Tumgik
#Egy Fedly
moviesandmania · 7 months
Text
THE HAUNTED PLACE (2023) Indonesian horror preview with trailer
The Haunted Place is a 2023 Indonesian horror film about an old hotel where there is a room on the third floor with no door number. Anyone who opens the door to this room and sees the figure of a white-skinned and white-haired woman, is doomed. In a matter of days, they will be skinned to death at midnight. The original title Panggonan Wingit translates into English as “Yesterday’s…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
shadika · 2 years
Text
MARLINA: Penggal Kepala, Harga Yang Layak Untuk Pemerkosa
https://twitter.com/jakartabeat/status/935544081115054081?s=20&t=MycRuKei8zQnXCGWxMkhgQ
(menyalin tulisan saya beberapa tahun lalu untuk jakartabeat.net, yang entah mengapa kini platform tersebut berubah menjadi web judi online. lol. sangat disarankan untuk terlebih dahulu menonton film sebelum membaca review ini.)
Tumblr media
Entah sebuah kebetulan atau semesta memang sudah membuatnya demikian. Saat isu mengenai kesetaraan gender sedang marak dibicarakan, film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak langsung merebut panggung dan mencuri begitu banyak pasang mata masyarakat Indonesia dan belahan dunia lainnya. Film ini disutradarai oleh Mouly Surya dan naskahnya ditulis oleh Garin Nugroho. Sebuah kolaborasi yang amat apik dalam menuturkan narasi melalui audio-visual indah tentang perempuan Sumba Timur yang diri dan peranannya terepresi. Tidak heran jika sebelum diputar di bioskop Indonesia pun film yang berdurasi 90 menit dan dibintangi oleh Marsha Timothy (Marlina), Egi Fedly Markus), Dea Panendra (Novi), dan Yoga Pratama (Franz) ini sudah masuk dalam Directors’ Fortnight Cannes Film Festival 2017 dan memenangkan penghargaan NETPAC Jury Award di Five Flavours Asian Film Festival.  Jika para perempuan dan laki-laki di dunia dapat berkolaborasi dengan padu seperti ‘ibu dan ayah’ dari film ini maka ujaran seperti “Dibilang cantik katanya catcalling tapi dibilang gemuk katanya body shaming” tidak perlu diperdebatkan panjang lebar lagi karena kesadaran berempati sudah dimiliki.
Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak bercerita tentang perjalanan seorang janda dari latar belakang pendidikan dan ekonomi terbelakang di pelosok Sumba Timur dalam mencari keadilan setelah ia diperkosa oleh para lelaki. Film ini mampu ‘mengawinkan’ isu sosial yang relevan di Indonesia dan nuansa western cowboy yang seperti dijungkirbalikkan melalui potret seorang perempuan – Marlina. Betapa film ini sangat menohok para feminis atau pemerhati isu kesetaraan gender di kota, termasuk saya, karena mencari keadilan tidak harus selalu dengan berisik berteriak tetapi justru gigih bergerak. Ya, dalam keheningannya Marlina mampu menggugat.
Menonton Film, Membaca Masyarakat
Film hadir sebagai salah satu media yang persuasif dan efektif dalam proses sosialisasi budaya. Oleh sebab itu, sekali lagi saya pertanyakan apakah hadirnya film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak ini hanya sebuah kebetulan di tengah masyarakat yang kini begitu riuh dengan isu kesetaraan gender. Kini semakin banyak film yang berbicara sebagai karya mandiri bukan hanya ilustrasi atas tulisan fiksi maupun nonfiksi. Sebagai media massa, film digunakan sebagai refleksi bahkan pembentukan realitas baru.
James Procter menyatakan bahwa produk budaya (film, sastra, musik, berita, fashion, dan lain-lain) bersifat ideologis karena merupakan refleksi atau wujud legal berbasis ekonomi dari perpanjangan tangan kultur dominan (Marx, 1859). Mengingat bahwa produk budaya berarti meliputi segala hal yang kita temui dalam hidup kita maka kita yang pada awalnya hanya dibiasakan membaca teks tertulis, kini harus peka untuk membaca segala hal yang ada pada semesta ini sebagai ‘teks’. Upaya kritis tersebut diperlukan karena setiap harinya kita dijejali begitu banyak informasi yang dengan sengaja disusun oleh apa yang sebelumnya telah disebut sebagai ‘perpanjangan tangan kultur dominan’ yaitu pemerintah, media, perusahaan yang produknya diiklankan, selebtweet, termasuk sutradara sebuah film.
Tidak jarang kita terbawa alur dalam sebuah film – tertawa, menangis, bahkan mempersalahkan tokoh tertentu. Sekilas mungkin kita terlihat menjiwai tetapi kita lupa bahwa film adalah second hand reality, seperti yang disampaikan oleh Stuart Hall, “The dog in the film can bark but it cannot bite!”. Perspektif kamera, pilihan kata dalam dialog, pakaian yang dikenakan, musik, dan unsur pendukung lainnya yang mendukung realitas sebuah film (Mise-en-Scéne) menjadikan film sebagai representasi budaya. Kembali Hall mengungkapkan bahwa film sebagai representasi budaya tidak hanya mengonstruksikan nilai-nilai budaya tertentu di dalam tubuh film itu sendiri, tetapi juga menjelaskan bagaimana nilai-nilai tersebut diproduksi dan dikonstruksi oleh pihak yang ‘berkuasa’ untuk dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan film. Bagaimana ‘sistem tanda’ dalam sebuah teks budaya direpresentasikan, dalam hal ini film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak, inilah yang menarik untuk dibaca lebih jauh dan dijelajahi lebih teliti.
Perempuan Menghidupi, Perempuan Dialienasi
Dalam masyarakat Sumba, perempuan dapat dikatakan merupakan pusat dari sendi dalam keseharian hidup, mulai dari mengurus kebutuhan rumah tangga, bekerja, bahkan menyiapkan salah satu syarat mahar (dalam bahasa Sumba disebut mamoli) adat pernikahan yaitu kuda (dalam bahasa Sumba disebut belis). Perannya yang vital sayangnya tidak didukung oleh sistem sosial yang menempatkan perempuan sebagai individu yang independen. Hal ini bukan karena perempuan yang tidak cukup mampu, melainkan sudah terbuat ‘jarak’ antara diri perempuan itu sendiri dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan perempuan. Gadis Arivia dalam bukunya Filsafat Berperspektif Feminis mengutip pendapat Ann Forman bahwa laki-laki sangat eksis dalam dunia sosial dan pekerjaan sehingga berkesempatan lebih besar untuk mengekspresikan diri dan mengalienasi perempuan yang seringkali lebih banyak di rumah. Batasan-batasan yang dikonstruksikan oleh budaya patriarki dalam masyarakat ‘berbuah’ menjadi ketidakleluasaan perempuan dalam menentukan pilihan dan identitas perempuan itu sendiri sebagai individu.
Dalam babak pertama film ini yaitu Perampokan Setengah Jam Lagi, kita langsung disuguhi dengan gambaran nyata tentang budaya patriarki yang begitu mengakar dalam masyarakat. Sejak awal, salah satu perampok bernama Markus, tanpa malu-malu mengatakan bahwa ia dan gembongnya akan merampok harta benda dan ternak yang dimiliki Marlina, serta meniduri Marlina. Ia mengatakan bahwa malam itu akan menjadi keberuntungan bagi Marlina karena bisa tidur dengan banyak lelaki, sementara menurut Marlina pemerkosaan itu akan membuatnya menjadi perempuan paling sial. Alih-alih Markus meminta maaf, ia justru menganggap bahwa perempuan selalu menempatkan diri sebagai korban. Tidak hanya Markus, para perampok lainnya juga terbuka melecehkan Marlina baik itu secara verbal dengan mengatakan bahwa masakan Marlina lebih enak daripada masakan istri salah satu perampok. Pada dialog tersebut konteks yang disampaikan adalah menggoda bukan memuji, bahkan perampok tersebut pun secara fisik melecehkan Marlina dengan tanpa malu-malu memegang pahanya. Kelakar khas masyarakat patriarki sudah begitu sarat sejak babak pertama film ini, terutama tentang persetubuhan, bahwa lelaki yang menikmati dan perempuan digagahi. Kelakar (secara lebih luas juga bisa dalam bentuk anekdot, jokes, meme, dan lainnya) yang turun temurun mengakar dan parahnya lagi dianggap lucu, ternyata menjadi medium ampuh untuk melecehkan perempuan. Jika kelakar yang seperti itu dianggap wajar maka tidak heran jika tidak pernah diusut hingga tuntasnya kasus-kasus pemerkosaan seperti Sitok Srengenge pun dianggap wajar.
Tidak hanya di Sumba Timur, tetapi juga di Indonesia secara umum, kasus pemerkosaan sayangnya dianggap kurang ‘seksi menantang’ bagi media, ketimbang kasus korupsi atau penistaan agama saat pilkada DKI Jakarta kemarin. Jika menurut Anda di sini saya menjadi bias, perlu Anda ketahui bahwa saat mendapati fenomena tersebut pun saya juga merasakan bias. Bukankah korupsi dan pemerkosaan adalah sama-sama bentuk nyata seorang manusia dalam menistakan agama? Dalam film ini, Marlina dipaksa menggosok kemaluan pemerkosanya, ditampar karena menolak disentuh, ditarik celana dalamnya, vaginanya diterobos paksa, dan saat diperkosa pun masih juga dihardik, “Kau juga suka kan?”. Korupsi berarti mengambil hak orang lain dan pemerkosaan berarti merajam jiwa, menjajah tubuh, dan merampas kemanusiaan orang lain. Mungkin kasus pemerkosaan dianggap terlalu duniawi, sehingga perangkat hukum yang bau mani ini, suatu saat nanti perlu diganjar dan diracun sampai mati atau penggal kepala seperti yang dilakukan Marlina kepada para pemerkosanya.
Lebih jauh lagi, budaya patriarki memuat relasi kuasa yang tidak pernah imbang dan melulu bernafsu, agar yang mendapat manfaat selamanya tetap kuat dan perempuan yang diperalat semakin sekarat. Dalam masyarakat Indonesia, kita tentu sangat akrab dengan mitos atau takhayul yang mengungkung, terutama bagi perempuan, misalnya seorang janda cantik tidak boleh terlalu galak agar bisa ‘laku’ lagi, persis seperti ucapan Markus terhadap Marlina. Kita dapat melihat bagaimana budaya patriarki bekerja melalui mitos turun menurun dan menilai peran perempuan hanya dari sisi transaksional – cantik atau tidak dan laku atau tidak, bahkan sampai perlu repot-repot menentukan standar baku tentang bagaimana seharusnya perilaku seorang janda dalam masyarakat. 
Dalam film ini dikisahkan pula seorang perempuan yang tengah hamil sepuluh bulan yaitu Novi yang dicurigai suaminya bahwa anaknya sungsang. Bagi masyarakat Sumba, jika perempuan tidak kunjung melahirkan dan anaknya sungsang maka berarti perempuan tersebut berselingkuh. Yang menarik dalam film ini adalah keluhan panjang lebar Novi mengenai mitos tersebut berhasil dibuat menjadi komedi satir. Betapa hal yang selama ini ditabukan, salah satunya adalah perempuan yang juga berhak mendambakan dan ingin dipuaskan dalam persetubuhan, kemudian diutarakan oleh seorang korban budaya patriarki, ternyata menuai gelak tawa penonton dalam bioskop. Respon penonton begitu kontras jika dibandingkan dengan tanggapan dingin mereka terhadap kelakar tentang persetubuhan dari dialog para perampok, yaitu para laki-laki. Budaya patriarki itu sendiri tidak hanya diteruskan secara turun temurun oleh para lelaki, tetapi juga perempuan. Seperti yang juga dikeluhkan oleh Novi, justru ibu mertuanya yang menjejali mitos tersebut sehingga awet bersarang dalam benak suami Novi. Di sini kita bisa melihat cara kerja sebuah ideologi, salah satunya yaitu budaya patriarki, yang terus tumbuh tanpa pernah disadari karena adanya stigma atau label tabu, serta kurangnya pendidikan yang berkualitas. Budaya patriarki melanggengkan nafsu untuk menguasai dan menyulap akal sehat menjadi ‘impotensi’.
Alienasi yang dilakukan oleh masyarakat patriarki kian mempersempit wahana berkembang bagi korbannya untuk mengembangkan kualitas sebagai individu yang mandiri. Jika kita menariknya ke lingkup yang lebih luas lagi, independensi para korban budaya patriarki, baik itu anak-anak, perempuan, dan lelaki itu sendiri, membuat penolakan atas hegemoni kemanusiaan itu menjadi sulit dilakukan. Terlebih lagi jika pelecehan atau kekerasan tersebut dialami korban dalam ruang privatnya yang sempit, seperti dalam film ini pelecehan dilakukan di ruang tamu tempat jenazah suami Marlina disimpan dan pemerkosaan dilakukan di dalam kamar Marlina yang rumahnya terletak di tengah padang sabana dan jauh dari tetangga. Sebuah ironi bahwa Marlina dijajah di teritorinya sendiri. Selain kamar, dapur sebagai ruang yang erat dilekatkan dengan perempuan, juga dimasuki dengan paksa oleh Franz, perampok muda kesayangan Markus, saat mengooda Marlina. Di dapur pula, Novi harus mengganti pakaiannya saat ia bersiap akan melahirkan karena kamar Marlina justru digunakan oleh Markus. Kita dapat melihat bahwa perempuan dalam masyarakat patriarki, tidak memiliki ruang sama sekali untuk bergerak, bahkan dapur – sumur – kasur pun dalam film ini sudah dirampas dari perempuan. Meskipun demikian, kecerdikan dan keberanian para tokoh perempuan dalam film ini pun lahir saat mereka sedang berada di sana.
Negara Absen Mengupayakan Keadilan
Babak kedua yakni Perjalanan Juang Perempuan dan babak ketiga yaitu Pengakuan Dosa memiliki tempo lebih cepat dibandingkan dengan babak pertama. Pada kedua babak ini, penonton dimanjakan dengan keindahan Sumba yang dicuplik melalui wide dan long-shot angle. Jalan panjang, menanjak, berliku, dan hanya satu-satunya tersedia untuk ditempuh Marlina dari rumahnya ke kantor polisi adalah perumpamaan yang amat tepat sebagai representasi perjuangan seorang korban pemerkosaan dalam memperoleh keadilan. Latar musik etnis - minimalis dari petikan jungga – alat musik petik khas Sumba yang dimainkan oleh Markus tetapi tanpa kepala dan diselingi oleh suara radio walau sekilas itu pun memperlihatkan tentang pemerkosaan yang terus menghantui Marlina sebagai korban dan kegaduhan atau gangguan akan silih berganti selama mengupayakan keadilan.
Alat transportasi tercepat untuk tiba ke kantor polisi adalah truk, yang disetir oleh laki-laki dan kebanyakan penumpangnya juga laki-laki. Satir pun kembali dihadirkan saat adegan Marlina dengan santai menenteng kepala Markus sementara para penumpang truk turun karena takut terkena tulah dan masalah jika berkendara bersama Marlina. Hanya seorang anak kecil yang berujar lirih bahwa tidak masalah jika setruk dengan Marlina, yang merepresentasikan bahwa suara anak-anak adalah suara kebaikan sementara suara orang dewasa sudah dibentuk secara paksa. Supir truk pun awalnya menolak untuk ditumpangi Marlina tetapi akhirnya ia menurut setelah Marlina meletakkan parang di leher supir tersebut. Kita dapat merefleksikan bahwa saat susah payah mengupayakan keadilan pun, korban pemerkosaan kian dialienasi dan dirintangi.
Yang justru sepenuhnya membantu Marlina selama perjalanan adalah para perempuan yaitu Novi, seorang perempuan tua yang juga ingin menumpang truk karena harus mengantar kuda demi mahar keponakan lelakinya, dan Topan seorang anak perempuan kecil yang menjual sate ayam di sebelah kantor polisi. Walaupun tetap sedikit dialog, interaksi Marlina dengan para tokoh perempuan cenderung lebih hangat jika dibandingkan dengan lelaki. Kendala berawal sejak polisi dan suami Novi yang sama-sama susah dihubungi saat Marlina dan Novi membutuhkan bantuan. Kesulitan terhubung melalui jalur komunikasi ini tidak hanya untuk menunjukkan kesenjangan teknologi di Sumba yang merupakan wilayah di pedalaman sehingga susah sinyal, tetapi juga merupakan representasi dari cengkraman budaya patriarki yang membatasi advokasi korbannya dan pelan-pelan membungkam ketidakadilan terhadap perempuan, karena toh Novi sama sekali tidak mengalami kesulitan saat menghubungi Marlina.
Ketidakpercayaan dan kekecewaan Marlina terhadap budaya patriarki semakin jelas terlihat saat ia terpaksa hanya duduk termangu saat para polisi sibuk bermain pingpong. Saat pengaduan pun, pertanyaan dan tanggapan polisi sangat tidak berimbang, seperti apakah hewan ternak yang dirampok itu dicap dan berapa persisnya jumlah hewan ternak yang diambil. Marlina yang berlatar belakang pendidikan dan ekonomi rendah, serta baru saja mengalami guncangan pasca pemerkosaan massal itu salah menyebut jumlah para pemerkosanya sehingga polisi sempat meragukannya. Selama pengaduan, polisi tersebut dengan santai merokok, meminta Marlina mendeskripsikan Markus, bahkan berkomentar “Kalau dia berbadan kecil, kenapa kau biarkan dia perkosa kau?”. Respon Marlina bukannya marah membabi buta, melainkan hanya napas yang memburu dan menjawab dengan pendek bahwa Markus memerkosanya beramai-ramai. Sepahit itulah jalan yang harus ditempuh bagi korban pemerkosaan dalam memperoleh keadilan. Kesan pedih seolah pemerkosaan dianggap sebuah tindakan yang wajar, ditunjukkan melalui adegan ini, dimana korban pemerkosaan harus menunggu lama hingga pengaduannya didengar, dipaksa mengingat rupa pemerkosa dan urutan kejadian saat pemerkosaan, dikomentari tanpa empati, serta diinformasikan bahwa proses visum dan olah TKP membutuhkan waktu berbulan-bulan. Dalam tatanan masyarakat patriarki, tidak hanya dalam bidang hukum, tetapi juga gaji/upah, akses dalam politik dan kepemimpinan, dan berbagai aspek sosial lainnya seringkali tidak berkeadilan bagi perempuan.
Menolak ‘Dikangkangi’ Budaya Patriarki
Seperti yang sudah dijelaskan pada awal tulisan ini bahwa teks media, apapun bentuknya, tentu secara sengaja menyusupkan pesan yang seringkali kita terima secara tidak sengaja, begitu pula film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak ini yang memposisikan diri sebagai film yang menolak praktik budaya patriarki. Jika sebelumnya kita memiliki pengalaman menonton film atau sinetron yang adegan pemerkosaannya justru mengksploitasi korban dengan visualisasi lekuk tubuh secara gamblang dari sorot kamera amat dekat dan menghadap ke bawah, sudut kamera dalam film ini justru dibuat sejajar dan amat berjarak, yang berarti bahwa film ini mengakui dan menghormati tubuh perempuan sebagai bagian dari subyek hidup yang memiliki hak sama dengan lelaki.
Sikap tegas dan berhati-hati yang juga ditunjukkan oleh Marlina dalam menghadapi hidupnya, sekilas tampak seperti sikap yang lazimnya dimiliki oleh lelaki. Sejak babak pertama sampai babak keempat yaitu Tangisan Bayi, Marlina memposisikan dirinya setara dengan lelaki. Dalam masyarakat adat Marapu, di Sumba Timur, perempuan tidak diperbolehkan masuk rumah sendirian. Namun, Marlina yang telah ditinggal mati oleh anak dan suaminya, tetap mampu hidup sendiri. Jika dalam film Novi digambarkan masuk ke dalam rumah melalui pintu dapur tetapi Franz masuk melalui pintu depan, yang amat menunjukkan ketimpangan gender, sekembalinya dari polisi Marlina justru masuk dari pintu depan. Ia seolah tidak gentar saat harus menghadapi Franz yang menyandera Novi di rumah demi kepala jenazah Markus dikembalikan Marlina. Konsistensi sikap dan perjuangan Marlina ini adalah harga mati bagi para perempuan yang ingin lepas dari belenggu patriarki.
Representasi penolakan Marlina terhadap dominasi patriarki juga digambarkan melalui ia yang mendekonstruksi gambaran umum western cowboy. Marlina, seorang perempuan korban pemerkosaan, menunggangi kuda yang tadinya mau dijadikan mahar oleh seorang lelaki dan motor trail yang justru milik lelaki yang memerkosanya. Kuda dan motor trail merupakan simbol maskulinitas, yang keduanya berhasil ‘ditunggangi’ Marlina. Seperti kebanyakan cowboy, Marlina pun seolah menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri dan perempuan di sekitarnya, yaitu Novi, untuk mengupayakan keadilan di saat ia sudah tidak memiliki kekuatan apapun dalam hidupnya dan di saat semua orang tidak peduli dengan pemerkosaannya.
Jika dalam kebanyakan cerita detektif disebutkan bahwa racun sangat identik dengan perempuan yang cenderung takut dalam membalaskan dendam, dalam film ini racun yang diberikan Marlina kepada para pemerkosa adalah bentuk kecerdikannya dalam bersiasat. Dalam waktu sempit dan latar belakang pendidikan terbatas, ia mampu bersikap dan mengambil keputusan demi menyelamatkan dirinya. Kualitas tersebut mutlak dibutuhkan oleh para perempuan dan siapapun untuk melawan dominasi patriarki. Kualitas yang direpresi oleh budaya patriarki agar kuasanya tetap langgeng. Bentuk perlawanan yang paling nyata tentu direpresentasikan melalui dibakarnya junggamilik Markus, seolah Marlina mampu mematikan ‘hasrat’ pelaku yang melecehkan perempuan, serta adegan kepala Markus dan Franz yang dipenggal dengan parang saat Marlina diperkosa. Para lelaki ditebas dengan parang – senjata yang mereka bawa mereka setiap hari, yang juga merupakan simbol dominasi dan penaklukkan.
Perlawanan korban budaya patriarki tidak mengajarkan perempuan mendominasi laki-laki dan tidak selalu laki-laki bersifat menyakiti. Terdapat sebuah adegan saat Ian, keponakan sang perempuan tua, menghajar Franz yang memfitnah Novi di depan suaminya. Dalam film ini pula, perempuan yang walaupun sedang dalam keadaan tidak menguntungkan, digambarkan memiliki belas kasih. Kita dapat melihatnya dalam adegan Novi yang tetap menyalakan tungku di dapur dan pelita di ruang tamu. Novi pun sempat batal membunuh Franz karena iba saat melihat Franz menangisi kepergian Markus. Begitu juga perempuan tua yang berkali-kali mengatakan bahwa perannya sangat penting untuk menikahkan keponakannya sehingga ia rela dating dari jauh untuk membawa kuda sebagai mahar. Ia juga yang menguatkan Novi untuk tidak mempercayai stigma tentang bayi sungsang. Selain itu, sosok Topan yang digambarkan melalui anak perempuan tanpa ibu yang justru mengambil peran besar di kedai sate dibandingkan dengan ayahnya sementara teman-teman lelaki seusianya yang tetap asyik bermain di lapangan, adalah cerminan bahwa perempuan pun tetap berkomitmen pada fungsi dan perannya masing-masing. Para perempuan tersebut, termasuk Marlina, bukanlah perempuan dengan nurani yang mati. Mereka tetap menyimpan luka dan membagi tangis kepada orang-orang yang hadir tanpa syarat untuk mereka, yaitu sesama korban patriarki.
Adegan membunuh dalam film ini pun tidak hanya dilakukan oleh perempuan tetapi juga oleh salah satu perampok yang membajak supir truk. Yang membedakan adalah, perempuan membunuh atas dasar membela dirinya dari pemerkosaan, sedangkan lelaki membunuh atas dasar ketamakan dan kekuasaan. Begitu juga relasi yang dijalin antara Franz dan Markus serta Marlina dan Novi. Keduanya adalah koalisi tetapi beda motivasi. Franz merasa berhutang budi karena Markus menjadikannya perampok – relasi modal dan kuasa, sedangkan Marlina merasa berhutang budi karena Novi membantunya mengupayakan keadilan – relasi yang tulus.
Sebuah Refleksi
Saya sempat bertanya-tanya apa makna yang coba disampaikan melalui sosok anjing dan jenazah suami Marlina, hadirnya Topan dalam sosok perempuan, serta siluet Novi saat mengganti bajunya di dapur. Imajinasi saya mendarat pada sebuah kesan bahwa anjing dan jenazah suami Marlina adalah gambaran sosok Sang Pencipta yang Maha Melihat – mereka dianggap tiada oleh para pemerkosa padahal menyaksikan semua yang terjadi di rumah itu, sekaligus yang Maha Adil – mereka dalam diamnya tidak sibuk memberi label pada Marlina dan setia menemaninya mengupayakan balasan yang setimpal.
Yang juga membuat saya begitu mengapresiasi film ini adalah riset yang tidak main-main, yang terlihat dari penggunaan ‘tanda’ khas masyarakat Sumba Timur, khususnya adat Marapu, seperti kubur batu di depan rumah sebagai cara untuk selalu mengingat keluarga yang telah berpulang yang walaupun dalam rangkaian adatnya menghabiskan banyak sekali biaya sampai Marlina dan suaminya pun harus berhutang, jenazah keluarga yang dibalut kain ikat dan diposisikan duduk seperti bayi dalam lindungan rahim ibu selagi biaya untuk upacara adat belum cukup dipenuhi, serta penggunaan nama Topan pada anak laki-laki Marlina yang telah meninggal dan anak perempuan yang menjadi pelipur Marlina. Dalam masyarakat Marapu, saat upacara adat dalam menguburkan jenazah itu dihadiri oleh seseorang yang namanya sama dengan nama jenazah maka ia akan amat diistemewakan karena dianggap sebagai bentuk baru yang dihadirkan kembali oleh Tuhan. Seperti halnya babak terakhir dalam film, siluet Novi berganti baju di dapur pun seolah menyambut kelahiran baru dalam wujud anaknya dan harapan baru bagi hidup Novi dan Marlina.
5 notes · View notes
movienized-com · 16 days
Text
Munkar
Munkar (2024) #AnggyUmbara #AdhistyZara #SafiraRatuSofya #SaskiaChadwick #KaneishiaYusuf #KhadijahAruma Mehr auf:
Jahr: 2024 (Februar) Genre: Horror Regie: Anggy Umbara Hauptrollen: Adhisty Zara, Safira Ratu Sofya, Saskia Chadwick, Kaneishia Yusuf, Khadijah Aruma, Elma Theana, Tio Pakusadewo, Ayu Hastari, Miqdad Addausy, Husein Al Athas, Vonny Anggraini, Santana Sartana, Egy Fedly … Filmbeschreibung: Seltsame Ereignisse, die Unruhe in einem islamischen Internat ausgelöst haben, passieren seit der…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
ephyz-universe · 2 months
Text
Headshot Movie 2016
Tumblr media
Uwais plays a young man who washes ashore, an amnesiac with a serious head injury whose past comes back to haunt him shortly after being nursed back to health by a young doctor. Violence ensues. Sweet, sweet violence. Starring Ario Bayu, Avrilla Sigarlaki, Bront Palarae, Chelsea Islan, David Hendrawan, Egy Fedly, Ganindra Bimo and others.
Tumblr media
- Genre: Action, Drama, Thriller - Stars: Iko Uwais, Chelsea Islan, Sunny Pang - Runtime: 118mins
Headshot Movie 2016 MKV Download
Read the full article
1 note · View note
borobudurnews · 2 years
Text
Sinopsis Film Pengabdi Setan 2: Communion, Lebih Seram?
Sinopsis Film Pengabdi Setan 2: Communion, Lebih Seram?
BNews—NASIONAL— Film horor Indonesia berjudul Pengabdi Setan 2: Communion garapan Joko Anwar resmi dirilis pada 4 Agustus 2022 lalu. Film ini menceritakan tentang kelanjutan kisah Rini dan keluarganya yang bertahan hidup usai selamat dari teror horor ibu. Pengabdi Setan 2: Communion dibintangi oleh Tara Basro, Bront Palarae, Nasar Anuz, dan Egy Fedly. Film ini merupakan sekuel dari film…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
moviemosaics · 4 years
Photo
Tumblr media
Satan’s Slaves
directed by Joko Anwar, 2017
10 notes · View notes
twilightronin · 7 years
Photo
Tumblr media
Headshot 2016
12 notes · View notes
justfilms · 7 years
Photo
Tumblr media
Headshot - The Mo Brothers 2016
8 notes · View notes
fuoridicinema · 6 years
Text
Gli invisibili in sala dal 18 gennaio
Cosa vedere la cinema? Come ogni settimana arriva la nostra rubrica di cinema poco visibile. Vi segnaliamo e consigliamo i film in sala con una bassa distribuzione, correte a cercarli nella vostra città prima che vengano tolti. Poesia Senza Fine
(Cile, 2016) un film di Alejandro Jodorowsky. Con Brontis Jodorowsky, Adan Jodorowsky, Pamela Flores, Jeremias Herskovits, Kaori Ito. Biografico. Durata…
View On WordPress
0 notes
gitiqohocim · 3 years
Text
12 menit untuk selamanya full
  12 MENIT UNTUK SELAMANYA FULL >> DOWNLOAD LINK vk.cc/c7jKeU
  12 MENIT UNTUK SELAMANYA FULL >> READ ONLINE bit.do/fSmfG
        12 menit kemenangan untuk selamanya12 menit untuk selamanya full movie streaming
  12 Menit is a film directed by Hanny Saputra with Verdi Solaiman. Year: 2014. Original title: 12 Menit. Synopsis: This is a story about struggle. 12 Menit: Kemenangan Untuk Selamanya (2014). 2014HD1h 50m3,046. Rene, coach Marching Band from Jakarta, decided to move to Bontang – East Kalimantan in Book] ✓ 12 Menit PDF by Oka Aurora â eBook or Kindle ePUB free 1. Elaine, sang pemain biola, yakin bahwa musik adalah segala-galanya.12 Menit: Directed by Hanny Saputra. With Verdi Solaiman, Titi Rajo Bintang, Egy Fedly, Hudri. This is a story about struggle. Struggle for self-defeating. Download link: download film 12 menit untuk selamanya full movie. Recent downloads: Cisco Anyconnect Windows 10? Gray's Anatomy The Anatomical Basis Of
https://pikiwabigeg.tumblr.com/post/667106470865829888/avery-berkel-hl-122-manual-dexterity, https://sewalofij.tumblr.com/post/667121401566756864/manuel-d-atelier-tracteur-fendt, https://xuxineboma.tumblr.com/post/667142291463536640/ducati-scrambler-service-manual, https://tipasumofof.tumblr.com/post/667139377814749184/aeg-oko-lavamat-508-mode-demploi, https://guguvumipin.tumblr.com/post/667144742079004672/siemens-cs3000-manual.
0 notes
mundo-misterio · 3 years
Text
Marlina the Assassin in Four Acts (2018) reseña de la película
Marlina the Assassin in Four Acts (2018) reseña de la película
Resulta que la motocicleta de la primera escena, conducida por un anciano de pelo largo llamado Markus (Egi Fedly), se detiene en la casa aislada de la homónima Marlina (Marsha Timothy). Es una joven viuda delgada, bonita y de cabello oscuro cuya posición en la vida es ahora, literalmente, indefensa. Markus invade su casa como si ya la poseyera y de repente anuncia su intención de reclamar lo que…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
Text
8 Films We Can’t Wait To See at The 2018 Overlook Film Festival
The Overlook Film Festival descends on New Orleans in just a few short days, and this year’s lineup is jam packed with horror films, interactive exhibits and panels. A 4-day celebration of all things horror, this year’s festival begins April 19, 2018 in America’s most haunted city: New Orleans, Louisiana. A city brimming with ancient voodoo and restless spirits, New Orleans is also home to a ghost said to be Stephen King’s inspiration for The Shining‘s Grady Twins. Ghosts aside, The Overlook Film Festival is the most incredible film festival you will ever attend, and you should absolutely make the trip out this year to immerse yourself in a mind-bending weekend full of kickass movies, and kickass people.
The 2018 line-up is full of movies every horror fan is dying to see, including A24’s upcoming Hereditary and Blumhouse’s surprise sequel Unfriended: Dark Web. Also making an appearance are festival favorites Revenge, Tigers Are Not Afraid, and The Ranger which our very own Stephanie Cole called, “a great genre remix that gets to the heart of why horror fans keep coming back for more“. We’re crazy excited to take-in everything Overlook has to offer but here are 8 Movies that may not already be on your radar.
  Blood Fest
  Director: Owen Egerton Cast: Robbie Kay, Jacob Batalon, Seychelle Gabriel, Tate Donovan, Barbara Dunkelman, Nick Rutherford, Zachary Levi United States, 2018When the most exciting horror festival in the country turns the tables on its zealous fan base by trapping them on the grounds and murdering them en masse, a group of teens armed with the knowledge of a thousand horror movies must fight their way through the bloodbath in this hilarious send-up of horror culture.
  St. Agatha
  WORLD PREMIERE Director: Darren Lynn Bousman Cast: Sabrina Kern, Carolyn Hennesy, Courtney Halverson United States, 2018
Horror film impresario Darren Lynn Bousman, director of SAW II, III and IV, modern experiments REPO! A GENETIC OPERA and THE DEVIL’S CARNIVAL, not to mention the groundbreaking ongoing immersive property The Tension Experience, brings to life his latest vision, a period piece concerning a troubled woman running from her past who finds herself kept hostage by a coven of vicious nuns.
  Don’t Leave Home
  Director: Michael Tully Cast: Anna Margaret Hollyman, Lalor Roddy, Helena Bereen, David McSavage, Karrie Cox Ireland, 2018 An American artist accepts a strange invitation to a secluded Irish manor to construct an original sculpture for a priestly painter whose work has been shrouded in a sinister urban legend involving the disappearance of an 8-year-old girl in this creepy, offbeat cinematic discovery from indie stalwart Michael Tully (SEPTIEN).
  Ghost Stories
  Director: Jeremy Dyson & Andy Nyman Cast: Martin Freeman, Alex Lawther, Andy Nyman, Paul Whitehouse United Kingdom, 2017 After stumbling across a long-lost folder of material from his childhood hero, Goodman, a TV investigator known for debumking psychic hoaxes, digs deep into three cases of ghoulish hauntings. Determined to find rational explanations, Goodman quickly realizes he’s in over his head. Featuring Martin Freeman, this spine-tingling anthology, adapted from the hit stage play, tells enough tales to keep you up for nights to come.
  Good Manners
  Director: Juliana Rojas & Marco Dutra Cast: Isabél Zuaa, Marjorie Estiano, Miguel Lobo Brazil/France, 2017 A surprising, imaginative and engaging twist on classic genre stories told with a sophisticated cinematic technique, GOOD MANNERS begins unassumingly with a near destitute nurse becoming the caretaker for a wealthy, isolated pregnant woman exhibiting strange behavior. But soon her habits turn into a sleeping hunger that changes both of their lives forever.
  Satan’s Slaves 
  Director: Joko Anwar Cast: Tara Basro, Bront Palarae, Dimas Aditya, Endy Arfian, Nasar Annuz, Ayu Laksmi, Egy Fedly Indonesia, 2017 When Mawarni, a famous Indonesian singer, dies of a mysterious illness, her husband and four children are left behind to pick up the pieces, only to discover that they are being haunted by a pack of rabid spirits headed by Mawarni herself. Technically billed as a remake of the 1982 Indonesian remake of Don Coscarelli’s PHANTASM, celebrated director Joko Anwar’s SATAN’S SLAVES is its own chilling throwback to 70s supernatural thrillers, packed to the brim with jump scares and iconic imagery.
  What Keeps You Alive
  Director: Colin Minihan Cast: Hannah Emily Anderson, Brittany Allen, Martha Macisaac, Joey Klein, Charlotte Lindsay Marron Canada, 2018 For their first wedding anniversary, Jackie and Jules retreat to a cozy cabin near a beautiful lake. The sudden appearance of Jackie’s childhood best friend sets off a chain of unlikely events that turn a quiet vacation into the deadliest game of cat and mouse in Overlook Alum Colin Minihan’s (writer of STILL/BORN) claustrophobic survivalist thriller.
  Puppet Master: The Littlest Reich
  WORLD PREMIERE Director: Sonny Laguna & Tommy Wiklund Cast: Thomas Lennon, Michael Paré, Barbara Crampton, Udo Kier United Kingdom / United States, 2018 During a roadtrip to a convention for the 30th Anniversary of the infamous Toulon Murders, a comic book nerd, his new girlfriend and his best friend come face to face with a set of sadistic nazi puppets out for blood. A reimagining of the Charles Band classic, this uproarious horror comedy starring Thomas Lennon, Udo Kier, Barbara Crampton, Nelson Franklin, and Charlene Yi pays homage to the Full Moon features of the late 80s, early 90s.
  The Overlook Film Festival run April 19-24, 2018 at the Bourbon Orleans Hotel in New Orleans, Louisiana. Festival Passes and individual tickets can be purchased HERE. And if will be attending the festival this year, let us know on Twitter, Instagram, Reddit, and in the Horror Fiends of Nightmare on Film Street Facebook group!
The post 8 Films We Can’t Wait To See at The 2018 Overlook Film Festival appeared first on Nightmare on Film Street - Horror Movie Podcast, News and Reviews.
from WordPress https://nofspodcast.com/overlook-film-festival-2018-watch-list/ via IFTTT
3 notes · View notes
inisurabaya · 4 years
Photo
Tumblr media
Giveaway Tiket Nonton Gratis Film KAJENG KLIWON . Siapa yang belum nonton Film KAJENG KLIWON? . Eitsss, gak usah pusing buat dapatin tiketnya, karena @film_kajengkliwon memberikan giveaway berupa voucher nonton gratis Film KAJENG KLIWON, khusus untuk 25 orang beruntung! . 1 orang yang beruntung berhak mendapatkan 2 voucher tiket nonton gratis FILM KAJENG KLIWON. . Caranya : . . 1. FOLLOW Instagram @film_kajengkliwon 2. Repost gambar slide pertama dan sertakan caption menarik, "Kenapa kamu harus dapat tiket nonton gratis Film KAJENG KLIWON?" 3. Tag ke @film_kajengkliwon dan mention 3 teman terdekatmu serta gunakan hastag #GiveawayTiketNontonFilmKajengKliwon 4. LIKE postingan di Instagram @film_kajengkliwon dan Comment dengan kata “Done” 5. Pastikan akun Instagram kamu tidak dikunci 6. Menangkan total 50 tiket (2 tiket untuk 25 pemenang) nonton gratis Film KAJENG KLIWON bersama sahabat atau keluarga tersayang untuk kamu yang beruntung 7. Ditunggu post kamu paling lambat tanggal 25 Februari 2020 pukul 14.30 WIB. 8. Pengumuman pemenang akan diinfokan melalui Instagram @film_kajengkliwon pada tanggal 25 Februari 2020 pukul 15.30 WIB. 9. Nonton bareng bagi 25 pemenang yang beruntung (total 50 orang) akan dilakukan pada Selasa (25 Februari 2020) Pukul 18.45 WIB di CGV Maspion Square, Jalan Ahmad Yani, Surabaya. 10. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat. . #FilmKajengKliwon SEDANG TAYANG di bioskop! __ CGV Maspion Square (12.45). HTM 35 ribu. . SUTOS XXI (13.15, 15.15, 17.15, 19.15, 21.15). HTM 30 ribu. . MOVIMAX Kaza City Mall (15.10). HTM 25 ribu. . Cast : Amanda Manopo, Christ Laurent, Vincent Andrianto, Muthia Datau, Indah Kalalo, Cathrine Wilson, Egi Fedly, Weda Nanda, Deva Wisesa, Atikah Suheimi . . ■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■. . #surabaya #ini_surabaya #inisurabaya #aslisuroboyo #lovesuroboyo #banggasurabaya #galerysurabaya #seputarsurabaya #sparklingsurabaya  #surabayapunyacerita  #exploresurabaya #suroboyo  #panoramasurabaya  #exploreindonesia #banggaindonesia #jawatimur #indonesia #travel #viral  #Persebaya #greenforce #Bonek #indonesiajuara #BikinBanggaIndonesia #SURABAYAMENDUNIA #SUROBOYOWANI (di Surabaya, Indonesia) https://www.instagram.com/p/B8-BBJnH1Zr/?igshid=6ni38f6sqmp7
0 notes
movienized-com · 29 days
Text
Suzzanna: Malam Jumat Kliwon
Suzzanna: Malam Jumat Kliwon (2023) #GunturSoeharjanto #LunaMaya #AchmadMegantara #TioPakusadewo #SallyMarcellina #TaskyaNamya Mehr auf:
Jahr: 2023 Genre: Drama / Fantasy / Horror Regie: Guntur Soeharjanto Hauptrollen: Luna Maya, Achmad Megantara, Tio Pakusadewo, Sally Marcellina, Taskya Namya, Opie Kumis, Adi Bing Slamet, Baron Hermanto, Yurike Prastika, Clift Sangra, Ence Bagus, Egy Fedly, Deden Bagaskara, Afrizal Anoda, Fredy Amin … Filmbeschreibung: Nachdem ein Schamane sie verflucht hat, tötet dunkle Magie eine Frau, aber…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
zikart-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
FILM MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK (Marlina the Murderer in Four Acts) _________ SINOPSIS . Suatu hari di sebuah padang sabana Sumba, Indonesia, sekawanan tujuh perampok mendatangi rumah seorang janda bernama Marlina (Marsha Timothy). Mereka mengancam nyawa, harta dan juga kehormatan Marlina dihadapan suaminya yang sudah berbentuk mumi duduk di pojok ruangan. Keesokan harinya dalam sebuah perjalanan demi mencari keadilan dan penebusan, Marlina membawa kepala dari bos perampok, Markus (Egi Fedly), yang ia penggal tadi malam. Marlina kemudian bertemu Novi (Dea Panendra), yang menunggu kelahiran bayinya, dan Franz (Yoga Pratama), yang menginginkan kepala Markus kembali. Markus yang tak berkepala juga berjalan menguntit Marlina. DIRECTOR : Mouly Surya ACTORS : Marsha Timothy , Egy Fedly , Dea Panendra DURATIONS : 93 Minutes CENSOR RATING : 17+ GENRE : THRILLER LANGUAGE : BAHASA INDONESIA (Sumber: https://www.cgv.id/en/movies/detail/MOV3358) . . Satu lagi film kecee parah dari ka @moulysurya yang udah banyak dapet penghargaan International , yang sebelumnya juga udah kepincutt sama karyanya "Film Fiksi". Ditunggu bangett film-film kece buatan ka @moulysurya selanjutnyaa💙 Ost nya kerenn juga, da bess ini perlu ditonton bangett . . Kengiang dialog: "Malam ini kau adalah perempuan paling beruntung" . "Sa perempuan paling sial sesudah malam ini" . . __________________ Illustration by zikra . #marlinasipembunuhdalamempatbabak #marlina #MarlinatheMurdererinFourActs #moulysurya #filmindonesia #movie #film #filmlokal #filmnovember #marshatimoty #movieillustration #fanart #illustartion #lazuardi #erk #marlinathemurderer #sataywestern #cannesfilmfestival #ink #drawing #sketch
1 note · View note
Text
Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)
Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)
Sinopsis MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK – Film MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK atau Marlina the Murderer in Four Acts merupakan film nasional bergenre thriller yang ditulis oleh Rama Adi. Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak ini diproduseri oleh Rama Adi dan Fauzan Zidni. Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak diarahkan oleh sutradara bernama Mouly Surya dibawah produksi…
View On WordPress
0 notes