Tumgik
indahuzj Ā· 4 months
Text
Dua Sayap yang Patah
Dua sayap yang patah.
Dia adalah trauma & depresi.
Jauh sebelum tulisan ini dibuat ada banyak hal yang telah saya lalui dan sedang saya rasakan, dua hal di antaranya adalah trauma & depresi. Hal ini akan selalu terdengar enggak relate untuk sebagian individu karena mereka mungkin enggak merasa punya trauma & depresi atau belum merasakan dua hal tersebut.
Tapi saya bersyukur, tandanya Allah ingin saya merasakan dan mengalami banyak hal untuk bisa dijadikan pengalaman dan pelajaran hidup. Jika manusia atau individu memiliki luka dari trauma & depresi, lalu apakah fungsi kita sebagai manusia dan keberadaan kita di dunia akan sia-sia? Apakah ketika manusia atau individu yang memiliki luka karena trauma & depresi tandanya enggak sempurna? Sejatinya manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna di antara makhluk ciptaan Allah lainnya karena kita memiliki akal, nafsu dan hati. Namun setiap individu memiliki sifat, sikap & watak yang enggak sempurna dan pasti ada kurangnya.
Bicara tentang pulih. Individu yang mengalami trauma membutuhkan waktu yang enggak sebentar untuk dapat pulih dan sepertinya enggak ada kata "pulih seutuhnya dan benar-benar pulih" karena selalu ada luka yang membekas. Benar kata sains bahwa Hippocampus dan Amigdala saling berkaitan dan saling terhubung sepanjang perkembangan manusia.
Trauma & depresi membuat saya enggak bisa lagi terbang dalam waktu yang cukup lama. Bahkan hingga saat ini.
Saya jatuh.
Saya merasa berat untuk berdiri tegak.
Tanpa sadar, dampaknya berkepanjangan hingga saat ini.
Timbulnya rasa kurang percaya diri.
Mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Terganggu nya pola pikir.
Kesulitan membangun relasi.
Jika tubuh ini seperti lampu maka cahaya yang saya miliki menjadi redup.
Rasanya enggak percaya karena Indah yang dulu seperti layaknya cahaya yang terang dan sekarang cahaya itu redup.
Apa yang salah?
Apa yang saya lakukan di masa lalu hingga membuat cahaya itu redup?
Lagi dan lagi saya enggak pernah berhenti untuk muhasabah diri.
Jika dirangkai satu persatu puzzle kehidupan, puzzle masalah dan puzzle luka, kita akan menemukan sebuah pertanyaan baru.
Apakah menjadi terang itu baik untuk diri sendiri dan orang lain?
Apakah menjadi terang dapat menjadi pemicu utama seseorang mengalami trauma & depresi?
Apakah menjadi redup itu ternyata baik?
Apakah menjadi terang itu salah?
Apakah tetap bisa terbang walau tanpa sayap?
Satu per satu saya mulai membalut luka, menutupinya dengan menjauh dan memaafkan pemicu trauma. Saya pikir itu adalah cara terbaik agar bisa terus melangkah hingga sayap baru mulai tumbuh.
Nyatanya, Hippocampus dan Amigdala masih saling berkaitan.
Enggak.
Trauma & depresi enggak akan bisa dilupakan. Keduanya akan selalu hadir dalam ingatan dan membuat ruangannya sendiri.
Jadi...
Siapkah kita melangkah dan perlahan membalut luka? :)
Jakarta, 29 Januari 2024
0 notes
indahuzj Ā· 5 months
Text
Sosial Media : Menghilang dan Kembali
Dari semenjak hijrah 4th yang lalu, enggak sedikit dari teman-teman yang tanya "jarang liat update' an" dan di minggu lalu sempat diskusi mendalam tentang kehidupan atau biasa kita sebut deep talk. Saat itu ia bertanya : "kamu lebih nyaman ke yang zaman dulu atau yang sekarang? Dengan yang kamu rasakan saat ini. Kamu ibarat kata lebih tenteram mana sih, orang tau kamu dimana atau orang enggak tau kamu dimana?" Aku akan jawab kata utamanya adalah 50:50. Dengan kondisiku yang saat ini aku ingin orang lain juga tau bahwa aku masih hidup, aku melakukan kegiatan ini dan itu, aku mengalami ini dan itu, aku enggak menghilang gitu aja tanpa sebab. Tapi di sisi lain aku merasa nyaman dibalik layar karena enggak ingin orang lain tau apa kegiatanku. Mungkin pada zaman dulu kenapa pernah se-aktif itu dengan sosial media karena aku butuh validasi, yang namanya masa remaja pasti pernah merasakan hal tersebut. Rasa ingin menampakkan diri ke orang lain sangat besar. Keinginan untuk bersosialisasi pun sangat tinggi. Haus akan likes dan ketenaran, tanpa sadar bahwa diri kita terancam. Namun ketika aku tau ilmu mulai lah timbul pertanyaan dalam diri "fungsinya apa sih untuk aktif di sosmed?" Ketika sudah tau lalu kemudian punya trauma yang kurang menyenangkan (flashback story : someone that I know saved my picture several times and made a folder for it without asking me first). Itu adalah trauma yang sangat besar sekali dan hal itu juga yang membuat aku berpikir "mungkin memang ada baiknya aku off aja dan menghilang dari sosmed. Orang lain enggak harus tau aku dimana." Maka dari itu kenapa aku memilih hapus permanen semua akun sosmed dari Twitter, Facebook, Path bahkan sempat deactived akun Instagram dan sekarang mengganti username. Jadi kalo ada pertanyaan seperti di awal, aku pilih mana dan lebih nyaman yang mana maka jawaban nya adalah 50:50. Aku enggak bisa menyalahkan diriku di masa lalu karena aku sudah mengalami dan hal itu juga yang membentuk diriku menjadi sekarang. Aku enggak bisa menolak apa yang terjadi saat itu dan apa yang sudah terjadi setelahnya. Aku juga enggak bisa menyalahkan diriku yang sekarang dengan memilih dibalik layar yang nggak intens setiap hari harus update, karena bagaimanapun itu adalah sebuah pilihan dan keputusan yang aku buat. Ada kalanya individu memang perlu ruang untuk mengelola diri. Dengan terjadinya masa-masa itu aku yang sekarang jadi tau seperti apa sosial media. Entah sosial media yang dibuat dari manipulasi dan kebohongan atau dibuat dari kejujuran dan kebahagiaan. Tapi sejatinya enggak bisa juga dibandingkan karena hal tersebut memiliki waktu dan pengalaman serta ilmu yang berbeda. Jadi sekarang sepertinya lebih baik enggak terlalu menampakkan diri ke permukaan namun tetap aktif dengan hal-hal yang lebih positif dan menyenangkan, selama hal tersebut enggak menyalahi hukum syar'i. Aku enggak pernah tau apa yang sedang kalian hadapi dan lalui, intinya adalah jangan pernah menjauhi orang-orang baik di sekelilingmu hanya karena kamu nggak di level yang sama dengan mereka. Jangan pernah menjadi orang lain hanya karena kamu berbeda dan ingin dianggap memiliki level yang sama. Jadilah dirimu sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Jadilah apa adanya tanpa harus menyakiti dan mengecewakan orang lain, dan yang terakhir... Pilihlah segala sesuatu yang membuat hatimu tenang karena sesuai hukum syar'i bukan sesuai hukum masyarakat. Have a nice day. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah dan selalu diberi hati yang lembut untuk bisa menerima hidayah. Aamiiin Allahuma Aamiiin. -Jakarta, 28 Desember 2023
0 notes
indahuzj Ā· 1 year
Text
Apakah "semua bunga" akan mekar bersamaan?
Kita ada di dunia bukan atas permintaan sendiri untuk di lahirkan, melainkan atas pemintaan orang tua kita kepada Allah. Mereka memohon untuk menghadirkan kita di dalam hidupnya. Mereka memohon agar dikaruniai anak yang Soleh dan Solehah.
Ketika seorang bayi lahir dan keluar dari rahim Ibu kemudian bayi itu menangis tanpa ada yang mengajarkan, apakah bayi itu meminta untuk bisa menangis?
Apakah sepenuhnya hidup kita ini adalah hasil dari "meninta" kepada Allah Subhanahu Wa ta'Aala?
Saya masih ingat dengan tulisan yang saya bagikan di tahun 2020 dengan judul Tabula Rasa. Saat itu saya memberanikan diri untuk berbagi cerita setelah memutuskan untuk kembali menjadi putih seperti kertas kosong. Harapan saya hal itu dapat perlahan menutupi noda hitam yang sudah ada sejak lama. Mungkin kalian mau baca, link nya ada disini -> https://www.tumblr.com/ujestory/617751836177350656/tabula-rasa?source=share
Entah hanya saya atau juga dirasakan oleh orang lain, hingga saat ini berulang kali Allah selalu menyadarkan saya untuk bermuhasabah diri, lebih tepatnya adalah pertanyaan tentang "Kita hidup mau ngapain?", "Apa yang mau kita cari dalam hidup?" Uang? Harta? Popularitas? Pendidikan yang tinggi? Karir yang cemerlang? Jabatan? Keluarga harmonis? Menikah? Menjadi seorang Ibu yang sempurna?
Alam bawah sadar kita selalu menginginkan hal duniawi. Wajar karna kita manusia yang sedang berjuang untuk tetap hidup. Wajar karna kita makhluk sosial yang membutuhkan eksistensi agar tetap dianggap ada dan hadir dalam lingkungan sosial yang sebenarnya enggak semua positif, lingkungan yang sebenarnya suka bikin kita insecure dan jadi pribadi yang penyendiri.
Kenapa? Karna ekspektasi yang orang-orang berikan kepada kita terlalu besar. Kata "support system" yang seharusnya adalah lingkaran orang-orang terdekat dalam hidup dan keluarga adalah pihak yang dominan, hal ini enggak semuanya bisa di alami oleh orang-orang. Hal ini yang membuat seseorang bisa kehilangan rasa percaya dirinya dan memilih untuk menyendiri atau memilih untuk enggak terlibat dengan aktivitas sosial lainnya.
Saya selalu ingat atas semua kejadian yang Allah berikan kepada saya. Baik dan buruk, sedih dan bahagia, suka dan duka. Sebagian kejadian enggak pernah saya minta, tapi Allah beri untuk jadi bahan belajar buat saya. Kadang suka bertanya "Kok aku ngerasain ini tapi orang lain enggak ya?"
Jika kita meyakini bahwa Allah Maha Tinggi dan Maha Besar maka segala kehidupan yang kita lalui adalah atas izin Nya. Kemudian jika kita berdasar pada Al-Qur'an kira-kira apa yang bisa kita jadikan renungan?
Qur'an Surat Al - Baqarah Ayat 216 adalah kunci dari semua pikiran-pikiran di atas, dengan arti sebagai berikut : ā€œDiwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.ā€ SumberĀ : Rumaysho
Tahun 2019 adalah tahun paling bersejarah bagi saya. Ketika Allah memberikan saya kesempatan tapi saya belum siap atau mungkin enggak akan pernah siap. Allah menampar saya berkali-kali tiada henti hari demi hari. Kemudian seseorang menyampaikan sepenggal ayat tersebut. Saya terdiam seribu bahasa dan membiarkan pikiran & batin saya bertarung satu sama lain.
Berulang kali saya membaca arti dari ayat tersebut. Berulang kali juga saya menangis. Kata "Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.ā€ adalah kata-kata yang menyadarkan saya bahwa saya hanya manusia. Saya hanya butiran Debu. Saya tau apa tentang hidup? Saya tau apa tentang pilihan-pilihan terbaik dalam hidup? Saya enggak membenci apa yang Allah tetapkan dan apa yang Allah pilih pada saat itu. Saya hanya belum siap. Saya takut mengecewakan banyak orang dan saya cemas.
Lalu kapan saya siap? Saya enggak bisa memutar waktu untuk menghapus semua noda hitam yang ada pada diri.
Setelah pikiran & batin selesai bertarung. Akhirnya saya memutuskan untuk memilih maju. Saya harus tetap berjalan walaupun terseok-seok. Saya harus tetap eksis di dunia walaupun banyak noda hitam dalam diri. Saya enggak sempurna Saya hanya manusia. dan Saya banyak kekurangan.
Qur'an Surat Al - Baqarah Ayat 216 sejauh ini menjadi dasar saya setiap kali Allah memberikan kesempatan untuk mengalami kejadian-kejadian yang enggak pernah saya minta. Kejadian-kejadian yang sebenarnya membantu saya berproses tumbuh dewasa dan menguatkan mental saya. Kejadian-kejadian yang bisa saya ceritakan kepada orang lain dan bisa menjadi warning untuk orang lain.
Saya baru ingat bahwa apa yang saya sampaikan di atas terkait pikiran & batin ternyata ada bahasan nya dalam ilmu Psikologi. Tokohnya bernama Sigmund Freud, yang dikenal dengan Aliran Psikoanalisis nya. Silakan koreksi dan tambahkan kata-kata saya apabila ada yang keliru pada pembahasan ini.
Psikoanalisis bilang bahwa manusia itu memiliki pikiran, perasaan, keinginan dan ingatan yang enggak kita sadari. Jadi setiap manusia itu punya alam bawah sadar. Psikoanalisis percaya bahwa semua tingkah laku yang kita lakukan itu berasal dari alam bawah sadar. Alam bawah sadar adalah pendorong utama dari semua tingkah laku manusia. Jadi ketika seseorang ingin makan sesuatu atau ingin kerja di tempat X atau apa pun perilaku kita yang baik maupun yang jahat atau yang biasa aja itu kata Pak Freud semua dipengaruhi oleh alam bawah sadar. Jadi kepribadian & perilaku kita itu sangat dipengaruhi oleh alam bawah sadar. Dalam kepribadian manusia ada komponen-komponen yang selalu berkonflik.
(1) Id (2) Superego (3) Ego Komponen ini lah yang ada dalam tubuh kita dan saling berkonflik di dalamnya. Kalo kita bedah satu persatu. Apa sih (Id) itu? (Id) adalah dorongan dari dalam manusia. (Id) ini memiliki peran seperti insting atau nafsu yang paling dasar yang ada dalam alam bawah sadar manusia. (Id) akan senang untuk melakukan hal apa pun yang membuat manusia bisa memuaskan nafsu terdalam kita, seperti misalnya makan atau suka dengan lawan jenis. (Id) ini enggak peduli dengan nilai & norma, enggak peduli dengan aturan & batasan sosial apa pun. Contoh lainnya, (Id) akan menyuruh saya melakukan apa pun agar saya bisa pacaran sama Fulan, atau (Id) akan menyuruh saya melakukan apa pun agar saya bisa makan nasi padang.
Berikutnya ada (Superego). Adalah pikiran tentang apa yang benar dan apa yang salah. (Superego) ini adalah nilai & norma yang kita pegang di kehidupan sehari-hari dan biasanya terbentuk dari aturan yang ada di masyarakat, dari pesan-pesan yang disampaikan orang tua atau lewat hukum & peraturan yang berlaku. Contoh : Jika (Id) menyuruh saya untuk melakukan apa pun agar saya bisa pacaran dengan Fulan, maka (Superego) akan melarang saya untuk melakukan tindakan tersebut karena di luar dari nilai, norma dan aturan syar'i. Nah disini lah biasanya konflik batin terjadi.
Jadi ketika kita memutuskan untuk melakukan sesuatu apa pun itu, akan selalu ada perdebatan antara (Id) dengan (Superego). Karna keduanya saling berlawanan yang mana (Id) bertujuan untuk memuaskan nafsu dengan cara apa pun, sementara (Superego) bertujuan untuk menegakkan aturan, nilai & norma.
Yang terakhir ada (Ego). (Ego) Ini yang menjadi penghubung atau penyeimbang antara (Id) dan (Superego) dengan dunia nyata. Kita biasanya menyesuaikan diri dengan kenyataan (Ego) dan (Ego) ini adalah komponen yang bisa di kendalikan.
Saya berikan contoh lagi... Jadi, apakah keinginan saya untuk pacaran dengan Fulan akan terealisasi? Atau apakah keinginan itu sudah sesuai dengan aturan, nilai, norma dan syar'i yang berlaku? Karna saya menyadari bahwa antara laki-laki dengan perempuan sebelum mereka menikah enggak bisa pacaran karna alasan syar'i dan saya memutuskan untuk enggak suka dengan Fulan dan enggak pacaran dengan Fulan. Udah kebayang kan seberapa sering kita membiarkan (Id) dan (Superego) bertarung dalam diri dan membutuhkan waktu yang enggak sebentar untuk akhirnya (Ego) yang memutuskan sebuah pilihan?
Saya menemukan fakta yang menarik pada manusia. Kita cenderung akan tutup telinga dan tutup mata atas realita yang di alami orang lain dan menganggap ā€Ah, itu kisah dia, bukan kisahku.ā€ atau ā€Ah kisah dia masih belum seberapa dengan kisah hidup yang aku alami.ā€ Kita cenderung menganggap keputusan hidup yang di pilih orang lain adalah sebuah kesalahan karna merasa cara hidup yang kita jalani adalah yang paling benar dan yang paling sempurna. Padahal kita enggak sadar bahwa bisa jadi jalan hidup yang kita pilih itu melanggar agama/tidak sesuai Al Qurā€™an dan Sunnah. Hal lain nya adalah, kita enggak sadar bahwa walaupun kita sama-sama manusia tapi takdir yang Allah berikan juga berbeda, cara setiap orang menyelesaikan masalahnya juga berbeda.
Ketika saya berdoā€™a untuk dijauhkan oleh orang-orang yang buruk dan kemudian entah bagaimana saya menjadi jauh pada ke beberapa orang. Lantas apakah ini jawab dari Allah bahwa mereka buruk? Atau saya adalah orang yang buruk?
Jadi sebenarnya kita ini lebih sering menerima takdir atau menolak takdir?
Apakah "semua bunga" akan mekar bersamaan?
Semoga Allah senantiasa selalu menjaga kita dalam kondisi yang baik. Aamiiin Allahuma Aamiiin
-Jakarta, 15 April 2023
10 notes Ā· View notes
indahuzj Ā· 2 years
Text
Ketika Personal Boundaries Tidak Lagi Samar dalam Bab Fikih "Memutus Silaturahmi"
Mari kita pahami dulu bahwa tidak ada sifat manusia yang sempurna. Semua memiliki kekurangan dan memiliki kesempatan untuk berbuat salah, namun juga memiliki kesempatan untuk memperbaiki yang salah. Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa nyatanya manusia adalah mahkluk sosial, saling membutuhkan satu sama lainnya. Tapi bukan berarti setiap dari kita tidak memfilter apa yang masuk kedalam diri, bukan berarti kita mengizinkan orang lain berbuat seenaknya ke kita.
Ada namanya Personal Boundaries atau Batasan Pribadi. Tentang bagaimana kita memiliki batasan dan aturan yang kita tetapkan untuk diri sendiri. Seseorang mampu mengetahui/mengidentifikasi cara yang masuk akal dan aman yang kita perbolehkan untuk orang lain berperilaku ke kita, serta bagaimana kita merespon nya ketika orang lain melewati batasan yang sudah kita buat.
Menurut artikel dari TherapistAid.com, seseorang dapat dikatakan sehat ketika ia mampu berkata ā€œTidakā€ kepada orang lain yang melewati batasan yang sudah kita tetapkan, tetapi kita juga nyaman membuka diri dengan hubungan sosial lainnya yang lebih dekat.
Awalnya hal ini membuat saya tertanggu. Saya merasa bahwa Personal Boundaries menyelisihi Bab Fikih ā€œMemutus Silaturahmiā€ dan berdosa karenanya. Saya sering kali membaca dari referensi terpercaya tentang Bab ā€œMemutus Silaturahmiā€ bahkan bertanya ke Ustad untuk memastikan apakah memiliki Personal Boundaries itu termasuk dalam Bab ā€œMemutus Silaturahmiā€ ???
Dan sejauh saya memahami bahwa ada 2 hal yang menjadi dasar. Yang pertama adalah makna dari Silaturahim, yaitu kerabat yang memiliki hubungan darah. Yang kedua makna dari Personal Boundaries.
Memiliki Personal Boundaries ternyata tentang bagaimana kita menjaga diri sendiri dari orang lain yang di rasa melewati batas yang kita punya dan ini berlaku ke seluruh umat. Sedangkan Silaturahmi/Silaturahim adalah tentang bagaimana kita tetap menjaga hubungan baik dengan kerabat yang memiliki hubungan sedarah.
Jadi, apapun caramu dalam memiliki Personal Boundaries semoga itu menjadi dasar atau niat baik untuk kita menjaga diri. Bukan berarti kita sempurna dan menjadi sombong, tapi ini salah satu upaya agar kita selalu bersama dengan orang-orang mengajak kebaikan dan selalu menjaga mental kita sehat. Correct Me If Iā€™m Wrong and Feel Free to Discussā€¦
Jakarta, 27 Agustus 2022
0 notes
indahuzj Ā· 2 years
Text
Makan Apa Hari Ini ?
Pernah denger ada kalimat "Kamu adalah apa yang kamu makan".
Kalimat ini seolah menggambarkan tentang : sosok kita saat ini adalah gambaran dari pengalaman-pengalaman, bacaan-bacaan, serta tayangan-tayangan yang mempengaruhi pola pikir dan sikap kita sehari-hari.
Secara analogi yang lain adalah, pola pikirmu saat ini adalah buah dari apa yang kita lihat, apa yang kita baca dan apa yang kita bicarakan.
Ada sebagian kelompok yang senang dengan berita-berita terbaru. Ada sebagian kelompok yang ikut terlibat dalam sebuah diskusi, baik secara nyata maupun online.
Ada sebagian orang yang senang menjadi observan. Tetap mengikuti berita namun tidak terlibat secara aktif.
Ada sebagian orang yang memang memilih untuk tidak terlibat dalam hal apapun, ia memilih untuk menerima hal-hal yang bisa diterima oleh dirinya.
Memang, berita-berita terbaru itu ada tidak semuanya bisa diterima oleh setiap orang. Berita-berita terbaru itu tidak semuanya bersifat positif, ada yang negatif. Dan sangat wajar ketika apa yang kita liat belum tentu sama dengan apa yang orang lain lihat. Karna kebutuhan setiap manusia pun berbeda. Hal-hal yang bisa dikuasai maupun hal-hal yang ingin diketahui pun berbeda.
Kamu dan kita tidak bisa memaksa orang lain untuk ikut berpartisipasi pada apa yang kita lihat. Bisa jadi, apa yang kita lihat membuat orang lain menjadi tidak nyaman? atau menjadi stress? Banyak lainnya.
Jadi, ketika ada yang menganggap saya tidak senang membaca, tidak senang melihat tayangan-tayangan terbaru atau berita-berita yang viral dengan alasan saya malas. Jelas kurang tepat.
Saya memilih apa yang membuat diri saya nyaman. Hal-hal apa yang bisa saya kuasai dalam diri dan hal apa yang itu diluar dari kuasa saya. Menjadi salah satu orang yang sebenarnya senang "berpikir" menjadi momok untuk penyakit asam lambung saya kambuh lebih sering. Hal-hal apa yang sebenernya tidak bisa saya terima karena kapasitas saya yang minim, membuat saya menjadi mudah kepikiran yang mana seharusnya bukan menjadi tanggungjawab saya.
jadi, saya akan tetap pada jalurnya. Memilih untuk tidak membuat asam lambung kambuh dan pikiran yang terbebani. Bukan tidak peduli dengan sekitar, hanya saja ini tentang kapasitas yang bisa saya terima dan sampai mana batasan itu saya buat.
Saya senang membaca, saya senang mencari tahu berita-berita terbaru dan menonton tayangan-tayangan. Tapi apa yang saya lihat selalu hal yang memang ingin saya lihat. Saya tidak akan membiarkan pikiran saya berubah menjadi roller coaster dan membuat fisik menjadi lelah karena informasi yang saya dapat terlalu banyak dan menguras tenaga. Saya ingin apa yang masuk kedalam kepala saya adalah hal-hal yang memang bisa saya kuasai. Ibaratnya, kita tau kebutuhan tubuh kita.
Terakhir....
Kurang-kurangi lah menjustifikasi orang lain hanya karena pilihan orang lain berbeda dengan kita. Pahami lah kebutuhan nya šŸ˜Š
Jakarta, 26082022
0 notes
indahuzj Ā· 3 years
Text
Asam Lambung : Antara Hidup dan Mati
Hai. Apa kabar? Udah lama nggak mampir untuk nulis. Semoga kamu yang membaca ini selalu dalam keadaan sehat dan selalu dalam lindungan Allah, Aamiin šŸ˜Š... Kali ini aku mau cerita tentang kondisiku di sebulan terakhir ini.
November.
Ya. Seharusnya bisa menjadi bulan yang menyenangkan seperti di tahun yang lalu.
Bulan lahirku yang hanya bisa ku lihat dan ku sebut, tanpa bisa ku rayakan. Karena sudah 3th terakhir aku memilih untuk tidak lagi merayakan hari lahir, Bismillah mengikuti ajaran Rasulullah šŸ˜Š (untuk kalian yang tetap mengucapkanku ulang tahun, terimakasih. semoga selalu dalam lindungan Allah, Aamiin).
Masuknya awal bulan November menjadi stressor tersendiri. Bagaimana tidak? Ini bulan ke 5 semenjak aku di pindah tugaskan ke Kantor Pusat, entah kenapa beban kerjaku semakin tinggi, overload, kepala ku rasanya ingin meledak dan aku merasa kesulitan mengekspresikan emosi ke orang lain. Lebih tepatnya salah memberikan respon karena isi kepala sudah berantakan. Istilah ini biasa dikenal dengan "Burnout".
Dalam Psikologi dan menurut Para Ahli salah satunya (Baron dan Greenberg, 1990; dalam buku Behavior in Organization: Understanding and Managing The Human Side of Work) burnout adalah suatu sindrom kelelahan emosional, fisik dan mental ditunjang oleh perasaan rendahnya self esteem dan self afficacy, disebabkan penderitaan stres yang intens dan berkepanjangan. Dengan kata lain, burnout dapat muncul akibat kondisi internal seseorang yang ditunjang oleh faktor lingkungan berupa stres yang berlarut-larut.
Memiliki riwayat Asam Lambung sejak tahun 2019 bukan hal yang aku inginkan. Tapi memang benar bahwa ada sebab-akibat. Pola hidup yang kurang teratur semenjak merantau di Semarang membuat kesehatanku saat ini menjadi kurang baik. Bahkan, aku baru tau mengidap penyakit Maag setelah kembali ke Jakarta di tahun 2018 awal. Ketidakpedulianku terhadap Maag membawaku mengidap penyakit ke level selanjutnya, Asam Lambung. Aku baru tau bahwa rasanya tidak bisa bangun dari tidur dan perut rasanya ingin meledak serta panas di daerah dada. Saat pertama kali merasakan itu, aku pikir Allah sudah ingin memanggilku untuk pulang (read:meninggal). Hanya kalimat-kalimat Allah yang bisa aku ucapkan setiap kali Asam Lambung ini kambuh, barangkali memang Allah ingin memanggilku pulang disitulah aku siap.
Selama aku bekerja selama 3 tahun di tempat yang berbeda, memang masih sulit untuk memberikan ruang kepada diri sendiri. Semua pekerjaan harus tampak sempurna sesuai prinsipku. Jadi ingat saat-saat mengikuti organisasi di masa kuliah. Aku mengenal istilah "pantang makan sebelum selesai", ternyata dari sini lah awal mula sebuah penderitaan. Stressor yang diterima saat perkuliahan dan juga target-target dari jabatan organisasi sudah menjadi momok setiap hari, mungkin ini alasannya kenapa aku juga mudah stres.
Menjadi lulusan Psikologi tidak bisa menjamin 100% bahwa hidup kita akan baik-baik saja. Aku selalu dengan mudah menyemangati orang lain bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup, tidak apa berbuat salah dan tidak apa menjadi egois untuk diri sendiri demi kesehatan mental kita baik. Entah kenapa jika hal itu terjadi padaku, aku denial, aku menolak. Aku sulit menerima bahwa aku melakukan kesalahan dan sulit memiliki waktu untuk diri sendiri, itulah sisi negatifku.
Awal November 2021 kemarin kondisiku memang sudah tidak sehat, dimulai dari Migrain yang tidak berkesudahan serta mengharuskanku untuk izin. Setelah cukup membaik ternyata Asam Lambungku kambuh lagi. Kali ini dengan kurun waktu 3 minggu, tidak biasanya lama. Berat badanku juga turun hingga 7kg, karena setiap kali makan aku selalu muntah, napsu makanku menurun, perutku selalu dalam keadaan mual. Bahkan makanan kesukaanku Pizza tidak aku sentuh sama sekali. Emosiku sangat tidak stabil, kadang tiba-tiba menangis dan tiba-tiba marah. Sepertinya kali ini adalah kambuh yang paling parah dan kompleks. Alhamdulillah, bulan November tahun ini Allah berikan aku sakit šŸ˜Š.... Kali ini aku menganalisa sendiri kondisiku, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah benar hanya burnout? Atau ada faktor lain? Semakin aku mengulik dan menganalisa hal-hal apa saja yang sebenarnya membuatku stres, ternyata list yang aku tulis lebih banyak terkait pekerjaan dikantor.
Disaat aku merasa terlalu lama sakit dan tidak masuk kantor, akhirnya aku paksakan untuk masuk kantor kembali di tanggal 16 November 2021. Saat itu kinerjaku menurun, mobilitasku juga menjadi lambat, tapi aku berusaha tetap mengerjakan target pekerjaan walaupun tidak maksimal. Aku merasa hilang arah. Tidak tau harus bagaimana, karena yang aku rasakan hanya perut yang sangat mual dan kepala yang mau meledak. "Aku mau pulang!", namun realitanya rasa tidak enak ku lebih besar untuk izin pulang lebih awal. Ketika sampai dirumah aku hanya bisa tidur. Jam tidurku tidak teratur karena sulit tidur, perutku dan rasa mual itu tidak pernah hilang walaupun minum obat.
"Allah ingin aku bagaimana?" Tanyaku kepada Allah saat itu.
"Berkahi lah Ya Allah".
"Ampunilah hamba Ya Allah".
Esok harinya aku masih paksakan untuk masuk kerja dengan keadaanku yang belum pulih. Sebenarnya tidak ada yang bisa diharapkan dari hasil kerjanya orang sakit, tapi lagi-lagi tetap aku selesaikan. Jam makan siang pun tiba dan masih muntah-muntah. Badanku benar-benar lemas dan pusing. Rasanya mau nangis tapi aku malu, aku masih nggak mau keliatan sakit didepan orang lain, padahal kondisi fisik ku sudah menunjukkan bahwa aku sedang sakit. Tepat pukul 4 sore akhirnya aku izin untuk pulang dan istirahat full tanpa melakukan aktivitas lain selain Sholat.
Tanggal 18 November 2021 aku ke rumah sakit untuk pemeriksaan lagi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dr. Petry namanya. Beliau menyarankan untuk melakukan prosedur Endoskopi (read: Endoskopi dilakukan dengan endoskop, yaitu alat berbentuk selang kecil dan lentur yang dilengkapi dengan kamera pada bagian ujungnya. Kamera tersebut akan disambungkan ke monitor untuk memproyeksikan gambar yang ditangkap). Namun hal ini perlu ditunda, karena Dr. Petry ingin melihat hasil dari obat yang hari ini dikasih. Berhubung kakak ku juga Dokter, kemarin dia bilang kalo obat yang diberikan Dr. Petry ini sudah yang paling bagus dan dosis tinggi. Kalo masih nggak ada perubahan atau bahkan berat badan semakin turun, maka selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan dengan prosedur Endoskopi. Hari itu aku disarankan istirahat total tanpa aktifitas yang berat, kurangin pikiran dan jangan kerja dulu.
Ini sudah hari ke 3 semenjak minum obat dari Dr. Petry. Alhamdulillah keadaanku semakin membaik dan atas izin Allah juga keadaanku bisa semakin membaik. Mobilitasku sudah mulai aktif dan rasa mualnya sudah mulai berkurang, serta napsu makanku sudah kembali. Tadi aku coba nimbang berat badan, awalnya berat badanku 80kg lalu kemarin sempat turun 7kg, di hari ke 3 ini berat badan jadi 77kg. Gpp kalaupun harus ke 80kg lagi, perlahan membenahi pola makan dan memilah makanan.
Ending dari pengalamanku kali ini adalah bukan tentang beban pekerjaannya tapi tentang pentingnya mengelola hidup. Bagaimana aku bisa mengelola setiap pekerjaan menjadi lebih teratur. Seharusnya aku tidak egois kepada diri sendiri karena sudah tau kapan waktunya istirahat tapi tidak dilakukan, sudah tau kapan waktunya kerja dan kapan waktunya makan tapi selalu telat. Seharusnya aku tidak egois dengan diri sendiri, terlalu keras dengan prinsip hidup malah akan membuat sesak napas.
Lagi dan lagi, aku masih terus belajar. Paham dengan teori belum tentu berhasil pada saat praktiknya. Pentingnya selalu mengingat Allah dalam segala kondisi, memohon ampunan Nya serta mendekatkan diri Kepada Allah. Bisa jadi karena aku terlalu sibuk Dunia sampai aku lalai untuk ibadah tepat waktu.
Jadi??? Masih kah saya tertarik menjadi wanita karir dengan jam kerja dan beban kerja yang akan selalu sama?
Saat ini aku sadar, memang wanita itu seharusnya bekerja sewajarnya saja. Aku semakin yakin bahwa setelah menikah besok, tanggungjawabku sudah bukan lagi menjadi pegawai, tapi berusaha menjadi istri dan ibu yang Sholehah.
Hidupku seperti diambang kematian. Kambuhnya Asam Lambung kali ini mengajarkanku banyak hal. Bicara tentang kejujuran, kesetiaan, kepercayaan dan kasih sayang.
Kejujuran, harus berani jujur dengan diri sendiri tentang kondisi kita saat ini. Apakah kelelahan? Apakah bersedih? Apakah bisa terus diberi tugas? Katakan sejujurnya jika kondisi kita sedang tidak baik-baik saja.
Kesetiaan, selama Asam Lambung kambuh emosionalku tidak teratur dan membuat aku selalu salah dalam merespon dan berekspresi. Beberapa orang akan kecewa dan sedih, namun bersyukurnya aku karena mereka memahami kondisiku dan mereka tetap setia.
Kepercayaan, untuk mereka yang menjadi support system ku, mereka yang berada pada lingkaranku, memberikan rasa percayanya dan dukungannya bahwa aku bisa kembali sehat.
Kasih sayang, keluarga yang menjadi pendukung penuh dalam merawatku selama ini. Untuk Mamah, maaf karena masih terus merepotkanmu, maaf karena masih belum bisa mengontrol emosiku kemarin-kemarin, maaf, maaf dan maaf. Terimakasih sudah selalu sabar untuk ada dan selalu khawatir dengan segala keadaanku. Aku nggak bisa kasih Mamah apa-apa, aku cuma bisa belajar jadi anak yang Sholehah buat Mamah.
Benar kalo ada yang bilang ketika Asam Lambung kambuh, rasa ingin dekat dengan Allah semakin meningkat. Ketakutan untuk meninggal dengan cara yang nggak baik selalu menjadi bayang-bayang. Allah memang Maha Baik. Selalu memberikanku kesempatan untuk menjadi lebih baik dengan cara Nya.
Kalian diluar sana, tolong jaga pola makan dan jangan egois karena kepingin ini dan itu. Kalo memang sudah punya pantangan untuk nggak makan beberapa makanan, lakuin! Bismillah, semoga Allah selalu melindungi dan memberikan kita kesehatan.
Aamiin Allahuma Aamiin, Barakallahu Fiik šŸ˜ŠšŸ˜ŠšŸ˜Šā¤ļøā¤ļøā¤ļøā¤ļø
Jakarta, 20 November 2021
2 notes Ā· View notes
indahuzj Ā· 3 years
Text
j u s t w r o n g
"Individu tidak di ciptakan Allah untuk saling menyalahkan atau menjustifikasi sesuatu yang belum terbukti adanya."
Mungkin itu kalimat yang tepat untuk mengawali judul cerita hari ini. Sebagian besar dari kita sepertinya sudah ahli dalam menyalahkan dan menjustifikasi sesuatu jika itu tidak sesuai dengan norma masyarakat yang ada. Tapi jika di perhatikan dengan teliti, sebenarnya apa yang mereka nilai salah adalah sesuatu yang baik sedangkan sesuatu yang sebenarnya salah akan di nilai baik.
Mari kita bergeser ke arah yang lebih umum dengan memberikan gambaran-gambaran nyata dalam masyarakat.
Merokok adalah perilaku yang negatif bukan? Namun tidak sedikit yang tetap melakukan perilaku merokok. Semakin banyak yang merokok maka masyarakat secara tidak sadar menjadikan hal tersebut sebagai hal yang wajar.
Seolah menjadi terbalik, jika individu yang tidak merokok maka kita akan terlihat aneh atau nggak normal. Seakan-akan menjaga diri untuk tidak merokok adalah perilaku yang salah.
Banyak hal dalam masyarakat yang saat ini menjadi terbalik, yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar.
Apa pemicunya?
Aku juga masih belum tau. Tapi dengan aku menulis ini, aku harap kita bisa menemukan pemicunya.
Mau lanjut?
Oke,
Terbukti bahwa Allah menurunkan Al Qur'an bukan tanpa sebab. Melainkan sebagai pentunjuk bagi kita (manusia-manusia penuh dosa yang hilang arah dan serakah).
Aku masih terus berusaha untuk memahami karakter setiap individu. Tapi anehnya, semakin aku memahami semakin aku nggak paham dengan apa yang mereka cari dalam hidup.
Menyalahkan.
Seakan-akan diri kita sudah benar dalam menjalani fungsi di masyarakat atau sudah benar dalam menjalani fungsi sebagai seorang Hamba. Kalimat yang akan keluar pasti "urusin diri lo sendiri" atau "nggak usah ikut campur" That's not classic, that's pathetic honestly.
Menyalahkan.
Seakan-akan tidak pernah melakukan kesalahan. Padahal Allah hanya sedang menutup aib kita. Entah sampai kapan.
Menyalahkan.
Seakan-akan hidup kita berjalan dengan mulus. Padahal nggak.
Setiap-setiap dari kita punya versi tersendiri dalam berjuang.
"Aku sudah berjuang sampai titik ini, tolong pahami aku." Katanya.
Semua berjuang dengan versinya.
Semua berjuang dengan bobotnya.
Semua berjuang dengan caranya, dan
Semua ingin selalu di pahami.
Nyatanya, kita nggak pernah bilang maunya apa, pengennya apa.
Dan ketika sudah menyampaikan apa yang kita inginkan, sebagian dari kita menutup kuping dan matanya. Seolah-olah apa yang katakan orang lain nggak menarik, nggak seberat apa yang dilalui nya.
Kita selalu ingin semua berjalan sesuai rencana dan ingin orang lain mengerti apa yang sedang kita alami tapi kita sendiri nggak melakukan hal yang sama untuk orang lain? Egois nggak sih?
Selalu yang aku pikirin adalah "kita tuh hidup mau cari apa?"
Allah menurunkan Al Qur'an sebagai petunjuk kita agar nggak tersesat di dunia.
Lalu kita (para manusia-manusia penuh dosa) membuat peraturan agar semua orang mematuhi hal-hal yang sudah ditulis dengan harapan tidak ada yang melanggar dan melakukan tindakan diluar norma.
Allah sudah menetapkan Norma yang nyata baik akhirat maupun dunia yang terdapat didalam Al Qur'an tapi kita abai.
Kita menetapkan banyak sekali aturan dalam hidup agar tetap menjaga Norma baik dalam masyarakat, dan kita patuh.
Kita lebih takut sama hukuman di Dunia daripada di Akhirat? Padahal yang langsung mengkum adalah Allah.
Kita lebih takut sama omongan orang daripada sama omongan Allah yang sudah tertulis dalam Al Qur'an.
Dengan mudahnya kita menyalahkan orang lain atas suatu hal tanpa sadar kita juga punya banyak kesalahan.
Dengan mudahnya kita menjustifikasi seseorang padahal Allah hanya sedang menutup aib kita.
Jika semua hal harus dikaitkan dengan kata "Salah dan Benar", maka kita semua pasti salah.
Bagaimana cara kita berkomunikasi dengan individu lain juga banyak yang salah.
Bagaimana cara kita melihat kehidupan yang sedang di hadapi, bagaimana kita merespon nya, bagaimana kita berfikir dan lain-lain. Semua salah.
Semua nggak sesuai dengan norma dan semua individu belum berhasil menjalani fungsinya sebagai hamba Allah dan juga masyarakat.
Aku takut menerangi orang lain jika aku sendiri masih gelap.
Baiknya, kita berjalan berdampingan untuk saling menerangi. Jika cahaya kita redup, ada cahaya lain yang menerangi.
Seharusnya kita menyatukan tujuan hidup bersama-sama.
Katanya mau masuk Surga kan?
Aku juga.
Bukankah lebih baik masuk Surga bersama-sama daripada sendirian?
Jadi...
Kembali pada ajaran agama itu penting dan nggak boleh ditinggalin.
Berhenti terlalu mengejar dunia jika kita hanya terjerat didalamnya.
Mengatakan lelah di dunia padahal kita sendiri belum siap untuk meninggal. Jangan membohongi diri sendiri.
Seharusnya kita malu sama Allah.
Sampai disini paham langkahnya mau kemana?
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah dan bisa menjadi lebih baik dalam versi kita.
Jaga kesahatan yaa šŸ˜ŠšŸ’•šŸŒ¹
Jakarta, 8 April 2021
0 notes
indahuzj Ā· 3 years
Text
Haruskah Menjadi Marionette?;
Apakah kalian pernah dengar tentang Marionette? Oke saya jelasin sekilas tentang apa itu Marionette.
Marionette adalah sebuah boneka yang dapat digerakan dengan menggunakan benang atau tali dari atas. Kemudian ada yang memainkan Marionette yang biasa disebut Manipulator.Ā 
Apa sih Manipulator itu?
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Manipulator adalah :
Ma-ni-pu-la-tor/ n Orang yang melakukan manipulasi.
Sekarang, apa itu Manipulasi?
Istilah ini sangat akrab dalam pembelajaran Psikologi. Yang mana penjelasannya adalah -- Usaha mempengaruhi individu lain dengan mengendalikan segala keinginan dan gagasan yang ada di bawah sadar, juga menggunakan sugesti;
Sampai sini udah mulai paham belum tulisan ini akan bahas apa?
Dalam kehidupan nyata saat ini. Sering kali kita nggak sadar kalo kita adalah sebagai Manipulator atau juga sebagai Marionette. Kenapa?
Dalam Psikologi ada istilah namanya "Gaslighting". Seseorang yang memanipulasi psikologis agar pelaku (a.k.a gaslighter) tampak berkuasa dan mampu mengontrol korbannya. Biasanya jika dibiarkan dalam waktu yang lama, individu yang menjadi korban akan memiliki perasaan ragu dan tidak percaya diri yang semakin melemahkan kondisi kejiwaan, yang akan berakibat sulit membedakan kebenaran dan kebohongan. Dengan kata lain, korban akan bergantung pada gaslighter dalam banyak hal khususnya pemikiran.
Realitanya, sebagian dari kita kurang peka dengan lingkungan dan terhadap individu-individu yang ada disekitar kita bahwa untuk para gaslighter kita adalah Marionette. Begitu juga sebaliknya. Sebagian dari kita memang ingin memiliki Ā Marionette untuk melampiaskan isi jiwa. Sayangnya, kita selalu menolak/tutup mata (denial ; menyangkal apa yang sebenarnya terjadi).
Pernah nggak sih terpikirkan dengan kita bahwa menjadi Gaslighter atau menjadi Marionette adalah hal yang kurang menyenangkan. Baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Kita nggak harus menjadi Gaslighter untuk bisa melampiaskan jiwa dan mencari individu lain untuk kita jadikan Marionette. Tapi nyatanya nggak semua orang mengerti bagaimana menyikapi kondisi pribadi. Dengan tidak memahami dirinya sendiri sehingga akhirnya harus merugikan individu lain.
Dalam Psikologi, individu melakukan suatu perbuatan atau menampilkan perilaku bukan tanpa sebab. Psikologi percaya bahwa selalu ada alasan dibalik sebuah tindakan yang ditampilkan. Dan alasan disini sangat universal, bisa alasan yang baik ataupun alasan yang buruk. Ada juga kaitannya dengan masa lalu seseorang, kemudian pola asuh yang disfungsi di masa kecil. Kita nggak sadar. Atau mungkin lebih tepatnya kita nggak mau memperbaiki diri. Egois bukan?
Saya pernah ingat perkataan seseorang.
"Sering-seringlah muhasabah".
read: Upaya dalam melakukan introspeksi dan evaluasi terhadap diri sendiri dalam melihat aspek kebaikan dan keburukan.
Dalam Islam, muhasabah bertujuan untuk memperbaiki hubungan kepada Allah (habluminallah), hubungan kepada sesama manusia (habluminannas), serta hubungan dengan diri sendiri (habluminannafsi).
Oke saya sedang belajar untuk muhasabah. Tapi kenapa yang ia tampilkan justru sebaliknya? Ternyata Allah sedang memberikanku jawaban bahwa tidak ada manusia yang sempurna, bahkan tidak akan ada yang bisa menjadi sempurna. Kita kadang lupa bahwa ketiga unsur diatas itu sangat perlu diterapkan. Allah saja adil. Lalu kenapa kita tidak bisa adil dalam menyikapi sesuatu?
Kita kadang nggak sadar bahwa memiliki hubungan yang baik kepada sesama manusia adalah sebagai gambaran diri tentang bagaimana orang lain bersikap kepada kita. Pernah nggak sih kita sedang dalam keadaan dikecewakan terhadap sesuatu. Kebohongan misalnya. Bisa jadi, itu adalah sentilan dari Allah bahwa tanpa sadar kita juga melakukan kebohongan kepada orang lain. Kita terlalu egois untuk menerima kenyataan itu. Atau lebih tepatnya kita belum bisa menerima diri sendiri.
Saya tidak sadar bahwa saya sedang menjadi Marionette sekaligus korban gaslighter. Jika judul dalam tulisan ini adalah "Haruskah Menjadi Marionette" maka saya jawab, ā€œTidak Harusā€. Malah sebaiknya kita harus terbebas dalam segala jeratan yang merugikan kita. Dan itu yang sedang saya lakukan.
Seharusnya kita belajar untuk bersikap.
Belajar untuk melihat kondisi dan situasi.
Belajar melihat seseorang dan memahami karakter seseorang.
Tapi bukan untuk dijadikan senjata. Melainkan untuk introspeksi diri sendiri.
Kita melihat keburukan di orang lain, tanpa sadar kita juga memiliki keburukan.
Kita merasa lebih baik dari orang lain, tanpa sadar itu menjadi boomerang untuk diri sendiri.Ā 
Siapapun kalian diluar sana yang sedang berjuang menjadi lebih baik, semoga selalu dalam lindungan Allah. Serta selalu diberikan kesehatan dan diberikan Hidayah yang berkepanjangan. Aamiin Allahuma Aamiin.
Jakarta, 20 Desember 2020
2 notes Ā· View notes
indahuzj Ā· 4 years
Text
Nuclear.
For a long time ago Iā€™m still remember what that person says to me. He said....
ā€œyour heart is dead because you don't have a father since childhood.ā€
Wow.... Iā€™m shoookkk.
My close family just say that in front of me just because I don't want to do what he tells me. Like... What?????!!
Yeah you rights.
I donā€™t have father because Iā€™m aĀ divorce victim. I hope you happy to hear that.
But you know what?
No one in this world has the right to control my life, judging my pastĀ and discourage me from expressing an opinion.
And no one can trully know me and understand my feeling except me and Allah.
Maybe you don't realize that there is one person whose heart is really broken because of your sentence.
Yeah thatā€™s me.
It took me a long time to forgive and deal with my mental health. Alone...
I learned not to blame others. Maybe the fault is with me.
I strive and process to be better every day.
I walked away from the darkness and Yeah, the Power of Allah is Real.
When I really managed to deal with my mental health and get used to a new life, more positive and closer to Allah.
My process is not always smooth.
Sometimes my spirits are down. But I never give up.
Iā€™m going to UP again.
And going down again.
And UP again.
Honestly... I think this is a natural phase and process. Considering I was not born into a perfect family. Looking for identity and the flactuation of faith.
When Iā€™m down. Someone just came to me and said :
ā€œthink of me as your father who told you and taught you kindness.ā€
He said something like that, I donā€™t remember clearly.
I mean....
Think of you as my father???????
Are you joking??!
Who are you?!
Like. How dare you to say that?!
Your intentions are good but you went too far.
When you think you good, prove it.
Prove it to Allah, not to me or anyone else.
Prove that the words that come out of your mouth and the behavior you show are ways that other people can be better. Isnā€™t that your reward when you Die?
I know nobodys perfect. Me too, Iā€™m not perfect. Never be perfect.
I always fight again to keep getting better. Maybe you donā€™t know everyoneā€™s struggle until they can be at this point. Or maybe your struggles are different from others. It may be easy for you, but whatever that is respect them.
Donā€™t break his spirit with your words. If you believe your ship never rocked, get them sailing with you without pushing it. Until we really lean on Allahā€™s Heaven.
I hope we always happy in a good ways.
I hope we never give up!
I hope we met again in Heaven.
May Allah Bless Us. Aamiin.
Have a nice dayĀ 
Jakarta, 12 September 2020
0 notes
indahuzj Ā· 4 years
Text
Perspektif #1
Apa yang kita lihat dan dengar pasti akan mempengaruhi pikiran kita.
Saya masih belajar menerapkan untuk selalu memberikan kepala saya makanan yang sehat.
Percaya atau nggak, dari pikiran yang sehat akan menjadikan hati, jiwa dan raga kita juga sehat.
24 Agustus 2020
1 note Ā· View note
indahuzj Ā· 4 years
Text
Melangkah atau Berdiam.
Menikah itu jangan dipikir enaknya aja.
Faktanya kita hidup dalam masyarakat.
Kita manusia hidup bersosial.
Kita nggak bisa menghindari manusia lain atau menghindari kepercayaan yang berbeda dengan kita atau pola pandangan yang berbeda dengan kita.
Nikah itu harus diliat dari kita nya dulu.
Tentang, "kamu" nya siap nggak menerima perbedaan, budaya, menerima pola hidup orang lain, menerima keluarganya dalam waktu yang sangat lama dan berjuang terus untuk menjadi lebih baik?
Faktanya, masalah timbul bukan hanya dari orang lain. Tapi juga bisa dari kita, diri sendiri.
Iya kamu yakin karna punya Allah Subhanahu wa ta'ala. Aku juga.
Tapi kalo kamunya sendiri belum bisa menerima perbedaan dan belum siap berjuang, sama aja nihil.
Sekarang coba kamu tenangin diri kamu lalu berdo'a ke Allah Subhanahu wa ta'alaĀ dengan sepenuh hati dan buka mata kamu lebar-lebar. Lihat sekeliling dan percayalah pada dirimu sendiri.
Kamu bisa.
Kita bisa.
23 Agustus 2020
0 notes
indahuzj Ā· 4 years
Text
Tabula Rasa
Memperbaiki pola hidup dengan berhijrah memang nggak mudah. Berhijrah bukan hanya tentang berpakaian saja tetapi tentang banyak hal. Tentang bagaimana menerapkan pola hidup yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Salam di masa hidupnya (Ini yang biasa disebut dengan Sunnah). Tentang bagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Salam memperjuangkan Islam. Tentang bagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Salam membuat Sholat wajib yang awalnya 50 waktu sehari semalam, menjadi hanya 5 waktu sehari semalam (kisah ini yang disebut Israā€™ Miraj). Tentang bagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Salam yang menangis karna khawatir Ummat nya masuk Neraka. Tentang bagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan Al Qurā€™an untuk bisa kita baca sebagai cahaya kita saat didalam kubur, kita pelajari dan kita terapkan dalam kehidupan.
Aku ingat, jauh sebelum aku kenal kata hijrah ada seseorang yang bilangĀ ā€œSholat itu bukan kewajiban tapi kebutuhan Ummat muslim. Karna kita butuh dengan Allah maka kita Sholatā€. Tapi setelah aku tau apa itu hijrah dan bagaimana aku mempelajarinya pelan-pelan, aku menyadari satu hal bahwa Sholat itu hakikatnya adalah wajib. Aku rasa kita nggak bisa mengganti istilah wajib dengan kata lain. Karna aku baru sadar bahwa sebenarnya menjalankan Sholat itu tidak berat jika kita memang sudah terbiasa. Yang terasa berat adalah bagaimana cara kita untuk tetap fokus dan khusyuk dalam Sholat. Lagi pula, akan ada sebagian orang yang berfikiran bahwa mereka nggak butuh Sholat. Bayangkan, sholat yang hakikatnya wajib aja masih ada yang nggak sholat, bagaimana jika diganti dengan kata lain yaitu kebutuhan. Rasanya memang kita yang terlalu jauh dengan ajaran-ajaran RasulullahĀ  Shallallahu Alaihi Wa Salam.
Aku masih belajar banyak hal tentang Sunnah. Hal-hal yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Salam di masa hidupnya. Aku masih jauh dari kata sempurna. Katakanlah jika usiaku yang saat ini 25th, baru 1th aku mulai mempelajari Islam yang benar. Lalu kemana 24th nya? Aku tersesat. Aku terlalu menikmati dunia. Aku nggak tau salah dimana dan aku juga berusaha untuk nggak menyalahkan siapapun. Aku berusaha untuk nggak menyalahkan pola asuh dalam keluarga ataupun orangtua. Anggaplah jika saat ini aku adalah bayi yang baru lahir kedalam dunia. Aku bersyukur karna Allah Subhanahu Wa Ta'ala masih memberikanku waktu untuk memulai semua dari awal.
Aku mulai menerapkan bahwa interaksi antara wanita dengan laki-laki yang bukan mahram selalu ada batasnya. Aku belajar menerapkan untuk menjaga pandanganku dan cara bicaraku. Aku mulai menerapkan bagaimana seharusnya wanita muslim berpakaian. Aku mulai menerapkan bagaimana harus bijak dalam bersosial media agar apa yang aku bagikan nggak menjadikan itu dosa jariyah ketika aku meninggal dunia. Aku mulai menerapkan dalam kepala ku bahwa Sholat 5 waktu adalah kewajiban bagi setiap muslim, walaupun ngantuk atau walaupun sedikit mepet dengan waktu akhir Sholat, aku selalu berusaha untuk bisa selalu 5 waktu. Aku belajar menerapkan untuk tidak membuang waktuku dengan group yang tidak mendukungku dalam berhijrah. Aku bukan kacang lupa kulit atau memutus silaturahmi. Bukan. Tapi aku hanya ingin membatasi diri, karna aku tau Imanku masih mudah goyah maka aku yang memutuskan untuk pergi. Aku belajar pelan-pelan untuk tidak mendengarkan musik (walaupun ini yang paling sulit). Videografi dan Editing adalah hobiku. Tapi aku belajar untuk merelakannya dengan alasan, ini mengacu tentang ajaran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Salam dalam Hadits Bab Musik dan Bab Gambar. Aku masih mempelajarinya dari berbagai sumber, ustadz dan ustadzah. Tapi semakin aku pelajari semua hal diatas, hati ini rasanya semakin gpp. Semakin rela dan ikhlas. Yang ada di pikiranku adalah, kesenangan yang aku dapatkan di dunia nggak akan bisa aku bawa hingga meninggal. Jadi caraku adalah dengan berfikir bahwa selama apa yang aku lakukan nggak berdampak baik dan memberikanku syafaā€™at di akhirat maka aku tinggalin pelan-pelan. (Nanti akan aku bahas di lain waktu).
Seperti halnya tujuanku dalam bekerja. Jauh sebelum aku mengenal hijrah. Orientasiku dalam bekerja adalah uang. Sehingga setiap detik lelah yang aku rasakan nggak berarti apa-apa. Lelah fisik. Marah. Tidak bersyukur. Closed minded. Insecure. Lelah mental. Rasanya hanya seperti mesin yang hidup sesuai fungsinya. Bekerja pada saat dinyalakan. Ketika pekerjaan selesai, mesin hanya mati tidak membawa apa-apa. Membantu orang lain namun tidak membantu dirinya sendiri. Hingga suatu ketika aku sudah di titik bahwa apa yang aku cari di dunia nggak ada lagi selain Ridho dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Aku nggak masalah cuma dapet uang 50rb jika memang itu halal dan nggak bikin aku sia-sia dalam menjalani hidup. Selama aku ikhlas, rela menjalani suatu hal karna Allah aja aku udah seneng. Saat ini niat dan tujuanku adalah membantu. Membantu apa yang bisa aku bantu untuk perusahaan. Ingin membuat perusahaan juga bisa maju dengan cara yang baik dan halal. Yang penting isi kepalaku ini nggak berhenti begitu aja.
Sekarang aku udah tau apa yang mau aku lakukan dan apa yang mau aku tuju. Aku cuma pengen bisa masuk Surganya Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang paling tinggi. Surga Firdaus. Aku pengen bahwa arti namaku ini memang pantas aku dapatkan. Indah Uzlifatul Jannah yang berarti Penduduk Surga yang Indah, adalah doā€™a dari seorang Ibu. Aku tau tentang apa yang sudah aku lewati di masa lalu. Memang sulit untuk keluar dari zona nyaman dan mendobrak sebuah kebiasaan yang mayoritas adalah negatif menjadi kebiasaan yang positif. Aku pengen memulai semua dari awal dengan cara yang baik. Jika aku pernah melakukan kesalahan, maka cukup kesalahan itu hanya aku yang merasakan. Aku nggak mau anak-anak ku mempunyai jalan hidup yang sama denganku. Aku pengen jadi anak, istri, ibu yang Sholehah. Aku pengen jadi Ibu yang baik, menjadi Madrasah untuk anak-anak aku nanti. Aku pengen meninggal dengan cara yang baik. Aku pengen masuk Surganya Allah Subhanahu Wa Ta'ala bareng dengan keluargaku, Mamah, Kakak, Suami, Anak. Aku pengen terus ibadah. Aku pengen terus bisa jalan lurus dan berdiri tegak dijalan Allah.
Aku tau pasti akan selalu ada rintangan. Aku juga nggak mau munafik. Aku kadang masih suka jatuh di lubang yang sama. Namun berkali-kali juga aku bangkit lagi. Berharap bisa terus maju, namun kenyataannya masih suka jatuh. Tapi di sisi lain ada hal yang benar-benar berhasil aku lakukan. Aku bukan mau menggurui. Aku juga nggak sempurna. Tapi ayo. Ayo kita bareng-bareng belajar. Bareng-bareng menerapkan apa yang diajarkan Rasulullah dan menerapkan yang disampaikan dalam Al-Qurā€™an. Dalam waktu 1th ini Alhamdulillah aku merasa lebih tenang dalam menjalani hidup. Yang awalnya selalu uring-uringan dan selalu khawatir dan banyak mikirĀ ā€œnanti kalo ini gimana? kalo bla bla bla.ā€ Sekarang aku udah nggak terlalu khawatir dengan apa yang aku lakukan. Karna aku punya Allah. Aku cukup cerita semua hal ke Allah, cukup berdoā€™a banyak hal ke Allah dan berusaha sekuat tenaga untuk menjalani hidup dan menjalankan rencanaku sendiri. Selebihnya? Jika memang Allah nggak mengizinkan berarti rencanakuĀ  memang nggak baik untukku. Karna aku tau dan udah merasakan bahwa rencana Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang paling Terbaik. Bismillaah, semoga kita adalah orang-orang pilihan Allah untuk bisa masuk Surga. Aamiin Allahuma Aamiin :)
Jakarta, 11 Mei 2020, 1:14 AM
1 note Ā· View note