Tumgik
terjebakkamu · 7 months
Text
Rambling thoughts (16)
Refleksi diri
Beberapa minggu terakhir, aku kehilangan pijakan. Sesuatu yang tidak aku pahami adalah—aku tidak menyadari kalau aku sedang runtuh. Keseharian diharapkan dengan cepat berlalu, susah menangkap ilmu dan saat pulang hanya ingin tidur. Setiap hari, setiap saat.
Sekarang aku iri dengan teman-temanku yang dengan terbukanya berkata: "aku sedih, aku lelah, aku marah, aku ingin menangis (sampai benar-benar menangis), aku panik." Sedangkan aku, diriku kehilangan grasp emosi dalam jiwaku.
Hatiku rasanya tak pernah lapang, bagai menunggu bom meledak yang entah kapan terjadi. Saat bom itu terpicu, hati ini tambah bergemuruh—takut, kalut. Akhirnya dengan perasaan bingung seperti itu, keluarlah air mata kecemasan. Aku sampai di kesimpulan bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.
Dalam keadaan super chaos aku baru menyadari, aku sangat terlambat. Alasan kenapa aku tidak menikmatinya, tidak bisa membuat ilmu itu masuk ke dalam kepalaku, tidak bisa berdoa khusyuk untuk meminta kelapangan hati adalah: aku tidak paham apa yang sedang terjadi pada diriku. Dalam hati kecilku, aku mempunyai secercah harapan bahwa aku bisa, aku baik-baik saja, aku bisa melewatinya layaknya orang sebelumku. Aku melakukannya secara tidak sadar. Kata "baik-baik saja" tidak terlalu membuat efek yang baik pada mentalku.
Mengeluh kepada Allah pun terasa tak tuntas. Meskipun begitu, Allah tetap mengabulkan doaku agar hatiku lapang dan ridho akan ketentuannya. Aku benar-benar memohon agar hal ini cepat selesai, dengan hati yang lapang dan ridho. Alhamdulillah, sebentar lagi selesai. Sebentar lagi, tahanlah sebetar lagi.
Allah, maafkan aku, aku melupakanmu, aku benar-benar tidak mengandalkanmu, maafkan aku, ampuni aku ya Allah..
8 notes · View notes
terjebakkamu · 10 months
Text
Tentang Maaf(ku)
Memaafkan barangkali tentang berdamai dengan keadaan. Memeluk ikhlas sedalam mungkin sembari mengulum rela pada semua hal yang sudah menempa.
Menjadi terbiasa atas apa-apa yang menoreh luka. Menghapus dendam walau berulang kali harus menguatkan diri untuk menerima segalanya dengan lapang dada.
Memaafkan barangkali proses paling sulit bagi sebagian kita. Ia adalah proses berdamai tanpa tapi. Proses yang tidak jarang justru menghadirkan benci.
Tapi lagi-lagi. Tidak semua maaf berarti menyembuhkan. Tidak semua maaf berarti kembali bersinggungan.
Adakalanya kita hanya perlu memaafkan tanpa harus memulai segalanya seperti awal perkenalan.
Adakalanya kita hanya perlu memaafkan tanpa perlu lagi melibatkannya dalam perjalanan.
Adakalanya kita hanya perlu memaafkan tanpa perlu lagi mengetahui perihal langkahnya dalam mengarungi kehidupan.
Sungguh memaafkan tidak pernah mudah. Ia adalah proses panjang yang dilalui berulang kali dengan ribuan jeda. Ia adalah proses berdamai dengan diri sendiri walau terlampau lelah.
Dan aku memaafkanmu. Jauh sebelum kalimat-kalimat penyesalan kau suguhkan di hadapanku.
Aku memaafkanmu. Tapi untuk merencanakan sebuah temu, aku tidak pernah mau.
11:41 p.m || 21 Mei 2021
127 notes · View notes
terjebakkamu · 10 months
Text
Bertumbuh (1)
Kepalaku riuh, hatiku gemuruh. 
Ada janji yang telah kubuat pada diriku sendiri. Janji untuk mengadopsi kekuatan avatar, agar mampu mengendalikan tanah, udara, air, api dan emosi (?). Kurasa setelah duapuluhempat tahun bernafas di dunia, setelah melewati hujan, terik, badai, petir lengkap dengan geledeknya. Alhamdulillah semua masih baik-baik saja, meski banyak hal yang harus diperbaiki pada akhirnya. Tapi pada proses bertumbuh kali ini aku sempoyongan. Kamu tau kenapa..
Menahan emosi menghadapi manusia keras kepala? Bukan.
Menyelesaikan deadline dengan situasi serba berantakan? Tidak.
Membereskan banyak hal yang tak karuan? Tidak juga.
Mencoba memberi pendapat ke orang tua? hmm ada yang lebih menyesakkan.
Mbler… kuberi tahu satu hal, bertumbuhku kali ini sungguh berat. Saat kepala riuh dan penuh akan banyak hal. Saat hati gemuruh dengan segala permasalahan. Tapi mulut dipaksa agar tetap diam dan tenang. Ah semua ini sungguh menyebalkan.
38 notes · View notes
terjebakkamu · 10 months
Text
Sehangat mentari.
Jika kamu merasa masih ada kekurangan dalam diri, tak mengapa. Itu tandanya kau memiliki kesadaran dan kedewasaan dalam memperbaiki diri.
Namun, saat kamu sedang di tengah proses untuk memperbaiki kurangnya diri, ingatlah selalu bahwa apa yang telah kamu lakukan ke belakang juga sudah luar biasa.
Bahkan, bagi orang sekitarmu, mungkin kau sehangat mentari. Oleh karenanya, senyummu juga penting untuk selalu merekah cerah.🌞☀️
@faramuthiaa
Bogor, 23 Juli 2023 || 01.30 wib
129 notes · View notes
terjebakkamu · 11 months
Text
#RandomTalk
mengingat momen saat kuliah dulu, masa masa dimana aku banyak menyimpan kecemasan. salah satu kecemasan yang paling melekat adalah penampilan dan berat badan.
karena sudah membawa bekal "insecure" sejak SMA, lingkungan yang positif sangat membantu mengurangi rasa minder soal penampilan, ditambah akhirnya menemukan gaya berpakaian yang "aku banget" sudah otomatis membuatku lepas dari segala macam trend fashion kekinian, melompat ke niche spesifik : gamis polos + khimar. Beres dan anti ribet.
masalahnya adalah, gamis akan terlihat bagus jika yang menggunakan badannya ramping atau kurus. walaupun nggak ada yang ngatain aku gendutan saat pakai gamis, tapi tetep aja ngerasa kecewa sama diri sendiri kalau BB naik.
mulai terobsesi dengan diet ekstrim berkedok pola makan sehat. kalau diingat ingat, aku sangat berusaha hepi tapi nggak hepi sama sekali. terjebak di lingkaran perasaan bersalah.
stress kuliah >> cemas >> makan dan nyemil banyak >> cemas karena makan banyak >> diet >> BB turun sebentar >> stress lagi >> makan banyak >> begitu seterusnya.
blackpink baru saja debut waktu itu, figur orang kurus itu cantik mulai merasuk ke pikiran. saat liburan semester, kusempatkan ikut katering diet, oh tentu saja berat badan turun tapi cuman sebentar wkwkw. untuk mengerem kebiasaan ngemil, kucoba puasa daud yang cuman bertahan 3 bulan. kuliah sambil puasa daud itu berat bangeet asli. mendekati semester akhir ikut program dietnya herbalif* sekaligus zumba, kadar lemak berhasil turun beberapa waktu, tapi aku semakin stress kalau nggak ngemil, kuputuskan menghilang dan nggak melanjutkan program itu lagi
ada yang salah dengan diriku.
singkat cerita, aku ada disebuah ruangan bersama terapisku. menceritakan salah satu kecemasanku tentang berat badan dan pola makan yang kacau. beliau memberitahu yang intinya berat badanku akan turun sendiri nanti, kalau sudah sehat mentalnya.
itu perkataan beliau sekitar 4 tahun yang lalu. sesuatu yang baru kusadari, saat ini adalah fase ternyaman antara aku dan tubuhku sendiri. kalau diakumulasi kurang lebih turun 10kg, dari 65kg-55kg tanpa diet. ternyata saat aku tidak merasa stress dan mencoba cemilan/minuman manis agak banyak, rasanya sangat aneh bahkan eneg. tidak seenak ketika sedang cemas atau stress.
pola defisit kalori jangka panjang yang tanpa kusadari membuat berat badanku turun sebanyak itu. bertepatan dengan acara pernikahan sepupu, aku makan beberapa porsi dari hidangan prasmanan, dan dipuji budhe budhe katanya "enak ya, makan banyak tapi tetep kurus"
waah siapa yang nggak seneng dipuji sedemikian rupa hahaha, dulu setiap lebaran takut banget dikatain/di jduge gendutan sama budhe budhe. sampai berusaha menghindar kalau ada kumpul keluarga besar.
sama seperti kesehatan fisik, kesehatan mental yang bermasalah jika diupayakan untuk sembuh, dampaknya sangat signifikan ke kualitas hidupku, ke pola makanku, ke cara pandangku terhadap diriku sendiri.
seperti ini ya rasanya, hidup nyaman dengan tubuh sendiri, lepas dari rasa cemas dan bersalah yang berlebihan. benar benar perasaan senang yang intens, bukan senang sesaat seperti makan cemilan ketika stress.
12 notes · View notes
terjebakkamu · 1 year
Text
Ketika kamu berdoa agar dipertemukan dengan yang terbaik untuk dunia dan akhiratmu, bersiaplah kehilangan orang yang menurutmu baik. - anonim
Karna pada akhirnya, kita tau bahwa Allah maha mengetahui. Bahwa yang menurut kita baik belum tentu baik untuk kita dan menurut Allah.
247 notes · View notes
terjebakkamu · 1 year
Text
137.
Surat terakhir teruntuk pemilik rambut ikal.
***
Kal, lepas kepergianmu amarah dan bara dendam tak pernah lenyap dari sanubari. Patah-patah sempat ku eja namamu di hadapan Tuhan agar semoga sakitku bisa kamu rasakan juga kelak, di kemudian.
Tak cukup sampai di situ, ku minta agar semesta tak lagi berpihak padamu di mana pun kesempatan yang ingin kamu gapai. Singkatnya aku berharap kamu kehilangan arah dan tujuan dalam mengarungi kehidupan.
Setelah lebam dan pergi yang masih belum bisa ku ikhlaskan aku memilih menjadi penjahat untukmu. Semakin menjadi jahat ketika kenyataan menunjukkan, benar, perempuan itu yang akhirnya dipilih menjadi teman seperjalanan. Maka, memaafkanmu seperti kemustahilan yang bisa ku lakukan.
Bagaimana bisa? Seseorang yang ku harap akan menjadi pendamping hidupku kini bepaling. Membayangkan hal itu saja aku tak pernah namun realitanya demikian. Aku sedang tidak bermimpi.
Kal, sehancur itu aku pernah. Memarahi diri sendiri. Menyalahkan kerumpangan diri dan berlutut agar kamu mau kembali menemani. Si perempuan ini pernah menjadi paling bodoh demi semestanya, kamu.
Bertahun ku selami penyesalan demi penyesalan itu. Berpuluh hari ku renungi di mana letak kesalahan fatalku hingga kamu melangkah pergi? Hal itu justru membuatku semakin menjadi-jadi. Aku menutup diri.
Kal, aku cukup menyesal karena terlambat melapangkan hati. Aku terlalu lama mengutuk dan tidak menghargai diri sendiri. Sampai kemudian seseorang menyadarkan bahwa kamu adalah jembatan untuk kemudian kami berawal.
Kal, jika bukan karena kehilanganmu aku tak akan sampai kepada aku di hari ini. Memaafkanmu begitu sulit tetapi hari ini aku belajar untuk memaafkan sepenuh hati sebab tidak ada kebaikan dari dendam dan kebencian yang terpendam.
Maafkan keterlambatanku perihal menyadari jika kamu pastilah memiliki alasan kenapa bisa berlaku demikian. Aku sudah merelakan mimpi dan angan yang ingin sekali ku gapai bersamamu. Aku sudah mengubur semua dongeng yang ingin ku wujudkan denganmu. Pun aku sudah merobohkan bangunan rumah yang sempat dirancang bersama-sama.
Aku tak seharusnya mendoakan yang tidak baik walau kamu sudah berlaku tidak baik. Sebaliknya, aku seharusnya mendoakan kebahagiaan untuk jalan hidup yang kamu pilih meski itu bukanlah bersamaku.
Selalu ada pelajaran dari tiap-tiap pertemuan. Prosesnya tidak sebentar dan aku sempat kewalahan. Keikhlasan membuat keberanian datang lalu membawaku melesat dengan sangat cepat. Jika menengok ke belakang aku sudah jauh sekali berjalan mengalahkan semua ketakutan dan kekhawatiran tak beralasan.
Lepas ini, di ujung jalan sana telah ada yang menungguku. Seperti katamu, aku harus memulai kembali sedari awal. Aku berbenah, Kal, dan menyemai banyak makna. Aku sangat berhati-hati dan memintal banyak kekuatan untuk bisa melangkah terarah seperti sekarang.
Terakhir, bagaimana pun kamu dan segala kenangan adalah cerita hidup yang tidak bisa aku hilangkan. Aku senang pernah berdampingan. Kini, selamat jalan, Ikal 🌻.
Dingin, 05.00 | 24 Februari 2023.
92 notes · View notes
terjebakkamu · 2 years
Text
perpisahan ini bukan tentang aku yang meninggalkan kamu atau kamu yang meninggalkan aku. perpisahan ini tentang aku yang harus meninggalkan perasaanku, juga harapan yang seluruhnya masih tentang kamu
1 note · View note
terjebakkamu · 2 years
Text
Bapak Ibu
Di tengah dunia yang semakin menyeramkan, dihantam depan belakang dan kanan kiri, bahkan seringkali babak belur dan sekarat. Selama aku masih mempunyai bapak dan ibu di dunia, aku kuat.
Aku kuat karena doa-doa mereka
Aku kuat karena pelukan mereka
Aku kuat karena cinta dan kasih sayang mereka
Aku akan tetap baik-baik saja, meskipun harus dengan mengeluh, menangis dan amarah.
Bapak ibu akan selalu menjadi orang pertama yang memeluk dan menguatkan aku saat aku hampir menyerah dan kehilangan arah.
Bapak ibu akan menjadi orang pertama yang marah dan terluka saat aku merintih kesakitan karena luka yang ditusuk para bedebah.
Bapak ibu pula yang akan selalu percaya saat aku sendiri tidak percaya diri, yang akan selalu memastikan aku baik-baik saja dan terus bahagia.
Bapak ibu selalu mengingatkan aku untuk tetap baik dan memaafkan. Meskipun aku tau amarah dan tangisan mereka lebih memilukan saat melihat anak perempuannya penuh cucuran airmata, terisak-isak menceritakan kalau ia lelah dan ingin menyerah karena ulah seseorang.
"Pak, buk Nisa minta maaf" hanya kalimat itu yang bisa aku ucapkan berulang kali.
"Ngga papa kalau gagal, buat pembelajaran, sing kuat dan semangat. Bapak ibuk selalu mendoakan semoga kamu terus diberi kesabaran, kekuatan dan iman. Allah akan ganti dengan yang lebih baik diwaktu yang tepat"
Jadi, kalau aku terlihat kuat dan tabah ada bapak ibuk yang jauh lebih kuat dan tabah. Aku tau bapak ibuk sangat terluka dan kecewa tapi mereka menutupinya karena tidak ingin melihatku menangis dan semakin merasa gagal dan kecewa.
Tapi aku melihat dan mendengar ibuk bersujud di sepertiga malam dengan khusyuk diiringi airmata mendoakan aku, mendoakan agar anak perempuannya ini senantiasa bahagia dan diberi kelembutan hati untuk menerima segala takdir dan diberi kekuatan untuk tetap menjadi baik serta dikelilingi dengan kasih sayang dan cinta. Ibuk mengadukan bahwa anak perempuan adalah sosok perempuan dengan hati yang sangat sensitif, mudah sekali untuk orang memanfaatkan.
Terimakasih bapak ibuk atas cinta dan kasih sayang yang sangat luar biasa yang membuatku bisa melewati setiap dinamika kehidupan dengan baik.
Bismillah.. semoga anak perempuan kalian ini bisa membuat bapak ibuk bangga dengan menjadi orang yang baik dan penuh kebermanfaatan. aamiin
4 notes · View notes
terjebakkamu · 2 years
Text
Memilih untuk tidak mempunyai anak
Kemarin ngobrol-ngobrol asik bersama temen-temen di UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Banyumas tentang relationship. Dari mereka hanya saya yang terindikasi masih sendiri (single), jadi ada salah satu teman yang menawarkan seseorang untuk dikenalkan, barangkali cocok dan berjodoh.
"Orangnya ganteng kok, bersih, tinggi tapi dia duda karena istrinya meninggal dan udah punya anak"
Aku menjawab dengan lelucon karena menganggap hal itu ya hanya lelucon karena aku yang tidak pernah terlihat memamerkan sosok pasangan.
"Ya ampun mas, aku sebegitu terlihat ngenesnya kah sampe mau dikenalinnya ke duda?, aku loh berniat ngga pengen punya anak nanti kalo udah nikah" jawabku santai
Seorang teman yang lain menambahkan
"Iya ngga cocok mas ngawur, wong Nisa ngga pengen punya anak malah mau dikenalin sama duda anak satu"
"Loh justru itu Nis, kamu ngga perlu hamil melahirkan menyusui langsung ada anak tinggal melanjutkan"
Mendengar ucapannya seketika aku mengernyitkan dahi.
"Ih mas aneh, aku ngga pengen punya anak bukan karena aku ngga mau hamil melahirkan dan menyusui tapi lebih dari itu yaitu parenting. Lihat sekarang jaman semakin gila-gilaan, orang-orang semakin menjadi-jadi aku takut ngga bisa jadi orangtua yang bisa mendidik anakku menjadi orang yang baik dan selamat dunia akhirat"
Aku menyadari pola pikir seperti aku ini mungkin tidak benar, apalagi setauku menurut agama salah satu tujuan menikah adalah untuk menjaga keturunan. Mungkin karena terbatasnya ilmu yang aku miliki membuat aku mempunyai pikiran seperti itu. Aku menyadari di zaman sekarang menjadi manusia yang baik dan tetap berada di jalan yang lurus aja babak belur bukan main. Banyak sekali tantangan untuk menjadi baik di zaman yang sudah gila ini.
"Disini semua mahal, yang murah cuma satu: nyawa manusia ( dalam buku Selimut Debu, Impian dan Kebanggaan dari Negeri Padang Afganistan)"
Tapi hati manusia mudah terbolak-balik bukan? Barangkali nanti mas(a) depanku mampu meyakinkan dan menuntun aku untuk bersama-sama saling menguatkan, mengingatkan, membersamai untuk mendidik buah hati dengan penuh cinta.
Purwokerto, 091022
0 notes
terjebakkamu · 2 years
Text
#tentangpernikahan : Sebuah Makna Bersama
Bersama setelah menikah, tak hanya berarti hanya tidur bersama. Menonton youtube bersama. Makan sepiring bersama. Pokoknya yang bahagia-bahagia bersama.
Bersama setelah menikah bagiku adalah menerima segala bentuk rezeki dan ujian yang diterima salah satu pasangan bersama.
Akad yang telah tergelar, menandakan sebuah tanggung jawab agung yang harus diemban oleh masing-masing bersama, terutama suami yang bertanggung jawab atas istrinya setelah menikah, tak hanya menafkahi fisik, namun juga kebutuhan jiwanya.
Baik dan buruknya, adalah juga bersama menjadi bagian kita. Tak bisa hanya ingin menerima baiknya, tanpa menyadari bahwa setiap orang itu mempunyai kekurangan dan kelemahan. Bersama saling belajar dan memperbaiki apa yang harus dirubah.
Sakit dan sehatnya, adalah juga amanah kita bersama. Bagaimana kita bisa menjaganya untuk selalu sehat, dan juga bagaimana kita harus sanggup merawatnya saat ia sakit, bagaimanapun kondisinya. Bersama menanggung setiap ujian yang menimpa pasangan, terlebih bila harus sampai dirawat di rumah sakit. Kecilnya perhatian dari pasangan itu bisa menjadi sebuah penyemangat besar untuk bisa pulih.
Bersama dan sendirinya, sangat membutuhkan kepekaan kita. Tak serta merta saat meninggalkannya sendirian di rumah dan ia tak pernah protes, berarti bahwa ia mau selalu menerima untuk ditinggal sendiri. Bukankah ia juga butuh rasa aman dan perhatian? Siapa yang tak senang jika hari-harinya diisi dengan kehadiran pasangan? Dan juga, sekalipun bersama di rumah, bukan hanya dengan asyik sendiri dan saling diam.
Bersama, bagiku, tak hanya berarti 'berdua'. Namun lebih dari sekedar itu.
Bersama melewati setiap suka dan duka, mencari pelipur bersama atas setiap luka.
Bersama mengemban amanah dari Yang Kuasa, saling menyemangati bila lelah melanda.
Bersama bertumbuh dengan kasih sayang, merawat cinta yang mulai pudar terkadang.
Bersama denganmu tak pernah mudah, namun aku tak ingin kita begitu saja menyerah.
Malang, 21 Oktober 2020.
@shafiranoorlatifah
@hellofira, menuju 2 tahun bersama.
187 notes · View notes
terjebakkamu · 2 years
Text
Kualitas Ibu Menentukan Kualitas Anak
Bismillah..
Mau coba sedikit sharing yang agak panjang (?) dari hasil seminar online di chatroom Paltalk dan YM yang sudah lama berlangsung. Tema ini dibawakan oleh Ibu Dra. Wirianingsih yang akrab disapa dengan sapaan Ibu Wiwi. Kenal dong yah sama Ibu Wiwi, seorang ibu dengan 10 anak penghapal Qur'an. Selamat membaca :)
Dalam surat  An Nisa’: 9, Allah mengingatkan agar orangtua tidak meninggalkan anak yang lemah di kemudian hari, baik itu lemah iman, lemah akal, lemah  pikiran, lemah fisik, ataupun lemah mental. Hal ini jelas sangat  berkaitan dengan peran ibu, karena anak melekat erat pada ibunya secara  fisik, maupun secara psikis.
Diingatkan pula bahwa yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang adalah kualitas ayahnya karena kualitas ibu tidak dapat berdiri dengan  sendirinya. Dia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan  antara laki-laki dan perempuan. Hal ini disebutkan oleh Allah dalam surat An Nisa’: 34 bahwa “Laki-laki itu adalah pemimpin kaum perempuan di dalam rumah tangga atau keluarga.” Jadi kaum laki-lakilah yang menduduki posisi sebagai decision maker yang akan menjadi penentu arah pembinaan keluarga.
Rasulullah saw juga mengingatkan kepada para sahabatnya bahwa “Carilah kalian tempat perhentian yang baik, karena  darinya engkau akan mendapatkan keturunan yang baik pula.”
Hal ini  dilakukan jauh sebelum menikah sehingga jika kita mau menentukan kualitas ibu juga harus dipertimbangkan kualitas dari laki-lakinya.
Dalam konteks ibu sebagai sebuah institusi. Kita sering mendengar kata “ibu negara”, jika kita mendapati ibu yang baik maka negara juga akan baik. Jika ibunya rusak maka negara juga akan rusak. Hal itu setidaknya dalam konteks bagaimana negara memperhatikan kaum wanita dengan sebaik-baiknya perlakuan. Sehingga mereka berhak mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya, karena kelak mereka akan menjadi seorang ibu yang berkualitas, cerdas dan berdaya guna, serta bertakwa kepada Allah.
Kata kualitas yang telah disebut sebut di atas memiliki definisi. Definisi kualitas disini ada tiga. Definisi berkualitas dalam konteks ibu secara individu yang pertama yaitu konteks ibu sebagai hamba Allah. Hubungan kedekatannya dengan Allah akan mencerminkan kepribadiannya, kemudian akan terpancar dan menurun kepada anak-anaknya.
Definisi yang kedua adalah dalam konteks ilmu yang dimiliki. Dengan cara membedakan kata-kata pintar dan cerdas inilah, akan dipaparkan arti penting sisi keilmuan seorang ibu  yang berkualitas. Pintar belum berarti cerdas namun cerdas sudah  pasti pintar. Banyak lulusan S1, S2 dan S3 yang pintar tapi sayangnya mereka tidak cerdas. Dalam pengertian Rasulullah saw, cerdas yaitu orang yang membekali hidupnya dengan sebaik-baiknya kemudian ia bersiap-siap untuk menghadapi kematian. Hal ini menjadi berbeda jika dibandingkan dengan definisi cerdas yang dikemukakan oleh pakar pendidikan, yaitu kemampuan individu untuk mengambilkan suatu keputusan secara cepat dan tepat, dengan segala resikonya. Cerdas yang dimaksudkan di sini yaitu cerdas mengelola dirinya, mengatur waktunya dan cerdas menekan orang lain untuk menuntun mereka dalam kebaikan kemudian merajutnya menjadi sebuah kekuatan  besar membangkitkan bangsa ini untuk mendapatkan ridha Allah.
Kemudian definisi ketiga adalah berkualitas dari sisi fisik yaitu sehat badannya. Jangan sampai potensinya besar tetapi sakit-sakitan. Hal ini tidak dapat dimanfaatkan oleh orang lain atau umat. Berkualitas dari sisi fisik akan menopang kualitas keimanan dan ilmu yang ada untuk dapat melakukan aktifitas-aktifitas beramal. Karya dari suatu pemikiran hanya akan dapat dibuktikan ketika beramal. Dan yang melakukan ini adalah jasad atau fisik.
Intinya, kualitas orang hidup sebagai seorang individu adalah bertakwa, cerdas, berakhlak dan berdaya guna.
Dari ketiga hal inilah maka dapat dikatakan bahwa kualitas ibu tidak dapat berdiri sendiri dalam konteks  individu karena terkait dengan pemberdayaan dirinya di dalam keluarga. Hubungannya dengan anak, jelas di sini dapat dikatakan kualitas ibu menentukan kualitas anaknya. Jangan sampai masih ada perbedaan kualitas pendidikan anak laki-laki dengan anak perempuan dalam pengertian peningkatan pendidikan mereka dalam kategori takaran  yang sama. Jika ingin melakukan perubahan besar terhadap kualitas anak  perempuan atau kualitas ibunya, hal ini di mulai dengan dengan melakukan perubahan pada paradigma cara mendidik anak-anak di rumah. Terutama pada anak laki-laki karena ia nanti akan menjadi bapak atau suami. Bagaimana ia memperlakukan istrinya sehingga kelak istrinya dapat menjadi ibu yang berkualitas. Begitupun berlaku pada anaknya, bagaimana ia mendidik anak perempuannya, sehingga ia menjadi anak yang  berkualitas. Hal ini jelas berjalan beriringan.
Dari berbagai kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an, sebagai contoh adalah bagaimana seorang ibunda Hajar yang berkualitas yang dipilih oleh seorang suami yang berkualitas seperti Nabiyullah Ibrahim. Kemudian melahirkan seorang anak yang berkualitas yaitu Nabiyullah Ismail, yang kemudian menurunkan Rasulullah SAW.
Sejarah Salafusshalih yang  termasuk di dalam 30 tokoh-tokoh besar yang berkualitas juga karena mereka memiliki ibu-ibu yang berkualitas, yang dibarengi pula dengan bapak-bapak yang berkualitas sekelas imam Syafi’i misalnya. Beliau ditinggal wafat ayahnya usia 6 tahun, namun seluruh isi kepala ayahnya sudah diwariskan kepada ibunya, agar meneruskan pendidikan anaknya sehingga menjadi ulama besar yang kita kenal seperti sekarang ini dan mahzhabnya pun dipakai di Indonesia.
Hasan Al-Banna pun memiliki ayah dan ibu yang berkualitas. Bapaknya seorang ulama dan ibunya seorang yang cerdas. Jadilah ia seorang ulama besar, arsitek peradaban pada awal abad ke-20 yang telah mampu melakukan perubahan peradaban Islam yang ada sampai sekarang.
Jadi kesimpulannya, jika kita ingin menjadi ibu yang  berkualitas, mulailah dengan mendekatkan diri kepada Allah, mohon petunjuknya ke jalan yang lurus. Dan hanya orang-orang yang diberi petunjuk ke jalan yang luruslah, yang senantiasa mengajak orang lain untuk bersikap lurus.
Ada satu pertanyaan menarik (menurut saya) yaitu pertanyaan mengenai peluang menjadi ibu  yang berkualitas dengan disesuaikan permasalahan kesibukan ibu di luar rumah dari salah seorang peserta. Dalam pandangan Ibu Wiwi, bahwa tidak boleh dipisahkan antara kegiatan di luar rumah dengan pendidikan anak. Sebisa mungkin menyatukan keduanya. Karena sesungguhnya ketika seorang ibu sedang aktif di luar rumah, adalah salah satu cara mengajarkan kepada anak-anak bahwa hidup itu harus bermanfaat bagi orang lain. Di sisi lain, seorang ibu jika bertemu dengan anaknya secara fisik, harus berkualitas pertemuannya dengan anaknya. Misalnya kapan anak menyetorkan hafalannya, kapan orang tua mengajarkan mereka memasak di rumah, kapan waktu untuk  jalan-jalan bersama keluarga, kapan orang tua belajar dengan anak-anak. Jadi semua kegiatan tidak bisa dipisah-pisahkan.
Anak-anak pun akan memahami jika ibunya aktif di luar rumah adalah salah satu cara  untuk meningkatkan kualitas diri, sama dengan ketika anak-anak sedang beraktifitas di luar rumah. Karena orangtuanya pun beranggapan bahwa  mereka beraktifitas di luar rumah untuk meningkatkan kualitas dirinya. Jadi mereka pun tidak merasa ditinggalkan oleh ibunya.
Sebaliknya  tidak bisa dijamin pula, jika ibu tidak pergi ke mana-mana ia dapat  menjadi ibu yang berkualitas. Banyak kecelakaan kecil yang terjadi, justru ketika ibu sedang berada di rumah. Hanya Allah-lah yang mampu menjaga anak-anak kita dengan baik. Kembali beliau mengingatkan bahwa yang sangat berpengaruh di sini adalah faktor kedekatan seorang ibu kepada Allah. Anak adalah titipan Allah maka jagalah hubungan kita dengan Allah. Maka Allah akan menjaga kita. Kebanyakan kesalahan yang ada adalah mengukur kualitas ibu dengan anak dari frekuensi pertemuannya. Namun standar ini menjadi lain jika memang seorang ibu, diberikan potensinya oleh Allah untuk beraktifitas di rumah saja.
Sederhananya jangan mendzalimi diri sendiri dan orang lain. Maksudnya di sini adalah dzalim jika ia bisa membawa ember 100 namun ia hanya membawa 10 ember, begitupun sebaliknya jika ia hanya bisa membawa 100 namun ia justru membawa 1000 ember.
Ada tips yang beliau berikan yaitu dengan cara maping waktu dengan merencanakan rentang waktu. Maping waktu berguna untuk melihat sebanyak apa interaksi ibu dengan anak. Ternyata seluruh kegiatan kita sesungguhnya lebih banyak bersama anak. Kemudian buat rentang waktu yang disesuaikan dengan umur Nabi Muhammad SAW, dibagi menjadi 3 rentang waktu yaitu 0-20 tahun yang sesuai dengan rentang umur yang telah diutarakan oleh imam Ali untuk membentuk kepribadian anak, 20-40 tahun di sini lah waktu untuk menimba ilmu atau wawasan sebanyak-banyaknya, 40-60 tahun adalah usia produktif yaitu usia di mana seseorang telah dapat memberikan kontribusi berbakti untuk umat atau kepentingan terbaik dakwah.
Intinya adalah jika ingin memanage suatu kegiatan dilihat dari sejauh mana kita melihat kualitas waktu kita.
Dari kegiatan ibu di luar rumah pertanyaan peserta selanjutnya beralih kepada tahapan-tahapan cara mendidik anak hingga bisa menghafal Qur’an dalam usia yang masih muda. Ibu pemilik 4 cahaya mata yang telah Hafidz Qur’an ini menjabarkan secara gamblang tentang tahapan-tahapan itu, yaitu tahapan memilih pasangan, kekompakan visi suami istri dalam membentuk keluarga Qur’ani, kemudian mencarikan lingkungan untuk anak yang juga dekat dengan Al Qur’an, yang terakhir adalah rajin ke toko buku.
Dengan rajin membawa anak-anak ke toko buku maka akan memperluas wawasan anak. Diharapkan dengan banyaknya  mereka berinteraksi dengan dunia ilmu maka akan dapat memotivasi mereka dalam menghafal Qur’an. Ketika ingin memiliki keluarga Qur’ani maka seyogyanya harus mencari pasangan yang memiliki visi yang sama. Tentunya haruslah seseorang yang bertakwa. Kekompakan di dalam rumah bisa di mulai dari kedua orang tuanya, misalnya dengan senantiasa memutar murottal di rumah, di dalam rumah tidak ada gambar-gambar yang syubhat, makanan dijaga dari hal-hal yang haram dan syubhat, jika ingin mendengarkan musik, juga musik-musik yang Islami, yang dapat  mendekatkan anak kepada Allah.
Sekian sharingnya, semoga bermanfaat.
414 notes · View notes
terjebakkamu · 2 years
Text
yang sudah hilang, jangan dicari lagi. mungkin itu adalah salah satu cara Tuhan mempertemukanmu dengan yang seharusnya dan kamu harus memulainya dengan perpisahan.
0 notes
terjebakkamu · 2 years
Text
Membangun Kembali
Aku akan mandiri. 'Kan ku berdiri dengan kakiku sendiri.
Akan kugapai cita-cita dan impianku saat ini. Aku harus tegas sama diriku sendiri, aku harus bertanggung jawab kepada apa yang sudah kumulai, aku harus konsisten terhadap apa yang menjadi inginku saat ini. Aku harus bermanfaat untuk diriku dan orang-orang yang kusayangi. Aku harus kuat, aku harus tangguh.
Aku tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan lagi. Akan kubiarkan diriku menangis kembali, tapi tak akan ku biarkan diriku lemah kembali.
Aku harus kerja keras, dan keras cerdas. Aku harus punya banyak uang untuk bisa bantu lebih banyak orang. Waktuku sepenuhnya kugunakan untuk ibadah.
Aku harus sehat, aku harus glow up. Aku harus produktif. Aku harus bertumbuh. Bukan untuk siapa-siapa. Tapi untuk diriku sendiri.
Aku akan mandiri, aku akan pergi berkeliling, jalan-jalan menjelajahi banyak hal dan tempat yang belum pernah aku pergi, sendiri. Aku akan mempelajari banyak hal, mengetahui banyak hal, dan mencoba banyak hal, sendiri.
Aku akan belanja untuk hal hal yang kusukai dan kubutuhkan untuk kenyamanan dan kebahagiaanku sendiri.
Di perjalanan ke depan. Aku tahu, aku akan sering jatuh, aku akan sering gagal, akan sering jenuh, lelah dan akan sering mengeluh. Tapi aku mau, aku harus tahu kalau aku tidak akan berhenti.
Semua kegagalan, kesalahan, kekecewaan, rasa sakit, jatuh, lelah dan jenuh, aku menghargai itu semua sebagai bagian dari proses yang harus aku lewati, yang kelak akan ada banyak sekali pelajaran yang bisa kuambil darinya.
Aku tahu aku lemah. Tapi harapan baikku akan kebaikan Robbku yang akan menguatkanku. Aku harus selalu ingat, kalau aku harus kuat. Karena aku harus sadar, bahwa amalan baikku masih sangat sedikit untukku jadikan bekal perjalanan panjangku nanti.
@myrestareasblog | 23 Juli 2022
35 notes · View notes
terjebakkamu · 2 years
Text
Perihal rindu yang berisik, kau tidak perlu khawatir, setelah ini aku akan merindukanmu diam-diam.
Ann's
0 notes
terjebakkamu · 2 years
Text
Aku adalah orang yang mungkin orang liatnya aku mandiri, padahal aslinya aku sama sekali ngga bisa mandiri. Aku ngga bisa ambil keputusan sendiri, aku harus punya someone untuk diajak diskusi buat aku ambil suatu keputusan atau mau mengerjakan something. Satu sisi juga aku bukan orang yg mudah buat membuka diri sama orang, ngga mudah percaya dan cerita panjang kali lebar sama orang. Fyi, aku itu orangnya super overthinking dan insecure. Rasanya ngga pede kalo mau cerita, diskusi dll, rasanya kaya wawasanku, cara aku bicara nyambung ke mereka ngga ya. Walaupun aku selalu berusaha untuk selalu hadir sebagai pendengar yang baik.
Akhirnya suatu ketika aku ada dititik aku percaya banget sama seseorang, aku menceritakan segala, berharap dia adalh teman diskusi yang asik yang baik yang positif. Salahku ekspektasi dan harapanku terlalu tinggi, aku lupa kalo dia juga manusia yang sama complicated nya kaya aku, yang punya kesibukan dan cara berfikir jg, aku lupa bahwa namanya berharap sama manusia itu adalah sebuah sakit yang disengaja.
Now i want to heal. Aku ingin kembali menyehatkan mentalku. Aku ingin mencintai diriku dengan sebenar-benarnya, menerima diri kurang dan lebihnya. Memaafkan segala kesalahan diri dan mengapresiasi segala bentuk perjuangan diri. Aku dan hatiku adalah suatu kesatuan yang tak akan pernah terpisahkan, aku berjanji untuk berusaha sayang keduanya, tidak menyakiti salah satunya.
Purwokerto, 2222022
0 notes
terjebakkamu · 3 years
Text
Menerima
Ketika ada 2 manusia berkonflik, pasti keduanya merasa dirinya yang benar, ada sisi egoisnya (ga usah disangkal).
Dan ketika kamu merasa ada diposisi tersakiti, maka semakin kamu tidak menerima itu dan ingin membalas (entah dengan cara apapun), kamu akan kelelahan sendiri.
Maka ketika berkonflik dan tersakiti yang harus kamu lakukan cuma satu "MENERIMA",
oh dia jahat, ya ngga pp, berarti aku barangkali kurang intropeksi, makanya Tuhan mengingatkan lewat dia, ya ngga ppa hidup kan memang ada suka dukany, ini cuma part perjalanan hidup aja, bukan keseluruhan cerita, mungkin ngga lewat dia, akan lewat oranglain sedihnya, dijahatinnya, it's okay" .
Berusaha sembuh dan jadi lebih baik bukan untuk dia, atau membuatnya menyesal, nanti kamu kelelahan sendiri, dia juga berhak bahagia dengan caranya dia, pun kamu, kamu berhak bahagia dengan cara yang baik tanpa harus melibatkan dan mengorbankan oranglain.
It's okay sayang kalo merasa sedih, marah, terpukul, kesel dan emosi-emosi negtif lainnya, tp jgn larut ya puan🤍
Purwokerto, 180921
06.46 am
0 notes