Tumgik
riaditaufik · 7 years
Text
“kenapa selalu ada wujud dia di dalam mimpiku selama 3 tahun belakangan ini?”
“padahal aku tak pernah memikirkan dia lagi sebelum lelapku.”
“aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku tak mau mengetahui urusan dia lagi.”
“tetapi kenapa selalu ada jalan yang aku tak tahu darimana, yang aku sendiri menolak itu, tetapi initinya aku tau kehidupan dia lagi?”
“aku tak mau itu. Ini menyiksa.”
Ya, hal ini selalu mengganggu di setiap bangun tidurku. Sudah hampir 3 tahun aku tak pernah lagi bertemu dengan dia, apalagi berbincang. Tetapi wujudnya selalu ada di mimpiku hampir setiap malam, dengan berbagai penggalan cerita layaknya kumpulan cerpen yang tak pernah selesai ditulis entah penulis kehilangan mood menulisnya atau memang sengaja memotong tulisannya sehingga membuat pembaca menerka-nerka akhir dari cerita tersebut.
Ya, hal ini menyiksaku. Aku merasakan seperti orang yang hendak menyebrang jalan, cuman tidak ada fasilitas yang memudahkan untuk menyebrang dan kondisi kendaraan lalu-lalang dengan cepat, tidak pernah sepi, sehingga aku hanya diam saja sendiri menikmati asap dari kendaraan yang lewat.
Ada yang bilang bahwa, ketika kita hendak mau tidur lalu tiba-tiba memikirkan seseorang tanpa sebab, itu artinya bahwa orang itu sangat berarti dengan anda. Sudah hampir 2 tahun belakang aku berdamai dengan diriku sendiri dan berkata,
“mau dia nanti putus, mau dia sendiri lagi, aku gamau gangguin dia lagi, udah cukup, i’m done.”
Namun ketika saat yang bersamaan, hampir di setiap malam wujud  dia hadir di mimpi dengan berbagai versi, membuat saya bertanya lagi,
“apa kamu yakin, Thom?”
“......”
“ya , ya, aku sangat yakin.”
Ada yang bilang juga bahwa,
“kalo kamu inget mimpi kemarin dengan detil-detilnya, maka itu gakan kejadian di kehidupan nyata. Dan kalo kamu gak inget, kemungkinan besar jadi de ja vu.”
Dan masalahnya aku inget semua mimpi-mimpi itu. Dan ya aku tau itu gabakal kejadian, karena penjelasan tersebut ada benarnya dan masuk akal. Tapi masalanya aku gakuat dengan semua mimpi-mimpi itu yang gabakal jadi kenyataan dan terus hadir di setiap malam.
Terkadang aku merasa bahwa mimpi itu terasa sangat nyata, aku bisa menikmati waktunya, aku bisa menikmati setiap detil-detil, seperti sentuhan tangan, kedipan mata. Apakah aku lucid dreamer? Aku tak tahu, tapi yang pasti aku suka berpikir bahwa,
“apakah lebih enak hidup dengan mata tertutup daripada mata terbuka?”
3 notes · View notes
riaditaufik · 9 years
Text
“apa yang harus aku lakukan?”
“kemana aku harus berjalan lagi? kiri atau kanan?”
“apa yang sudah aku lakukan selama ini?”
ya, beribu tanya yang ada dalam pikiran ku saat ini. otak ku seakan tak mau ikut bekerja sama membantu menjawab semua pertanyaan tersebut. 
aku berjalan di padang pasir saat ini, tidak ada jejak ke belakang, tidak ada tujuan mau kemana aku berjalan selama ini, apakah mencari sebuah oasis atau sebuah kota? aku tidak tahu. tiap langkah kakiku memunculkan berbagai akibat, entah itu pasir yang membentuk bekas jejak kaki atau pun menginjak serangga hingga mati, aku sudah tak peduli lagi.
aku hanya memakai sebuah kaos hitam yang akan menyerap panas saat siang dan dingin saat malam hari, celana jeans panjang yang sangat mengganggu apabila kakiku berkeringat, sepasang sepatu boots usang sudah menemaniku beberapa tahun ini, sebuah buku catatan berwarna coklat yang berisi semua aktivitas ku selama ini tanpa sebuah pulpen, dan sebuah botol minum tinggal tersisa setengah lagi. 
“perjalanan ini sangat panjang, dan aku harus berhemat” 
“apakah aku harus meminum air mataku agar tidak dehidrasi seperti hal yang dilakukan tokek Namibia?” 
hanya catatan yang menjadi penghiburku selama di perjalanan, tanpa bisa menuliskan aktivitasku satu-satunya yaitu Berjalan. sudah berbagai oasis yang aku lihat yang ternyata hanya sebuah fatamorgana, aku harus melanjutkan perjalanan kembali tanpa tahu dimana bisa mengisi botol minumku atau hanya untuk berteduh dari panasnya siang. 
burung pemakan bangkai sudah berterbangan di sekitarku, menunggu saat aku hilang pandangan dan memutuskan untuk tidur selamanya di padang pasir ini. aku selalu berhalusinasi bahwa bisa berbicara dengan segalanya, entah itu pasir, hewan di sekitar, bahkan keringatku sendiri untuk menemaniku saat di perjalanan ini.
“apa ku sudahi saja perjalanan ini, tidur di padang pasir melihat para burung mendekati dan menutup mataku seakan semua itu tidak ada, hanya sebuah ilusi?”
“kuhabisi saja air di botol ini, aku sangat haus sekarang dan mana mungkin ada oasis di sekitar sini”
sempat rasa ingin menyerah dari perjalanan ini terbias di kepalaku, rasa lelah, marah, depresi semuanya bersatu membuat sebuah kesimpulan seperti itu, namun aku harus menahan dengan otak sehatku yang tersisa bahwa setiap orang memiliki tujuan masing-masing dan mungkin ini jalanku, mungkin ini prosesku, mungkin ini sebabku kenapa terjebak di padang pasir. 
kubuka baju dan mengikatnya di kepala dan menjadikannya topi, ku mulai memiliki tujuan sekarang yaitu mencari sebuah pena atau apapun yang bisa menemani buku catatanku dan menuliskan semua pemikiranku saat ini.
“mungkin ini bisa membantu ku untuk selalu waras, dan bisa menikmati perjalanan ini”
2 notes · View notes
riaditaufik · 9 years
Text
"Tak kusangka saya bisa tidur sampai sore begini", dalam benak saya ketika melihat jam dinding yang sudah menunjukan pukul 4 sore. Sudah hampir 12 jam saya tertidur akibat kelelahan sehabis mengikuti ajakan seorang teman untuk party di sebuah klub malam di daerah Sersan Bajuri.
Saya yang hanya seorang pegawai negeri awalnya enggan untuk menerima ajakan dia, tetapi dia memohon dan menawarkan kalau dia yang akan membayarkan segala yang saya inginkan. Karena dia memaksa dan saya juga tergiur akan tawarannya, saya memutuskan untuk menerima ajakan dia. Semalam itu sangat menyenangkan, saya bersama Rio (teman saya) memesan 1 meja untuk kami berdua. Saya kira hanya kami berdua yang akan menikmati meja tersebut, tapi lama kemudian beberapa gadis kurang lebih 4 orang datang ke meja kami dan saya kira mereka adalah teman teman Rio. Setelah kami sudah memperkenalkan diri, Rio mulai memesan beberapa botol minuman yang akan menjadikan malam ini makin menyenangkan. Awalnya kami hanya bercanda saja, tetapi saat sudah mulai mabuk kami tidak bisa mengontrol diri kita masing masing. Saya sangat menikmati malam itu sampai tidak ingat kalau saya sudah mempunyai seorang istri yang sedang menunggu dirumah dengan sangat khawatir. 
Waktu sudah menunjukan pukul 2 dan kami memutuskan untuk pulang. Setelah mengantar 2 teman Rio, dengan setengah sadar saya masuk rumah yang tidak dikunci. Setelah masuk, saya langsung dijejali berbagai pertanyaan oleh Rani (istri saya) dengan nada yang sedikit melengking akibat menahan tangisnya melihat suami yang disayangnya datang larut dengan keadaan mabuk. Karena rasa kantuk yang lebih besar saya menghiraukan Rani dan bergegas masuk ke kamar, namun Rani menahan saya dan memaksa untuk menjawab pertanyaan dia. Akhirnya terjadi pertengkaran hebat antara saya dan Rani sehingga dengan tidak sengaja saya menampar wajah Rani dan langsung bergegas ke kamar meninggalkan dia menangis sendiri di ruang tamu. 
Rasa sakit kepala yang lebih besar dari kantuk memaksa saya untuk keluar kamar dan meminum sebutir obat pereda sakit kepala bersama segelas air. Dengan berat karena rasa kantuk yang masih menjadi jadi saya beranjak meninggalkan kasur dan menghiraukan lemari baju yang sudah berantakan akibat pertengkaran semalam. Saat pintu dibuka, semuanya tampak sangat rapih, dari ruang tamu hingga dapur semuanya rapih dan tertata baik seolah tidak ada kejadian apa apa tadi pagi, semuanya tampak seperti biasanya hanya kamar saja yang masih berantakan. Di dapur sudah ada Rani yang sedang memotong motong sayuran dan dia berbicara sambil tersenyum ketika melihat saya keluar dari kamar, “udah bangun sayang? Saya lagi bikin masakan kesukaan kamuloh". Saya yang keheranan melihat tinggah laku dia yang seolah olah tidak terjadi apa apa hanya membalas dengan anggukan saja. 
Rasa sakit di kepala tiba tiba hilang yang hanya ada rasa keheranan akibat tingkah sang istri yang sepertinya melupakan dengan singkat kejadian tadi pagi dan berusaha melayani suaminya dengan sebaik baiknya. “Mungkin ini cara dia buat saya merasa bersalah akibat kejadian tadi pagi." Pikir saya. Saya berusaha untuk seperti biasa yang sering tersenyum dan sering membuat candaan ketika dia sedang memasak sesuatu sehingga dia tertawa dan terkadang saking asiknya kita bercanda sampai sampai masakan itu jadi gosong atau tidak ada rasanya ketika kita memakannya. Saya datang ke dapur dengan tersenyum, menghilangkan semua kejadian tadi pagi dan berbicara, “masak kesukaanku yang mana nih?". Dia menjawab, “pokoknya masakan kesukaan kamu, aku bikin paling special deh.". Akhirnya saya mulai mengeluarkan berbagai candaan yang membuat kami tertawa dan membuat kami semakin dekat seolah olah kami menjadi pasangan baru kembali. Lama kelamaan saya menjadi sangat bersalah karena sudah berbohong dan memukul pipi istri saya. Saya sangat terharu melihat Rani yang berusaha menutupi kesedihannya dengan sebuah senyuman dan bersedia untuk memasak makanan kesukaan suaminya. Dengan tertunduk akhirnya saya bilang, “sayang hmmm aku minta maaf yah atas kejadian tadi pagi, aku lepas kontrol saat itu. Aku juga salah malah ikut Rio bukannya langsung pulang melepas kangen sama kamu sayang, semua itu gakan terjadi kalo aku ikut sama kamu.". Rani hanya tersenyum dan menjawab, “sayang, aku ngerti apa yang kamu rasain sekarang. Kemarin aku sangat khawatir karena kamu gak ngasih kabar. Aku juga terpukul lihat kamu pulang dengan keadaan mabuk, seakan akan aku tidak becus mengurusi seorang suami. Aku juga minta maaf yah sayang.". Akhirnya kamipun berpelukan. 
Saya sangat senang karena kami sudah baikan dan saya memeluk dia dengan sangat erat. Namun ada yang aneh, badan dia menjadi dingin. Tidak biasanya badan dia bisa sedingin ini. Namun dengan rasa bahagia yang lebih besar saya menghiraukan keanehan itu, mungkin dia kedinginan kemarin sepertinya dia tidur di ruang tamu. Lalu saya kecup kening Rani dan memegang tangannya, namun tangannya juga dingin. Rasa penasaran saya mulai tinggi, lalu akhirnya kutanyakan, “sayang ko tangannya dingin gini?". Dia hanya menjawab singkat bahwa ini bekas tadi nyuci baju di atas jadi sampai dingin gitu. Saya menanggapinya hanya dengan anggukan saja. Rasa haus mulai timbul karena daritadi saya belum meminum sesuatu yang menyegarkan. Akhirnya saya putuskan untuk menuangkan segelas sirup markisa yang ada di kulkas yang kukkas tersebut tidak jauh dari kompor ketika Rani sedang memasak semur daging, masakan kesukaan saya. Setelah beranjak mulai menjauhi dia, saya mulai membuka kulkas dan hendak mencari sirup markisa yang menyegarkan itu. Tetapi ketika hendak membuka kulkas, tepat di depan permukaan kulkas terdapat secarik kertas yang menggantung karena dihapit oleh pin magnet yang terdapat di kulkas tersebut. Biasanya ketika saya atau Rani mau bepergian keluar dan saat itu juga saya atau dia sedang tidur atau sedang sibuk dengan kerjaannya, biasanya kami menulis secarik kertas dan menempelkan ke kulkas karena pikir kami kulkas adalah hal yang paling sering dipakai dan mudah dilihat. Pikir saya, “kenapa dia meninggalkan sebuah pesan kalau dia ada disini dan kami sudah berbaikan?". Dengan penasaran saya membaca pesan itu dan membuat saya sangat terkejut. Pesan itu berisi :
 " Yang tercinta Dion, 
Maaf saya sangat khawatir kemarin karena kamu tidak memberi kabar buat aku. Aku nunggu kamu dari malem sampai pagi itu cuman buat nunggu kabar dari kamu. Saat kamu pulang aku sangat senang sekaligus terpukul melihatnya, kamu pulang dalam keadaan mabuk. Aku sangat sedih karena kamu tidak pernah seperti ini, kamu selalu menolak apabila ada yang mengajak buat pergi ke klub klub yang gak jelas gitu. Dan kamu selalu cerita sama aku kalau ada yang mengajak seperti ini. 
Tapi kenapa sekarang kamu tidak bilang sayang? 
Dan kenapa kamu menerimanya saat ini? 
Kamu lagi banyak masalah dikantor? 
Kenapa kamu tidak cerita sama aku aja masalah masalah kamu dikantor? Biasanya juga kamu selalu cerita sama aku kan? 
Dan aku juga sebisa mungkin bisa mendengarkan dengan baik meskipun gabisa ngasih solusi yang baik buat kamu. Aku sangat terpukul ketika liat kamu seperti tadi pagi dan aku juga terkejut saat pertama kali kamu menampar pipiku. Aku sangat kanget ketika kamu melakukan itu sekaligus sedih melihat kamu seperti itu. Aku memutuskan untuk pergi kerumah orang tuaku untuk beberapa hari ini untuk menenangkan diri. 
Maaf belum sempat membereskan baju baju di kamar karena ulahku mencari baju bajuku di lemari. Aku sudah masak makanan kesukaan kamu semur daging yang sudah aku siapkan di meja makan. Semoga kamu suka makanannya yah. 
Beribu maaf dariku, Rani" 
Tangan dan kaki saya kaku seketika selesai membaca pesan dari Rani. Jantung berdegup sangat kencang dan keringat dingin mulai terasa di sekitar tubuh saya. Sayang tidak sanggup berkata apa apa ketika membaca pesan itu. Dengan tidak percaya saya menelefon rumah mertua dengan hand phone yang ada di saku karena kemarin tidak sempat ganti baju maupun celana untuk memastikan bahwa Rani tidak ada dan dia ada disini. Dengan nada berbisik saya menanyakan ke ibunya kalau Rani ada dirumah atau tidak. Namun bulu kuduk saya semakin berdiri karena ibunya menjawab dia ada disini sedang tidur karena kecapean baru datang ke rumahnya di Malang. 
Saat itu dengan tidak percaya saya langsung menutup telefon itu tanpa memberi kata pamit. Dengan jawaban ibu Rani barusan seakan telah menjawab segalanya bahwa Rani istri sayang tercinta sedang berada di Malang dan meninggalkan saya sendirian disini. 
Namun dalam benak saya, 
“lalu yang sedang sama saya saat ini siapa? Kami sempat berbicara dan berpelukan, bermesraan, hingga saya cium kening dia." “Apa ini istri saya yang asli?" “Lalu kalau ini asli, Rani yang ada di malang bersama keluarganya itu siapa?" “Dan kalau yang di Malang itu yang asli, siapa Rani yang ada di belakang saya? Yang sedang memasak semur daging kesukaan saya?". 
Berbagai pertanyaan timbul di kepala yang tak mampu dijelaskan oleh akal pikiran saya sendiri. Waktu seakan berhenti dalam waktu yang lama, dan saya hanya terpaku berdiri menghadap ke kulkas dan membelakangi Rani yang bukan sebenarnya. “Ini mungkin seperti film, ketika saya balik badan dan melihat bahwa saya hanya sendiri dirumah ini. Dan kejadian yang tadi hanya seorang mahkluk yang sedang iseng saja.". Dan akhirnya saya putuskan untuk melihat ke belakang dan memastikan kalau dia itu hanya halusinasi saja. Dengan memejamkan mata terlebih dahulu, saya memberanikan diri untuk memutarkan badan dan membuka mata. 
Namun ketika saya membalikan badan dan membuka mata saya, ternyata dia masih ada disana yang sedang asik memasak dengan bergumam lagu lagu jawa yang membuat saya merinding. Saya terpaku melihat dia yang sedang memasak. “Ya Tuhan siapa dia yang sebenarnya?!!" Saya tidak bisa berkata apa apa, hanya diam dan terpaku melihat istri yang bukan istri sebenarnya sedang memasak masakan kesukaan saya. 
Untuk mengilangkan rasa takut, saya menggerakan mata buat liat apapun untuk menghilangkan rasa curiga dia melihat kelakuan saya. Saya melihat apapun yang bisa dilihat dari gelas, mangkuk, ataupun yang ada di dapur. Namun saat mata saya melihat Rani, saya melihat dari kepala sampai kaki dengan refleknya. Ketika saya melihat kakinya, saya sangat terkejut karena ternyata dia tidak menyentuh lantai, hanya beberapa senti diatas lantai. "Ya Tuhan, kenapa mahluk ini masih ada disini dan kenapa dia bersikap seperti biasanya tidak merasakan kalau saya sudah tau dia yang sebenarnya?" Keringat dingin membasahi badan saya, saya tidak bisa bergerak sedikitpun entah mungkin ini pertama kali berhadapan dengan mahkluk berbeda alam atau memang ini sepertinya rasanya berhadapan langsung dengan mahkluk ini. Mulut saya kaku tidak bisa berkata apa apa, sebenarnya yang saya inginkan itu langsung lari dan meninggalkan rumah yang sudah kami tinggali selama 2 tahun tersebut. 
Tapi kenyataannya berbeda. Lalu tiba tiba dia memutar badannya dan mulai menghampiri saya. “Ya Tuhan tolong saya, tolong saya ya Tuhan!!" Mahkluk ini mulai menghampiri saya dengan sangat perlahan, tidak dengan berjalan melainkan MELAYANG. Kaki saya sudah sangat kaku tidak bisa digerakan dan mulut juga tidak bisa mengeluarkan ayat ayat suci Al Quran yang biasa saya baca kalau sedang ketakutan. Tak terasa bahwa mahkluk ini sudah ada di depan saya, persis berhadapan seperti kita sedang berpelukan, sangat erat sekali. Tiba tiba makhluk ini berkata dengan nada pelan namun sangat banyak mengandung arti di dalamnya, 
“sayang ko kamu tegang gitu sih, kan kita sudah baikan?" 
Lalu nada tersebut berubah menjadi tawaan cekikikan dengan tangannya mulai membelai wajah saya, 
“kamu sudah tau aku yang sebenarnya yah? Hihihihi jangan panik sayang, saya akan jadi istrimu yang baik ko selama istrimu sedang ada di luar kota. Aku akan merawat kamu dengan baik sayangku." 
Dalam benaku menjawab ,"ya Tuhanku TOLONG!!!!" 
1 note · View note
riaditaufik · 9 years
Text
Obrolan Imajiner
Suara kereta berkumandang keras, cepat dan menggetar. Rel panas bersikutan dengan roda kereta yang melaju cepat. Memang, cukup menjadi sebuah sensasi untuk sebuah kafe yang bersebelahan dengan sebuah rel kereta api. Pagi itu adalah jam sibuk untuk semua. Setiap getaran dari kereta yang lewat, mendistraksi obrolan yang terlaksana antara dua cangkir kopi panas yang ikut bergetar bersamanya. Berita inflasi Negara ini menemani lalu lalang orang masuk keluar kafe untuk membeli kafein untuk menemani hari. Terdapat empat kantor didekatnya, dan paling dekat adalah sebuah hotel bintang 5, paling besar di kota ini. Sebagian besar pelanggan kafe pagi ini adalah mereka para pekerja hotel, pekerja kantoran, mahasiswa pencari ilham dengan laptop dan buku besar mereka, serta kedua orang yang tidak sengaja bertemu.
Pria ini, berumur 27 tahun. Masih belum menikah, terlihat dari ketiadaan cincin di tangannya. Wajahnya tidak terlalu bersih, kumisnya tebal, berkulit hitam dan berambut cukup panjang ikal. Kacamata dengan frame yang bulat, jam tangan hitam logam, kaos hitam, serta celana jeans yang robek. Sebungkus rokok dan korek api ditaruh diatas meja, bersebelahan dengan smartphonenya. Dihadapannya laptop 17 inch lengkap dengan mouse serta headphone. Dia sedang mengerjakan sebuah skrip film. Wajahnya serius sekali, sesekali ia menyeruput kopinya, sesekali hanya melihat kereta yang lewat sembari melepas headsetnya.
Seorang Wanita, berumur 27 tahun juga, dengan setelan kantornya, blazer hitam, kacamata hitam dan membawa tas kulit kecil. Masuk kedalam kafe saat kereta lewat. Wajahnya manis, tak telalu tinggi, dan berbadan cukup ramping. Logatnya saat bicara “mas, aku mau café latte nya satu yah. Panas. Take out ya” meninggalkan aksen yang khas. Manajer hotel bintang 5 sebelah, tetap membutuhkan kafein dipagi hari.
Disaat kereta menyanyikan lagunya, sang pria melepas headsetnya, dan wanita ini masuk kedalam kafe. Disitulah kedua mata mereka beradu. Keduanya teridam, lalu senyuman keluar dari kedua wajah mereka. Setelah wanita ini memesan kopinya, dia duduk di hadapan sang pria.
“4 tahun lamanya ya.. Bukankah, waktu itu magical ? Tak terasa sekali ya..” ujar sang wanita.
“Bukan, waktu itu bukan magis, dia hanya.. berkelana dan menikmatinya. Sehingga lupa akan semua.” Balas sang pria.
“Kamu tetap tidak berubah ya, Anton. Tetap urakan, dengan gayamu itu.” Balasnya, sambil menaruh tasnya didepan laptop 17 inch milik Anton.
“Desy..(Anton sembari melihat name tag yang terpampang di blazer) Manager. Wow.. Empat tahun saja ? Sudah besar kamu ya sekarang. Saya boleh tidak berubah, tapi.. kamu, terlihat.. berbeda. (tertawa kecil)”
“Bukankah itu lucu, dulu mungkin, ya, aku masih seorang gadis kutu buku di hadapanmu, aktivis kampus yang kerjaannya bolak-balik rapat sampai pagi, bikin film sana sini, sampai terlambat keluar dari kampus. Kamu cinta banget kayaknya sama kampus.”
“(tertawa) hahaha, sudah-sudah, itu masa lampau. Kita memang masih anak bawang. Coba lihat sekarang, aku dan kamu, bertemu disebuah tempat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Mimpi apa kita, bertemu ditempat seperti ini ? terlebih, sudah 4 tahun lamanya sejak… (anton menyeruput kopinya) sejak kita bertemu dan bicara terakhir kalinya.” Balasnya, sambil mengeluarkan sebatang rokok putih dan membakarnya, lalu ia lanjut berbicara.
“Desy, kau pasti tak punya banyak waktu pagi ini kan ?”
“Kamu sekarang jadi peramal apa bagaimana ? Kok kamu tau aja sih. (nada sarkastik)”
“Yah kamu ini, tetap dengan sarkasmu, akhirnya aku tau hal yang tak pernah berubah darimu.”
“(tertawa kecil) haa, ya emang kenapa ton, saya memang hanya punya setengah jam lagi untuk masuk kantor”
“Bagaimana kabarmu ?” Balas anton, sembari menghembuskan asap rokoknya.
“4 Tahun tak berkabar dan itu pertanyaan mu ? hahaha.. baik, aku baik. Pekerjaan ku memang sedang mengalami kesulitan besar namun, sepertinya tak menjadi masalah. Kamu ?” Balas desy sambil melipat kedua tangannya.
“Aku mencoba basa-basi. Seperti biasa. Hidupku, begitulah.. ikut produksi film sana sini, minum kopi, dan keliling Indonesia. Dua hari lalu, aku baru kembali ke kota ini setelah 2 tahun lamanya, berkelana ke kota-kota.”
“Keliling Indonesia ? wah, mimpimu terwujud juga ya. Bagus untukmu.. terus-terus, kamu sekarang kerja dimana ?”
“Yah, aku sedang liburan sekarang, cuman ingin nikmatin bunyi kereta aja, sambil minum kopi. Unik juga sih, baru sekali aku kesini, dan bertemu denganmu. Lucu juga ya. Anyhow, how your love life ?”
“Wow, straight to the point are we ?” Hahahaha (tertawa lepas). Anton, you never change.” Balas desy dengan tawanya yang terbahak.
“Cinta itu semu, ton. Entahlah. Aku tak berfikir akan kesana. Selama ini mereka datang lalu pergi. Kadang sebentar, kadang satu musim. Nggak banyak juga sih, namun, yaa, akhirnya sekarang ada yang berencana untuk tinggal, dan mungkin aku sudah siap untuk sekarang.”
Anton terdiam sejenak. Memandang desy penuh makna, menyeruput kopinya, lalu menghisap rokoknya lagi. Kemudian ia tertawa kecil.
“Menjadi manajer tak menghentikan kepuitisan mu ya ? menarik juga. Aku, sepertinya, masih sama seperti yang lalu-lalu.” Balasnya pelan. Lalu tangannya memangkul wajahnya.
“Maksudmu yang lalu-lalu ? Jadi.. setelah kejadian 4 tahun lalu, kau masih.. ?”
“Iya, des.” Balas Anton, pelan, namun tegas. Kedua matanya memandang sayu, kemudian ia hanya memandang ke rel kosong. “Namun sepertinya, aku sudah sampai di ujung stasiun ya.”
“Selama ini aku menaiki kereta yang sama, dengan tujuan yang sama. Perjalannya panjang, seperti mengitari pulau jawa. Di setiap stasiun yang kulewati, ku terus memandang akan tujuanku, dan melihat nama stasiun terakhir di setiap pintu. Kadang, aku istirahat sejenak hanya untuk bersandar dan melihat sekitar. Kadang, aku berlari mengejar keretaku agar tidak terlambat. Lalu, aku terkadang pindah kereta. Mencari suasana baru. Namun, tujuan ku satu. Sampai ujung stasiun terakhir.” Ujar anton beranalogi.
“Aku sepertinya telah sampai di ujung stasiun. Ternyata..”
“Aku tidak disana, ya nton ? ujar desy. Pelan.
“Kau disana. Buktinya, kau ada disini, namun.. kita tidak bersama menyebrang pulau. Kau akan menuju bandara sedangkan aku, harus menyebrang pulau dengan kapal laut.”
“Jadi selama ini.. kau masih … tetapi kenapa.. kau tidak pernah menghubungiku ?”
“Karena.. caraku mencintaimu sekarang mungkin berbeda dengan sebelumnya. Namamu selalu ada dalam doaku. Bahagiamu selalu selalu ku doakan. Berharap tidak akan menjadi jalan, des. Tak kusangka aku akan bertemu denganmu disini. Jelas. Aku sangat rindu padamu. Tapi, sepertinya aku bukan seorang yang ada di stasiun mu nanti.. “
“Perjalananmu sia-sia kalau begitu ?”
“Tidak, tidak juga. Karena, banyak sekali dunia yang kulihat dijalan menuju stasiun terakhir. Ternyata, aku harus melihat lebih banyak lagi dengan menyebrang pulau, des. Jadi tidak ada yang sia-sia.” Jika aku tidak sampai ke stasiun terakhir ini, mana mungkin aku mau berpindah pulau.”
“Aku tidak mengerti.. anton. Kenapa kamu tidak menghubungiku saja ?”
“Sepertinya doaku terkabul. Kamu bahagia kan? Baguslah. Aku bersyukur doaku masih didengarkan.” Jangan khawatir. Aku juga bahagia kok..” Anton berkata sembari melihat jam tangannya.
“Sudah setengah 9. Kau harus masuk kerja sekarang. Masa’ manajer telat ?”
Desy tak bisa berkata apapun. Ia berdiri dari tempat duduknya. Melihat jam tangannya. Sembari memberikan senyuman kepada anton. Ia berpamitan, memberikan salam terakhir kepada anton.
“Terima kasih ya. Semoga sampai di pulau seberang dengan selamat.”
Kereta pun bernyanyi lagi. Desy pun berjalan keluar kafe. Anton menghabiskan kopinya, lalu tersenyum sendiri.
“Bukankah hidup ini, penuh kejutan ton ? hahaha…” ujarnya dalam hati.
3 notes · View notes
riaditaufik · 9 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
The Hellcat Spangled Shalalala | “What you waiting for? To sing another fucking Shalalala”
377 notes · View notes
riaditaufik · 9 years
Photo
Tumblr media
5K notes · View notes
riaditaufik · 9 years
Audio
But it’s too late
0 notes
riaditaufik · 9 years
Video
youtube
Coldplay - Always In My Head I think of you I haven't slept I think I do But, I don't forget My body moves Goes where I will But though I try my heart stays still It never moves Just won't be led And so my mouth waters, to be fed And you're always in my head You're always in my head You're always in my head You're always in my head You're always in my head Always in my... Always in my... This, I guess, is to tell you you're chosen out from the rest...
1 note · View note
riaditaufik · 9 years
Photo
Tumblr media
658 notes · View notes
riaditaufik · 9 years
Photo
Tumblr media
R U Mine? on We Heart It - http://weheartit.com/s/rx5QIPP9
723 notes · View notes
riaditaufik · 9 years
Photo
Tumblr media
15K notes · View notes
riaditaufik · 9 years
Photo
Tumblr media
http://iglovequotes.net/
4K notes · View notes
riaditaufik · 9 years
Quote
Don’t wish me happiness — I don’t expect to be happy all the time; it’s gotten beyond that somehow. Wish me courage and strength and a sense of humor — I will need them all.
Anne Morrow Lindbergh, Bring Me a Unicorn: Diaries and Letters of Anne Morrow Lindbergh, 1922-1928 (via wordsnquotes)
14K notes · View notes
riaditaufik · 10 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
the first gif shows one full year of full moons between may 2005 and april 2006. its size at perigee (when nearest to us) and apogee (farthest from us) differs by more than 10%. the wobble, due to the moon’s elliptical orbit and slight axial tilt and inclination, is know as lunar libration. (this is not to be confused with lunar libation, which is fancy speak for moonshine.) the second gif shows the moon’s phase and libration during october of 2007.
6K notes · View notes
riaditaufik · 11 years
Photo
Tumblr media Tumblr media
Why Declawing is a Bad Idea (An 1-minute guide)
Read More
264K notes · View notes
riaditaufik · 11 years
Video
youtube
3 notes · View notes
riaditaufik · 11 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
"PERMEN" 14 September 2013
2 notes · View notes