Tumgik
daunmepel · 1 month
Text
[ Aku Rindu Dengan Zaman Itu ]
Tumblr media
Aku rindu zaman ketika halaqoh adalah kebutuhan, bukan sekedar sambilan apalagi hiburan.
Aku rindu zaman ketika membina adalah kewajiban, bukan pilihan apalagi beban dan paksaan.
Aku rindu zaman ketika dauroh menjadi kebiasaan, bukan sekedar pelengkap pengisi program yang dipaksakan.
Aku rindu zaman ketika tsiqoh menjadi kekuatan, bukan keraguan apalagi kecurigaan.
Aku rindu zaman ketika tarbiyah adalah pengorbanan, bukan tuntutan dan hujatan.
Aku rindu zaman ketika nasihat menjadi kesenangan, bukan su’udzon atau menjatuhkan.
Aku rindu zaman ketika kita semua memberikan segalanya untuk da’wah ini.
Aku rindu zaman ketika nasyid ghuroba menjadi lagu kebanggaan.
Aku rindu zaman ketika hadir di liqo adalah kerinduan, dan terlambat adalah kelalaian.
Aku rindu zaman ketika malam gerimis pergi ke puncak mengisi dauroh dengan ongkos ngepas dan peta tak jelas.
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah benar-benar jalan kaki 2 jam di malam buta sepulang tabligh dakwah.
Aku rindu zaman ketika akan pergi liqo selalu membawa uang infak, alat tulis, buku catatan dan Qur’an terjemahan ditambah sedikit hafalan.
Aku rindu zaman ketika seorang binaan menangis karena tak bisa hadir di liqo’.
Aku rindu zaman ketika seorang murobbi sakit dan harus dirawat, para binaan patungan mengumpulkan dana apa adanya.
Aku rindu zaman itu, Aku rindu… Ya Allah..
Jangan Kau buang kenikmatan berda’wah dari hati-hati kami.
Jangan Kau jadikan hidup ini hanya berjalan di tempat yang sama.
---
Tulisan ini selalu berhasil membuatku rindu dengan teman-teman yang pernah melingkar bersama, dari awal mengenal tarbiyah hingga dibesarkan oleh tarbiyah saat ini.
Mereka langka, tak akan mudah ditemukan dizaman ini. Sulit, bahkan sudah hampir tidak ada. Zaman betul-betul berbeda. Semoga Allah menjaga kita selalu.
-Abubua | Ustd Tarbiyah Rahmat Abdullah
197 notes · View notes
daunmepel · 1 year
Text
Dan seketika aku ingin kembali pada titik saat kita belum bertemu
1 note · View note
daunmepel · 2 years
Text
Diwaktu yang sama takdir kita mungkin berbeda
Sore ini hujan turun, terasa lebih sendu dari biasanya. Ku amati sepanjang jalan manusia berduyun- duyun mencari tempat berteduh. Meskipun tetap tak bisa mengelak dari tempias hujan yang terbawa angin. Nun entah dimana mungkin bunga pukul empat juga tengah berlomba-lomba bermekaran setelahnya. Nun juga entah dimana pelangi juga telah terbit dengan pesonanya, sering kali sesiapa yang melihatnya membingkai senyum tanpa suara.
Diwaktu yang sama takdir kita mungkin berbeda. Namun jangan lantas menjadikan kita tak berarti apa-apa. Setiap kita punya peran yang berbeda dalam sebuah cerita orang lain. Tapi pada cerita kita, kita masih akan selalu tokoh utamanya. Jaga prasangka, karna itu bisa mengubah cerita. Banyak berdo'a, karena itulah satu² nya cara mengubah cerita sesuai harap kita. Ingat kembali tujuan, hanya satu alasan yang boleh membuat kita maju ataupun mundur. Hanya satu alasan yang boleh membuat kita menangis ataupun tertawa.
Allah..
1 note · View note
daunmepel · 2 years
Text
Menunggu dan Maruko
Sembari menunggu, aku lesehan di lantai depan kamarku. Kalau dipikir-pikir " Kok sempat-sempatnya nonton maruko, disaat aku seharusnya lebih serius lagi menyelesaikan tugas akhirku". Sembari menunggu, iya menunggu. Sebenarnya moment menunggu seringkali jadi moment introspeksi bukan?. Iya, dari segala rasa kesal "haritsun liwaqtihi" yang di ikhtiarkan. Dalam moment menunggu kali ini, justru aku terpikir tentang umur dan aku. Tentang aku mungkin nyaris akan 1/4 abad tinggal di bumi. Umur dan aku tentu adalah hal yang tak bisa dipisahkan. Sepertinya perpustakaan memori otakku sedang teracak, sayup-sayup aku menangkap tentang bagaimana perubahan sikapku. Aku yang dulu sangat tidak nyaman jika chat nya dibalas lama, di jawab singkat, dan bahkan tidak dijawab. Perlahan-lahan mulai terbiasa. Aku yang dulu sangat tidak suka dengan ketidaktertataan sekarang jadi lebih menerima keabstrakan. Aku yang dulu diam-diam sulit sekali percaya sama orang-orang sekarang sedikit terbuka. Aku yang dulu merasa mengabarkan apapun tentang diri terhadap orang lain merasa itu adalah hal yang akan merepotkan orang lain. Sekarang ..hmm masih sama sih wkwk. Aku jarang memberi tahu apapun tentang diriku jika tidak terdesak atau didesak. Bukan apa- apa, tapi rasanya belum perlu atau belum baik saja.
Tapi sekarang rasanya sedikit berbagi cerita tak masalah karna ia adalah juga bentuk kepercayaan. Apalagi sama teman yang satu frekuensi. Rasanya pertemuan penduduk mars yang berlangsung di bumi ( lebay banget wkw)
Jadi maksudku, tentang nonton maruko itu, dulu mungkin ketika nonton kartun kita hanya sebagai hiburan, sekarang kita jadi punya sudut pandang baru sebagai orang dewasa. Kenapa anak-anak bersikap demikian. Kenapa ibu- ibu merespon seperti itu. Hal itu membuat flashback. Mengapa dulu waktu kecil aku begitu, mengapa dulu ibu atau kaka merespon begitu. Oh ternyata begini ya perasaan mereka! MasyaAllah ini sesuatu banget untukku..
11 November 2021
0 notes
daunmepel · 2 years
Text
Sang Pengecut
Kukira setelah selesai aku akan lebih tenang. Ternyata aku lebih sering berkaca-kaca tak terbendung tiba-tiba.
Kukira diamku adalah ketenangan. Nyatanya sel-sel ditubuhku memberikan sinyal² pemberontakan.
Kukira ini adalah idealisme yang dalam tertanam. Ternyata itu adalah si pengecut yang takut keluar zona nyaman. Serta senantiasa bimbang membuat lompatan keyakinan.
Padahal dipikiran, aku selalu hidup di masa depan mengabaikan masa sekarang. Nyatanya aku sering kali menduga² sebuah kejadian. Lalu mundur terpojok disudutkan. Sang pengecut bisakah kau lari jauh dan meninggalkanku sendirian?
Aku tak butuh kau sekarang, ataupun nanti.
Enyahlah!
Tuhunku arrahman memberiku rasa takut bukan untuk jadi pengecut.
11 Maret 2022
1 note · View note
daunmepel · 2 years
Text
Kau dan Aku masih yang dulu (?)
"Mudah²an hujannya reda yaa, setidaknya saat kita berangkat dan saat kita pulang" Ujarku dan kau pun mengaminkan. Semilir angin masuk melalui jendela kamarku, memberi hawa dingin dari suasana hari ini yang mendung. Mungkin sedingin obrolan kita belakangan ini.
Do'a kita terkabul, hujan mereda setengah jam menjelang kita bertemu. Kita berusaha dekat tapi seperti ada sekat. Kamu merangkulku dan akupun merangkulmu, kita mengira mungkin sekat itu akan patah, tapi ternyata salah.
Kita berusaha untuk bercerita seleluasa dulu, tapi lagi- lagi seperti ada yang tutup rapat enggan untuk dibuka. Meski dimulai cerita basa basi, kita masih menikmati tapi itu dulu.
Saat tiba dicerita inti, penuh dengan simpati dan telepati, tapi lagi² kini seperti ada yang membatasi.
Sorot matamu seperti ada yang enggan untuk dibunyikan, engkau ragu "akankah aku mengerti dan percaya padamu lagi? " Engkau takut kalau² ada sepasang mata yang lain yang mengira kau bukan lagi si gadis sulung yang kuat.
Aku tak mengubah pandangku padamu, ku yakin kau tetap masih sosok yang sama. Si yang sangat menjunjung kehormatan diri, lembut dan penyayang seperti do'a yang terangkai pada namamu. Aku tau kau hanya butuh waktu. Baik aku ataupun kamu sekarang sedang berusaha meruntuhkan tembok ketakutan yang kini makin meninggi. Tapi aku yakin kita jauh lebih kuat dari tembok itu.
Kali ini, engkau memelukku " Maafkan aku", tenggorakan ku tercekat tak dapat langsung membalas ucapanmu, sampai saat aku menyeka bening dimataku. Kini sekat itu mulai retak. Aku menunggu untuk engkau runtuhkan. Aku masih yang dulu, dan kau pun juga masih sosok yang kau kenal. Berbagi kisah sedih mu bukan berarti kau lemah. Tak tahu bukan berarti aku tak akan mengerti. Aku menunggumu membunyikan semuanya.
Lagi² do'a kita terkabul. Hujan reda saat kita pulang..
Allahumma innaka ta'lamu anna hadzihil quluub
13 Juli/Dzulhijjah 2022/1443H
2 notes · View notes
daunmepel · 2 years
Text
Ada yang...tapi...
Ada yang patah patah tapi harus dikokohkan lagi. Ada yang hilang tapi harus dihadirkan lagi. Ada yang mulai tak terbiasa tapi harus dibiasakan lagi. Seperti itulah hidup, yang dulunya sangat dekat tiba-tiba jadi tak tahu. Ada yang dulunya tak kenal tiba-tiba jadi akrab. Ada yang penyabar tiba-tiba jadi mudah marah. Ada yang ramah tiba-tiba jadi cuek, Ada yang cuek tiba-tiba murah senyum membawa bahagia..
Cerita terus berganti, latar terus bertukar, genre berubah seenaknya. Peran terus tergilir. Tapi tokohnya masih tetap sama, ditempa agar sesuai dengan keadaannya. Hingga saat semuanya terhenti, akankan kita temui kehidupan yang happily everafter? Semua tergantung untuk siapa kita menjalankan peran yang terus berputar.
3 notes · View notes
daunmepel · 2 years
Text
Kuning💛
Tumblr media
Hujan sore ini semakin deras. Allahumma shayyiban naafi'an. Aku berencana bertemu seseorang. Sembari menunggu, iya menunggu. Dulu rasanya menunggu adalah momen paling menjengkelkan. Tapi belakangan ini justru ada banyak hal yang baru kusadari saat aku sedang menunggu. Dan aku jadi lebih bisa menerima lalu menikmati momen² ketika menunggu.
You are so yellow!
Beriringan dengan ootd hari ini. Kuning.
Membawaku pada kenangan masa kecil dulu. Saat ibu sering membelikan apapun untukku berwarna kuning. Terutama baju. Sampai pada disuatu titik aku tidak suka warna kuning. Yaa.. Dulu orang² sering kali mengumpamakan warna kuning dengan warna t*i. Membuatku makin tidak suka kuning. Mungkin sampai saat ini masih, tapi aku sedang tidak ingin terpengaruh.
***
" Bu kenapa dulu suka membelikan adek baju warna kuning? "
" Biar keliatan cerah "
Hmm iya juga..
Perlahan aku tak lagi membenci kuning.
Sampai suatu hari ibu membelikan outer ini.
" Ibu kenapa pilih warna kuning? "
" Kan bagus warnanya, itu juga lagi musim"
" Kalau pakai warna kuning, jadi keliatan cerah"
(As always pikir ku dalam hati)
"Hhe iya, makasih bu"
***
Btw will
Wiwil kalau kita belum terlalu kenal warna karakternya green.
Tapi kalau udah deket banget karakternya yellow.
Dan itu sooo yellooww will, kuat banget..
Oh iya kak?
Iyaa wkw, wiwil sangat eskpresif. Kalau udah kenal dekat.
**
Sekarang memperhatikan hal² kecil jadi ingat ibu atau ayah. Berjarak terkadang membuat pandangan kita lebih jelas. Makin menyadari kasih sayang ibu. Makin menyadari kasih sayang ayah. Kadang saat berjalan sendirian atau menepi dari keramaian. Diri ini merasa sangat berdosa dan berbuat aniaya terhadap keduanya.
Allahummaghfirly wali walidayya
0 notes
daunmepel · 2 years
Text
Cinta Itu Buta
Dulu ibu pernah berujar, kalimat itu nyata adanya. Kalau kata aku sih sampai² kita sendiri buta dari keadaan bahwasanya orang-orang bisa liat kita lagi jatuh cinta. Orang-orang bukan hanya sadar kita lagi jatuh cinta, tapi bahkan juga tau kita jatuh cintanya sama siapa.
Sebagai orang yang sering observe pada keadaan sekitar aku kadang bisa tau lebih dulu, teman²ku saling suka. Atau si A mulai tertarik si B, atau case lain yang berbentuk sebaliknya. Anggap lah ada 5 kasus 3,5 nya tebakanku benar.
So, kita tau cinta itu anugrah, ia suci. Engga salah kita jatuh cinta. Yang salah kalau jatuh cinta membuat kita menormalisasikan apa yang allah larang. Membenarkan dengan 1001 excuse. Inget kalo kita kyai, syetannya juga kyai.
Yok semangat yok, sebelum sampai syurga, ada banyak persimpangan yang menjebak kita ke neraka. Naudzubillah..
2 notes · View notes
daunmepel · 2 years
Text
Assalamu'alaikum malam, lama tak berbincang. Lama tak saling memandang. Semua berjalan singgah lalu saja. Engkau dengan kelammu aku dengan kesibukanku. Padahal dulu seringkali kita bertukar suasana, engkau dengan lengangmu aku dengan ngiangku. Aku rindu mengutarakan ngiangku dalam rangkaian kata, bersajak meluahkan rasa. Namun saat kata sudah tertata, rasanya semua seperti terbata jauh dari indahnya pesona aksara dan irama. Alhasil aku memilih menyelatankannya saja terhapus dalam dinginnya keengganan.
Kamis 13 Syawal
1 note · View note
daunmepel · 2 years
Text
[ Just Random Talk ]
Belakangan ini bogor cuaca nya random banget. Kayak mood perempuan lagi PMS hhe Canda! . Sewaktu matahari sepanggalahan naik harusnya bumi mendapati cahaya hangat nan lembut, tapi kali ini cahaya nya menjadi agak sungkan malu-malu. Barangkali lagi negosiasi dengan awan, mau bergeser sedikitkah? Akhirnya kilaunya mulai menerangi kota hujan ini. Belum sempat kunikmati semburat kuningnya yang mulai merekah, baru akan melangkah ke balkon untuk memanen vitamin D. Qodarullah pasukan langit turun membawa berkah. Allahumma shayyiban naafi'an. Serta tiupan angin yang agak sedikit kuat. Lagi-lagi pemandangan seperti ini membuatku tenggelam dalam fikiranku. Apakah aku sudah jadi manusia yang baik? Baru kemarin rasanya hari ahad sekarang sudah ahad lagi dan pikiran² lainnya bermunculan seperti pop up yang berentetan dan berisik. Aku memilih menyudahinya, bersegera mengambil wudhu.
******
"Hmm karna tadi pagi ga jadi berjemur nanti sore olahraga deh"
Aku bersiap-siap, baru kusadari ootd ku, hampir semuanya bewarna biru dongker. Bahkan sampai inner kerudungku. Jadi ingat dulu ada teman yang nyeletuk " Gue kalo ngebayangin lu, itu gue kebayangnya pake kerudung dongker. Entah kenapa gue pikir lu sering pake warna itu, entah itu baju, rok, kerudung". Sepanjang jalan menuju gelora aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Jadi mohon maaf kalau ada yang menyapa tapi seringnya ga kedengaran. "I am busy with my mind, I am so sorry.."
Sepi, lagi- lagi sebenarnya sendirian itu healing tersendiri. Apa yang aku lihat dan dengar seharian ini ter play secara otomatis oleh otak-ku. Bahkan sesederhana story wa temen²ku. Aku kembali memilah dan bermuhasabah. Seharusnya respon seperti apa yang kuberikan. Lalu jika dirasa aku memikirkan hal yang tidak penting aku mencoba berdzikir. Tapi nyatanya sering kali pikiranku keluar dari arena dzikirku. Astaghfirullah, dzikir wil. Sudah lima putaran. Aku menepi sembari mengamati. Rata² orang kalau ber olahraga memakai earphone yaa.
Lagi-lagi random talk in my mind
Aku memutuskan pulang, agar tidak keburu maghrib. Pulang lewat jalan pintas ini sebenarnya agak menerobos jiwa idealisku. Tapi mau bagaimana lagi, ini sangat menghemat waktu. Mencoba untuk meyakinkan diri," gapapa ko wil its normal". Jalan ini bisa dibilang "memanjat pagar". Awal² rasanya seperti maling dikampus sendiri. Tangganya cukup curam, derajat kemiringan nya mendekati 90 derajat. Saat aku tepat sampai diujung tembok, kepalaku mendongak. Oh ya allah ada dua mahasiswa yang hendak memanjat juga. Aku sebenarnya malu tapi gimana lagi, sudah kepalang tanggung ini. Ku teruskan saja untuk turun. Jujur saja agak canggung hmmm, 👉👈 you know lah yaa perempuan pakai rok. Walaupun sudah memakai celana panjang, rasanya tetap tidak nyaman. Menyadari aku yang turun agak kikuk, mahasiswa yang sudah menunggu tadi tersadar dan membelakangiku, untuk berpaling. Rasanya lega, ah terimakasih sudah peka. Apakah semua laki² punya attitude seperti itu? MasyaAllah sekali.
Setelah turun hatiku menghangat. Ah di dunia ini masih banyak orang baik. Masih banyak orang yang menjaga adab² nya.
Ahad sore,
1 note · View note
daunmepel · 2 years
Text
Menjadi Dewasa
Menjadi dewasa adalah menyadari bahwa mimpi kita tidak hanya milik kita. Fase dewasa adalah fase kita dengan bijak memilih langkah tanpa blamming, excuse, dan justifikasi. Mendewasa adalah saat dimana kita tidak berlarut² dalam emosi yang kita punya. Nangis secukupnya, ngambek sekedarnya, marah pada tempatnya dan membenci tau batas kebolehannya.
Menjadi dewasa artinya kita tau kita hanya akan mempertanggungjawabkan diri sendiri. Ya diri sendiri, baik itu muamalah ataupun ibadah.
Menjadi dewasa artinya kita tau bahwasanya kita tak boleh lagi merepotkan orang lain seenaknya namun juga tidak menyakiti diri sendiri. Menjadi dewasa adalah fase ambang kilas balik mimpi² yang kita tulis. Mematut² nya, mempertimbangkan kembali. Perlukah kita mengubahnya? Mengingat kembali apa sebenarnya yang kita tuju? Mencari tau kembali apa yang kita mau dan yang terpenting mengingat kembali sudah berapa lama kita singgah dibumi dan menghisab kembali apa saja yang kita punya.
Menjadi dewasa, menyadari kembali sesungguhnya yang sayangnya berlimpah kepada kita hanya Allah saja, dan orang tua kita setelahnya. Menjadi dewasa artinya semua orang yang kita sayang akan punya dunia nya masing². Kerabat, sahabat dan teman² shalih.
Menjadi dewasa artinya juga siap untuk memilih dan memahami teman hidup seperti apa yang kita ingin dan membentangkan layar baru menuju pelabuhan abadi bersua dan kembali dengan selayak-layak kondisi pada-Nya.
Menjadi dewasa mungkin menyakitkan, karna kita merasa harus bertanggungjawab dengan banyak hal. Merasa harus membahagiakan semua orang. Menjadi dewasa kita disuguhi runtutan² standar kelayakan. Punya materi, punya ilmu, punya kelebihan yang bisa diandalkan.
Menjadi dewasa mungkin akan menyakiti..
Serta membuat kita ingin kembali pada masa kanak² yang penuh tawa dan tanpa beban.
Menjadi dewasa
.
.
.
Bahkan draft ini lama tertahan sebab tak kunjung jua kutemukan makna apa sesungguhnya yang disandangkan saat kita menjadi dewasa.
Tapi..
Bukankah sejak ruh ditiupkan pada jasad kita telah tau untuk apa kita lahir kedunia? Tak peduli fase apapun yang kita lewati. Muda ataupun tua. Atau bahkan fase transisi yang dikenal dengan beranjak dewasa ini. Bukankah, bukankah harusnya sudah jelas kemana kemudi ini harus berarah?
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”
(Al- A'raf :172)
Maka jangan sampai kita termasuk dari bagian
" Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini "
Maka menjadikan perkataan manusia sebagai standar hidup kita hanyalah sebuah kendara menuju sengsara. Sesungguhnya kita adalah manusia yang istimewa karena nikmat Islam-Nya.
Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimushalihaat
Jadi, tak apa jika kita berjalan lebih lambat, pastikan kita masih pada Sirathal Mustaqim yang senantiasa kita minta berulang-ulang minimal 17 kali dalam sehari.
Tak apa untuk, belum kaya. Iya, aku tau kita ingin kaya, untuk lebih memperlicin jalan amal-amal shalih kita, tapi bukankah karena licin banyak yang jatuh dan terpeleset ke neraka?
Tak apa, tak apa untuk menjadi biasa saja di hadapan manusia. Sementara, sajakan?
Tak apa,
Iya tak apa, setidaknya menghibur diri kita.
Hmm, maksudku. Tak apa, karena kata Allah dengan segala detail ter-detail dari kondisi kita. Inilah spesifikasi kondisi paling baik yang kita jalani.
Percayalah dalam harap isak tangismu, Allah dengar lirih merendah menghambamu.
Beranjak dewasamu dan kerapuhanmu dengan tanya manusia. Kita masih tersenyum menutup rapat semua gelisah yang juga sama.
Tak apa, menjadi baik di hadapan Allah jauh lebih mudah kita tempuh. Karena Allah selalu terima kondisi kita sehina, sebusuk, dan serendah apapun sebab kita manusia mustahil tak bergelimang aib. Allah menyayangi, mengampuni, mengasihi hamba-hambanya yang senantiasa memohon ampun dan berusaha mensucikan diri.
Harusnya beranjak dewasa, menjadi dewasa, beranjak tua dan menjadi tua. Ini hanyalah tentang apakah kita semakin sadar, Ridhokah Allah terhadap kita?
Bukankah begitu (?)
2 notes · View notes
daunmepel · 2 years
Text
[ Shafar #1]
Kesiur angin menghembus, menjatuhkan daun-daun yang kandungan asam absisat pada tangkainya telah sampai pada konsentrasi membuat rapuh. Tentu saja ia bukan penyebab tunggal. Ia menguning kecoklatan, atau ada pula yang masih hijau tapi dipaksa jatuh berguguran. Sembari merenung, apa yang harus lakukan untuk mengikhtiarkan percepatan timeline kelulusanku. Daun berguguran itu mengingatkan tentang setiap hal didunia ini ada akhirnya. Ada kesudahannya. Kejadiannya, hanya sebatas kalimat "Kun fayakun" dari sang pemilik semesta.
Panggilan-Nya berkumandang syahdu, pada sore yang cahaya-Nya agak sendu tergores awan kelabu. Aku menutup personal computer ku bersegera mengambil wudhu, bersiap menghadap-Nya.
Sore itu berakhir dengan sederhana, atas muka-muka lelah yang merindukan rumah bersegera berjumpa dengan orang-orang tercinta. Bangunan milik kementrian pertanian dengan atap gonjong khas daerah dengan sistem matrilineal itu mulai sepi. Aku, masih memilih untuk tetap tinggal disana. Sendiri. Menata ulang pikiran yang kusut masai dan kembali membaca kalam-Nya.
Kali ini benar- benar mendung. Pasak bumi yang berjejer kokoh dihadapanku tampak mulai menghilang diselimuti hujan. Pastilah daerah di selingkar bukit barisan di guyur dengan berkah-Nya sekarang. Jauh sekali aku memandang, dibalik bukit bagian selatan adalah ibu kota provinsi. Seketika teringat pada bangunan dengan pola segi lima di seberang selat sempit antara dua pulau yag punya budaya berbeda ini. Tempat ku saat ini menimba ilmu meniti satu persatu mimpi.
Apa aku, balik ke Bogor saja?
.......
"Ibu adek awal Oktober ke bogor ya? "
Aku sudah bersiap dengan jawaban kontras dari ibu, sembari berpikir mencari jawaban pamungkas agar diizinkan.
"Ya, sudah segera cari tiket, mau berangkat tanggal berapa? "
Semua begitu mulus saja, ibu malah mendukung dan menyuruh menyegerakan. Dasar memang over thinking ini harus di turn down sampai tahap husnudzhon saja.
Pertama kalinya aku memutuskan untuk berangkat jalur darat dan sendiri. Sebenarnya ada rasa was-was. " Tidak apa satu hari satu malam sudah sampai di pulau jawa kok, sekarang sudah ada tol. Kalau lah sampai pelabuhan merak sabanta se rasonyo tu" Ibu menenangkan, setelah membaca air mukaku.
" Eh, surang se pai ka bogor ndak ado kawan? "
" Ndak ado do yah "
" Ndak pai lah jo ibu, pai lah ndak tanang hati ambo nyo pai surang ka jawa" Ujar ayah pada ibu. Saat itu kita sedang berkumpul diruang tamu.
Akhirnya aku dan ibu meyakinkan ayah, bahwa aku akan baik-baik saja. Sebenarnya ada rasa khawatir nanti kalau yang duduk disebelahku bapak-bapak bagaimana? Atau malah bujang?. " Mudah²an aja duduk nya nanti disebelah ibu-ibu ya " Ujar ibu. " Iya, karena kalau ibu-ibu pasti dia ingat anaknya " Ujar adikku yang juga ikut mendoakan.
Ayah yang membantu mengurus pemesanan tiketnya. " Yang duduk di sabalah nyo amak-amak urang sulik aia, terlihat muka ayah jauh lebih tenang ". Sebenarnya aku mau membeli tiket online saja, tapi karena tempat pemesanan nya dekat dari rumah, lebih baik luring saja.
Hari keberangkatan tiba, sebelum keberangkatan ayah dan ibu tak henti mengingatkan. " Jan surang-surang ndak dek, beko kok lah naiak kapa tetap jo rombongan yo, banyak- banyak bado'a. Lai taranga kecek ayah kan? " Iyoo yah.." Ujar ku.
Selama perjalanan aku baru tahu, provinsi jambi masih dipenuhi hutan-hutan murni dan jauh dari sentuhan teknologi. Pernah di lampu merah saat kendaraan berhenti. Sapi-sapi milik masyarakat setempat dengan santainya berlenggak lenggok di jalan raya. Atau ada yang malah ambil posisi tiduran dengan tanpa dosa. Pantas saja orang-orang dulu kalau merantau selalu was-was kalau lewat jambi dan lampung. Karena terlalu sepi.
Shafar terpanjangku seorang diri, alhamdulillah berkat do'a orang tua. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimushalihaat terlalu banyak hikmah, selama perjalanan aku terus berfikir. Kenapa, kenapa orang yang shafar do'anya berkali lipat lebih cepat diijabah oleh Allah?
7 notes · View notes
daunmepel · 2 years
Text
[ Nilai 10/10]
Lebih dari tiga ratus malam, menyandang amanah yang sama. Mengayun langkah, agar tetap seiring. Sesekali melihat mewanti² ada yang tertatih sendirian. Mengharap semua berjalan tanpa uji adalah fiktif belaka. Berharap tak ada duka hanyalah khayalan semata. Bersama, walaupun ada yang gugur dalam nestapa. InsyaAllah, nama-nama kita masih terlafadzkan dalam panjangnya harap dan do'a. Lebih dari tiga ratus kali terbit atau tenggelamnya sang surya. Sungguh berjuang bersama disini penuh arti. Aksara tak sanggup memaknai. Hanya hati yang sanggup menerjamahi. Dan sungguh jika yang dicari hanya keuntungan pribadi mungkin kita tak sebernyali ini. Jazakumullah khayr, seringkali tingkah² hamba allah disini menegur diri ini. Seringkali perbuatan² memberi nasihat tanpa disertai ujub dalam diri.
Hingga sampai pada ujung hari, sebab musabab kita dibersamai secara khusus Allah akhiri. Aku, masih merenungi, serasa ada yang dicuri.
Ternyata ia adalah waktu. Waktu emas kita untuk saling menasehati. Memang sejak semula kita tak punya apa- apa di bumi Allah ini. Tapi, jazakumullah telah menjadi salah satu harta karun berhargaku didunia ini. Sikap yang shalih dan mushlih telah menghujamiku tak terhitung berkali-kali. Jazakumullah khayr. Setiap pemilk jiwa disini punya nilai 10/10 bagiku. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimushalihaat.
Sungguh hanya Allah sang penata cerita yang paling spekta, sang pengasih yang tiada pilih kasih. Sang perencana yang tiada cacatnya.
Sampai bertemu di episode selanjutnya, episode dimana segalanya akan abadi. Episode dimana saat ini kita tengah berjuang mati-matian untuk memilih genrenya. Karena ia hanya ada dua: Firdaus dan tujuh turunannya atau Hawiyah dan tujuh leluhurnya.
Jazakumullah khayr
Kabinet dan Wataq✨
1 note · View note
daunmepel · 2 years
Text
Matahari sudah hampir bertemu dengan lazuardi. Pertanda aktifitas harus segera diselesaikan. Alarm dari alam, waktu untuk beristirahat telah datang.
dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. 
(An- Naba : 9-10)
Maka demi mengejar angkot ke arah dalam, aku percepat langkah ini. Sesekali mengamati lalu lalang lingkungan kampus. Perlahan kerumunan manusia berbubaran.
Aku sudah berada di angkot.
Pulang diujung hari artinya beriringan dengan mereka, para pencari nafkah. Ada yang berpakaian cukup rapi atau seadanya. Mata lelah dari para tulang punggung keluarga membuat hatiku iba. Bisakah di dunia ini kita hidup dengan saling berbagi saja ?. Tanpa kasta, tanpa uang, tanpa pembeda karena harta. Sungguh menyedihkan menyaksikan ada yang kesusahan demi perut yang terisi, sementara di lain tempat ada yang sibuk pamer membeli es krim satu juta untuk dijadikan cat (tak) guna mencoret² mobil seharga milyaran. Dunia sungguh tak adil bukan?. Ya, sebab itulah adanya hari pengadilan. Saat semua kepemilikan kita dipertanggungjawabkan.
Aku masih tenggelam dalam lautan fikirku. Sesekali angkot berguncang melewati jalanan yang berlubang. Beberapa orang yang tadinya terkantuk, terpaksa sadar. Sekaligus menyadarkan diriku yang tadinya mulai terlarut, seolah mengingatkan.
Aku terkadang membenci diriku yang terlalu menyerap emosi disekitarku. Salah satu karunia allah yang meintenens nya dalam diriku masih belum baik. Sebab membuat suasana hatiku mudah berubah tiba². Kalau ia ramalan cuaca, pastilah BMKG kerepotan meng - update informasinya. Bahagia - sedih - marah - lelah dst. Radarku menangkap energi lelah dan tanpa permisi hatiku langsung menyerapnya. Aku melihat sekotak martabak ditenteng oleh seorang pria paruh baya menggunakan kaos oblong dan sandal jepitnya. Aku membayangkan ada penantian harap sambut yang bahagia untuk nya. Mungkin ia akan memberikan martabak itu untuk keluarganya. Menikmati dengan rasa syukur, tentang hari ini ada menu yang berbeda dari hari² biasa di istana kecilnya.
Dunia ini berisi hal² pilihan yang diperjuangkan. Maka selalu ada pilihan syukur agar apapun hasil setelah berjuang kita beroleh kebahagiaan (ketenangan).
1 note · View note
daunmepel · 2 years
Text
Tahun berlalu. Musim berganti. Semoga kita termasuk manusia yang senantiasa berbenah diri. Tak tinggi hati jika mulai memiliki posisi. Tak rendah diri jika masih belum diakui. Tak merasa suci, agar terus menghisab diri. Tak berhenti berusaha menjadi hamba yang layak dicintai.
0 notes
daunmepel · 3 years
Text
Memory untuk mengolah makna
Dua bangunan bersebelahan yang menjadi salah satu tempat favorit mahasiswa tingkat akhir itu mulai ramai. Oh, lebih tepat nya yang ramai hanya satu bangunan yang di penuhi teknologi modernisasinya saja. Aku melangkahkan kaki ke bangunan disebelahnya dari pintu masuk sudah terlihat. Sepi. Aku ke meja FO, bermaksud untuk registrasi. Tunggu, keyboard nya kemana? Aku kebingungan. "Masa sih touchscreen? Gamungkin deh. Kalau bangunan sebelah nya mah gausah diragukan. Tapi kuputuskan untuk mencoba saja, aha! bener ternyata, duh malunya. Pustakawan yang rambut nya mulai memutih, hampir saja kurepotkan. Aku berbelok kekiri ingin menyimpan tasku. Tiba-tiba ada suara bas yang menyapaku
" Eh, kemana aja? " Sapa seorang bapak paruh baya, dengan kemeja dan jeans yang menjadi khasnya.
" Hhe pulang pak, kan pandemi," Aku menjawab agak linglung sembari membenarkan pashmina maroon yang ku kenakan. Terheran, kenapa bapak nya bisa mengenaliku. Padahal aku masih mengenakan masker
" Karna lockdown ya? "
" Iya pak"
" Udah lama gakeliatan, udah setahun ya dirumah" Aku mengangguk
" Pulang ke padang? "
" Kok tau pak? Keliatan banget ya pak?" Jawab ku sambil cengengesan, karena sudah tidak aneh lagi. Terkadang ada saja yang menodong dengan pertanyaan "orang aceh ya mbak? "Ya masih sama-sama sumatera kan..
" Iyalah, keliatan. jawabnya sambil tertawa agak jumawa "
" S2 bukan,? "
" Bukan pak, masih S1", dalam hati (aamiin ya allah mudah²an allah izinkan lanjut S2)
" Loh, sama dong kayak anak saya"
Percakapan itu jadi pembuka setelah satu setengah tahun aku tak mengunjungi tempat ini. Bahkan librarian nya masih mengingatku. Lantai 1 nya sepi, nyaris tak ada orang kecuali pegawainya. Aku meniti tangga, ya lantai dua adalah tempat favorit ku. Aroma kayu dan buku khas bangunan klasik ini mulai tercium membuat candu. Aku rindu sekali kesini. Beberapa perabot perpustakaan klasik ini terlihat di improvisasi. Sampai disini masih sunyi, hanya ada satu orang bapak-bapak yang kuyakini adalah mahasiswa program doctoral. Memasuki ruang tesis dan disertasi seolah-olah memanggil memoriku. Mungkin kalau ruangan ini bisa berbicara mereka akan berkata. " Assalamualaikum warahmatullah wiwil, long time no see. Ini aku si kursi dan meja yang jadi tempat favorit mu".
Inikah yang dinyatakan "people change but memory not?"
" Sebab itulah manusia yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah yang merugi?"
Sebab..
Memory ada, untuk kita senantiasa mengolah makna.
1 note · View note