Tumgik
#Sanusi Pane
haekaljulianto · 2 years
Text
BANGKITNYA SASTRA MODERN
Pembicaraan mengenai sejarah kesusastraan Indonesia modern sebenarnya bukanlah sekadar berisi pemaparan mengenai sejumlah karya pengarang Indonesia berikut ulasan dan biodata pengarangnya, melainkan juga menyangkut berbagai hal yang melatarbelakanginya. Proses penciptaan, latar sosial budaya, situasi sosial yang terjadi pada zamannya, peranan penerbit, reaksi masyarakat, dan hubungannya dengan politik pemerintah, merupakan masalah yang mestinya diungkapkan atau disinggung dalam pembicaraan sejarah kesusastraan.
Apa yang terjadi dalam kesusastraan Indonesia merupakan contoh kasus bahwa persoalan sosial-budaya yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra, tidak dapat diabaikan begitu saja. Ternyata bahwa masalah tersebut, khasnya yang berkaitan dengan politik kolonial Belanda, sedikit-banyaknya telah ikut mewarnai –bahkan menentukan– perjalanan kesusastraan Indonesia sejak awal kelahirannya hingga dewasa ini. Tentunya wajib terlebih dahulu tahu konsep pemahaman sastra Indonesia. Berbagai pendapat menyebutkan pengertian yg berbeda. Oleh lantaran itu, dibutuhkan banyak sekali konvensi preskriptif tentang hal tersebut.Kelahiran sastra Indonesia sendiri merupakan bagian dari sejarah sastra yang tentu saja terjadi di Indonesia. Hingga saat ini, penentuan awal mula lahirnya sastra Indonesia dan tolak ukur suatu karya disebut sebagai sastra Indonesia masih menjadi kontroversi. Kelahiran sastra juga ditandai dengan adanya periodesasi. Tujuan dari periodesasi adalah untuk memudahkan dalam perkembangan sejarah sastra, selain itu, periodesasi suatu tonggakan penting dalam penciptaan karya sastra baru oleh para sastrawan. Maka demikian, para sastrawan dapat lebih mudah melihat cakrawala sastra dari lahirnya hingga perkembangannya sekarang dengan jelas untuk melihat serta menghayati sifat atau ciri-ciri di setiap periodesasi. Pada awalnya tahun 1920, salah satu aktivitas pelaksanaan politik etis oleh Belanda berupa pendirian beberapa sekolah. Hal inilah yang mendasari dibentuknya suatu organisasi buat menerbitkan buku-buku indah untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat.Di sisi lain, lembaga ini mengelola perpustakaan yang bertempat pada sekolah umum. Lembaga ini juga diperluas dan diperluas menggunakan lulusan yang membutuhkan bahan bacaan, dan lembaga ini berganti nama menjadi Balai Pustaka. Berbagai pakar sastra telah menyuarakan pandangan mereka tentang perbedaan di antara keduanya. Hal ini terjadi karena kurangnya klarifikasi mengenai kepastian perbedaan periode dan angkatan. Selain itu, uraian masa dan generasi dalam tulisan ini setidaknya dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perbedaan mendasar kedua generasi tersebut.  Kehadiran Balai Pustaka membuka penulis untuk mensyukuri hasil yang sebelumnya menggunakan bahasa daerah kemudian mentransformasikan Indonesia menjadi rasa kebanggaan bangsa Indonesia. Selain itu, Balai Pustaka juga telah membuka pikiran-pikiran dan hati nurani para penulis untuk menyatukan daerah demi keutuhan bangsa Indonesia. Selain menjadi tonggak kemunculan sastra Indonesia, karya-karya agung era Balai Pustaka juga lahir. Hal ini terlihat dari beberapa karya Balai Pustaka yang telah dicetak ulang dan diterbitkan ulang. Tetapi banyak pendapat pakar yg berbeda & argumen mereka mengungkapkan awal mula sastra Indonesia. Hal ini menciptakan titik tolak perkembangan sastra Indonesia menjadi berbeda. Adapun pendapat para pakar mengenai kelahiran sastra Indonesia modern :
Ajip Rosidi Menurut Ajip Rosidi, sastra Indonesia lahir pada tahun 1921. Lantaran sebelum pengenalan bahasa Indonesia, ba1hasa Indonesia telah terdapat terlebih dahulu. Ajip memeriksa sastra kesadaran nasional terbitan 1921 seperti halnya sajak-sajak Muhammad Yamin, Moh. Hatta, Sanusi Pane pada majalah Jong Sumatera yang menerbitkan koleksi Percikan Permenungan, saat itu bahasa dan sastra Indonesia lahir meski belum disahkan. Pendapat lain beranggapan bahwa lahirnya kesusastraan Indonesia Modern adalah tahun 1920. Alasannya : Karena pada waktu itu novel Merari Siregar yang berjudul Azab dan Sengsara.Lepas dari apakah isi novel ini bersifat nasional atau tidak, yang jelas inilah karya penulis Indonesia yang pertama kali terbit di Indonesia dalam bahasa Indonesia. Selain tokoh dan setting di Indonesia bentuknya sudah berbeda dengan karya sastra lama sebelumnya. Dengan kata lain bentuk sudah modern dan tidak lama lagi, tidak lagi seperti kisah-kisah seputar istana, legenda atau bentuk-bentuk sastra lama lainnya. Wajarlah kalau masa itu dijadikan masa lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern.
2.Umar Junus Umar Junus beropini bahwa sastra ada sesudah adanya bahasa. Lantaran Bahasa Indonesia baru lahir pada sumpah pemuda hingga tahun 1928, Umar Yunus meyakini bahwa sastra Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Umar Junus menganggap tahun 1928 sebagai titik tolak sastra Indonesia. Dia memberikan dua potong data terkait masalah ini. Catatan paling awal berasal dari tahun 1921, ketika Angkatan Balai Pustaka lahir ketika karya Azab dan Sengsara karangan Marah Rusli dan Siti Nurbaja diterbitkan. Kemudian jalur informasi lain berkembang pada tahun 1933 ketika majalah Pujangga Baru diterbitkan. Dengan alasan bahwa buku-buku yang diterbitkan oleh Balai Pustaka bertentangan dengan karakter bangsa Indonesia, Umar Junus berpendapat bahwa sastra Indonesia membuktikan dirinya dengan kuat pada tahun 1933. Namun, dengan menggunakan premis yang sama, yaitu sastra Indonesia baru ada setelah bahasa Indonesia ada.
2 notes · View notes
batasmedia99 · 2 years
Text
Banyak Kerusakan Alam di Malang Selatan " kok bisa !!! Bupati Bisa Raih Penghargaan Nirwasita Tantra !!
Tumblr media
Bupati Malang, Muhammad Sanusi berhasil meraih penghargaan Nirwasita Tantra dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Jakarta .
Sanusi dianggap sangat paham mengatasi isu lingkungan di wilayahnya.
Meski begitu, Sanusi mengakui lingkungan saat ini banyak dieksploitasi.
"Saat ini permasalahan lingkungan hidup semakin kompleks. Mengingat, banyak sumber daya yang dieksploitasi secara terus-menerus. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia yang juga cenderung meningkat," beber Sanusi dalam keterangan tertulis.
Politisi PDIP ini menyebut, penilaian yang disematkan kepadanya terkait penanganan isu lingkungan melalui proses yang valid.
"Tim Panelis merupakan Tim Penilai Independen yang dibentuk oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan melibatkan unsur akademisi LSM dan media massa," tutur Sanusi.
Sanusi memaknai penghargaan tersebut sebagai penyemangat dirinya dalam membuat kebijakan-kebijakan pro lingkungan.
"Ini bisa merespons kebijakan serta inovasi dan kepemimpinan kepala daerah, dalam merespons persoalan lingkungan hidup di wilayahnya," ungkap Sanusi.
Dia mengatakan, Pemkab Malang akan bersinergi dengan pegiat lingkungan untuk mewujudkan lingkungan asri di Kabupaten Malang.
Bukan ini saja dapat penghargaan. Sebelumnya Kabupaten Malang juga telah berhasil meraih penghargaan Nirwasita Tantra untuk Kepala Daerah Tingkat Kabupaten Kategori Kabupaten Besar di tahun 2020 dan di tahun 2017,” tutupnya.
Di sisi lain, Profauna Indonesia mengungkap kondisi alam Kabupaten Malang, terutama di wilayah selatan mengalami kerusakan parah akibat illegal logging.
"Banyak pembalakan hutan lindung di area Sendiki, Sumbermanjing Wetan, ini begitu masif," ujar Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid.
Rosek Nursahid mengungkapkan jika kerusakan hutan lindung di wilayah Sumbemanjing Wetan termasuk sangat parah.
Dampaknya sangat parah. Hutan lindung di sana 90 persen sudah beralih fungsi menjadi kebun pisang dan sebagainya. Kami khawatir saat musim kemarau di Desa Tambakrejo akan terjadi krisis air bersih. Kekhawatiran inilah yang menjadi awal mula terungkapnya kerusakan hutan di Sumbermanjing Wetan," jelas Rosek.
Sebagai aktivis pegiat lingkungan, Rosek berupaya menghijaukan kembali wilayah hutan yang sudah gundul.
"Kami mendekati petani yang ada di sana, kami arahkan untuk menanam pohon buah-buahan. Seperti alpukat, sirsak, durian, pete dan sebagainya. Sehingga mereka tetap dapat keuntungan ekonomi dari hasil panen," papar Rosek.
0 notes
edvinarisa · 3 years
Text
Resensi Antalogi Puisi
Fransiska Xaveria Edvina Risanti Dewi/1810301074
📷
Identitas Buku
Judul buku : Aku ini Binatang Jalang
Penulis : Chairil Anwar
Tebal buku : xiv + 111 halaman (82 puisi & surat-surat)
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun Terbit : VI, Oktober 1993 (cetakan I, Maret 1986)
ISBN : GM 201 86.052
Tentang Chairil Anwar
Chairil Anwar lahir di Medan, 26 Juli 1922. Berpendidikan MULO (tidak tamat). Pernah menjadi redaktur “Gelanggang” (ruang kebudayaan Siasat, 1948-1949) dan redaktur Gema Suasana (1949). Kumpulan sajaknya, Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (bersama Rivai Apin dan Asrul Sani, 1950). Chairil Anwar dianggap pelopor angkatan 45. Ia meninggal di Jakarta, 28 april 1949. Hari kematiannya diperingati sebagai Hari Sastra di Indonesia
Sinopsis
Buku “Aku Ini Binatang Jalang” merupakan kumpulan puisi yang dibuat oleh Chairil Anwar. Tak hanya kumpulan puisi yang Ia buat, tetapi di dalam buku tersebut terdapat kumpulan surat yang dikirimkan Chairil Anwar untuk H.B.Jassin kritikus sastra yang turut membesarkan nama Chairil Anwar dalam dunia kesusastraan. Chairil Anwar dikena sebagai sastrawan pelopor Angkatan 45 melalui puisi-puisinya yang begitu kritis dan penuh dengan makna tersirat. Sebagai ‘Binatang Jalang”-lah Chairil Anwar merupakan lambang seniman di Indonesia. Bukan Rustam Effendi, Sanusi Pane, atau Amir Hamzah tetapi Chairil Anwar yang dianggap memiliki seperangkat ciri seniman: tidak memiliki pekerjaan tetap, suka keluyuran, jorok, selalu kekurangan uang, penyakitan, dan tingkah lakunya menjengkelkan. Sejumlah cerita singkat yang menarik ini telah lahir dari ciri ciri tersebut. Masyarakat pun sudah menganggap bahwa seniman itu tidak berminat mengurus jasmaninya, dan mereka lebih sering tergoda dengan dunia imajinasinya, mungkin paling mirip dengan golongan “binatang jalang” ini adalah orang sakit jiwa.
Puisi-puisi karya Chairil Anwar
Sajak Putih
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
Puisi dalam “Sajak Putih” ini bercerita tentang “Percintaan”. Dalam puisi ini menceritakan seorang gadis yang cantik, dia mempunyai cinta yang tulus dan dapat memikat hati seorang pria yang akhirnya jatuh cinta kepada sang gadis tersebut. Tetapi kedua insan ini belum ada kesiapan untuk mengungkapkan perasaan mereka masing-masing, mereka hanya bisa berbicara di dalam hati mereka masing-masing. Tetapi si pria mempnyai banyak harapan bahwa gadis tersebut mencintainya. Chairil Anwar menulis puisi ini untuk menunjukkan bagaimana seharusnya kita bersyukur, dan mencintai seseorang di dalam kehidupan kita dengan sepenuh hati dan sepanjang hidup kita, bagaimana seharusnya kita merasa bersyukur dan berusaha bertahan dengan seseorang yang kita cintai sampai kematian mengambil nyawa kita atau orang yang kita cintai, yang tentu saja hanya kematian yang dapat memisahkan kita
Penerimaan
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
Pada puisi “Penerimaan” karya Chairil Anwar ini menceritakan tentang “Kasih Sayang”. Puisi ini menceritakan bahwa Chairil Anwar akan menerima mantannya kembali dengan sepenuh hati. Chairil Anwar juga bercerita bahwa dia belum bisa membuka hati kembali setelah putus dengan sang mantan kekasih. Tetapi Chairil Anwar juga meminta komitmen dari sang mantan kekasih kalau dia mau benar-benar kembali. Chairil Anwar juga mengungkapkan bahwa dia enggan berbagi miliknya dengan orang lain
Akhir dari puisi ini menggambarkan sosok Chairil Anwar yang siap menerima sang mantan kekasih dengan sepenuh hati tanpa memperdulikan segala hal yang pernah dilakukan oleh sang mantan kekasihnya. Bagi Chairil Anwar jauh lebih menatap masa depan dari pada mengingat masa lalu yang hanya akan menimbulkan konflik. Puisi ini menggambarkan betapa dalam cintanya Chairil Anwar terhadap mantan kekasihnya itu.
2 notes · View notes
Photo
Tumblr media
Madah Kelana merupakan kumpulan puisi klasik Indonesia yang memuat 50 keping sajak Sanusi Pane. Tema yang beragam pada setiap puisi serta pilihan diksi yang memikat, menjadikan kumpulan puisi ini menajdi salah satu karya klasik dalam sastra Indonesia. Sanusi Pane, Madah Kelana, Puisi, Jakarta, Balai Pustaka, 2011, viii+54 hlm, 25.000 #SanusiPane #MadahKelana #Puisi #BalaiPustaka #KatalogJBS (di Jual Buku Sastra-JBS) https://www.instagram.com/p/Ccp0AncpmCp/?igshid=NGJjMDIxMWI=
1 note · View note
irwanpratubangsawan · 3 years
Text
HISTORIOGRAFI DAN SEJARAH ISLAM INDONESIA
HISTORIOGRAFI DAN SEJARAH ISLAM INDONESIA
Historiografi modern Indonesia telah berkembang cukup pesat. Sejak munculnya karya Husein Djajadiningrat, Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten pada awal abad ke-20, kemudian disusul oleh karya-karya sejarah lainya yang banyakdipengaruhi oleh karya tersebut. Pada zaman Jepang, Sanusi Pane dan Douwes Dekker juga memelopori menulis sejarah Indonesia modern dengan semangatnasionalisme…
View On WordPress
0 notes
kuburayapos · 3 years
Text
Hari Puisi Nasional 28 April: Sejarah dan Sosok Chairil Anwar
Tumblr media
KUBURAYAPOS.MY.ID - Hari ini, 72 tahun lalu tepatnya 28 April 1949, penyair Chairil Anwar meninggal dunia. Setiap tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia. Hari Puisi Nasional Indonesia pada 28 April tiap tahun sekaligus mengenang wafatnya penyair Angkatan 45 Chairil Anwar. Sosok Chairil Anwar Dalam buku "Chairil Anwar: Hasil Karya dan Pengabdiannya" karya Dri Sutjianingsih menjelang kematiannya, Chairil jatuh sakit. Dia sering pusing, muntah, dan sebagainya. Dia dibawa ke CBZ, yang sekarang adalah Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Chairil menderita beberapa macam penyakit yaitu paru-paru, infeksi darah kotor, dan usus. Lalu pada 28 April 1949 pukul 14.30 dia meninggal dunia dalam usia 27 tahun. Di saat-saat terakhirnya, dia mengigau saat panas tinggi dengan menyebut "Tuhanku, Tuhanku..." Sebuah sajak diselesaikannya menjelang kematiannya. Bahkan dia tak sempat memberi judul. Berikut sajaknya: Cemara menderai sampai jauh, terasa hari akan jadi malam, ada beberapa dahan disingkap merapuh, dipikul angin yang terpendam, aku sekarang orangnya bisa tahan, sudah berapa waktu bukan kanak lagi, tapi dulu memang ada suatu bahan, yang bukan dasar perhitungan kini. hidup hanya menunda kekalahan, tambah terasing dari cinta sekolah rendah, dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan, sebelum pada akhirnya kita menyerah. Lahir di Medan merantau ke Batavia Chairil Anwar lahir pada 26 Juli 1922 di Medan, dari pasangan Tulus dan Saleha. Chairil Anwar dilahirkan di tengah-tengah keluarga Minangkabau yang taat beragama. Meski begitu, dia merasa terkekang. Hal itu turut mempengaruhi kehidupannya dan juga karya-karyanya. Mula-mula Chairil Anwar sekolah di Hollandsch lnlandsche School (H.l.S) di Medan, kemudian melanjutkan ke MULO, juga di Medan, tetapi baru sampai kelas dua ia keluar dan pergi ke Jakarta yang waktu itu masih disebut Batavia. Suatu ketika Chairil pernah membacakan ibunya satu bagian dari buku "Layar Terkembang" karangan Sutan Takdir Alisyahbana dengan keras. Karena terdengar oleh polisi, dia dipanggil untuk diperiksa tentang macam-macam hal seperti filsafat, politik, kesusasteraan, agama, dan lain-lainnya. Peran Chairil Anwar Bagi bangsa Indonesia nama Chairil Anwar bukanlah suatu nama yang asing, terutama bagi sastrawan-sastrawan, guru-guru, pelajar maupun mahasiswa. Hal itu karena Chairil Anwar telah berhasil mengadakan pembaharuan dalam kesusasteraan terutama dalam puisi, sesudah Pujangga Baru. Pembaharuan itu meliputi penggunaan bahasa, pandangan hidup, dan sikap hidup. Chairil Anwar telah mempelopori lahirlah satu angkatan kesusasteraan baru yang disebut Angkatan 45. Melansir Kompas.com, 28 April 2020, secara garis besar, ciri-ciri angkatan 45 adalah penghematan bahasa, kebebasan pribadi, individualisme, berpikir lebih kritis dan dinamis. Dia membawa aliran baru yang disebut ekspresionisme, suatu aliran seni yang menghendaki kedekatan pada sumber asal pikiran dan keinsyafan. Pengaruh penyair Belanda Chairil Anwar mendapat pengaruh dari penyair-penyair Belanda angkatan sesudah Perang Dunia I seperti Marsman, Du Perron dan Ter Braak. Gagasan-gagasan Chairil mengenai penciptaan dan sikap hidup masih terus merupakan inspirasi, juga bagi generasi-generasi penerusnya. Mengutip Harian Kompas, 28 April 1995, sajaknya yang berjudul "Aku" melukiskan jiwa Chairil serta pribadi dan cita-citanya. Menurut guru besar Fakultas Sastra Unpad, J.S. Badudu, sifat individualisme Chairil tampak benar dalam puisinya itu, seolah-olah dirinyalah yang menjadi ukuran masyarakat dan dunia luar. Karya Chairil Anwar yang sangat terkenal adalah sajak berjudul "Aku". Berikut sajaknya: Kalau sampai waktuku Kumau tak seorang 'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih perih Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi. Atas jasa-jasanya sebagai pelopor Angkatan 45, Pemerintah Republik Indonesia memberikan suatu Anugerah Seni kepada Chairil Anwar, dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Agustus 1969, No. 071I1969. Anugerah Seni tersebut diterimakan kepada puteri Chairil satu-satunya yaitu Evawani Alissa. Kemudian hari wafatnya Chairil Anwar ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional. Sejarah Hari Puisi Nasional Berdasarkan Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya (2009) karya Sri Sutjianingsih, pada zaman pendudukan Jepang, pemerintah Jepang menaruh minat besar pada kesenian, termasuk kesenian Indonesia. Di saat bersamaan, pemerintah Jepang melarang adanya perkumpulan (organisasi). Maka, beberapa seniman seperti Anjar Asmara dan Kamajaya menemui Soekarno membahas gagasan tentang mempersatukan kaum seniman dalam suatu wadah. Soekarno bersedia memprakarsai pendirian Pusat Kesenian Indonesia untuk menyatukan para seniman. Pusat Kesenian Indonesia berdiri pada 6 Oktober 1942 dengan Ketua Sanusi Pane. Bertujuan untuk menyesuaikan dan memperbaiki kesenian daerah menuju kesenian Indonesia Baru. Adanya pusat kesenian itu membuat pemerintah Jepang mempersiapkan Pusat Kebudayaan, yang pada hakekatnya sebagai bujukan halus agar Pusat Kesenian luluh dalam Pusat Kebudayaan sehingga semua kegiatan kesenian ada di bawah Jepang, khususnya Shindenbu. Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) berdiri pada 1 April 1943 tetapi baru diresmikan pada 29 April 1943 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Tennoo Heika. Tujuan lembaga ini agar para seniman bekerja untuk kepentingan Jepang. Awalnya para seniman menerima maksud Jepang secara antusias. Revolusi Kesusateraan Indonesia Tetapi sejak awal Chairil Anwar curiga dengan maksud Jepang. Ia bersama Amal Hamzah dan beberapa kawan menyindir seniman-seniman yang mau membantu Jepang. Chairil Anwar punya pandangan tersendiri tentang seni dan menghendaki pembaharuan atas Angkatan Pujangga Baru yang dianggap tidak lagi sesuai dengan situasi zamannya. Ia meninggalkan ukuran dan ikatan lama, untuk mengembangkan corak dan iklim baru. Chairil menghendaki perubahan bagi generasinya yaitu generasi sesudah perang, dengan meninggalkan kaidah yang sudah ada yang cenderung mendayu-dayu. Sehingga sajak-sajak Chairil Anwar memberi nafas baru bagi kesusasteraan Indonesia. Pada saat itu, bangsa Indonesia sedang di bawah kekuasaan Jepang yang tidak memberikan kebebasan berpikir dalam seni dan budaya. Tetapi justru saat itulah Chairil Anwar membuat suatu revolusi dalam kesusateraan Indonesia. Ia membawa aliran baru yang disebut ekspresionisme, suatu aliran seni yang menghendaki kedekatan pada sumber asal pikiran dan keinsyafan. Ciri-ciri angkatan 45 HB Jassin menyebut angkatan Chairil Anwar sebagai Angkatan 45 bersama para tokoh lain yaitu Asrul Sani, Rivai Apin, Idrus, dan lain-lain. Tetapi baru pada 1948 Rosihan Anwar menyebut Angkatan 45 yang kemudian secara resmi dipergunakan oleh semua pihak. Secara garis besar, ciri-ciri angkatan 45 adalah penghematan bahasa, kebebasan pribadi, individualisme, berpikir lebih kritis dan dinamis. Salah satu karya Chairil Anwar yang terkenal adalah sajak Aku. Chairil Anwar mengatakan, penamaan Angkatan 45 harus berdiri sendiri, menjalankan dengan tabah dan berani nasibnya sendiri, menjadi pernyataan revolusioner. Chairil Anwar tak ingin bersifat sentimentil dan merendahkan diri secara berlebihan dalam menghadapi setiap persoalan. Ia ingin menjadi manusia wajar, merdeka mengeluarkan pendapat sendiri dan duduk sama rendah dengan sesama manusia di dunia ini. Read the full article
0 notes
dindapranata · 3 years
Text
Pojokan-Apa Yang Sastra Ajarkan Pada Manusia
Sastra tidak hanya mencakup novel, puisi atau prosa. Kita mengenal sastra lewat karya-karya tertulis tersebut. Dari filsafat karya filsuf Yunani, roman karya Shakespeare hingga drama karya sanusi pane dan novel karya pramoedya merupakan bagian dari sastra. Namun apakah sastra hanya sebatas karya lisan saja? Sastra Dan Peradaban Manusia. Etimologi Kata sastra berasal dari bahasa Latin…
View On WordPress
0 notes
beritakarya · 4 years
Text
Dekan FE Untirta: Harusnya Parpol Hadirkan Panelis saat Penyampaian Visi Misi
Dekan FE Untirta: Harusnya Parpol Hadirkan Panelis saat Penyampaian Visi Misi
Umumnya masyarakat menilai penyampaian visi-misi yang menjadi bagian dari proses penjaringan di sejumlah partai politik kurang greget.
Dekan Fakultas Ekonomi Untirta, DR Fauzi Sanusi adalah salah seorang satu yang menyoroti hal tersebut, khususnya pemaparan bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Cilegon.
Menurut DR Fauzi Sanusi, penyampaian visi misi bakal calon Walikota dan Wakil Walikota…
View On WordPress
0 notes
agungsuryoputra · 5 years
Text
Lahirnya Sumpah Pemuda
Sebuah film pendek tentang lahirnya Sumpah Pemuda
Sutradara Danang Setyo Nugroho
Penulis Naskah Danang Setyo Nugroho
PEMAIN : M. Tabrani – Rizal Ma’rifatullah Anggota Jong Java – Bahrul Ulum Sumarto – Abdul Rohman Wahid Sanusi Pane – Shobib Furqon Farizi Jamaludin – Iqbal Purnomoaji Sarbini – Moh. Nurhidayat Suwarso – Moh. Abd Wahid Muhibin Bahder Johan – Gilang Mudiantoro Yan Toule…
View On WordPress
0 notes
ensiklodotcom · 6 years
Photo
Tumblr media
Mengenal Soetedja, Komponis Legendaris Pelopor Musik Modern Indonesia
Memiliki nama lengkap Raden Soetedja Purwodibroto, pria kelahiran Banyumas 15 Oktober 1909 ini merupakan komponis legendaris yang menjadi pelopor musik modern di Indonesia. Latar belakang Soetedja yang mengenyam pendidikan pada Conservatory of Music di Kota Roma, Italia, memengaruhi karakter musiknya. Komponis ini menghadirkan warna musik modern di Indonesia.
Sebagai komponis, Soetedja dikenal sebagai sosok yang romantis. Lirik dan aransemennya mampu meluluhkan hati setiap orang yang mendengar. Sederet lagu seperti Di Tepinya Sungai Serayu, Kopral Jono, Juwita Malam, Tidurlah Intan, Hamba Menyanyi dan Bunga Anggrek, adalah lagu-lagu yang tidak asing bagi telinga masyarakat Indonesia pada era 1950 an. Namun untuk lagu Kopral Jono dan Juwita Malam, masih menjadi perdebatan lantaran sejumlah referensi menyatakan lagu itu adalah ciptaan Ismail Marzuki.
Sebagian besar tembang gubahan Soetedja diciptakan semasa berada di Jakarta. Selepas perpindahan kantor pusat RRI dari Purwokerto ke Jakarta paska pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat. Soetedja yang menjabat Direktur Musik, turut boyongan ke Ibukota. Soetedja membentuk grup musik orkes Melati yang biasa tampil di RRI Jakarta. Kadangkala, tampil di sebuah club bernama Wisma Nusantara di pojok Istana Negara yang sekarang bangunannya sudah masuk dalam wilayah Istana Negara.
Masa Kecil Raden Soetedja
Masa kecil Raden Soetedja memiliki kebiasaan yang cukup berisik, dia gemar memainkan peralatan batik seolah sedang menabuh alat musik. Siapa sangka, kebiasaan inilah yang membawanya menjadi komponis legendaris yang menjadi pelopor musik modern di Indonesia.
Menurut Sugeng Wiyono, keponakan Soetedja, bakat bermusik Soetedja sudah nampak sejak diasuh oleh kakak kandung ayah Soetedja, Purwodibroto, yang bernama Sumandar. Sumandar adalah seorang pengusaha perkebunan tebu dan batik di Purworejo Klampok, Banjarnegara.
Sumandar sangat menyayangi Soetedja sebagai putra angkatnya. Pasalnya, Sumandar tak memiliki anak lelaki. Tingkah laku Soetedja yang berisik sering menabuh peralatan seperti wajan dan panci yang digunakan untuk membatik, mengganggu para perajin batik dan membuat Sumandar pusing tujuh keliling. Akhirnya, dia memutuskan membeli biola untuk sang anak ketika sedang berdagang di Eropa.
Inilah yang membuat Soetedja kecil sudah mulai memainkan alat musik legendaris buatan tangan Antonio Stradivari. Dari biola berjuluk “The Messiah” itu mengalir lagu ciptaannya yang dikenang sepanjang masa. Pada usia 10 tahun, biola Stradivarius Paganini buatan tahun 1834 sudah akrab dengannya. Pemberian berikutnya adalah sebuah piano. Hadiah itu diberikan agar Soetedja tidak mengganggu aktivitas para perajin batik di pabrik Sumandar.
Selepas lulus dari Algemeene Middelbare School (AMS) -setingkat Sekolah Menengah Atas- di Bandung, Soetedja memilih untuk melanjutkan pendidikan di bidang musik. Sementara ayah angkatnya, Sumandar, memintanya untuk meneruskan pendidikan bidang hukum atau kedokteran, seperti lazimnya anak bangsawan pada masa itu.
Soetedja tetap keras kepala dengan pilihannya. Karena keinginan ayahandanya diabaiakan, Sumandar berpura-pura menggertak akan mengusir Soetedja jika tidak mau memenuhi keinginannya. Tapi ternyata Soetedja memilih minggat. Entah angin mana yang membawa Soetedja pergi menemui Sultan Hamid di Kutai Borneo atau kini Kalimantan. Selama di Kalimantan, Soetedja mengasuh anak-anak Sultan Hamid dan melatih mereka bermain musik. Kepergian Soetedja ke Kalimantan membuat Sumandar jatuh sakit. Soetedja kemudian dibujuk untuk pulang ke rumah dengan jaminan Soetedja tetap melanjutkan studi musik di Eropa.
Soetedja menurut untuk pulang. Saking senangnya atas kepulangan Soetedja, Sumandar mengajak putra kesayangannya itu menyusuri Sungai Serayu dengan perahu. Dia menunjukkan hamparan tebu seluas 150 hektar, dari Klampok Banjarnegara hingga Kecamatan Somagede, Banyumas, yang kelak menjadi modal untuk biaya studi di Eropa.
Sewaktu menyusuri Sungai Serayu itulah, Soetedja terinspirasi untuk membuat lagu. Ada dua lagu, yakni lagu berjudul Sungai Serayu dan Ditepinya Sungai Serayu.
Baca : [ Bundengan, Alat Musik Etnik yang Aneh dan Ajaib dari Wonosobo ]
Karir Bermusik Soetedja
Soetedja pernah menjabat sebagai Direktur Musik di RRI Purwokerto lalu pindah tugas ke RRI Jakarta. Dia juga diminta untuk menjabat Direktur Korps Musik Angkatan Udara Republik Indonesia. Beberapa musikus beken pun pernah berguru kepada Soetedja. Beberapa nama mentereng, seperti Ismail Marzuki dan Bing Slamet yang menjadi vokalis pada masa itu juga pernah berguru kepada Soetedja.
Soetedja dikenal sebagai pendiri Orkes Studio Jakarta, yang merupakan orkes simphony pertama di Indonesia. Tapi sayang, Orkes Simphony Jakarta ditinggalkan, karena Soetedja diangkat sebagai Direktur Korps Musik Angkatan Udara. Sedangkan untuk mengisi acara-acara di RRI, Soetedja menggunakan Orkes Melati yang melantunkan irama musik barat yang dikeroncongkan.
Kegemilangan karier Soetedja terlihat ketika dia bersahabat dengan Suyoso Karsono, seorang perwira Angkatan Udara Republik Indonesia. Suyoso merupakan pendiri label rekaman pertama di Indonesia, dia meminta Soetedja untuk memimpin korps musik di AURI.
Beberapa tahun kemudian, sekitar 1968, Gubernur Jakarta Ali Sadikin memberikan penghargaan kepada Soetedja di bidang kesenian bersama WR Supratman, Chairil Anwar, Sanusi Pane dan Amir Hamzah. Waktu itu Hari Ulang Tahun Jakarta ke 441.
Komponis legendaris putra Banyumas itu wafat pada usia yang ke 51 tahun pada tanggal 12 April 1960. Setelah beberapa bulan sebelumnya memimpin rombongan misi kesenian Indonesia ke India. Soetedja meninggalkan seorang istri dan sembilan putra. Soetedja dimakamkan di pemakaman Karet Jakarta.
Sebagai pengingat bahwa Soetedja pernah memimpin misi kesenian Indonesia ke India, putra bungsunya yang lahir pada saat Soetedja berada di India diberi nama Krisno Indiarto.
Baca : [ Lengger Lanang : Seni Lintas Gender yang Berkembang di Banyumas ]
Karya-karya Soetedja
Sebenarnya, lagu hasil gubahan Soetedja cukup banyak. Namun sebagian besar repertoir karya Soetedja yang tersimpan di RRI Pusat Jakarta musnah, karena dilanda musibah kebakaran pada tahun 1950-an. Maka, banyak lagu gubahan Soetedja dalam bentuk partitur note balok ikut musnah terbakar.
Beruntung, gitaris Jack Lesmana alias Jack Lamers sempat meminjam beberapa partitur lagu-lagu gubahan Soetedja untuk direkam. Berkat Jack Lesmana, sekitar 70 lagu sempat terselamatkan. Tapi, ratusan lagu lainnya binasa. Nahasnya, justru partitur lagu-lagu lagendaris itulah yang ikut binasa. Di antaranya lagu-lagu yang populer di Eropa seperti Als d’Orchide Bluijen (Ketika Anggrek Berbunga). Lagu tersebut diciptakan di negeri Belanda ketika beliau berjalan-jalan dengan pacar noni belandanya ke pasar lelang bunga. Dan lagu Waarom Huil Je tot Nona Manies (Mengapa Kau Menangis) diciptakan ketika Soetedja harus berpisah dengan pacarnya. Soetedja harus pulang ke Indonesia karena telah menyelesaikan studi di konservatori musik Roma Italia.
Masyarakat hanya mengenal sebagian lagu ciptaannya. Di antaranya Tidurlah Intan yang sempat menjadi closing song siaran bahasa Indonesia radio Australia. Lagu-lagu lainnya seperti Hamba Menyanyi, Mutiaraku, Di Tepinya Sungai Serayu dan Kopral Jono.
Lagu Kopral Jono digubah secara khusus untuk menyindir keponakan Soetedja yang berpangkat kopral tapi sangat playbloy. Sedangkan lagu Tidurlah Intan diciptakan untuk meninabobokan buah hatinya.
Sumber Rujukan :
Jejak Soetedja, Purwokertokita.com, diakses pada 20 Oktober 2018
Soetedja, Seabad (In-Memoriam), Sugeng Wijono, Blog Banyumas Cekakakan, diakses pada 20 Oktober 2018
Posting Mengenal Soetedja, Komponis Legendaris Pelopor Musik Modern Indonesia ditampilkan lebih awal di Ensiklo.Com.
0 notes
ummuadillaudil · 6 years
Text
Organisasi kooperatif dan non kooperatif pada masa pergerakan nasional
Di masa pergerakan Indonesia banyak organisasi yang muncul, organisasi ini berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, namun cara tiap organisasi dalam melawan penjajah berbeda beda ada yang bersifat  kooperatif dan ada juga yang non kooperatif.
 Organisasi kooperatif diantaranya adalah:
·         Budi Utomo
Organisasi ini didirikan oleh Dr.Wahidin Sudirohusodo dan diketuai oleh Soetomo, berdiri pada 20 Mei 1908, merupakan organisasi modern pertama dalam pergerakan nasional,perintis organisasi politik lainnya.Organisasi ini bersifat moderat karena sebagian besar anggotanya adalah pegawai negeri dan lapisan ningrat.
·         Sarekat Islam
Awalnya organisasi ini bernama Sarekat Dagang Islam ,didirikan oleh Haji Samanhudi pada tahun 1911, organisas ini bertujuan untuk mengembangkan jiwa dagang berdasarkan syariat islam kepada pedagang islam untuk mencapai kemakmuran rakyat. Sarekat Islam yang beraliran kooperatif adalah Sarekat Islam Putih sedangkan yang beraliran Non kooperatif adalah Sarekat Islam Merah .
·         Gerindo
Didirikan di Jakarta 24 Mei 1937. Tokoh nya adalah Sartono, Sanusi Pane dan Moh.Yamin. Dasar dan tujuannya adalah nasional dan mencapai Indonesia merdeka.
Organisasi non kooperatif diantaranya adalah:
·         Indische Partij
Pendiri organisasi ini adalah tiga serangkai yaitu Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat pada 25 Desember 1912. Indische Partij bersifat radikal. Organisasi ini menuntut dihapusnya eksploitasi rakyat. Karena keradikalannya pada 4 Mei 1913 ,partai ini diyatakan sebagai Partai terlarang.
·         Partai Komunis Indonesia (PKI)
Oragniasi ini awalnya bernama ISDV kemudian berubah menjadi PKI tahun 1924. Dipelopori oleh Sneevliet. Sneevlit mendirikan ISDV pada 1914 di Semarang. Ketua PKI pertama adalah Semaun.Konsep perjuangannya yaitu mempertentangkan kelas antara kaum borjuis dan proletar (buruh )  Tokoh tokoh PKI diantaranya Semaun,Alimin, Tan Malaka dan Darsono. Keradikalan organisasi salah satunya dengan mengadakan pemogokan buruh besar besaran yang membuat keuangan belanda menjadi merosot. Organisasi ini juga dengan tegas menyatakan ingin melakukan  revolusi untuk menggulingkan pemerintahan colonial Belanda
·         Partai Nasional Indonesia
Dipelopori oleh Soekarno, Partai ini didirikan 4 Juli 1927, merupakan partai politik tertua di Indonesia. Organisasi ini bersifat non kooperatif dan bisa kita ketahui dari 3 asasnya yaitu berdiri di kaki sendiri,non kooperatif dan Marhaenisme.Partai ini berorientasi dalam Nasionalisme.
0 notes
irwanpratubangsawan · 4 years
Text
AIRLANGGA (1928)
Tumblr media
Airlangga merupakan judul drama karangan Sanusi Pane yang ditulis pertama kali dalam bahasa Belanda dan diterbitkan secara bersambung pada tahun 1928 di dalam majalah Timboel. Drama ini kemudian diterjemahkan dari bahasa Belanda oleh Das Chall dan diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1985 (pada tahun 2003 mencapai cetakan kesepuluh).
Airlangga adalah nama seorang raja di Jawa Timur yang…
View On WordPress
0 notes
tiararalene-blog · 6 years
Text
Mengenal Lafran Pane, Putra Sipirok yang Dianugerahkan Jokowi Gelar Pahlawan Nasional
Tiara Ralene Mengenal Lafran Pane, Putra Sipirok yang Dianugerahkan Jokowi Gelar Pahlawan Nasional Artikel Baru Nih Artikel Tentang Mengenal Lafran Pane, Putra Sipirok yang Dianugerahkan Jokowi Gelar Pahlawan Nasional Pencarian Artikel Tentang Berita Mengenal Lafran Pane, Putra Sipirok yang Dianugerahkan Jokowi Gelar Pahlawan Nasional Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Mengenal Lafran Pane, Putra Sipirok yang Dianugerahkan Jokowi Gelar Pahlawan Nasional Lafran Pane dibandingkan dua abangnya, Sanusi Pane dan Armijn Pane, memang lebih senang memilih jalan sunyi. http://www.unikbaca.com
0 notes
livingtofreedom · 7 years
Text
Musik Sebagai Alat
Musik merupakan media seni yang berwujud alat penghibur bagi sebagian kalangan masyarakat. Namun siapa sangka musisi dari berbagai genre menjadikan musik sebagai media perlawanan dan propaganda terhadap ketimpangan-ketimpangan yang ada di dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan yang lainnya. Musik sangat mudah sekali berkembang di kalangan masyarakat menjadi tolak ukur kenapa banyak aliran musik menjadi media perlawanan terhadap penindasan atau menjadi alat propaganda masyarakat terhadap keadaan yang terjadi di kehidupannya.
Musik juga diterapkan sebagai alat menyampaikan opini tentang sudut pandang atau kejadian yang diambil dari keadaan sosial yang terjadi di lingkungan sekitar. Musik perlawanan cenderung mendapatkan tempat tersendiri dibenak penikmatnya, hal ini terjadi karena lirik lagunya memiliki kedekatan secara emosional terhadap pendengarnya. Pendengar seakan-akan terhipnotis dalam alunan lagu-lagu yang dinyanyikan, dimana setiap liriknya memiliki makna tersendiri dalam menceritakan keadaan sosial di sekitar para penikmat musik.
Begitu pula dengan lirik yang terkandung di dalam lagunya. Lirik lagu yang ditulis dan dinyanyikan dapat membuat perilaku atau sikap seseorang berubah. Seperti musik-musik yang dipopulerkan oleh penyanyi terkenal Iwan Fals, lagu-lagunya memiliki makna tersendiri dalam liriknya. Makna yang terkandung dalam setiap liriknya mampu memberitahukan realita yang ada di kehidupan sekitar, seperti penindasan terhadap kaum-kaum minoritas yang selalu ditindas oleh pemerintah. Tak jarang juga di setiap aksi demonstrasi kita mendengarkan alunan musik yang dijadikan sebagai sikap protes terhadap keadaan sekitar.
  Musik Sebagai Media Komunikasi
Gegap gempita dunia politik pasca dilantiknya Presiden Jokowi begitu runyam. Masih segar diingatan perseteruan antara Polri versus KPK yang begitu mendominasi pemberitaan media kala itu. Begitu juga saat ini, setiap hari kita disuguhi perilaku politik dalam melakukan kriminalisasi terhadap KPK.
Peristiwa politik kala itupun direspon dengan sangat cepat oleh berbagai khalayak, tidak ketinggalan para seniman dan musisi. Tagar atau hashtag #SaveKPK menjadi trending topik di media sosial. Di sinilah budaya perlawanan para musisi dan seniman berperan penting. Tidak sedikit terselenggara konser musik untuk mendukung KPK ataupun tercipta lagu-lagu yang mendukung KPK.
Setidaknya ada dua hal yang ingin dicapai para musisi. Pertama, ingin menjadi bagian dari upaya menegakkan praktik demokrasi di Tanah Air, khususnya bidang kebebasan berekspresi sebagai hak konstitusional warga negara. Kedua, ingin menggugah kesadaran publik utamanya para pembuat kebijakan dan para penguasa.
  Menggugah Kesadaran
Di tengah kuasa kapitalisme konsumsi, dunia industri musik sebenarnya kian jauh dari diskursus ideologi dan kritik kebudayaan. Industri musik bahkan kian hanyut dalam mainstream industri hiburan. Karena itu, karya musik yang lekat dengan muatan ideologi dan kritik sosial seringkali kurang populer dibandingkan karya-karya musik yang memfasilitasi imajinasi kesenangan (pleasure), ekstasi masokisme dan romantika hubungan personal.
Satu sisi, musik menjadi arena penting sebagai arena kontestasi kesadaran publik. Meski berbeda arah, baik negara maupun kekuatan industri kapitalisme sama-sama berkepentingan memanfaatkan hal ini. Sisi lain, musik juga dapat menjadi medium penting dalam mengembangkan kritik sosial dan kebudayaan.
Mengingat pentingnya musik dalam kehidupan publik, Theodor Adorno dan Max Horkheimer (1993:12), dalam Dialectic of Enlightenment, cukup lama melacak kecenderungan metamorfosis budaya dan dunia hiburan seiring dengan perkembangan kapitalisme dan budaya massa. Keduanya sempat menghawatirkan konsekuensi dari hanyutnya musik dalam industri budaya massa yang berbasis hiburan. Mereka menengarai bahwa arus fusi budaya dan hiburan yang berlangsung tidak hanya berdampak pada arus pencerabutan akar nilai-nilai budaya, tetapi berdampak pada menurunnya aspek intelektualisasi ketika masuk dalam dunia hiburan (Adorno dan Horkheimer,1993: 18).
Berbeda dengan keduanya, John Fiske (1989) justru mengidentifikasi adanya dua mainstream budaya baru yang diciptakan oleh budaya populer itu sendiri, yaitu budaya perlawanan di mana di dalamnya menekankan makna alternatif membebaskan dari konstruksi ideologi tertentu dan budaya penghindaran (evasion) yaitu kemampuan untuk menghindar dari kungkungan nilai-nilai dominan yang dikendalikan oleh elit, rezim penguasa ataupun rezim kapitalisme industri itu sendiri.
Di tengah kenyataan masyarakat kapitalisme modern, industri budaya telah mengambil alih warisan peradaban. Dampaknya mayoritas kalangan muda kian terpisahkan dari diskursus kesadaran ideologis mereka dalam struktur sosial karena hanyut dalam hedonisme yang diciptakan oleh kapitalisme konsumsi, termasuk melalui industri musik. Karena itu, melalui budaya perlawanan maupun pengindaran (evasion), industri musik kian strategis digunakan menggugah kesadaran baru bagi anak muda.
  Musik dan Budaya Perlawanan
Revolusi melalui jalan apapun, termasuk kebudayaan cenderung menakutkan bagi rezim penguasa. Di Indonesia, sejumlah nama seperti Koes Plus dan juga penyanyi Iwan Fals identik dengan agenda kritik politik dan kebudayaan. Berbeda dengan mereka, Iwan Fals yang tumbuh dan berkembang di tengah kungkungan rezim Orde Baru. Mereka telah menjadi momok bagi Orde Baru.
Di berbagai belahan dunia, sejarah musik juga menunjukkan bagaimana musik tumbuh dan berkembang dalam arena kontestasi politik dan propaganda ideologi. Adakalanya tangan-tangan kuasa negara bahkan ikut bergerilya mempengaruhi kesadaran ideologi para kreatornya, atau bahkan mengintervensi langsung kepada para pelaku budaya. Sebaliknya, cukup banyak juga kalangan musisi yang berusaha menghindari tema-tema kritik politik, sosial dan budaya dan semata-mata masuk dalam mainstream dunia hiburan. Di sini para musisi cenderung menjauhi titik-titik api revolusi karena tidak mau mengambil risiko terhadap kritik dan benturan dengan kekuasaan.
Menggeser watak pragmatisme industri musik kembali ke kritik kebudayaan sesungguhnya sangat sulit. Tidak banyak musisi yang berani masuk ke ranah ini. Entah hanya karena sekadar persoalan pragmatisme semata atau memang persoalan ideologi dan sensitivitas sosial yang mulai surut.
Paling tidak, di negeri ini masih ada musisi-musisi yang punya kepedulian atas kesadaran politiknya sendiri tanpa harus berpikir bahwa musiknya akan laku dan diterima pasar. Mungkin para musisi itu telah berteriak keras untuk merenda sisa-sisa suara yang tak tersalurkan lewat institusi demokrasi yang ada. Mungkin suara itu tak terdengar. Karena mereka hanya sebagai penanda saja, bahwa setelah gegap gempita acara, orang sudah mulai lupa akan perkara politik yang sayup-sayup mengendap di balik tumpukan abu sejarah.
  Sejarah Musik Sebagai Propaganda Di Indonesia
Di Indonesia, sejarah kesenian (musik) dalam menjadi mesin propaganda telah berkembang sejak masa kolonial. Ketika Belanda berkuasa dibumi pertiwi, lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dilarang beredar. Rekaman lagu itu dibuat sangat terbatas dan judulnya pun dirubah menjadi  “Indoness Indoness” karena lagu tersebut dapat mengugugah jiwa patriotisme anak-anak muda. Zaman pendudukan Jepang, situasi mulai sedikit berubah. Pemerintah fasis Jepang memanfaatkan seniman-seniman pribumi untuk kepentingan propaganda “Negara Asia Timur Raya”. Pada Maret 1942 Jepang mendirikan “Radio Hosyo Kanri Kyoku” yang disiarkan dari Tokyo dan untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya (versi 3 stanza) dikumandangkan secara luas dengan iringan Orkes Simponi “Nippon Kosyo Kanri”. Ironisnya dibulan April tahun 1942, secara sepihak Perdana Menteri Jenderal Tojo Hideki mengeluarkan pengumuman melalui radio Hosyo Kanri Kyoku melarang pemutaran lagu Indonesia Raya dan upacara pengibaran bendera Merah Putih.Pemerintah Jepang lalu mengeluarkan Undang-Undang no 4 yang mewajibkan rakyat Indonesia mendengarkan lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo” dan melaksanakan upacara pengibaran bendera “Himomaru”.
Setelah itu, Jepang mendirikan Badan Pusat Kesenian Indonesia (BPKI) diketuai oleh Sanusi Pane. Organisasi itu didirikan pada bulan Oktober ditahun yang sama. Tujuan pendirian BPKI tersebut dimaksudkan sebagai siasat untuk memanfaatkan para seniman Indonesia agar mau ikut mensukseskan Negara Kesatuan Asia Timur Raya. Dimasa itulah “Cornell Simandjuntak” menciptakan lagu “Hancurkanlah Musuh Kita, Itulah Inggris dan Amerika” yang menjadi slogan perjuangan dan sangat populer pada masa itu.
Di tahun 1943, Jepang kembali merekrut seniman Indonesia dibawah bimbingan komponis “Nobuo Lida” untuk mensosialisasikan lagu-lagu propaganda Jepang (Nippon Seishin). Seniman-seniman yang tergabung diantaranya antara lain, Cornell Simandjuntak, Kusbini, Bintang Sudibyo dan Ismail Marzuki. Lagu-lagu yang berhasil diciptakan contohnya adalah, Menanam Kapas, Bikin Kapal, Bekerja, Menabung, bersatu, Buta Huruf, Fajar, Kereta Apiku, Sayang, Asia Sudah Bangun, Bagimu Negri, Maju Putra-Putri Indonesia (setelah merdeka, lagu ini dirubah menjadi Maju Tak Gentar), Menanam Jagung, dan lain-lain. Keseluruhan dari lagu itu seakan-akan merepresentasikan dukungan rakyat Indonesia terhadap perjuangan Jepang melawan sekutu.
Propaganda Jepang ini tidak berlangsung lama. Pasca kekalahannya oleh Sekutu, seniman-seniman Indonesia merubah ulang lagu-lagu tersebut demi kepentingan perjuangan. Pada tahun 1946 para alumni “Hollandsch Inlandsche Kweekschool” (HIK) membentuk paduan suara Pemuda Nusantara yang secara rutin menyanyikan lagu-lagu perjuangan di RRI Kotabaru, Yogyakarta. Mereka cukup sukses mengobarkan semangat kebangsaan didada para anak-anak muda untuk ikut berjuang demi kemerdekaan.
Pasca proklamasi 17 agustus, seni kembali dihadapkan pada kepentingan politik. Berawal dari sikap politik Soekarno yang anti barat hingga pelarangan segala hal yang berbau western. Baik produk ekonomi hingga menyentuh ruang estetika. Dengan kebijakan itulah maka personil ”Koeswoyo Bersaudara” ditangkap karena dianggap memainkan musik yang bertentangan dengan budaya Indonesia.
Di sini estetika dimaknai sebagai sesuatu yang bisa bermuatan politik. Presiden Soekarno mencanangkan irama lenso sebagai musik yang sesuai dengan budaya bangsa dan didukung oleh Jack Lesmana, Titiek Puspa, Lilis Suryani, dan Bing Slamet. Presiden RI pertama itu juga merangkul beberapa seniman untuk kepentingan propaganda. Lilis Suryani, penyanyi yang dekat dengan Sukarno menciptakan lagu berjudul “Oentoek Paduka Jang Moelia” lagu itu berorientasi untuk mengkultuskan figur Bung Karno. Beberapa lagu juga berhasil diciptakan untuk kepentingan politik semisal propaganda “Pergi Pedjoeang” dalam konfrontasi Indonesia dan Malaysia.
Diera Orde Baru Soeharto, musik lebih banyak digunakan untuk kampanye dalam mensukseskan program-program pemerintah. Seperti Mars Pemilu, Mars Keluarga Berencana, ACI (aku cinta Indonesia) dan lain sebagainya. Titik Puspa menciptakan lagu berjudul “Bapak Pembangunan”. Lagu itu didedikasikannya untuk pimpinan Orde Baru.Pada perkembangan selanjutnya, kesenian (musik) terus bermutasi dalam panggung-panggung politik.
Era Reformasi, para penguasa silih berganti menggunakan musik demi kepentingan agitasi. Para politikus kerap menghadirkan seniman dalam kampanye-kampanye mencari dukungan. Ada juga yang menggunakan musik untuk sosialisasi. Lihat, beberapa pemimpin partai politik belakangan ini sering membuat album musik. Dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dengan album “Rinduku Padamu” hingga Soetiyoso mantan Gubernur DKI Jakarta dengan album Campur Sari berjudul “Adem Panas”. Pada album ini, Sutiyoso, menyumbangkan suaranya pada lagu “Yeng Ing Tawang Ono Lintang”. Lain halnya dengan Amien Rais, capres yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) pada pilpres 2004. Meminta “Nomo Koeswoyo” untuk dibuatkan lagu. Hasilnya lagu “Putra Nusantara” pun diciptakan sesuai pesanan Mantan Ketua MPR itu. Selain itu, contoh yang lebih jelas adalah saat kampanye baik pilkada maupun pemilu. Partai-partai selalu menghadirkan seniman (artis Musik, Film, Sinetron) dalam mengambil perhatian massa. Di sini seni menunjukan dirinya sebagai titik sentral agitasi dan propaganda
Berapa banyak hutang negeri ini pada kesenian, seni musik menopang berdirinya republik ini.
  Tulisan ini disadur dari banyak penulis, antara lain:
http://www.rollingstone.co.id/article/read/2015/05/26/140502201/31/musik-dan-budaya-perlawanan 
http://el-rocknrevolt.blogspot.co.id/2010/01/sejarah-seni-musik-sebagai-media.html
0 notes
tobasatu · 4 years
Link
tobasatu.com, Medan | Balai Bahasa Sumatera Utara (BBSU) melakukan audiensi ke DPRD Sumut, Senin (3/2/2020).
Audiensi ini terkait serangkaian kegiatan yang akan dilakukan Balai Bahasa diantaranya seminar nasional guna mengangkat ‘warisan’ berharga seperti Barus sebagai peradaban masuknya Islam pertama ke Indonesia serta eksistensi bahasa Indonesia dan kelembagaannya atas prakarsa tokoh Sumut Sanusi Pane.
Ketua BBSU Maryanto didampingi unsur pengurus balai seperti Salbiyah Nurul Aini, Sahril, Yolferi, Rosliani dan Suyadi San diterima Ketua DPRD Sumut Drs Baskami Ginting didampingi Wakil Ketua DPRD Sumut Rahmansyah Sibarani dan staf ahli Sutrisno Pangaribuan.
Baskami menyatakan mendukung seminar nasional yang akan dilaksanakan BBSU, direncanakan 20 Februari 2020 di Medan. 
“Kami mendukung sepenuhnya seminar ‘bahasa dan sepeda bangsa’, karena materi yang dibahas terkait penelusuran sejarah pergerakan lahirnya bahasa persatuan Indonesia dari Barus (Tapteng) bagian dari Provinsi Sumatera Utara,” ujarnya.
Terkait nama Sanusi Pane diusulkan menjadi pahlawan nasional, Baskami Ginting menyatakan mendukung, karena Sanusi Pane sudah layak menjadi pahlawan atas gagasan dan inisiasinya mentransformasi bahasa arab melayu menjadi bahasa Indonesia di tahun 1926.
Demikian halnya Rahmansyah saat menerima audiensi BBSU menyatakan, pihaknya secara pribadi sangat antusias terhadap seminar yang akan dilakukan, karena materi yang dibahas mengangkat sejarah peradaban Islam di Indonesia dan budaya melayu pesisir di Barus. Tapteng khususnya Barus itu wilayah pesisir yang identik dengan melayu.
Soal rencana perampingan organisasi oleh pemerintah pusat, Baskami maupun Rahmansyah akan membantu memberikan masukan ke pemerintah pusat agar tidak menyapu bersih badan/organisasi, tapi harus ada pengecualian terutama badan terkait kepentingan rakyat.
Sementara Maryanto menyebutkan, seminar yang akan digelar akan membahas eksistensi bahasa Indonesia dan kelembagaannya atas prakarsa tokoh Sumut Sanusi Pane. Menjelaskan potensi masyarakat Melayu Sumut sebagai patron nasional terkait budaya dan bahasa. 
“Akan dijelaskan posisi Barus sebagai titik awal toleransi beragama dalam bermasyarakat menuju Indonesia yang beridentitas kebangsaan dengan melibatkan Gubsu, Ketua DPRD Sumut, Kepala BPIP, Anggota DPD-RI, Dirjen budaya Kemendikbud dan Kepala BPPB serta Sanusi Pane sebagai tokoh pertama yang menciptakan bahasa Indonesia dari bahasa arab melayu, tanpa gagasan Sanuai Pane Indonesia tidak memiliki bahasa Indonesia seperti sekarang ini. Sanusia pane melakukan transmformasi bahasa dan melahirkan gagasan bahasa di tahun 1926. Karena itu, Sanusi Pane sebagai pahlawan nasional ,” ujarnya. (ts-02)
The post Barus Sebagai Peradaban Masuknya Islam ke Indonesia akan Diseminarkan appeared first on tobasatu.com.
0 notes
rumahinjectssh · 7 years
Text
NGENES !, Hukuman M Sanusi Terkait Korupsi REKLAMASI Diperberat Dari 7 Tahun Menjadi 10 Tahun BUI - FROM SUARASOSMED
SUARASOSMED - Hukuman mantan anggota DPRD Jakarta, M Sanusi, diperberat dari 7 tahun menjadi 10 tahun penjara. "Menerima permintaan banding dari penuntut umum tersebut. Mengubah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekadar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 10 tahun dikurangkan seluruhnya dari masa penahanan," kata majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (29/8/2017). Duduk sebagai ketua majelis Daniel Dalle Pairunan, dengan anggota Humuntal Pane, Sri Anggarwati, Jeldi Ramadhan, dan Anthon Saragih. Selain hukumannya diperberat menjadi 10 tahun, Sanusi dijatuhi hukuman: 1. Denda sebesar Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. 2. Pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya. 3. Merampas aset Sanusi dari hasil pencucian uang: a. Mobil Audi b. Mobil Jaguar c. Lima rumah/apartemen mewah di berbagai tempat, seperti di Thamrin Executive Residence, tanah dan bangunan di Perumahan Vimala Hills Villa and Resort Cluster Alpen, serta sebuah apartemen di Soho Pancoran. 4. Uang cash miliaran rupiah. [ads-post] Sebagaimana diketahui, M Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, pada Maret 2016. Uang tersebut terkait dengan pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (RTRKSP) Jakarta di Balegda DPRD DKI. Berita Atau Informasi Diatas Sudah Terlebih Dahulu Tampil Dan Ditayangkan Di Halaman Berikut Sumber Berita : DETIK Judul Asli :
Terima Kasih Telah Menggunakan Dan Menyebarkan Kembali Berita Dari suarasosmed-Media Informasi Terkini Yang Senantiasa Dan Selalu Terbuka Untuk Umum - Bookmark Wartabali.net Dan Dukung Terus Perkembangan Kami - Wartabali-Media Informasi Kita 
from Media Informasi Kita http://www.suarasosmed.com/2017/08/ngenes-hukuman-m-sanusi-terkait-korupsi.html
0 notes