Tumgik
tulangkecil · 4 years
Text
Diluar sepertinya lebih seru ya.
Tapi sepi disini tak begitu buruk, iyah setidaknya tidak begitu berisik hehe.
Inilah aku yang plinplan.
Yah namanya juga ambivert.
Kadang perlu sepi, kadang perlu sorai.
Seringkali bisa jadi yang paling berisik,
Seringkali juga memilih diam paling hening,
ditempat yg lebih tenang dan sepi.
Dengan segenap ego dan pendirianku :
" Aku malas berbaur, energiku takkan cukup "
HAHA Aku merasa asing dengan 'energi' yang dibawa mereka dan memilih diam.
TETAPI
AKU GABISA SENDIRI.
HAHA emang dasar aku.
Perlunya sepi, tapi gamau sendiri.
YAH NAMANYA JUGA AMBIVERT.
Sekian tentang aku 🤘
Tumblr media
2 notes · View notes
tulangkecil · 4 years
Photo
Tumblr media
Kadang, agak khawatir terlalu nyaman gak mengurus media sosial saya selama beberapa lama. Saya bahkan gatau kabar terbaru apa selain orang-orang yg menganggap pandemi ini seolah udah berakhir. Saya bahkan agak bingung mau nulis caption apa haha. . Beberapa bulan ke belakang, terlepas baik atau tidaknya dengan saya jarang muncul di sosial media, kita semua sama-sama tumbuh dan berproses dengan cara dan kepentingannya masing-masing. Saya gatau akan mengarah ke mana lagi, kadang capek pengen bilang “Ya Allah capekhahahahahaha”, tapi lanjut, tapi gak lupa istirahat. Di buku teman duduk, saya tulis “gak semua yg lurus, bebas hambatan”. Terlepas berjuang sendirian atau ada teman bersama, setidaknya kita, ada untuk diri sendiri. . Kalau ada teman kamu, lagi belajar hal yg gak kamu ngerti, gak berarti hal itu gak berguna buat dia. Gak semua yg gak bermanfaat buat kamu, gak bermanfaat jg buat dunia. Selamat tumbuh ❤️ https://www.instagram.com/p/CEbXdjJg1HG/?igshid=1iug9oa44jsw1
96 notes · View notes
tulangkecil · 4 years
Photo
Tumblr media
Untuk didengar gak melulu perbanyak suara, mungkin kita perlu belajar menyimak terlebih dahulu. Agar paham perlu mengisi apa saat akan bersuara, gak asal dengar. https://www.instagram.com/p/CE5xbV5gvoE/?igshid=175l8k6froqya
88 notes · View notes
tulangkecil · 4 years
Text
Perspektif dari sudut pandang foto aja bisa berbeda beda penilaiannya.
Gimana manusia yg perspektifnya jauh lebih luas dan banyak, ia kadang pandai menilai kadang tak pandai me'rasa'.
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
dijam 2 malam, ibuku bangun. Menyiapkan bahan untuk pesanan yang harus diantarkan nanti subuh.
Aku yg jahat, baru ingin tidur, dan terus memutuskan untuk tetap tidur.
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
ceklis tidak
adik-adik senang bertanya, mengapa akhirnya saya memilih pasangan saya sekarang. jawabannya selalu sama: saya bisa hidup bersamanya--yang lama-lama konsep ini menjadi saya merasa tidak bisa hidup tanpanya.
tapi maksudnya begini. orang-orang bilang, marry somebody you can't live without. don't only marry somebody you can live with. bagi saya, either way, don't marry somebody you can't live with. that's it. jangan menikah dengan seseorang yang kita jelas-jelas tidak bisa hidup dengannya.
oleh karena itulah, saat mencari jodoh, yang paling penting bukanlah membuat ceklis tentang hal baik apa saja yang harus ada pada dirinya, melainkan tentang hal-hal apa saja yang tidak boleh ada (atau tidak boleh tidak ada) pada dirinya. sebab, hal yang positif itu bisa tak terhingga nilai ukurnya. akan tetapi, hal yang nilainya negatif itu selalu jelas. maka, di mana titik nol kita harus jelas. di mana batas toleransi diri kita harus jelas.
jika ditarik mundur lagi, proses ini pun sejatinya tak hanya soal mencari dan menemukan jodoh yang tepat, tetapi juga soal mengenal diri sendiri dengan sebenar-benarnya. kalau kita tak bisa jujur kepada diri sendiri akan batasan-batasan itu--dan jika ternyata seseorang yang bersama kita kelak adalah yang di luar batasan, diri kita sendirilah yang akan kerepotan.
dalam banyak diskusi, saya menemukan sebuah pola. yang ada di daftar ceklis itu letaknya tak hanya pada orangnya, tetapi juga pada caranya menjalani hubungan. misalnya, apakah dia dapat mendukung karier atau cita-cita kita--dengan kata-kata dan dengan tindakan nyata. apakah dia dan kita memiliki kesamaan prinsip tentang pengelolaan keuangan. apakah dia menganggap perempuan sebagai objek alih-alih subjek. daftar ini bisa panjang sekali dan ya, kalau dipikirkan matang-matang akan lebih dalam daripada sekadar "harus mapan" atau "harus sholeh".
perlu berapa banyak yang menjadi ceklis tidak-nya, diri kita sendiri yang mengetahui. memang sih, semakin banyak ceklis-nya, semakin sedikit orang yang bisa masuk ke dalam kriteria. tapi, kita hanya akan menikah dengan satu orang. kita tidak perlu banyak calon. kita hanya perlu satu calon yang paling tepat. maka, ceklis itu harus apa adanya.
jujurlah pada diri sendiri. berkenalanlah kembali dengan diri sendiri. buatlah ceklis tidak-mu. jika kamu bertemu seseorang yang punya begitu banyak kebaikan namun ada satu saja dari daftar tidak itu yang tertandai, kamu tahu bahwa mungkin itu isyarat tidak. dan jangan lupa, tetaplah minta petunjuk kepada Allah Swt. Allah-lah yang memiliki semua kemungkinan.
1K notes · View notes
tulangkecil · 4 years
Text
Hai...
Hai sok berani, sok pintar, sok cantik, sok baik, sok benar, sok berkuasa, sok ngartis, sok rajin. Kapan kamu berhenti?
Kapan kamu benar-benar menjadi orang yg baik dan benar?
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
BENCI
Aku yg tau kurangku, malas menerimanya. Nyaman di zonanya jadi alasannya.
Aku yang selalu bermulut besar, aku yang tak bisa menerima kekalahan, aku yang ceroboh dan pelupa, aku dengan daya ingat payahku, aku yang menghindar dari fakta yg ada, aku yang selalu merasa ingin dibenarkan, aku yang ingin hidup sesuka ku.
Semua yg kulakukan utk menghindari lelahnya pikiranku ketika menghadapi suatu hal. Sederhana, tapi pemikiranku yang luas dan liar tak mampu aku kendalikan.
Aku ingin membenci diriku sendiri. Tapi ini hidupku. Semua pun atas kehendakku. Kesalahan, semua murni karenaku.
Maafkan aku yang tak bisa menerima kesalahanku. Aku benci kesalahanku. Aku benci aku.
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
KEBODOHAN
Aku yang selalu ingin bermalas-malasan di zona nyamanku, mengulur... Seakan membalas atas dendam ku diwaktu lalu. Kenapa aku tak ingin beranjak dari posisi ini? Ini semua atas kesalahanku, kenapa aku selalu menyalahkan hal lain? Apa yang terjadi padaku. Aku terlalu gampang merasa takut seperti menekuk merengkuk meratapi kebodohan dan tangisan ku tak yang kunjung terhenti
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
KITA
Rasa seperti apapun yg tengah kita nikmati. Jenis hubungan apapun yg kita jalani. Bagiku, tidak perlu definisi. Tidak perlu persetujuan apa menurut mereka. Kita adalah kita sebagai apapun itu.Semenyenangkan kita, semau kita, itu urusan kita.Kita bukan logika yang ada di kepala orang lain. Kita adalah kejadian. Kita, adalah rasa yang ada dalam dada kita.- saddha
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
" Ingin msnjadi lebih adalah ketidakikhlasan yang banyak sisa.
Sedang menjadi cukup adalah keikhlasan yang tanpa sisa"
- Saddha
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
Bahkan langkah ini tidak sedang menujumu. Namun, Tuhan mengirimmu sebagai yang aku butuhkan untuk mengubur inginku yang egois.
-Saddha
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
Yang aku tahu, kita tidak bertemu hanya untuk sekedar saling curi tatap, diam-diam menoleh dan saling bertanya dalam dialog rahasia dipikiran kita
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
Tumblr media
0 notes
tulangkecil · 4 years
Text
Seni Mengasah Eksekusi
Belajar dari gimana perusahaan besar memperbaiki eksekusinya.
-
Gary Vee bilang, “Execution is the game”. Kenapa? Karena rencana aja enggak cukup untuk mengubah keadaan. Banyak orang yang terjebak dalam perangkap “wacana” gegara rencana.
Padahal, mungkin bukan karena kita yang sengaja nunda. Tapi apa yang dikerjain tuh kerasa enggak kunjung membuahkan hasil. Kurang optimal.
TTaun 90-an, Clayton Christensen diminta sama Andy Grove, CEO x Komisaris Intel waktu itu, buat ngejelasin tentang risetnya terkait disruptive innovation.
Penjelasan Christensen tentang disrupsi mencakup alasan dari potensi keoknya perusahaan raksasa di bidang teknologi sama perusahaan kecil. Apa sebab? Kultur eksekusi yang lebih baik. Lewat?
Pertama, Fokuskan Urusan Terpenting.
Katanya, “The more you try to do, the less you actually accomplish”. Makanya kenapa kita kudu punya patokan target/proyek utama yang kita anggap betul-betul penting, personally.
Misal, kelarin satu riset dalam waktu maksimal enam bulan. Makin targetnya kerasa penting dan menggerakkan, makin kita mau mengusahakannya. Makin sedikit prioritas, makin cakep.
Kedua, Bertindak Secara Terukur.
Ada dua ukuran penting: lag measures dan lead measures. Lag measures dari contoh di atas adalah jumlah riset yang diselesaikan. Kekurangannya, lag measures jadi ukuran yang “terlambat”.
Terlambat karena kita enggak bisa ngukur prosesnya. Beda sama lead measures yang contohnya adalah bikin catatan waktu untuk sesi deep work yang dilalui pas lagi ngerjain riset.
Ketiga, Bikin Sistem Penilaian.
Prinsipnya, “People play differently when they’re keeping score”. Hidupkan kebiasaan catatan waktu tadi lewat penempelan sticky notes di area kerja yang berisi akumulasi turus/tally.
Kita jadi bisa ngeliat udah berapa jam sih sesi deep work yang kita alokasikan untuk ketercapaian target/proyek? Di checkpoint tertentu, turus/tally nya bisa kita lingkari sebagai bentuk small wins!
Keempat, Buat Pertanggungjawaban.
Bentuknya evaluasi berkala, mungkin bisa dibikin pekanan supaya kita punya cukup bahan buat dicek ulang kesesuaiannya. Apa yang perlu dipertahankan, apa yang perlu dikoreksi.
Dengan pertanggungjawaban skala kecil gini, kita punya siklus produktivitas tersendiri untuk menghasilkan output yang jadi capaian penting dalam hidup. Kelar satu urusan, maju ke urusan lain.
Empat langkah itu jadi cara yang ditulis oleh McChesney, Covey dan Huling dalam buku “The 4 Disciplines of Execution”/4DX dan bab pendahuluannya ditulis langsung sama Christensen.
Walau konon bangsa kita buruk dalam menyusun rencana, bukan berarti juga kita melupakan eksekusi karena dari sanalah langkah perubahan bermula.
-
Tulisan ini adalah konten harian di akun IG @svatria. Tayang pada waktu yang sama dengan tulisan ini diunggah.
Rabu, 3 Dzulqaidah 1441H | 24 Juni 2020, 18:00 WIB
66 notes · View notes
tulangkecil · 4 years
Text
Tumblr media
Kita udah berusaha memberikan yang terbaik, orang lain menganggapnya cuma biasa aja.
Kita udah capek-capek ngasih yang kita bisa, tapi kesannya apa yang kita lakukan seperti engga penting.
Padahal menurut kita penting.
Kadang berharap ke orang lain semenyakitkan itu. Karena bahasa cinta kita seringkali emang beda.
Pengorbanan kita ke orang lain, pengorbanan orang lain ke kita, seringkali bentuknya engga pernah sama.
Jadi ya wajar aja kalau kita sering merasa engga dihargai.
Karena kita engga terbiasa mengapresiasi pemberian orang lain, jika yang diberikan bukanlah sesuatu yang kita mau.
Kalau kita ngasih sesuatu, kita maunya orang lain juga membalas dengan perlakuan yang sama ke kita.
Padahal mungkin sebenarnya cuma beda persepsi aja tentang apa yang menurut kita berharga.
Padahal mungkin kita cuma beda sudut pandang aja tentang apa yang menurut kita penting.
Kita kecewa, karena yang kita terima engga sesuai dengan harapan kita sendiri.
—ibnufir
*Follow IG @ibnufir_
892 notes · View notes
tulangkecil · 4 years
Audio
(via https://open.spotify.com/track/6Dh1zHQjEaOp29VW9pp3xG?si=8MaKglTfQcaszmjaXjHGgw)
0 notes