidup, KZL”
Mungkin ini juga penyataan ketus dari traveler nyinyir dengan bola mata berputar-putar.
Tapi kalau dipikir-pikir, pengalaman saya selama ini kalau habis traveling yang namanya kulit menggelap atau kusam itu tidak akan bertahan lama. Semua akan kembali ke tone kulit aslinya, kecuali kamu emang niat rutin tanning.
“kok kamu habis dari gunung terus ke pantai tapi kulitnya gak item-item sih”
Nah ini dia komentar sejumlah orang yang saya temui, setelah saya beberapa kali melakukan perjalanan baik ke gunung, pantai maupun sekedar wisata kota.
Sebenarnya sih kulit lebih gelap sehabis traveling, itu mutlak adanya. Hanya saja seberapa parah itu yang bisa kita usahakan.
Kalau di ingat-ingat, ada beberapa hal yang tanpa disadari saya lakukan selama traveling yang mungkin dapat meminimalisir penggelapan kulit (asik). Apa saja itu, yuk disimak :
1. Berpikir Positif
Ini yang paling penting. Kalu sepanjang jalan kamu cuma berpikir takut kulit jadi hitam, niscaya perjalananmu tidak akan menyenangkan malah jadi bencana.
Berpikirlah positif, berbahagialah, tetap antusias, jangan ada satu hal kecilpun yang dapat merusak kesenangan perjalananmu.
Tumblr media
Loc : Kota Malang (kami bahagia tapi tampaknya abang becaknya nggak, mungkin kami berat)
2.  SPF 50++++
Semalas apapun, usahakan membersihkan wajah sebelum dan setelah beraktivitas. Terus, gunakan dan bawa kemana-mana benda ajaib yang namanya UV protection. Kalau traveling bawa yang bisa dipake ke muka sekaligus di badan juga, biar praktis dan gak makan tempat. Pake sekali aja sebelum jalan, kelaarrr.
Tumblr media
Nah saya biasa pake ini, bukan promo atau endorse yaa.
3. Jaket dan Syal
Si jaket dan syal ini paling cocok dipakai kalau kamu mau berwisata ke tempat-tempat dingin, seperti gunung atau perbukitan. Selaiin menghalangi paparan sinar matahari secara langsung, jaket dan syal  yang cocok dapat membuat suhu tubuhmu tetap hangat.
Jangan sekali-kali pake jaket dan syal  pas kamu ke pantai ya, nanti dikira lagi sauna.
Tumblr media
Loc: Puncak Gunung Kelud
4. Topi dan Kaca Mata Hitam
Topi dan kaca mata hitam bisa digunakan baik di gunung maupun di pantai. Gunakan topi yang sesuai. Misal : jangan pake kupluk pas lagi di pantai *yakali
Kacamata hitam ini sangat berguna. Selain memfilter sinar matahari, juga meminimalisir matamu terus menyipit sepanjang perjalanan.
Tumblr media
Loc: Pantai Kuta, Lombok
5. Terima Kenyataan
Kembali lagi ke pernyataan awal. Kulit menghitam pas lagi jalan-jalan itu mutlak adanya. Tapi kan nanti pelan-pelan balik lagi ke warna asal. Jangan ngeyel, kalau warna dasarnya udah (maaf) gelap, terus pas pulang traveling ngeluh
“ko kulit gw gak balik lagi kayak Ryan Gosling”
Woi….!!!!
Tumblr media
Loc: Nusa Penida, Bali
Nah, itu tips-tips yang kurang bermanfaat dari saya. Mudah-mudahan gak bikin kalian jadi ZENZI, KZL dan ZBL. Daripada gak kemana-mana mending kemana-mana. Keep exploring ya kawan-kawan.
1 note · View note
sangmochilero · 8 years
Text
SEPOTONG PAGI DI PULAU KALONG
Perjalanan Flores - Lombok 6.0
Tumblr media
Hari masih begitu gelap, desiran angin yang sedari tadi berbisik mulai mengusik tidurku. Gelombang yang tiada hentinya mengayun kapal, dan udara yang semakin menusuk, memaksaku untuk terjaga.
Hari ini merupakan hari kedua aku tinggal diatas kapal. Tidak ada mabuk laut, hanya butuh sedikit penyesuaian. Terlebih kami harus menerima kenyataan, selama empat hari kami tidak dapat mandi dengan air tawar.
Tanganku menggerayang, mencari ponsel pintarku. Tidak ada signal disini, aku hanya ingin tahu jam berapa sekarang. Aku melihat waktu menunjukan pukul 05.12 WIT.
Aku berpikir lebih baik keluar menuju haluan kapal dan menikmati matahari terbit yang akan muncul tak lama lagi.
Aku melihat sekeliling, semua teman yang ada diatas kapal masih tertidur pulas. Aku pun menundukkan kepala dan mulai merangkak melewati mereka yang masih berjibaku dengan mimpi masing-masing.
Awak kapal ini semalam menurunkan jangkarnya di dekat Pulau Kalong. Pulau kecil dengan banyak kelelawar berterbanganan diatasnya, namun subuh ini aku hanya melihat beberapa.
Aku mulai duduk di sebuah undakan sebelum haluan di samping sekoci. Memandangi bintang bertebaran dan bulan yang tampak tajam.
Aku nikmati setiap hela nafas. Udara yang masih segar dan angin menerpa kulit. "Salah satu pagi terbaik dalam hidupku" aku bergumam.
Perlahan namun pasti, di depan mata langit mulai merona jingga. Membentuk silhoutte pulau dan bukit. Si raja terang sedikit demi sedikit mulai menampakan diri. Keluar dari sela-sela pulau dan laut.
"Udah mau sunrise ya?" Suara seorang teman mengusikku." Iya Ca, duduk sini biar gak rugi" tawarku.
Tak banyak berpikir, Caca pun duduk disampingku memandangi pertunjukan Tuhan yang tiada henti kami syukuri.
Tumblr media
Satu persatu teman yang sedari tadi masih tidur, juga berdatangan ke arah haluan kapal.
Matahari belum tampak membulat, namun aku dan Caca bergegas masuk ke deck dan mengambil peralatan pembersih gigi.
Tak lama, kami kembali ke pinggir haluan dengan posisi siap menggosok gigi. "Kapan lagi, bisa sikat gigi diatas kapal sambil ditemenin sunrise?" Ujar Caca, disertai senyum mengembang dari beberapa teman yang mulai tertarik melakukan kegiatan yang sama.
"Iya bro kapan lagi?" Aku mempertegas, dengan mulut penuh busa.
Tumblr media
1 note · View note
sangmochilero · 8 years
Text
SENSASI PULAU KOMODO
Perjalanan Flores - Lombok 5.0
Tumblr media
Pepohonan kering tanpa daun dengan ranting yang meliuk. Tanah gersang berdebu, membuat suasana serasa kelabu. 
“Apakah ini masih di bumi? Atau aku tengah menginjak planet lain diluar galaksi bima sakti?” Gumamku.
Namun bisa jadi ini masih di salah satu planet dalam sistem tata surya kita. Karena angin yang sedari tadi membawa butiran tanah merah, membuat suasana seperti di Mars. 
Namun syukur aku masih bisa bernafas.
Dari kejauhan samar terlihat seekor mahluk besar merayap pelan. Geraknya perlahan namun pasti. Bentuk detailnya tidak tampak jelas, terhalangi debu merah yang menyelimuti layaknya kabut.
Mahluk itu semakin mendekatiku. Ya.. Mahluk itu tampaknya seperti reptil raksasa.
Cakarnya yang tajam, lidah yang bercabang sesekali keluar dari mulutnya, dan tatapannya yang datar seolah siap menerkamku.  
Aku terpaku.
Semakin lama semakin jelas, reptil itu tidak sendiri. Mereka bergerombol, memperlihatkan barisan gigi tajam penuh darah.
Kakiku yang sedari tadi mematung, seperti ditindih besi berton-ton, kini mulai kugerakan.
“Aku harus lari, kalau tak mau mati muda.” Pikirku.
Aku berlari secepat yang kumampu. 
Tanpa arah..
Menerjang debu merah yang semakin pekat. Menerobos peopohonan besar berwarna hitam tak berdaun.
Nafasku menderu, keringatku mengalir deras.
Segerombolan mahluk bersisik itu terus mengejar dengan gerakan yang semakin cepat.
“Apa ini sebenarnya? Jurrasic World?” Tanyaku dalam hati.
Aku tak dapat berpikir lagi, kakiku seperti kesetanan. Bergerak tanpa henti. Mencari persembunyian.
Tiba-tiba kakiku terperosok kedalam lubang yang tertutup dedaunan kering.
“Aaaarrrg…” Aku mengerang kesakitan.
Betisku robek dan mengeluarkan darah segar.
Aku melihat sekeliling. Dinding batu lembab dengan aroma menusuk. 
Sepertinya ini adalah goa alam yang terbentuk sangat dalam. Entahlah, ada dimana lagi ujungnya.
Aku terus mengaduh. Tak dapat bergerak. 
Ku robek sedikit kain baju, kuikatkan pada betisku, agar darah tidak terus mengalir. Paling tidak inilah yang dapat kulakukan saat ini.
Dalam kebekuan, perlahan telingaku mendengar suara aneh. Ya.. Desisan. 
Mataku memindai setiap sudut goa. Mewaspadai setiap pergerakan. 
Desisan terdengar semakin jelas. Suara itu datang dari belakang.
Perlahan Aku memutar kepalaku.
Aku terkaget. Seekor reptil raksasa persis berada di depan mukaku. Hanya berjarak beberapa centimeter.
Mulutku seakan terkunci. Berteriak pun tak sanggup rasanya.
Dalam ketidakberdayaan, aku memejamkan mata……
*****
“HEY….YAAAAAAN..!!!!” Sebuah teriakan membuyarkan lamunanku.
“Ngelamun mulu, dari tadi dipanggil-panggil juga” Cibir temanku Caca. Tak sadar dari tadi aku melamun dan berimajinasi.
Mungkin ini yang disebut sensasi Pulau Komodo.
Kondisi alamnya hampir sama dengan yang kulamunkan tadi. Serasa ada di planet lain.
“Ya..kenapa ca?” Ucapku pelan.
“Itu jalannya yang bener, nanti kesandung” timpal Caca.
Peringatan itu memang masuk akal. Saat berjalan mengikuti jalur trekking di Pulau Komodo, banyak kerikil dan batu-batu lebih besar disusun rapih di sisi jalan.
Pohon Palm yang biasanya terlihat biasa saja. Saat ini tampak begitu besar dan menjulang.
Tumblr media
Sudah hampir satu kilometer kami berjalan. Namun tak ada satu Komodo pun yang kami temui. Malah beberepa ekor burung Maleo berjalan diantara semak-semak. Sedang mengais-mengais makanan atau mencari tempat persembunyian mungkin.
Layaknya Komodo, burung Maleo juga memiliki tingkat kesetiaan yang sangat tinggi. Hidupnya didedikasikan untuk pasangannya, seumur hidup hanya memiliki satu teman hidup. Mengharukan.
Meskipun sebagai pulau utama di Komodo National Park, populasi Komodo di Pulau Komodo terbilang lebih sedikit dibanding di Pulau Rinca.
Di Pulau Komodo juga tak terlihat ada rumah penduduk. 
“Semua meninggalkan pulau. Terlebih di pulau ini sulit air” ratap Ranger.
Seorang ranger kemudian menunjukan tumpukan bebatuan, yang sebelumnya berupa kolam air yang kini sudah mengering. Kolam ini yang biasa dijadikan tempat Komodo berkumpul untuk meminum airnya.
Hujan yang tak kunjung turun berbulan-bulan membuat tanah di Pulau Komodo turut mengering.
Miris.. Namun melihat segala infrastruktur yang tersedia, pemerintah sepertinya telah memberikan perhatian, meskipun tidak maksimal.
Selama penjelajahan, ranger tak henti menjelaskan ini dan itu. Tak lelah pula menjawab semua pertanyaan kami. Terlebih ia fasih berbicara bahasa ingris.
Tumblr media Tumblr media
Karena lagi-lagi waktu yang mepet. Kami memilih jalur penjelajahan yang pendek.
Ranger membawa kami sebuah bukit bernama Fregata.
Dari puncak bukit tampak dermaga lama dan baru. Juga bukit-bukit lain yang bersentuhan dengan laut.
Mata kami kami kembali dimanjakan oleh warna-warna alam hasil karya Tuhan yang maha keren.
Tumblr media Tumblr media
Saat menuruni bukit, kami disajikan pemandangan yang berbeda. 
Komodo yang dari tadi seolah menghilang kini muncul. Menggeliat dibawah pohon.
Menyadari banyak manusia, Kadal raksasa ini  perlahan bergerak menjauh. 
Komodo merangkak mendekati bangunan gereja dan mushola yang terbuat dari kayu, sepertinya sudah lama sekali tak digunakan.
Sontak beberapa dari kami mengeluarkan senjata berlensa. Membidik pergerakan mahluk purba yang tersisa.
Tumblr media Tumblr media
Puas melihat Komodo kami kembali berjalan ke arah dermaga. Sambil menikmati sore di Pulau Komodo.
Dermaga lama yang terbuat dari kayu, kini sudah tidak digunakan lagi. Namun justru dermaga ini lah yang memiliki daya tarik lebih, dibanding dermaga baru yang dibangun dari beton yang menghabiskan dana miliaran rupiah.
Tumblr media Tumblr media
Seekor rusa, tengah bersantai didekat dermaga. Matanya seolah berbicara, bahwa mereka hidup untuk dimangsa.
“Baiklah rusa, kau akan menemukan hal yang sama di Jakarta. Kau akan melihat banyak orang yang saling memangsa demi kepentingan pribadi. Ah sudahlah..”
Tumblr media
3 notes · View notes
sangmochilero · 8 years
Text
PULAU RINCA: Bertemu Naga Sesungguhnya
Perjalanan Flores - Lombok 4.0
Tumblr media
Apa yang terlintas di benak kalian ketika mendengar kata “Naga”? Mungkin mahluk mitologi yang menyerupai ular besar bertanduk versi daratan Tiongkok, Jepang, dan Korea. Atau mahluk raksasa bersayap yang kerap mengeluarkan api dari mulutnya, dan sering dijadikan karakter di film-film Hollywood. 
Lalu apakah mereka nyata atau sekedar mitos? Yang pasti, naga sesungguhnya ada di tanah air kita, di Indonesia. Dan naga itu bernama Komodo!
***
Setelah berlayar lebih dari dua jam, kami tiba di Pulau Rinca. Terlihat sudah ada lima  kapal lain yang telah menepi terlebih dulu. Memaksa kapal kami berhenti agak jauh dari garis pantai. Tanpa basa-basi awak kapal segera menjatuhkan jangkar.
Satu persatu dari kami keluar dari kapal. Perlahan kami berpijak pada kapal-kapal lain yang juga menepi, sebagai jembatan agar dapat sampai di dermaga pulau.
Pulau Rinca, atau warga sekitar kerap menyebutnya sebagai Loh Buaya atau Teluk Buaya adalah bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO, karena merupakan salah satu pulau utama di Taman Nasional Komodo selain Pulau Komodo, Pulau Padar dan Gili Motang.
Dari pintu dermaga, kami harus berjalan melewati bukit batu dan pepohonan. Derap langkah yang tidak kompak, jepretan kamera, serta obrolan tiada henti, mengiringi kami menuju gerbang utama Pulau Rinca. Ditambah cuapan seorang guide amatiran yang sebenarnya awak kapal kami yang ditugaskan menjadi tour guide selama perjalanan.
Tumblr media
Tak begitu jauh, kami disambut dua patung Komodo yang memiliki tinggi sekitar tiga meter, dengan posisi tak wajar menurutku.  
Ya..ini merupakan gerbang selamat datang di Loh Buaya. 
Tumblr media
Kami masih harus berjalan beberapa ratus meter lagi menuju kantor pembayaran. Disela-sela perjalan, kami hanya dapat memandang rumput-rumput gersang dan lumpur yang mengering. 
Ketika kami sampai dan masuk ke sebuah kantor kecil yang dibangun dari kayu, tampak tiga buah meja berjejer rapih, dengan tiga petugas yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Tumblr media
Di dalam rupanya sudah ada beberapa wisatawan asing yang tengah mendengarkan petugas jaga. Petugas menjelaskan segala jenis administrasi yang harus dipenuhi untuk menjelajahi Pulau Rinca, menggunakan bahasa inggris dengan logat yang cukup aneh.
Entahlah, apakah turis asing ini mengerti atau tidak, yang aku lihat mereka sesekali menganggukan kepalanya. Kemudian mengeluarkan Rupiah dari tas kecil, dan transaksi pun usai.
Kini tiba saatnya giliran kami… 
Melihat pengunjung lokal seperti kami, bahkan dua orang diantara kami membawa bendera merah putih, petugas menunjukan ekspresi wajah yang membingungkan. 
Tak terduga, tiba-tiba petugas jaga mengeluarkan usul.
“Berhubung ini 17 agustus, dan waktu sudah menunjukan pukul 11, bagaimana kalau kita menyanyikan lagu Indonesia Raya dulu” tegasnya datar.
Kami menerima usul itu dengan bahagia, meski awalnya sempat kikuk.
Mengumandangkan lagu Indonesia Raya di tanah tempat Komodo lahir hingga mati, rasanya membuatku merinding.  
Aku sedikit melirik ke arah Dani, dia membuka mulutnya tanpa mengeluarkan suara. Berusaha keras agar terlihat seperti sedang menyanyi. Aku menahan tawa. Namun tak berhasil. 
Gery, Isna, Ara dan Dava tampak bernyanyi dengan mengembangkan senyum. Sedangkan Ardhe berlindung dibalik bendera, saya tidak tahu apakah dia hapal dengan baitnya atu tidak.
youtube
Usai melantunkan lagu Kebangsaan, kami segera mengurus segala pembayaran. Harga tiket masuk untuk wisatan lokal dengan turis asing jauh berbeda. 
Untuk turis lokal masing-masing dikenakan biaya masuk dengan total sebesar Rp. 32.500, ditambah biaya pemandu sebesar 80 ribu Rupiah per rombongan. Sedangkan wisatawan asing harus membayar sekitar 250 ribuan Rupiah.
Tumblr media
Melihat perbedaan angka yang tertera di tiket kami, Dani mengerenyitkan dahinya.
“No tener sentido” bisiknya padaku, dengan menggunakan bahasa Spanyol.
“Whaaaatt?” Tanyaku, kebingungan.
“Why…why? It just doesn’t make sense” timpalnya, masih dengan berbisik.
Dengan perasaan tidak enak, aku hanya menjelaskan kalau ini memang peraturan yang telah dibuat pemerintah setempat. Alasannya? Lagi lagi aku menggeleng.
Ditengah percakapan dengan saling berbisik, Dani terperanjat.
“Shit… I left my wallet on the boat!!!” teriak Dani.
Mendengar dan melihat gerak gerik Dani yang aneh, Caca datang menghampiri bak dewi penyelamat yang turun dari atap. Tanpa pikir panjang, Caca meminjamkan Dani sejumlah uang, untungnya tidak dengan embel-embel bunga 15%.
Berhubung, hari ini tanggal merah, para petugas menjalankan pekerjaannya hanya setengah hari, terkecuali para pemandu. Usai kami menyelesaikan seluruh administrasi, kantor pembayaran pun ditutup. Artinya, kami merupakan rombongan terakhir yang akan menjelajahi Pulau Rinca dan Pulau Komodo.
Kami kemudian ditemani oleh dua orang rangers. 
Ngomong-ngomong, mendengar kata ranger pikiranku langsung teringat dengan super hero favorit di masa kecilku, berkostum warna-warni. 
Betul, Go Go Power Rangers!!! (dengan pose fenomenal).  
Khayalanku melayang-layang. Kemudian tersenyum sendiri, orang lain mungkin mengira aku sedang mengalami gangguan jiwa.
Alih-alih dipanggil pemandu, nama ranger justru memiliki makna sendiri. Tugasnya memang bukan sekedar jadi pemandu, tapi juga pelindung bagi wisatawan apabila ada Komodo yang sedang “sensi”.
Para rangers ini memiliki senjata andalan. Bukan pisau, bukan pula tombak, apalagi pistol. Senjatanya berupa tongkat kayu yang ujungnya bercabang dua. Seperti ketapel dengan bentuk lebih panjang.
Konon kabarnya, semua Komodo takluk dengan tongkat ini. Karena tongkat ini disebut-sebut memiliki kemiripan dengan lidah Komodo yang bercabang dua. Lagi-lagi ini sekedar mitos tanpa pembuktian ilmiah.
Seorang ranger membawa kami ke depan papan yang bertuliskan Loh Buaya Walking Trails. Ranger menawarkan beberapa jalur. Mulai dari short trekking, dengan jalur pendakian 2-4 kilometer yang membutuhkan waktu sekitar satu jam. Medium trekking, dengan jarak penjelajahan 4-6 kilometer. Hingga long trekking, yang memiliki jalur penjelajahan delapan kilometer, dan mebutuhkan waktu sekitar empat jam.
Tumblr media
Melihat waktu yang terlalu mepet dan awak kapal berkali-kali mengingatkan kami untuk tidak berlama-lama, kami memutuskan untuk memilih jalur penjelajahan pendek. 
Inilah salah satu kekurangan melakukan perjalanan dengan layanan wisata Kencana Adventure. Kami terlalu diburu-buru, padahal kaki baru saja menginjak tanah.
Sayang sekali memang, sudah datang jauh-jauh tapi hanya bisa menjelajah Pulau Rinca dengan jarak 2-4 kilometer dengan waktu tempuh selama satu jam.
Namun bagiku, dan juga ketika melihat ekspresi teman-teman, seolah memiliki pemikiran yang sama.
“Tak ada satu hal pun yang dapat menyurutkan rasa antusias dan semangat kami dalam melakukan perjalanan ini.“ 
Sungguh teman perjalanan yang asik!
"Sebelum kita mulai trekking, apakah dalam rombongan ini ada yang sedang datang bulan?” Tanya seorang ranger kepada kami.
“Aku mas, tapi udah mau beres ko” ucap Caca sedikit ragu.
Sebenarnya bagi perempuan yang sedang datang bulan, tidak disarankan menjelajahi Pulau Rinca. Hal ini karena Komodo sangat sensitif dengan aroma darah, sehingga dikhawatirkan perilaku Komodo akan tidak terkontrol, dan menyerang perempuan yang sedang menstruasi tersebut.
“Gimana dong, aku boleh ikut ga?” Tanya caca, antara cemas dan memelas.
Namun karena masa menstruasi yang memasuki hari-hari terakhir, Caca pun diizinkan ikut trekking. Namun dengan syarat dia tidak boleh jauh-jauh dari ranger.
Kami memulai penjelajahan diiringi komando ranger, yang mengerahkan segala pengetahuannya mengenai Komodo dan Pulau Rinca. 
Baru saja kaki ini menjejak beberapa langkah, kami sudah dibuat kaget. Seekor anak Komodo tampak di atas atap pendopo. Meski terlihat samar, karena warna kulit Komodo dengan atap jerami tidak jauh berbeda, namun kami masih dapat melihatnya merayap.
“Baik, ini baru permulaan” tegasku pada diri sendiri. 
Tumblr media
Kami melangkah dengan santai, kontur tanah yang datar membawa kami ke sebuah permukiman penduduk. Ya.. Meskipun telah ditetapkan sebagai bagian dari Taman Nasional Komodo, eksistensi penduduk asli tidak dapat diganggu gugat.
Tidak terlalu banyak rumah berdiri yang aku lihat. Mungkin hanya sekitar belasan rumah.
Rumah penduduk Pulau Rinca secara turun temurun dibangun berbentuk panggung. Agar Komodo yang berkeliaran tidak mudah merayap masuk rumah.
Ketika melewati salah satu rumah, kami dibuat tercengang. Sejumlah Komodo Dewasa tengah santai berkumpul dibawahnya. Diam, sesekali menggeliat.  
Tercengang. Bukan hanya karena melihat mereka berkumpul, yang lebih penting adalah ini pertama kalinya bagiku melihat Komodo secara langsung, apalagi dengan jarak yang begitu dekat.
Ekspresinya datar, dengan panjang tubuh rata-rata sekitar tiga meter, kulitnya yang keras dan bersisik, berwarna abu-abu gelap hingga merah batu bata. Cakarnya panjang juga tajam.
Dalam diam, matanya seolah mengawasi setiap pergerakan. Siap menerkam siapapun yang ingin berbuat macam-macam padanya.
Padahal kemampuan pandangan komodo sangatlah terbatas, sekitar 300 meter. Komodo juga kurang handal dalam membedakan objek tak bergerak.
Lidahnya yang seringkali menjulur, penciumannya yang tajam, serta kebiasan menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, menjadi andalannya ketika mencari mangsa maupun menjadi alat navigasi disaat gelap.
Kebiasaan itu pula yang membuat aroma masakan di dapur rumah-rumah warga, terdeteksi dengan baik, bahkan dari jarak 4-9 kilometer.
Interaksi antara warga Pulau Rinca dengan Komodo memang sudah terjalin berabad-abad lampau. Bahkan Komodo yang kerap dipanggil “Ora” oleh warga setempat, dianggap sebagai bagian leluhur mereka.
Tumblr media Tumblr media
Kami melanjutkan penjelajahan dengan rute yang sedikit menanjak. Dengan dikelilingi pepohonan, tak henti mata kami melirik ke kanan dan ke kiri, ke bawah dan ke atas. Kami mencoba untuk berwaspada. 
Bukan tanpa alasan. Kami sadar bahwa Komodo mahluk yang dianugerahi berbagai macam kemampuan.
Komodo mampu memanjat pohon dengan cakarnya yang kuat, bisa berlari dengan kecepatan 20 kilometer per jam pada jarak pendek, dapat berenang dengan sangat baik, bahkan sanggup menyelam hingga kedalaman lima meter.
Jadi, kewaspadaan adalah hal mutlak yang harus dilakukan oleh para penjelajah di Pulau Rinca.
Tepat di samping jalur pendakian, kami melihat seekor Komodo betina sedang mengerami telurnya. Mematung dalam sebuah lubang diantara bebatuan, memastikan telur-telurnya aman.
Tumblr media
Bulan April dan Agustus merupakan musim kawin bagi Komodo di Loh Buaya.  
“Komodo yang satu ini terlalu cepat kawin, jadi bulan ini sudah bertelur. Memang gak sabaran” ujar ranger, yang dibalas gelak tawa kami.
“Tapi, komodo biasanya cuma punya satu pasangan alias monogami loh… kalah manusia” timpal ranger yang lain sambil terbahak, hingga terlihat deretan giginya yang kecoklatan. Kami mengangguk dengan tatapan penuh rasa salut.
Langkah kami lanjutkan dengan penuh kehati-hatian. Bukit dengan padang rumput gersang kami jejaki.
Tumblr media Tumblr media
Hingga akhirnya, kami berada diatas bukit dengan pemandangan sebuah teluk yang memesona. Pepohonan hijau, serta deretan pulau-pulau juga tampak jelas dari atas bukit. 
Sinar matahari yang menyengat, tak menyurutkan kami untuk tetap terpaku di atas bukit.
Tumblr media
“Ayo cepat, nanti kesorean!” Teriak salah seorang awak kapal yang sedari tadi mengikuti kami.
Dengan tergesa dia meminta kami kembali ke dermaga. Kami mengikutinya dengan terburu-buru menuruni bukit. 
Namun ada pemandangan tak biasa. Di tengah-tengah jalur pendakian, tampak sebuah pohon yang tidak begitu tinggi namun terlihat kokoh. Pohon ini berdiri tanpa teman, diantara tanah gersang dan rerumputan kering. 
Tumblr media
Bagi kaum filosofis mungkin keberadaan pohon ini dapat memberikan inspirasi, untuk membuat kiasan-kiasan yang memotivasi.
Namun bagi kami, tidak sempat berpikir lebih dalam. Suara awak kapal yang terus mengoceh, membuat kaki kami sulit berhenti.
Sesampainya di dermaga, kami mendapati mesin kapal sudah meraung. Tak sabar sepertinya mengantarkan kami ke surga selanjutnya.
2 notes · View notes
sangmochilero · 8 years
Text
Teman, Kapal, dan Hari Kemerdekaan
Perjalanan Flores - Lombok 3.0
Tumblr media
Matahari belum juga muncul, tapi ada yang mengusikku pagi ini. Suara yang tak enak didengar, juga tak enak dirasakan. Suara perut keroncongan.
Aku terbangun setelah merasakan nikmatnya tidur, karena semalam rasa kantuk yang hebat menghinggapi kepalaku.
Bagaimana tidak, kemarin aku dan temanku Caca telah menempuh perjalanan dari Jakarta menuju Labuan Bajo dan sebelumnya transit dahulu di Pulau Bali selama lebih dari empat jam. Terlebih, kami juga melakukan pendakian di Bukit Cinta, Flores, NTT pada sore hari dan berwisata kuliner di malam hari.
Rasa kantuk yang menyerang tadi malam, seperti sebuah tanda bahwa kami harus segera melakukan pembalasan. Pembalasan untuk merebahkan tubuh setelah seharian terlalu antusias dengan perjalanan.
Terbangun dengan sedikit menggeretakan tulang punggung dan jari-jari tangan, Aku dan Caca menggerakan kaki menuju sebuah tempat dimana para pelayan hotel menyajikan sarapan. Tidak begitu mewah, hanya dua iris roti bakar yang ditaburi gula dan teh hangat.
Entahlah, aku merasa teh yang terasa pahit di pagi ini sangatlah nikmat.
Waktu telah menunjukan pukul 07.30 WIT, kami segera bersiap packing kembali, dan menuju ke kantor layanan perjalanan Kencana Adventure. Kami memilih paket berlayar dari Labuan Bajo menuju Lombok selama empat hari tiga malam.
Membayangkan berada empat hari di dalam kapal saja sudah memacu adrenalin kami.
Kami memilih Kencana Adventure dengan berbagai pertimbangan, selain harganya yang ramah dompet, fasilitasnya juga lumayan lengkap untuk ukuran backpacker. Disamping itu, tempat yang akan disinggahi juga cukup banyak. Sekedar informasi, biaya perjalanan Labuan Bajo - Lombok menggunakan regular boat adalah Rp. 1.750.000/orang.
Harga yang ditawarkan terbilang cukup terjangkau apabila dibandingkan dengan layanan sejenis. Harga tersebut sudah termasuk makan (pagi, siang, malam), namun belum termasuk tiket masuk ke Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Selengkapnya kalian bisa cek di sini    *bukan promo yes
Posisi kantor Kencana Adventure berada persis di depan Hotel Bajo, sehingga kami tidak perlu terburu-buru. Pukul 08.00 kami sudah berada di Kencana Adventure. Membereskan segala pembayaran.
Kepalaku penuh dengan cerita seorang teman yang pernah melakukan pelayaran yang sama, ia berkata bahwa kapal biasanya mengangkut 20 orang wisatawan dan didominasi oleh backpacker asing. Namun setelah aku melihat data penumpang, pada perjalan kali ini justru terbalik 180 derajat, dari 11 orang penumpang, hanya ada satu wisatawan asing dan sisanya merupakan wisatawan domestik.
Yaaah.. Caca kecewa, tadinya pengen ngobrol-ngobrol dan bencengkrama sama banyak orang kaukasia alias bule. *oopss
Dengan senyum lebar dan antusiasme yang meledak-ledak, kami berjalan dari kantor Kencana Adventure menuju ke pelabuhan, dimana kapal boat sederhana yang akan kami tumpangi selama empat hari kedepan, tengah bersandar.
Tumblr media Tumblr media
Untuk memasuki kapal, kakiku sedikit meloncat, menginjak ujung depan kapal, sambil berpegangan pada tali agar badan tetap seimbang.
Kapal ini ber-cat putih, dengan terpal hijau sebagai pelindung dari panas dan hujan. Di dalam kapal terdapat kursi kayu yang memanjang dan menempel di dinding kiri dan kanan kapal. Sedangkan di geladak atas kapal, khusus dibuat sebagai tempat untuk tidur penumpang.
Jangan bayangkan ada kasur empuk dengan bantal guling yang nyaman, karena untuk tidur hanya disediakan matras serta selimut tipis. Tapi bagi backpacker seperti kami, kemewahan macam apa ini?
Orang pertama yang kami temui di kapal ialah Dani, seorang backpacker asal Spanyol. Ia berprofesi sebagai pengajar setingkat sekolah dasar di Spanyol sana, yang sedang memanfaatkan masa liburnya yang cukup panjang.
Meski usianya masih terbilang muda yaitu 31 tahun, namun perawakannya sangatlah boros.
Dani memiliki selera humor yang lumayan tinggi, bahkan sering berceloteh dengan kata-kata kotor. Dengan penampilan dan celotehan-celotehannya, aku  sedikit ragu kalau dia adalah pengajar anak-anak. Jika benar, kasihan sekali anak-anak itu.
Pertama kali melihat Dani dengan kaos hijau, celana pendek, ransel dan sandal jepitnya, ia tampak sedang kebingungan. Aku menghampirinya.
“Are you solo traveler?” tanyaku
“Actually no, I was with my friends, but they’re gone” ungkap Dani lemas.
Merasa kasihan, aku dan Caca meyakinkan kalau perjalanan ini akan menyenangkan dan kami akan menjadi teman baiknya selama di perjalanan. Ia menghela nafas lega dan tersenyum lebar.
Tak berselang lama, datang rombongan lainnya. Tiga orang perempuan dan satu orang laki-laki. Dilihat dari wajah dan penampilannya, tampaknya seperti mahasiswa semester awal.
Untuk menghilangkan kecanggungan, aku dan Caca memperkenalkan diri. Betul saja, mereka adalah mahasiswa semester awal di salah satu universitas swasta di Jakarta, bahkan dua diantaranya masih duduk di bangku SMA.
Mereka adalah Gery, Isna, Ara dan Dava. Mereka duduk dengan sungkan bahkan Ara tampak tersipu-sipu.
Sambil menunggu satu rombongan lagi, kami pun berbincang mencairkan suasana. Terlebih Dani yang mulai kelihatan bawel, mampu membawa suasana dengan aksen Spanyol-nya.
Caca sempat mengeluarkan canda disela-sela obrolan  "ini empat orang lagi mana sih? Kalau datang kita bully aja gimana?“ ucapnya sambil terbahak.
Tawa masih belum usai, tiba-tiba empat orang yang ditunggu-tunggu masuk ke kapal. Mereka semua laki-laki dengan perawakan sedang, berkulit sawo matang. Mereka menghampiri masing-masing dari kami, memperkenalkan diri dengan senyum lebar, atau dengan kata lain "cengengesan”.
Dua diantara mereka bernama Jeffry dan Yoga baru saja lulus kuliah, sedangkan dua lainnya yakni Ardhe dan David masih berusaha menyelesaikan skripsi di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Kami pun langsung berbaur dan berbincang-bincang. Tidak perlu lama untuk menyimpulkan, mereka semua orang asik!
******
Mesin kapal mulai bergemuruh. Awak kapal dengan sigap melepaskan tali dari sandaran pelabuhan. Kami siap mengarungi lautan.
Tumblr media
Pulau Rinca dan Pulau Komodo, dua pulau terbesar di Taman Nasional Komodo yang akan kami tuju. Menyaksikan naga-naga purba yang masih tersisa.
Kapal perlahan meninggalkan pelabuhan. Menyisakan buih dibawah buritan.
Air laut yang awalnya berwarna kelabu, perlahan-lahan membiru seiring laju kapal yang semakin cepat.
Gugusan pulau-pulau kecil mulai tampak jelas.
Tumblr media
Kami yang masih berbincang di deck utama, satu persatu berpindah ke arah haluan kapal.
Duduk tanpa perlindungan, ditelanjangi sinar matahari yang menyengat.
Tumblr media Tumblr media
Mulut kami yang sedari tadi berisik, seketika membisu.
Di bungkam oleh karya Tuhan yang maha artistik.
Mata kami seolah tak berkedip. Melihat pulau demi pulau dilalui oleh kapal, kemudian pulau lain berjejer di depan, seperti tak sabar memperlihatkan keanggunannya. Terlebih langit kala itu berwarna biru bersih. Perpaduan sempurna.
Tumblr media Tumblr media
Haluan kecil ini semakin sesak, sebelas orang dewasa saling berdesakan, ditambah sebuah sekoci yang cukup memakan tempat. Panas. Tapi apakah ada yang mengeluh? Jauh dari kata itu.
Tumblr media Tumblr media
“Happy independence day” ucap Dani memecah kebisuan.
Aahh.. Aku baru ingat hari ini adalah 17 Agustus, hari kemerdekaan negara kita.
Orang asing terkadang lebih peka akan hal-hal berbau nasionalis seperti ini. Padahal dari jauh hari Caca sudah mempersiapkan bendera merah putih yang akan kami kibar-kibarkan di pulau Komodo. Namun lupa di hari-H.
“Oya aku bawa bendera” jerit Caca.
“Jangan sedih, aku juga bawa” sahut Yoga.
Masing-masing dari keduanya mengeluarkan bendera dari tas selempang yang mereka gunakan.
Wajah sumringah saat memegang bendera seketika berubah. Air muka mereka menunjukan kebingungan.
“Terus ini dikibarin pake apa? Gak ada tongkat”’ ujar Caca kecewa. Yoga bergeming.
“Pake ini aja…!!” Teriaku, seraya menunjukan tongsis.
Tanpa komando, Caca mengikatkan sang merah putih dengan kencang. Kemudian sekonyong-konyong memberikan bendera itu pada Dani, sebagai penghargaan karena telah mengingat kemerdekan tanah air kita tercinta.
Dani menerimanya dengan muka depresi. Kami semua terbahak.
Tumblr media
Memang Tanpa disadari rasa bangga akan negeri ini semakin meningkat berkali-kali lipat kala melihat kekayaan dan keindahan alam Indonesia secara langsung.
Bendera yang kami bawa, digunakan sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan kemerdekaan, bukan hanya sekedar properti narsis.
Tumblr media Tumblr media
Kapal masih melaju kencang, bendera masih berkibar-kibar, dan kami yang masih terus terkesima.
4 notes · View notes
sangmochilero · 8 years
Text
LABUAN BAJO : Mari Tersesat!
Perjalanan Flores - Lombok 2.0
Tumblr media
Sebuah ketidaksengajaan terkadang membawa kita pada hal yang tak terduga. Tersesat tidak selalu buruk. Adakalanya kita harus tersesat dulu untuk kemudian menemukan surga yang tersembunyi.
Inilah yang terjadi pada perjalan kami di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur, pada 16 Agustus 2015 lalu.
Sesaat setelah kami mendarat di Bandara Komodo (nama bandara di Labuan Bajo) pukul 15.20 WIT, kami berencana untuk langsung menuju Hotel Bajo. Hotel yang akan kami tempati selama di Labuan Bajo. Meskipun tidak ada taksi seperti di kota-kota besar, tak sulit rasanya untuk menemukan sarana transportasi yang akan mengantarkan kami ke hotel.
Sedikit gambaran, Labuan Bajo yang sering disebut sebagai Kota Pelabuhan atau Kota Nelayan ini secara administratif merupakan ibu kota Kabupaten Manggarai Barat yang mencakup seperempat dari total luas Pulau Flores. Mungkin sebagian besar dari kita yang tinggal di kawasan Indonesia bagian barat, nama Labuan Bajo masih terdengar asing di telinga. Namun jangan salah, kepopuleran Labuan Bajo semakin hari semakin meningkat, terutama di kalangan wisatawan mancanegara.
Secara internasional popularitas Labuan Bajo kini memang sudah tidak diragukan lagi, bahkan sebuah situs ternama dunia “Lonely Planet” memasukan Labuan Bajo dalam “10 Destinasi Terbaik pada Travel 2015 Internasional”
Tidak heran Labuan Bajo kini  menjadi tujuan utama rangkaian wisata para turis mancanegara setelah Bali dan Lombok. Hal ini memang terbukti, ketika saya menjejakan kaki di Labuan Bajo, wisatawan asing lebih mendominasi dibanding wisatawan domestik. Karena Labuan Bajo sangat dekat dengan  Taman Nasional Komodo, yang namanya sudah dikenal di mancanegara setelah dinobatkan sebagai salah satu “The New Seven Wonders of Nature.”
Tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya, ternyata Bandara Komodo amatlah bersih dan rapih. Di lobby utama Bandara Komodo terdapat Tourist Information Centre dan layanan antar ke tempat yang akan kita tuju selama di Flores, tentunya dengan harga yang telah di bandrol oleh mereka.
Kami menggunakan layanan antar tersebut dengan biaya cukup murah, 60 ribuan saja. Tak lama kami menunggu, mobil pun datang dan siap mengatarkan ke tempat tujuan.
Belum seberapa jauh mobil meninggalkan bandara, sang sopir mulai bertanya tujuan kami dan mau lewat mana (serasa naik taksi di Jakarta). Ealah, ternyata sopirnya tak terlalu hapal jalan.
Terpaksa saya membuka aplikasi Google Maps dan mencari lokasi tujuan.  
Selama perjalanan muncul banyak pertanyaan. Kok mobil makin jauh dengan kota?  Kenapa jalannya sudah tak beraspal? Kenapa, kenapa dan kenapa. Karena dalam perjalanan di samping kiri dan kanan jalan hanya rumput liar dan pepohonan. Apakah mungkin ada hotel di tempat seperti ini? Dan yang lebih kacau, titik lokasi hotel yang ditunjukan oleh Google Maps hanyalah sebuah tikungan berlumpur dan  nyaris seperti hutan.
Bukannya stress, kami malah terbahak-bahak termasuk si Pak Sopir yang ikut tertawa.
Kami justru bersyukur, karena selama mobil menderu di jalan tanah dan kerikil ini, kami juga disuguhi lukisan alam yang luar biasa indah. Perpaduan pantai dan gugusan pulau-pulau kecil yang tampak jelas serta hamparan rumput dan pepohonan yang berbukit-bukit. Tentunya ini  tidak kami lewatkan untuk menangkap momen yang mustahil kita dapatkan di Ibu Kota.
Tumblr media Tumblr media
Mendengar kami tak henti mengucap syukur serta pujian terhadap pemandangan sepanjang jalan. Pak Sopir pun melontarkan hal menarik. “Di Bukit Cinta jauh lebih bagus dan terlihat jelas” ungkapnya.
Bukit Cinta di Flores sebetulnya sudah sering saya dengar keindahannya. Mendengar tawaran dari Pak Pengemudi rasanya seperti mendukung hasrat saya untuk berdiri di puncak Bukit Cinta.
“Lanjut aja pak!” ujarku lantang.
Roda mobil pun kembali menggilas jalanan tanah berbatu, menuju sebuah bukit bernama Cinta.
Letak hotel sudah tak kami hiraukan lagi, pikiranku berjibaku akan keindahan Labuan Bajo dari atas Bukit.
Bukit Cinta semakin dekat, semakin terlihat menjulang, semakin menggelora pula keinginan untuk mendakinya.
Hingga kini masih belum jelas, mengapa bukit ini dinamakan Cinta. Namun Pak Sopir sedikit berceloteh, nama Cinta diambil karena bukit ini biasa dijadikan tempat untuk muda-mudi “pacaran” atau mengungkapkan cinta.
Kami pun mulai mendaki dengan semangat. Setapak demi setapak, sampai tak terasa keringat sudah sangat deras bercucuran, dan jari kaki saya sempat lecet-lecet kala itu.
Tumblr media
Sebetulnya tidak lama untuk mendaki Bukit Cinta, hanya sekitar 30 menit. Tapi rasa yang didapatkan setelah berada di puncak sungguh luar biasa indah. Bahkan kata indah saja tidak dapat menggambarkan apa yang terlihat di depan mata.
Lukisan Tuhan, tak sadar bibir ini tak henti-henti menyebut nama-Nya.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Awalnya, saya dan Caca ingin melihat matahari terbenam dari pelabuhan. Namun sayang ini tidak terjadi. Kami terlambat. Namun Tuhan menggantinya dengan mempertunjukan sunset yang menakjubkan dari sela-sela pohon di Bukit Cinta.
Tumblr media
Hari sudah semakin gelap, kami memutuskan kembali ke arah kota. Ternyata tidak terlalu sulit untuk menemukan Hotel Bajo. Bahkan Pak Sopir yang telah membuat kami tersesat pun berkata “oh hotel ini saya tau”. Saya dan caca hanya menghela nafas, sembari berpikir sering-sering aja nyasar ke tempat yang bagus.
Kami langsung check in di Hotel Bajo. Hotel yang bentuk dan pelayanannya biasa-biasa saja, namun terasa homey dan nyaman. Bahkan berkali-kali si Caca melontarkan rasa sukanya terhadap hotel ini.
Setelah kami bersih-bersih badan dan beristirahat sejenak, agenda kami selanjutnya apalagi kalau bukan berwisata kuliner. Tak jauh dari hotel, bertebaran restauran dan juga cafe yang menawarkan berbagai macam menu yang menggiurkan.
Tumblr media
Tapi kami lebih memilih Pusat Kuliner Kampung Ujung, yang menyajikan begitu banyak ikan segar dan makanan laut lainnya.
Tumblr media Tumblr media
Akhirnya kami mampir di salah satu tempat makan seafood yang paling ramai. Setahuku waktu itu hanya kami lah wisatawan lokal. Bisa dibayangkan, berbagai macam bahasa di dunia mengisi satu tempat. Makan sembari ngobrol dan kemudian terbahak, semuanya terlihat senang dan bersemangat. By the way, ko si Caca Cemberut? anti mainstream kali ya.
Tumblr media Tumblr media
Tapi ngomong-ngomong ada kejadian yang membuat penjaja tempat makan sebal. Setelah kami memilih satu ikan segar yang lumayan besar, setengah kilogram cumi dan juga setengah kilogram udang yang diletakan persis didepan rumah makan, Saya dan Caca baru teringat bahwa kami memiliki selera yang begitu berbeda. Saya suka ikan bakar, sedangkan Caca suka yang digoreng. Saya suka cumi asam manis, Caca suka cumi goreng tepung. Saya suka udang lada hitam, Caca suka udang saus tiram.
Setelah perdebatan sengit, akhirnya kita putuskan untuk membagi setengah-setengah. Ikan setengah digoreng, setengah dibakar. Cumi setengah dibuat asam manis, setengah digoreng tepung. Udang setengah, lada hitam setengah saus tiram. Pemilik tempat makan dan juru masaknya pun langsung manyun. Hahahaha.
Tumblr media
Melahap semua makanan dengan sadis membuat Perut kami kenyang. Perut kenyang membuat mata kami terasa berat. Kami pun memutuskan kembali ke hotel, tidur, dan bersiap untuk perjalanan besok. PULAU KOMODO!!!
3 notes · View notes
sangmochilero · 8 years
Text
BALI : Hanya Sekedar Persinggahan
Perjalanan Flores - Lombok 1.0
Tumblr media
Flores, merupakan tanah impian yang sudah saya idamkan sejak lama untuk dijejaki. Tahun demi tahun, bulan demi bulan, Flores seakan hanya sebuah harapan tanpa kenyataan.
Dengan tekad bulat, akhirnya tahun 2015 menjadi tahun dimana mimpi itu menjadi nyata.
Overland Flores merupakan rencana awal, namun melihat bahwa Pulau Komodo belum pernah saya singgahi, rencana pun berubah.
Melakukan  perjalanan dengan banyak orang memang menyenangkan, namun bagi saya 4-5 orang sudah cukup ramai, toh nantinya di tempat tujuan juga akan bertemu dengan banyak macam manusia. Manusia yang baru kita kenal, baik warga lokal atau wisatawan asing. Berbicara dan mendengarkan  mereka sungguhlah sebuah kenikmatan perjalanan.
Saya putuskan untuk mengajak empat orang teman. Namun pada akhirnya yang semangatnya tetap membara untuk melakukan perjalanan ini tinggal saya dan satu orang teman saja. Dialah Dewi Safitri Wulandari Tuahuns, kalian bias panggil dia Caca. Sahabat akrab semasa kuliah. Sahabat yang telah melewati begitu banyak ujian pertemanan.  Sahabat yang telah menjadi pengajar bahasa Korea dan tengah berburu beasiswa untuk kembali ke Negara Song Hye Kyo dan Lee Min Ho tersebut. Berikut penampakan saya dan Caca.
Tumblr media
Dengan berbagai pertimbangan, saya dan Caca memutuskan tanggal keberangkatan kita adalah Minggu, 16 Agusutus 2015. Tanggal ini merupakan hari yang paling memungkinkan setelah mencocokan jadwal cuti masing-masing dan tentunya harga tiket pesawat.
Sedikit intermezzo, harga tiket pesawat ke Labuan Bajo termasuk mahal untuk penerbangan domestik. Rate-nya sekitar 1,6 hingga 2,5 juta rupiah saja untuk satu kali terbang. Kala itu saya memutuskan membeli tiket secara online melalui aplikasi travel*ka. Namun sedikit shock ketika melihat harga tiket yang berubah cepat dalam hitungan menit saja. Harga tiket yang awalnya berkisar 1,6 juta membengkak jadi 2,2 juta. Akhirnya kami memundurkan hari keberangkatan.
Subuh hari kita sudah stand by di Bandara Soekarno-Hatta, padahal jadwal keberangkatan kami pukul 07.20 WIB. Yaa..daripada telat mending kepagian kan? Dan kami pun sukses menyaksikan matahari terbit dari balik jendela bandara.  Lumayan lah.
Tumblr media
Oh iya, Penerbangan Jakarta-Labuan Bajo sangatlah jarang, jadi kita harus transit dulu di Pulau Dewata, untuk kemudian melanjutkan ke Labuan Bajo.
Penerbangan dari Jakarta menuju Bali terbilang lancar dengan cuaca teramat cerah berawan, sepanjang perjalanan tak hentinya kami memandangi  tanah Jawa yang menakjubkan, hingga akhirnya saya terlelap.
Tumblr media
Namun saya menemukan kepanikan ketika pesawat sudah mendekat ke Bali. Caca panik, kemudian membangunkan saya. Begini kira-kira percakapan kami:
Caca : yaaaan…bangun yan (berusaha mebangunkan dengan segenap hati) Saya : hmm ada apa ca? (pikiran kosong, suara serak-serak becek) Caca : itu liat pesawatnya deket banget sama laut, liat yaan.. (komat-kamit baca doa) Saya : mana, manaaaa? (sambil liat jendela, ikutan komat kamit juga)
Kemudian setelah pikiran saya sadar sepenuhnya (karena baru bagun dari tidur), saya pun tertawa dalam hati, pengennya sih terbahak, gak enak sama penumpang lain. Pesawat yang kita tumpangi kan emang mau landing di Bandara Ngurah Rai, Bali yang memang  dekat  laut. Ya pantes ajaaa. Maklum, meski sering ke Korea si Caca ini baru pertama kali ke Bali..*ketawasetan
Tumblr media
Sesampainya di Bandara Ngurah Rai, saya terkesima dengan kondisi Bandara yang sedikit berubah sejak terakhir kali saya mengunjungi Bali.
Kami pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan memotret setiap sudut bandara yang dibuat khas dan identik dengan kebudayaan Bali. Tempat yang sungguh berbudaya dan menjunjung tinggi adat leuluhur, tak heran banyak wisatawan dari seluruh penjuru dunia yang berdatangan ke pulau para dewa ini.
Tumblr media
Karena hanya transit, kita harus menunggu sekitar empat jam di Bandara Ngurah Rai  untuk kembali terbang ke Labuan Bajo. Ya empat jam bukanlah waktu sebentar untuk menunggu.  Empat jam yang mebuat kita mati gaya, tidur, bangun, tidur, bangun, ke toilet, tidur lagi, bangun lagi.
ketika menunggu, sebuah panggilan tak terduga masuk di telepon selularku. Nomer tak kukenal, yaah daripada bosen, akhirnya saya angkat.
Saya : hello Mr.X : Haloo, dengan mas Yan Rahman, betul?? Saya : Betul, ini siapa, ada keperluan apa ya?? Mr. X : saya dari w*ngs air. Mas Yan bolehkah untuk penerbangan ke Labuan bajo hari ini ditunda dulu sampai besok? Saya : APAAAHHH?!!! *drama Mr. X : Iya, soalnya ada tim teknis kami yang harus terbang ke Bajo hari ini, jadi butuh kursi. Saya : NGGAK BISA!!!  Bapak gak tau saya sudah menunggu hari ini sejak lama?? *mewek *tambah drama Mr. X : maaf mas, ini sih kalau boleh. Segala biaya hotel serta akomodasi mas Yan di Bali kita yang tanggung. Saya : Tetep gak bisa Pak. (sembari mikir, menggiurkan juga), soalnya saya sudah atur jadwalnya. Akhirnya perdebatan usai dengan senyum kemenangan dari saya. *ngakakjahat
Tumblr media
Tidak lama, panggilan untuk masuk pesawat tujuan Labuan Bajo terdengar. Kami pun segerea menuju pesawat yang  tidak seberapa besar ini dengan hati lega. Sampai jumpa Bali. Lain kali kami datang lagi. Tentunya bukan sekedar transit.
2 notes · View notes
sangmochilero · 8 years
Text
PELABUHAN RATU : Sebuah Perjalanan Singkat Tanpa Rencana
Tumblr media
Ibu kota dengan segala isinya, kemacetan, kepadatan, dan orang orang dengan ambisi yang meluap. Terkadang membuat kita bosan dan penat. Ingin berlibur tapi jatah cuti sudah habis terpakai, dayoff pun waktunya pendek. Terlebih bagi kalian yang memang libur di weekend. Menghabiskan akhir pekan di puncak atau Bandung pun malah bikin tambah stress. Jalanan yang macet, padat dan orang-orang yang berisik. Seperti memindahkan suasana Jakarta ke Puncak atau Bandung.
Beruntung saya memiliki dayoff di hari orang orang mulai bekerja, hari senin dan selasa.
Di sebuah malam Awal September lalu, saya yang belum bisa move on dari pantai dan segala auranya mulai merasa gila. Menyadari esok adalah hari libur kerja yang hanya dua hari, saya pun berkemas dan bertekad. BESOK SAYA HARUS KE PANTAI!!!
Tapi pantai mana yang deket Jakarta? Ancol? Yaelah.. Anyer? Hmmm Pelabuhan ratu?? Yaa ini aja..
Keesokan harinya, kira-kira jam lima subuh saya mulai bersiap berangkat. Sendirian yan? Iya..ada yang mau ikut? Hahaha..
Perjalanan saya mulai dari halte TransJakarta Slipi Petamburan dengan naik APTB jurusan Grogol-Bogor. Angkutan ini hanya ada satu jam sekali itupun kalau anda beruntung. Tapi tenang masih ada APTB jurusan Grogol-Ciawi atau bisa juga naek kereta. Pokoknya asal nyampe Bogor, amaaaan.
Saya tiba di terminal Baranang siang, Bogor sekitar pukul 09.00 pagi dan langsung naik bus jurusan Bogor-Pelabuhan Ratu. Bus ini biasanya menunggu penumpang alias ngetem selama satu jam. Tapi beruntung waktu itu bus langsung berangkat.
Perjalanan dari Bogor ke Pelabuhan Ratu memakan waktu sekitar lima jam. Jangan lupa untuk membawa powerbank, jika gadget mati selama perjalanan kan gak lucu. Oya saya juga hanya membawa barang seadanya. Dua kaos, kamera, handphone, uang cash secukupnya (300 ribuan).
Selama perjalanan, dihadapkan dengan kemacetan di kawasan pasar  Cicurug dan Parung Kuda. Tapi nikmati saja..inilah berkat bagi seorang backpacker. Apalagi ketika pengamen dan pedagang mulai merangsek kedalam bus. Tak lama Seorang perempuan yang saya taksir usianya sekitar 35 tahunan dan berbaju serba ketat , naik ke dalam bus dengan menjinjing sound system kecil. Mulai dinyalakannya alat itu dan keluarlah irama menghentak khas dangdut dengan volume maksimal.
“Bapak Ibu sekalian mohon maap menganggu perjalannya, kali ini sayah akan membawakan lagu menemani perjalanan anda”  kata sang pengamen dengan logat sangat dangdut.
Kemudian ia bersiap dengan mic dan mulai bernyanyi “ Saya gadis tapi bukan perawan, keperawanan sayah sudah hilang….” Saya mulai pusing dengan hentakan dan volume tinggi, terlalu berisik. Tapi bapak bapak sebelah saya tampaknya sangat terhibur, ia melotot seperti tak berkedip. Entah mendengarkan nyanyian atau melihat sang pengamen dengan baju sangat ketat.
Saya pun memutuskan untuk tidur dengan menyumbat telinga dengan headset.
Jalanan yang lancar dan sopir yang agak ngebut membuat bus yang saya tumpangi ini sampai tujuan lebih cepat. Sekitar pukul 13.00 saya sudah sampai di terminal Pelabuhan Ratu. Eh.. kok perut keroncongan ya, lupa dari pagi belum makan.
Saya pun segera melangkah ke TPI (tempat pelelangan ikan) yang letaknya tidak jauh dari terminal. Berbagai macam ikan segar dijual disini, dan ada juga yang menyediakan jasa memasak. Dengan kalap saya membeli cumi setengah kg, dan  ikan tuna 1,5 kg untuk dimasak ditempat.
Tak lama ikan tuna bakar dan cumi asam manis pun tersaji di meja, sambil mikir “bisa abis sendirian gak ya?” namun agak kecewa sih, ikan yang dibakar sepertinya berbeda dgn yang dibeli tadi dan cumi asam manisnya juga bobotnya seperti berkurang dengan rasa yang tidak jelas. Mau gak mau harus dimakan juga karena lapar yang menggelora. Ya sedikit pelajaran aja kalau ke Pelabuhan Ratu, makan di jasa memasak di dekat TPI bukanlah ide yang bagus. Untuk makan siang kali ini saya mengeluarkan uang Rp. 150.000 saja (zonk).
Setelah kenyang saya melanjutkan perjalannan dengan menggunakan angkutan umum berwarna biru yang sering ngetem didepan pasar Pelabuhan Ratu menuju hotel yang direkomendasikan sebuah situs perjalanan terkemuka.
Dengan bermodal aplikasi google maps saya memberhentikan angkot di depan jalan setapak. “apa bener ini jalan menuju hotel?” Tanya saya dalam hati.
Saya memang sengaja memilih resort yang tidak terlalu dekat dengan pantai, tapi justru di sebuah bukit agar dapat melihat pantai dari ketinggian. Entah ini nyasar atau google maps yang terlalu detail, jalan yang saya lalui sangatlah kecil bahkan melewati sawah. Namun setelah nanya sana sini akhirnya sampai juga di Lagusa Resort.
Tumblr media
Lagusa ini salah satu resort favorit para backpacker yang datang ke Pelabuhan Ratu. Lagusa merupakan kependekan dari Laut Gunung Sawah. Sesuai namanya, resort ini berada di sebuah bukit yang dikelilingi sawah namun bisa melihat laut. Tempat yang ideal bagi yang ingin melepas penat.
Ketika datang saya disambut dengan senyuman manis receptionist dan langsung ditanya, “sendirian aja mas?” JLEB JLEB JLEB.
Saya pun langsung check in dan mendapatkan kamar di Gazebo paling depan yang berhadapan langsung dengan sawah. Suara katak sawah pun saling bersahutan. Ahhh tenangnyaa tempat ini.
Pukul 15.00 saya memutuskan menyewa sepeda motor agar dapat mengelilingi  pantai atau bahkan menuju ke bukit yang lebih tinggi lagi.
Pelabuhan Ratu bukanlah jenis pantai yang enak untuk dipakai berenang, ombaknya yang tinggi, pasir yang hitam dan warna pantai yang kelabu membuat saya memilih untuk melihat saja. Kalau ke pelabuhan ratu kalian harus coba ke bukit arah lebak, Banten. Disana banyak kedai kedai kopi yang menyajikan pemandangan garis pantai luar biasa.
Udara yang bersih, pemandangan bukit dan pantai yang memesona membuat saya enggan beranjak dari kedai ini. Tempat yang enak buat berkontemplasi atau hanya sekedar ngelamun. Tadinya mau sekalian mau berburu sunset, tapi ternyata langit diselimuti awan, matahari tenggelam tak terlihat. Tapi hal ini tidak mengurangi rasa senang saya hari itu. Saya pun memutuskan kembali ke hotel.
Malam ini, malam yang sulit sekali saya dapatkan di Jakarta. Suara angin berhembus berpadu dengan suara jangkrik dan katak, sungguh sebuah harmoni. Tanpa disadari saya terlelap karena tubuh yang kelelahan.
Keesokannya saya bangun lumayan pagi karena gak mau rugi melihat pemandangan pagi sawah dan pantai dari teras hotel. Tak hanya melihat saya juga berkeliling di sawah yang baru ditanami padi, gak kalah sama Ubud, Bali kok.
Tumblr media
Puas mengeksplorasi sawah, saya kembali ke hotel namun tidak langsung ke kamar namun ke bagian café yang memiliki teras menjorok ke area sawah. Saya memesan pancake, orange juice dan teh panas. Nikmatnya pagi ini..makan enak sambil melihat luasnya sawah yang hijau didepan mata dan samar samar terlihat pantai yang berwarna kelabu.
Tumblr media
Sebelum check out saya tergoda untuk berenang di kolam renang hotel yang lumayan sepi, ya emang hanya saya waktu itu. Byuuurrr.. tanpa pikir panjang membuka baju dan nyebur ke kolam renang. Ahhh serasa resort milik pribadi..(ngayall)
Tumblr media
Jam 11 siang saya berkemas dan keluar dari hotel ubtuk kembali ke Jakarta. Masih menggunakan Bus MGI jurusan Bogor, naik angkutan  umum ke stasiun bogor dan sore hari sampai di stasiun Palmerah. Selamat Datang Kembali Di Ibu Kota dengan semangat baru.
Biaya yang dikeluarkan APTB : 15.000 Bus MGI Bogor – Pl Ratu : 80.000 (pp) Angkot Pl Ratu : 6.000 Makan Seafood : 150.000 Hotel : 250.000/night Sewa motor : 70.000 Angkot bogor : 4.000 Kereta bogor-jakarta : 5.000 Total : Rp. 580.000
5 notes · View notes
sangmochilero · 8 years
Text
Sang Mochilero
Tumblr media
Setelah sekian lama dengan banyak pertanyaan, akhirnya saya mencoba menggerakan jemari untuk membuat sebuah blog. Yaa.. mungkin temanya akan random yang sebagian besar merupakan cerita perjalanan dari satu tempat ke tempat lainya.
Sebelum lebih jauh, saya jelaskan dulu kenpa memilih nama blog dengan kata-kata “sang mochilero”. Mochilero diadaptasi dari bahasa spanyol yang artinya pejalan atau backpacker. Pemilihan kata ini terinspirasi setelah saya membaca sebuah buku luar biasa yang berdasarkan kisah nyata karya Yossi Ghinsberg , berjudul Lost In The Jungle. Sebuah buku yang menjelaskan arti backpacker sesungguhnya dengan kisah mencekam tentang petualangan dan upaya bertahan hidup.
Saat ini mungin saya belum sampai tahap the truly mochilero, suatu saat mungkin.
Membuat cerita, artinya harus mengumpulkan potongan-potongan kisah seperti puzzle yang harus kita pilih dan susun dengan cermat, sehingga menciptakan cerita yang utuh. Hal itu harus dilakukan karena banyak sekali perjalanan yang tidak terceritakan yang telah saya lakukan beberapa tahun yang lalu.
Saya ingat, suatu hari membayangkan bahwa traveling hanya dilakukan oleh orang-orang yang banyak duit dengan niat memanjakan segala indera ragawi. Bukan, ternyata bukan itu. Ada begitu banyak hal yang kita dapat ambil dari sebuah perjalanan, sedekat apapun perjalanan itu bahkan ketika kita ke  kantor, sekolah, mall dsb. Ya apalagi kita memutuskan untuk traveling ke tempat lebih jauh tentunya banyak hal yang bisa kita ambil. Ambil apa? Mengambil sesuatu yang tidak dapat kita lihat tetapi kita rasakan dan lakukan baik disadari atau tidak.
Contoh, dengan ber-traveling kita bisa banyak bersyukur telah lahir kedunia, kita bisa mengenal begitu banyak budaya (bahasa, seni, cara berkomunikasi), terlebih apabila kita terbiasa  melakukan perjalanan ala backpacker tentunya akan dituntut untuk memutuskan segala hal dengan tegas dan cepat dengan berbagai resiko, apalagi bagi mereka yang senang dengan solo traveling.
Intinya kita dapat berkontemplasi dengan alam beserta isinya termasuk ranah budaya tentang siapa diri kita dan apa fungsi kita di dunia serta bagaimana mengucap rasa syukur kepada pencipta. Tidak ada kenikmatan yang melebihi itu. So enjoy the blog.
3 notes · View notes