Tumgik
#roberto karlos
rockman-x · 2 years
Text
Roberto Karlos
Tumblr media
8 notes · View notes
botinha-quotebot · 2 years
Text
Ah sim, dois dos personagens favoritos de Bia: Roberto Karlos e Sérgio Wilson
2 notes · View notes
jirfani · 2 years
Text
Usul Rakyat Goblok untuk Calon Presiden
Tumblr media
Dalam sebuah perjalanan dinas, Roberto Karlos—petinggi sebuah partai politik besar—bercakap-cakap dengan Warnoto, sopir pribadinya.
"To, kamu sudah lama jadi orang miskin?" tanya Berto, begitu ia biasa disapa, memulai perbincangan.
"Yah, lumayan, Pak. Sudah seumur hidup." Mata Warnoto tak lepas dari jalan. Ia tentu sayang dengan pekerjaannya ini. Jika sampai terjadi masalah sepanjang perjalanan, tentu pekerjaan sebagai sopir pribadi bos partai hanya tinggal kenangan.
"Nah, kalau begitu kamu mesti bantu saya, To."
"Baik, Pak. Saya coba sekiranya saya bisa."
"Kamu cari kafe yang enak, ya! Kita ngobrol sambil ngopi aja. Bahaya kalau kamu malah jadi hilang konsentrasi gara-gara saya ajak ngobrol," titah Berto.
"Siap, Pak!"
Tak berapa lama, sedan hitam metalik keluaran terbaru itu terparkir mulus. Warnoto dengan setia berjalan di belakang Berto.
Usai mempersilakan Warnoto duduk, Berto menyampaikan maksud perbincangan mereka siang itu.
"Jadi gini, To. Pemilu kan sudah di depan mata. Saya berencana maju sebagai calon presiden. Nah, saya mau tanya pendapat kamu. Kira-kira, apa program kerja yang menarik agar rakyat mau memilih saya?" Kopi hangat dalam cangkir diseruput.
Warnoto tidak siap. Ia sama sekali tidak menduga akan diberi pertanyaan seberat itu dari bosnya yang terkenal angkuh.
"Diminum saja dulu kopinya, To."
Bagi Warnoto, apa yang dihadapinya kini bukan sekadar pertanyaan. Ia telah lama menanti sebuah saluran untuk menyuarakan pikirannya.
"Kalau ditanya program kerja yang dapat menyenangkan dan diperlukan orang-orang miskin negeri ini, rasanya cukup banyak, Pak. Namun, saya usul beberapa yang mungkin dapat Bapak pertimbangkan."
"Menarik." Berto tersenyum. "Gimana? Gimana?"
"Hal pertama. Saran saya agar presiden, wakil, dan seluruh jajaran menteri, termasuk anggota keluarganya setiap hari makan beras raskin dengan mutu paling buruk beserta lauk paling jelek yang ada di pasar."
"Hah? Maksud kamu apa? Kami kan pimpinan negara. Tentu harus makan makanan bergizi!"
"Justru itu programnya, Pak. Makanan Bapak dan jajaran kabinet akan mengikuti kualitas raskin dan lauk yang dimakan rakyat. Semakin cepat kualitas raskin yang diberi kepada rakyat diperbaiki, maka kualitas makan Bapak dan para menteri akan semakin cepat membaik juga. Kalau rakyat masih makan beras keras, berkerikil, juga berkutu, maka Bapak pun akan tetap makan jenis beras yang sama."
Wajah Berto menegang. Ada ketidaksukaan dari tiap kerut wajahnya.
"Ada lagi, To?"
Warnoto menelan ludah. Ia tahu telah membuat kesalahan. Namun, raskin sudah menjadi bubur. Bubur raskin.
"Ada, Pak," sambung Warnoto.
Mata Berto kian nyalang. "Lanjutkan!"
"Yang kedua. Program pemusnahan orang miskin."
"Gila kamu! Saya ini mau jadi presiden, bukan mau jadi pembantai massal!" Berto tersedak. Kopi di mulutnya muncrat.
Warnoto sudah tak bisa mundur. Ia melanjutkan kalimatnya, "Jadi program kedua bermakna begini, Pak. Area lingkungan rumah tinggal presiden, wakil, para menteri, termasuk orang tua dan anak-anaknya harus steril dari orang miskin. Dalam radius 25 kilo dari rumah-rumah tersebut, orang-orang miskin tidak boleh ada."
Berto menggebrak meja, "Apa maksud kamu? Kamu pikir saya orang jahat?"
"Tenang, Pak. Saya lanjutkan, ya. Jadi, jika ditemukan satu orang saja orang miskin di lingkungan rumah jajaran kabinet, maka baik presiden, wakil, ataupun menteri yang kedapatan itu, wajib membiayai hidup si orang miskin selama sebulan. Makin banyak orang miskin yang ditemukan, berarti makin banyak yang hidupnya harus ditanggung. Solusinya, jika tidak mau keluar biaya menghidupi orang-orang miskin, segera makmurkan orang-orang miskin! Minimal di lingkungan rumah masing-masing."
Berto menghela napas. Penjelasan Warnoto membuatnya lebih tenang, meski hatinya belum sepenuhnya terima.
"Sudah semua usul kamu?" Berto mengejar.
Pikiran Warnoto lebih ringan. Meski kecamuk dalam dada masih mendera, ia girang lantaran telah menyampaikan unek-unek.
"Ada lagi, Pak. Ini yang terakhir."
"Silakan, To."
"Progam ketiga adalah pemusnahan guru miskin." Berto kali ini lebih tenang. Pengalaman mendengar usul Warnoto sebelumnya, membuat lebih siap menghadapi omong kosong sopirnya ini.
Warnoto melanjutkan, "Setiap guru wajib digaji minimal 15 juta perbulan, Pak ..."
"Jika ada guru yang tidak bergaji 15 juta, To?" Berto menyela tak sabar.
"Nah, jika ada guru yang ditemukan tidak bergaji 15 juta, maka presiden dan menteri pendidikan wajib memberi santunan minimal 15 juta per guru," jelas Warnoto sembari mengulum senyum.
"Kenapa 15 juta?"
Senyum Warnoto kian mengembang.
"Sederhana saja, Pak. Guru banyak berjasa. Namun, nasib dan penghargaan mereka tidak terlalu diperhatikan. Saya rasa, 15 juta per bulan cukup layak mengingat pengabdian yang telah mereka beri demi kemajuan bangsa."
Berto menahan napas sejenak. Kopi di cangkir nyaris tak tersentuh sejak Warnoto mulai menggelontorkan ide-ide gilanya. Embusan angin dari pendingin ruangan tak mampu menghapus keringat yang bercucuran di dahi.
Warnoto diam. Pandang matanya berlalu lalang ke sekeliling kafe. Barista ramah yang tadi melayani tengah menggiling biji-biji kopi terbaik. Aroma menguar memenuhi rongga hidung.
Sepasang remaja tanggung dimabuk asmara terlihat saling cubit manja dengan kaus kembar merah jambu bergambar hati. Mereka tidak tahu, seorang calon presiden duduk bak pesakitan di salah satu sudut ruang kafe.
"To ...." Suara itu memecah keheningan.
"Iya, Pak?"
"Terima kasih, ya, atas saran yang kamu beri." Berto mulai menyesap kembali kopi di cangkirnya. Dingin.
"Iya, Pak. Sama-sama."
Dengan tatap tajamnya Berto berucap ringan, "Besok kamu enggak usah kerja lagi sama saya, ya. Makasih banyak."
***---***
5 notes · View notes
cgvijesti · 1 year
Text
Preminula još jedna brazilska legenda
Preminula još jedna brazilska legenda
Bivši brazilski fudbaler Roberto Dinamite preminuo je u 69. godini od posljedica raka crijeva, saopštio je njegov bivši klub Vasko da Gama. “Sa velikim bolom Vasko da Gama je saznao da nas je najveći od svih napustio ove nedjelje. Karlos Roberto de Oliveira zvani Dinamite, posvetio je 29 od svojih 68 godina klubu, kao igrač i predsjednik. Počivaj u miru”, navodi se na Tviteru profilu…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
botinha-quotebot · 2 years
Text
Ah sim, dois dos personagens favoritos de Bia: Roberto Karlos e Sérgio Wilson
1 note · View note
botinha-quotebot · 2 years
Text
Ah sim, dois dos personagens favoritos de Bia: Roberto Karlos e Sérgio Wilson
1 note · View note
eurkplay · 5 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
1 note · View note
eurkplay · 6 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
1 note · View note
eurkplay · 6 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
2 notes · View notes
eurkplay · 6 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
1 note · View note
eurkplay · 6 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
2 notes · View notes
eurkplay · 6 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
1 note · View note
eurkplay · 6 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
1 note · View note
eurkplay · 6 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
1 note · View note
eurkplay · 6 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
1 note · View note
eurkplay · 6 years
Link
via Twitter https://twitter.com/robertocarlosfj
1 note · View note