Tumgik
#tentara ketakutan sama ular
nadineksn · 4 years
Text
Chapter 17
***
"Sial!" Teriak Jin Sen. "Tepat di bawahku!"
Dia benar. Detik berikutnya, An Zhe merasa tanah di bawah kakinya bergetar. Getaran ini sangat dekat dan sangat nyata, seperti palu yang memukul lantai.
Saat itu, terdengar suara keras di ujung koridor. Pintu besi berbenturan disertai dengan teriakan para tahanan di sana.
"Ada juga di sana." Kata-kata Shi Ren tiba-tiba menjadi cepat. "Makhluk bawah tanah, apakah mereka tikus? Mereka hidup berkelompok dan Pangkalan Tenggara ... — "
Dia belum selesai berbicara ketika dia mengubah kata-katanya. "Tidak, tikus tidak memiliki kekuatan yang besar. Bawah tanah..."
Terdengar derap langkah kaki dan sekelompok prajurit berbaju hitam dengan cepat menuruni tangga. Lampu senter bersinar dan suara pengeras suara bergema di koridor, dengan nada yang memekakkan teling. "Jangan panik, fondasi stasiun pertahanan kota sangat kuat, dengan semen dan plat baja khusus. Kami sedang penyelidiki penyebabnya jadi jangan panik. "
Jika para tentara tidak berteriak dan dengan cepat membuka pintu penjara untuk membiarkan para tahanan keluar, kata-kata ini akan lebih terpercaya.
Pada saat yang sama, ada suara yang menusuk dari luar, suara alarm berbunyi naik dan turun seperti gelombang.
"Suara alarm ketiganya berdering." Jin Sen menggedor pintu penjara dengan keras. "Saudara! Buka untukku! "
Seorang tentara buru-buru membuka tiga pintu penjara di kejauhan dan kemudian dengan cepat datang. Bos Xiao masih di dalam. Tentara itu segera menemukan kunci yang sesuai dengan pintu, dengan cepat memasukkannya ke dalam kunci dan pintu terbuka. Boss Xiao bergegas keluar dan prajurit itu dengan cepat berkata, "Belok kanan dan pergi ke atas untuk menemukan pintu keluar!"
Boss Xiao tersandung beberapa kali sebelum berlari ke kanan. Debu jatuh dari langit-langit dan prajurit itu menyeka wajahnya sebelum berdiri di depan pintu Shi Ren.
Pada saat ini, Jin Sen berteriak, "Dia dipenjara seumur hidup! Dia berbahaya! Lepaskan aku dulu! Aku warga negara yang baik! "
Prajurit itu tampak ragu. Kemudian ketika tanah bergetar semakin dan semakin, dia berbalik untuk membuka pintu penjara Jin Sen. Tangan Jin Sen meraih pintu besi ketika suaranya bergetar hebat. "Saudaraku, cepatlah."
An Zhe melihat tangan prajurit itu bergetar beberapa kali sebelum kunci dimasukkan ke dalam lubang.
Jin Sen mengatakan kepadanya, "Kamu adalah saudaraku—"
Suara itu berhenti tiba-tiba.
Lantai berderit, Jin Sen tiba-tiba terangkat dan benda hitam besar melonjak dari lantai dan tanah yang retak.
Ada suara 'pop' yang tumpul, tubuh Jin Sen terjepit di antara monster dan langit-langit. Matanya keluar, perutnya terbuka oleh sesuatu yang tajam, darah bercampur dengan organ-organ internal mengalir turun. Ada jeritan mengerikan, pupil An Zhe melebar, dia perlahan-lahan menoleh, ia melihat tentara yang membuka pintu itu telah dihancurkan oleh pintu besi, titik-titik tajam menembus paha dan dada kanannya. Dia memeluk kakinya dan berguling-guling di tanah, terbatuk-batuk. Sejumlah besar darah yang berbusa keluar, mungkin karena paru-parunya rusak.
"Bang."
Suara ledakan terdengar dan benda hitam itu jatuh ke belakang dengan berat. Menghancurkan tanah dan membuat lubang di tanah, bagian kosong di bawah lubangnya tidak bisa dilihat. Tubuh Jin Sen jatuh ke dalamnya dan tidak lagi terlihat.
Teriakan prajurit lain datang dari jauh di koridor. "Keluar—!"
Kemudian detik berikutnya, tanah retak dan auman besar datang dari sana. Pintu besi jatuh ke tanah dan langit-langit runtuh dan jatuh. Dua teriakan ngeri terdengar sebelum kemudian berhenti secara tiba-tiba.
An Zhe mendengar suara kunyahan.
Awalnya itu terdengar seperti air, kemudian suara gesekan yang tumpul, kemudian suara anggota tubuh yang terpotong, dan akhirnya suara tulang yang berderit kemudian retak.
Suara itu datang dari ujung koridor, juga datang dari lubang bawah tanah di seberang An Zhe.
Prajurit itu bergerak dan berguling-guling. Senternya jatuh ke tanah dan berguling. Sinar cahaya memusatkan ke koridor yang gelap.
Pada saat yang sama, miselium membentang dari celah di pintu besi dan berkumpul bersama di sekitar kunci yang tersebar di tanah, perlahan-lahan menyeretnya masuk ke pintu besi. Di dalam, kunci-kunci itu bergesekan dengan tanah dan membuat suara. An Zhe melihat prajurit itu menatap dengan ketakutan ke sisi ini, tetapi dia tidak mengurusnya. An Zhe tahu prajurit itu tidak perlu diurusi karena prajurit itu sudah ditelan.
An Zhe bertanya di sebelah, "Pintu berapa aku?"
Suara Shi Ren bergetar. "17. Apakah kamu baik-baik saja?"
"Untungnya," An Zhe menjawab. Dia memperkirakan bahwa pintu besinya tepat di sebelah pintu besi Shi Ren. Pengelihatan Shi Ren terbatas dan dia tidak akan bisa melihat adegan ketika An Zhe mengambil kunci.
Miselium menemukannya. An Zhe dengan cepat meraih kunci, menemukan nomor 17 dan menurunkannya. Suara mengunyah terdengar semakin cepat.
Miselium memegang kunci nomor 17 dan sekali lagi keluar dari pintu besi. Sebagian miselium melekat pada pintu besi untuk mencari posisi lubang kunci. Bagian lain dari miselium memasukkan kunci ke dalamnya. Miselium sangat rapuh dan kekuatannya terbatas. Semakin banyak miselium berkumpul dan kuncinya akhirnya terputar, terdengar bunyi klik dan kunci terbuka.
An Zhe memegang kunci yang tersisa dengan erat, mendorong untuk membuka pintu, dan berjalan menuju ke pintu di sebelahnya. Tangannya bergetar sedikit ketika dia memutar kunci nomor 18. Kemudian senter prajurit bersinar ke lubang kunci dan berputar ke kiri. Suara mengunyah berhenti sepenuhnya pada saat ini.
"Ya Tuhan..." Seorang pria muda bergegas keluar pintu, tersandung. An Zhe bahkan tidak punya waktu untuk melihat wajahnya ketika dia menyeret orang ini melewati tubuh prajurit itu. Keduanya berlari ke satu-satunya koridor kanan yang aman. Tanah masih bergetar, ada lebih dari dua monster di bawah tanah.
Saat ini, lampu darurat di depan berkedip beberapa kali sebelum benar-benar padam. Jalan depan jatuh ke dalam kegelapan total. An Zhe mendengar Shi Ren di sebelahnya bernafas dengan cepat beberapa kali. "Jangan melihat ke belakang."
Tetap saja, An Zhe tidak dapat menahan kepalanya untuk berbalik.
Monster.
Hitam, menyerupai cacing selebar setengah koridor.
Tubuhnya menyerupai ular tetapi terbagi menjadi bagian-bagian berbeda. Pada saat ini, ia muncul dari lubang besar di tanah, mengangkat kepalanya ke arah An Zhe dan Shi Ren. Tidak memiliki mata. Tidak ada struktur yang dimiliki sebuah kepala, hanya memiliki mulut bundar dengan banyak gigi.
Di belakangnya, cacing identik lainnya datang merayap. Dua mulut dengan gigi lebat saling bergesekan, menatap mereka berdampingan. Mereka menuju ke tempat An Zhe dan Shi Ren, kecepatannya tidak lambat sama sekali. Hanya ada selusin meter di antara mereka dan An Zhe bisa mencium aromanya.
Shi Ren mengertakkan gigi dan berteriak, "Ayo!"
Namun, tanah bergetar lagi dan kekuatan besar melemparkan An Zhe ke dinding. Ada rasa sakit yang tajam dari lengan kirinya, seolah-olah dia menabrak pintu besi. Dia menopang dirinya dengan lengannya dan Shi Ren menariknya ketika mereka berlari melalui koridor gelap ke arah yang mereka ingat. Apa pun bisa terjadi dalam gelap, mungkin cacing ketiga akan keluar dari tanah di depan mereka atau mereka mungkin menabrak dinding karena mereka tidak bisa melihat apa pun.
— An Zhe benar-benar menabrak dinding.
Kepalanya menabrak sepotong logam dan itu sakit. Seluruh tubuhnya telah menabrak sesuatu. Berikutnya, sesuatu melilit pinggangnya, berusaha mengangkatnya, mencoba membuatnya berdiri tegak lagi.
Dinding ini memiliki tangan.
"Apakah masih ada orang yang masih hidup?" Sangat dekat, suara Lu Feng terdengar lebih cepat dari biasanya.
Jantung An Zhe hampir berhenti berdetak sebelum dia menjawab, "Tidak ada."
Semua orang di dalam sudah mati.
"Siapkan bom uranium, maksimum." Lu Feng baru saja selesai berbicara ketika cahaya putih menyilaukan dinyalakan, menerangi ke koridor. Sebelum An Zhe bisa bereaksi, dia ditekan oleh Lu Feng, berguling-guling di tanah, di bawah orang ini.
Kemudian, suara ledakan yang tumpul terdengar dan cahaya putih melintas di depan matanya. Sosok Lu Feng adalah bayangan yang mempesona di retina An Zhe. Dia menutup matanya, mencengkeram baju Lu Feng dengan tangan kanannya, terburu-buru mengambil beberapa napas karena dia telah berlari terlalu cepat.
Tanah masih bergetar hebat. Tiga detik kemudian, dia ditarik dari tanah oleh Lu Feng dan ada orang lain di sampingnya. Lampu menyala dari situ dan Lu Feng memerintahkan, "Pergi."
An Zhe mengikuti mereka menaiki tangga. Dia tidak memiliki banyak energi yang tersisa tetapi hal yang ajaib adalah tangan Lu Feng yang memegangnya tampaknya memiliki keterampilan khusus. Setiap kali An Zhe merasa ia tidak bisa mengikuti lagi, dia akan ditarik dan dibawa ke depan. Tidak diketahui berapa lama An Zhe ditarik secara brutal sebelum udara dingin di luar akhirnya memenuhi saluran pernapasannya. Dia hampir bersandar pada Lu Feng namun dia tiba-tiba tersentak.
Lu Feng berkata dengan ringan, "Tidak apa-apa."
"Anak buahku!" Seorang pria datang dan meraih tangannya, menariknya menjauh dari Lu Feng. Itu adalah Boss Xiao. An Zhe akhirnya membaik dan mengelihatannya menjadi jelas. Dia berkata, "Shi Ren..."
"Aku disini." Sebuah suara terdengar dari belakangnya. An Zhe menoleh untuk melihat seorang pria muda dan cantik bersandar di dinding. Dia juga terengah-engah karena berusaha dengan keras melarikan diri. Begitu dia merasa lebih baik, pria itu berbicara dengan cepat, "Kamu bisa saja memukul orang." (maksudnya, An Zhe sangat kuat)
An Zhe, "......"
Sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, suara Lu Feng terdengar.
"Direktur Howard," kata Lu Feng, "kamu terlambat."
An Zhe melihat ke depan dan melihat barisan tentara berdiri di depannya, dipimpin oleh seorang pria jangkung berseragam Stasiun Pertahanan Kota. Rambutnya abu-abu dan dengan hidung lancip yang cantik. Lambang-lambang yang di bahunya sama dengan milik Lu Feng. Dia juga berpangkat kolonel dan tampaknya bertanggung jawab memimpin Stasiun Pertahanan Kota.
Suara Howard tenang dan dingin. "Aku sudah bersiap untuk melakukan pengeboman menyeluruh, namun sangat sulit dilakukan ketika Kolonel Lu memasuki area di luar kewenangannya, membuatku malu."
"Bagaimanapun, tahananku masih di dalam." Nada suara Lu Feng dingin. "Alat pemancar ultrasonik ada di tempat ini. Kamu berani melakukan pemboman tanpa pandang bulu? "
"Pengadilan tidak perlu khawatir tentang peralatan Stasiun Pertahanan Kota," kata Howard. "Kamu harus melihat apakah orang-orang yang berasal dari bawah tanah terinfeksi."
"Kolonel Howard tidak perlu khawatir tentang pekerjaan Pengadilan."
Mata Howard menatap tajam ke arah An Zhe. An Zhe bertemu matanya dan menyadari orang ini sedang menatap lengan kirinya. Dia terluka dan berdarah saat di koridor bawah tanah tadi.
Tangan kanan Lu Feng mencengkeram bahu An Zhe. "Aku akan membawanya pergi dan mengawasinya selama periode penyelarasan."
Howard mengatakan kepadanya, "Ada orang lain yang bisa melakukan itu."
Kemudian dia menoleh ke para prajurit di Stasiun Pertahanan Kota. "Bersiaplah untuk pengeboman."
Dengan demikian, An Zhe dibawa pergi oleh Lu Feng di depan Boss Xiao.
Kantor Lu Feng di Stasiun Pertahanan Kota berada di gedung tambahan gedung utama. Sebuah ruangan tanpa dekorasi. Saat An Zhe masuk, Lu Feng mengunci pintu.
An Zhe berpikir ini mungkin tindakan pencegahan. Jika An Zhe terinfeksi dan berubah menjadi monster, dia tidak akan bisa keluar dari ruangan ini.
Dia melihat Lu Feng berjalan ke meja abu-abu, membuka laci dan mengeluarkan banyak benda putih yang dia lemparkan ke An Zhe. An Zhe tanpa sadar menangkapnya dan menyadari itu adalah gulungan perban. Niat hakim adalah membiarkannya membalut lukanya. Dia duduk di depan meja dan kursi lain di dekat jendela dan mulai membalut perban. Dia berpikir bahwa meskipun hakim dapat menghukum orang sesuka hatinya, dia mungkin orang yang baik.
Dia telah melukai lengan kirinya. Luka itu tergores karena lempengan besi, tidak ada rasa sakit, tetapi darah merembes keluar. An Zhe merobek perban yang panjangnya sekitar setengah meter dan mulai menggunakan tangan kanannya untuk membungkus lengan kirinya. Namun, hal ini tidak kunjung berhasil.
Luka itu akhirnya tertutup, namun terbungkus longgar dan perban itu tidak dapat diikat. Jari-jari manusia tidak sefleksibel miselium, belum lagi hanya satu tangan yang bisa digunakan. Terlebih lagi, dia tidak terlalu akrab dengan anggota tubuh manusia. Namun, An Zhe merasa bahwa sebagai manusia, akan terlalu memalukan jika dia bahkan tidak bisa mengikat perban. Karena itu, dia mengerutkan kening dan terus mengikat simpul.
Dia merasakan tatapan jatuh pada dirinya, Lu Feng sedang menatapnya.
Dia terus mengikatnya. Namun, pikiran bahwa hakim sedang mengawasi tiap gerakannya membuat teknik simpulnya menjadi semakin buruk. Setelah tiga menit bekerja keras, simpul itu tidak hanya gagal tetapi tangannya bergetar dan perban yang dililitkan di lengannya terlepas. Saat itu terlepas, An Zhe sangat marah sehingga dia ingin menyebarkan miseliumnya.
Tawa kecil datang dari seberangnya.
Sebenarnya, itu bukan tawa. Itu hanya suara nafas, sangat singkat tapi An Zhe bisa mendengarnya. Suara ini adalah cibiran dan ejekan.
An Zhe, "......"
Hakim menertawakannya.
***
3 notes · View notes
mysmallnote-blog · 7 years
Text
Video Kejadian Lucu Seorang Taruna Tentara Ketakutan Saat Diperintah Untuk Taklukan Ular
Video Kejadian Lucu Seorang Taruna Tentara Ketakutan Saat Diperintah Untuk Taklukan Ular
Banyak orang yang dikejutkan dengan berita ular yang memangsa manusia yang terajadi di Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Akbar nama korban adalah seorang petani telah ditemukan tewas setelah dilahap oleh ular piton yang memiliki panjang mencapai kurang lebih 7 meter. Video detik-detik saat jasad Akbar dikeluarkan dari perut ular ini menjadi viral di media sosial. Banyak orang yang tidak…
View On WordPress
0 notes
herrypost · 7 years
Text
Video Kejadian Lucu Seorang Taruna Tentara Ketakutan Saat Diperintah Untuk Taklukan Ular
Video Kejadian Lucu Seorang Taruna Tentara Ketakutan Saat Diperintah Untuk Taklukan Ular
Banyak orang yang dikejutkan dengan berita ular yang memangsa manusia yang terajadi di Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Akbar nama korban adalah seorang petani telah ditemukan tewas setelah dilahap oleh ular piton yang memiliki panjang mencapai kurang lebih 7 meter. Video detik-detik saat jasad Akbar dikeluarkan dari perut ular ini menjadi viral di media sosial. Banyak orang yang tidak…
View On WordPress
0 notes