Tumgik
wiwinhera7 · 2 years
Text
Kepadamu, yang Entah
Aku adalah kekurangan, bukan kelebihan.
Kelak perjalananmu akan semakin menanjak jika bersamaku.
Di perjalanan itu, aku tidak bisa memastikan untuk selalu teduh tanpa amarah, juga senantiasa tampil dengan sabar tanpa batas. Atau gembira tanpa luka. Juga kehidupan yang selalu dipenuhi senang atau kecantikan tanpa kesedihan.
Aku adalah kekurangan yang selalu berusaha memberi yang terbaik. Kekurangan yang senantiasa memperbaiki kesalahan-kesalahan.
Aku tidak bisa menjanjikan apa pun. Bahkan bisa jadi perjalananmu saat bersamaku akan dipenuhi badai dan debar yang sukar ditenangkan.
Tapi terima kasih sudah memilihku. Walau kita adalah sepasang yang tidak sempurna, aku akan senantiasa menerima segala celahmu. Serupa kamu yang selalu memaklumi kekuranganku.
Kupastikan untuk selalu menghargai dan menghormatimu. Berlapang dada atas perangai yang melekat utuh di dalam dirimu. Bersabar untukmu demi amanah yang besar.
Sekali lagi, aku tidak bisa menjanjikan apa pun padamu. Namun semoga kekurangan-kekurangan kita justru menjadi pelengkap atas diri masing-masing. Saling menutupi, saling memaafkan tanpa letih.
Karena kita adalah sepasang saling yang tidak akan pernah menjadi sempurna. Untuk itu aku ingin berterima kasih. Sebab dengan banyaknya kekurangan yang melekat pada diri ini, kamu justru masih memilihku.
10:30 p.m || 08 Agustus 2021
311 notes · View notes
wiwinhera7 · 3 years
Text
Perempuan yang Seharusnya
Suatu ketika, seorang pria mengatakan bahwa perempuan itu harus berada di dalam rumah untuk mengurus anak dan rumah tangga. Urusan mencari nafkah biar menjadi tugas sang suami saja.
Di lain waktu, seorang pria lain berkata bahwa perempuan itu harus punya penghasilan sendiri agar tidak bergantung sepenuhnya kepada nafkah suami. Toh, akan lebih banyak manfaat yang bisa perempuan berikan jika ia punya penghasilan sendiri.
Dua nasihat itu berseberangan, tetapi punya satu kesamaan: Sama-sama disampaikan oleh seorang laki-laki (meski saya tidak menyebut nama, keduanya benar-benar terjadi). Dan, menurut saya itu menarik, sih. Apakah perempuan tidak punya pikiran dan penghayatan terhadap hidupnya sendiri sehingga dua laki-laki itu merasa perlu memberi "keharusan" pada perempuan? Akan tetapi, itu bukan poin utama dari tulisan ini.
Sebagai perempuan, saya tidak sedang menjadikan salah satu nasihat itu sebagai pemuas ego saya untuk merasa lebih benar dari orang lain—meskipun dorongan untuk melakukannya akan selalu ada.
"Tuh, kan, saya yang benar karena jadi IRT."
"Nih, udah bener saya jadi wanita yang punya penghasilan sendiri."
Saya hanya tergelitik untuk mengungkapkan isi hati saya dengan jujur:
Kenapa ada banyak sekali tuntutan terhadap perempuan—termasuk tuntutan dari sesama perempuan dan perempuan itu sendiri? Sejujurnya, standar-standar tentang "perempuan yang seharusnya" sudah ada di level yang memuakkan.
Dan, saya yakin, saya bukan satu-satunya yang merasa muak. Kebanyakan perempuan sudah dididik sedari dini untuk menjadi "perempuan yang seharusnya": harus cekatan, harus bisa multitasking, harus tahu cara mengurus rumah, dsb. Saat perempuan sudah berkeluarga, keharusan-keharusan itu semakin beranak pinak.
Saya enggak bicara ideologi. Kubu "kanan" maupun "kiri" sama-sama membuat standar "perempuan yang seharusnya" dengan ego yang besar. Kenapa saya menggarisbawahi pada ego yang besar? Karena sering kali keduanya hanya ingin menunjukkan kekuatan ideologinya masing-masing saja, bukan untuk menyelesaikan persoalan nyata yang ada di depan mata.
Saya rasa kita perlu menyadari bahwa tuntutan pada perempuan sudah terlalu bising, kecuali kita memang sedang mewajarkan budaya perfeksionisme menjangkiti kepala setiap perempuan dan menjadikannya rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Ya, kecuali kita memang sedang melakukan audisi untuk mencari para superwoman untuk menyelamatkan dunia, saya rasa kita perlu mengurangi tuntutan dan perasaan bahwa diri kita dituntut untuk menjadi seorang wanita serbabisa, super, bahkan kalau bisa sempurna: tampil aduhai sebagai seorang istri, hebat sebagai ibu, jago masak, jago atur duit, cekatan dalam beberes rumah, punya gaji besar, bermanfaat secara sosial, dan selalu terlihat glowing.
Perempuan bukan manusia super yang bisa melakukan semua yang dilakukan laki-laki, ditambah bisa hamil, melahirkan, dan menyusui. Namun, perempuan juga bukan manusia lemah yang tidak boleh punya pilihan, pikiran, dan keinginan. Kita tak butuh berkubu-kubu untuk membicarakan perempuan, kita hanya butuh memanusiakan perempuan.
Ia bisa kuat, ia bisa lemah. Ia bisa berhasil, ia bisa gagal. Ia bisa hebat, ia bisa tumbang. Ia bisa tersenyum, ia bisa menangis. Ia yang sederhana dalam kerumitannya, ia yang rumit dalam kesederhanaannya. Ia yang bisa berpikir dan mengenali dirinya sendiri, ia yang bisa bingung dan kehilangan dirinya sendiri.
Sebagai gantinya, marilah kita para perempuan lebih banyak menelaah diri kita masing-masing (bukan menelaah orang lain). Mari kita hayati keinginan dan kebutuhan kita sendiri. Nilai apa yang kita utamakan, keyakinan apa yang kita percayai, hidup seperti apa yang kita cintai, hal apa yang paling penting untuk kita. Dari situ kita akan menemukan standar kita sendiri. Pilihan apa pun yang kita ambil, selama itu lahir dari penghayatan kita terhadap diri kita sendiri, bukan karena dipaksa atau dituntut orang lain, itu layak kita perjuangkan.
Jikalau ada satu keharusan, maka itu adalah: perempuan harus tahu bahwa tidak semua keharusan yang dikatakan orang lain padanya harus ia anggap sebagai tuntutan yang serius. Jika itu tiba-tiba mengusik hidup yang berjalan damai, biarkan suara itu tenggelam. Seperti sebuah batu yang dilemparkan ke danau, ia hanya memberi riak-riak sejenak, sebelum tenggelam ke dasar danau. Dan, danau itu lambat laun menjadi tenang kembali seperti sediakala.
796 notes · View notes
wiwinhera7 · 4 years
Text
Tentang Menerima.
Berapa kali diri mengeluh akan hal yang tak sesuai harapan? Berapa kali diri telah memaki keadaan yang telah terjadi? Berapa kali diri membenci sesuatu yang didapatkan karena dirasa buruk?
Menyebut-nyebut telah bersyukur, tetapi tanpa sadar mengucapkan “Seandainya dulu…” Semoga itu adalah kekhilafan hati.
Tentang sebuah  ketetapan. Tentang kebesaran hati menerima.
Pasti ada kalanya diri pernah merasa menjadi insan yang paling tidak beruntung, karena datangnya masalah bertubi-tubi dan silih berganti. Merasa hal tersebut adalah masalah terberat bila dibandingkan pada orang lain yang terlihat mudah dan tampak tidak ada masalah menghadapi suatu hal tersebut, yang mungkin sama dengan apa yang kita lakukan dan kerjakan.
Merasa Allah tak adil memberikan semua ini, bertanya-tanya mengapa diri diberikan ujian seberat ini. Merasa do'a selama ini sia-sia dan tak dikabulkan.
Jalan menuju Allah adalah jalan dimana Adam kelelahan, Nuh mengeluh, Ibrahim dilempar ke dalam api, Ismail dibentangkan untuk disembelih, Yusuf dijual dengan harga murah dan dipenjara selama beberapa tahun, Zakaria digergaji, Yahya disembelih, Ayub menderita penyakit, Daud menangis melebihi kadar semestinya, Isa berjalan sendirian, Muhammad mendapatkan kefakiran dan berbagai gangguan.
Sementara kalian ingin menempuhnya dengan bersantai ria dan bermain-main? Demi Allah takkan pernah bisa terjadi.
[Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Kitab Al-Fawaid]
Masalah kita masih jauh dibawah dan hanya sebatas itu kan?
Sering kita lupa bahwa telah banyak nikmat Allah yang terlupakan oleh diri. Salah satunya adalah masalah yang menimpa dalam hidup.
Masalah kok nikmat? Jika dalam menghadapi masalah, diri terus menerus berprasangka positif, percaya akan adanya jalan keluar, berserah diri dan menerima, sesungguhnya akan tertanam dalam dirinya sebuah syukur dan terucap kalimat-kalimat indah nan menyejukkan dari lisan.
“Ada empat perkara, jika seseorang diberinya, berarti ia telah diberi kebaikan dunia dan akhirat, yaitu: hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir, badan yang sabar akan musibah, dan isteri yang tidak durhaka, berbuat dosa dalam dirinya dan harta suaminya“.
(HR. Thabrani)
Nikmat hati yang selalu mampu bersyukur dan nikmat lisan yang selalu mampu berdzikir.
Terkadang kita tak menyadarinya, dengan adanya masalah, diri menjadi terlatih untuk bersyukur dan mengulang-ngulang dzikir untuk menguatkan hati mempercayakan kepada Allah.
Pernah ngga waktu kehilangan suatu barang kesayangan dan tiba-tiba diri berucap “mungkin belum rezeki, pasti nanti Allah ganti.” bukan “kenapa sih kok hilang? padahal harganya mahal sekali.”
Semoga hal tersebut menandakan diri telah mampu menerima Allah sepenuh hati menjadi satu-satunya penguasa langit dan bumi, sehingga diri telah percaya atas semua hal yang terjadi bahwasanya datangnya memang dari Allah dan atas kehendak Allah. Maka itulah yang terbaik bagi diri kita.
Dan hal tersebut adalah nikmat yang tidak bisa dirasakan oleh semua orang.
Rasulullah adalah satu-satunya panutan, sebagai orang yang paling sempurna mengenal Allah, sehingga menjadikan beliau orang yang paling banyak berdzikir menyebut asma-Nya. Beliau berdzikir dalam kondisi apapun, sebahagia apapun, bahkan sesulit apapun.
Saat diam ataupun beraktivitas. Berbaring ataupun berdiri. Dudukk ataupun berjalan. Setiap detik, setiap menit, tak ada hal yang dapat menghalanginya untuk berdzikir menyebut nama Sang Penciptanya. Diatas kendaraannya pun beliau tetap berdzikir.
Beliau bersadba: “Perbanyaklah dzikir sampai orang-orang mengatakanmu gila.”
Iya, gila karena mulut terus menerus bergerak seperti bicara sendiri tetapi tidak ada orang dihadapan yang menjadi lawan bicara.
Bila dalam keadaan sulit ataupun tak tahu harus bagaimana lagi, cobalah untuk berdzikir dengan ucapan tulus dari hati. Semoga Allah akan mencegah dan melindungi diri dari tindakan yang buruk.
Sabarkan hati dalam berdzikir. Gantungkan harapan hanya kepada Allah, pasrahkan dan terima jawaban apa yang akan datang dari segala do'a, ikhlaskan.
“Sesungguhnya sabar dan syukur menjadi sebab seorang hamba untuk bisa memetik pelajaran dari ayat-ayat yang disampaikan. Hal itu dikarenakan sabar dan syukur merupakan pondasi keimanan. Separuh iman itu adalah sabar, separuhnya lagi adalah syukur. Kekuatan iman seorang hamba sangat bergantung pada sabar dan syukur yang tertanam di dalam dirinya. Sementara, ayat-ayat Allah hanya akan bermanfaat bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan meyakini ayat-ayat-Nya. Imannya itu pun tidak akan sempurna tanpa sabar dan syukur. Pokok syukur itu adalah tauhid. Adapun pokok kesabaran adalah meninggalkan bujukan hawa nafsu. Apabila seseorang mempersekutukan Allah dan lebih memperturutkan hawa nafsunya, itu artinya dia belum menjadi hamba yang penyabar dan pandai bersyukur. Oleh sebab itulah ayat-ayat yang ada menjadi tidak bermanfaat baginya dan tidak akan menumbuhkan keimanan pada dirinya sama sekali.”
[Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir]
Pernah merasa sudah shalat, puasa, mengaji, dan bersedekah namun dengan sadar masih melakukan perbuatan maksiat dan dzalim baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain?
Saya pernah dan sangat merasa sedih sehingga tidak ingin satu orang pun merasakan perasaan yang sama.
Mungkin ini jawabannya. Karena masih terbudakkan hawa nafsu, dzikir tidak terucap tulus, serta sabar dan syukur yang setengah hati.
Sabar, sahabatku. Sebentar lagi kita sampai. Sedikit lagi.
La ilaha illallahu Muhammad Rasulullah Subhaanallah walhamdulillah walaailaaha illallah wallahu akbar Lailaaha illa anta subhaanaka inni kuntu minadh dholimin.
Surabaya, 6 Desember 2017 ; 6.36 WIB. Akhirnya bisa menghibur diri dengan merangkai kata kembali setelah berusaha mencari keluangan dan ketenangan.
190 notes · View notes
wiwinhera7 · 4 years
Text
Saya—Kamu.
Saya. Perempuan yang dulu pernah dijaga oleh do'amu. Perempuan yang dulu pernah dicemburui dengan gerutumu. Perempuan yang dulu cukup dibahagiakan karna lelucon sederhanamu. Perempuan yang dulu sering menyombongkan diri didepan semua perempuan lainnya, menebarkan kebanggaan karna bisa dimiliki lelaki keren sepertimu; lelaki yang tidak sedikit para kaum hawa ingin memilikimu juga.
Saya sempat berpikir, kamu tak akan jauh mengingat begitu dekatnya kita saat saling tatap. Saya sempat merasa, kamu tak akan pamit lantaran begitu seringnya kita membawa langkah untuk saling menghampiri. Saya sempat terlalu percaya diri, bahwa kamu tak akan berpaling.
Sampai pada satu malam yang sudah larut. Saya tiba-tiba kamu buat tercenung, sesaat setelah diberitahu keputusanmu untuk menyimpan pena yang selama ini kita pakai untuk menuliskan banyak kisah. Saya tiba-tiba kuyup dihujani air mata lantaran menyaksikanmu membuang ‘buku’ yang sudah bertahun kita isi dengan rangkaian cerita berisi tawa, tangis, kecewa, lalu rindu yang merambat pada tiap lembarnya.
Saya. Perempuan yang kamu benci akhirnya, yang jangankan mendengar sapa, menjangkau tatap pun sudah tiada daya. Perempuan yang kamu tak ingin lagi akhirnya, yang sudah kamu suruh pergi untuk jangan pernah kembali. Perempuan yang kamu tak lagi harap keberadaannya, yang kamu hentikan langkahnya untuk menghampiri, yang kamu sekat jaraknya agar tidak terus mendekati.
Saya. Perempuan yang selalu kesulitan untuk menjadi apa yang kamu mau. Perempuan yang lakunya melelahkanmu. Perempuan yang saya kira, akhirnya membuatmu jenuh.
Bagai lupa, tentang banyak mimpi yang kita padu. Bagai luruh, semua rasa yang sering berbisik dulu. Bagai hilang, segala apa yang telah terencana. Bagai mati, setiap bahagia yang selalu di-reka ulang pada hari-hari lalu.
Bagaimana dengan kamu? Kamu. Lelaki yang sejak dulu hingga kini, masih sering tanamkan rindu. Lelaki yang sejak dulu hingga kini, masih sering saya cari beradanya. Lelaki yang sejak dulu hingga kini, masih sering saya harapkan sehatnya juga bahagianya. Lelaki yang sejak dulu hingga kini, masih sering saya mohonkan pada-Nya untuk dijaga-Nya. Lelaki yang sejak dulu hingga kini, masih sering saya cemburui jika senyummu terarah hanya pada orang lain, bukan lagi saya.
Lalu seperti apa akhirnya kita? Kita. Pena yang kamu simpan. Buku yang telah kamu buang. Cerita yang kian lama akan berdebu lalu usang.
8:34pm. Monday, July 17. 2017
200 notes · View notes
wiwinhera7 · 4 years
Text
Ketika pertemuan itu terjadi, tak tahu apa rasanya.
Semua rasa bercumbu memperebutkan kekuasaan dalam hatiku.
Seperti euforia para mahasiswa baru ketika memasuki gerbang kampus bagi putra-putri  terbaik bangsa.
Seperti ketakutan ketika kawah chandradimuka menyambutnya.
Tapi dilubuk hati terdalam, dibalik perasaan itu semua, ada perasaan lain yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata
Ketika awal pertemuan kita,
Langit dan Bumi seakan menyatu membentuk harmoni yang menyanyikan betapa indahnya pertemuan kita,
Semua mata tertuju pada kita.
Sampai sekarang aku pun tak tahu apa jawabnya.
Ketika ku bertanya, semua berpaling karena indahnya kita.
Bunga dan kumbang, Ikatan polar-polar, nonpolar-nonpolar pun kalah dengan kita.
Seperti embun pagi pada daun daun segar pagi hari di Pegunungan.
Menyegarkan pagiku tanpa lelah.
Namun, dibalik pertemuan itu,  ada pengorbanan yang tak ternilai harganya
 Sama seperti limit t menuju tak hingga dalam mata kuliah kalkulus.
Seperti tingginya energi aktivasi dalam mata kuliah kimia dasar.
Seperti mata kuliah fisika dasar yang aku tak tahu kapan aku mengerti dengan mata kuliah itu [HELP ME!]
Atau mata kuliah biosistematika yang bikin kulitku menghitam karena berjemur ditengah teriknya matahari ketika harus mengkonservasi hutan agar kau bisa menjelma sebagai semak-semak.
Pengorbanan seorang pasangan abdi negara yang selalu setia menunggu pasangannya pulang
Aku sadar secara penuh bahwa aku merupakan bagian dari abdi negara…
Bagian terpenting suatu bangsa.
Menunggu akan paras dari sekian banyak punggung punggung para ksatria lembah tidar tercinta.
Semolek kilau sepatu PDL karena dikapas.
Mencintai keseragaman dalam karya-karya yang tercipta dari sebaris senyum taruna yang membuat pemuja cinta menghampirinya.
Mata yang sendu tertutupi oleh pet upacara. Tanpa pernah aku dapat membaca apa yang tertulis dalam sebaris tanya atas jawaban para sevron bertintakan emas.
Mencium tiap apa-apa yang ditinggalkan dalam jejak sepatu yang tidak jelas seperti apa polanya.
Banyak yang tersimpan dibalik tubuh angkuhmu,
ketika membaca setiap kata sejarah akan dirimu, seakan aku memilikimu seutuhnya.
Maafkan aku Tuhan, jikalau aku berlebihan dalam mencintainya.
Karena bagiku dia adalah ungkapan bahagia seperti Engkau telah menciptkan prajurit sejati dalam hidupku.
Yang siap menjaga hatiku ketika setiap langkah merupakan getir.
Prajurit yang bisa menjelma sebagai kekasih sejati
Wahai kekasihku, betapa indah ketika ku berkorban untuk kepentingan negara atasmu.
Seperti stem cell yang akan membantu menyembuhkan penyakitmu tanpa melalui operasi sedikitpun.
Terkadang dunia memang tidak senyambung yang kita kira.
Terkadang harapan tidak seindah dengan realita.
Karena realita tercipta untuk menyatukan kita
Tanpa adanya realita, aku tak akan bisa menyadari bahwa kehidupan itu tak seindah yang kita harap.
 Perih, luka tidak akan ada jika harapan berbanding lurus dengan realita
Seperti silaunya matahari yang ditangkal oleh kacamata hitam nan legam agar radiasinya tidak menyentuh dan merusak mata
Karena aku yakin, disetiap kejadian pasti memiliki hikmah tersendiri
Dan itu menjadi rahasia Tuhan sebagai penguasa alam.
Dia yang menciptakan dan menyeimbangkan isinya.
Hanya saja ulah tangan tangan manusialah yang merusak
Seperti hamparan tangan yang sudah menyapu hati yang goyah.
Seperti hati hati perempuan yang terkebiri karena harus menunggu ksatria kembali dari hutan berteteskan keringat perjuangan
Bahkan setetes darah. Dan tanpa tahu kapan kau kan kembali
Sama seperti tulisan indah tentangmu yang tak pernah habis.
Sampai ajal akan menjemputku
7 notes · View notes
wiwinhera7 · 4 years
Text
CARAKU MENCINTAIMU
Inilah caraku mencintaimu. Dengan jarak, tanpa kedekatan sama sekali
Inilah caraku mencintaimu. Dengan jeda, tanpa pertemuan yang rutin
Inilah caraku mencintaimu. Dengan batas, tanpa bersinggungan
Inilah caraku mencintaimu. Dengan jauh, tanpa terlihat sama sekali
Inilah caraku mencintaimu. Dengan tulus, tanpa pernah engkau ketahui
Inilah caraku mencintaimu. Dengan datang, dan melamarmu dengan pasti
  CARAKU MENCINTAIMU Bandung, 8 Mei 2019 @Choqiisyraqi
692 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
Mengangan angankan masa depan denganmu adalah patah hati yg kubuat sendiri
wiwinhera
3 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
“jadi Mas, mau dimasakin apa hari ini?”
Hari Ahad adalah waktu berbincang saya dengan Ibu. Sejak saya merantau, Ibu selalu berpesan jangan sering menghubunginya, karena hanya akan menambah rindu nya pada saya. Jadi lah Ahad kemarin kami berbincang tentang kejadian apa yang terjadi di rumah sederhana sekali itu. Rumah itu tak pernah sepi, walaupun kini hanya dihuni oleh sepasang kakek nenek berusia 80 dan 77 tahun.
Ibu bercerita tentang Adam yang mulai bisa berjalan, ponakan saya yang berusia setahun 10 Februari lalu. Bapak yang mulai pelihara jenggot karena ingin mengamalkan sunnah, dan keluarga yang masih gaduh. Hehehe…
“udah bisa masak semur ayam sekarang?” ibu bertanya  pada saya yang jangankan masak, makan saja bisa dihitung jari dalam seminggu. ppfftt
“udah Bu. Tapi rasanya masih lebih enak punya Ibu haha”
“lebih enak punya Ibu atau emang masakanmu yang gak enak? hahah., wong kamu belum jadi Ibu-Ibu kok mau enak kayak Ibu. Nanti kalau kamu udah jadi Ibu baru bisa bandingin masakanmu sama Ibu” 
kesombongan Ibu pada saya kambuh  -_-
“nggeh Bu…”
Ibu adalah tipe perempuan yang pantang membeli makanan di luar. Apalagi makanan cepat saji yang sekarang saya lihat malah banyak Ibu memberi anaknya sarapan makanan jenis itu. Fiuh. Saya pun tak menampik masih suka membeli nya. Tapi setelah saya bertanya alasan beliau memiliki prinsip “enak gak enak yang penting masakan rumah sendiri” saya mulai belajar untuk tidak akan membeli makanan cepat saji apapun alasannya!
“kenapa perempuan harus bisa masak?” saya pernah berdiskusi tentang ini dengan beberapa teman perempuan saya. Ada yang membenarkan ada pula yang menganggap ini hanya ajaran kuno karena sekarang sudah banyak rumah makan dan lebih enak dan praktis. Calon Ibu kekinian hahah prett..
Kata Ibu, perempuan harus bisa masak. Minimal ia tahu cara  menumis kangkung, menggoreng ikan, atau membuat sambal. Karena perempuan harus tahan hidup di segala kondisi dengan suami dan anak-anaknya. Jika kita berjodoh dengan lelaki yang berpenghasilan banyak, itu tak lantas membuat kita mengasumsikan bahwa kita boleh sesuka hati membeli makanan untuk dihidangkan untuk keluarga. Memasaklah, walau masakanmu itu rasanya seperti muntahan kucing. Hahaha… tapi ini ternyata bukan soal rasanya, namun soal bagaimana kita mencapai amalan kita sebagai seorang istri, Ibu, dan menantu di keluarga kita. Mungkin dengan membeli makanan di luar bisa dihitung sedekah. Namun sedekah seorang istri itu lebih dari uang yang kita keluarkan untuk orang lain. Sedekah istri itu ada di jerih payah nya memasak makanan yang manusiawi untuk keluarganya. Nilai tempe goreng yang sedikit hangus beda di mata Allaah (dan suami ehem) dengan tempe goreng mendoan yang kita beli. Berdoalah pada Allah agar menolong kita membuat tempe seenak beli di luar :D
Tentu boleh saja sesekali membeli makanan di luar. Tapi bagi Ibu saya, beliau lebih memilih untuk blajar membuat makanan itu sendiri sampai rasanya pas di lidah keluarganya. Tak apa bila setiap hari anak atau suaminya meminta makanan kesukaan meereka. Seperti saya, tak pernah lepas dari sambal goreng ati buatan Ibu. Hahaha…
Walaupun Ibu istri dari Bapak yang tidak pernah protes dengan apa yang Ibu masak, namun dengan senang hati Ibu membuatkan menu wajib untuk Bapak : tempe goreng. Pernah di warung langganan Ibu tempe habis, lalu Ibu pergi ke pasar pagi – pagi buta sendirian. Padahal saya bisa mengantarnya jika mau, namun ia langsung ke pasar yang agak jauh dari rumah dan membeli hingga 10 bungkus  tempe. Ketika ditanya kenapa beli banyak beliau bilang “takut kehabisan lagi, nanti Bapakmu makan apa?”
Ah, padahal Bapak tak pernah menyuruh beliau mewajibkan memasak tempe. Apapun akan beliau terima walupun itu hanya nasi dan garam. Tapi ini bakti istri pada suami, ini surga yang jarang saya lihat di rumah tangga orang lain, walupun itu di rumah tangga kakak saya.
Hikmahnya yang lain, jika kita berhasil memasak makanan kesukaan suami atau anak kita. Seingin apapun mereka makan makanan itu di luar, mereka akan lebih memilih meminta kita untuk membuatkannya daripada membelinya. Ah, trik Ibu yang lain adalah beliau bisa meminta masakan kesukaannya pada Bapak, karena Bapak tidak bisa memasak jadi ya harus beli. Wkwkwk…
Ibu juga bilang, dengan memasak sendiri kita bisa memastikan ke-halal-an makanan itu. Dari mulai ayam yang kita potong, sayur, dan beragam bumbu yang kita  campur ke dalam masakan kita. Tak jarang kita temukan makanan di luar ternyata mengandung ini dan itu. Belum lagi zat yang tak layak dikonsumsi. Perkara syubhat ini harus kita antisipasi dengan masakan yang kita buat sendiri.
Dari kecil saya terbiasa membawa bekal dari rumah. Selama 12 tahun  dari SD hingga SMA lauknya selalu sama. Nasi goreng ati ampela dengan telur ceplok setengah matang. Bosan? Jika itu beli pasti bosan, tapi anehnya saya yang minta menu itu pada Ibu, selalu sama, tak pernah bosan. Bahkan ketika kuliah saya sesekali membawa bekal yang serupa. Di situ beda nya!
Ibu juga mengumpulkan menu dan resep  masakan dari koran atau majalah bekas yang dia beli dari tukang loak. Artikel menu masakan itu dia gunting dan dia kumpulkan di satu buku. Namanya “kitab bahagia suami istri” wkwkwk…  anak-anaknya dulu mengira bahwa itu adalah buku terlarang karena ibu sangat menjaganya, ternyata itu kumpulan resep masakan hahaha…  mungkin generasi kita lebih mudah karena sudah bisa diakses via internet atau download aplikasi resep masakan :)
Jadilah perempuan yang bisa masak, sayang. Karena Allaah dan  Rasulullaah bersama perempuan yang bekerja payah demi keluarganya. Demi surga yang ada di rumahnya. 
Menjadi istri dan Ibu kekinian mungkin baik, namun menjadi istri dan Ibu yang baik itu lebih kekinian :)
“jadi Mas, mau dimasakin apa hari ini?”
320 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
Perihal Menikah
Kadang merasa risih ditanya "kapan nikah?" terus terusan karena melihat banyak perempuan sesuaiku dan dibawahku udah banyak yang melepas masa lajangnya..
Kadang aku berfikir, apakah mereka yang menanyakan hal semacam itu tak punya perasaan walau niatnya hanya becandaan tapi siapa tau hati manusia bisa saja ia tersinggung.
Pun demikian denganku, siapa sih yang ngga pengen nikah, apa apa yg dilakukan berdua dengan pasangan mendapat pahala, siapa sih yang ngga mau nyempurnakan separuh agamanya? Gada semua orang berlomba lomba untuk meraih jannah-Nya. Ditanya perihal menikah sama halnya ditanya kapan mati? Why? Karena kita semua tau, jodoh, maut, dan rejeki itu udah diatur oleh Allah!
Bagiku menikah itu bukan hanya menyatukan dua orang yang saling mencintai! Lebih dari itu! Menikah itu perihal menyatukan dua keluarga, melengkapi apa yang kurang, dan membenarkan apa yang salah, menikah tidak pernah sesimpel itu! Menikah adalah bagaimana menjadi tidak bosan dengan hal yg harus dilalui berdua dengan orang yang itu itu saja mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi!
Pacitan, 15 April 2019
2 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
Ketika pertemuan itu terjadi, tak tahu apa rasanya.
Semua rasa bercumbu memperebutkan kekuasaan dalam hatiku.
Seperti euforia para mahasiswa baru ketika memasuki gerbang kampus bagi putra-putri  terbaik bangsa.
Seperti ketakutan ketika kawah chandradimuka menyambutnya.
Tapi dilubuk hati terdalam, dibalik perasaan itu semua, ada perasaan lain yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata
Ketika awal pertemuan kita,
Langit dan Bumi seakan menyatu membentuk harmoni yang menyanyikan betapa indahnya pertemuan kita,
Semua mata tertuju pada kita.
Sampai sekarang aku pun tak tahu apa jawabnya.
Ketika ku bertanya, semua berpaling karena indahnya kita.
Bunga dan kumbang, Ikatan polar-polar, nonpolar-nonpolar pun kalah dengan kita.
Seperti embun pagi pada daun daun segar pagi hari di Pegunungan.
Menyegarkan pagiku tanpa lelah.
Namun, dibalik pertemuan itu,  ada pengorbanan yang tak ternilai harganya
 Sama seperti limit t menuju tak hingga dalam mata kuliah kalkulus.
Seperti tingginya energi aktivasi dalam mata kuliah kimia dasar.
Seperti mata kuliah fisika dasar yang aku tak tahu kapan aku mengerti dengan mata kuliah itu [HELP ME!]
Atau mata kuliah biosistematika yang bikin kulitku menghitam karena berjemur ditengah teriknya matahari ketika harus mengkonservasi hutan agar kau bisa menjelma sebagai semak-semak.
Pengorbanan seorang pasangan abdi negara yang selalu setia menunggu pasangannya pulang
Aku sadar secara penuh bahwa aku merupakan bagian dari abdi negara…
Bagian terpenting suatu bangsa.
Menunggu akan paras dari sekian banyak punggung punggung para ksatria lembah tidar tercinta.
Semolek kilau sepatu PDL karena dikapas.
Mencintai keseragaman dalam karya-karya yang tercipta dari sebaris senyum taruna yang membuat pemuja cinta menghampirinya.
Mata yang sendu tertutupi oleh pet upacara. Tanpa pernah aku dapat membaca apa yang tertulis dalam sebaris tanya atas jawaban para sevron bertintakan emas.
Mencium tiap apa-apa yang ditinggalkan dalam jejak sepatu yang tidak jelas seperti apa polanya.
Banyak yang tersimpan dibalik tubuh angkuhmu,
ketika membaca setiap kata sejarah akan dirimu, seakan aku memilikimu seutuhnya.
Maafkan aku Tuhan, jikalau aku berlebihan dalam mencintainya.
Karena bagiku dia adalah ungkapan bahagia seperti Engkau telah menciptkan prajurit sejati dalam hidupku.
Yang siap menjaga hatiku ketika setiap langkah merupakan getir.
Prajurit yang bisa menjelma sebagai kekasih sejati
Wahai kekasihku, betapa indah ketika ku berkorban untuk kepentingan negara atasmu.
Seperti stem cell yang akan membantu menyembuhkan penyakitmu tanpa melalui operasi sedikitpun.
Terkadang dunia memang tidak senyambung yang kita kira.
Terkadang harapan tidak seindah dengan realita.
Karena realita tercipta untuk menyatukan kita
Tanpa adanya realita, aku tak akan bisa menyadari bahwa kehidupan itu tak seindah yang kita harap.
 Perih, luka tidak akan ada jika harapan berbanding lurus dengan realita
Seperti silaunya matahari yang ditangkal oleh kacamata hitam nan legam agar radiasinya tidak menyentuh dan merusak mata
Karena aku yakin, disetiap kejadian pasti memiliki hikmah tersendiri
Dan itu menjadi rahasia Tuhan sebagai penguasa alam.
Dia yang menciptakan dan menyeimbangkan isinya.
Hanya saja ulah tangan tangan manusialah yang merusak
Seperti hamparan tangan yang sudah menyapu hati yang goyah.
Seperti hati hati perempuan yang terkebiri karena harus menunggu ksatria kembali dari hutan berteteskan keringat perjuangan
Bahkan setetes darah. Dan tanpa tahu kapan kau kan kembali
Sama seperti tulisan indah tentangmu yang tak pernah habis.
Sampai ajal akan menjemputku
7 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
Pada kecewamu, aku mengerti. Pada hatiku akankah kau mengerti? Menjadi perempuan yang diragukan itu lebih dari rasa kecewa mu saat ini capt.
12 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
“Aku jatuh cinta pada senja yang merah. Sebelum aku ingat, ia tidak semerah darah yang keluar dari rahim ibu ketika melahirkanku; yang belum penuh aku muliakan.”
794 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
Untuk lelaki yang bersembunyi di balik kata NANTI.
Apa kabar? Masih sanggup berjarak puluhan kilometer denganku? Semoga masih. Dan selalu sanggup. Ini tulisan pertamaku untukmu. Maaf aku tidak pernah menulis tentangmu melainkan kenangan dengan mantan kekasihku. Kau tahu sendiri perempuanmu ini begitu terobsesi menceritakan kenangan.
.
Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Seperti kamu yang tidak tahu pasti akan dibawa kemana hubungan ini. Kita hanya menjalani yang ada saja, serupa air yang terus mengalir hingga berhenti di suatu muara. Apa kita akan menemukan muara cerita kita? Jernih atau keruh? Kita tidak tahu.
.
Kamu tahu, bahwa perempuanmu ini selalu menunggu jadwal hari pertemuan kita. Komunikasi via phone saja tidak cukup, ada saja kecurigaan yang singgah saat pesanku tak juga dibalas. Mungkin aku ini terlalu ‘dramatic’ bagimu, sering marah, curiga, dan aku menyadari itu. Tapi pernah tidak, kau berpikir kenapa aku seperti ini? Kenapa aku sering mempersoalkan hal yang menurutmu tidak perlu dibahas? Sekali saja, tolong pahami.
.
Kurasa tidak ada perempuan yang akan baik-baik saja jika kekasihnya terlalu cuek. Jadi, apa Aku masih memberi kesan 'dramatic’, jika sebabnya saja kau tidak pernah mau mengerti?
Kau itu terlalu egois, ingin apapun yang kau minta padaku dituruti, tidakkah sekalipun kau memikirkan perasaan kekasihmu? Rasanya tidak.
.
Jika kau hanya ingin bermain denganku, lebih baik segera pergi; hati ini terlalu rapuh untuk tersakiti lagi. Dan jika belum siap merencakan masa depan denganku, jangan terlalu memberi harapan. Perempuanmu ini sudah sering menelan kekecewaan.
Rumah, 17 February 2k19
36 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
Seharusnya aku tak perlu merengek memintamu untuk pulang, jika ada wanita yang lebih berhak atas kepulanganmu - Ibumu!!
Rumah, 17 februari 2019
2 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
Meski belum bisa berjumpa, meski menyapa masih malu-malu, tapi tentangmu sudah lebih dulu kuutarakan lewat doa di malam-malam syahdu.
Rumah, 26 Sept 2018
28 notes · View notes
wiwinhera7 · 5 years
Text
Semua akan baik baik saja jika tidak ada tikungan tajam, dan keretakan akibat pergeseran hati, allah lebih tahu
1 note · View note
wiwinhera7 · 5 years
Text
Perkara LDR.
Apa kalian pernah ketika jenuh terhadap hubungan dengannya, terlintas ingin menyudahi hubungan? Jika pernah, mungkin kita sama.
.
Aku pernah jenuh dengan hubungan yang berkonsep long distance relationship aka LDR. Bagaimana tidak, ketika kesibukan pekerjaannya datang membabi-buta, sementara ada rinduku yang perlu disapa, yang terjadi hanya abai yang didapat. Aku tak bisa apa-apa selain mengelus dada.
.
Hingga sampai hal serupa terjadi tidak hanya sekali, hubungan yang hanya di situ-situ saja, sudah jarang berkirim pesan, bersua via suara melalui gawai pun hanya berlangsung beberapa menit saja, berbeda saat pertama kali dekat bisa 1-3 jam lebih, Aku terpikir untuk usai. Pikiran baikku, mungkin dia benar sibuk, tapi pikiran jahat lebih mendominasi, apa dia sudah memiliki seseorang baru yang lebih bisa memberikan apa yang dia mau dibanding aku?
.
Aku belum mampu selalu berpikir positif terhadapnya. Bagaimana tidak, sikap abainya acapkali mengarahkanku pada dugaan-dugaan yang membuat hati tak nyaman. Dan selalu berujung pada keinginan untuk selesai.
Rumah, 27 Januari 2k19
26 notes · View notes