Tumgik
anakwadai · 4 years
Text
CBM part 1
Okay, where should i start?
Pekerjaan Iwan adalah staff bidang CBM di PT PJB. PT Pembangkitan Jawa Bali adalah anak perusahaan dari PLN alias Perusahaan Listrik Negara. CBM sendiri kepanjangan dari Condition Based Maintenance yang artinya pemeliharaan berbasis kondisi. CBM berada dibawah divisi Enjiniring dan Quality Assurrance.
Jobdesc Iwan? Ya memantau kondisi mesin-mesin dan peralatan di pembangkit. Sesuai pengertian CBM tugas utama Iwan memantau dan mencatat secara rutin kondisi peralatan kemudian memberikan rekomendasi sesuai data yang didapat. Secara awam, bolehlah diumpamakan dengan petugas kesehatan. Jika dokter umum atau perawat memantau kondisi pasien melalui thermometer, stetoskop, dll maka CBM juga punya alat yang mirip seperti itu.
Ada vibration analyzer untuk memantau getaran mesin, miriplah dengan stetoskop memantau getaran(detak) jantung. Ada Infra Red Camera untuk memantau temperature mesin, seperti thermometer memantau suhu tubuh. Ada MCSA untuk memantau arus listrik pada kabel, seperti tensi meter memantau tekanan darah di pembuluh.
Oh iya, PJB mengelola beberapa pembangkit yang tersebar di Indonesia. Iwan kebetulan ditempatkan di pembangkit yang berlokasi di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Dengan perumpamaan tenaga medis, bisa dibilang pangkat Iwan masih perawat. Tugasnya lebih ke mengambil data pasien (mesin) dan mencatat, sedangkan keputusan analisanya di tangan staff yang lebih senior (dokter).  Bedanya perawat ga mungkin jadi dokter, Iwan boleh analisa setelah memenuhi persyaratan. Apa? kurang pas? tak ralat nih mahasiswa kedokteran magang vs dokter deh biar kalian senang.
0 notes
anakwadai · 4 years
Text
Artisan
An artisan (from French: artisan, Italian: artigiano) is a skilled craft worker who makes or creates material objects partly or entirely by hand
           -wikipedia
           Apa benar orang kita pekerja keras? Kalau iya, kenapa kasus penipuan bermodus uang instan merajalela? Mulai dari teh celup, MLM, investasi bodong, asuransi dll. Menurut saya sih, kita bukan pekerja keras, setidaknya tidak keras-keras amatlah. Manusiawi lho, keinginan dapat keuntungan maksimal dengan usaha yang minimal. Fungsinya akal sehat dan moral adalah membatasi supaya keuntungan maksimal diraih tanpa merugikan pihak lain.
           Selain bukan pekerja yang keras-keras amat, kita juga belum mampu menghargai pekerjaan orang lain dengan benar. Dari pengalaman saya, cenderung meremehkan pekerjaan orang lain. Stereotip belajar yang rajin supaya kamu tidak jadi tukang sampah misalnya. Maksud saya, apa yang salah dengan tukang sampah? Mereka jasanya besar lho. Saya tidak mampu membayangkan disuatu lingkungan perkotaan tukang sampahnya mogok kerja sebulan.
           Kerja santai, meremehkan kerjaan orang lain adalah kombinasi maut yang nyatanya kita miliki. Apa bangsa lain tidak memilki hal ini? Saya kurang tau soal itu. Lha wong saya hidupnya disini-sini aja, belum pernah ke luar negeri. Kalimat ‘halah, ngono thok aku yo iso’ adalah kalimat wajib penduduk negeri ini. Mungkin kombinasi ini yang berakibat jarangnya profesi artisan di negeri ini. Karena artisan memang membutuhkan usaha dan ketekunan yang luar biasa. Eh ketika sudah selesai, cuma dapat komen ‘gawe ngono thok koq larang’.
           Saya sering melihat video youtube, atau acara TV tentang artisan di luar negeri. Di sana profesi ini sangat dihargai, dan barang-barang yang dihasilkan pun dinilai dengan harga tinggi. Mulai dari pengrajin pisau, kue, furnitur dan sebagainya. Orang luar nampaknya sadar bahwa barang yang dihasilkan selain punya nilai fungsi juga ada nilai seninya sendiri. Di Jepang seorang penjual sushi yang puluhan tahun mendedikasikan dirinya, diusianya yang sudah tua mendapat penghargaan dan pengakuan luar biasa. Di sini saya kenal pasangan kakek nenek yang puluhan tahun menjual mie ayam, berakhir dengan menutup warungnya karena tidak ada penerus.
0 notes
anakwadai · 4 years
Text
generasi aksi
“yang dulu begini, masa kecilnya terselamatkan”
Saya sudah sampai titik muak melihat hal seperti ini. Sudah 5 tahun terakhis glorifikasi masa lalu seperti ini berkeliaran di lini masa. Biasanya muncul diiringi meme jadwal kartun hari minggu, atau mainan-mainan saat kecil. Glorifikasi yang sebagian besar dimotori generasi 90an. Bahkan sampai muncul akun media sosialnya, dan festival bertema nostalgia suasana 90an.
Saya tidak protes soal akun, nostalgia atau festivalnya. Saya sendiri termasuk generasi 90an dengan segala kenangan indah masa kecil. Hal yang bikin saya muak, adalah kesan membanding-bandingkan yang muncul. Contoh paling tenar tentu saja kata-kata ‘terselamatkan’. Maksud saya, terselamatkan dari apa? Dari kekejaman orba? Atau bahaya narkoba?
Saya percaya, bahwa hampir segala sesuatu ada baik dan buruknya. Bahwa masa kecil kita, acara kartun lebih banyak mengisi minggu pagi itu benar, fakta. Bahwa masa kecil kita tidak terlalu menghamba pada gadget juga benar. Lha wong jaman segitu yang punya Nintendo aja jarang, dan nomer perdana saja harganya naudzubillah. Bahwa kita juga sering bermain bersama di luar rumah juga fakta.
Yang bikin muak itu kesan glorifikasi yang saya tangkap, seakan-akan masa kecilnya lebih baik dibanding generasi lain. Bahkan pada titik tertentu serasa generasinya yang terbaik. Meme, posting, atau apapun soal glorifikasi ini biasanya dibaluk dengan kata-kata ‘aku bersyukur’ atau ‘alhamdulillah cilikanku...’ cuih! Iya, bro/sis/akhi/ukhti generasi anda memang pusat alam semesta.  
Padahal generasi yang kenal gadget misalkan, mereka juga punya keunggulan. Mau liat kartun ga perlu nungguin jamnya, bisa diatur jadwalnya. Mudah diajak bersih-bersih rumah dulu, baru nonton kartun karena jadwal fleksibel. Temen rumahnya jauh? Mabar online dong. Orang tua juga tidak perlu was-was anaknya kenapa-napa dijalan. Kartun berhenti tayang? Ga ada tuh istilah begitu. Hari minggu ga ada kartun? Bisa quality time nemenin bapak mancing atau belajar masak sama ibu.
Poin saya adalah, saya haqul yakin setiap generasi memilki kenangan indah soal masa kecilnya. Karena seperti itulah seharusnya masa kecil, penuh kenangan indah. Generasi berapapun, semestinya memilki satu dua hal soal masa kecil yang begitu berkesan. Membandingkan bukan hal yang diperlukan disini, sampai kapanpun membandingkan masa kecil tidak akan menghasilkan apa-apa.  
0 notes
anakwadai · 4 years
Text
Pohon Cabe
Saya lupa tepatnya, tapi kurang lebih sudah 1 tahun saya mulai menanam cabe di depan kontrakan saya. Dan pagi ini saya bungah sekali, melihat pohon(?) cabe yang saya tanam sudah mulai berbuah.  Ada sense of accomplishment yang muncul di dalam hati, sedikit sombong lah ya. Saya yang bisa dibilang tidak punya soft skill sama sekali, mampu merawat tanaman cabe sampai berbuah. Buat petani atau mereka yang berpengalaman, pencapaian saya tentu tidak seberapa. Kalau hal ini saya ceritakan di depan mertua mereka paling geleng-geleng kepala. Halah, lombok kwi garik ditabur tumbuh dewe. Ekpresi seperti itu lah mungkin yang akan saya dapat.
Mengapa saya mulai bertaman atau apapun istilahnya? Awalnya gara-gara kucing. Saya suka tidak tega jika melihat kucing liar, apalagi yang penampilannya melas. Sering saya kasih sisa makan, bahkan dibelikan makanan kucing. But things always comes in package, you got the good but you also have to deal with the shits. Literally shit, kucing-kucing itu mulai menandai wilayah. Apesnya dibagian depan teras ada tersisa tanah selebar 50cm. Tau sendiri lah ya, apa yang terjadi ketika kucing bertemu dengan tanah.
Lelah dengan pekarangan yang bau kotoran kucing, sampai menganggu tetangga saya mulai putar otak. Ditambah kondisi istri yang sedang hamil, kucing-kucing ini sudah saatnya pensiun. Saya mulai berhenti memberi makan kucing yang mampir. Awalnya tidak tega dengar ngeong melas mereka, tapi lama-lama terbiasa.
Masalahnya, kucing-kucing itu tetap buang kotoran di depan rumah. Mungkin sudah terbiasa, atau masih merasa ini wilayah mereka. Istri mengusulkan tanahnya dikasih kawat saja, katanya bikin kucing tidak enak saat buang hajat. Maka dicobalah memasang kawat diatas tanah depan. Tapi strategi ini gagal, malah tambah bau karena kotorannya tidak bisa dikubur.
Suatu waktu, saat pulang kantor saya lewat penjual tanaman-tanaman hias. Akhirnya saya ajak istri beli dua pot dan dua tanaman untuk dipasang di depan. Barangkali kalau diisi sesuatu, kucing bakal susah untuk buang kotoran. Tanaman pertama waktu itu semacam pinus, dan bunga mawar. Sayangnya kami pasangan yang kelewat malas untuk mencari tau, dipikir semua tanaman sama cukup disiram dan voila! Mawarnya sukses mati dalam waktu 3 hari.
Waktu mertua berkunjung, pot mawar yang kosong ditebar biji tomat dan cabe. Kemudian saya mulai menyirami pot kedua ini. Benih cabe dan tomat mulai tumbuh, ada beberapa malah. Lagi-lagi karena kemalasan saya, kebanyakan mati yang tersisa hanya dua batang cabe. Yang saya lakukan hanyalah menyirami taman dipagi hari, sudah. Saat semakin besar, pot kecil terlihat tidak mencukupi lagi buat keduanya, belum lagi daunnya yang sering layu.
Kunjungan mertua berikutnya, mereka membawakan lidah buaya. Saya juga mulai berniat sedikit serius soal bertaman ini. Maka dibelilah pot-pot baru yang lebih besar, dan saya meminta pupuk kompos dari kantor. Kedua cabe tadi dipindahkan ke pot yang lebih besar, dan tanahnya dicampur kompos. Naas, satu cabe tak bertahan sedang yang satunya hidup segan mati tak mau. Daunnya banyak yang layu, begitupula cabangnya banya yang kering. Sebelum mertua pulang, pot cabe yang mati ditaburi bji cabe yang baru.
Dari pengalaman cabe gelombang pertama, begitu anak-anak cabe mulai muncul saya langsung eleminasi. Hanya disisakan 2-3 cabe tumbuhnya berjauhan. Sambil terus disiram setiap pagi sebelum saya berangkat kerja. Beberapa hari/minggu kemudian saya pilih satu cabe yang paling tinggi. Sisanya saya cabut dengan tega, biar menjadi penyubur tanah saja.
Awalnya saya menduga kegagalan gelombang pertama karena waktu penanaman di musim hujan, sehingga sering terhembus angin atau kelebihan air. Tapi gelombang kedua mulai menunjukkan hal yang sama. Cabangnya mengering, daunnya agak meranggas. Saya coba amati saat libur dan sampai pada kesimpulan sinar matahari yang kurang.
Karena rumah menghadap timur, dan diseberang rumah terdapat pohon dan pagar beton maka sinar matahari langsung hanya mengenai cabe sampai jam 9-10 pagi saja. Inisiatif saya, tanaman cabe saya pindah ke bagian depan pagar rumah. Dibagian ini paling tidak sinar matahari langsung bisa sampai jam 12-1 siang. Singkat cerita, setelah 1 tahun cabe gelombang kedua mulai berbunga dan sebagian sudah menjadi buah(?) cabe. Masih hijau-hijau, tapi memunculkan kepuasan tersendiri. Oh iya, cabe senior juga mulai berbunga meskipun cabangnya masih banyak yang kering dan daunnya sedikit sekali. Paling tidak cabe senior ini masih bisa survive.
1 note · View note