Untuk akhir ; awal yang baru.

kepada semua patahan asa-ku, sisa angkara, penyesalan dan halaman buruk dalam buku-ku. biar ku titip kalian pada tahun ganjil yang rendah hati siap untuk menampung kalian, biar sorak soraiku jadi salam terakhir sebelum ku bawa semuanya yang baik pada esok hari.

Antara aku, kamu dan hujan rintik dijalan Braga Bandung, 2023.

Ada sepenggal ceritera harubiru dengan kanvas kelam yang kubawa sampai ke kota ini. Bandung, katanya kota ini diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum, begitukah sekiranya.

Bumantara pun enggan menampak-kan ekstensi dari sang penyinar jagat, hanya kapas kapas halus berwarna hitam jelaga dari ujung utara sampai keujung selatan. lantas Tuan, jika boleh aku bertanya, apakah hatimu sama sendu-nya dengan langit bandung disore ini?

Jika benar begitu, kiranya sudikah engkau menyapaku sekali lagi untuk berbincang - bincang tentang pendar asmaraloka kita yang dahulu?

Selamat datang dalam alunan dersik jenggala rimbun dalam bilik renungan sang Arunika.

Pemudi sukar tersenyum yang lahir wangsa kosong dua, dikota Kesawan tanah Melayu Deli, Medan. Pemudi yang kerap disapa Arunika tetapi sang Adiwarna lebih senang menyapa dengan nama Aca ; kerap berselisih paham dengan fikiran dan berseteru melankolia kala dayungan perahu-nya diambang karam. susah jatuh cinta namun sangat bodoh perihal perasaan. mudah terdistraksi lagu-lagu melankolia - kalau sudah begitu sang puan hanya mengandalkan jemari merangkai kata-kata penuh metafora sampai habis di dalam fikiran.

Menyukai warna hitam sanjungnya sangat kontras dengan hidupnya yang terlalu gulita, putih yang sebagaimana ia harap kan membawa belas kasihan dari orang-orang yang singgah, namun akhirnya ia relakan juga. tidak menyukai kopi (katanya) tetapi hampir duapuluh empatpertujuh dengan caramel macchiato digenggamannya. perfeksionis yang kata orang-orang sangat teliti padahal sang puan hanya berlaku sangat ceroboh dan pelupa ulung yang akut.

sempat menyerahkan diri dalam leburan nestapa selama empat belas hari lamanya dan pada akhirnya memilih bangkit juga. begitulah, sang Arunika sipembawa kebahagiaan tetapi kesanjungan selalu menjauh darinya, namun tuturnya "hidup hanya soal berjalan sendirian, jadi jalani saja, toh memang pada akhirnya kita tetap merayakan apapun yang ada didalam diri kita dengan sepi yang dirayakan sendirian"

Oleh harubiru, ditulis di dipan kayu, jalan braga bandung, dipenghujung tahun duatiga.