Tumgik
titijunaeni · 6 years
Text
Inilah Perisiwa Penting yang Pernah Terjadi di Palestina (1)
@edgarhamas
Nabi Daud Mengalahkan Jalut di Palestina
Di sekitar tahun 1250-1230 Sebelum Masehi, Thalut diangkat oleh Bani Israel sebagai Raja mereka, dan mereka memulai sebuah usaha untuk menaklukkan tanah Suci Palestina. Saat itu, diantara Bani Israel ada orang-orang yang beriman sepenuhnya kepada Allah, ada juga diantara mereka yang bermain-main dalam beriman. Thalut akhirnya menyeleksi pasukannya, agar kemenangan yang Allah janjikan bisa mereka raih dengan baik.
Di tengah perjalanan untuk memeragi bangsa Kan’aan yang saat itu dipimpin oleh Jalut, Thalut dan pasukannya melewati sebuah sungai yang airnya begitu jernih dan membuat siapapun yang melihatnya ingin meminumnya. Terlebih lagi, Tentara Bani Israel dalam keadaan haus dan sangat membutuhkan persediaan air. Namun disinilah Thalut menguji pasukannya, agar ia tahu mana yag taat pada pemimpi dan mana yag mengingkari pemimpinnya.
Thalut melarang pasukannya untuk mengambil air walau hanya dengan tangan. Namun sebagian besar pasukannya melanggar perintahnya, sehigga Thalut meninggalkan sebagian besar pasukannya yang ingkar pada pemimpinnya. Tinggallah sebagian kecil pasukan Bani Israel yang berangkat bersama Raja Thalut, namun pasukan yang sedikit ini membawa keimanan yang begitu tinggi.
Sampai di area peperangan, Jalut datang dan menampakkan kesombongannya. Ia dengan kebesaran fisiknya menantang dengan angkuh pasukan Bani Israel yang selain sedikit, mereka juga orang-orang yang lemah. Namun jika iman sudah tertanam dalam, tidak ada rasa takut pada musuh. Nabi Daud yag masih belia, langsung maju ke hadapan Jalut, melemparkan batunya dengan ketapel, lalu mengenai mata Jalut, sehingga Jalut jatuh tersungkur. Kemenangan Daud adalah satu dari sekian contoh kemenangan Orang beriman yang walaupun jumlahnya sedikit, namun berhasil menumpas kezaliman walaupun jumlahnya banyak.
Kerajaan Paling Mewah di Muka Bumi Berdiri di Palestina
Sekitar 970-931 seleum Masehi, Nabi Sulaiman mewarisi sebuah kerajaan dari Ayahnya, yang tidak lain adalah nabi Daud Alaihissalam. Nabi Daud yang telah membangun Kerajaan Bani Israel yang saat itu benar-benar beriman kepada Allah. Semua penduduk Palestina dari Bani Israel benar-benar taat pada Daud, juga beriman pada segala perintah Allah. Begitupula kepada Nabi Sulaiman, Kerajaan Israil bertambah kuat dan bijaksana.
Diantara tentara Kerajaan Israel di bawah kepemimpinan Nabi Sulaiman adalah Jin yang bisa meyelam mencari mutiara di samudera, jin yang bisa membangun istana di atas air, hewan-hewan dari yang melata sampai yang mengaum, sampai para manusia yang kekuatan imannya begitu baik. Kendaraan beliau berupa angin yang bisa mengantarkan beliau kemanapun Nabi Sulaiman.
Apakah wilayah kekuasaan beliau hanya sebatas Wilayah Palestina? Tidak, wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman meliputi seluruh muka bumi. Begitu luas dan semuanya menjadi rakyat yang makmur. Hingga hari ini belum pernah ada lagi kerajaan sehebat dan semewah kerajaan Nabi Sulaiman. Walaupun diberi kekuasaan yang begitu luas, Nabi Sulaiman tidak pernah angkuh, bahkan makin menjadi orang yang rendah hati. Salah satu doa Nabi Sulaiman yang mengindikasikan kehebatan kerajaan beliau adalah, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkan kepadaku sebuah kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi” (Shad : 35)
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad terabadikan di Palestina
Peristiwa Isra’ mi’raj adalah momentum yang luarbiasa yang hingga kini belum bisa terpecahkan dengan teknologi manapun. Bagaimana bisa dalam satu malam saja, seorang manusia melakukan perjalanan dari Makkah ke Palestina, lalu dari Palestina menuju ke puncak langit, sampai bertemu Allah langsung di arasy-Nya. SubhanAllah, jika Allah berkehendak, maka terjadilah segala hal.
Di Palestina, Rasulullah SAW mengimami shalat bersejarah, yaitu menjadi imam bagi para Nabi dan Rasul. Masjid Al-Aqsha yang saat itu berbentuk seperti pelataran kosong tanpa bangunan apapun menjadi saksi shalatnya Rasulullah dan para Nabi. Rasul bersabda, “Aku shalat di sebelah kanan shakhrah”, saat itu Nabi bersholat di bagian puncak bukit Moria tempat Al-Aqsha berada.
Bukan sekedar naik ke langit, bukan sekedar berpijak di batu shakhrah lalu menembus ke arsy Allah. Dari Palestina, Nabi Muhammad naik ke langit untuk menerima sebuah perintah menakjubkan yang langsung beliau terima dari Allah. Apa itu? Shalat. Jika Puasa, Zakat, haji disampaikan melalui perantara Jibril, maka Sholat adalah perintah langsung yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad tanpa perantara seorangpun.
Dan Palestina jadi saksinya, saksi yang mengabadikan ketakjuban semesta atas perintah shalat. Palestina jadi tanah berkah tempat para Nabi dan rasul bermakmum di belakang Nabi terakhir Muhammad SAW.
Kemenangan Khalid di Perang Yarmuk, Palestina
Ketika terjadi perang Yarmuk, perang yang terjadi antara kaum muslimin melawan pasukan Romawi (Bizantium), negara super power saat itu, tahun 13 H/ 634 M. Pasukan Romawi dengan peralatan perang yang lengkap dan memiliki tentara yang sangat banyak jumlahnya dibandingkan pasukan kaum muslimin. Pasukan Romawi berjumlah sekitar 240.000 orang dan pasukan kaum muslimin berjumlah 45.000 orang menurut sumber Islam atau 100.000–400.000 untuk pasukan romawi dan 24.000-40.000 pasukan muslim menurut sumber Wikipedia.
Dalam perang Yarmuk, pasukan Romawi memiliki tentara yang banyak, pengalaman perang yang mumpuni, peralatan perang yang lengkap, logistik lebih dari cukup, dapat dikalahkan oleh pasukan kaum muslimin, dengan izin Allah.Ini adalah bukti yang nyata bahwa sesungguhnya kemenangan itu bersumber dari Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pertempuran ini, oleh beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia, karena dia menandakan gelombang besar pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya menganut agama Kristen.
Jalannya Peperangan
Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya “Jirri Tudur”– ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
412 notes · View notes
titijunaeni · 6 years
Text
RTM : Fase-fase dalam Pernikahan
Pagi ini saya menghadiri sebuah kajian Ustadz Cahyadi Takariawan di Jogja, mungkin bagi yang mengikuti buku-bukunya, beliau memang concern dalam topik-topik terkait pernikahan. Di kajian ini hampir seluruh pesertanya adalah ibu-ibu, utamanya yang memang lebih tua daripada saya, karena memang ini pengajian keluarga. Tapi rasanya, saya juga banyak mendapat ilmu dari kajian ini dan masih harus banyak belajar. 
Supaya temen-temen juga bisa dapat ilmunya, ini saya resume kan isi kajian tadi hehe. Semoga bermanfaat yaa, tentu sudah saya edit dikit-dikit dengan bahasa saya, semoga nggak merubah maknanya. 
Ustadz Cahyadi menyampaikan bahwa ada beberapa fase dalam pernikahan.
Romantic Love : fase ini adalah  tahun-tahun pertama pernikahan (3-5 th) biasanya. Di fase ini masih terasa sekali manis-manisnya pasangan. Yaaa, bisa dibilang anget-angetnya lah ya :D
Disappointment/Distract :setelah fase romantis, akan ada berbagai penurunan dalam kualitas hubungan karena adanya beberapa missed. Nah fase ini bisa menjadi lama bisa juga menjadi singkat, tergantung bagaimana usaha pasangan untuk meredam konflik. Karena di fase-fase ini yang tadinya berbagai kesalahan bisa ditolerir, bisa berada di titik jenuh dan menjadi gampang tersulut. 
Knowledge & awareness : di fase ini, pasangan yang dengan cermat dan ingin segera lepas dari fase sebelumnya, akan mencoba untuk meredam konflik-konflik yang ada dengan niteni, mengamati, dan mengenali lebih detail kondisi pasangan dan hubungan mereka. Di fase ini, kedua belah pihak baiknya sama-sama berjuang dengan semangat positif agar lebih memahami lapis-lapis kepribadian dan bahasa cinta pasangannya
Transformation : Fase ini adalah fase yang penuh dengan penerimaan, penerimaan yang jauh lebih luas dibanding di awal pernikahan. Di fase ini tiap-tiap pasangan mulai bisa berdamai dengan keadaan bahkan mensyukuri kekurangan yang ada dalam diri pasangannya. 
Real Love : ini adalah fase puncak, fase paling dewasa dari mencintai. Pasangan bukan hanya sekedar suami istri, tapi juga sudah sejiwa. Cinta dalam fase ini tidak lagi menggebu-gebu seperti anak muda, justru sangat mendalam. Memang eskpresi fisik makin berkurang, tetapi ikatan emosional satu dengan yang lainnya makin bertambah. 
Saya mengamati sekaligus belajar, bahwa apa yang terjadi pada hubungan saya dan suami masih sangat-sangat awal dan perjalanannya masih membutuhkan nafas panjang. Masih jauuuuuuhhhh syekaliiiiii. Mungkin kami masih berada di tahap romantic love, pun teman-teman yang ada di sosial media. Rata-rata yang mengunggah manisnya kisah mereka, mungkin adalah mereka-mereka yang sedang di fase yang sama seperti saya. Nggak papa, semoga menjadi catatan perjalanan dan pengingat bahwa kita pernah ada di fase ini dan segera bertumbuh ke fase-fase selanjutnya. 
Saya jadi disentil, betapa masih banyak sekali yang harus saya pelajari dan pelan-pelan saya lakukan untuk menyeimbangkan hubungan saya dan suami. Masih banyak bahasa-bahasa cinta #tsah, yang perlu saya mengerti. 
Dan di luar sana, mungkin banyak yang perlu dipahamkan, bahwa pernikahan bukan hanya soal bahagia-bahagia aja. Karena kalau itu yang dicari, nihil, pernikahan model apapun nggak ada yang lepas dari masalah dan konflik. Tapi, menurut saya pribadi, kalaulah yang kita cari itu ketaatan dan ketakwaan kepadaNya dalam pernikahan, kita bisa membuat hubungan ini jauhhhh lebih manis dari apa yang kita pikirkan. Asheeeqqqq wkwkk. 
Semoga ini menjadi catatan buat saya pribadi untuk lebih semangat lagi belajar. Karena dalam hidup berumahtangga, tiap harinya kita mendapat hal baru yang harus kita pelajari. 
948 notes · View notes
titijunaeni · 6 years
Photo
Tumblr media
INNAMAL AQSHAA ‘AQIIDAH
Sesungguhnya Al Aqsha adalah aqidah. Begitu syiar yang dijunjung ratusan warga Timur Tengah ketika unjuk rasa bebaskan Al Aqsha dari tangan penjajah.
Sempat saya bertanya-tanya mengapa masyarakat Palestina menolak memasuki Masjid Al Aqsha melalui gerbang elektronik yang dipasang penjajah Israel. Bukankah yang terpenting adalah mendirikan sholat di dalamnya? Menghidupkan rumah Allah dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat? Dan sebagai muslim, tentu tidak mungkin masuk masjid dengan membawa logam atau senjata berbahaya, bukan?
Berikut catatan yang saya coba pahami dari tulisan Ketua Persatuan Ulama Palestina wilayah Khon Younis Muhammad Sulaiman Nashrullah dengan sedikit tambahan.
1. Bahwasanya keadaan Masjid Al Aqsha yang tanpa azan dan sholat tidak akan membahayakan umat beriman (yang memang hatinya telah terpaut akan kewajiban dan kebutuhan ini). Bahkan kita bisa lihat bagaimana mereka tetap mengumandangkan azan di pelataran masjid dan menggelar shaf panjang tuk mendirikan shalat. Masjid Al Aqsha akan senantiasa baik-baik saja dengan segudang upaya penutupan dari penjajah Israel selama penduduknya juga senantiasa menolak persyaratan-persyaratan dari penjajah. Mengapa demikian?
Sebab yang membahayakan Masjid Al Aqsha adalah ketika kita memasukinya dengan hina. Kita bukan kriminalis yang harus diperiksa ketika hendak beribadah.
2. Memasuki Al Aqsha melalui gerbang elektronik bukan satu-satunya jalan membebaskan masjid. Justru memasukinya sama saja kita membiarkan penguasaan penjajah Yahudi menang di atas kita. Jika untuk demikian saja kita lemah (menurut pada peraturan Yahudi), entah bagaimana ke depannya paksaan-paksaan penjajah merebut Al Aqsha. Dan entah bagaimana semakin tamaknya Yahudi terhadap tanah dan jiwa Palestina.
3. Sesungguhnya menetap di luar Al Aqsha dan memperjuangkannya sampai perang hingga syahid merupakan jihad yang mashlahah. Serta menganjurkan orang-orang beriman untuk turut memperjuangkan bebaskan Al Aqsha dan mendirikan sholat di dalamnya dengan kemuliaan.
4. Penolakan warga Al Quds juga menyingkap dan membongkar kepalsuan terhadap permukaan dunia selama ini. Menjelaskan bahwa siapa sebenarnya yang menjajah dan merebut Al Aqsha secara paksa? Hingga untuk azan dan sholat di dalamnya saja dilarang. Hingga untuk memasukinya saja harus melalui cara yang tak patut. Menjauhkan Al Aqsha dari penghuninya secara perlahan namun kejam.
5. Memohon untuk sholat di dalam Masjid Al Aqsha kepada penjajah berhati batu tidak menghasilkan kemuliaan apa pun. Sebaliknya, yang demikian justru melukai kemuliaan dan kehormatan. Bahkan disebutkan dalam tulisan aslinya perbuatan tersebut tidak mendatangkan pahala, justru menodai diri dengan dosa; karena pada dasarnya secara tak langsung mengakui kekuasaan musuh Allah. Apa Allah dan Rasul-Nya ridho?
6. Sesungguhnya kewajiban kita hari ini adalah membebaskan tanah Nabi bermi'raj itu. Membebaskan Masjid Suci ketiga umat Islam. Membebaskan masjid kedua yang dibangun di bumi ini dari penjajah Israel. Baik dengan senjata ataupun kata. Bukan rela sholat di dalamnya dengan mematuhi perintah musuh. Barang siapa yang masih berleha-leha dari memperjuangkan (membebaskannya), maka perlu dipertanyakan fitroh dan pemahamannya. Apa sudah terbalik dan berpenyakit?
Maka wahai Abnaul Quds, pilihan kita hanya dua, sholat di Masjid Al Aqsha dalam keadaan mulia atau melawan penjajahan hingga syahid meski di ambang pintu Al Aqsha. Tidak ada kesempatan untuk lemah, tunduk dan pasrah terhadap aturan-aturan penjajah!
Demikian pesan yang disampaikan Muhammad Sulaiman. Catatan yang cukup menjawab pertanyaan saya perihal Al Aqsha. Maka tak ragu saya mencatumkan judul demikian. Bahwa benar, urusan Palestina adalah urusan umat Islam. Perkara Al Aqsha adalah perkara keyakinan yang harus diperjuangkan. Hingga tak ragu kita teriakkan, “Bir ruuh, bid dam, nafdhiika yaa Aqsha!”, dengan ruh dan darah kita persembahkan untuk Aqsha. Dan tak ragu pula kita perjuangkan cita-cita bersama, hidup mulia atau mati syahid!
Allahu ta'aala a'lam.
|| Jakarta, 210717
195 notes · View notes
titijunaeni · 6 years
Text
Mantap
Esensialisme
Saya sedang belajar menyederhanakan hidup saya hingga pada hal-hal yang esensial.
Segala hal yang ada pada hidup saya mestilah eksis karena saya membutuhkannya — bukan karena saya menginginkannya, atau bahkan tanpa alasan.
Hal-hal yang sifatnya opsional atau ekstra saya eliminasi, apalagi hal-hal yang tidak relevan dengan apa yang saya jalani.
Jika saya bekerja 5 hari sepekan, maka saya hanya perlu maksimal 10 baju utama, sehingga 1 baju bisa saya gunakan 2 minggu sekali — sangat cukup. Jika saya perlu memiliki baju baru, maka harus ada baju lama yang keluar dari rumah saya.
Baju tidur cukup 2 pasang. Ketika yang satu dicuci, saya bisa menggunakan yang satunya lagi.
Aplikasi yang sering menjadi distraksi saya uninstall, pun aplikasi yang tidak pernah saya gunakan 1 bulan terakhir. Kalau suatu saat perlu? Tinggal install. Sayang paket datanya? Atur anggaran untuk paket data Anda sehingga mengunduh aplikasi yang Anda butuhkan tidak mengganggu pikiran Anda.
Foto dan video di handphone, selain foto dan video keluarga, saya hapus.
Saya undur diri dari berbagai grup WhatsApp yang nyatanya tidak saya baca, semenarik apapun kontennya. Fakta bahwa saya tidak membacanya menunjukkan bahwa saya bisa hidup dengan baik tanpanya.
Berbagai potensi kesibukan diluar urusan keluarga, expertise, dan dakwah saya tutup.
Bahkan, menempati hunian dengan total 3 ruangan saja (kamar tidur, kamar mandi, ruang tengah-dapur-pojok cuci) pun ternyata cukup! Tamu? Kita ketemu di luar saja. Hunian hanya untuk orang-orang terdekat.
Namun perlu dicatat, hidup esensial tidak sama dengan hidup pelit, hidup susah, hidup yang menyulitkan diri sendiri.
Meski secara kuantitas sedikit atau kecil, tetapi secara kualitas mesti handal.
Baju utama yang kita miliki mesti yang melindungi kepercayaan diri.
Baju tidur yang kita pakai mesti yang super nyaman.
Aplikasi yang kita unduh mesti yang membuat lebih baik, lebih pintar, atau lebih sehat.
Foto dan video yang kita simpan mesti yang bernilai sejarah.
Grup WhatsApp yang kita ikuti mesti yang kita pedulikan.
Kesibukan yang kita ambil mesti yang mengantarkan kita ke tingkat kehidupan yang lebih baik.
Hunian yang kita tempati mesti yang mudah dirawat dan mudah diakses.
Nyaman sekali rasanya menjalani hidup yang lebih esensial. Lebih sederhana namun lebih berkualitas.
Alhamdulillah.
1K notes · View notes
titijunaeni · 6 years
Text
Mbrebes mili duluan boleh ya? cc : ...
Menyembunyikanmu dari hiruk pikuk dunia.
Kecantikanmu itu berbeda. Aku melihatnya setiap hari dengan mata kepalaku. Cantikmu itu mengalir dalam sifat, seperti ketaatan, keikhlasan, kesabaran, dan hal-hal yang membuatku merasa tentram.
Aku sengaja menyembunyikanmu dari hiruk pikuk dunia. Sebab, dunia kita adalah dunia yang kita bangun dengan kepercayaan bahwa yang kita lihat dengan mata ini adalah fana. Semuanya akan berakhir, cantik akan menua, kekayaan takkan dibawa mati, dan hal-hal lain yang akan berakhir.
Aku menyembunyikanmu dari hiruk pikuk dunia, biar orang melihat dan merasakan kecantikanmu dari akhlakmu. Bukan dari hasil riasan berjam-jam dan baju kekinian yang kemudian kamu pajang di halaman media sosialmu. Orang akan mengenalmu dari kebaikan budi, kebermanfaatan, peran, pemikiran, kecerdasan, sumbangsihmu pada umat, dan hal-hal lain yang jauh lebih bermakna dari pakaian dan riasan.
Aku akan menyembunyikanmu dari hiruk pikuk dunia. Agar kamu bisa menjadi dunia yang terbaik bagi anak-anak kecil yang lahir di rumah tangga kita. Menjadi dunia yang layak untuk tumbuh besar mereka. Dunia yang akan mengajarkan mereka dan membuat mereka tumbuh menjadi manusia yang lebih baik.
Biar dunia kita ini sunyi, sepi.
Kita tidak harus dikenal banyak orang untuk bisa menjadi lebih bermanfaat, untuk memiliki nilai lebih sebagai manusia. Kita hanya perlu menjadi orang baik, berbuat baik, membantu banyak orang, berkata-kata yang baik, lemah lembut terhadap semua makhluk, bekerja dengan ikhlas, berbakti kepada orang tua, berbuat baik pada tetangga, menyanyangi anak-anak, dan semua kebaikan lain yang bisa kita lakukan tanpa harus berdandan terlebih dahulu, tanpa harus memiliki kuota internet untuk memuatnya dalam live video.
Kita tidak perlu mencatatnya, dua malaikat kecil di sisi kita sudah melakukannya untuk kita. Setiap hari, tanpa lelah.
Untuk itu, izinkan aku untuk menyembunyikanmu dari hiruk pikuk dunia, istriku :)
Yogyakarta, 7 November 2017 | ©kurniawangunadi
3K notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Sebuah Pengingat : Catatan Sebelum Nikah
Bahwa, menikah adalah dalam rangka meraih ridha Allah jadi lakukan apa-apa yang bikin Allah ridha.
Bahwa, ada ruang privasi yang bertambah luas dan harus dijaga sedemikian rupa. Jadi partner yang baik, yang menjadi ‘pakaian’ bagi pasangannya.
Bahwa, ada perasaan orang lain yang harus dijaga. Teman-teman yang sedang berjuang di posisi yang sama. Jadi, alangkah lebih bijak, apabila selektif dalam memilih foto-foto romantis ke akun media sosial. Orang sekarang sangat visual. Selama bisa jadi obat hati, kenapa malah pengen jadi penyakitnya?
Bahwa menikah bukan sekedar pacaran yang halal. Faktanya values dari pernikahan jauh dari itu. Soal kolaborasi dalam kebermanfaatan. Soal menjaga ketahanan keluarga. Soal saling belajar dan mengingatkan.
Bahwa dalam kehidupan berumahtangga, sabar dan syukur harus senantiasa ditumbuhkan, sebagai perisai atas ego, amarah, dan prasangka yang bisa menggoyahkan kebaikan-kebaikan yang sebelumnya ada.
“Barang siapa yang sabar atas budi pekerti isterinya yang buruk, maka Allah memberinya pahala sama dengan pahala yang diberikan kepada Nabi Ayub a.s karena sabar atas cobaan-Nya. Dan seorang isteri yang sabar atas budi pekerti suaminya yang buruk akan diberi oleh Allah pahala sama dengan pahala Asiyah isteri Firaun” Rasulullah.
Bahwa pernikahan tidaklah mudah. Pasti akan datang yang susah-susah, maka selalu genggamlah dengan iman dan prasangka baik, yang susah-susah akan menjadi indah dan penuh hikmah. Ciee. haha. Bukan mudah yang utama dicari, tetapi berkah. Sakinnah, mawaddah, dan rahmah.
Bahwa ketika kita sendiri saja sudah produktif dan bermanfaat, ketika menikah harus dua kali produktifnya, dua kali bermanfaatnya, dua kali kebaikannya, dua kali melawan yang buruk-buruknya, dua kali hebatnya, dua kali tangguhnya.
Bahwa ketika kita hendak menikah, banyak sekali yang mensupport dan membantu kita dalam bentuk yang beragam. Dan setelah menikah, justru kurang etis rasanya kalau tiba tiba asik sendiri sama dunianya. 
Bahwa yang lebih berhak atas anak laki-laki adalah ibunya, dan yang lebih berhak atas anak perempuan adalah suaminya. Jadi saat status berubah menjadi istri, jangan halangi suami untuk tetap berbakti kepada orangtuanya–malah harus disupport sebagaimana mestinya. Dan, menjadi istri bagaimanapun, ridha suamilah yang dicari (dan itu istiqamahnya berat, tapi bisa, semangat). Sebaliknya, saat menjadi suami, jadilah imam yang baik dan juga jadilah suami yang memudahkan ibadah istri.
Bahwa, perempuan bisa masuk surga lewat pintu manapun asal melakukan empat perkara : sholat lima waktu, puasa ramadhan, menjaga kehormatan, dan menaati suaminya (HR Ahmad&Thabrani). Bahwa jihadnya perempuan di rumahnya; menjaga kehormatannya, menjaga kesetiaannya, mentaati Tuhannya, dan patuh pada suaminya.
Bahwa, kita menikah berarti harus bisa menerima segala keburukan dan konsekuensi-konsekuensi di dalamnya. Pasangan juga manusia, banyak khilafnya. Tinggal bagaimana kita meluaskan samudera maafnya. Bahwa saat kita sedang mencicipi ‘pahit’, jangan lupa–bahagia itu kita yang ciptakan, inget yang manis-manis. Inget berjuangnya menuju pernikahan. Inget perjuangan-perjuangan unyu yang lain. Yang lovable jangan sampai lolos.
Bahwa, saat berumah tangga kita sedang belajar maksimal dalam menjalankan peran. Menjadi suami teladan, istri teladan, anak teladan, orang tua teladan. Sehingga jadi sebaik-baik keluarga. Jangan terlebih dahulu menuntut hak, ketika kewajiban masing-masing terhadap pasanganya masih belum terpenuhi.
Bahwa komunikasi tangguh diperlukan. Perbedaan pola komunikasi perempuan dan laki-laki memang benar adanya. Satunya Mars, satunya Venus. Nanti, seiring berjalannya waktu akan beradaptasi, Mari mengusaha dan bahu-membahu untuk menciptakan komunikasi yang baik dan tangguh. Bersama.
Bahwa…..sudah bisa masak berapa resep? :”“” wkwkwk sabar-sabarin yaaaa XD
2K notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Re-blog : Pernikahan yang Akrab
Tulisan ini adalah karya Bapak Zaim Uchrowi yang saya temukan di blog beliau pagi ini. Bagi saya tulisan ini cukup membuat pagi saya ‘bangun’ dan tersadar: mengapa tak menjadi yang sederhana saja?
Zaim Uchrowi
Republika, 17 Maret 2007
Baru-baru ini saya menghadiri pernikahan seorang kerabat. Pesta pernikahan itu biasa saja. Bukan di gedung besar. Bukan pula penuh pernak-pernik yang membuatnya megah. Sebaliknya, perhelatan itu justru dilakukan di rumah. Cukuplah tenda terpasang di halaman serta jalan buntu di depannya. Sebuah tenda biasa, dan bukan tenda paling megah, Makanan ditempatkan di meja sederhana bertaplak putih di garasi rumah itu. Jumlah undangannya tidak banyak. Hanya kerabat dekat dan sahabat kedua mempelai yang hadir. Pembawa acara serta pembaca doa kerabat sendiri.
Musik dimainkan oleh teman-teman pengantin. Tidak ada beragam upacara adat yang rumit yang mengiringi pernikahan itu. Pakaian serta tata rias pengantin juga biasa saja. Cuma sedikit lebih formal dibanding pada hari biasanya, namun cukup anggun untuk dipandang sebagai gambaran pernikahan. Sekali lagi, tak tampak hal luar biasa dari acara perbnikahan itu. Tetapi, saya merasa sangat nyaman berada di sana. Ada suasana yang jarang saya peroleh dari menghadiri kebanyakan pesta pernikahan pada acara tersebut. Saya merasa, suasana pernikahan itu sangat akrab.
Pembawa acara dengan sangat ringan menyapa, bahkan berseloroh, pada tamu-tamunya. Hal itu wajar karena memang ia mengenalnya persis. Antarkawan juga bisa saling dorong untuk menyanyi, atau memainkan musik. Para tamu juga saling sapa, hingga berbincang akrab. Pengantin juga tak harus terus-menerus berdiri tegak di tempatnya dengan terus-menerus memasang senyum anggun, menunggu diberi ucapan selamat. Sesekali, mereka seperti ‘menjemput bola’, berjalan (kadang bersama, kadang sendiri-sendiri) mendatangi tamu, bertukar kata secara ringan.
Suasana pernikahan demikian sungguh berbeda dengan pesta pernikahan yang kini lazim. Tapi, suasana itu justru mampu mengingatkan: apa makna pesta pernikahan? Kita acap merancang pesta pernikahan seagung dan semegah mungkin. Alasan kita, itu hari yang benar-benar istimewa. Lalu, kita merancang segalanya agar sempurna. Mulai dari bentuk undangan, atribut kenang-kenangan, seragam pakaian, tempat pelaminan, makanan, hiburan, dan sejuta pernak-pernik lainya.
Begitu banyak yang harus diurus, dan begitu banyak yang ingin mengurus agar benar-benar sempurna. Hasilnya, seringkali pesta pernikahan justru menjadi ajang ketegangan keluarga. Alih-alih melahirkan suasana yang hangat, pesta pernikahan banyak yang kemudian menjadi sekadar formalitas. Pesta pernikahan kita acap bergeser fungsi dari acara bersyukur dan memohon doa menjadi ajang pamer gengsi dan atribut diri. Banyak tamu hadir dengan perasaan terpaksa. Tak enak tidak datang karena sudah diundang. Jika demikian, doa restu apa yang dapat kita harapkan?
Kesederhanaan dalam pernikahan hari itu menyeret saya pada pertanyaan yang dalam. Apa ya sulitnya berpikir dan bersikap sederhana seperti itu? Jangan-jangan kerumitan kita dalam menggelar pesta perkawinan adalah refleksi dari kerumitan cara berpikir dan bersikap secara menyeluruh. Kita lebih mementingkan atribut ketimbang makna. Kita memenangkan formalitas dibanding otentitas dan spontanitas. Kita mengedepankan gengsi ketimbang esensi. Pantas jika bangsa kita masih jauh dari efektif. Banyak program pembangunan kita buat, anggarannya pun dahsyat, dan kita menganggapnya hebat, namun kenyataannya kondisi rakyat masih jalan di tempat.
Banyak kerja ilmiah kita lakukan, namun dunia ilmu masih saja di ‘situ-situ’. Banyak dakwah dan ceramah dilakukan, tapi maksiat –termasuk korupsi– masih saja ramai berjalan. Semua itu tampaknya berpangkal pada kita yang tidak lagi mampu berpikir dan bersikap sederhana. Akibatnya kita makin terkendalikan atribut, dan terjauhkan dari makna. Itu yang makin mengasingkan kita (termasuk sebagai bangsa) dari kehidupan yang berkah. Pernikahan sederhana yang akrab di siang itu mengingatkan saya pada kesalahan besar kita selama ini.
346 notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Sebuah Pengingat : Catatan Sebelum Nikah
Bahwa, menikah adalah dalam rangka meraih ridha Allah jadi lakukan apa-apa yang bikin Allah ridha.
Bahwa, ada ruang privasi yang bertambah luas dan harus dijaga sedemikian rupa. Jadi partner yang baik, yang menjadi ‘pakaian’ bagi pasangannya.
Bahwa, ada perasaan orang lain yang harus dijaga. Teman-teman yang sedang berjuang di posisi yang sama. Jadi, alangkah lebih bijak, apabila selektif dalam memilih foto-foto romantis ke akun media sosial. Orang sekarang sangat visual. Selama bisa jadi obat hati, kenapa malah pengen jadi penyakitnya?
Bahwa menikah bukan sekedar pacaran yang halal. Faktanya values dari pernikahan jauh dari itu. Soal kolaborasi dalam kebermanfaatan. Soal menjaga ketahanan keluarga. Soal saling belajar dan mengingatkan.
Bahwa dalam kehidupan berumahtangga, sabar dan syukur harus senantiasa ditumbuhkan, sebagai perisai atas ego, amarah, dan prasangka yang bisa menggoyahkan kebaikan-kebaikan yang sebelumnya ada.
“Barang siapa yang sabar atas budi pekerti isterinya yang buruk, maka Allah memberinya pahala sama dengan pahala yang diberikan kepada Nabi Ayub a.s karena sabar atas cobaan-Nya. Dan seorang isteri yang sabar atas budi pekerti suaminya yang buruk akan diberi oleh Allah pahala sama dengan pahala Asiyah isteri Firaun” Rasulullah.
Bahwa pernikahan tidaklah mudah. Pasti akan datang yang susah-susah, maka selalu genggamlah dengan iman dan prasangka baik, yang susah-susah akan menjadi indah dan penuh hikmah. Ciee. haha. Bukan mudah yang utama dicari, tetapi berkah. Sakinnah, mawaddah, dan rahmah.
Bahwa ketika kita sendiri saja sudah produktif dan bermanfaat, ketika menikah harus dua kali produktifnya, dua kali bermanfaatnya, dua kali kebaikannya, dua kali melawan yang buruk-buruknya, dua kali hebatnya, dua kali tangguhnya.
Bahwa ketika kita hendak menikah, banyak sekali yang mensupport dan membantu kita dalam bentuk yang beragam. Dan setelah menikah, justru kurang etis rasanya kalau tiba tiba asik sendiri sama dunianya. 
Bahwa yang lebih berhak atas anak laki-laki adalah ibunya, dan yang lebih berhak atas anak perempuan adalah suaminya. Jadi saat status berubah menjadi istri, jangan halangi suami untuk tetap berbakti kepada orangtuanya–malah harus disupport sebagaimana mestinya. Dan, menjadi istri bagaimanapun, ridha suamilah yang dicari (dan itu istiqamahnya berat, tapi bisa, semangat). Sebaliknya, saat menjadi suami, jadilah imam yang baik dan juga jadilah suami yang memudahkan ibadah istri.
Bahwa, perempuan bisa masuk surga lewat pintu manapun asal melakukan empat perkara : sholat lima waktu, puasa ramadhan, menjaga kehormatan, dan menaati suaminya (HR Ahmad&Thabrani). Bahwa jihadnya perempuan di rumahnya; menjaga kehormatannya, menjaga kesetiaannya, mentaati Tuhannya, dan patuh pada suaminya.
Bahwa, kita menikah berarti harus bisa menerima segala keburukan dan konsekuensi-konsekuensi di dalamnya. Pasangan juga manusia, banyak khilafnya. Tinggal bagaimana kita meluaskan samudera maafnya. Bahwa saat kita sedang mencicipi ‘pahit’, jangan lupa–bahagia itu kita yang ciptakan, inget yang manis-manis. Inget berjuangnya menuju pernikahan. Inget perjuangan-perjuangan unyu yang lain. Yang lovable jangan sampai lolos.
Bahwa, saat berumah tangga kita sedang belajar maksimal dalam menjalankan peran. Menjadi suami teladan, istri teladan, anak teladan, orang tua teladan. Sehingga jadi sebaik-baik keluarga. Jangan terlebih dahulu menuntut hak, ketika kewajiban masing-masing terhadap pasanganya masih belum terpenuhi.
Bahwa komunikasi tangguh diperlukan. Perbedaan pola komunikasi perempuan dan laki-laki memang benar adanya. Satunya Mars, satunya Venus. Nanti, seiring berjalannya waktu akan beradaptasi, Mari mengusaha dan bahu-membahu untuk menciptakan komunikasi yang baik dan tangguh. Bersama.
Bahwa…..sudah bisa masak berapa resep? :”“” wkwkwk sabar-sabarin yaaaa XD
2K notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Perjuangan Millennial
Perut kenyang. Lingkungan aman. Akses informasi mudah. Cukup sudah semua faktor pendukung produktivitas masyarakat (bermodal dan) berpendidikan.
Tapi, semua akan berbeda bila kita melihat ke sudut-sudut kota dan desa-desa yang masih menjadi bahagian kehidupan modern bernama negara. Pendidikan terbatas. Keahlian terbatas. Tenaga terbatas karena angkatan muda sudah beralih mata pencaharian. Dan tentu saja modal terbatas.
Lucunya, dari kedua jenis kehidupan itu, baik berpendidikan maupun tidak, yang paling diuntungkan adalah kapital yang menjunjung tinggi produktivitas itu sendiri.
Dengan ijazah, pengalaman dan jam kerja, seorang pegawai digaji sekian, untung terbesar ada di siapa? Pemilik perusahaan. Dengan keahlian dan keringat, seorang buruh dibayar sepersekian, yang untung siapa? Pemilik perusahaan. Begitu juga petani padi, penderes karet, dan penyadap nira. Keuntungan terbesar ada di mata rantai distribusi yang berlapis serta tentu saya pemilik perusahaan.
Kapital dengan sistemnya yang sudah terbangun dan pintar sudah selayaknya dibayar mahal. Lucunya, yang menanggung mahalnya sistem kapital bukan konsumen, melainkan petani bahan baku.
Belum lagi generasi millennial yang tidak sempat melihat rantai proses makanan sampai ke mulut mereka, proses sebuah gawai sampai di tangan mereka, dan bagaimana supir taksi online bisa mengantarkan mereka ke tujuan mereka. Ada petani yang ‘dipinteri’ tengkulak, ada sumberdaya alam yang dieksploitasi dan dibeli murah oleh perusahaan, ada keterbatasan pilihan bagi para tukang ojek karena mudahnya akses finansial untuk mengkredit kendaraan motor, dan hal kecil yang seharusnya memancing desah panjang orang yang mengetahui.
Tapi, apa yang bisa kita perbuat dalam keadaan mapan pangan, sandang, papan dan keamanan ini?
Saya coba bikin butir-butir perlawanan yang mungkin relevan dalam kondisi ini dan mungkin akan saya kembangkan lebih lanjut di lain kesempatan. 1. Meninggalkan makanan kemasan/buatan pabrik. 2. Kembali ke pasar tradisional yang becek 3. Menghemat makanan dalam kuantitas dan jenis. 4. Meninggalkan perusahaan-perusahaan milik asing, pindah ke instansi pemerintah & perusahaan negara/anak bangsa 5. Mengubah gaya hidup sederhana 6. Meninggalkan segala bentuk pinjaman 7. Mengurangi waktu di mal, perbanyak waktu di rumah bersama keluarga 8. Menulis 9. Menutup sosial media 10. Bersosialisasi dengan masyarakat (neighborhood) 11. Membaca buku dan mengajarkannya lewat kelas atau sesederhana menulis review/sarinya.
Menarik sekali jika kita sebagai orang terdidik bisa berhenti sejenak dari rutinitas dan memikirkan, apa saya bisa membantu memperkecil ketimpangan dan melawan langgengnya hegemoni kapitalisme?
365 notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Selamat repot ya kamu.
perempuan yang punya banyak mimpi
kamu tau nggak, perempuan yang punya banyak mimpi itu cantik dan hebat banget kalau dilihat dan dikenal. mereka menarik karena tampak cerdas, karena sekiranya bisa melahirkan dan mendidik anak-anak yang cerdas pula.
kamu tau nggak, perempuan seperti itu, super merepotkan kalau dijadikan pasangan hidup. kalau kamu jatuh cinta sama perempuan yang punya banyak kemauan, kamu harus bersiap-siap.
kamu harus siap menjadi tempatnya bertanya, berbagi cerita, bahkan berkeluh kesah tentang perjalanan mencapai mimpinya. sebab, sungguh tidak ada perjalanan mencapai mimpi yang mudah–meski selama ini kamu melihatnya demikian, bahwa dia penuh dengan kemudahan.
kamu harus siap dan sigap untuk menjadi yang pertama dalam membela mimpinya. menjadi yang percaya saat orang lain tidak. menjadi yang pertama menikmati karya-karyanya. menjadi penggemar yang paling utama dan setia.
kamu harus siap ikut menghidupkan mimpi-mimpinya sebagaimana mimpi-mimpimu sendiri. sungguh, bagi para perempuan seperti itu, kalah pada mimpinya bisa jadi sama menyedihkannya dengan patah hati.
kamu harus siap dengan semua kerepotan itu. bahkan, kamu harus siap untuk berkorban.
perempuan yang punya banyak mimpi itu berisik, merepotkan. tapi, kamu tau nggak, kebanyakan dari mimpi perempuan sebenarnya adalah hadiah untuk orang yang paling disayanginya. kalau kamu merasa pantas untuk mendapatkannya, bersiaplah untuk membantunya merakit hadiah itu.
berkasihlah dan salinglah memberi hadiah, niscaya kalian semakin saling menyayangi.
4K notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
RTM : Fase-fase dalam Pernikahan
Pagi ini saya menghadiri sebuah kajian Ustadz Cahyadi Takariawan di Jogja, mungkin bagi yang mengikuti buku-bukunya, beliau memang concern dalam topik-topik terkait pernikahan. Di kajian ini hampir seluruh pesertanya adalah ibu-ibu, utamanya yang memang lebih tua daripada saya, karena memang ini pengajian keluarga. Tapi rasanya, saya juga banyak mendapat ilmu dari kajian ini dan masih harus banyak belajar. 
Supaya temen-temen juga bisa dapat ilmunya, ini saya resume kan isi kajian tadi hehe. Semoga bermanfaat yaa, tentu sudah saya edit dikit-dikit dengan bahasa saya, semoga nggak merubah maknanya. 
Ustadz Cahyadi menyampaikan bahwa ada beberapa fase dalam pernikahan.
Romantic Love : fase ini adalah  tahun-tahun pertama pernikahan (3-5 th) biasanya. Di fase ini masih terasa sekali manis-manisnya pasangan. Yaaa, bisa dibilang anget-angetnya lah ya :D
Disappointment/Distract :setelah fase romantis, akan ada berbagai penurunan dalam kualitas hubungan karena adanya beberapa missed. Nah fase ini bisa menjadi lama bisa juga menjadi singkat, tergantung bagaimana usaha pasangan untuk meredam konflik. Karena di fase-fase ini yang tadinya berbagai kesalahan bisa ditolerir, bisa berada di titik jenuh dan menjadi gampang tersulut. 
Knowledge & awareness : di fase ini, pasangan yang dengan cermat dan ingin segera lepas dari fase sebelumnya, akan mencoba untuk meredam konflik-konflik yang ada dengan niteni, mengamati, dan mengenali lebih detail kondisi pasangan dan hubungan mereka. Di fase ini, kedua belah pihak baiknya sama-sama berjuang dengan semangat positif agar lebih memahami lapis-lapis kepribadian dan bahasa cinta pasangannya
Transformation : Fase ini adalah fase yang penuh dengan penerimaan, penerimaan yang jauh lebih luas dibanding di awal pernikahan. Di fase ini tiap-tiap pasangan mulai bisa berdamai dengan keadaan bahkan mensyukuri kekurangan yang ada dalam diri pasangannya. 
Real Love : ini adalah fase puncak, fase paling dewasa dari mencintai. Pasangan bukan hanya sekedar suami istri, tapi juga sudah sejiwa. Cinta dalam fase ini tidak lagi menggebu-gebu seperti anak muda, justru sangat mendalam. Memang eskpresi fisik makin berkurang, tetapi ikatan emosional satu dengan yang lainnya makin bertambah. 
Saya mengamati sekaligus belajar, bahwa apa yang terjadi pada hubungan saya dan suami masih sangat-sangat awal dan perjalanannya masih membutuhkan nafas panjang. Masih jauuuuuuhhhh syekaliiiiii. Mungkin kami masih berada di tahap romantic love, pun teman-teman yang ada di sosial media. Rata-rata yang mengunggah manisnya kisah mereka, mungkin adalah mereka-mereka yang sedang di fase yang sama seperti saya. Nggak papa, semoga menjadi catatan perjalanan dan pengingat bahwa kita pernah ada di fase ini dan segera bertumbuh ke fase-fase selanjutnya. 
Saya jadi disentil, betapa masih banyak sekali yang harus saya pelajari dan pelan-pelan saya lakukan untuk menyeimbangkan hubungan saya dan suami. Masih banyak bahasa-bahasa cinta #tsah, yang perlu saya mengerti. 
Dan di luar sana, mungkin banyak yang perlu dipahamkan, bahwa pernikahan bukan hanya soal bahagia-bahagia aja. Karena kalau itu yang dicari, nihil, pernikahan model apapun nggak ada yang lepas dari masalah dan konflik. Tapi, menurut saya pribadi, kalaulah yang kita cari itu ketaatan dan ketakwaan kepadaNya dalam pernikahan, kita bisa membuat hubungan ini jauhhhh lebih manis dari apa yang kita pikirkan. Asheeeqqqq wkwkk. 
Semoga ini menjadi catatan buat saya pribadi untuk lebih semangat lagi belajar. Karena dalam hidup berumahtangga, tiap harinya kita mendapat hal baru yang harus kita pelajari. 
948 notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Emang Kamu Nikah Buat Senang-Senang Doank?
Tumblr media
Nikah kok ngajak susah? Maaf akhi, ayah dan bunda ana berjuang mati-matian untuk membuat anaknya bahagia. Lalu kamu datang meminang hanya untuk ngajak susah? Belajar lagi akhi, belajar untuk menghargai keringat orang tua yang membesarkan anaknya. Tapi lain halnya kau mengajak berjuang, ada tujuan perjuangan tersebut. Maka denga izin Allah akan ana meridhoinya.
Speecheless  juga baca ending tulisan ini.
Agaknya paradigma ini perlu diluruskan. Jika mau menelisik perkataan; “Ukhti maukah saya ajak susah jika ukhti menjadi istri saya kelak?” Sebenarnya itu bukanlah ajakan secara langsung untuk ngajak hidup susah, melainkan tantangan kepada seorang calon istri; apa dia siap sekiranya datang masa susah saat bersama suami? Apa dia masih tetap setia menjadi pendamping saat kondisi terpuruk?
Coba tanyakan pada setiap lelaki di dunia ini, apakah mereka rela mengajak orang yang mereka cintai dalam keadaan susah?
Jika kamu seorang istri, tanyakan pada suamimu; apakah dia mengajakmu untuk hidup menderita?
Jika kamu seorang anak, tanyakan pada ayahmu; apa dia mengajak ibumu untuk hidup sengsara?
Duhai istri, lihatlah tetesan keringat yang terjatuh dari dahi suamimu; pergi pagi, pulang petang. Itu untuk kebahagiaanmu.
Dan kamu, sebagai anak … coba lihat rauh wajah ayahmu yang sudah mulai menua. Lalu raba tangannya. Apa kau masih mengira umur yang dia habiskan untuk ibumu adalah warsa-warsa lara?
Tidak ada seorang lelaki pun yang rela untuk mengajak istrinya dalam kesusahan. Melainkan ia akan berusaha menghilangkan kesusahan itu.
Tapi, apakah kamu mengira menikah itu kesenangan belaka?
Apa kamu mengira pernikahan itu seperti di film-film? Penuh romantisme. Indah nian menatap purnama bersama sang pujaan hati.
Tumblr media
Saya tidak menampik pentingnya materi dalam bahtera rumah tangga. Tapi itu bukanlah jaminan bahwa hidupmu akan senang. Itu bukanlah jaminan kamu akan terbebas dari hidup susah. Berapa banyak orang kaya yang tak bisa menikmati rumah tangganya.
Atau, dalam perkara jabatan? Apakah itu bisa menjamin dari terbebas hidup susah? Berapa banyak orang-orang yang memiliki jabatan tinggi, tapi biduk rumah tangganya karam.
Bahkan popularitas, itu tidak mampu menjamin hidupmu akan baik-baik saja. Akan senang-senang saja.
Salah satu hal yang paling penting dalam pernikahan adalah kesiapan mental. Percuma banyak harta, jabatan tinggi, memiliki popularitas, tapi tak memiliki mental untuk menjadi suami atau istri.
Lelaki yang bertanya kepada wanita dengan pertanyaan; ”Siap hidup susah nggak, nanti?” Bukan ajakan untuk hidup susah. Melainkan untuk mengetahui, apa si wanita sudah siap mentalnya jika masuk ke dalam zona itu.
Kamu pasti paham tentang pasang surut kehidupan. Tentu saja kamu dan suamimu merencanakan hal-hal yang indah setelah menikah. Tapi jangan lupa, Dia sang pembuat rencana berhak atas segalanya. Termasuk mengubah rencanamu.
Ngajak hidup susah itu bukan syarat, melainkan seorang lelaki tahu bagaimana kedudukannya dalam rumah tangga. Ibarat medan perang, seorang panglima yang menghadapi masa kritis dengan pasukannya akan berusaha sekuat mungkin agar mereka bisa keluar dari zona itu. Dan tentu saja, itu tak bisa dilakukan oleh sang panglima seorang diri. Melainkan perlu peran pasukan untuk bahu membahu agar tujuan itu tercapai.
Begitulah yang diinginkan suami; jika nanti “kita” dalam keadaan susah, apa kamu siap tetap berada di sampingku? Apa kamu masih setia menemani perjalananku? Menjadi bahu tempat bersandar. Menjadi kemudi, agar tak hilang arah.
Saya sendiri pernah berkata kepada calon istri saat akan menikah;  ”Apa kamu siap menderita? Saya seorang mahasiswa, dan saya masih belum bekerja (ketika itu masih pengangguran). Jika kamu siap, kita langsungkan pernikahan ini. Jika tidak, silahkan berpikir ulang.”
Saat itu dia menjawab; ”Saya siap memulai dari nol.” 
Tumblr media
Menikah itu mudah; tapi kehidupan setelahnya yang perlu diperjuangkan.
Menikah itu bukan hanya menyatukan dua hati. Bukan hanya menyatukan dua pemikiran. Tapi menyatukan dua buah keluarga. Menyatukan adat, budaya dari masing-masing pihak. Menyatukan selera, se-iya, se-kata, satu dalam harmoni. Mendayung bersama dalam biduk rumah tangga.
Menikah itu menyelaraskan visi dan misi. Agar satu tapak. Agar satu langkah. Agar satu jalan. Semusim dalam balutan senyum. Se-payung dalam gerimis lara. Dan senampan dalam pesona surga.
Surabaya, 09:53 WIB 22 07 17
597 notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Melepas Ramadan
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Pertanyaan dari penyair kesayangan kita semua itu, Sapardi Djoko Damono, adalah juga pertanyaan saya di penghujung Ramadan ini. Hari-hari Ramadan setiap tahunnya mengalir lebih cepat dari yang kita duga. Tanpa sadar kita hampir tiba di Syawal. Dan tentu saja pada di bulan Syawal kita akan, lagi-lagi, hanya mampir untuk kemudian tiba-tiba sudah berada di momen Hari Raya Kurban. Jikalau benar kita menjalani hari-hari sebagaimana yang dikemukakan Pak Sapardi di puisi yang sama,
Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa
alangkah malangnya hidup kita.
Demi tak terlalu se-woles itu dalam menjalani hidup, saya memungut beberapa hal yang saya dapatkan dari Ramadan. Siapa tahu hal-hal itu juga adalah hal-hal yang kamu dapatkan dari Ramadan kali ini. Jika pun tak sama, tak apa, toh tidak terlalu rugi menambah-nambah hal-hal yang kamu pungut untuk masuk dalam keranjang perjalanan hidupmu, bukan?
Berikut adalah tiga hal yang sering terabaikan ketika Ramadan.
Tumblr media
1. Tarawih
Salat yang jika dilihat dari makna asalnya berarti mengambil waktu untuk beristirahat atau santai, tentu adalah jenis ibadah yang paling sesuai dengan stereotipe bangsa kita, syantai. Mungkin karena itulah, jamaah salah tarawih selalu membludak. Hal ini terutama di awal-awal Ramadan. Tak jarang kita melihat ayah yang membawa anak-anak mereka ke masjid. Atau jamaah ibu-ibu yang lebih banyak dari biasanya sehingga membuat tabir pembatas harus digeser. Tentu pemandangan ini, bagi seorang muslim adalah fenomena yang menyenangkan.
Tumblr media
Akan tetapi, sebagaimana waktu, keramaian masjid itu pun fana. Ia akan sedikit-demi-sedikit menipis, hilang, entah ke mana. Jika dipikir-pikir, siklus seperti ini, adalah urutan yang aneh, jika tak mau dibilang menyedihkan. Bukan apa-apa, hal ini terjadi tak cuman setahun-dua-tahun, tetapi sepanjang pengamatan saya, sejak bisa memahami haus dan lapar kala Ramadan. Tentu kita harus memikirkan dan mengusahakan di tahun-tahun ke depan agar siklus yang sama sekali tak lucu ini, tidak berlanjut. Dan di sini kabar baiknya. Di beberapa masjid yang memang memiliki kajian rutin setiap minggu atau malah beberapa hari dalam satu minggu, penurunan jamaah seiring bertambahnya jumlah bilangan Ramadan tak begitu drastis.
2. Ngaji
Tumblr media
Saya, di luar Ramadan, butuh satu pekan untuk membaca satu juz Al Quran. Itu juga udah paling banter. Beda hal ketika Ramadan, satu juz bisa habis tuntas dalam dua puluh empat jam. Tentu frase “gak tahu deh entah setan apa yang bikin gw bisa ngelakui itu” tak tepat digunakan. Pertama, bukankah setan dibelenggu ketika Ramadan. Kedua, kalau pun masih ada setan yang berkeliaran, mosok setan malah manas-manasin kita untuk beribadah.
Tumblr media
Weitsss, jangan salah, usia (baca: pengetahuan tentang manusia) setan jauuuuuuh lebih tua dibanding maha guru marketing Philip Kotler. Tak usah heran, ikhtiarnya untuk memasarkan keburukan tidak hanya menggunakan pendekatan hard selling¸ tetapi bisa menggunakan pendekatan seasonal marketing. Jadi, jika memang lagi musim orang-orang beribadah, ya blio ini tak akan menghempang kecenderungan itu terang-terangan. Ia malah mendorong kita untuk melakukan itu, tetapi di akhir cerita, ia melakukan twist yang membuat kita tak mendapatkan apa-apa dari ibadah kita itu. Tentu hadits dari Rasulullah yang berbunyi, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, melainkan rasa lapar dan dahaga.” menjadi relevan dalam perkara ini.
Tumblr media
So, jika dia gak bisa bikin kita bodo amat tentang hal-ihwal mengaji, dia bikin kita supaya gak tertarik untuk memahami arti yang kita baca. Jika pada fase ini kita masih on fire (walah, ironis ya, api kan asal muasal you know who yang sedang kita omongin ini), ia akan mencegah kita untuk merenungi makna dari arti yang kita baca tadi. Jika kita belum juga mau berhenti dan terus move on, ya dia bakalan ngalang-ngalangin kita agar tak terlalu yakin untuk ngejalanin ajaran-ajaran Al Quran tadi dalam peri-kehidupan kita sehari-hari. Nah, lalu kalau kita masih on the track, gimana?
Sabar. Itu untuk bagian berikutnya, biar ini tulisan bisa dikasih tagline “3 hal-hal yang sering kita abaikan”. Kalau “2 hal-hal yang sering kita abaikan…” terlalu sedikit dan kurang catchy.
3. Ujub
Ih, padahal masih muda, kok bulan Ramadan gini malah gak puasa ya. Mana makannya di pinggir jalan gitu lagi. Gw juga capek juga kerja, tapi gw bela-belain puasa.
Gimana sih nih abang satpam. Pas gw masuk masjid dia masih aja sibuk ngurusin orang markirin mobil di depan masjid. Eh pas gw pulang, dia masih sibuk juga ngurusin orang ngeluarin mobil. Gak salat apa?
Bulan puasa gini di kereta bukannya bukan aplikasi Al Quran malah main game. Saya tuh ngebuang-buang waktu.
Tumblr media
Akrab dengan suara-suara seperti itu? Suara hati yang macam beginilah yang membuat segala amalan kepala jadi kaki, kaki jadi kepala yang telah kita lakukan, kering menjadi debu, tertiup angin, tak tersisa lagi. Merasa diri lebih baik dari yang lain. Merasa lebih alim dan rajin ibadah ketimbang yang lain. Merasa punya kesempatan masuk surga dan menghindari neraka yang lebih besar dari orang lain. Merasa probabilitas mendapatkan rida Allah yang lebih tinggi dibanding yang lain. Bukankah perasaan ini yang membuat Iblis terlempar dari kasih sayang Allah di surga?
Semoga kita bisa terus-menerus berjuang untuk tak memelihara suara-suara itu di hati kita. Semoga kita selalu diberi kekuatan sehingga ketika suara itu berkumandang, kita bisa menyahutinya dengan, “yaelah tong, ibadah elu tuh gak ada apa-apanya dibanding rahmat yang dikasih Allah ke elu. Kagak usah deh elu bandingin ibadah elu dengan ibadah orang lain. Mending lu bandingin kasih sayang Allah sama ibadah lu. Kagak malu apa lu.”
—-
Masih kuat?
Tenang.
Gak cuman Marvel aja yang bisa bikin postcript scene, saya juga bisa kok. Nih tambahan untuk ketiga hal di atas.
Iktikaf
Tumblr media
Iktikaf sebagaimana yang saya sebutkan di tulisan sebelumnya, adalah salah satu budaya baru di kalangan muslim urban. Bahkan, belakangan ada kabar viral tentang masjid yang menyediakan ini-itu untuk jamaah iktikafnya. Mulai dari beragam makanan ringan hingga berat, minuman segar hingga hangat, sampai-sampai tersedia pula Wi-fi gratis, tersedia di sepuluh malam terakhir Ramadan, cakeeeppp. Motif sebagian besar yang melakukan iktikaf tentu saja adalah mencari Lailatul qadar, malam yang keberkahannya melampaui seribu bulan itu (FYI, penyebutan “malam lailatul qadar” tidak terlalu tepat karena “lail” itu sudah berarti malam. Lailatul qadar juga tak tepat disebut “malam seribu bulan” karena merujuk surat Al Qadar ayat ke-3, “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan”. Jadi lebih, bukannya (pas) seribu.) Motif inilah yang membuat masjid-masjid yang menyediakan iktikaf lebih sepi ketika malam genap tiba (berbagai riwayat yang bersumber kepada Nabi, menyatakan bahwa malam mulia itu hadir pada malam-malam ganjil di sepuluh akhir Ramadan). Tentu saja iktikaf hanya di malam ganjil lebih baik dibanding tak iktikaf sama sekali, hehehe.
Tumblr media
Selain ingin mengejar Lailatul qadar, sebagian peserta iktikaf juga ingin meneladani Nabi, dengan melakukan perenungan terkait hal-hal yang sudah dilakukan selama setahun terakhir. Sehingga meminta ampun terhadap kesalahan-kesalahan di masa lalu adalah ibadah yang sangat dianjurkan ketika melakukan iktikaf. Di titik ini, bisa jadi orang-orang yang tak beriktikaf, tetapi berjaga sepanjang malam untuk beribadah di rumahnya, bisa jadi lebih mendapat manfaat ketimbang yang iktikaf tetapi bercanda-ria, ngobrol sana-sini, dan ber-haha-hihi di masjid.
Akan tetapi lagi-lagi kita harus berhati-hati. Setan bisa kembali bekerja di sini. Jangan sampai yang iktikafnya full merasa lebih saleh ketimbang yang beriktikaf di malam ganjil. Sementara yang iktikafnya di malam ganjil merasa lebih kece di hadapan Allah ketimbang yang sedang tak beriktikaf karena sibuk dengan kue lebaran, baju baru, hingga mengepak barang untuk siap-siap berangkat mudik ke kampung halaman. Berabe kalau sudah begini.
Oh iya, ini adalah hal terakhir terkait iktikaf yang perlu kamu camkan baik-baik!
Tumblr media
Kredit desain: @anugrahilham-blog
712 notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Transfer ilmu pengetahuan #RTM
RTM : Perempuan dan Kendaraan
“Dek, kita nyari velg yuk.” ujarku beberapa bulan yang lalu.
“Velg itu apa, Mas?” tanyanya polos.
Itu terjadi ketika beberapa bulan lalu ingin upgrade velg yang lebih besar untuk kendaraan.
“Ngerebus air buat apa, Mas? Buat mandir ya?” tanyanya sambil nyapu.
“Nanti mau disiram kebagian mobil yang penyok, ternyata bisa dibenerin sendiri. Nanti tinggal diteken dari dalam atau ditarik pake alat.” ujarku sambil melihat tutorial cara membetulkan penyok di bumper mobil di Youtube.
Itu terjadi ketika tanpa sengaja saya menyokin salah satu bagian kendaraan.
“Dek, tarikan gas mobil ini kayak ngajak balapan soalnya beda sama mobilnya ummi, meski sama-sama automatic, ternyata transmisinya beda. Punya kita A/T, punya Ummi CVT.”ujarku antusias.
“Transmisi itu buat apa ya, Mas?” tanyanya polos.
“Itu lho yang mindahin gigi.” ujarku.
“Ooo…” balasnya.
Dan masih banyak percakapan lainnya tentang dunia kendaraan. Dan perempuan (sejauh yang saya kenal) memang banyak yang tidak ambil pusing soal kendaraan dan selukbeluknya. Kalau motor mogok di jalan, ia tidak tahu apa yang terjadi. Kalau service ke bengkel, ia pun bingung menjelaskan. Bahkan mungkin tidak tahu nama bagian-bagian sparepartnya.
Dalam berumah tangga, hal-hal ini seperti ini menjadi bumbu tersendiri. Perawatan rumah, ia ahlinya. Tapi soal kendaraan, mau tidak mau laki-laki harus belajar. Kalau terjadi apa-apa, setidaknya masalah-masalah ringan, bisa mengurus sendiri.
Salah satu hal yang belum sempat saya ajarkan ke istri adalah cara mengganti ban mobil. Hal-hal yang bisa saya ajarkan tentang kendaraan, saya transfer dengan cara-cara yang menyenangkan.
Saya ajak dia ke toko ban dan velg, mengenalkan beragam jenisnya, ukurannya, PCD nya, dsb. Sekarang tiap kali berkendara, kalau melihat Velg bagus, selalu berujar antusias.
“Mas, mas, itu velgnya bagus!” ujarnya sambil menunjuk. Saya tersenyum sendiri.
Kalau lagi ngutak utik kendaraan di rumah, saya kenalkan bagian-bagiannya. Kalau gak bisa ini, apa yang harus di cek. Kalau ini eror, nama bagiannya apa dan gimana cara gantinya. Kalau air wipernya habis, dimana mengisinya. Kalau mengisi nitrogen untuk ban, berapa tekanannya. Dan hal-hal lainnya.
* * * *
Dalam berumah tangga, ada transfer pengetahuan yang sifatnya menyeluruh. Termasuk transfer ilmu pengetahuan umum, baik itu tentang memasak, dsb. Kalau laki-laki menjadi kapten, maka penting baginya untuk mengajarkan perempuan bagaimana menjadi kapten, agar dalam kondisi darurat ia bisa melakukannya. Kalau istri menjadi koki, penting juga untuk mengajarkan laki-laki menjadi koki, memasak di rumah. Agar dalam kondisi darurat, laki-laki bisa melakukannya, memasak untuk keluarga.
Berumah tangga, kita tidak hanya berbicara bagaimana mengajarkan pemahaman agama, tapi segala sesuatu yang menyeluruh. Berbagi dan saling menggantikan peran. Agar bahtera rumah tangga ini selalu siaga dalam kondisi apapun. 14 Agustus 2017 | ©kurniawangunadi
1K notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Nih mblo
Menikah itu Energi yang Melahirkan Sinergi
Belakangan lagi pro-kontra tentang pembahasan mengenai pernikahan yang “too much” . Iya Lika juga sepakat kalau akhir-akhir ini topik itu “too much”, ini mah buat catatan pribadi aja ko, karena lagi nemu aja sumbernya. Kalau dibiarin gitu aja suka lupa soalnya. Lika nulis memang tujuan awalnya buat jadi catatan pribadi, tapi kalau kemudian ada yang mendapatkan manfaat dari catatan Lika Alhamdulilah.. tapi sungguh ini ga ada maksud buat nambah-nambah “too much” nya topik pernikahan.hehe Judul diatas sama persis dengan salah satu chapter di buku bunda Tatty Elmir & Kurniawan Gunadi yang berjudul “Never Ending Hijrah”. Bukunya sangat direkomendasikan syekaliii. Review singkat : buku ini bercerita tentang kisah nyata sepasang perantau yang menambah list pasangan favorit Lika. Silvia Pamudji dan Reza Abdul Jabbar, keduanya asal Indonesia yang sukses membangun bisnis peternakan dan pertanian di New Zealand. Buku ini adalah sebuah catatan tentang bagaimana keduanya berjuang menghidupkan Islam di negeri paling selatan dunia itu.
Pertama kali Lika ngobrol langsung dengan beliau-beliau saat acara FIM Bandung bulan Ramadhan kemarin pada acara bedah buku “Never Ending Hijrah”, meski hanya lewat skype tapi energi keduanya kerasa banget dari NZ ke Bandung, ini serius! Lika ga bercanda sama sekali, semoga diberi kesempatan bertemu langsung keduanya di Invercargill. Nyata betul jika menikah itu energi yang melahirkan sinergi. Saat itu pertanyaan Lika pada keduanya : “apa bekal yang ditanamkan pada anak-anak untuk bisa tetap ‘survive’ di negri mayoritas non muslim?”. Keduanya kompak menjawab ‘Tauhid’. Tauhid bagi keluarga pak Reza sudah pasti harga mati ga bisa ditawar. Tauhid ini topik yang menarik banget jadi tulisan selanjutnya, jadi ga akan Lika bahas sekarang, next….
Pak Reza meyakini, pernikahan itu bukan cover zina. Pak Reza dan Bu Silvi menyepakati bahwa pernikahan itu adalah institusi yang melahirkan peradaban dengan meletakkan Al-Quran dan Sunnah Rasul sebagai dasar. Bu Silvi meyakini seyakin-yakinnya, bahwa pernikahan itu adalah kunci surga dunia hingga akhirat. Semakin cepat seorang wanita menyadari posisisnya, semakin cepat dia beriman. Semakin cepat dia beriman, maka semakin mudah hidupnya. Seseorang yang menerima aturan Allah itu hidupnya berlimpah kebahagiaan, kemuliaan serta berkah. Dan salah satu aturan Allah itu adalah kepatuhan seorang istri kepada suaminya. 
Pernikahan yang melahirkan energi diyakini Pak Reza, mampu melahirkan sinergi. Sinergi itu bukan 1 + 1 = 2, namun bisa 10, 100, 1000 bahkan beratus juta dan miliar kebajikan. Menurut Pak Reza, bu Silvi adalah perempuan yang luar biasa, miliknya yang berharga dan tak tergantikan kebahagiaan memilikinya dengan apapun, selain shalihah, patuh pada suami, Bu Silvi bagi Pak Reza adalah partner yang baik dalam segala hal.
***
Catatan bagi saya khususnya, atau bagi siapapun yang ingin mengambil hikmah. Ternyata mempersiapkan diri menuju pernikahan bukan hanya perkara memperbaiki diri, tapi juga membekali diri dengan ilmu agama dan pemahaman yang baik dalam menjalani kehidupan. Karena yang dibutuhkan suami kita nanti bukan hanya seorang ibu untuk anak-anaknya, bukan hanya urusan ‘domestik’. Tapi life partner yang bisa kompak menjalani perjalanan di dunia menuju akhirat. Kompak artinya ada dua individu yang sama-sama berusaha, meski awalnya memiliki pemahaman yang berbeda justru disitulah peran pernikahan. Dua individu yang lahir dari keluarga dan lingkungan berbeda, budaya berbeda dan sudah pasti karakter yang berbeda kemudian dipersatukan dengan pernikahan yang memiliki standar yang sama Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Sharing dengan teh Elma semoga menguatkan : perintah Allah untuk memantaskan diri itu memang benar adanya.
Mengapa ?
Karena hanya yang mulia di mata Allah, berhak atas yang terbaik. Dan yang oleh kita terlihat sebagai kurang baik, maka bisa jadi mata kita yang batasnya hanya bisa melihat dalam rentang waktu pendek saja, padahal orang itu bisa berubah. Atau Allah memang punya rencana untuk dia, yang sama sekali belum kita pahami kali ini.
Namun itu tidak menurunkan nilai pentingnya perintah Allah untuk memantaskan diri menjadi mulia. Karena kita sedang fokus menjalankan perintah Allah, bukan sedang fokus memenuhi hitung-hitungan kita. Berserah dirilah pada Allah, dan bersedialah menjalani kurikulum Allah yang Allah buat khusus untuk kita, “our own stairway to heaven”.  insyaAllah, ya Rabb guide me :)
495 notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Menyatukan Frekuensi
Pernah suatu saat saya terbayang, sebenarnya apa sih yang membuat Suciwati kala itu begitu mantap menerima pinangan Munir; lelaki yang “sukses” menjadi “buronan” aparat pemerintah karena keberanian level singa dalam mengungkap borok dalam kasus penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Tapi seketika rasa penarasan saya terjawab karena teringat sebuah kalimat, bahwa seorang lelaki bermental singa,…
View On WordPress
70 notes · View notes
titijunaeni · 7 years
Text
Takjub
Dalam hidup, seringkali kita begitu mudah takjub.
Pada mereka yang berpasangan dengan rupa-jasad ciamik nan mempesona, padahal tumbuhnya sakinah, mawaddah, dan rahmah, mutlak dalam genggaman Allaah, yang bahkan mereka tak sanggup menukarnya dengan mahar termahal di dunia.
Pada mereka yang mampu membeli rumah semegah istana, padahal istirahat yang nyenyak dan kententeraman jiwa mutlak dalam genggaman Allaah, yang bahkan uang-uang mereka tak sanggup membayarnya.
Pada gelar-gelar setinggi langit, padahal kemuliaan, kebermanfaatan, dan keberkahan ilmu, mutlak dalam genggaman Allaah, yang bahkan ijazah-ijazah mereka tak mampu menebusnya.
Belum lagi tayangan-tayangan di televisi yang hampir kompak menampilkan bahwa hidup tidak mewah dan serba mentereng itu patut dikasihani. Padahal barangkali, mereka yang tinggal di kolong jembatan itu lebih nyenyak tidurnya. Barangkali mereka yang tinggal di rumah kardus itu lebih mudah bersyukur dan berbahagia. Barangkali mereka yang makan nasi aking dan ikan asin itu lebih khusyuk shalatnya. Atau barangkali mereka yang tak pernah bersinggungan dengan bangku sekolah itu lebih beradab dan luas kebermanfaatannya.
Karena manusia seringkali terjebak dalam ukuran-ukuran kebahagiaan dan kekerenan yang rumit serta memusingkan.
Maka jangan lupa memohon pada Allaah hati yang selalu merasa cukup dengan rezeki yang halal, sesederhana dan setidak keren apapun itu bentuknya. Agar kita tak mudah takjub dan tergiur pada yang megah-megah, padahal sebenarnya ia syubhat, apalagi haram. Sebab yang meragukan itu melalaikan, yang haram itu menyengsarakan.
Biarlah yang halal itu remeh di mata orang lain, asal kita berbahagia menikmatinya. Biarlah yang halal itu tak enak di lidah orang lain, asal menegakkan punggung kita untuk ibadah. Biarlah yang halal itu tak istimewa di mata orang lain, asal memilikinya menjadi penenteram jiwa. Biarlah yang halal itu membuat kita menjadi bukan siapa-siapa di mata manusia, asal kita selalu ingat siapa diri kita di hadapan-Nya. Biarlah yang halal itu kecil di mata orang lain, asal besar berkahnya di sisi Rabb kita.
Mudah-mudahan kita tak termasuk barisan manusia yang mudah takjub dengan perbendaharaan dunia yang menyilaukan mata itu.
533 notes · View notes